Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cuti Panjang Pekerja di Grand Istana Rama Hotel
on

Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cuti Panjang Pekerja di Grand Istana Rama Hotel
I Kadek Putra Sutarmayasa1
1Sutarmayasa Law Office, E-mail: [email protected]
Info Artikel
Masuk: 24 Pebruari 2020
Diterima: 10 Juli 2020
Terbit: 31 Juli 2020
Keywords :
Legal protection, Long leave Rights, the worker
Kata kunci:
Perlindungan hukum, hak cuti panjang, pekerja
Corresponding Author:
I Kadek Putra Sutarmayasa,
Email:
DOI :
10.24843/JMHU.2020.v09.i02.
p.10
Abstract
The norm gap between the norms in the Act and those in reality namely the gap or discrepancy in the application of Article 79 of Law 13/2003 about regarding leave / long rest. Arrangements regarding the leave entitlement for employees at the Grand Istana Rama Hotel, namely Article 17 KKB of the Istana Rama Hotel, in addition to also being explained in article 79 of Law 13/2003, Kepmen 51/2004. The legal consequences for companies that do not provide workers with long-term leave entitlements are that the company must continue to provide workers with long-term leave / long-term leave in accordance with court decisions. This type of empirical legal research is used in this study to find out and understand the incompatibility of the application of Article 79 of the Manpower Act and Article 17 of the KKB Grand Istana Rama Hotel.
Abstrak
Kesenjangan norma antara norma-norma dalam UU dan yang pada kenyataannya adalah kesenjangan atau perbedaan dalam penerapan Pasal 79 UU 13/2003 tentang cuti / istirahat panjang. Pengaturan mengenai hak cuti panjang bagi karyawan di Hotel Grand Istana Rama, yaitu Pasal 17 KKB di Hotel Istana Rama, di samping juga dijelaskan dalam pasal 79 UU 13/2003, Kepmen 51/2004. Akibat hukum bagi perusahaan yang tidak memberikan hak cuti jangka panjang kepada pekerja adalah bahwa perusahaan harus terus memberi pekerja cuti jangka panjang / cuti jangka panjang sesuai dengan keputusan pengadilan. Jenis penelitian hukum empiris digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui dan memahami ketidaksesuaian penerapan Pasal 79 UU Ketenagakerjaan dan Pasal 17 Hotel KKB Grand Istana Rama.
Perusahaan merupakan simbol ekonomi yang dominan, perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh masih saja terdapat mengenai ketidaksesuaian apa yang ada di peraturan dengan kenyataan yang terjadi. Maria Fransisca Mulyadi dalam jurnalnya yang berjudul Pelanggaran Hak Normatif Yang Terjadi Terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Dewan Direksi mengatakan bahwa pelaku bisnis dalam mengembangkan usahanya selalu melakukan segala upaya atau terobosan-terobosan terbaru agar usahanya dapat bersaing di pasaran, sehingga dalam prakteknya hak-hak pekerja masih saja diabaikan bahkan sampai terjadi penyingkiran hak-hak pekerja yang dilakukan oleh pengusaha/pelaku usaha.1
Kemajuan perekonomian di Indonesia ditunjang dari fungsi hukum terhadap terlaksananya pembangunan bidang ekonomi. Kemakmuran dan kesejahteraan harus merata sebagai efek atau manfaat dari pembangunan tersebut. Partisipasi seluruh rakyat dari segala lapisan masyarakat mempengaruhi keberhasilan dari pembangunan tersebut.2
Hak-hak warga negara diakui, dihormati, serta dihargai sebagai konsekuensi penganut negara hukum kesejahteraan oleh Indonesia sehingga asasi dari warga negara baik hak ataupun kewajiban nya harus dijamin.3Selain menganut negara hukum kesejahteraan, ketertiban pada rakyat yang berdarkan hukum pada umumnya harus diselenggarakan sebagai tujuan dari negara hukum oleh Indonesia. Ide yang diharapkan atau diimpikan harus dibawa kepada rakyat Indonesia keseluruhan dan disinilah norma-norma hukum bukan hanya menjadi tuuan hukum tetapi lebih kepada menjadi jembatannya sebagai hasil penuangan atas perlindungan atas hak-hak dan juga kepentingan dari individu. Sementara itu, tujuan pembangunan nasional berdasarkan Pancasilan dan UUD 45 yaitu menciptakan keadilan serta kemakmuran bagi masyarakat baik secara spiritual maupun materiil.4 Sehingga hak-hak rakyat Indonesia yang dalam hal ini pekerja/buruh harus dilindungi oleh negara.
Dengan dikeluarkannya UU 13/2003 oleh pemerintah bermaksud untuk menciptakan rasa keadilan untuk para pekerja serta mewujudkan Hubungan Industrial yang harmonis sehingga tercipta iklim investasi yang kontibutif sehingga antara pekerja dan pengusaha terjalin hubungan yang harmonis.
Kedudukan pengusaha dan pekerja secara yuridis dalam hukum ketenagakerjaan adalah sama dan seimbang, namun kadang kedudukan tersebut secara sosiologis berbeda karena sering kali posisi pekerja dalam keadaan yang kurang kuat. Sebagai
tumpuan dalam pemenuhan hak-haknya, diperlukan peraturan tertulis secara mengkhusus sebagai jaminan bagi pekerja dalam pemenuhan hak-haknya tersebut.5
Meningkatkan kualitas kemampuan, ketrampilan dan keahlian dari tenaga kerja dilakukan dengan perencanaan dan program ketenagakerjaan yang kompleks sehingga nantinya mampu meningkatkan produktifitas nasional dan kesejahteraan masyarakat sebagai peran dari tenaga kerja. 6
Hak-hak ketika masih aktif bekerja wajib mendapatkan perlindungan bagi tenaga kerja, dimana salah satu hak dari pekerja adalah hak untuk mendapatkan cuti,baik itu cuti mingguan, cuti tahunan maupun cuti panjang atau istirahat panjang. Namun dalam kenyataannya masih ada pekerja yang tidak diberikan hak cuti panjangnya padahal sudah bekerja sesuai dengan yang ada di ketentuan perundang-undangan yaitu bekerja selama 6 tahun. Salah satu kasusnya yaitu kasus yang tercatat di Pengadilan Hubungan Industrial dengan Nomor Perkara 20/Pdt.Sus-PHI/2017/PN Dps, kasus tersebut terjadi di perusahaan Grand Istana Rama Hotel yang beralamat di Jalan Pantai Kuta. Kasus ini terjadi ketika salah satu pekerja akan mengajukan cuti/istirahat panjang ke manajemen hotel namun ditolak dengan alasan management Grand Istana Rama Hotel belum pernah memberikan cuti panjang kepada karyawannya seperti jawaban perusahaan dalam jawaban gugatannya serta dikuatkan juga oleh hasil wawancara terhadap salah satu pengacara dari pekerja yang menyatakan memang benar terjadi penolakan pemberian cuti panjang terhadap pekerja karena perusahaan Grand Istana Rama Hotel yang dulunya sebelum dibeli oleh pemilik Grand Istana Rama Hotel bernama Hotel Istana Rama belum pernah memberikan cuti panjang kepada karyawannya.
Apabila dikaitkan dengan UU 13/2003 berarti telah terjadi kesenjangan antara yang terdapat dalam Undang-Undang (das sein) dengan apa yang terjadi di lapangan/kenyataan(das sollen). Oleh karena itu maka menjadi menarik untuk dikaji lebih lanjut dalam bentuk jurnal hukum dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cuti Panjang Pekerja di Grand Istana Rama Hotel.”
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan diatas, maka dalam penelitian ini dapat ditentukan rumusan masalah yaitu Bagaimana pengaturan hukum mengenai hak cuti panjang bagi karyawan di Grand Istana Rama Hotel?, Apa akibat hukum bagi perusahaan apabila tidak memberikan hak cuti panjang terhadap pekerja sesuai ketentuan Undang-Undang yang berlaku?. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami pengaturan mengenai hak cuti panjang bagi karyawan di Grand Istana Rama Hotel serta akibat hukum bagi perusahaan apabila tidak memberikan hak untuk cuti panjang terhadap pekerja sesuai ketentuan yang berlaku sehingga memperlihatkan adanya perlindungan terhadap hak cuti panjang bagi pekerja.
Untuk mengoptimalkan sumber daya manusia, Negara perlu memberikan perlindungan di segala bidang bagi semua warga negaranya baik di bidang perekonomian maupun ketenagakerjaan. Di bidang ketenagakerjaan, perlindungan
tenaga kerja diperlukan untuk menjamin hak-hak pekerja/buruh dan menjamin kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi oleh perusahaan. Hal tersebut merupakan esensi dari disusunnya UU 13/2003 yang bertujuan untuk mensejahterakan para pekerja/buruh dan untuk memberikan payung hukum kepada para pekerja baik laki-laki maupun perempuan maupun pekerja anak, setidaknya begitulah gambaran yang didapat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ida Bagus Gede Surya Kumara Yoga pada Tahun 2014 yang lalu.7
Selain perlindungan terhadap pekerja yang dimasudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja dan menjamin kesamaan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya, namun harus tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha dan kepentingan pengusaha, hal ini diungkap oleh Bill Clinton dalam penelitiannya yang dilakukan pada tahun 2016.8
-
2. Metode Penelitian
Karya ilmiah ini menggunakan metode penelitian hukum empiris sebab penelitian ini mengkaji mengenai ketentuan hukum yang ada dengan kenyataan yang terjadi dalam masyarakat.9
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah pendekatan perundang-undangan dengan mengkaji peraturan terkait, pendekatan fakta untuk melihat bagaimana fakta yang terjadi di kenyataan, serta pendekatan kasus untuk dapat mengetahui dan memahami kasus yang terjadi sesuai permasalahan yang diteliti.
Karya ilmiah ini menggunakan teknik deskriptif yaitu menggambarkan sesuatu hal yang terjadi pada daerah tertentu untuk mengklarifikasi dan eksplorasi mengenai kenyataan sosial sehingga dapat ditentukan apakah terdapat kesamaanpada gejala yang terjadi.
Data lapangan sebagai sumber data primer dalam penelitian hukum empiris diperoleh langsung di lapngan dengan melakukan wawancara dengan informan ataupun narasumber atau bisa dengan menyebarkan kuisioner-kuisioner kepada masyarakat. Sedangkan untuk data sekunder didapatkan dari menelaah aturan yang ada serta buku-buku tentang apa yang dibahas.10
Data dalam penulisan karya ilmiah ini diperoleh dengan menggunakan teknik study dokumen (documentary studies), teknik wawancara (interview) dan pengamatan atau observasi serta dalam menentukan sampel digunakan Teknik non-probabilitas/non-random sampling.
Data dan hasil di lapangan dikumpulkan serta dirapikan melalui proses pengolahan data sehingga data-data tersebut menjadi siap untuk dianalisa sebelum diolah secara kualitatif dengan mengguakan study perbandingan yang hasilnya nantinya disajikan secara deskriptif kualitatif serta sistematis.11
-
3. Hasil dan Pembahasan
Manusia berdasarkan martabatnya memiliki hak-hak yang bukan diberikan oleh masyarakat atau negara yang dapat dikatakan sebagai hak asasi manusia.12Aturan-aturan yang sesuai serta berlangsung terus dan dapat diterima oleh masyarakat diperlukan oleh masyarakat karena ada banyaknya hubungan yang ditimbulkan dari kepentingan tiap individu dalam masyarakat sehingga nantinya terdapat keseimbangan dalam hubungan tersebut serta tidak timbulnya kekacauan atau keributan dalam masyarakat.13
Tercapai atau terhambatnya posisi hukum sebagai sarana pencapaian tujuan tergantung dari bagaimana pemberlakuan terhadap hukum tersebut, apabila efektif maka tujuan akan tercapai tetapi bila tidak efektif maka tujuannya tidak akan tercapai. Ketika hukum mampu mengkondisikan masyarakat sesuai dengan apa yang menjadi syarat atau yang diperlukan oleh pembangunan maka disana akan terlihat pemberlakuan hukum yang dilakukan secara efektif. Mewujudkan keadilan agar sesuai dengan apa yang hukum harapkan merupakan upaya pengarahan terhadap penyelesaian persoalan penerapan hukum.
Tenaga kerja sebagai salah satu dari sekian komponen pembangunan berhak untuk mendapatkan perlindungan baik ketika sedang bekerja maupun ketika sudah terjadi pemecetan atas hak-hak yang memang berhak didapatkan.14Musrihah memberikan pendapat bahwa perlindungan hukum adalah adanya aturan yang berisi sanksi dan dipaksakan pemberlakuannya agar subyek-subyek hukum terlindungi pada saat adanya pelanggaran atau perbuatan yang melenceng dari hukum sehingga membuat kepentingan masyarakat termasuk pekerja harus diperhatikan.15
Kedudukan proporsional merupakan cita-cita dalam hubungan industrial, oleh karena itu dengan adanya perlindungan hukum bagi pekerja merupakan salah satu solusi dalam menciptakan hubungan industrial yang harmonis sehingga tercapai kedudukan yang proporsional karena ketika adanya perlindungan hukum tersebut semua pihak akan mengetahui mengenai hak dan kewajibannya masing-masing, upaya agar tercipta keharmonisan dalam hubungan industrial dan yang terakhir juga bisa mengetahui dan
memahami mengenai penyelesaian perselisihan hubungan industrial sehingga bisa saling mengerti satu sama lain.
Pengawasan yang merupakan tugas dan kewajiban dari pegawai pengawas ketenagakerjaan merupakan hal yang harus ditegakan dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan sehingga nantinya dipatuhi oleh semua pihak yang terlibat, selain mengawasi pegawai pengawas ketenagakerjaan juga harus mampu memberikan keterangan teknis ataupun memberikan nasehat-nasehat agar aturan ketenagakerjaan terlaksana secara efektif bagi pihak-pihak yang terlibat dan juga dapat melaporkan atau menindak ketika adanya kecurangan dalam penerapan aturan ketenagakerjaan yang pengaturannya belum jelas.16
Pengaturan mengenai cuti panjang sendiri sudah diatur dalam Pasal 79 UU 13/2003 dan Kepmen 51/2004. Pengaturan mengenai cuti ini pada intinya menyatakan wajib adanya pemberian waktu istirahat dan cuti kepada pekerja, untuk pengaturan mengenai jangka waktu kerja dan berapa lama cuti yang didapatkan diatur lebih jelas dalam ayat (2) huruf d, salah satunya mengatur mengenai cuti panjang/istirahat panjang bagi pekerja yang sudah bekerja selama 6 tahun serta kelipatannya bahkan menurut Pasal 4 Kepmen 51/2004 yang pada intinya menjelaskan bahwa pengusaha harus memberitahukan kepada pekerja/buruh secara tertulis tentang timbulnya hak cuti/istirahat panjang paling lambat 30 hari sebelum hak cuti/istirahat panjang tersebut timbul.
Pengaturan hukum mengenai hak cuti panjang bagi karyawan di Grand Istana Rama Hotel juga sudah diatur dalam Kesepakatan Kerja Bersama (KKB). Yelpa mengutip pendapat Handoko dalam jurnalnya yang berjudul Pengaruh Kesepakatan Kerja Bersama Terhadap Produktifitas Kerja Pegawai Di Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kabupaten Rokan Hulu memberikan pengertian Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) adalah kerjasama yang dilakukan karyawan dan pimpinan untuk mengatur hubungan-hubungan kedua belah pihak dalam suatu pekerjaan.17Selanjutnya, dalam Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) perusahaan tertanggal 1 Agustus 2001 dalam Bab VI tentang Waktu Kerja-Waktu Istirahat dan Libur. Pasal 15 mengatur mengenai Istirahat Tahunan bagi pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja selama 12 (dua belas) bulan berturut-turut berhak mendapat istirahat tahunan selama 12 (dua belas) hari setelah dikonpensasikan terlebih dahulu dengan pengambilan ijin, Pasal 16 mengatur mengenai Cuti Bersalin bagi pekerja perempuan yang akan bersalin mendapatkan cuti hamil dan bersalin selama 3 (tiga) bulan, dan dalam Pasal 17 mengenai Cuti Panjang yang pada intinya mengatur tentang cuti panjang bagi pekerja/buruh yang memiliki masa kerja 6 tahun berturut-turut di perusahaan akan mendapatkan cuti/istirahat panjang selama 24 hari kerja begitu juga terhadap kelipatannya tetapi haktersebut akan gugur bila dalam waktu 2 tahun setelah hak tersebut timbul pekerja/buruh tidak menggunakan haknya.
Berdasarkan pemaparan yang telah diuraikan sebelumnya dapat diketahui serta dipahami bahwa pengaturan mengenai hak cuti panjang bagi karyawan di Grand
Istana Rama Hotel telah diatur yakni pada Pasal 17 KKB Hotel Istana Rama, selain juga dijelaskan dalam pasal 79 UU 13/2003, Kepmen 51/2004 sehingga pengusaha tidak boleh menghalangi pekerja dalam mengambil cuti panjang apabila hal tersebut sudah pernah dilakukan di perusahaan tersebut serta sudah sesuai dengan aturan yang ada.
-
3.2. Akibat Hukum Bagi Perusahaan Apabila Tidak Memberikan Hak Cuti Panjang Terhadap Pekerja Sesuai Ketentuan Undang-Undang Yang Berlaku
Aktifitas masyarakat Indonesia yang dilakukan sehari-hari termasuk juga aktifitas/kegiatan yang dilakukan oleh pekerja tidak terlepas dari hukum atau aturan yang mengikat yang harus ditaati dan dipatuhi karena berisi sanksi apabila melanggarnya. Pemberlakuan jam kerja terhadap pekerja selama 8 jam/hari telah dilakukan oleh sebagian besar perusahaan yang ada di Indonesia baik perusahaan milik negara maupun perusahaan milik swasta. Total pekerja berada di kantor adalah 9 jam/hari karena hal tersebut ditambah dengan waktu istirahat yang perusahaan berikan kepada pekerja selama 1 (satu) jam. Namun, pekerja juga bisa kerja lebih dari 9 jam menghabiskan waktunya berada di kantor/tempatnya bekerja karena bisa saja terdapat tugas tambahan yang diberikan kepada pekerja sehingga membuat pekerja harus melakukan lembur kerja. Mengingat hal tersebut diatas akhirnya dikeluarkanlah UU 13/2003 pada Pasal 79 mengeni cuti/libur bagi karyawan.
Mendapatkan atau memakai hak cutinya untuk libur/tidak bekerja merupakan penegasan untuk hak dari setiap pekerja yang diatur dalam UU 13/2003. Faktor finansial menjadi penyebab utama masih saja ada perusahaan yang tidak memberikan, menahan atau tidak memberikan pekerja untuk mengambil haknya mengajukan cuti tahunan karena perusahaan harus tetap membayar upah terhadap pekerja padahal pekerja tersebut tidak bekerja dan juga mesti membayar uang lembur terhadap pekerja yang menggantikan karyawan yang cuti tersebut.
Dampak baik sebenarnya banyak bisa didapatkan atau muncul bagi perusahaan ketika pekerja mengambil cuti karena dengan mengambil cuti dapat membuat pekerja menjadi lebih segar/fresh sehingga nantinya ketika bekerja kembali akan menjadi lebih semangat dan tentunya akan menjadi lebih produktif juga. Apabila pekerja kerja terus tanpa pernah mengambil cuti maka kesehatan dari pekerja tersebut akan terganggu sehingga berakibat perusahaan akan terus membayarkan biaya kesehatan bagi pekerja tetapi biaya kesehatan tersebut dapat dipangkas oleh perusahaan karena pekerja yang mengambil cuti dapat berisitirahat yang mengakibatkan kesehatan lebih baik ketika bekerja.
Pelanggaran terhadap ketentuan UU 13/2003 dilakukan oleh perusahaan apabila perusahaan tidak memberikan/mengizinkan pekerjanya mengambil hak cuti panjangnya sehingga apabila hal itu terjadi pekerja dapat melakukan upaya hukum berdasarkan UU 2/2004 dalam menyelesaikan permasalahan mengenai hak cuti panjang yang tidak diberikan oleh perusahaan adalah pekerja dapat menempuh beberapa jalur yakni :
-
1. Bipatrit
Semenjak perundingan dimulai terhitung selama 30 hari dari awal dimulai perundingan, perselisihan hubungan industrial yang terjadi wajib diselesaikan dengan mengupayakan penyelesaiannya secara perundingan bipartit dengan cara musyawarah agar tercapainya suatu mufakat. Pencatatan dilakukan kepada instansi yang bertanggungjawab oleh pihak apabila perundingan bipartite yang sudah
dilakukan ternyata gagal atau tidak mendapatkan hasil yang diharapkan dengan bukti-bukti yang ada, setelah itu terhitung 7 hari semenjak pengembalian berkas dilakukan oleh instansi terkait maka para pihak wajib melengkapi berkas-berkas tersebut dan menyerahkan kembali kepada instansi terkait. Karena terjadi kebuntuan atau tidak terdapat peyelesaian sesuai yang diinginkan melalui perundingan bipartit ini maka nantinya instansi terkait wajib menawarkan pihak untuk memilih nantinya perselisihan yang terjadi akan diselesaikan melalui konsiliasi ataupun arbitrase.
-
2. Mediasi
Setiap instansi yang terkait terdapat seorang mediator yang akan melakukan mediasi terhadap para pihak yang mengalami perselisihan, nantinya mediator akan membuatkan Perjanjian Bersama apabla terjadi kesepakatan ataupun anjuran tertulis apabila mediasi gagal.
-
3. Konsiliasi
Permintaan secara tertulis diajukan para pihak kepada konsiliator yang disepakati kemudian nantinya konsiliator akan membuat anjuran tertulis apabila konsiliasi gagal atau membuatkan perjanjian bersama apabila konsiliasi berhasil dilaksanakan.
-
4. Arbitrase
Arbiter merupakan orang yang ditetapkan oleh menteri untuk menyelesaikan perselesihan melalui arbitrase yang mana nantinya putusan arbitrase ini akan bersifat akhir dan tetap.
-
5. Jalur Pengadilan Hubungan Industrial
Jalur ini merupakan jalur terakhir yang dapat ditempuh ketika proses sebelumnya tidak mendapatkan hasil yang diinginkan oleh para pihak dengan mengajukan gugatan di Pengadilan Hubungan Industrial pada wilayah hukum para pihak atas dasar gugatan yaitu Perselisihan Hak karena hak cuti panjang yang tidak didapatkan oleh pekerja.18
Berdasarkan kasus yang telah dijabarkan sebelumnya yaitu kasus yang terjadi di perusahaan Grand Istana Rama Hotel, pekerja sudah menempuh jalur mediasi di Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Badung dan Dinas Ketenagkerjaan Provinsi Bali namun tidak menemukan kesepakatan sehingga pekerja melakukan gugatan terhadap perusahaan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Denpasar dengan Nomor Perkara 20/Pdt.Sus-PHI/2017/PN Dps. Kasus tersebut pekerja/buruh melakukan gugatan terhadap pihak perusahaan dengan klasifikasi perkara yaitu perselisihan hak pekerja yang sudah diperjanjikan tidak dipenuhi. Dalam perkara tersebut hakim memenangkan pihak pekerja/buruh dengan putusannya sebagai berikut :
-
1. mengabulkan gugatan dari penggugat untuk sebagian,
-
2. menyatakan hukum pihak perusahaan telah melanggar ketentuan perundang-undangan ketenagakerjaan,
-
3. menyatakan hukum bahwa pekerja/buruh pada perusahaan tersebut berhak atas cuti panjang sebagaimana Kesepakatan Kerja Bersama dan
Kepmenakertrans Nomor : Kep.51/MEN/IV/2004 tentang cuti
panjang pada perusahaan tertentu,
-
4. menghukum pihak perusahaan untuk memberikan cuti panjang kepada seluruh pekerja pada perusahaan tersebut.
Pertimbangan hakim dalam mengeluarkan putusan tersebut adalah perusahaan telah melakukan perbuatan melawan hukum karena telah melanggar Kepmenakertrans Nomor: Kep.51/MEN/IV/2004, Pasal 17 KKB Hotel Istana Rama, Pasal 61 ayat (2) dan (3) UU 13/2003 dan kebiasaan yang sudah dilaksanakan oleh manajemen lama Hotel Istana Rama. Perusahaan seharusnya jangan menghalangi atau membatasi hak dari pekerja apalagi hak tersebut sudah mendapatkan perlindungan hukum dari peraturan perundang-undangan. Jika perusahaan masih melakukan hal tersebut dan dikaitkan dengan kasus yang terjadi maka akan menimbulkan akibat hukum terhadap perusahaan yang tidak memberikan hak cuti panjang kepada pekerja yaitu perusahaan harus tetap memberikan hak cuti panjang/istirahat panjang terhadap pekerja.
4. Kesimpulan
Pengaturan mengenai hak cuti panjang bagi karyawan di Grand Istana Rama Hotel yakni pada Pasal 17 KKB Hotel Istana Rama, selain juga dijelaskan dalam pasal 79 UU 13/2003, Kepmen 51/2004 sehingga pengusaha tidak boleh menghalangi pekerja dalam mengambil cuti panjang apabila hal tersebut sudah pernah dilakukan di perusahaan tersebut serta sudah sesuai peraturan yang berlaku.
Akibat hukum terhadap perusahaan yang menghalangi memberikan hak cuti panjang kepada pekerja yaitu perusahaan harus tetap memberikan hak cuti panjang/istirahat panjang terhadap pekerja sesuai dengan aturan yang berlaku.
Daftar Pustaka
Buku
Abdulkadir, M.(2004). Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Khakim, A. (2014). Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Cetakan ke-4 Edisi Revisi. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Musrihah. (2000). Dasar dan Teori Ilmu Hukum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti
Jurnal
Endrawati, N. (2012). Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Anak Di Sektor Informal (Studi Kasus di Kota Kediri). Jurnal Dinamika Hukum, 12(2), 270-283, DOI : http://dx.doi.org/10.20884/1.jdh.2012.12.2.47
Francisca, M. M. (2018). Pelanggaran Hak Normatif Yang Terjadi Terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Dewan Direksi. Problematika Hukum, 1(2), 1-4.
Pande, N. P. J. (2017). Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Kosmetik Impor Yang Tidak Terdaftar Di BBPOM Denpasar. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), 6(1), 13-22,
https://doi.org/10.24843/JMHU.2017.v06.i01.p02
Prihatini, A. (2018). Upaya Pemenuhan Hak-Hak Pekerja Pada Perusahaan Perseorangan Biawak Elcamino. E-Civics, 7(7), 676-684.
Robingu, Y. (2006). Peran Serikat Pekerja Dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Perspektif, 10(1), 49-59.
Taufiq, M., & Hidayat, Z. (2011). Kajian Hukum terhadap Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja secara Sepihak pada Perusahaan. Wiga: Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi, 1(2), 74-99.
Turatmiyah, S., & Annalisa, Y. (2013). Pengakuan hak-hak perempuan sebagai pekerja rumah tangga (domestic workers) sebagai bentuk perlindungan hukum menurut hukum positif Indonesia. Jurnal Dinamika Hukum, 13(1), 49-58, DOI : http://dx.doi.org/10.20884/1.jdh.2013.13.1.155
Yelpa, S. (2017). Analisis Pengaruh Kesepakatan Kerja Bersama Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai di Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kabupten Rokan Hulu. Jurnal Mahasiswa Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi, 4(1), 1-11.
Yoga, I. B. G. S. K., Wiryawan, I. W., & Mudana, I. N. Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cuti Hamil Pekerja Perempuan Di Inna Sindhu Beach Hotel. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum.
Zulkarnaen, A. H. (2016). Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Dalam Pelaksanaan Hubungan Industrial. Padjadjaran Journal of Law, 3(2), 407-427. DOI:
https://doi.org/10.22304/pjih.v3n2.a10
Disertasi
Clinton, B., Lestari, R., & Fitriani, R. (2016). Perlindungan Hukum Terhadap Hak
Tenaga Kerja Wanita Di PT. Beka Engineering Pangkalan Kerinci (Doctoral dissertation, Riau University).
Rosmanasari, E. (2008). Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Outsourcing Pt. Indah Karya Nuansa Indonesia (Pt. Inkanindo) Di Pt. Pertamina (Persero) Up-Vi Balongan (Doctoral dissertation, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro).
Tjahjanto, E. (2008). Implementasi Peraturan Perundang–undangan Ketenagakerjaan Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Eksploitasi Pekerja Anak (Doctoral dissertation, program Pascasarjana Universitas Diponegoro).
Perundang-Undangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : KEP. 51/ MEN/IV/2004 Tentang Istirahat Panjang Pada Perusahaan Tertentu
352
Discussion and feedback