JTOiaLmGBTERHOHPMTOgTm (UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 9 No. 3 September 2020

E-ISSN: 2502-3101 P-ISSN: 2302-528x

http: //ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


Pengaturan Pelayanan Kesehatan yang di lakukan oleh Dokter Melalui Telemedicine

Anak Agung Gde Siddhi Satrya Dharma1

1Program Studi Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

Info Artikel

Masuk: 2 Januari 2020

Diterima: 15 Agustus 2020

Terbit: 30 September 2020

Keywords:

Legal foundation; Health service; Telemedicine


Kata kunci:

Landasan hukum; Pelayanan

Kesehatan; Telemedis


Corresponding Author:

Anak Agung Gde Siddhi Satrya Dharma, Email: [email protected]

DOI:

10.24843/JMHU.2020.v09.i03. p12


Abstract

General welfare is the ideals of the Indonesian people as referred to in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia and one of the elements that must be realized by the government. One of the efforts to improve the quality of health of both individuals and community groups by means of health services. The rapid advancement of technology has a positive and negative impact, especially in the health sector. In addition to increasingly advanced tools, there are also online health services through the internet or online media which are often called Telemedicine. This study aims to analyze the juridical basis for doctors who perform online health services and physician responsibilities when negligent in the practice of health services to patients through telemedicine. Normative legal research is a type of research used. Approach to the concept and laws used. The technique of tracing legal materials uses document study techniques. The results showed that the legal basis for telemedicine was Article 42 by not forgetting the Good faith principle as the basis for its implementation. In the case of negligence the doctor in telemedicine responsible is the organizer of the system, explicitly stated in Article 15 of the ITE Law.

Abstrak

Kesejahteraan umum merupakan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan salah satu unsur yang harus diwujudkan oleh pemerintah. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas kesehatan baik perorangan maupun kelompok masyarakat dengan cara pelayanan kesehatan. Kemajuan ilmu teknologi yang kian pesat memberikan dampak yang positif dan juga dampak negatif khususnya pada bidang kesehatan. Selain dengan alat-alat yang semakin maju terdapat juga pelayanan kesehatan secara online melalui internet atau media online yang sering disebut Telemedis. Penelitian ini bertujuan menganalisis landasan yuridis bagi dokter yang melakukan pelayanan kesehatan online dan tanggung jawab dokter apabila lalai dalam praktik pelayanan kesehatan terhadap pasien melalui telemedicine. Penelitian hukum normatif merupakan jenis penelitian yang digunakan. Pendekatan dengan konsep dan perundang-undangan yang digunakan. Teknik penelusuran bahan hukum menggunakan teknik studi dokumen. Hasil penelitian menunjukkan dasar hukum pelayanan kesehatan secara telemedicine ialah Pasal 42 dengan tidak melupakan Asas

Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), Vol. 9 No. 3 September 2020, 621-631

Itikad Baik sebagai dasar dalam pelaksaannya. Dalam hal kelalaian dokter dalam telemedicine yang bertanggung jawab adalah penyelenggara sistem, secara eksplisit dinyatakan dalam Pasal 15 UU ITE.

  • I.    Pendahuluan

Kesejahteraan umum merupakan tujuan negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (yang untuk selanjutnya disebut UUD45), yang harus diwujudkan oleh pemerintah. Salah satu bentuk untuk mewujudkan kesejahteraan umum dengan salah satu cara melakukan di sektor kesehatan. Salah satu upaya yang dilakukan dalam mewujudkan kesejahteraan umum dengan melakukan serangkaian pembangunan khususnya di bidang kesehatan yang terpadu dan didukung oleh sistem kesehatan nasional. 1 Perencanaan maupun metode dan bagaimana cara terselenggaranya merupakan pedoman dalam kesuksesan dan keadilan dalam pembangunan kesehatan.2 Manusia dapat melakukan hal produktif untuk mendapat hasil yang bermanfaat jika kesehatan manusia dalam keadaan yang sehat. Maka dari itu kesehatan merupakan hal mutlak untuk masyarakat agar mampu melakukan hal produktif yang menghasilkan.

Payung hukum mengenai kesehatan diatur secara khusus dalam Undang-Undang No.36/2009 tentang Kesehatan (selanjutnya disebut UUK) sebagai dasar hukum tertulis di Indonesia. Menurut Pasal 1 angka 1 UUK kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Salah satu upaya peningkatan kualitas kesehatan, terkait perorangan ataupun himpunan komunitas dengan cara pelayanan kesehatan.3 Pelayanan kesehatan yakni pemberi pelayanan dalam hal ini dokter dan melakukan upaya kesehatan dalam hal ini adalah pasien. Terkait dengan itu di dalam hukum kedokteran yang menjadi subjek ialah dokter dan pasien yang dari hasil hubungan tersebut secara tidak langsung membentuk hubungan medis dan hubungan hukum.4 Hubungan hukum yang terjadi antara dokter dan pasien tidak diatur secara khusus di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut sebagai KUHPER.5 Hubungan kepercayaan terjadi dalam hubungan dokter dan pasien sering disebut transaksi teraupetik, dimana pelayanan yang berdasarkan kepercayaan

penuh pasien kepada dokter dalam hal pemberian pertolongan, dokter yang memberikan pertolongan sesuai dengan keahlian atau keterampilan di bidangnya. Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga medis atau dokter harus didukung dengan perlengkapan yang memadai dalam melakukan upaya pelayanan kesehatan.

Salah satu penyelenggara yang memfasilitasi pelayanan kesehatan ialah klinik, terkait dengan definisi klinik diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 28/2011 tentang Klinik (yang selanjutnya disebut sebagai PERMENKES) yang disebut klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang diselenggarakan berbagai profesi kesehatan dan diketuai oleh seorang tenaga medis. Pelayanan kesehatan pada klinik, pada umumnya tidak berbeda dengan rumah sakit yang mana dokter mendengar keluhan sakit yang diderita oleh pasien, yang sebaliknya pasien sebagai penerima jasa membicarakan keluhan kesehatan yang dialami oleh pasien. Setelahnya dokter akan mendiagnosa atau memberikan kesimpulan sakit apa yang diderita oleh pasien dan akan memberikan resep obat untuk pasien guna membantu proses penyembuhan atau pemulihan pasien.

Kemajuan ilmu di masa ini khususnya teknologi yang kian maju memberikan akibat positif dan akibat negatif bagi masyarakat luas, khususnya pada bidang kesehatan. Selain dengan alat-alat yang semakin canggih mendukung dalam pembangunan di bidang kesehatan, terdapat juga pelayanan kesehatan secara online melalui internet atau media online yang sering disebut Telemedis atau Telemedicine. Telemedis, berasal dari kata “tele“ yang berarti “jarak jauh”, dan “medis” yang berarti “bersifat kedokteran”.6 Tidak bertatap muka atau memberikan pelayanan dengan menggunakan media online sebagai sarana memberikan pelayan kesehatan merupakan definisi dari layanan telemedis.7 Telemedicine adalah praktek kedokteran dari jarak jauh di mana tindakan, keputusan-keputusan diagnostis dan pengobatan, serta rekomendasi didasarkan atas data, dokumen, dan informasi lain yang di transmisikan melalui sistem telekomunikasi.8 Salah satu bentuknya adalah klinik online, dimana seperti dokter yang memberikan konsultasi kesehatan ataupun mendengarkan keluhan pasien dan mendiagnosa pasien dan memberikan resep obat melalui media online yang mana klinik online termasuk melakukan transaksi online, oleh sebab itu melakukan perbuatan hukum dalam hal ini dengan jasa computer atau media elektronik yang terhubung dengan internet. Semua proses pembayaran mulai dari jasa pelayanan hingga pembayaran obat dilakukan melalui transfer dengan menggunakan internet banking ataupun mobile banking tanpa harus bertatap muka seperti pada umumnya pelayanan kesehatan secara konvensional.

Perkembangan pelayanan kesehatan dengan media online tidak semerta-merta memberikan dampak positif, melainkan terdapat dampak negatif atas perkembangan tersebut. Salah satunya ialah dalam hal kerahasiaan pasien atau rekam medis pasien tidak terjaga dengan baik selain itu pada praktik dokter online dalam proses diagnosa tidak bertatap muka seperti pada umumnya, yang mana akan sangat riskan dalam pendiagnosa terjadi kesalahan. Jika kesalahan diagnose terjadi maka dokter wajib diminta pertanggung jawabannya.

Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), Vol. 9 No. 3 September 2020, 621-631

ISSN: 1978-1520

Berdasarkan latar belakang diatas teknologi yang kemajuannya kian pesat tidak saja membantu menjadi lebih baik, akan tetapi juga akan ada dampak negatifnya. Maka dari itu pemerintah sebaiknya lebih memperhatikan tentang perkembangan teknologi khususnya dalam hal praktik kedokteran secara online dengan membuat aturan yang mensinergikan UUK dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 19/2016 (selanjutnya disebut dengan UUITE).

Dalam penulisan ini fokus kajiannya lebih ditekankan pada landasan yuridis bagi dokter yang melakukan pelayanan kesehatan online dan tanggung jawab dokter apabila lalai dalam praktik pelayanan kesehatan terhadap pasien melalui telemedicine. Penelitian ini bertujuan menganalisis landasan yuridis bagi dokter yang melakukan pelayanan kesehatan online dan tanggung jawab dokter apabila lalai dalam praktik pelayanan kesehatan terhadap pasien melalui telemedicine.

  • 2.    Metode Penelitian

Penelitian hukum normatif merupakan jenis penelitian yang digunakan,9 bersumber pada literature study pustaka, dengan mengkaji masalah dengan peraturan perundang-undangan dan rujukan bahan yang lain terkait dengan penelitian. Pendekatan dengan konsep dan perundang-undangan yang digunakan. Teknik penelusuran bahan hukum menggunakan teknik studi dokumen. Selanjutnya melalui teknik pengumpulan data dikumpulkan data dan dokumen, selanjutnya data tersebut diolah dengan cara menyusun dan peraturan, pendapat arah ahli yang relevan dengan penelitian ini dikaji hingga menghasilkan klasifikasi tertentu. Selanjutnya menguraikan dengan kalimat atau yang disebut juga deskriptif dengan analisis kualitatif yang mana hasilnya berasal dari susunan kalimat-kalimat yang menggambarkan hasil penelitian.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Landasan Yuridis Dokter Yang Melayani Pelayanan Kesehatan Online

      3.1.1.    Pengaturan Dokter Yang Melayani Pelayanan Kesehatan Online

Kesehatan masyarakat Indonesia merupakan salah satu tujuan pemerintah Indonesia. Pasal 34 ayat (1) UUD45 yang secara filosofis menetapkan pelayanan kesehatan merupakan tanggung jawab Negara. Terkait dengan yang mengatur mengenai warga Negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dinyatakan dalam Pasal 28 H ayat (1). Penyediaan pelayanan kesehatan berkaitan dengan nilai yang menjunjung harkat martabat manusia Indonesia, sedangkan penetapan hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan merupakan perwujudan dari sila keadilan sosial yang mewujudkan pemerataan. Aspek-aspek hukum kesehatan sendiri tidak terlepas dari hukum publik dan hukum privat yang tertuju pada subsistem kesehatan dalam masyarakat.

Hukum kesehatan merupakan cakupan dari berbagai aspek hukum antara lain hukum perdata, hukum pidana dan hukum administrasi negara.

Hukum kesehatan cakupan dari berbagai aspek hukum. Pengaturan hukum kesehatan pertama kali diatur tahun 1992, Undang-Undang Nomor 23 tentang Kesehatan, kemudian dicabut pada tahun 2009 digantikan UU No. 36/2009 tentang Kesehatan dengan pertimbangan jaman yang sudah semakin maju, maka aturannya sudah tidak sesuai untuk diterapkan sehingga perlu digantikan oleh Undang- Undang tentang Kesehatan yang baru. UU Nomor 36/2009 tentang Kesehatan tersebut lebih mengakomodir dengan perkembangan pada saat ini.

Upaya kesehatan ialah kegiatan yang secara sistematis, terkonsolidasi dan berkelanjutan untuk menjaga dan memajukan kualitas publik dengan cara pengawasan pada penyakit tersebut, memajukan kesehatan, pengobatan maupun penyembuhan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 12 UUK. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 29/2004 tentang Praktik Kedokteran (yang selanjutnya disebut UUPK) secara khusus tidak diatur tentang pelayanan kesehatan. Melainkan tujuan praktik kedokteran ialah pasien mendapat perlindungan, mempertahankan dan adanya peningkatan mutu yang diberikan oleh tenaga medis, dan adanya kepastian hukum baik untuk masyarakat ataupun tenaga medis sebagaimana yang dinyatakan pada Pasal 3 UUPK .

Terkait dengan pengaturan mengenai pelayanan kesehatan melalui telemedicine secara implisit ditentukan dalam UUK, ditentukan bahwa sebelum diedarkan untuk dimanfaatkan bagi kesehatan masyarakat, teknologi maupun produk teknologi wajib diteliti terlebih dahulu, teknologi kesehatan yang dimaksud semua metode dan alat kesehatan yang bisa membantu mencegah masalah kesehatan ataupun mengobati masalah kesehatan, dan semua alat harus memenuhi ketentuan pada umumnya dalam peraturan yang terkait. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan telemedicine ditentukan dalam Pasal 42 UUK.

Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan ditujukan untuk menghasilkan informasi kesehatan, teknologi, produk teknologi, dan teknologi informasi (TI) kesehatan untuk mendukung pembangunan kesehatan. Pengembangan teknologi, produk teknologi, teknologi informasi (TI) dan Informasi Kesehatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hak kekayaan intelektual (HKI).

Teknologi kesehatan yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 42 UUK adalah cara, metode, proses, atau produk yang dihasilkan dari penerapan dan pemanfaatan disiplin ilmu pengetahuan di bidang kesehatan yang menghasilkan nilai bagi pemenuhan kebutuhan, kelangsungan, dan peningkatan mutu kehidupan manusia. Penerapan dalam Pasal 42 salah satunya dengan produk teknologi yang dihasilkan yaitu dengan adanya klinik online yang membantu masyarakat dalam hal memberikan analisa terhadap kesehatan maupun pemeriksaan secara jarak jauh dengan pasien dan memberikan resep serta pembelian obat secara praktis dengan media online.

Adapun yang menjadi dasar hukum pelayanan kesehatan secara telemedicine ialah Pasal 42 tersebut dengan tidak melupakan Asas Itikad Baik sebagai dasar dalam pelaksaannya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang mana itikad baik sebagai dasar suatu perjanjian. Pemanfaatan Teknologi Informasi mendasari pelayanan kesehatan menggunakan media online serta meningkatkan efektivitas dan pelayan publik lebih maksimal.

Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), Vol. 9 No. 3 September 2020, 621-631

ISSN: 1978-1520

  • 3.1.2.    Hubungan Hukum Dokter dan Pasien Yang Melakukan Pelayanan Kesehatan Online

Sehari-hari dalam praktiknya, pasien meminta dokter untuk mengobati sakit yang dialami yang dapat menyebabkan adanya hubungan antara pasien dengan dokter.10 Hal lain yang dapat menimbulkan hubungan hukum antara dokter dan pasien karena kondisi seorang pasien membutuhkan pertolongan medis segera, misalnya tindakan tidak berhati-hati saat berkendara hingga menimbulkan kecelakaan. Keadaan tersebut tidak memungkinkan karena membuat dokter sulit untuk menangani dan menangani dengan pasti kehendak pasien. 11 Keadaan pasien yang tidak bisa berkomunikasi akan mengakibatkan pada tindakan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan atau disebut juga zaakwaarneming sebagaimana dalam Pasal 1354 KUHPerdata.

Hubungan hukum dokter dan pasien pada umumnya terjadi lantaran adanya perjanjian atau kontrak yang terjadinya dengan adanya kesepakatan. Terkait dengan itu sesuai dengan Pasal 39 UUPK bahwa yang menjadi dasar dalam praktek kedokteran ialah kata sepakat. Pada awalnya dokter bertanya pasien menjawab atau yang disebut anamnesis.12 Setelah itu adanya pengecekan secara fisik, yang berakhir dengan dokter memberikan suatu diagnosis atas keluhan pasien. Jika ditinjau dari hukum perdata, dokter dan pasien mempunyai hak dan kewajiban. Hubungan dokter dengan pasien ini dikategorikan sebagai perikatan yang didasari dengan adanya daya upaya atau usaha setinggi-tingginya (inspanningsverbintenis). 13 Hubungan ini sering disebut transaksi terapeutik dimana di dalamnya terkandung Informed Consent. Informed Consent diartikan sebagai tindakan medis berdasarkan persetujuan pasien yang dilakukan oleh dokter. Menurut pandangan hukum, informed consent pada pelayanan kesehatan memiliki kepastian hukum yang dapat dilihat pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 585/Men.Kes/Per/IX/1989 Tentang Persetujuan Tindakan Medik.

Akibat hukum yang terjadi antara dokter dan pasien dalam transaksi terapeutik membuat para pihak memiliki hak dan kewajiban :

  • 1)    Hak dokter

  • a.    Mendapat perlindungan hukum terkait dengan melayani sudah sesuai prosedur.;

  • b.    Mendapat keterangan yang lengkap atau terbuka dari pasien atau pihak keluarga.; c. Mendapat imbalan jasa.

  • 2)    Kewajiban dokter

  • a.    Memberikan pelayan yang optimal serta sesuai dengan standard operasional prosedur dan memberikan yang dibutuhkan pasien dalam hal medis;

  • b.    Memberikan rujukan kepada pasien kepada dokter yang lainnya atas dasar memiliki kemampuan khusus, apabila halnya tidak bisa melanjutkan pemeriksaan.;

  • c.    Menjaga privacy yang menyangkut pasien hingga meninggal dunia sekalipun.;

  • d.    Atas dasar kemanusiaan melakukan pertolongan darurat.;

  • e.    Mengupgrade tentang adanya perkembangan ilmu kedokteran.

Selain itu pada proses pelayanan kesehatan, pasien juga memiliki haknya dan kewajibannya antara lain ialah:

  • 1)    Hak pasien

  • a.    Pasien berhak mendapat informasi yang jelas atas pelayanan.;

  • b.    Berhak meminta saran kepada dokter;

  • c.    Menerima kebutuhan medis apa yang semestinya didapat.;

  • d.    Keberatan akan langkah medis; dan

  • e.    Diberikan rekam medis.

  • 2)    Kewajiban pasien

  • a.    Terbuka untuk memberikan informasi seputar kesehatan kepada dokter;

  • b.    Mengikuti arahan atau perintah dokter;

  • c.    Mengikuti peraturan tentang pemakaian sarana kesehatan.; dan

  • d.    Membayar jasa pelayanan kesehatan

Dengan adanya hak dan kewajiban maka dokter dan pasien wajib saling menghargai masing-masing pihak sebagaimana diatur mengenai hak dan kewajiban dokter dan pasien dalam Pasal 50 sampai Pasal 53 UUK.

Terkait dengan itu perjanjian konvensional berbeda dengan perjanjian yang melalui media online. Pihak-pihak dalam perjanjian elektronik tidak saling bertemu seperti pada umumnya. Transaksi Elektronik merupakan kesepakatan yang dibuat para pihak melalui Sistem Elektronik sebagaimana ditentukan penjelasan umum UUITE Pasal 1 angka 17. Keterikatan dokter dan pasien melalui telemedicine tidak saja menguntungkan bagi pasien, karena dalam telemedicine dokter hanya dapat bertindak sebatas menyampaikan informasi medis, dan memberika resep serta obat yang diperlukan.

  • 3.2.    Tanggung Jawab Dokter Apabila Lalai Dalam Praktik Pelayanan Kesehatan Terhadap Pasien Melalui Telemedicine.

    • 3.2.1.    Bentuk Tanggung Jawab Dokter Dalam Praktik Pelayanan Kesehatan Melalui Telemedicine

Memberikan perlindungan hukum kewajiban bagi setiap Negara untuk rakyatnya bagi Negara yang mengedepankan sebagai Negara hukum. 14 Menurut hukum tanggung jawab adalah dalam melakukan suatu perbuatan dimana terdapat suatu konsekuensi atas suatu akibat perbuatan seseorang atas kebebasan berbuat.15

Pertanggung jawaban dapat dibagi menjadi dua yaitu risiko dan kesalahan berdasarkan hukum perdata. Terdapat 3 Prinsip pertanggungjawaban antara lain pertanggungjawaban atas dasar kesalahan dan tanpa kesalahan yang dapat disebut sebagai tanggung jawab resiko atau tanggung jawab mutlak.16 Merugikan orang lain

Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), Vol. 9 No. 3 September 2020, 621-631

dengan telah melakukan kesalahan hingga membuat ada pihak dirugikan maka seseorang harus bertanggung jawab atas kesalahannya merupakan prinsip pertanggung jawaban atas dasar kesalahan. Sedangkan tanggung jawab risiko adalah tergugat sebagai produsen yang kelak bertanggung jawab atas risiko usaha disisi lain konsumen penggugat tidak diwajibkan untuk tanggung jawab. 17 C. Berkhouwer dan L.D Vorstam berpendapat, 3 faktor kesalahan didalam melakukan tugas profesi:18

  • 1.    Keahlian yang belum memadai atau kurang;

  • 2.    Pengalaman yang masih sangat minim, dan

  • 3.    Pengertian atau pemahaman masih kurang.

Jika dilihat dari sudut pandang etika profesi, khususnya dibidang kesehatan, kecermatan yang tinggi merupakan syarat utama yang didukung dengan ketentuan khusus atau Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk tenaga medis. Berbuat kesalahan berarti dengan melanggar aturan yang ada.

Kesalahan seorang dokter dapat dilihat dari berbagai sisi atau aspek hukum yaitu hukum privat dan hukum public. Kedua aspek hukum tersebut saling berkaitan. Jadi, dokter dapat dinyatakan bersalah jika di telaah mulai langkah awal yaitu dari transaksi terapuetik, setelah itu dikaji dari 3 aspek hukum tersebut. Karena tanggung jawab hukum dokter belum diatur secara khusus maka UU Perlindungan Konsumen untuk sementara menjadi paying hukum untuk perlindungan terhadap pasien yang merasa dirugikan.

Pasien sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu Undang-Undang Nomor 8/1999 (yang selanjutnya disebut UU Perlindungan Konsumen) bisa disebut juga sebagai konsumen yang memakai jasa dokter. Sedangkan, dokter dalam bidang jasa dikatakan sebagai pelaku usaha. Menurut Pasal 19 ayat 1 UU Perlindungan Konsumen, ganti rugi dapat dituntut oleh pasien jika dokter menimbulkan kerugian akibat tindakan medis.19 Mengambilkan uang atau mengganti barang atau member santunan merupakan bentuk ganti kerugian yang bisa minta oleh pasien berdasarkan pada Perundang-Undangan yang berlaku. Pasal 19 ayat 2 mengatur ketentuan mengenai ganti kerugian.

Dalam hal kelalaian dokter dalam telemedicine yang bertanggung jawab adalah penyelenggara sistem, secara eksplisit dinyatakan Pasal 15 UU ITE ialah penyelenggaraan sistem elektronik merupakan sistem yang tanggung jawabnya dipikul oleh penyelenggara sistem elektronik. Terkait dengan itu serangkaian aktivitas dalam jual beli online yang dilakukan penerima serta pengirim yang melalui Sistem Elektronik disebut juga sebagai penyelenggara transaksi elektronik yang juga sebagaimana diatur pada Pasal 1 ayat 14 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82/2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

  • 3.2.2.    Upaya Penyelesaian Sengketa Dalam Praktik Pelayanan Kesehatan Melalui Telemedicine

Posisi pihak-pihak pada transaksi terapeutik sama atau sederajat, sehingga dokter dan

pasien memiliki tanggung gugat hukum. Adanya transaksi terapeutik ini tidak sedikit ditemukan masalah pasien terhadap dokter. Dasar hukum pasien dalam mengajukan gugatan adalah untuk meminta pertanggungjawaban yang meliputi ingkar janji (wanprestasi) pada Pasal 1239 KUHPerdata dan Pasal 1365 KUHPerdata merupakan dasar aturan perbuatan melanggar hukum.20

Perawatan medis yang diberikan seorang dokter yang tidak sesuai dengan apabila dijanjikan dapat menyebabkan terjadinya ingkar janji dalam pelayanan kesehatan. Tindakan dokter dalam hal kurang berhati-hati atau akibat kelalaiannya dapat menyalahi tujuan terapuetik. Unsur-unsur ingkar janji dalam pelayanan kesehatan yaitu:

  • 1.    Kontrak terapeutik karena adanya keterikatan antara dokter dan pasien.;

  • 2.    Dokter menyalahi tujuan kontrak terapeutik dalam memberikan pelayanan kesehatan. ;

  • 3.    Dokter menyebabkan kerugian terhadap pasien karena tindakan dokter itu sendiri.

Percakapan media online merupakan pembuktian dalam pelayanan kesehatan telemedicine tentang adanya kontrak terapeutik.

Dalam hal mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum meskipun tidak ada perikatan jika terdapat fakta perbuatan melawan hukum bisa mengajukan gugatan yang didasari Pasal 1365 KUHPerdata :

  • a.    Pasien mendapat kerugian dari tindakan dokter.

  • b.    Kesalahan oleh dokter.

  • c.    Ada hubungan sebab akibat dengan kerugian.

  • d.    Perbuatan itu melawan hukum

Gugatan perbuatan melawan hukum memiliki karakteristik seperti pertanggung jawaban karena kesalahan berpegang sesuai 3 asas yang ditentukan dalam Pasal 1365. 1366, dan 1367 KHUPerdata:

  • a.    Setiap kerugian yang diderita orang lain yang wajib diberikan ganti rugi karena membuat kesalahan yang menimbulkan kerugian.

  • b.    Mengganti setiap adanya rugi yang juga dikarenakan kelalaian bukan hanya karena kesalahannya saja.

  • c.    Bertanggung jawab terkait kerugian atas perbuatan orang-orang dan barang-barang yang berada dibawah pengawasannya.

Berdasarkan 3(tiga) prinsip ini, dapat disimpulkan perbuatan karena diri sendiri maupun perbuatan orang dibawah pengawasannya melahirkan pertanggung jawaban hukum terhadap kesalahan berdasarkan perbuatan melawan hukum.21

Tugas Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (untuk selanjutnya disebut MKDI) termaktub pada Pasal 64 UUPK antara lain:

  • 1.    Pada kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi dimulai dari proses menerima, memeriksa dan memutus kasus pengaduan yang diajukan.

  • 2.    MKDI membentuk pedoman hingga upaya penyelesain kasus pelanggaran disiplin

Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), Vol. 9 No. 3 September 2020, 621-631

ISSN: 1978-1520

dokter atau dokter gigi.

Menurut Pasal 64 UUPK, MKDI menerima pengajuan apabila ada kesalahan oleh dokter mengenai pelayanan kesehatan. Terkait penyampaian pengajuan kepada MKDI diajakukan secara tertulis sesuai dengan Pasal 66 ayat 1 UUPK. Upaya lain yang dapat ditempuh selain mengadukan kepada MKDI, terkait adanya dugaan tindak pidana dalam pelayanan kesehatan oleh dokter dalam hal pasien dirugikan atas kesalahan dokter dapat melaporkan kepada pihak berwenang dalam hal ini polisi atau secara perdata ke pengadilan setempat.

Terkait pengajuan dapat dilakukan menurut UUPK dengan kerugian pada pasien yang disebabkan oleh kesalahan pelayanan kesehatan oleh dokter: 22

  • 1.    Setiap orang dapat melakukan pengajuan pengaduan, yang dimaksud orang ialah yang secara langsung dirugikan atas pelayanan kesehatan.

  • 2.    Pengaduan ditujukan kepada Ketua MKDI secara tertulis maupun lisan.

  • 3.    Dapat bersamaan melakukan penuntutan dengan pengajuan kepada MKDI.

  • 4.    Kesimpulan

Adapun yang menjadi dasar hukum pelayanan kesehatan secara telemedicine ialah Pasal 42 tersebut dengan tidak melupakan Asas Itikad Baik sebagai dasar dalam pelaksaannya. Dalam hal kelalaian dokter dalam telemedicine yang bertanggung jawab adalah penyelenggara sistem, secara eksplisit dinyatakan dalam Pasal 15 UU ITE dan Pasien dapat meminta ganti kerugian sebagaimana sudah ditentukan pada Pasal 19 UU Perlindungan Konsumen.

Daftar Pustaka

Buku

Hanafiah, J. & Amir, A. (2007), Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Nasution, B.J. (2013), Hukum Kesehatan Pertanggung Jawaban Dokter, Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmojo S. (2010), Etika dan Hukum Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta

Ohoiwitun, T., (2007) Bunga Rampai Hukum Kedokteran, Malang: Bayu Media Publishing,

Triwulan, T. & Febrian, S. (2010), Perlindungan Hukum bagi Pasien, Jakarta: Prestasi Pustaka.

Field, M.J.,  (1996), Institute of Medicine. Telemedicine: A guide to assessing

telecommunications in healthcare, Washington, D.C.: National Academies Press

Suprapti, R., (2001), Etika Kedokteran Indonesia, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Jurnal

Adipatni, S. A. D. (2018). Perlindungan Hukum terhadap Wisatawan yang Mendapat Perlakuan Diskriminatif. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), 7(1), 122-132. https://doi.org/10.24843/JMHU.2018.v07.i01.p10

Yustina, E.W., (2015), Hak atas Kesehatan dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional dan Corporate Social Responsibility (CSR), Jurnal Kisi Hukum Program Magister Hukum Kesehatan Universitas Katoik Soegijapranata Semarang, 14(1), 94-95.

Lestari, P., Endang, W.Y., & Sarwo, Y.B., (2017), Peran Dan Kedudukan Hukum Dokter Keluarga Dalam Pelayanan Kesehatan Bagi Peserta Asuransi Kesehatan (PT.Askes Persero) Di Kabupaten Temanggung, SOEPRA Jurnal Hukum Kesehatan, 3(2).

Sulistyani, V. & Syamsu, Z., (2015)., Pertanggungjawaban Perdata Seorang Dokter Dalam Kasus Malpraktek Medis, Lex Jurnalica (Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul), 12(2).

Realita, F., Widianti, A., & Wibowo, D.B., (2016), Implementasi Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) Pada Kegiatan Bakti Sosial Kesehatan Di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang, SOEPRA Jurnal Hukum Kesehatan, 2(1).

Iswandari, H.D., (2006), Aspek Hukum Penyelenggaraan Praktik Kedokteran: Suatu Tinjauan Berdasarkan Undang-Undang No. 9/2004 Tentang Praktik Kedokteran, Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Program Magister Hukum Kesehatan Universitas Soegiopranoto Semarang, 14(1).

Prawiroharjo, P., Pratama, P., & Librianty, N. (2019). Layanan Telemedis di Indonesia: Keniscayaan,        Risiko,         dan        Batasan        Etika,         3(1).

http://dx.doi.org/10.26880/jeki.v3i1.27

Sari, S.D., (2018), Perlindungan Hukumbagi Pengguna Klinik Kecantikan Estetika Berdasarkan Perspektif Hak Konstitusional Warga Negara, Citizenship Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan         Universitas PGRI Madiun,     6(2).     140-154.

http://doi.org/10.25273/citizenship.v6i2.3305

631