Asas Keseimbangan dalam Perjanjian Penerbitan Letter of Credit Sebagai Transaksi Bisnis Internasional

Zaned Zihan Sosa Elsera Lubis1, M. Nur2, Sanusi3

1Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, E-mail: zaned.lubis@icloud.com

  • 2Fakultas Hukum, Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, E-mail: nur.rasyid@gmail.com

  • 3Fakultas Hukum, Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, E-mail: sanusi@unsyiah.ac.id

    Info Artikel

    Masuk: 15 Maret 2019

    Diterima: 21 Mei 2019

    Terbit: 31 Juli 2019

    Keywords:

    Principle of Balance; Letter of Credit, International Business Transactions


    Kata kunci:

    Asas Keseimbangan; Letter of Credit; Transaksi Bisnis Internasional


    Corresponding Author:

    Zaned Zihan Sosa Elsera Lubis, E-mail: zaned.lubis@icloud.com

    DOI:

    10.24843/JMHU.2019.v08.i02.

    p09


Abstract

praktik transaksi bisnis internasional.

  • 1.    Pendahuluan

Transaksi bisnis internasional memiliki peran penting dalam kegiatan ekonomi seperti jual beli barang antara eksportir dan importir yang dituangkan dalam perjanjian jual beli internasional. Eksportir dan importir adalah perusahaan atau perorangan yang berada di negara yang berbeda, mata uang yang dipakai berbeda dan terikat peraturan perundang-undangan di negara masing-masing. Sehubungan dengan hal itu eksportir dan importir membuat klausula tentang instrumen pembayaran melalui Letter of Credit (LC) dalam perjanjian jual belinya, agar transaksi bisnis internasional dapat berjalan dengan aman dan lancar.

Transaksi bisnis internasional tersebut menggunakan jasa bank untuk Perjanjian Penerbitan Letter of Credit (PPLC). Kewajiban bank penerbit setelah terbitnya LC adalah melakukan pembayaran kepada penerima selaku eksportir, karena bank penerbit mengambil alih kewajiban pemohon selaku importir untuk membayar barang yang dikirim penerima.1 Dengan dana yang minimum pemohon dapat mengimpor barang dan merasa aman, karena bank penerbit tidak melakukan pembayaran, apabila persyaratan dokumen LC belum terpenuhi dan mengandung discrepancies. Penerima menggantungkan kepercayaannya pada LC karena pembayarannya terjamin dan LC dapat dijadikan jaminan.

Instrumen pembayaran melalui LC memiliki kelebihan yaitu dialihkannya dokumen kepada bank penerbit, mengamankan dana pemohon dan memudahkan pelunasan jaminan.2 Bank juga telah berupaya mengembangkan jaminan atas PPLC dan bank menggunakan jasa notaris dalam pembuatan perjanjian jaminan atas PPLC.

LC yang diterbitkan oleh bank penerbit diatur dalam peraturan perundangan-undangan dan Uniform Customs and Practice for Documentary Credits (UCP) yang diterbitkan oleh International Chamber of Commerce (ICC) Kamar Dagang Internasional yang berlaku secara internasional dan yang memuat aturan tata laksana LC yang digunakan oleh lebih dari 160 negara di dunia termasuk negara Indonesia.3

PPLC yang menggunakan jasa bank untuk pembayaran kepada ekportir luar negeri dapat mengambil fasilitas kredit di bank penerbit sebagai jaminan atas PPLC. Perjanjian dipakai perbankan pada umumnya adalah perjanjian baku yang klausulanya sudah disusun oleh bank penerbit. Sehingga importir selaku calon pemohon harus memilih diantara dua pilihan yaitu menerima atau menolak baik sebagian atau seluruh klausula baku dalam perjanjian tersebut.

Ketidakseimbangan dalam perjanjian baku dapat dimanfaatkan oleh bank yang bargaining position-nya lebih kuat untuk cenderung membuat isi klausula sesuai kemauan bank berupa mengurangi hak dan menambah kewajiban pemohon dan menambah hak dan mengurangi kewajiban bank penerbit yang menerbitkan LC. Jenis LC dan klausula perjanjian baku dalam PPLC tidaklah sama diantara para bank

penerbit, disesuaikan dengan kepentingan masing-masing bank penerbit dengan memperhatikan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang “Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan” selanjutnya disebut POJKPK dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/SEOJK.07/2014 tentang “Perjanjian Baku” selanjutnya disebut SEOJKPB. Oleh karena itu, menarik untuk membahas lebih lanjut tentang bagaimana penerapan asas keseimbangan dalam PPLC sebagai transaksi bisnis internasional.

  • 2.    Metode Penelitian

Metode penelitian yuridis normatif adalah jenis penelitian yang digunakan. Pendekatan yang digunakan ialah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan analitis, yang menganalisis norma hukum, asas hukum dalam peraturan perundang-undangan. Sumber data yang dipakai diperoleh berdasarkan penelitian kepustakaan, yang mengkaji dan mengumpulkan bahan hukum seperti bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang berkenaan dengan LC yang berlaku secara internasional terutama dari pustaka hukum, UCP, jurnal hukum, peraturan perundang-undangan, dan dokumen LC. Data yang di dapat dari hasil penelitian kepustakaan dianalisis secara kualitatif, yakni dianalisis dengan menggunakan teori hukum serta peraturan perundang-undangan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hukum nasional dan hukum internasional yang terkait dengan PPLC dan untuk menganalisis penerapan asas keseimbangan dalam PPLC sebagai transaksi bisnis internasional.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Asas Keseimbangan dalam Perjanjian Penerbitan Letter of Credit sebagai Transaksi Bisnis Internasional

      • 3.1.1.    Asas Keseimbangan dalam Perjanjian

Keberadaan asas hukum perjanjian yang mandiri, saling melengkapi dan berdiri setara dalam perjanjian, tidak dapat dipisahkan antara satu asas dengan asas lainnya. Asas hukum yang diatur dalam hukum perjanjian, yaitu :

  • a.    Asas kebebasan berkontrak (Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata)

  • b.    Asas konsensualisme (Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata)

  • c.    Asas Pacta Sunt Servanda (Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata)

  • d.    Asas Itikad Baik (Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata)

  • e.    Asas Kepribadian (Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHperdata)

Di samping kelima asas tersebut, dalam Lokakarya Hukum Perikatan (Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman RI) tertanggal 17-12-1985 s.d 1912-1985 merumuskan asas hukum perikatan nasional sebanyak delapan asas, salah satunya adalah asas keseimbangan.

Asas keseimbangan berbagai aspeknya banyak dibahas pada penelitian sebelumnya, akibat dari perkembangan asas hukum perjanjian selain yang diatur dalam KUHPerdata sehingga muncul berbagai definisi. (KBBI) Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan definisi keseimbangan adalah keadaan seimbang (seimbang sama berat, sebanding, setimpal dan setimbang). Landasan dari asas keseimbangan adalah kesetaraan atau seimbangnya para pihak dalam perjanjian. Maksud dari asas ini adalah untuk

menyelaraskan asas hukum yang diatur dalam KUHPerdata dengan semangat bangsa Indonesia.

Mariam Darus Badrulzaman menyatakan bahwa hendaknya asas keseimbangan terpenuhi dan terlaksana diantara para pihak. Terkait hubungan antara bank dengan pemohon, bank memiliki bargaining position yang kuat untuk menuntut pelaksanaan prestasi dari kekayaan pemohon dengan itikad baik, sehingga bargaining position bank dengan pemohon seimbang.

Menurut Herlien Budiono, kerugian yang terjadi antara para pihak, dapat dicegah dengan terpenuhinya keseimbangan dalam perjanjian, apabila tidak terpenuhinya keseimbangan tersebut, akan mempengaruhi kekuatan yuridikal perjanjian. 4 Tujuan asas keseimbangan yaitu penempatan bargaining position yang seimbang pada perjanjian dalam menentukan klausula hak dan kewajibannya.

Undang-undang tidak memberikan pengertian asas keseimbangan dalam perjanjian diantara para pihak secara langsung. Namun sudah mulai diperhatikan pengaturan nilai keseimbangan diantara pihak-pihak dalam melakukan prestasi perjanjian. Ketentuan asas keseimbangan ini dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang “Perlindungan Konsumen” (selanjutnya disebut UUPK) dan POJK mengenai perlindungan konsumen yang mengatur tentang perjanjian baku antara para pihak.

Terpenuhinya hak salah satu pihak didasarkan pada terpenuhinya kewajiban pihak yang lain dalam perjanjian, demikian sebaliknya. Hubungan timbal balik yang seimbang dan adil dapat mewujudkan asas keseimbangan dalam perjanjian. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam mewujudkan asas keseimbangan dalam perjanjian, yaitu :

  • a.    Perbuatan para pihak, perjanjian dapat diwujudkan apabila pihak-pihak yang mengikatkan diri telah sepakat dalam perjanjian. Perjanjian yang baik dan seimbang terwujud ketika kondisi dan keadaan yang seimbang dalam perjanjian dapat tercapai dari pernyataan kehendak dengan itikad baik dari diri sendiri untuk melakukan perbuatan hukum. Ketidaksempurnaan diri salah satu pihak, dapat membuat perbuatan hukum dalam perjanjian tidak seimbang.

  • b.    Isi perjanjian, dalam membuat isi perjanjian tidak terlepas dari kesadaran dan kesepakatan dari pihak-pihak yang berjanji. Untuk membatasi asas kebebasan berkontrak, perlu dipatuhi ketentuan UUPK dan POJK mengenai klausula yang dilarang dalam perjanjian, agar bargaining position para pihak seimbang.

  • c.    Pelaksanaan perjanjian, adalah kegiatan dalam pemenuhan tanggung jawab dalam melaksanakan perjanjian dengan itikad baik. 5

  • 3.1.2.    Letter of Credit Sebagai Transaksi Bisnis Internasional

Definisi LC diatur dalam Artikel 1 UCP No.600, yang intinya adalah “janji pembayaran”. Atas instruksi pemohon, bank penerbit berjanji melakukan pembayaran atau memberi kuasa kepada bank penerus melakukan pembayaran kepada penerima dengan syarat penyerahan dokumen yang diisyaratkan dalam LC.

Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (3) PBI No.5/11/PBI/2003 tentang “Pembayaran Transaksi Impor” yang mengatakan LC adalah janji membayar, dalam hal ini bank penerbit berjanji untuk memberikan bayaran kepada penerima, dengan syarat penerima memberikan dokumen yang diisyaratkan dalam LC. Transaksi bisnis internasional melibatkan banyak pihak, karena melewati batas negara dan hukum yang berbeda. Dalam transaksi bisnis internasional berbagai pihak terkait di dalamnya, ada pihak langsung maupun tidak langsung.

Pihak yang terlibat langsung dalam penerbitan LC, adalah sebagai berikut :6

  • a.    Pemohon atau Importir

Orang/pengusaha yang memperoleh izin untuk memasukan barang ke dalam negeri dan memohon penerbitan LC melalui bank penerbit di negaranya. Sesuai Artikel 2 UCP.7

  • b.    Bank Penerbit

Pihak yang ikut terlibat hampir dalam setiap transaksi bisnis internasional sebagai perantara dalam hal pembayaran dan sebagai pihak penyedia jasa pembiayaan. Bank yang menerbitkan LC dan bank yang memberikan jaminan kepada eksportir.

  • c.    Penerima atau Eksportir

Orang/pengusaha yang memperoleh izin untuk menjual/mengirim hasil produksinya kepada importir dan yang menerima LC, untuk menarik sejumlah uang yang tersedia dalam dana LC tersebut.

  • d.    Bank Penerus

Bank yang meneruskan amanat LC dari bank penerbit kepada eksportir. Bank penerus ini juga disebut sebagai bank koresponden. Beberapa bentuk bank penerus sebagai berikut :

  • 1)    Bank Pembayar

Bank yang bertugas membayar kepada eksportir apabila dokumen yang diperjanjikan dalam LC telah sesuai.

  • 2)    Bank Pengaksep

Bank yang membayar dan mengaksep wesel yang ditarik eksportir pada waktu jatuh tempo.

  • 3)    Bank Penegosiasi

Bank yang ditunjuk oleh eksportir atau bank penerbit untuk melaksanakan negosiasi atas shipping document yang diserahkan oleh eksportir.

  • 4)    Bank Pengkonfirmasi

Bank yang ditunjuk oleh bank penerbit untuk ikut menjamin pembayaran atas LC yang diterbitkan oleh bank penerbit.

Pihak yang tidak terlibat langsung dalam penerbitan LC, adalah sebagai berikut :8

  • a.    Shipping Company atau Perusahaan Pelayaran/Pengangkutan

Yaitu perusahaan yang memberikan jasa pengangkutan barang dari pelabuhan asal ke pelabuhan tujuan . Perusahaan pengangkutan dapat dikategorikan menjadi : 1) Conference liner memiliki jadwal dan jalur yang jelas.

  • 2)    Tramper tidak memiliki jadwal dan jalur yang teratur melainkan sesuai dengan keinginan eksportir.

  • 3)    Charter Party adalah perusahaan pelayaran yang dapat dicarter oleh eksportir untuk tujuan ekspornya. Tiga jenis charter party yaitu :

  • a)    Voyage charter adalah perjanjian pencarteran kapal hanya untuk sekali jalan.

  • b)    Time charter adalah perjanjian pencarteran kapal untuk jangka waktu tertentu misalnya tiga bulan.

  • c)    Bareboat charter adalah perjanjian pencarteran kapal yang menyebutkan bahwa eksportir bertanggung jawab terhadap semua pengeluaran selama waktu pencarteran kapal.

  • b.    Pemerintah

yaitu pihak yang mengeluarkan surat izin untuk mengekspor dan mengimpor barang serta memungut pajak yang berkenaan dengan transaksi ekspor impor.

  • 1)    Departemen Perindustrian dan Perdagangan

Impor hanya boleh diberikan kepada perusahaan yang sudah memiliki ijin impor yaitu (API) Angka Pengenal Impor. Dalam hal ekspor, (SKA) Surat Keterangan Asal diatur dalam ketentuan Permendag No.22/M-Dag/Per/3/2015 tentang “Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan (SKA) Surat Keterangan Asal untuk Barang Asal Indonesia”. Ketentuan ijin impor diatur secara umum dalam Kepmenperindag No.229/MPP/Kep/7/1997 tentang “Ketentuan Umum di Bidang Impor”.

  • 2)    Departemen Keuangan khususnya Kantor Bea dan Cukai, berfungsi untuk mengeluarkan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang dibutuhkan eksportir sebelum mengirim barang. Untuk eksportir, instansi tersebut meneliti dokumen serta menginformasikan pajak yang harus dibayar seperti pajak ekspor, bea statistik, biaya dermaga, biaya angkut, biaya penumpukan kontainer, biaya surat menyurat, dan memberikan izin barang untuk dimuat ke kapal. PEB ini berfungsi untuk mengeluarkan dokumen Bill of Lading dari perusahaan pengangkutan. Untuk importir, instansi tersebut yang memberikan izin untuk melepaskan barang apabila shipping document telah dibayar.

  • c.    Perusahaan Asuransi

Perusahaan yang mengasuransikan atau menutup asuransi barang yang dikapalkan dengan nilai yang sudah diisyaratkan oleh eksportir untuk mengeluarkan sertifikat atau polis asuransi. Dalam melaksanakan peranannya pada kegiatan ekspor impor asuransi tersebut menjamin bahwa pihak eksportir dan importir terhindar dari kerugian dan tentu saja kedua pihak akan membayar premi kepada asuransi tersebut.9

  • d.    Societi General De Surveillance SA (SGS)

Salah satu surveyor yang ditunjuk oleh pemerintah untuk memeriksa kebenaran/ kecocokan barang yang akan diimpor maupun diekspor dengan mengeluarkan Laporan Kebenaran Pemeriksaan (LKP).

  • e.    Superitending Company of Indonesia (Sucofindo)

Organisasi independen yang ditunjuk oleh pemerintah untuk melakukan pengawasan terhadap barang yang akan diekspor ke luar negeri.

  • f.    Berbagai Lembaga dan Instansi yang berwenang untuk menerbitkan berbagai sertifikat sesuai ketentuan yang berlaku seperti Kamar Dagang dan Industri (KADIN), Laboratorium tertentu dan lain sebagainya.

Pihak langsung maupun pihak tidak langsung tersebut saling berkaitan dalam prosedur LC sebagai transaksi bisnis internasional. Penandatanganan perjanjian jual beli sebagai dasar kesepakatan antara eksportir dan importir merupakan perjanjian yang mendasari terbitnya sebuah LC sebagai transaksi bisnis internasional. Perjanjian jual beli memuat klausula yang menjadi kewajiban importir dan eksportir.

Klausula yang dimuat dan diperjanjikan pada umumnya antara lain jenis dan kualitas barang, klausula dan cara pembayaran, klausula tempat pengiriman barang, tanggal dan cara pengiriman, klausula peralihan risiko, klausula pilihan hukum, klausula pilihan forum.10 Kedua belah pihak harus cermat dalam memahami setiap pasal dalam perjanjian yang akan mereka tanda tangani. Perjanjian jual beli tersebut juga memuat klausula cara mengirimkan barang, baik dari pengangkutan udara, laut, dan darat.

Berdasarkan perjanjian jual beli, importir melakukan pembukaan LC di negaranya melalui bank penerbit dan menginformasikan terms and conditions serta nama bank penerus sebagai bank penerima yang ditunjuk sesuai klausula yang tercantum dalam perjanjian jual beli. Bank penerbit menerbitkan LC dan melakukan pengiriman LC kepada bank penerima dan copy-nya dikirim ke pemohon, yang selanjutnya akan diinformasikan kepada penerima selaku eksportir.

Apabila barang yang akan dikapalkan siap untuk dikirim, maka eksportir mempersiapkan dokumen yang diisyaratkan dalam LC. Kelengkapan dokumen LC dikirimkan eksportir kepada bank penerima yang akan diteruskan kepada bank penerbit. Bank penerima akan memeriksa dokumen LC jika sesuai syarat LC maka bank penerima akan meminta pembayaran kepada bank penerbit.

Pada saat bank penerbit menerima dokumen dari bank penerima, bank penerbit akan memeriksa dokumen LC, jika tidak sesuai dan mengandung discrepancies maka pembayaran akan ditolak, walaupun barang sudah dikapalkan, eksportir kemungkinan besar tidak memperoleh pembayaran.11 Dan dokumen tersebut akan diberikan kembali kepada eksportir dengan menginformasikan dokumen yang tidak sesuai atau mengandung discrepancies. Jika sesuai dan tidak mengandung discrepancies maka bank penerbit akan meneruskan dokumen tersebut ke pemohon. Dokumen asli tersebut digunakan pemohon untuk mengambil barang di pelabuhan dan menyelesaikan administrasi dengan Kantor Bea dan Cukai dan membayar pungutan impor. Tanpa dokumen asli pemohon selaku importir tidak akan bisa mengambil barang tersebut.

  • 3.1.3.    Pengaturan Letter of Credit (Hukum Internasional dan Hukum Nasional)

Pengaturan LC berdasarkan hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang tidak dapat dipisahkan, walaupun hubungan antara hukum nasional masing-masing negara dan hukum internasional seringkali menimbulkan pertentangan kepentingan antara kedua sistem hukum tersebut, antara lain, berkaitan

dengan keberlakuan hukum internasional dimana masing-masing negara memiliki praktik kenegaraan yang berbeda-beda.12

Harmonisasi dan unifikasi hukum internasional yang mengatur sistem pembayaran melalui LC adalah ketentuan UCP yang diterbitkan oleh ICC yaitu Kamar Dagang Internasional. Ketentuan dalam UCP adalah kodifikasi dari praktik bisnis internasional dan praktik perbankan. UCP merupakan aturan kebiasaan internasional yang bertujuan mengatasi pertentangan hukum nasional masing-masing negara untuk mewujudkan unifikasi dan harmonisasi hukum terkait LC dan mewujudkan keseragaman dalam praktik perbankan. Revisi yang dilakukan ICC untuk UCP yaitu :

  • a.    ICC Publication No.82 pada tahun 1933

  • b.    ICC Publication No.151 pada tahun 1951

  • c.    ICC Publication No.222 pada tahun 1962

  • d.    ICC Publication No.290 pada tahun 1974

  • e.    ICC Publication No.400 pada tahun 1983

  • f.    ICC Publication No.500 pada tahun 1993

  • g.    ICC Publication No.600 pada tahun 2007

Untuk pelaksanaan LC lebih dari 170 negara tunduk pada ketentuan UCP. Bank sebagai perantara memberikan fasilitas produk dan layanan kepada pemohon berupa LC untuk memenuhi kebutuhan pemohon selaku importir dalam melakukan transaksi jual belinya dengan eksportir. Aplikasi penerbitan LC yang dibuat bank, selalu menginformasikan jenis LC yang akan digunakan bank tersebut dan ketentuan mengenai LC yang tunduk pada UCP, seperti pencantuman klausula berikut ini : This credit is subject to UCP, ICC Publication No 500 1993 Revision atau Irrevocable LC yang tunduk pada UCP 2007 Revision, ICC Publication No 600.

Dengan demikian bank secara tegas menyebutkan klausula tersebut tunduk pada UCP, UCP menjadi aturan kebiasaan dan praktik yang seragam dalam penggunaan LC sebagai transaksi bisnis internasional. Para pihak biasanya mengikatkan diri dengan ketentuan UCP. 13 Eksportir dan importir tidak langsung terlibat pada tanggung jawab dalam mekanisme LC. Oleh karena itu eksportir dan importir membuat perjanjian sendiri dengan bank yaitu :

  • a.    Aplikasi penerbitan LC dinyatakan dengan jelas tunduk pada UCP, oleh karena itu importir yang menandatangi aplikasi tersebut juga bersedia bertanggung jawab untuk tunduk pada UCP.

  • b.    Eksportir harus menguasai ketentuan dalam UCP 500 dan UCP 600, untuk menghindari permasalahan diantara para pihak akibat penandatanganan yang dilakukan oleh eksportir untuk pengambilalihan dokumen oleh bank penerima.

Dalam menangani transaksi ekspor impor di Indonesia dengan menggunakan LC, bank harus tunduk kepada :

  • a.    Peraturan internal bank dibuat berdasarkan praktik perbankan dunia, diwujudkan dalam bentuk Standard Operating Procedure (SOP).

  • b.    Peraturan perundang-undangan, yang secara umum mengatur LC, yaitu:

  • 1)    PP No.1 Tahun 1982 tentang “Pelaksanaan Ekspor, Impor, dan Lalu Lintas Devisa”. Dalam pelaksanaan LC, ketentuan tersebut tidak dapat dijadikan pedoman karena ketentuan tersebut tidak mengatur secara rinci tentang LC.

  • 2)    SE BI No. 26/34/ULN tanggal 17 Desember 1993 tentang “UCP 1993 Revision-ICC Publication No. 500” yang merupakan ketentuan yang mendukung pemberlakuan UCP. Hal ini merupakan salah satu peranan BI dalam keseragaman pelaksanaan LC secara universal dan mendukung perdagangan internasional.

  • 3)    PBI No.5/11/PBI/2003 tentang “Pembayaran Transaksi Impor”, yang mengatur tentang pembayaran transaksi impor, dapat dilakukan dengan LC atau tanpa LC. Untuk ketentuan pembayaran transaksi impor dengan LC, diatur dari Pasal 3 sampai dengan Pasal 7 PBI tersebut.

  • 4)    Permendag No.13/M-DAG/PER/3/2012 tentang “Ketentuan Umum di Bidang Ekspor” yang menyebutkan bahwa pengaturan tentang barang ekspor yang dikelompokkan dalam barang bebas ekspor, pembatasan jenis dan jumlah barang yang di ekspor dan barang yang tidak boleh diekspor.

  • 5)    Pasal 40 UU No.7 Tahun 2014 tentang “Perdagangan” mengatakan bahwa dalam hal kegiatan ekspor impor, pemerintah dapat mengatur cara pembayaran barang dan cara penyerahan barang.

  • 6)    Pasal 3 PP No.29 Tahun 2017 tentang “Cara Pembayaran Barang dan Cara Penyerahan Barang dalam Kegiatan Ekspor dan Impor”. Pasal 4 Permendag ini menyebutkan bahwa pembayaran barang untuk barang ekspor tertentu wajib menggunakan cara pembayaran LC.

  • 7)    Permendag No.102 Tahun 2018 tentang perubahan atas Permendag No.94 Tahun 2018 tentang “Ketentuan Penggunaan LC Untuk Ekspor Barang Tertentu”. Adapun barang tertentu yang wajib menggunakan LC yaitu mineral, batubara dan kelapa sawit yang diuraikan lebih spesifik di lampiran permendag tersebut.

Peraturan perundang-undangan tersebut diterbitkan untuk mendorong pengembanngan industri di Indonesia dan meningkatkan nilai tambah bagi perekonomian nasional.

  • 3.1.4.    Perjanjian Penerbitan Letter of Credit Sebagai Perjanjian Baku

PPLC diperbankan sudah dibuat dalam wujud perjanjian baku. Faktor penggunaan perjanjian baku di perbankan yaitu untuk mengatur tanggung jawab perbankan apabila perjanjian tersebut tidak tercapai dan memudahkan penyediaan perjanjian setiap saat untuk fasilitas dan produk perbankan kepada pemohon yang klausula perjanjiannya sudah dipersiapkan terlebih dahulu oleh perbankan.14 Tujuan penggunaan perjanjian baku tersebut adalah untuk keperluan standarisasi prosedur LC, pemohon akan terhindar dari risiko ketidaklengkapan, ketidaktepatan dan kesalahan dalam memberikan instruksi kepada bank penerbit. Memudahkan bank mengidentifikasi cara pembayaran LC, meneliti dokumen yang diisyaratkan dalam LC dan mengidentifikasi uraian barang.

LC diterbitkan oleh bank penerbit atas permohonan importir selaku pemohon, pemohon mengajukan permohonan pembukaan LC melalui aplikasi penerbitan LC dinamakan juga pengajuan pembukaan LC atau instruction to issue LC atau documentary credit application. Jika bank penerbit dan pemohon menandatangani aplikasi penerbitan LC maka statusnya berubah menjadi PPLC. Atas dasar PPLC maka LC pun diterbitkan oleh bank penerbit.

Klausula dalam perjanjian tersebut mengatur hak dan kewajiban pemohon dan bank penerbit yang menyebutkan bahwa bank penerbit berkewajiban untuk menerbitkan LC sedangkan pemohon berkewajiban melaksanakan pembayaran tagihan LC. PPLC merupakan perjanjian yang menjadi dasar hubungan hukum antara pemohon dan bank penerbit.

Aplikasi penerbitan LC yang disetujui bank penerbit merupakan perjanjian antara pemohon dan bank penerbit, perjanjian tersebut merupakan dasar penerbitan LC dan perjanjian yang berdiri sendiri diantara bank penerbit dengan penerima. Aplikasi penerbitan LC terdiri dari format aplikasi penerbitan LC dan jaminan atas penerbitan LC. Jaminan atas penerbitan LC melalui bank dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :

  • a.    100% berasal dari dana pemohon yaitu marginal deposit 100% yang berupa dana tunai dari rekening tabungan, deposito, giro pemohon

  • b.    Jaminan atas penerbitan LC menggunakan fasilitas yang disediakan pihak bank seperti :

  • 1)    fasilitas kredit dari bank berupa plafond penerbitan LC atau dinamakan perjanjian kredit LC dengan penyerahan agunan sesuai ketentuan yang berlaku

  • 2)    fasilitas lainnya yang dapat diperjanjikan seperti perjanjian gadai berupa rekening tabungan, deposito dan giro sebagai jaminan atas pinjaman yang diberikan oleh bank penerbit, guna menjamin pembayaran hutang pokok, bunga, serta biaya biaya lain yang timbul berdasarkan perikatan hukum berkenaan dengan penerbitan LC.

PPLC harus memenuhi syarat sah perjanjian dan tunduk pada peraturan perundang-undangan. Termasuk Peraturan Pemerintah, Peraturan Bank Indonesia, Peraturan Otorisasi Jasa Keuangan, Peraturan Internasional yaitu ICC Publication No. 600 berikut perubahannya, Peraturan Internal Bank Penerbit sebagaimana perubahan Peraturan Internal Bank Penerbit akan diberitahukan oleh bank penerbit melalui media apapun, dan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Untuk mewujudkan keseimbangan, keadilan dan kewajaran dalam pelaksanaan perjanjian, perjanjian tersebut tidak boleh timbul akibat adanya paksaan, kekhilafan, ataupun penipuan.15

Aplikasi penerbitan LC pada umumnya dalam format formulir tercetak, hal-hal yang harus dimuat dalam aplikasi tersebut telah diatur dalam Pasal 4 PBI No.5/11/PBI/2003 yaitu nama dan alamat (eksportir dan importir), nilai LC, jenis dokumen LC, tanggal penerbitan dan tanggal jatuh tempo LC, syarat pembayaran, tempat dan tanggal terakhir pengajuan dokumen, nomor surat dan tanggal surat ijin dari instansi yang berwenang, media penerbitan LC, jenis barang serta nama barang, jumlah dan harga satuan barang, harga FOB atau C&F atau CIF, tarif PPh impor, Cukai, Bea Masuk,

PPnBM dan PPN, nomor HS (Harmonized System), asuransi, negara tujuan pengapalan barang, tanggal terakhir pengapalan barang, negara asal barang dan pencantuman pernyataan umum, untuk tunduk pada syarat umum bank penerbit untuk penerbitan LC.

Penggunaan format baku dilatarbelakangi oleh ICC baik terhadap permintaan penerbitan LC Credit maupun terhadap LC itu sendiri. ICC menerbitkan Standart Documentary Credit Forms dan perubahan materinya disesuaikan dengan perubahan dari ketentuan-ketentuan UCP. UCP 600 Standart Documentary Credit Forms-nya dibuat sesuai dengan materi UCP 600. Format dalam aplikasi penerbitan LC dirancang dengan tujuan untuk membantu pihak pemohon agar dalam memberikan instruksi penerbitan LC kepada bank penerbit dilakukan secara lengkap, ringkas, tidak memuat perincian yang berlebihan dan dengan jelas dicantumkan jenis LC yang digunakan dalam aplikasi tersebut.

Jenis LC yang sering digunakan perbankan yaitu Irrevocable LC. Irrevocable LC merupakan jenis LC it yang diterbitkan oleh bank penerbit, tidak dapat dilakukan pembatalan dan perubahan secara sepihak, tanpa persetujuan dari semua pihak yang bersangkutan, yaitu pemohon selaku importir dan penerima selaku eksportir. Bank penerbit mengikat diri untuk melunasi wesel yang ditarik, dalam jangka waktu berlakunya LC, sepanjang dokumen yang diajukan sesuai dengan persyaratan LC. Adapun jenis LC lainnya antara lain Revocable LC, Irrevocable LC, Sight Payment LC, Acceptance LC, Negotiation LC, Deffered Payment LC, Confirmed LC, Transferable LC, Assignment LC, Standby LC, Demand Guarantee, Accessory Guarantee, Back to Back LC, Revolving LC dan Red Clause LC.

Bank dalam melaksanakan LC hanya berurusan dengan dokumen. Dokumen yang diterima bank apabila tidak mengandung discrepancies dan sudah sesuai dengan syarat LC maka bank harus membayar LC tersebut sesuai aturan UCP. Dalam Artikel 5 UCP 600 ditegaskan bahwa banks deal with documents and not with goods, services or performances to which the documents may relate. Klausula demikian dapat diartikan bahwa bank hanya berurusan dengan dokumen, bukan dengan barang, jasa, atau prestasi kerja yang terkait dengan dokumen tersebut. Ini menunjukkan bahwa semua bank hanya mengacu pada dokumen dalam keterlibatannnya sebagai intermediary dalam transaksi bisnis internasional.

Pihak yang terlibat baik bank penerbit, bank pembayar, bank penerus, bank pengaksep dan bank pengkonfirmasi, dalam pelaksanaan LC hanya berurusan dengan dokumen saja. Syarat pembayaran LC adalah diterimanya dokumen yang diisyaratkan dalam LC sesuai keinginan eksportir dan importir.

Bank melakukan pemeriksaan dokumen LC berdasarkan pada Artikel 14 UCP 600 mengenai Standart for examination of Documents. Dokumen yang diisyaratkan tersebut tidak semua harus terpenuhi tergantung kesepakatan antara eksportir dengan importir yang tertuang dalam perjanjian jual belinya. Adapun dokumen yang diisyaratkan tersebut yaitu :

  • a.    Bill of Exchange atau Draft atau wesel

Merupakan suatu surat perintah yang diterbitkan oleh eksportir yang ditujukan kepada bank penerbit LC untuk melaksanakan pembayaran sejumlah uang seperti tercantum dalam wesel tersebut pada saat wesel tersebut diunjukkan (sight draft)

atau jatuh tempo (time draft).16 Pembayaran transaksi dengan LC menjadi tanggung jawab bank penerbit LC. Permintaan wesel dalam LC biasanya berbunyi sebagai berikut :

This credit is available by negotiation of beneficiary’s draft at sight for full invoice value drawn on us, marked as being drawn under this credit

Cuplikan LC di atas berarti bahwa wesel yang di minta adalah sight draft yang ditandatangani oleh eksportir, nilainya sama dengan nilai invoice tertarik pada bank penerbit dan harus ada keterangan bahwa wesel tersebut ditarik atas LC dengan mencantumkan nomor LC tersebut.

  • b.    Dokumen Pengangkutan

  • 1)    Bill of Lading

merupakan dokumen pengangkutan barang yang dibuat oleh perusahaan pelayaran, dari pelabuhan muat ke pelabuhan tujuan. Dokumen ini sebagai bukti sudah dikirimnya barang yang menjadi obyek transaksi bisnis internasional. Fungsi Bill of Lading sebagai bukti perjanjian pengangkutan dan penyerahan barang, bukti pemilikan dan pengiriman barang.

Bill of Lading sebagai surat perjanjian pengangkutan berarti bahwa dengan menyerahkan Bill of Lading tersebut kepada eksportir atau pengirim barang, maka perusahaan pelayaran sebagai penerbit Bill of Lading telah mengikatkan diri untuk mengangkut barang yang tertuang dalam Bill of Lading tersebut sampai ke pelabuhan tujuan. Bill of Lading yang diterima bank memuat klausula mengenai barang yang dikirim benar telah dikapalkan, dengan menyebutkan “shipped on board”.

Hal-hal yang penting dari Bill of Lading sesuai dengan Artikel 20 UCP 600 yaitu:

  • a)    Indikasi nama pengangkut dan ditandatangani oleh pengangkut atau nahkoda

  • b)    Indikasi barang, telah diangkut oleh kapal dipelabuhan muat

  • c)    Indikasi pengiriman

  • d)    Pemuatan syarat dan kondisi pengangkutan

  • e)    Ketiadaan indikasi tunduk pada charter party.

  • f)    Pemenuhan persyaratan alih kapal.

Dilihat dari segi kondisi barang yang diterima, Bill of Lading dibagi menjadi dua yaitu :

  • a)    Clean BL

  • b)    Unclean BL

  • 2)    Sea Waybill

Dokumen pengapalan antar pelabuhan yang hampir sama dengan Bill of Lading, tetapi dokumen ini tidak dapat dipindahtangankan. Dokumen ini hanya merupakan bukti pengiriman barang tetapi bisa diterima oleh bank apabila diminta dalam LC.

  • 3)    Air Waybill

Dokumen yang diterbitkan dan ditandatangani oleh perusahaan penerbangan. Air Waybill hanya sebagai bukti pengiriman barang dan sebagai Bill of Lading yang diangkut dengan pesawat terbang.

  • c.    Commercial Invoice atau Faktur Dagang

Merupakan dokumen uraian barang yang dimuat secara rinci. Ketentuan ini diatur dalam Artikel 18 UCP 600 antara lain :

  • 1)    Invoice harus jelas terlihat bahwa dibuat oleh eksportir dan ditujukan kepada importir, kecuali ditentukan lain.

  • 2)    Uraian nama barang/ jasa harus sama dengan uraian nama barang/ jasa dalam LC atau uraian barang dalam perjanjian sesuai dengan jenis dan jumlah barang yang dikirim.

  • 3)    Nilai invoice tidak boleh melebihi nilai LC, kecuali ditentukan lain, dam mata uang dalam Invoice harus sama dengan mata uang dalam LC.

  • 4)    Hal-hal lain seperti nomor perjanjian, nomor LC, negara asal barang dan lainnya hanya perlu dicantumkan apabila diminta dalam LC.

  • 5)    Invoice tidak mesti ditandatangani.17

Permintaan Invoice dalam LC biasanya berbunyi sebagai berikut :

Signed commercial invoice in 3 originals and 3 copies indicating this credit number, country of origin, description of goods details of calculation.

Apabila permintaan Invoice dalam LC hanya disebutkan seperti diatas, maka point 1 sampai dengan 3 ketentuan Invoice harus dipenuhi.

  • d.    Packing List atau Daftar Pengepakan

Merupakan dokumen yang memuat daftar uraian barang seperti jenis kemasan, ukuran dan jumlah kemasan yang ada di dalam peti, dibuat dan ditandatangani oleh eksportir.

  • e.    Insurance Document atau Dokumen Asuransi

Dokumen ini diterbitkan oleh perusahaan asuransi yang menunjukkan bahwa barang yang dikirim sudah diasuransikan. Tanggungan asuransi tergantung pada kesepakatan eksportir dan importir yang tertuang dalam LC. Adapun hal-hal pokok mengenai Insurance Document diatur dalam Artikel 34 UCP 500 dan Artikel 28 UCP 600.

  • f.    Certificate of inspection

Adalah surat keterangan pemeriksaan sebagai jaminan bagi pihak pembeli atas keadaan barang, kualitas dan kuantitas barang, ukuran dan berat barang, banyaknya satuan isi masing pengepakan yang dikerjakan oleh independent surveyor.

  • g.    Certificate of Origin

Adalah dokumen yang memberikan jaminan kebenaran barang berasal dari negara eksportir dan jaminan atas kualitas barang kepada importir. Diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan atau Kementerian Perindustrian atau instansi yang berwenang.

  • h.    Dokumen Tambahan

UCP 600 tidak mengatur tentang dokumen tambahan. Jika semua dokumen diisyaratkan dalam LC maka bank penerbit harus meneliti semuanya untuk

memastikan bahwa dokumen satu sama lainnya isinya konsisten. Dokumen tambahan tersebut antara lain :

  • 1)    Certificate of Weight yaitu dokumen yang digunakan untuk mengetahui berat kuantitas barang yang dimuat dalam kapal seperti batubara, bijih nikel, bijih besi, yang diterbitkan oleh surveyor independen.

  • 2)    Certificate of Quality yaitu dokumen yang digunakan untuk mengetahui kualitas barang hasil tambang yang diterbitkan oleh surveyor independen.

  • 3)    Certificate of Analysis yaitu dokumen yang digunakan untuk mengetahui kandungan kimia atau bahan kimia cair lainnya yang terdapat pada barang yang akan dikirim, penelitiannya dilakukan oleh badan analis.

  • 4)    Warehouse Receipt yaitu dikeluarkannya tanda terima atas penerimaan barang dari sebuah gudang.

  • 5)    Fumigation Certificate yaitu dokumen yang diterbitkan secara khusus oleh badan/balai yang secara khusus menangani proses fumigasi atau proses pengasapan untuk mencegah barang dari risiko dimakan rayap dan sejenisnya.

  • 6)    Health Certificate yaitu dokumen yang diterbitkan oleh pihak yang ditunjuk (Kementerian Kesehatan) dan di negara eksportir yang umumnya berkaitan dengan produk makanan dan minuman.

  • 3.1.4.    Penerapan Asas Keseimbangan dalam Perjanjian Penerbitan Letter of Credit

PPLC sudah disusun dalam bentuk perjanjian baku oleh bank, tidak jauh berbeda dengan perjanjian pada umumnya. Asas-asas umum dalam perjanjian berdasarkan KUHPerdata sebagai dasar dari bargaining position para pihak yang adil dan seimbang, namun dalam kenyataannya bargaining position yang lebih kuat yaitu bank, mengatur hak-haknya bukan kewajibannya. Untuk itu perlu memperhatikan penerapan asas keseimbangan dalam perjanjian agar mempunyai bargaining position yang seimbang.

Penerapan perjanjian baku dalam fasilitas kredit dari bank, berupa plafond penerbitan LC atau dinamakan perjanjian kredit LC, dengan penyerahan agunan sesuai ketentuan yang berlaku pada perbankan, tahapan dalam pengajuan kredit dari calon pemohon secara hukum untuk menerbitkan LC yaitu harus memiliki (API) Angka Pengenal Importir. Pemohon menyerahkan aplikasi penerbitan LC yang di serta dengan Nomor Pokok Wajib Pajak, Akta Pendirian Perusahaan dan perubahannya, Surat Izin Usaha Perdagangan, Referensi Bank Devisa, Rekening Koran dari bank, Surat Keterangan Domisili Perusahaan, bukti adanya hubungan dagang dengan perusahaan diluar negeri dan Tanda Daftar Perusahaan. Kemudian bank penerbit menganalisis kelengkapan tersebut sampai dikeluarkannya surat mengenai pembiayaan, nominal, jangka waktu, agunan, dan hal lainnya yang tertuang dalam Surat Penegasan Persetujuan Pembiayaan.

Tidak ada negosiasi lagi antara pemohon dengan bank penerbit apabila pemohon sudah setuju dengan Surat Penegasan Persetujuan Pembiayaan. Surat tersebut selanjutnya dibuat dengan klausula yang telah dibakukan oleh bank penerbit dalam bentuk perjanjian kredit. Perjanjian kredit yang dibuat untuk jaminan atas penerbitan LC, bank menggunakan jasa notaris untuk akta perjanjian tersebut. Untuk memenuhi unsur

keseimbangan bagi pihak yang bargaining position tidak seimbang, bank penerbit harus memperhatikan keseimbangan dalam terms and conditions pada perjanjian tersebut.18

UU Perbankan tidak mengatur atau menegaskan tentang bentuk perjanjian yang dibuat pihak bank penerbit. Perjanjian yang dibuat oleh bank penerbit dilakukan dengan dua cara yaitu perjanjian di bawah tangan dan perjanjian berupa akta notaris. Pada umumnya perjanjian tersebut dibuat dengan bentuk perjanjian baku yang dipersiapkan klausulanya oleh bank penerbit dalam suatu format formulir tercetak.

Perjanjian yang dibuat dengan akta notaris, cenderung mementingkan kepentingan bank, karena notaris tersebut sudah menjalin perjanjian kerja sama dengan bank, untuk pembuatan perjanjian yang berkaitan dengan produk dan fasilitas bank. Hal ini juga menempatkan posisi notaris tidak mandiri dan cenderung berpihak ke bank karena mengutamakan kepentingan bank berdasarkan perjanjian kerja sama antara notaris dengan bank. Sehingga bank mempunyai bargaining position yang lebih kuat dan tidak seimbang, dalam klausula perjanjian mengenai hak dan kewajiban dengan pemohon.

Syarat yang menentukan sahnya PPLC (Pasal 1320 KUHPerdata) adalah sebagai berikut:

  • a.    Sepakat Mereka yang Mengikatkan Dirinya

PPLC merupakan perjanjian baku perbankan yang dibuat secara massal oleh bank penerbit yang bargaining position-nya lebih kuat. Sehingga bank penerbit dapat memaksakan kehendaknya, agar pemohon menerima sejumlah klausula yang diinginkan bank penerbit atau yang menguntungkan bank penerbit dan sebaliknya merugikan pemohon, yaitu klausula yang tidak bisa diubah atau dirundingkan oleh pemohon, yang bargaining position-nya lebih lemah. Dengan perjanjian baku pemohon hanya mempunyai dua pilihan, yaitu setuju (take it) atau tidak setuju/menolak (leave it) dengan perjanjian tersebut.19 Dengan sepakat, seharusnya pemohon dan bank penerbit mempunyai kebebasan kehendak dalam membuat perjanjian. Apabila dalam perjanjian tersebut terdapat paksaan, penyalahgunaan keadaan, kekhilafan, dan penipuan, artinya kesepakatan perjanjian tersebut cacat dan dapat dibatalkan (Pasal 1321 KUHPerdata).

PPLC dapat diwujudkan, apabila pemohon dan bank penerbit telah setuju dengan klausula perjanjian yang tertuang dalam format aplikasi penerbitan LC. Jika bank penerbit dan pemohon menandatangani aplikasi penerbitan LC maka statusnya berubah menjadi PPLC yang menandakan kesepakatan terhadap seluruh isi perjanjian. Bukti kesepakatan itu adalah penandatangan PPLC.

  • b.    Kecakapan untuk Membuat Perjanjian

Subyek hukum yang mengadakan PPLC adalah bank penerbit dan pemohon. Bank penerbit adalah badan hukum yang bertindak sebagai subyek hukum. Pemohon adalah subyek hukum yang dapat berupa orang atau perusahaan berbadan hukum seperti (PT) Perseroan Terbatas, Koperasi, Perusahaan Umum dan Perusahaan Perseroan dan bentuk badan usaha bukan berbadan hukum seperti (CV) Persatuan

komanditer20 yang dilakukan oleh utusan perusahaan yang berwenang dengan surat kuasa dari perusahaan. Kecakapan untuk membuat perjanjian (Pasal 1329 KUHPerdata).

  • c.    Adanya Obyek Tertentu

Obyek tertentu dalam suatu perjanjian adalah suatu prestasi. Dalam PPLC pemohon berkewajiban untuk memberikan sesuatu yaitu membayar tagihan dan biaya dari pelaksanaan LC. Bank penerbit berkewajiban berbuat sesuatu yaitu membuka LC (Pasal 1234 KUHPerdata) sebagaimana telah tertuang dalam aplikasi penerbitan LC.

  • d.    Suatu Sebab yang Halal

Klausula PPLC tidak boleh melanggar peraturan perundang-undang, kesusilaan maupun ketertiban umum (Pasal 1337 KUHPerdata). Hal tersebut dapat dilihat dari kesesuaian aplikasi PPLC dengan peraturan perundang-undangan, peraturan pemerintah, peraturan UCP, PBI dan POJK.

Apabila syarat tersebut tidak terpenuhi, maka untuk poin a dan b (sepakat dan cakap sebagai syarat subyektif perjanjian) dapat dibatalkan karena cacat kehendak dan dibuat oleh orang yang tidak cakap, dan untuk poin c dan d (obyek sebagai syarat obyektif perjanjian) dapat batal demi hukum, karena syarat obyek perjanjian telah dilanggar, misalnya impor barang makanan berbahaya.

Akibat yang timbul dari PPLC adalah pemenuhan hak dan kewajiban antara pemohon dan bank penerbit sesuai klausula yang diatur dalam perjanjian tersebut (Pasal 1338 KUHPerdata). PPLC menimbulkan hubungan hukum yaitu perikatan antara pemohon dengan bank penerbit (Pasal 1233 ayat (1) KUHPerdata).

Cerminan asas kebebasan berkontrak ialah Pasal 1338 KUHPerdata. Asas ini mempunyai pengaruh yang kuat dalam perjanjian, karena asas ini menduduki posisi sentral dalam hukum perjanjian. Penggunaan asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian baku, dapat mendatangkan ketidakadilan apabila dilaksanakan tanpa batas .21 Untuk itu perlu adanya pembatasan penerapan asas kebebasan berkontrak dalam PPLC. Pembatasan asas kebebasan berkontrak dapat dilakukan dengan ikut menerapkan asas keseimbangan dalam perjanjian.

Asas keseimbangan merupakan asas yang menghendaki kedua belah pihak berada di posisi seimbang dalam penentuan klausula hak dan kewajibannya. Kerugian yang terjadi antara para pihak, dapat dicegah dengan terpenuhinya keseimbangan dalam perjanjian, apabila tidak terpenuhinya keseimbangan tersebut, akan mempengaruhi kekuatan yuridikal perjanjian. Hubungan antara bank penerbit dengan pemohon, menempatkan pemohon pada bargaining position yang lemah sehingga perlu adanya perlindungan dan peran pemerintah terhadap substansi perjanjian. Bank penerbit

memiliki kekuatan untuk menuntut pelaksanaan prestasi, namun bank penerbit memiliki kewajiban untuk melaksanakan perjanjian dengan itikad baik.22

Penerapan Asas Keseimbangan dalam PPLC yang berbentuk perjanjian baku penting untuk diterapkan, agar mewujudkan keseimbangan dalam klausula hak dan kewajiban diantara bank penerbit dan pemohon yang membuat perjanjian tersebut. Dengan demikian terjadi keseimbangan dalam pelaksanaan perjanjian.

Untuk mewujudkan peranan asas keseimbangan dalam PPLC, menurut penulis yaitu hasil akhir yang menempatkan bargaining position diantara bank penerbit dan pemohon seimbang. Dengan memperhatikan ketentuan POJK dalam membuat klausula perjanjian, terutama klausula perjanjian plafond atau perjanjian kredit untuk penerbitan LC. Ketentuan kredit perbankan dijelaskan secara umum dalam UU No.10 Tahun 1998 tentang “Perbankan”.23

Klausula perjanjian kredit untuk penerbitan LC, yang harus diperhatikan oleh bank penerbit agar tercapainya bargaining position yang seimbang dengan pemohon, adalah sebagai berikut :

  • a.    Klausula tentang Ketentuan Tarif

Penerapan klausula tentang ketentuan tarif dalam Pasal 5 klausula perjanjian kredit mengenai marginal deposit dan propisi pembukaan LC yaitu atas setiap pembukaan tersebut, pemohon fasilitas diwajibkan menyetor marginal deposit minimal sebesar 0% (nol persen) dari nominal LC yang akan dibuka dan membayar propisi pembukaan LC Sebesar 0,125% (nol koma satu dua lima persen) p.a dihitung dari nominal LC yang dibuka minimal USD.50 (lima puluh dollar amerika), dan Accpetance LC sebesar 0,0625% (nol koma nol enam dua lima persen) dari nominal per bulan, minimal USD.15 (lima belas dollar amerika), ketentuan tarif di atas dapat berubah ubah sewaktu-waktu untuk disesuaikan dengan ketentuan tarif yang berlaku di bank atau biaya/pungutan lainnya sehubungan dengan pembukaan LC, yang seluruhnya terlebih dahulu harus dilunasi oleh pemohon fasilitas, tanpa pelunasan mana bank tidak terikat untuk melaksanakan pembukaan LC dimaksud.

Menurut penulis, klausula ini memberikan kewenangan kepada bank untuk menentukan sendiri perubahan terhadap besarnya biaya propisi, Accpetance LC dan biaya/pungutan lainnya, di sini tampak posisi pemohon cukup lemah karena pemohon harus tunduk kepada seluruh ketentuan bank yang ditetapkan secara sepihak. Penerapan klausula tentang ketentuan tarif dapat berubah ubah sewaktu-waktu untuk disesuaikan dengan ketentuan tarif yang berlaku di bank, jelas bertentangan dengan Pasal 22 ayat (3) huruf f POJKPK yaitu bank dilarang menyatakan bahwa pemohon tunduk pada peraturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau perubahan yang dibuat sepihak oleh bank dalam masa pemohon memanfaatkan produk dan/atau layanan yang dibelinya.

Dalam POJKPK tersebut sangat jelas klausula ini dilarang karena mewajibkan pemohon untuk tunduk kepada segala petunjuk dan peraturan bank yang telah ada dan yang masih ditetapkan kemudian oleh bank, namun bank masih

memberlakukannya. Ketentuan tersebut mengikat calon pemohon apabila telah diinformasikan terlebih dahulu kepada pemohon, agar pemohon memahami ketentuan tersebut sebelum membubuhkan tanda tangannya. Perjanjian itu tidak mengikat, apabila sudah ditanda tangani, tanpa terlebih dahulu diketahui dan dipahami oleh calon pemohon.

  • b.    Klausula Eksemsi

Klausula eksemsi (pembebasan) dalam aplikasi penerbitan LC yang membebaskan bank penerbit dari segala tanggung jawab atas kerugian yang timbul karena :

  • 1)    Perubahan kurs valuta asing

  • 2)    Barang tidak/terlambat tiba di pelabuhan tujuan

  • 3)    Ketidaksesuaian barang dengan dokumen (kualitas dan kuantitas)

  • 4)    Barang rusak sebagian/seluruhnya

  • 5)    Dokumen hilang dalam pengiriman, cacat ketidakaslian dokumen

  • 6)    Kerugian lain yang timbul karena sebab-sebab yang berada diluar kekuasaan bank.

Pencantuman klausula eksemsi (pembebasan) mengenai tidak adanya hak pemohon untuk dapat menyatakan keberatan, atas pembebanan bank terhadap rekeningnya yang terdapat dalam aplikasi penerbitan LC yaitu pemohon memberi kuasa kepada bank, untuk melakukan pengikatan jaminan yang diserahkan oleh pemohon sesuai dengan ketentuan yang berlaku, mencairkan jaminan dalam rangka pemenuhan pembayaran kewajiban pemohon, mendebet rekening pemohon atas biaya-biaya termasuk beban bunga yang timbul.

Asas keseimbangan dalam perjanjian baku dapat dilihat dari ketentuan dalam Pasal 18 ayat (1) huruf g UUPK yang menjelaskan larangan membuat klausula baku yang menyatakan tunduknya pemohon kepada peraturan baru, tambahan dan lanjutan yang dibuat sepihak oleh bank penerbit dalam masa pemohon memanfaatkan produk atau layanan yang dibelinya dan Pasal 18 ayat (2) UUPK yaitu larangan membuat klausula baku yang letaknya sulit terlihat pada perjanjian. Apabila perjanjian masih membuat klausula baku yang dilarang tersebut, konsekuensinya perjanjian tersebut batal demi hukum sesuai Pasal 18 ayat (3) UUPK.

UUPK dapat dijadikan sebagai tolak ukur perlindungan hukum pemohon, untuk menegakkan kepentingan pihak yang lemah, namun disisi lain juga memperhatikan kepentingan pihak bank agar dapat mewujudkan asas keseimbangan. Bargaining position yang seimbang telah diatur dalam Pasal 2 UUPK yang menjelaskan bahwa perlindungan yang diberikan berasaskan keseimbangan, keadilan, keselamatan, keamanan, manfaat serta kepastian hukum. Dalam hal ini bank yang membuat perjanjian dapat menyesuaikan klausula yang terdapat dalam perjanjian dengan aturan dalam UUPK. Penjelasan lebih lanjut mengenai perjanjian baku untuk mewujudkan keseimbangan para pihak diatur dalam POJKPK

Pasal 21 POJKPK menjelaskan bahwa bank dalam membuat perjanjian dengan pemohon, wajib memenuhi keseimbangan, keadilan, dan kewajaran. Keseimbangan dalam membuat PPLC, dalam hal pemohon menginformasikan data dan dokumen yang benar dan tidak discrepancies, bank penerbit wajib menggunakan data, dokumen dan informasi tersebut semata-mata untuk kepentingan pemohon. Pemohon juga telah sepakat untuk membayar tagihan atas penggunaan produk dan layanan bank penerbit. Dalam memberikan fasilitas perbankan sesuai perjanjian, bank penerbit juga

memperhatikan kewajaran dalam menentukan biaya atas penggunaan layanan dan produk bank.

Untuk biaya terhadap pelaksanaan LC tidak sama antara masing-masing kasus, biaya yang dikenakan tergantung pada jumlah dan masa berlaku LC. Adapun biaya LC yang sering dikenakan dalam pelaksanaannya yaitu : biaya penerbitan LC, biaya bunga kredit LC, biaya provisi dan telex LC, biaya porto, biaya akseptasi untuk usance LC, biaya tracer, biaya advice credit, biaya konfirmasi, biaya pengiriman dokumen, biaya pelunasan LC, biaya SWIFT untuk perubahan LC, biaya peningkatan amount LC, biaya asuransi, biaya discrepancies dan biaya lainnya.

Sehubungan dengan berlakunya Pasal 21 dan Pasal 22 POJKPK, OJK mengatur lebih lanjut tentang petunjuk pelaksanaan untuk klausula dalam perjanjian baku. Adapun klausula dalam perjanjian baku yang dilarang dalam SEOJKPB, adalah sebagai berikut :

  • a.    Klausula eksemsi atas penambahan hak atau pengurangan kewajiban bank dan pengurangan hak dan penambahan kewajiban pemohon

  • b.    Indikasi penyalahgunaan keadaan dalam perjanjian baku. Misalnya bank tidak sengaja atau sengaja tidak menjelaskan risiko, biaya, layanan dan manfaat yang ditawarkan.

Format perjanjian baku wajib memuat pernyataan yang diatur dalam SEOJKPB tersebut yaitu perjanjian ini telah disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan termasuk ketentuan peraturan otoritas jasa keuangan. Bank yang melanggar ketentuan tersebut dikenakan sanksi administratif yang diatur dalam Pasal 53 ayat (1) POJKPK yaitu peringatan tertulis, kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu berupa denda, kegiatan usaha dibatasi, kegiatan usaha dibekukan dan izin kegiatan usaha dicabut, diatur lebih lanjut dalam Pasal 53 ayat (2), (3), (4) dan (5) POJKPK.

Pada praktik penerbitan LC apabila terjadi permasalahan hukum, terjadi wanprestasi oleh salah satu pihak di antara bank penerbit dengan pemohon maka permasalahan dapat diselesaikan melalui pengadilan dan diluar pengadilan. Diluar pengadilan seperti fasilitas pengaduan yang dilaksanakan oleh OJK diatur dalam Pasal 40 POJKPK dan POJK No.18/POJK.07/2018 “ Layanan Pengaduan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan” untuk memperoleh kesepakatan penyelesaian antara bank penerbit dengan pemohon.

Bank bukan para pihak dalam perjanjian jual beli meskipun nama bank termuat dalam perjanjian jual beli. Para pihak dalam perjanjian jual beli adalah importir dan eksportir. LC yang diterbitkan atas dasar perjanjian jual beli, menurut UCP, LC merupakan perjanjian yang terpisah dari perjanjian jual beli. Pemisahan seperti ini dinamakan prinsip independensi LC.

Permasalahan mengenai barang yang menjadi obyek perjanjian jual beli tidak boleh dikaitkan dengan LC. permasalahan tersebut harus diselesaikan antara eksportir dan importir dengan merujuk pada klausula pilihan hukum dalam perjanjian jual belinya, karena UCP 600 belum mengatur pilihan hukum dalam penyelesaiannya. Adapun pilihan hukum dalam perjanjian jual beli antara eksportir dan importir adalah :

  • a.    Arbitrase nasional, yaitu BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia)

  • b.    Arbitrase internasional, seperti LCIA (London Court of Internasional Arbitration) berkedudukan di London, badan arbitrase ICC berkedudukan di Paris, badan arbitrase ICSID  (International Centre for the Settlement of Investment Disputes)

berkedudukan di Washington dan Arbitrase lainnya sesuai klausula pilihan hukum

  • c.    Pengadilan dari salah satu negara yang melakukan perjanjian jual beli sesuai klausula pilihan hukum.

  • 4. Kesimpulan

Penerapan asas keseimbangan dalam PPLC yang berbentuk perjanjian baku belum seimbang, bank penerbit masih memiliki bargaining position yang kuat dalam perjanjian. Klausula perjanjian antara pemohon dan bank penerbit masih mencantumkan klausula yang dilarang, yang memuat tentang ketentuan tarif dan klausula eksemsi serta belum termuatnya ketentuan format perjanjian baku yang mewajibkan mencantumkan “perjanjian ini telah disesuaikan dengan ketentuan perundang-undangan termasuk ketentuan peraturan OJK”. PPLC yang diterbitkan oleh bank selain patuh pada ketentuan UCP juga wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, peraturan pemerintah, peraturan bank Indonesia dan peraturan Otorisasi Jasa Keuangan. Dengan demikian terjadi bargaining position yang seimbang dalam perjanjian antara pemohon dan bank penerbit, untuk mewujudkan keseimbangan, keadilan dan kewajaran dalam pelaksanaan perjanjian.

Daftar Pustaka

Buku

Adnyana, I. N. (2012). Ternyata Mudah Mencairkan Letter of Credit. Jakarta: Penerbit Gemagung Ikhtiari.

Adolf, H. (2010). Dasar Dasar Hukum Kontrak Internasional Edisis Revisi. Bandung: PT Refika Aditama.

Azhari, & Yusri (2018). Hukum Bisnis dalam Era Globalisasi. Banda Aceh: Percetakan Bandar.

Badrulzaman, M.D. (2001). Kompilasi Hukum Perikatan. Jakarta: Penerbit PT Citra Aditya Bakti.

Budiono, H. (2006), Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia Berlandaskan Asas-asas Wigati Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Gautama, S. (2008). Hukum Perdata Internasional Indonesia. Bandung: Alumni.

Ginting, R. (2007). Transaksi Bisnis dan Perbankan Internasional. Jakarta: Salemba Empat.

S, Amir M. (2009). Letter of Credit-Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit PPM.

Jurnal

Alfi, R., & Thantawi, T. R. (2015). Analisis Peraturan Perdagangan Internasional

Uniform Customs and Practice For Documentary Credit (UCPDC) Revisi 600 Dalam Tinjauan Ekonomi Islam. Nisbah: Jurnal Perbankan Syariah, 1(1), 23-37.

Atmaja, G. M. W., Aryani, N. M., Utari, A. A. S., & Griadhi, N. M. A. Y. (2018). Sikap Mahkamah Konstitusi Mengenai Keberlakuan Perjanjian Internasional dalam Hubungannya dengan Hukum Nasional. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana        Master        Law        Journal),        7(3),        329-342.

https://doi.org/10.24843/JMHU.2018.v07.i03.p05

Cahyandi, K. (2018). “Peranan Bank dalam Transaksi Perdagangan Internasional melalui Mekanisme Pembayaran LC pada PT Juifa International Foods Cilacap”, Jurnal Saintara, 8-16.

Harahap, M. Y. (2018). Letter Of Credit Sebagai Jaminan Pembayaran Perdagangan Internasional Di Indonesia (Tinjauan Tentang Perdagangan Mekanisme Dan Penerapannya). ISLAMIC BUSSINESS LAW REVIEW, 1(1), 60-77.

Harianto, D. (2016). Asas Kebebasan Berkontrak: Problematika Penerapannya Dalam Kontrak Baku Antara Konsumen Dengan Pelaku Usaha. Jurnal Hukum Samudra Keadilan, 11(2), 145-156.

Lestari, A. A. A. (2016). Perjanjian Baku Dalam Jual Beli Kredit Sepeda Motor Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana        Master        Law        Journal),        5(2),        337-352.

https://doi.org/10.24843/JMHU.2016.v05.i02.p09

Muaziz, M.H. & Busro, A. (2015). “Pengaturan Klausula Baku dalam Hukum Perjanjian untuk Mencapai Keadilan Berkontrak”, Jurnal Law Reform, Magister Ilmu Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang.

Muaziz, M. H., & Busro, A. (2015). Pengaturan Klausula Baku dalam Hukum Perjanjian untuk Mencapai Keadilan Berkontrak. LAW REFORM,  11(1),  74-84.

https://doi.org/10.14710/lr.v11i1.15757

Priyono, E. A. (2017). Peranan Asas Itikad Baik Dalam Kontrak Baku (Upaya Menjaga Keseimbangan bagi Para Pihak). Diponegoro Private Law Review, 1(1), 13-22.

Roeroe, S. (2013). Perlindungan Terhadap Bank Dalam Transaksi Perdagangan Dengan Menggunakan Sarana Letter of Credit/Lc. Jurnal Hukum UNSRAT, 21(3), 24-32.

Sinaga, N. A., & Zaluchu, T. (2018). Peranan Asas Keseimbangan Dalam Mewujudkan Tujuan Perjanjian. Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara, 8(1), 38-56.

Sri Suryaningsih, N. (2012). Perlindungan Hukum Bagi Pemohon Kredit dengan Mengacu Pada Asas Keseimbangan Antara Pelaku Usaha (Bank) dan Konsumennya (Pemohon Kredit). Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master             Law             Journal),              1(1).              1-15.

https://doi.org/10.24843/JMHU.2012.v01.i01.p04

Susanto, S. (2017). Perjanjian Kredit yang Dibuat Secara Baku Pada Kredit Perbankan Dan Permasalahan Pilihan Domisili Hukum Penyelesaian Sengketa (Studi Kasus Pada Bank Sumut Cabang Jakarta Pusat). Jurnal Surya Kencana Dua Dinamika Masalah Hukum Dan Keadilan, 4(1).

Thalib, P. (2011). Mekanisme Lalu Lintas Pembayaran Luar Negeri Dalam Kegiatan Ekspor           Impor.           Yuridika,           26(3),           259-274.

http://dx.doi.org/10.20473/ydk.v26i3.278

Utami, I. P. A., Djuwityastuti, D., & Adiastuti, A. (2016). Letter of Credit (L/c) Sebagai Cara Pembayaran Transaksi Perdagangan Internasional Dalam Kerangka ASEAN Economic Community. Privat Law, 4(1), 63-71.

Website/lain-lain

Westra, K. Implementasi Asas Keseimbangan Dalam Pengaturan Kontrak Baku Perspektif         Kegiatan         Bisnis.         Retrieved         from

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/84791e0d37d16ddc7 b9b29c4e290f09a.pdf

281