Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor: Studi Kritis Empiris di Daerah Khusus Istimewa Jakarta
on
Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor: Studi Kritis Empiris di Daerah Khusus Istimewa Jakarta
Maulana Ghiffahri Jainuri1
1Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia, E-mail : [email protected]
Info Artikel
Masuk: 20 Desember 2018
Diterima: 7 Agustus 2019
Terbit: 30 September 2019
Keywords:
Vehicle Taxes; Jakarta’s Vehicle Act; Singapore Policy tax vehicle-related
Kata kunci:
Pajak Kendaraan Bermotor; Peraturan DKI Jakarta tentang Kendaraan Bermotor; Kebijakan Singapura yang berkaitan dengan pajak kendaraan bermotor
Corresponding Author:
Maulana Ghiffahri Jainuri, Email : [email protected]
DOI:
10.24843/JMHU.2019.v08.i03. p04
Abstract
Based on DKI Jakarta Regulation No. 2 Of 2015 On Vehicle Tax, the rider obligate to pay taxes to the Government of DKI Jakarta, All specifications are at different law including the payment method. While the laws are changing year to year depending on markets, is that what called infectivity of law. Unplumming of the rate of people paying taxes in DKI Jakarta makes governor have amnesty such as a free fine to those paying taxes. The purpose of this research is to bring you an insight of the unscattered regulations in DKI Jakarta on vehicle tax. As if we can get you through this research, we may give you some clue on how good to pay taxes. This research uses the statue approach and comparative approach. Statue approach is used to deliberate the laws systematically while comparative approach makes you slide on to Singapore tax law/policy regarding vehicle tax. The result of this research found that the laws of DKI Jakarta on vehicle tax are overlapping while the toughness of mechanism and doubled-penalty Singaporean would have as if doesn’t pay taxes.
Abstrak
Berdasarkan Peraturan Daerah Ibukota Jakarta Nomor 2 Tahun 2015 atas Perubahan Peraturan daerah Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Kendaraan Bermotor pengendara wajib membayar pajak sesuai dengan jenis kendaraan masing-masing kepada pemerintah daerah DKI Jakarta. Ketentuan mengenai besaran tarif erta mekanisme pembayaran dapat dilihat di dalam peraturan yang berbeda. Adapun aturan hukum terkait dengan pajak kendaraan bermotor selalu berubah tiap tahunnya, mengikuti dinamika pasar yang ada. Apakah hal ini dapat dikatakan sebagai inefektivitas hukum. rendahnya warga DKI Jakarta membuat aparat penegak memberikan “amnesty” kepada para wajib pajak, diantaranya pemotongan denda secara berkala. Tujuan studi ini bertujuan untuk memberikan pandangan terkait dengan fenomena tumpang-tindih peraturan pajak kendaraan bermotor yang berada di wilayah DKI Jakarta, sehingga dapat memberikan pandangan secara komprehensif terhadap masyarakat selaku wajib pajak untuk membayar pajak. Studi ini menggunakan penelitian yuridis normatif dengan melakukan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan perbandingan hukum (comparative approach). Adapun dalam statue approach akan dijabarkan secara sistematis dan komprehensif akan peraturan pajak kendaraan bermotor DKI
Jakarta. Sedangkan akan dilakukan perbandingan hukum terhadap Undang-Undang Pajak Singapura untuk kemudian dilihat akan lapisan tiap-tiap aturan hukum pajak. Hasil studi menemukan rendahnya ketaatan bayar pajak di DKI Jakarta serta adanya overlapping diantara aturan. Sementara di Singapura ditemukan kewajiban penalti yang tinggi bagi wajib pajak apabila tidak membayar dan mekanisme serta biaya yang tinggi untuk mendapatkan hak milik atas kendaraan.
-
1. Pendahuluan
Otonomi Daerah sebagai pemberian otonomi atas implementasi asas desentralisasi harus diyakini mampu mencegah terjadinya disintegrasi bangsa. Bahkan, Idealnya otonomi daerah dapat menciptakan pembangunan daerah yang berasaskan keadilan, namun perlunya kewaspadaan.1 Tidak hanya menjanjikan kemakmuran dan kemandirian daerah, adanya ancaman kehendak egosentris layaknya “ke-aku-an” yang dapat mengakibatkan perpecahan baik secara vertikal maupun horizontal, bahkan ada yang menjurus kepada pemaksaan kehendak untuk mencapai tujuan dengan isu yang terpisah dari konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).2 Makna otonomi daerah sejatinya adalah mendekatkan pemerintah selaku pemberi pelayanan terhadap warga negaranya sehingga adanya upaya feedback yang harus terjadi, hak dan kewajiban berperan penting, sehingga dapat dikatakan adanya hubungan hukum antara pemerintah dengan warga negara selaku wajib pajak.3
Adanya pengalaman Indonesia terhadap krisis yang dilalui mengakibatkan adanya metode integrasi nasional hanya berupa suatu paksaan atau ‘tekanan’ yang tinggi yang dialami oleh bangsa kita.4 Dengan adanya berbagai macam tuntutan yang selalu terjadi pada tiap-tiap daerah di Indonesia, maka hal ini tidak lepas dari ketimpangan nyata yang terjadi diantara wilayah kota-daerah di Indonesia yang berkesinambungan antara pemerintah pusat dan daerah selama ini. Adanya lima alasan untuk menjabarkan mengenai fenomena ini.5
Pertama kesenjangan pendapatan antar daerah sangat besar. Sebagai contoh Jakarta dengan tingkat pendapatan daerahnya yang relatif tinggi dikarenakan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapitanya juga cukup baik, sementara daerah seperti bengkulu sangat tertinggal. Kedua, kesenjangan investasi antara Pertama kesenjangan pendapatan antar daerah sangat besar. Sebagai contoh Jakarta dengan tingkat pendapatan daerahnya yang relatif tinggi dikarenakan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapitanya juga cukup baik, sementara daerah seperti bengkulu sangat tertinggal. Kedua, kesenjangan investasi antar daerah cukup besar. Sebagai contoh
kegiatan investasi pada masa pemerintahan Soeharto hanya berkonsentrasi pada pulau Jawa. Ketiga, Pemusatan industri di Jawa, dikarenakan pembangunan infrastruktur, pelayanan dan sistem birokrasi terpusat, adanya insentif investasi lebih banyak dikucurkan pada proyek-proyek yang berada di pulau Jawa. Keempat, pendapatan daerah dikuasai pusat. Sehingga dapat dikatakan adanya sifat dependensi yang dimilki daerah terhadap pusat, dikarenakan pusat mengontrol semuanya. Kelima, net negative transfer yang tinggi. Salah satu faktor yang mendukung melebarnya kesenjangan regional adalah adanya ketimpangan dalam alokasi kredit.
Hal ini selaras dengan apa yang diidamkan oleh John locke akan tujuan hukum sendiri yang dimana manusia mempuyai hak-hak ilmiah.6 Ke alam dunia menurut john locke, manusia telah dilekati oleh hak-hak yang ada. Namun menurut cendekiawan hukum alam ini, hak yang dilekat sangan susah untuk diterapkan dikarenakan perbedaan kepentingan yang dimiliki oleh manusia. Idealnya menurut locke, manusia lalu menyelenggarakan perjanjian masyarakat untuk membentuk masyarakat lalu Negara. Dalam perjanjian itu orang-orang menyerahkan hak-hak almiahnya kepada masyarakat tetapi tidak semuanya. Masyarakat ini kemudian menunjuk seorang penguasa dan kepada penguasa ini kemudian diberikan wewenang untuk menjaga dan menjamin terlaksananya hak-hak asasi manusia. hal ini yang dinamakan dengan kontrak sosial.7 Sehingga pajak dapat dikatakan sebagai alat utama pemerintah sebagai penyeimbang alam sebagaimana john locke mendambakan bahwa hukum seyogyanya memberikan kedamaian.8
Seiring dengan perubahan tata kelola pemerintahan Indonesia menjadi “otonomi daerah” melalui ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 jonto Undang-Undang Nomor 9 tahun 2015, maka dimaksudkan di sini bahwa pemerintah akan lebih memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui sistem pemerintahan daerah. Dikatakan demikian, sebenarnya masyarakat menghendaki adanya pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada rakyat yang dibiayai oleh pajak.9
Lebih lanjut lagi, aturan mengenai pajak termuat di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 atas perubahan keempat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan atau yang dimaksud dengan “Undang Undang KUP”. Adapun di dalam Hukum Pajak dibedakan pula apa yang dimaksud dengan ketentuan hukum formil dan ketentuan hukum materiil. Dalam kaitannya Hukum Pajak membaginya demikian, dikarenakan Hukum Pajak menegaskan hubungan hukum dalam suatu aturan hukum antara pemerintah dengan wajib pajak (masyarakat).10 Hukum Pajak Materiil memuat norma-norma yang menerangkan
antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak sebagai suatu objek hukum, individu atau warga negara sebagai subjek hukum, besaran nominal tarif pajak, segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak. Sebagai contoh adanya Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh), Undang-Undang Bea Materai dsb. Sementara itu, Hukum Pajak Formil memuat bentuk/ tata cara untuk mewujudkan hukum materil menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materil). Hukum ini memuat antara lain:
-
a. prosedur teknis penetapan suatu utang pajak.
-
b. Hak fiskus untuk dalam hal monitoring terhadap para subjek hukum pajak mengenai keadaan, dan peristiwa yang menimbulkan tagihan pajak.
-
c. Kewajiban Wajib Pajak misalnya menyelenggarakan pelaporan, dan hak-hak wajib pajak misalnya mengajukan keberatan atau banding
Kemudian, untuk melaksanakan amanat dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah atau yang disebut dengan “UU Pemerintahan Daerah” maka adanya Undang-Undang mengenai pajak daerah yang diterbitkan melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah atau yang disebut dengan “UU Pajak Daerah”.
DKI Jakarta merupakan provinsi sekaligus sebagai Ibukota Indonesia. Adanya sistem pemerintah pusat serta berbagai macam kegiatan perekonomian secara pusat juga digerakkan di provinsi ini. Dengan iklim investasi yang begitu menjanjikan tidak tertutup puyla apabila masyarakat terutama tidak hanya warga Jakarta untuk berbondong-bondong mencari pekerjaan di Ibukota ini. Bahkan di dalam memudahkan manajemen daerah adanya berbagai macam pelayanan transportasi publik lintas provinsi yang terjaring diantara tiga provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten. Seperti Kereta Rel Listrik (KRL), Namun, ada juga masyarakat yang lebih nyaman menggunakan transportasi publik. Mobil dan Motor merupakan efisiensi kendaraan yang paling bagus bila berada di ibukota. Bahkan, Warga non-DKI pun berubah status kependudukan dan berdomisili tetap di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Fenomena sosial seperti hal ini akan mengakibatkan jalanan publik akan penuh dengan transportasi pribadi dimana tingkat pembangunan jalan di Jakarta pun cenderung tetap dan tidak lebih baik.11
Polda Metro Jaya mencatat, pada tahun 2009, jumlah kendaraan yang tertulis berada pada wilayah Jakarta saja sudah mencapai angka 6.688.913 buah (2.355.354 mobil dan 4.333.559 motor) dengan angka tingginya kepemilikan pada setiap harinya sebesar 1.163 sedangkan jumlah kendaraan bermotor yang berada dalam wilayah hukum Polda Metro Jaya yakni (Jakarta– Depok–Tangerang–Bekasi) mencapai 10.494.689 buah (2.976.591 mobil dan 7.518.098 motor) dengan angka kenaikan populasi kendaraan 2.320 per hari.12
Tentunya volume kendaraan besar pun turut berkontribusi di dalam perbaikan jalan, pemerintah dapat menarik melalui pajak kendaraan maupun pajak jalan raya. Dari
sekian banyaknya yang termasuk dalam kategori pajak daerah, pajak yang sumber pendapatannya cukup besar adalah pajak kendaraan bermotor jenis pajak ini dapat digolongkan sebagai salah satu barang mewah.13
Ada dua fungsi pajak, yaitu: Fungsi budgeting yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran, dan Fungsi ruling yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur kebijakan pemerintah terutama dalam aspek sosial dan ekonomi.14 Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah yang digunakan untuk household financing daerah itu sendiri. Sedangkan pajak daerah terdiri atas: pertama, pajak provinsi, contoh: Pajak Rokok, Pajak Air Permukaan, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. Dan kedua, Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Reklame, Pajak Air Tanah, Pajak Penerangan Jalan.
Seperti yang telah tertulis di Pasal 1 ayat (12) Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah tentang definisi pajak kendaraan bermotor adalah:
“Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor”.
Sedangkan Kendaraan Bermotor pada pasal 1 angka (13) yang dimaksud dengan segala kendaraan bermotor yang digunakan di semua jenis jalanan darat yang menghasilkan suatu daya energi sehingga dapat bergerak di daratan, termasuk alat-alat berat dan besar serta pelekatannya dapat bersifat permanen maupun tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang beroperasi di air.
Seperti yang diketahui yang dimaksud Pajak Kendaran Bermotor (PKB) pada intinya adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaran yang berada di jalan darat maupun yang berada di air. Seyogyanya masyarakat di dalam memberikan bentuk ucapan ‘terima kasih’ yang diberikan oleh pemerintah dapat dilakukan salah satunya dengan upaya ketepatan waktu pembayaran pajak. Adapun alasan pengenaan PKB pun telah temuat di dalam Peraturan Daerah masing-masing provinsi. Tentunya dengan adanya penerimaan pajak maka akan menghasilkan keuntungan tersendiri bagi pendapatan daerah melalui mekanisme PAD nya.15
Namun, permasalahan timbul dikarenakan warga yang tidak patuh akan pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor khususnya yang berpelat nomor Wilayah DKI Jakarta.16 Pemprov Jakarta melalui Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pajak Kendaraan Bermotor memberikan payung hukum agar salah satu yang dimaksud terkait dengan kewajiban warga DKI Jakarta dapat terayomi dengan baik. Adakah hambatan yang terjadi dari segi aturan hukum yang dapat mengakibatkan ketidakpatuhan para wajib pajak. Lalu adakah solusi yang ditawarkan dari hal itu akan dibicarakan lebih lanjut dalam penulisan ini.
Singapura sebagai negara tetangga Indonesia selalu diberitakan dengan polusi udara kendaraannya yang minim bahkan se Asia Tenggara.17 Pemerintah Singapura menghendaki warganya memanfaatkan transportasi umum. Kebijakan ini didukung dengan harga mobil yang tinggi. Misalnya Toyota Alphard 2.5 di Indonesia harganya mulai dari Rp900 juta hingga Rp1 miliar. Jika dijual di Singapura, harganya dapat mencapai lebih dari Rp. 2 miliar. Tak hanya harga kendaraan yang mahal di Singapura, pengeluaran setelah membeli sebuah mobil pun akan tinggi.18 adanya fakta demikian mengindikasikan bahwa adanya juga unsur hukum dalam hal ini hukum pajak terhadap kendaraan bermotor yang berada di Singapura. Sebagai contoh kecil pajak bermotor di Singapura dihitung per- setengah tahun sekali dan satu tahun yang dimana besarannya berbeda-beda.19
Oleh karenanya dengan adanya demikian maka di sini akan dipaparkan lebih lanjut mengenai perbandingan hukum sekilas terkait dengan Pajak dan aturannya yang berada di Singapura di dalam mengatasi segala permasalahannya khususnya yang berkenaan dengan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan dapat dijadikan contoh akan implementasi Pajak Bermotor di Indonesia.
Penelitian hukum ini bertujuan untuk memberikan pandangan terkait dengan fenomena tumpang-tindih peraturan pajak kendaraan bermotor yang berada di wilayah DKI Jakarta, sehingga dapat memberikan pandangan secara komprehensif terhadap masyarakat selaku wajib pajak agar dapat memahami kembali status kewajibannya selaku warga negara untuk terus sigap di dalam membayar pajak khususnya Pajak Kendaraan Bermotor.
-
2. Metode Penelitian
Artikel ini menggunakan penelitian yuridis normatif dengan melakukan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan perbandingan hukum (comparative approach).20 Adapun yang disebut pendekatan perbandingan hukum tidak perlu melihat mengenai susunan tata norma hukum diantara kedua sistem hukum namun bisa juga melihat pada segi substansi hukum saja terhadap dua negara tersebut, dalam ini adalah Singapura di dalam pemberlakukan kebijakan Pajak Kendaraan bermotor.
Adapun bahan hukum yang digunakan adalah perundang-undangan Indonesia, termasuk di dalamnya Peraturan Daerah DKI Jakarta terkait dengan Pajak Kendaraan Bermotor dan ketentuan Kebijakan Singapura terkait dengan Pajak Kendaraan Bermotor. Dengan adanya dokumen-dokumen hukum baik di kedua Negara, Indonesia maupun Singapura.
Undang-Undang Pajak Daerah di dalam aturannya adanya pelimpahan wewenang yang ditujukan di dalamnya terkait dengan Pajak Kendaraan Bermotor. Di dalam pasal 6 ayat 5 tertulis:
“Tarif Pajak Kendaraan Bermotor ditetapkan dengan Peraturan Daerah.”
Dengan adanya klausula yang tertulis di dalam Undang-Undang Pajak Daerah dapat diketahui bahwa adanya pelimpahan wewenang atribusi yang diberikan oleh undang-undang kepada pemerintah daerah di dalam menagih Pajak Kendaraan Bermotor kepada para wajib pajak sebagai salah satu urusan pemerintah daerah. Adanya pelimpahan wewenang tersebut diakomodir dalam Peraturan Daerah, salah satunya pada wilayah DKI Jakarta melalui Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2015 atas Perubahan Peraturan daerah Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Kendaraan Bermotor.
Kemudian mengenai dasar pengenaan tarif Pajak Kendaraan Bermotor yang diatur di dalam Undang-Undang Pajak Daerah mengatur mengenai alasan pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor. Yang pertama adalah Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) dan yang kedua adalah nilai yang mencerminkan secara relatif tidaknya kerusakan pada jalan dan/atau pencemaran lingkungan akibat kendaraan bermotor.21 Adapun mengenai ketentuan NJKB atas pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor diatur dengan ketentuan yang berbeda pada tiap tahunnya di wilayah Provinsi DKI Jakarta.
Kemudian di dalam Pasal 5 ayat (9) Undang-Undang Pajak Daerah memuat penghitungan terkait dengan besar kecilnya tarif pajak kendaraan bermotor yang dimana harus adanya persetujuan atau pertimbangan dengan Menteri Keuangan dikonkretkan dalam bentuk Peraturan Menteri Dalam Negeri dalam hal penetapannya, Dalam wilayah DKI Jakarta ini maka ketentuan mengenai pengenaan Tarif Pajak Kendaraan Bermotor mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 tahun 2018 tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Tahun 2018. Dimana di dalamnya mengatur secara spesifik jenis kendaraan bermotor yang dapat dikenakan pajak di dalam peraturan ini. di dalam pasal 18 Permendagri ini diatur secara spesifik kembali mengenai NJKB dengan pembuatan sebelum tahun 2018. Pasal 18 Permendagri ini tertulis mengenai dengan nilai jual suatu kendaraan bermotor yang terdaftar di kota Jakarta bahwa di dalam hal penetapannya melalui Peraturan Gubernur.
Sebelum beranjak pada peraturan gubernur yang dimaksud, lalu bagaimanakah dengan korelasinya dengan Perda Pajak Kendaraan Bermotor DKI Jakarta tahun 2015, apakah tidak ada norma yang mengatur mengenai hal demikian yaitu tarif pengenaan PKB DKI Jakarta. Menilik pada ketentuan pasal 6 ayat (9) di dalamnya tertulis:
“Penghitungan dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (8) dinyatakan dalam suatu tabel yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri setelah mendapat pertimbangan dari Menteri Keuangan”.
Selain itu di dalam Perda DKI Jakarta tentang PKB diatur mengenai persenan kepemilikan kendaraan bermotor atas orang pribadi dengan kepemilikan pertama dan kepemilikan kedua, ketiga dan seterusnya berbeda persentase pajaknya. Seperti contoh kepemilikan pertama sebesar 1.5% serta kedua sebesar 2%. Dan ketentuan ini yang melambangkan sekali lagi perwujudan tarif pajak yang bersifat progresif.
Rupanya terkait dengan Pengenaan tarif pajak, Peraturan Daerah DKI Jakarta tentang PKB juga mengamanatkan adanya pengenaan tarif yang dibebankan kepada hierarki perundang-undangan yang berada di bawahnya dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri. Namun, permasalahan pun timbul apabila Undang-Undang mengamanatkan demikian kepada Permendagri serta pun Peraturan Daerah kepada Permendagri, bukankah semacam hal ini adanya tumpang tindih wewenang. Hal ini merupakan elaborasi hukum yang ditemukan terkait dengan tumpang tindih peraturan daerah DKI Jakarta terhadap pengenaan tarif PKB.
Kemudian menilik pada ketentuan peraturan gubernur yang dimaksud, adalah Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 38 Tahun 2018 tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Pembuatan Sebelum Tahun 2018 untuk Tahun Pajak 2018. Pada pasalnya dijelaskan lebih lanjut terkait dengan penerimaan bobot NJKB yang disesuaikan dengan batas toleransi atas kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan.
Terkait dengan nilai NJKB ditetapkan dengan Harga Pasaran Umum atas kendaraan bermotor pada minggu pertama bulan Desember tahun sebelumnya. Kemudian pengenaan tarif NJKB dirumuskan dengan formula sebagai berikut:
-
a. “dalam hal diperoleh Harga Kosong (Off The Road), NJKB ditetapkan sebelurn dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, dengan rumus NJKB = (HPU Off The Road-Pajak Pertambahan Nilai); dan
-
b. dalam hal diperoleh Harga Isi (On The Road), NJKB ditetapkan sebelum dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, PKB dan BBN-KB, dengan rumus NJKB On The Road = (HPU On The Road-(Pajak Pertambahan Nilai + BBN-KB + PKB)).
Lalu kemudian kita melihat kepada peraturan gubernur sebelumnya terkait dengan tarif pengenaan PKB DKI Jakarta pada tahun 2017. Yang dimaksud peraturan hukum tersebut adalah Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 81 Tahun 2017 tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Tahun Pajak 2017 Untuk Kendaraan Bermotor Tahun Pembuatan 2017.
Aturan terkait dengan pengenaan tarif PKB pun dirumuskan di dalam pasal 5 ayat (2) yang berbunyi:
-
a. dalam hal diperoleh Harga Kosong (Off The Road), NJKB ditetapkan sebelum dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, dengan rumus NJKB = (HPU Off The Road-PPN); dan
-
b. dalam hal diperoleh Harga Isi (On The Road), NJKB ditetapkan sebelum dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, PKB dan BBN-KB, dengan rumus NJKB On The Road = (HPU On The Road- (PPN+PKB)).
Dilihat dari kedua norma yang terdapat pada dua peraturan gubernur tentang tarif pengenaan PKB (rumus hitung tarif) adalah sama dan tidak ada perbedaan sama sekali, lalu muncul pertanyaan apakah kemudian perbedaan peraturan 2018 dengan peraturan 2017 sehingga setiap tahun dikeluarkan peraturan gubernur lagi atas tarif pengenaan PKB.
Bila kita lihat lebih jeli adanya aturan pada Peraturan Gubernur terkait dengan penetapan PKB melalui NJKB pada pasal 5 ayat (1) tertulis:
“NJKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, ditetapkan berdasarkan HPU atas Kendaraan Bermotor pada minggu pertama bulan Desember tahun sebelumnya”.
Sedangkan pada tahun 2017, Pergub DKI Jakarta di dalam pasal 5 ayat (1) tertulis:
“NJKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, ditetapkan berdasarkan HPU atas Kendaraan Bermotor pada minggu pertama bulan Desember Tahun 2016”.
Di sini kita lihat bahwa sekali lagi adanya pembuktian tarif pajak bersifat progresif dibuktikan pada aturan Peraturan Gubernur DKI Jakarta ini pengenaan PKB yang didasarkan atas NJKB pun berbeda beda tiap tahunnya dikarenakan nilai NJKB pada kendaraan bermotor pun berbeda-beda tiap tahunnya. Padahal dengan adanya peningkatan tarif pajak dapat menambah potensi penerimaan Pajak ALokasi Daerah (PAD), juga ditujukan untuk mengurangi tingkat kepadatan populasi di jalanan di ibu kota.22 Dengan pelekatan tarif pajak yang semakin tinggi, diharapkan masyarakat sebagai wajib pajak dapat memahami esensi akan akan suatu kendaraan apalagi terkait dengan aturan hukumnya dalam hal pajak. Jikalau berani mengorbankan sesuatu seperti contoh mobilitas yang padat, maka warga pun juga sudah cukup tahu akan kosekuensinya untuk tetap taat membayar pajak kendaraan atau pun pajak jalan. Karena sebagaimana kita tahu, pajak merupakan salah satu penopang terbesar negara dan bagi pajak daerah hal tersebut akan masuk kedalam pundi-pundi kas daerah.23
Namun dengan demikian, apakah pernyataan tersebut berbanding lurus ataukah berbanding terbalik dengan tingkat kepatuhan masyarakat akan wajib pajaknya khususnya masyarakat Ibu Kota Provinsi DKI Jakarta akan tarif Pajak Kendaraan Bermotor. Setelah dianalisa adanya beberapa permasalahan dan kecenderungan tarif pajak progresif yang harus diatur melalui peraturan perundang-undangan pada tiap tahunnya khusus terkait dengan NJKB atas Tarif Pajak Kendaraan Bermotor, apakah masyarakat tetap tahu dan patuh akan ketentuan yang demikian.
Padahal adanya Asas Fiksi Hukum beranggapan bahwa ketika suatu peraturan perundang-undangan saat diundangkan maka setiap orang terhitungnya dianggap tahu (presumption iures de iure) dan aturan tersebut berlaku kepada semua warga negara, terikat dan tidak dapat dirinya keluar dari belenggu asas hukum (ignorantia jurist non excusat).24 Adapun asas ini melekat konkret pada norma hukum yang
termuat di dalam dogmatika berupa Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-Udangan.
Adanya ketidakpatuhan wajib pajak ini dapat dilihat dari pemerintah Indonesia berupaya untuk menimbulkan kesadaran hukum warganya untuk taat pajak mulai dari Gubernur DKI Jakarta membuat suatu solusi, yaitu adanya pengumuman daftar penunggak pajak mobil mewah.25 Selain itu adanya ketentuan terkait ‘Pemutihan Pajak’ yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi DKI kepada Warga DKI dengan harapannya untuk segera melapor dan membayarkan pajak berupa penghapusan denda telat Pajak Kendaraan Bermotor.26
Kemudian adanya pengenaan ketentuan ‘Tax Amnesty’ yang dua tahun kemarin dirilis oleh Kementerian Keuangan melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak sebagai salah satu indikator atas ketidakpatuhan masyarakat Indonesia terhadap lapor pajak. Dalam ketentuan Undang-Undang Tax Amnesty, para wajib pajak hanya diwajibkan untuk melapor saja, data-data kekayaan yang selama ini Warga Negara ada meliputi aset yang berada di wilayah Indonesia maupun diluar yurisdiksi Indonesia, termasuk pelaporan aset perusahaan yang terpisah entitasnya dengan pengurus. Sehingga dapat dikatakan Tax Amnesty adalah bentuk upaya pemerintah untuk menguatkan pondasi negara dari pajak serta esensi kepatuhan wajib pajak itu sendiri.27
Namun, dilihat dari prinsip keadilan, pengampunan pajak justru menjadi solusi yang pas untuk mengurangi free rider yang selama ini adalah biang dari ketidakpatuhan wajib pajak dengan baik di dalam membayar pajak, tetapi turut merasakan hasil pertumbuhan dan pengembangan ekonomi dari pajak. Sehingga dari sisi keadilan, solusi berupa pemberian kesempatan terakhir bagi free rider harus menjadi salah satu fokus utama.28
Berdasarkan riset yang dikemukakan, Penyebab ketidakpatuhan pajak adalah sistem perpajakan yang mencakup semua tatanan yang berhubungan dengan pelaksanaan pajak termasuk di dalamnya aturan-aturan hukum pajak beserta dengan sanksi baik administrasi maupun lainnya yang belum berjalan dengan baik, mental aparat pajak dan kemampuan membayar wajib pajak oleh wajib pajak yang berhubungan dengan kondisi perekonomian wajib pajak.29 Lebih lanjut lagi ketidaksinkron aturan hukum dapat dijadikan faktor esensi terkait ketidakpatuhan wajib pajak.30
Oleh karenanya perlu dilakukan adanya studi perbandingan hukum sebagai bentuk penelitian hukum.31 Sehingga dapat diketahui adanya pencerahan terkait dengan rumusan masalah yang dihadapi dalam hal ini akan dijabarkan sekilas mengenai aturan hukum pajak khususnya PKB di Singapura dengan korelasinya kepatuhan masyarakat Singapura terhadap wajib Pajak Kendaraan Bermotor.
Perlu diketahui bahwa ketentuan mengenai Kebijakan pajak yang berhubungan dengan lingkungan termasuk di dalamnya Polusi tidak ada.32 Namun, acuan mengenai pengenaan tarif terhadap Pajak Kendaraan Bermotor adalah ekstensif dan komprehensif walaupun Singapura mempuyai Income Tax Act Ordinance 39 of 1947.33 Kemudian lebih lanjut di Singapura adanya ketentuan yang dinamakan ‘Road Tax’ yang dibebankan kepada pengemudi yang dimana dibayarkan sebelum kendaraan tersebut jalan di jalanan Singapura.34 Ketentuan pajak jalan yang berada di Singapura dijalankan selama enam bulan sekali atau berkala tahunan.35
Selain itu di Singapura bagi warganya untuk dapat memiliki suatu kendaraan bermotor, pertama-tama mereka harus mempuyai suatu dokumen resmi dan valid yang bernama ”Certificate of Entitlement” yang dimana sertifikat ini harus diregsitrasikan ulang atau divalidasikan ulang setiap 10 tahun sekali.36 Jika tidak maka kendaraan akan dianggap hangus. Tentunya dengan adanya sertifikat ini warga harus melakukan banyak pembayaran terutama pajak terkait dengan kepemilikan kendaraan bermotor.
Jika sudah berhasil dengan kepemilikan COE maka juga harus membayar pajak apabila ingin kendaraannya berkendara di jalanan Singapura yang terdiri dari Registration Fee, Additional Registration Fee, Preferential Additional Registration Fee, Excise Duty, Road Tax and Special Tax.37 Selanjutnya adanya pajak yang berkaitan dengan emisi karbon yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor yang bernama Carbon Emissions- Based Vehicle Scheme (CEVS).38 Selain itu adanya larangan emisi karbon yang
dikeluarkan ke lingkungan dengan kadar setara dengan 160 g/km atau kurang. Apabila diketahui adanya emisi karbon maka, pengemudi harus siap membayar denda sebesar S$5.000-S$20.000, pun apabila karbon yang dikeluarkan melebihi 160 g/km, maka harus membayar denda / penalti sebesar S$5.000-S$20.000.39
Sebuah data memberi gambaran bahwa untuk dapat memiliki mobil di Singapura, anda harus membayar S$104,998 per April 2017.40 Hal itu termasuk S$1,473 untuk asuransi mobil, S$621 untuk biaya pemeliharaan, S$742 Pajak Jalan serta S$2,341 untuk Isi Tangki. Selain itu, kendaraan bermotor yang berumur lebih dari 10 tahun akan dikenakan pajak lebih dihitung sejak lebih dari 10 tahun maka akan dikenakan pajak 10% dari pajak jalan, kemudian lebih dari 11 tahun maka dikenakan pajak 20% dari pajak jalan sampai lebih dari 14 tahu maka dikenakan pajak 50% dari pajak jalan.41
Hal yang demikianlah yang menyebabkan warga Singapura lebih memilih menggunakan transportasi publik daripada kendaraan pribadi. Tentunya selain banyak faktor yang mempengaruhi, studi mengungkapkan 6 dari 10 warga Singapura menggunakan transportasi publik dalam berkegiatan atau bekerja.42 Bahkan digambarkan bahwa dengan uang sebesar S$ 12.000 dapat dijadikan suatu biaya perjalanan wisata mewah warga Singapura ke luar negeri dengan komparasi memiliki sebuah mobil, dengan cicilan sebesar 7 tahun.43
Adanya pengaruh sosial yang mampu mempengaruhi ketaatan wajib pajak di Singapura. Pepatah mengatakan apabila lingkunganmu baik, maka kamu pun akan baik merupakan benar adanya.44 Adanya pengaruh sosial menentukan kepribadian kita terhadap kepatuhan akan pembayaran pajak itu sendiri. Adanya faktor-faktor selain itu diantaranya norma dan budaya sekitar juga berpengaruh besar, dan hal ini dapat direalisasikan dengan melalui hubungan sikap sosial dengan ketaatan wajib pajak.45 Namun hal ini juga yang menyebabkan kadar kepatuhan taat pajak antar negara berbeda dikarenakan proses sosial dengan dipengaruhi oleh norma dan budaya lokal menentukan bagaimana sikap individu akan ketaatannya di dalam membayar pajak.46
-
4. Kesimpulan
Adanya penerapan pajak kendaraan bermotor sebelum kepemilikan itu terjadi dan berjalan di jalanan yang termuat dalam “Certificate Of Entitlement” yang dianut dalam kebijakan Singapura merupakan contoh yang baik untuk dapat menekan para wajib pajak di dalam menggunakan kendaraan pribadi, selain itu faktor eksternal pun juga turut dipertimbangkan, seperti pendayagunaan transportasi publik maupun konsep eco friendly pada jalanan khususnya jalanan Ibu Kota, DKI Jakarta. Degan adanya kemudahan yang pemerintah berikan kepada masyarakat diharapkan adanya tingkat “lega” tersendiri bagi masyarakat di dalam membayar PKB yang selalu sering menggunakan jalanan publik. Akhir kata, apabila pengaruh sosial yang baik akan memberikan dampak positif terhadap perilaku individu. Hal ini dapat diproyeksikan kepada tingkat kepatuhan masyarakat DKI Jakarta di dalam membayar pajak yang semakin baik. Khususnya di dalam penggunaan jalanan wajib hukumnya untuk membayar pajak kepada pemerintah melalui skema PKB beserta sistemnya.
Daftar Pustaka
Buku
Ismail, T. (2005). Pengaturan Pajak Daerah di Indonesia, Departemen Keuangan Republik Indonesia Badan Pengkajian Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional Pusat Evaluasi Pajak dan Retribusi Daerah. Jakarta: PT Yellow Mediatama.
Kaloh, J. (2007). Mencari bentuk otonomi daerah: suatu solusi dalam menjawab kebutuhan lokal dan tantangan global. Bandung: Rineka Cipta.
Lapera, T. (2001). Otonomi Pemberian Negara, Kajian Kritis atas Kebijakan Otonomi Daerah. Jogjakarta: Lapera Psutaka Utama.
Mahmud Marzuki, P. (2011). Penelitian Hukum, Edisi Pertama Cetakan ke-7. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Mardiasmo, M. B. A. (2011). Perpajakan (Edisi Revisi). Yogyakarta Penerbit Andi.
Marwan, M & Jimmy P. (2009). Kamus Hukum. Yogyakarta: Gama Press.
Muhammad, A. (2004). Hukum dan penelitian hukum. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti Munawir, S. (1985). Pokok-Pokok Perpajakan. Yogyakarta: Liberty.
Santoso Brotodihardjo, R. (2003). Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung: Refika Aditama, Bandung.
Jurnal
Abral, A. P., & Sujianto, S. (2017). Efektivitas Pelayanan Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor Di Kantor Samsat Pekanbaru Selatan. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau, 4(2), 1-14.
Alm, J., & Torgler, B. (2011). Do ethics matter? Tax compliance and morality. Journal of Business Ethics, 101(4), 635-651. https://doi.org/10.1007/s10551-011-0761-9
Anggraini, D. S. (2016). Efektivitas Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak dalam Rangka Meningkatkan Penerimaan Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang Selatan). Jurnal Mahasiswa Perpajakan, 8(1). 1-9.
Barter, P. A. (2005). A vehicle quota integrated with road usage pricing: A mechanism to complete the phase-out of high fixed vehicle taxes in Singapore. Transport Policy, 12(6), 525-536. https://doi.org/10.1016/j.tranpol.2005.05.004
Bobek, D. D., Roberts, R. W., & Sweeney, J. T. (2007). The social norms of tax compliance: Evidence from Australia, Singapore, and the United States. Journal of Business Ethics, 74(1), 49-64. https://doi.org/10.1007/s10551-006-9219-x
Chia, N. C., & Phang, S. Y. (2001). Motor vehicle taxes as an environmental
management instrument: the case of Singapore. Environmental economics and policy studies, 4(2), 67-93. https://doi.org/10.1007/BF03353917
Dick, H. W. (1981). Urban Public Transport: Jakarta, Surabaya and Malang Part I. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 17(1), 66-82.
https://doi.org/10.1080/00074918112331333929
Dwinanda Ardhi. (2012). ‘Tax Amnesty’, Media Keuangan. XI (103).
Dwipayana, A. A. (1999). Antara Leviathan dan Hukum Ikan. Jurnal Ilmu Sosial dan Politik, 3(2). 188-205.
Hutapea, B. (2012). Psikologi Politik Hobbesian: Analisis Teoritis tentang Basis Antroplogis Kontrak Sosial dalam Leviathan Dan Relasinya. INSAN UNAIR 14(1).
Jayanto, P. Y. (2011). Faktor-faktor ketidakpatuhan wajib pajak. Jurnal Dinamika Manajemen, 2(1). 48-61
Marry-Jean V. Yasol, (2016), Comparative Excise Taxation of Motor Vehicles in ASEAN Countries. NTRC Tax Research Journal. XXV(5).
Permandi, Y. (2012). Fungsi dan Implementasi Tarif Progresif dalam Pajak Kendaraan Bermotor”(Kajian Empiris di Provinsi DKI Jakarta). LAW REFORM, 8(1), 117136. https://doi.org/10.14710/lr.v8i1.12420
Sarah Cambliss, Anup. (2014). Oppurtunities to Reduce Vehicle Emissions in Jakarta. The International Council on Clean Transportation. Publication Number 20141210.
Sukmana, A. (2014). Policy Review on Restaurant Taxes Levied on Warung Tegal in DKI Jakarta. Bisnis & Birokrasi Journal, 17(3). 194-201.
White III, A. J. (2007). Decentralised Environmental Taxation in Indonesia: A Proposed Double Dividend for Revenue Allocation and Environmental Regulation. Journal of environmental law, 19(1), 43-69. https://doi.org/10.1093/jel/eql037
Peraturan Perundang-Undangan
Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945.
Republik Indonesia. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. UU Nomor 6 Tahun 1983, LN Tahun 193 Nomor 49. TLN Nomor 3262
Republik Indonesia. Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Distribusi Daerah. UU Nomor 28 Tahun 2009, LN Tahun 2009 Nomor 130. TLN Nomor 5049.
Republik Indonesia. Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan UU Nomor 12 Tahun 2011, LN Tahun 2011 Nomor 82. TLN Nomor 5234.
Republik Indonesia. Peraturan Daerah tentang Pajak Kendaraan Bermotor, Perda DKI Jakarta Nomor 02 Tahun 2015, LN Tahun 2015 Nomor 102. TLN Nomor 1019.
Republik Indonesia. Peraturan Menteri Dalam Negeri Tentang tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Tahun 2018. Permendagri Nomor 5 Tahun 2018, BN Tahun 2018 Nomor 144.
Republik Indonesia. Peraturan Gubernur DKI Jakarta tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Pembuatan Sebelum Tahun 2018 untuk Tahun Pajak 2018. Pergub DKI Jakarta Nomor 38 Tahun 2018, BD Tahun 2018 Nomor 51013.
Republik Indonesia. Peraturan Gubernur DKI Jakarta tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Tahun Pajak 2017 Untuk Kendaraan Bermotor Tahun Pembuatan 2017. Pergub DKI Jakarta Nomor 81 Tahun 2017, BD Tahun 2017 Nomor 51024. TLN Nomor 4844.
Disertasi
Putra, E. (2014). Indonesian income tax in the perspective of revenues, equity, and efficiency (Doctoral dissertation, Yamaguchi University).
Taher, S. (2011). Analisis faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpatuhan wajib pajak di wilayah kecamatan Cakung (studi empiris pada wajib pajak di wilayah kecamatan Cakung). (Bachelor Skripsi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis).
Utami, A. T., & Nugroho, S. (2014). Analisis Pajak Kendaraan Bermotor dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya serta Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah di Provinsi Jawa Tengah (Doctoral dissertation, Fakultas Ekonomika dan Bisnis).
Paper/Lainnya
ABNR Jakarta.(2010). Tax Desk Book. Lex Mundi Publication.
Asher, M. G. (1999). Tax reform in Singapore (No. 91). Asia Research Centre on Social, Political and Economic Change, Murdoch University.
Weber, T. O., Fooken, J., & Herrmann, B. (2014). Behavioural economics and taxation (No. 41). Directorate General Taxation and Customs Union, European Commission.
Website
[n.a], [n.s], diakses melalui https://sso.agc.gov.sg/Act/ITA1947#pr14PA-
BPPK. (2103). Hukum Pajak Materiil dan Formil, diakses melalui https://bppk.kemenkeu.go.id/id/berita-pajak/12494-hukum-pajak-materil-dan-formil
Brand Studio,”How Much it Realyy Cost To Own A Car in Singapore” diakses melalui https://www.channelnewsasia.com/news/brandstudio/how-much-it-really-costs-to-own-a-car-in-singapore-9346730
Dian Maharani. Upaya Gubernur Anies Paksa Pemiik Mobil Mewah Taat Pajak. MSN. diakses melalui https://www.msn.com/id-id/berita/nasional/upaya-
gubernur-anies-paksa-pemilik-mobil-mewah-taat-bayar-pajak/ar-AAuGQB8
Hello Travel. 9 least polluted cities of Asia. retrieved from https://www.hellotravel.com/stories/10-least-polluted-citie-of-asia
Joko Tri Haryanto, ’Efektifitas Pajak Progresif’. Kemenkeu. diakses melalui https://www.kemenkeu.go.id/media/4466/efektifitas-pajak-progresif.pdf
Land Transport Authority. The Ministry Of Land And Transport Of Singapore,’Tax Structure for Cars’. diakses melalui
https://www.lta.gov.sg/content/ltaweb/en/roads-and-motoring/owning-a-vehicle/costs-of-owning-a-vehicle/tax-structure-for-cars.html
Ministry of Land Transport Singapore,” Certificate of Entitlement (COE)” diakses melalui https://www.lta.gov.sg/content/ltaweb/en/roads-and-
motoring/owning-a-vehicle/vehicle-quota-system/certificate-of-entitlement-coe.html
Ministry of Land Transport Singapore,’ Types of Vehicle Taxes& Fees’ diakses melalui https://www.lta.gov.sg/content/ltaweb/en/roads-and-motoring/owning-a-vehicle/costs-of-owning-a-vehicle/types-of-vehicle-taxes-and-fees.html
Pearl Lee,”More Singaporeans Take Bus,MRT t work : Government Survey” diakses melalui https://www.straitstimes.com/singapore/more-singaporeans-take-bus-mrt-to-work-government-survey
Riki Perdana Raya Waruwu,”Penerapan Asas Fiksi dalam Perma”. JDIH. diakses melalui
https://jdih.mahkamahagung.go.id/index.php?option=com_content&view=ar ticle&id=139:penerapan-asas-fiksi-hukum-dalam-perma&catid=9:kegiatan&Itemid=24
Rizky Ramadhan. (2018). ‘Menengok Suasana Pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor di Jakarta’. Tirto.id. diakses melaui https://tirto.id/menengok-suasana-
pemutihan-pajak-kendaraan-bermotor-di-jakarta-dacQ
Singapore Legal Advice,” Buying A Car in Singapore: A Comprehensive Guide” diakses melalui https://singaporelegaladvice.com/law-articles/buying-a-car-in-singapore-a-comprehensive-guide/
Surtan Siahaan,’Tax Amnesty dan Tujuannya di Indonesia’. Pajak. diakses melalui https://www.online-pajak.com/tax-amnesty-dan-tujuannya-di-indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia. (2018) retrieved from
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN/ Drs._Rahmat%2C_M.Si/ILMU_NEGARA/materi__ANALISIS_PEMIKIRAN_J OHN_LOCKE.docx
Value Champion, ”Cost of Car Ownership in Singapore 2018”, diakses melalui https://www.valuechampion.sg/costs-car-ownership-singapore
Yantina Debora,’Obsesi Singapura Menghentikan Pertumbuhan Mobil Pribadi’. Tiro.id. diakses melalui https://tirto.id/obsesi-singapura-menghentikan-pertumbuhan-mobil-pribadi-cy1d
353
Discussion and feedback