REKOMENDASI BADAN PEMERIKSA KEUANGAN UNTUK PENGUATAN TATA KELOLA KEUANGAN NEGARA YANG BAIK
on
E-ISSN 2502-3101
Jurna P-ISSN 2302-528X
Magister Hukum Udayana • Juli 2017
Vol. 6, No. 2 : 153 - 171
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
REKOMENDASI BADAN PEMERIKSA KEUANGAN UNTUK PENGUATAN TATA KELOLA KEUANGAN NEGARA YANG BAIK
Oleh:
Djatu Apriellia1
Abstract
The audit board of the republic of Indonesia (BPK) examination results in recommendations that must be followed by the public officials. Recommendations are needed for improvements in the management of financial governance. This research is normative as for the issues discussed in this research are first the follow-up monitoring arrangements on BPK recommendations and the sanctions if the recommendation is not followed by the audited entity. This legal research was conducted by examining the primary legal materials and secondary law. The results of this research show that normatively monitoring arrangements follow up on BPK recommendations currently using Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2017 which will use the information system so that the implementation of the follow-up monitoring of the audit board recommendations will be faster, more accurate, and efficient. Furthermore, if the public officials did not discharge the audit board recommendation then will be subject to administrative sanctions and criminal sanctions, but BPK has not had mechanisms and procedures for reporting to the police departement if the recommendation that has not been or is not acted upon by the audited entity.
Key words: follow up, recommendations, the audit board examination report.
Abstrak
Hasil pemeriksaan BPK menghasilkan rekomendasi yang wajib ditindaklanjuti oleh pejabat. Rekomendasi diperlukan untuk perbaikan-perbaikan manajemen dalam menciptakan tata kelola keuangan negara yang lebih baik. Penelitian ini merupakan penelitian normatif adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah pertama pengaturan pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK saat ini dan kedua sanksi apabila rekomendasi BPK tidak ditindaklanjuti oleh entitas yang diperiksa. Penelitian hukum ini dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara normatif pengaturan pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK saat ini menggunakan Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2017 yang akan menggunakan sistem informasi pemantauan tindak lanjut sehingga pelaksanaan pemantauan tindak lanjut rekomendasi BPK akan lebih cepat, akurat, dan efisien. Selanjutnya apabila pejabat tidak melaksanakan rekomendasi BPK maka akan dikenai sanksi administratif maupun sanksi pidana, namun BPK belum memiliki mekanisme dan prosedur pelaporan kepada pihak
E-ISSN 2502-3101
Jurna P-ISSN 2302-528X
Magister Hukum Udayana • Juli 2017 Vol. 6, No. 2 : 153 - 171
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL) http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu
kepolisian apabila rekomendasi BPK yang belum atau tidak ditindaklanjuti oleh entitas yang diperiksa.
Kata kunci: tindak lanjut, rekomendasi, hasil pemeriksaan, BPK.
Keuangan negara merupakan salah satu unsur pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan negara dan mempunyai manfaat yang sangat penting guna mewujudkan tujuan negara untuk mencapai masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk mencapai tujuan negara tersebut, selanjutnya melalui ketentuan Pasal 23E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara mengadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang bebas dan mandiri yang memiliki tugas dan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.2
Pemeriksaan dilakukan dalam rangka untuk mendorong tata kelola keuangan negara yang baik melalui perolehan keyakinan bahwa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau prinsip-prinsip tata kelola yang baik. Selain itu pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara dilakukan dalam rangka menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. BPK sebagai lembaga yang diberi amanat oleh konstitusi untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawa keuangan negara melaksanakan amanat tersebut dengan melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara berdasarkan standar pemeriksaan yang telah ditetapkan.
Hasil pemeriksaan BPK disampaikan kepada lembaga perwakilan yaitu Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai kewenangannya. Selain itu hasil pemeriksaan BPK juga disampaikan kepada pemerintah dan pimpinan pihak yang diperiksa (entitas) untuk menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan sesuai saran/rekomendasi BPK. Efektifitas pemeriksaan BPK pada akhirnya ditentukan sejauh mana entitas pemeriksaan melakukan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK.
Tugas BPK tidak berhenti setelah Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan diserahkan kepada entitas, tetapi akan berlanjut hingga entitas tersebut menindaklanjuti seluruh rekomendasi
Magister Hukum Udayana • Juli 2017
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
Vol. 6, No. 2 : 153 - 171
hasil pemeriksaan BPK. Komitmen entitasuntukmewujudkanakuntabilitas tidak saja diukur dari opini laporan keuangannya, tapi yang tidak kalah penting adalah komitmennya untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK, oleh karena itu, untuk menjamin rekomendasi BPK ditindaklanjuti, maka dilakukan pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan.3
Adapun secara keseluruhan sejak tahunbg2010 sampai dengan Semester I Tahun 2016, BPK telah menyampaikan sebanyak 283.294 rekomendasi kepada entitas yang diperiksa meliputi Kementerian/ Lembaga, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah senilai Rp.247,87 triliun. Hasil pemantauan tindak lanjut rekomendasi tersebut sebagai berikut: a. Telah sesuai dengan rekomendasi sebanyak 172.909 rekomendasi (61,0%) senilai Rp.55,63 triliun. b. Belum sesuai/ dalam proses tindak lanjut sebanyak 75.123 rekomendasi (26,5%) senilai Rp.56,61 triliun.
-
c. Rekomendasi belum ditindaklanjuti sebanyak 34.507 rekomendasi (12,2%) senilai Rp.131,69 triliun.
-
d. Tidak dapat ditindaklanjuti sebanyak 755 rekomendasi (0,3%) senilai Rp.3,94 triliun.4
Datatersebutdiatasmenunjukkan bahwa masih banyak rekomendasi hasil pemeriksaan BPK yang tindak lanjut yang belum sesuai dan bahkan belum ditindaklanjuti sama sekali oleh entitas yang diperiksa. Memang rekomendasi BPK menjadi pekerjaan rumah bagi banyak pihak, namun demikian kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan diancam dengan sanksi administratif dan atau sanksi pidana tersebut ternyata tidak mampu mendongkrak prosentase penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK.
Dengan demikian tingkat tindak lanjut atas rekomendasi BPK dari sudut pandang entitas yang diperiksa maka akan menunjukkan keseriusan atau komitmen pemerintah untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparasi pengelolaan keuangan negara yang dikelola. Sedangkan dari sudut pandang internal BPK maka tingkat tindak lanjut atas rekomendasi BPK merupakan salah satu bukti bahwa kualitas pemeriksaan BPK dinilai dan di apresiasi oleh entitas pemeriksaan BPK, selain itu tingkat tindak lanjut atas rekomendasi BPK juga akan menjadi salah satu penentu keberhasilan upaya BPK untuk mendorong dan memperbaiki kualitas
Magister Hukum Udayana • Juli 2017
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
Vol. 6, No. 2 : 153 - 171 http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu
pengelolaan keuangan negara.
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas menarik bagi penulis untuk mengangkat suatu tema yang akan penulis bahas dengan judul REKOMENDASI BADAN PEMERIKSA KEUANGAN UNTUK PENGUATAN TATA KELOLA KEUANGAN NEGARA YANG BAIK.
Berdasarkan uraian dari latar belakangdiatasmakadapatdirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut: a. Bagaimanakah pengaturan penyelenggaraan tata kelola keuangan negara yang baik?
-
b. Bagaimanakah pengaturan pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK saat ini?
-
c. Bagaimanakah penerapan sanksi terhadap rekomendasi BPK yang tidak ditindaklanjuti oleh entitas yang diperiksa oleh BPK?
Originalitas / untuk menunjukkan Penelitian-penelitian terdahulu adalah pertama jurnal oleh agung suseno berjudul Eksistensi BPKP Dalam Pengawasan Keuangan dan Pembangunan5, kedua jurnal oleh I Ketut Rai Setiabudhi berjudul Vonis Sanksi Pidana Tambahan Oleh Hakim Berupa Pengembalian Kerugian Keuangan Negara Oleh Terpidana Tindak Pidana Korupsi Di Pengadilan 5 Suseno, Agung. “Eksistensi BPKP dalam pengawasan keuangan dan pembangunan.” Bisnis & Birokrasi Journal 17.1 (2011). <http://journal.ui.ac. id/jbb/article/viewFile/623/608> diakses tanggal 12 Juni 2017
Negeri Denpasar6, ketiga jurnal oleh I Wayan Sinaryati berjudul Fungsi Jaksa Dalam Menuntut Terdakwa Korupsi Untuk Pengembalian Kerugian Keuangan Negara Perspektif Sistem Peradilan Pidana Indonesia7. Dari penelitian terdahulu diatas penelitian ini jelas nampak perbedaannya karena penelitian ini lebih menekankan tindak lanjut rekomendasi BPK dalam setiap tugasnya dengan bertujuan penyelenggaraan tata kelola keuangan Negara yang baik.
Penelitian hukum ini mempunyai dua tujuan yaitu pertama untuk menganalisis dan mendeskripsikan pengaturan penyelenggaraan tata kelola keuangan Negara yang baik. Kedua untuk menganalisis dan mendeskripsikan pengaturan pemantauan tindak lanjut rekomendasi
Magister Hukum Udayana • Juli 2017
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
Vol. 6, No. 2 : 153 - 171
hasil pemeriksaan BPK. Ketiga untuk menganalisis dan mendeskripsikan penerapansanksiterhadaprekomendasi BPK yang tidak ditindaklanjuti oleh entitas yang diperiksa oleh BPK.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang mengkaji sistematika hukum, asas hukum, sinkronisasi vertikal dan horizontalserta mengkaji perbandingan dan sejarah hukum.8
-
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Kriteria Tata Kelola Keuangan
Negara yang Baik
Keuangan negara harus dikelola secara tertib, ekonomis, efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Pengelolaan keuangan negara harus mengikuti ketentuan dan menghasilkan output dan outcome yang efektif sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan serta harus dikelola oleh orang-orang yang berkompeten, profesional disertai pedoman yang jelas sesuai dengan asas-asas tata kelola yang baik.9
Sejalan dengan pernyataan di atas, maka kriteria tata kelola keuangan negara yang baik harus memperhatikan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut: a. Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Sebagaiman ketentuan
Pasalxx23C menyatakan bahwa “hal-hal lain mengenai keuangan negara ditetapkan dengan undang-undang” ketentuan ini melandasi pengelolaan keuangan negara harus diselenggarakan secara profesional, bertanggung jawab, dan terbuka sesuai dengan aturan, untuk menjamin terwujudnya good governance dengan mengedepankan asas-asas pengelolaan keuangan negara yaitu asas tahunan, asas universitalitas, asas kesatuan dan asas spesialitas dan asas-asas baru sebagai pencerminan best practices dalam pengelolaan keuangan negara. b. UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Pasal 3 UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) Asas Umum Penyelenggaraan Negara (AAUPN) meliputi:10
-
1) Asas Kepastian Hukum, yaitu asas dalam Negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara Negara;
Magister Hukum Udayana • Juli 2017
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
Vol. 6, No. 2 : 153 - 171 http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu
-
2) Asas Tertib Penyelenggara
Negara, yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan Negara;
-
3) Asas Kepentingan Umum,
yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif;
-
4) Asas Keterbukaan, yaitu asas
yang membuka diri terhadap hak untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Negara dengan tetapmemerhatikanperlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia Negara;
-
5) Asas Proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara Negara;
-
6) Asas Profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berdasarkan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
-
7) Asas Akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi Negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
-
c. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
Pasal 3 ayat 1 yang menyatakan bahwa keuangan negara itu dikelola secara tertib, taat pada pengaturan peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan juga bertanggung jawab dengan memperhatikan akan rasa keadilan juga kepatutan. Asas-asas pengelolaan keuangan negara meliputi:
-
1) Asas akuntabilitas berorientasi pada hasil adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan pengelolaan keuangan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
-
2) Asas proporsionaltas yaitu mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban pengelolaan keuangan negara.
-
3) Asas keterbukaan dan pengelolaan keuangan yaitu membuka diri terhadap hak masyaraka untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang pengelolaan keuangan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara.
-
4) Asas pemeriksaan keuangan negara oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri yaitu
Magister Hukum Udayana • Juli 2017
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
Vol. 6, No. 2 : 153 - 171
memberikan kebebasan bagi badan pemeriksa keuangan untuk melakukan pemeriksaan keuangan negara dengan tidak boleh dipengaruhi oleh siapa pun. 11
-
d. Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.
Undang-Undang ini menganut asas kesatuan, asas universalitas, asas tahunan, dan asas spesialitas, asas profesionalitas, asas keterbukaan dan akuntabilitas yang sedasar dengan prinsip-prinsip good financial governance, yaitu sebagai berikut: 1) Asas kesatuan menghendaki agar semua pendapatan dan belanja negara/daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran.
-
2) Asas universalitas mewajibkan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran.
-
3) Asas tahunan membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu.
-
4) Asas spesialitas mengharuskan agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas peruntukannya.12
-
e. Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara.
Pengelolaan keuangan negara sebagaimana diatur dalam undang-undang ini menganut asas ketertiban, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan, dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan sedasar dengan prinsip-prinsip good financial governance.
-
f. Undang-Undang No. 33
Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintah Daerah.
Adapun ketentuan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 yang mengatur mengenai prinsip-prinsip good financial governance yang sedasar dengan prinsip-prinsip good governance diatur pada Pasal 66 ayat 1 yang meliputi: keuangan daerah dikelola secara tertib, taat kepada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, dan jug efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.
-
g. Undang-Undang No. 15
Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksaan Keuangan.
Undang-undang ini menganut asas kebebasan, kemandirian, dan juga akuntabilitas, tertib, taat pada
Magister Hukum Udayana • Juli 2017
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
Vol. 6, No. 2 : 153 - 171 http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu
peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan yang selaras dengan prinsip-prinsip good financial governance.
-
h. Peraturan Pemerintah No.
58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Adapun ketentuan Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 yang mengatur mengenai adanya prinsip-prinsip good financial governance yang sedasar dengan prinsip-prinsip good governance diatur dalam Pasal 4 ayat 1, yang meliputi keuangan daerah dikelola secara tertib, taat kepada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan aspek keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.
-
i. Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan.
Dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintah, badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam menggunakan wewenang harus mengacu pada Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). 13 Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 10, sebagai berikut:
-
1) AUPB yang dimaksud meliputi asas-asas: kepastian hukum, kemanfaatan, ketidak berpihakan, kecermatan, tidak menyalahgunakan kewenangan, keterbukaan, kepentingan umum dan pelayanan yang baik.
-
2) Asas-asas umum lainnya di luar AUPB dapat diterapkan sepanjang dijadikan penilaian hakim yang tertuang dalam putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
-
3. 2. Pengaturan Pemantauan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan BPK Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, menyatakan bahwa Laporan keuangan terutama digunakan untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan.14
Setiap entitas yang diperiksa oleh BPK yang meliputi kementerian,
Magister Hukum Udayana • Juli 2017
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
Vol. 6, No. 2 : 153 - 171
lembaga, pemerintah daerah BUMN, dan BUMD memiliki kewajiban untuk melaporkan upaya-upaya yang telah dicapai dalam pelaksanaan kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk diperiksa oleh lembaga berwenang yang dalam hal ini adalah BPK.
Pemeriksaankeuangandilakukan dalam rangka memberikan opini atas kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan. Pemeriksaan kinerja bertujuan untuk menilai aspek ekonomis, efisiensi, dan efektivitas. Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu bertujuan memberikan simpulan atas suatu hal yang diperiksa. Laporan hasil pemeriksaan BPK memuat temuan pemeriksaan. Setiap temuan dapat terdiri atas satu atau lebih permasalahan, yaitu berupa kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) dan/ atau ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketidakpatuhan ini dapat mengakibatkan kerugian negara, potensi kerugian negara, kekurangan penerimaan, penyimpangan administrasi, ketidakhematan, ketidakefisienan, atau ketidakefektifan. Ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian negara, potensi kerugian negara dan kekurangan penerimaan merupakan permasalahan yang berdampak finansial, sedangkan penyimpangan administrasi, ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan merupakan permasalahan yang tidak
memiliki dampak finansial. Adapun, ketidakpatuhan yang mengandung indikasi unsur pidana disampaikan kepada instansi yang berwenang secara terpisah dan tidak dimuat dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS).15 Sedangkan temuan pemeriksaan yang mengandung indikasi unsur pidana akan disampaikan BPK kepada instansi yang berwenang secara terpisah sesuai kewenangannya.
Untuk menjamin pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi BPK secara efektif, cepat, tepat, serta akurat maka perlu pemahaman mendalam atas Laporan Hasil pemeriksaan BPK dan tentu saja pemahaman atas ketentuan mengenai tindak lanjut atas rekomendasi BPK.
Rekomendasi adalah saran dari pemeriksa berdasarkan hasil pemeriksaannya, yang ditujukan kepada orang dan/atau badan yang berwenang untuk melakukan tindakan dan/atau perbaikan.16 Rekomendasi BPK merupakan output dari proses pemeriksaan yang menjadi input penting bagi pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan. Rekomendasi yang berkualitas, actionable dan mampu menghilangkan akar permasalahan, akan mendorong entitas yang diperiksa (pemerintah) untuk melakukan rekomendasi tersebut.
Parameter suatu rekomendasi dinilai efektif apabila rekomendasi
Magister Hukum Udayana • Juli 2017
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
Vol. 6, No. 2 : 153 - 171 http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu
pemeriksaan tersebut mampu
menghilangkan sebab; tidak menimbulkan multitafsir antara pihak-pihak terkait; rekomendasi yang diberikan bersifat tegas untuk memberikan efek jera, dan memberikan alternatif pemecahan masalah.
Secara umum, rekomendasi BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut17:
-
a. Akuntabilitas, rekomendasi terkait akuntabilitas ini diberikan bila dirasa terhadap kekurangan dalam hal pertanggungjawaban pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada Pemerintah dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.
-
b. Manajerial, rekomendasi berkaitan dengan manajerial dalam dalam pelaporan tersebut ada keraguan dan kurang dalam hal-hal yang terkait dengan perencanaan dan pengelolaan keuangan pemerintahan serta pengendalian yang efektif atas seluruh aset, hutang, dan ekuitas dana yang dikelola oleh pemerintah daerah.
-
c. Transparansi, rekomendasi diberikan bila informasi keuangan yang diberikan dirasakan kurang transparan dan ada yang informasinya tidak
jelas untuk diketahui masyarakat dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
-
d. Keseimbangan antar generasi (intergrational equity).
Rekomendasi terkait hal ini diberikan untuk membantu para pengelola keuangan di daerah mengenai kecukupan penerimaan pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai seluru pengeluaran yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang di asumsikanakanikutmenanggung beban pengeluaran tersebut.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara mengatur ketentuan mengenai hasil pemeriksaan BPK dan tindak lanjut rekomendasi nya sebagai berikut:
-
a. Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan.
-
b. Pejabat wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan.
-
c. Jawaban atau penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah laporana hasil pemeriksaan diterima.
Magister Hukum Udayana • Juli 2017
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
Vol. 6, No. 2 : 153 - 171
-
d. BPK memantau pelaksanaan
tindak lanjut hasil pemeriksaan.
-
e. Pejabat yang diketahui tidak
melaksanakan kewajiban dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.
-
f. BPK memberitahukan hasil
pemantauan tindak lanjut kepada lembaga perwakilan dalam hasil pemeriksaan semester.18
Lebih lanjut pada awal tahun 2017 BPK menerbitkan Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan BPK. Pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK yang sebelumnya diatur dalam ketentuan Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2010 telah dicabut. Dalam Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2017 pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK meliputi kegiatan antara lain sebagai berikut: a. BPK menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara kepada pimpinan lembaga yang bertanggung jawab untuk memastikan pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan sesuai dengan kewenangannya. Penyerahan hasil pemeriksaan tersebut dibuktikan dengan tanda terima laporan hasil pemeriksaan.19
-
b. Selanjutnya dalam pelaksanaan tindak lanjut atas rekomendasi hasil pemeriksaan BPK tersebut pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam hasil pemeriksaan setelah hasil pemeriksaan diterima. Tindak lanjut atas rekomendasi berupa jawaban atau penjelasan atas pelaksanaan tindak lanjut yang di lampiri dengan dokumen pendukung. Tindak lanjut wajib disampaikan kepada BPK paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima.20
-
c. Jawaban atau penjelasan dan dokumen pendukung dalam rangka pelaksanaan tindak lanjut merupakan dokumen yang cukup, kompeten, dan relevan serta telah di verifikasi oleh aparat pengawasan intern. Penyampaian jawaban atau penjelasan dan dokumen pendukung dibuktikan dengan tanda terima.21
Yang dimaksud dengan “dokumen pendukung yang cukup, kompeten, dan relevan” dokumen pendukung yang cukup adalah dokumen yang bisa meyakinkan seseorang bahwa rekomendasi hasil pemeriksaan telah dilaksanakan; dokumen pendukung yang kompeten adalah dokumen yang valid, dapat diandalkan, dan konsisten
Magister Hukum Udayana • Juli 2017
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
Vol. 6, No. 2 : 153 - 171 http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu
dengan fakta; dokumen yang relevan adalah dokumen yang mempunyai hubungan yang logis dan penting bagi pelaksanaan rekomendasi.
-
d. Dalam hal tindak lanjut atas rekomendasi tidak dapat dilaksanakan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari pejabat wajib memberikan alasan yang sah.22 Alasan yang sah meliputi:
-
1) keadaan kahar, yaitu suatu keadaan peperangan,
kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan gangguan lainnyayangmengakibatkan tindak lanjut tidak dapat dilaksanakan;
-
2) sakit yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter;
-
3) menjadi tersangka dan ditahan;
-
4) menjadi terpidana; atau
-
5) Alasan sah lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengertian “alasan sah lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan” antara lain Pejabat yang menjalankan cuti karena sedang menjadi calon kepala daerah dalam proses pemilihan kepala daerah.
Alasan yang sah tidak
membebaskan Pejabat dari kewajiban untuk menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan. Apabila dalam jangka waktu 60 hari pejabat tidak menindaklanjuti rekomendasi tanpa adanya alasan yanga sah, BPK dapat melaporkan kepada instansi yang berwenang.
AdapunpemantauanPelaksanaan Tindak Lanjut Atas Rekomendasi Hasil Pemeriksaan BPK meliputi kegiatan sebagai berikut:
-
a. BPK menelaah jawaban atau
penjelasan yang diterima dari Pejabat untuk menentukan apakah tindak lanjut telah dilakukan sesuai dengan rekomendasi BPK.23
-
b. Penelaahan terhadap jawaban
atau penjelasan diselesaikan oleh BPK dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari. Dalam proses penelaahan, BPK dapat meminta klarifikasi atas jawaban atau penjelasan Pejabat; melakukan pembahasan dengan Pejabat; dan/atau melakukan prosedur penelaahan lainnya.24
Hasil penelaahan tersebut akan diklasifikasikan oleh BPK sebagai berikut:25
-
1) Tindak lanjut telah sesuai dengan rekomendasi; apabila rekomendasi BPK telah ditindaklanjuti secara memadai oleh Pejabat. Yang dimaksud
Magister Hukum Udayana • Juli 2017
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
Vol. 6, No. 2 : 153 - 171
dengan “memadai” adalah tindakan Pejabat dalam menindaklanjuti rekomendasi sudah sesuaidengan rekomendasi dan rencana aksi yang disertai dengan bukti pendukung.
-
2) Tindak lanjut belum sesuai dengan rekomendasi; yaitu apabila tindak lanjut rekomendasi BPK masih dalam proses oleh Pejabat atau telah ditindaklanjuti tetapi belum sepenuhnya sesuai dengan rekomendasi.
-
3) Rekomendasi belum
ditindaklanjuti yaitu apabila
rekomendasi BPK belum
ditindaklanjuti oleh Pejabat.
-
4) Rekomendasi tidak dapat ditindaklanjutiyaiturekomendasi yang tidak dapat ditindaklanjuti secara efektif, efisien, dan ekonomis berdasarkan
pertimbangan profesional BPK. Yang dimaksud dengan “rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti secara efektif, efisien, dan ekonomis” antara lain perubahan organisasi yang berpengaruhterhadapkeberadaan organisasi, perubahan regulasi, atau keadaan kahar.
Lebih lanjut untuk menentukan klasifikasi tindak lanjut telah sesuai dengan rekomendasi atau rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti, diperlukan persetujuan Anggota BPK atau Pelaksana di lingkungan BPK yang diberikan wewenang. Tanggung jawab administratif Pejabat untuk menindaklanjuti rekomendasi
dianggap selesai apabila klasifikasi tindak lanjut telah sesuai dengan rekomendasi atau rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti.
Apabila klasifikasi tindak lanjut menunjukkan tindak lanjut belum sesuai dengan rekomendasi atau rekomendasi belum ditindaklanjuti, Pejabat wajib melaksanakan tindak lanjut dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penetapan status diterima entitas.
Apabila dalam jangka waktu tersebut klasifikasi tindak lanjut belum sesuai dengan rekomendasi atau rekomendasi belum ditindaklanjuti, BPK dapat melaporkan kepada instansi yang berwenang. Instansi yang berwenang yang dimaksud adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Selain itu hal baru dan kekinian dalam penerbitan Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2017 adalah dalam rangkauntukmemudahkanpengelolaan pemantauan pelaksanaan tindak lanjut serta upaya untuk menjadikan pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK lebih efektif dilakukan dengan mengembangkan sistem informasi pemantauan tindak lanjut. Penggunaan sistem informasi akan merombak sebagian besar mekanisme pemantauan tindak lanjut, yang semula dengan cara manual, menjadi beralih ke sistem informasi.26
Selama ini, data tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK disampaikan secara manual. Nantinya, penyampaian
Magister Hukum Udayana • Juli 2017
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
Vol. 6, No. 2 : 153 - 171 http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu
tindak lanjut tersebut akan digantikan dengan data elektronis melalui aplikasi Sistem Informasi Pemantauan Tindak Lanjut (SIPTL). Melalui sistem tersebut, proses dan status tindak lanjut dari data yang disampaikan oleh entitas dapat diketahui dan diakses secara waktu nyata (real time).27
Dengan sistem tersebut, BPK berharap pemantauan tindak lanjut dapat dilakukan secara cepat, akurat, dan efisien. Sistem yang dikembangkan oleh BPK ini dirancang dengan memanfaatkan teknologi informasi, hal tersebut dimaksudkan untuk mempercepat dan mempermudah komunikasi antara entitas dengan BPK secara regular.
-
3 .3. Sanksi Atas Rekomendasi
Hasil Pemeriksaan BPK yang Tidak Ditindaklanjuti
Pengertian sanksi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tanggungan (tindakan atau hukuman) untuk memaksa orang menepati perjanjian atau menaati ketentuan undang-undang; pembebanan atau penderitaan yang ditentukan dalam hukum.28
Sanksi (Sanctio, Latin /Sanctie, Belanda) adalah ancaman hukuman, merupakan satu alat pemaksa guna ditaatinya suatu kaidah, UU, norma-norma hukum. Penegakan hukum 27 BPK Targetkan Kepatuhan Instansi 75%,http://www.bpk.go.id/news/bpk-targetkan-kepatuhan-instansi-75, diakses pada tanggal 10 Februari 2017.
-
28 KBBI online, Pengertian Sanksi, http:// kbbi.web.id/sanksi,diakses pada tanggal 8 Februari 2017.
pidana menghendaki sanksi hukum, yaitu sanksi yang terdiri atas derita khusus yang dipaksakan kepada si bersalah, derita kehilangan nyawa (hukuman mati), derita kehilangan kebebasan (hukuman penjara dan kurungan), derita kehilangan sebagian kekayaan (hukuman denda dan perampasan) dan derita kehilangan kehormatan (pengumuman keputusan hakim). Penegakan hukum perdata menghendaki sanksi juga yang terdiri atas derita dihadapkan di muka pengadilan dan derita kehilangan sebagian kekayaannya guna memulihkan atau mengganti kerugian akibat pelanggaran yang dilakukannya.29
Pejabat yang bertanggung jawab atas rekomendasi temuan pemeriksaan BPK adalah satu orang atau lebih yang diserahi tugas untuk mengelola keuangan negara, dan atau pejabat pelaksana yang mendapatkan pelimpahan tugas dari pejabat yang bertanggung jawab.
Tindak lanjut hasil pemeriksaan adalah kegiatan dan/atau keputusan yang dilakukan oleh pimpinan entitas yang diperiksa dan/atau pihak lain yang kompeten untuk melaksanakan rekomendasi hasil pemeriksaan. Tindak lanjut atas rekomendasi BPK wajib dilakukan oleh pimpinan entitas yang diperiksa.
Apabila dalam jangka waktu
Magister Hukum Udayana • Juli 2017
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
Vol. 6, No. 2 : 153 - 171
yang telah ditentukan klasifikasi tindak lanjut belum sesuai dengan rekomendasi atau rekomendasi belum ditindaklanjuti, BPK dapat melaporkan kepada instansi yang berwenang. Instansi yang berwenang yang dimaksud adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia.30
Terkait ketentuan tersebut, maka waktu yang telah ditentukan untuk dapat melaporkan kepada kepolisian ini setidaknya adalah selama 120 hari sejak laporan hasil pemeriksaan diserahkan kepada lembaga perwakilan dan pimpinan entitas yang diperiksa, yaitu 60 hari sejak laporan hasil pemeriksaan diserahkan oleh BPK kepada lembaga perwakilan dan pimpinan entitas, dilanjutkan 30 hari waktu yang diperlukan oleh BPK untuk menelaah klasifikasi tindak lanjut yang sudah disampaikan, setelah klasifikasi tindak lanjut ditetapkan oleh BPK maka 30 hari sejak penetapan status tersebut pejabat wajib melaksanakan tindak lanjut. Apabila dalam rentang waktu tersebut ternyata tindak lanjut pejabat belum sesuai rekomendasi atau rekomendasi belum ditindaklanjuti maka BPK sesuai kewenangannya akan melaporkan hal tersebut kepada Kepolisian.
Norma atau kaidah dalam Hukum Tata Negara dan Hukum Tata Usaha Negara harus pertama-tama ditanggapi dengan sanksi administrasi, begitu pula norma dalam bidang hukum perdata pertama-tama harus 30 Pasal 9 ayat (2) dan Penjelasannya dalam Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2017.
ditanggapi dengan sanksi perdata. Hanya apabila sanksi administrasi dan sanksi perdata ini belum mencukupi untuk mencapai tujuan meluruskan neraca kemasyarakatan maka baru diadakan juga sanksi pidana sebagai pamungkas (terakhir) atau ultimum remedium.31
Sejalan dengan apa yang
disampaikan oleh Wirjono Prodjodikoro terkait sanksi apabila pejabat tidak menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan BPK maka dapat dikenakan sanksi-sanksi sebagai berikut: a. Sanksi Administratif.
Pasal 20 ayat (5) UU Nomor 15 Tahun 2004 menyatakan bahwa pejabat yang diketahui tidak melaksanakan kewajiban untuk menindaklanjuti
rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan BPK dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.
-
b. Sanksi Pidana.
Pasal 26 ayat (2) UU Nomor 15 Tahun 2004 menegaskan bahwa setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban untuk menindaklanjuti rekomendasi yang disampaikan dalam laporan hasil pemeriksaan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam)
Magister Hukum Udayana • Juli 2017
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
Vol. 6, No. 2 : 153 - 171 http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu
bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Dalam praktek pelaksanaan pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK selama ini, bagi pejabat yang belum melaksanakan rekomendasi dan melaksanakan rekomendasi tetapi belum sesuai, BPK belum mengupayakan dengan melaporkan kepada instansi yang berwenang. Yusnadewi mengatakan bahwa sanksinya ada, tetapi kita belum ada juklaknya untuk memberikan sanksi dan seperti apa mekanismenya. Nah ini yang belum bisa kita lakukan. Dari undang-undang di tindaklajuti dengan ketentuan pelaksanaan lebih lanjut, baru dipertimbangkan untuk memberikan sanksi.32
Dengan demikian terhadap rekomendasi hasil pemeriksaan BPK yang ditindaklanjuti oleh entitas namun belum sesuai, dan rekomendasi yang sama sekali belum ditindaklanjuti oleh entitas, seharusnya dapat diserahkan oleh BPK kepada instansi yang berwenang atau dalam hal ini pihak kepolisian. Namun demikian selama ini BPK belum melaksanakankewenangan tersebut karena BPK belum memiliki prosedur dan mekanisme terkait pelaporan dimaksud.
-
1. Kriteria tata kelola keuangan negara yang baik adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara yang mendukung terwujudnya prinsip good governance dan good financial governance, yaitu pengelolaan keuangan negara yang diselenggarakan secara tertib, taat, efektif, efisien, transparan, dan bertanggung jawab sesuai dengan peraturan yang dijabarkan dalam asas-asas umum dalam pengelolaan keuangan negara dan asas-asas lain dalam penerapan kaidah-kaidah yang baik (best practice) dalam pengelolaan keuangan negara.
-
2. BPK telah menerbitkan Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan BPK. Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan BPK dalam waktu 60 hari setelah hasil pemeriksaan BPK diserahkan kepada lembaga perwakilan dan pimpinan entitas. Pemantauan tindak lanjut rekomendasi BPK yang sebelumnya dilakukan secara manual beralih menggunakan Sistem Informasi Pemantauan Tindak Lanjut secara online dan real time sehingga pemantauan
Magister Hukum Udayana • Juli 2017
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
Vol. 6, No. 2 : 153 - 171
tindak lanjut rekomendasi BPK diharapkan dapat dilakukan secara cepat, akurat, dan efisien.
-
3. Pejabat wajib melaksanakan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK, pejabat yang tidak melaksanakan rekomendasi BPK dapat dikenai sanksi administratif dan atau sanksi pidana. Terhadap tindak lanjut rekomendasi BPK yang sudah dilaksanakan namun belum sesuai, dan rekomendasi yang sama sekali belum ditindaklanjuti, BPK berwenang melaporkan kepada instansi yang berwenang yaitu kepolisian. Namun demikian selama ini bagi pejabat yang tidak melaksanakan rekomendasi BPK belum diupayakan menggunakan ultimum remedium penerapan sanksi pidana karena BPK belum memiliki prosedur dan mekanisme terkait pelaporan tersebut kepada pihak Kepolisian.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2012, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cet. Ke-14, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Wirjono Prodjodikoro, 2009, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, Cetakan Ketiga, Penerbit Refika Aditama, Bandung.
Nizam Burhanuddin, 2015, Hukum Keuangan Negara, Total Media, Jakarta.
Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Semester I Tahun 2016.
Artikel Jurnal
Setiabudhi, I Ketut Rai. VONIS SANKSI PIDANA
TAMBAHAN OLEH HAKIM BERUPA PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA OLEH TERPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), vol.3 no. 2 edisi September 2014. <https://ojs.unud.ac.id/index. php/jmhu/aricle/viw/9465>. diakses tanggal 12 Juni 2017. doi: <https://doi.org/10.24843/ JMHU.2014.v03.i02.p05.
Sinaryati, Ni Wayan. FUNGSI JAKSA DALAM MENUNTUT TERDAKWA KORUPSI UNTUK PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA PERSPEKTIF SISTEMPERADILANPIDANA INDONESIA. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), vol.3 no. 2 edisi September 2014. <https://ojs.unud.ac.id/index. php/jmhu/article/view/13049>. diakses tanggal 12 Juni 2017. doi: <https://doi.org/10.24843/ JMHU.2015.v04.i01.p13.
Magister Hukum Udayana • Juli 2017
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
Vol. 6, No. 2 : 153 - 171 http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu
Suseno, Agung. “Eksistensi BPKP dalam pengawasan keuangan dan pembangunan.” Bisnis & Birokrasi Journal 17.1 (2011). <http://journal.ui.ac.id/jbb/article/ viewFile/623/608> diakses tanggal 12 Juni 2017
Peraturan Perundangan:
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Undang-Undan Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintah Daerah.
Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksaan Keuangan.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2005 yang diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara.
Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan BPK.
Disertasi:
Made Gde Subha Karma Resen, 2015, Pengaturan Badan Usaha Milik Daerah Berdasarkan Good Governance dan Good Corporate Governance (Tinjauan Yuridis Terhadap Badan Usaha Milik Daerah Sebagai Entitas Bisnis), Disertasi, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Internet:
Agung Firman Sampoerna, Serahkan LHP kepada 19 K/L, BPK Berharap Tindak Lanjut Rekomendasi BPK Segera Dilakukan, <http://www.bpk. go. id/news/serahkan-lhp-kepada-19-kl-bpk-berharap-tindak-lanjut-rekomendasi-bpk-segera-dilakukan, diakses tanggal 7 Februari 2017.
Hasan Bisri, http://www.bpk.go.id/ news/pengelolaan-keuangan-negara-harus-transparan-dan-
Magister Hukum Udayana • Juli 2017
Vol. 6, No. 2 : 153 - 171
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
akuntabel, diakses pada tanggal 12 Juni 2017.
Yusnadewi, Mekanisme Sanksi Rekomendasi BPK Tidak Jelas, http://www.bantenraya. com/utama/21605-mekanisme-sanksi-rekomendasi-bpk-tidak-jelas, diakses pada tanggal 8 Februari 2017.
BPK Targetkan Kepatuhan Instansi 75%, http://www.bpk.go.id/ news/bpk-targetkan-kepatuhan-instansi-75, diakses pada tanggal 10 Februari 2017.
KBBI online, Pengertian Sanksi, http:// kbbi.web.id/sanksi, diakses pada tanggal 8 Februari 2017.
Istilah Penting, https://istilahpenting. blogspot.co.id/2015/04/istilah-istilah-dalam-hukum-s.html, diakses pada tanggal 8 Februari 2017.
171
Discussion and feedback