E-ISSN 2502-3101

Jurna         P-ISSN 2302-528X

Magister Hukum Udayana Desember 2016

Vol. 5, No. 4 : 783 - 804

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

PENGAWASAN NOTARIS

OLEH MAJELIS PENGAWAS NOTARIS DAERAH PASCA PUTUSAN M.K.NO. 49/PUU-X/2012

Oleh:

Dewa Nyoman Rai Asmara Putra1 Sagung Putri M.E Purwani2

Abstract

The Law on Position of Notary (UUJN) No 30 Year 2014, the supervision of a notary is conducted by the Minister, and the supervisory word in it also includes the guidance. To carry out the duties referred to by the minister, in this case the Minister of Justice and Human Rights established the Supervisory Board of Notary, which is an agency having the authority and obligation to conduct supervision and guidance on the notary. Article 66 Paragraph (1) UUJN determines: For the purposes of the judicial process, investigators, prosecutors, taking photocopies of minas deeds and / or letters embedded in minority deed or notary protocols, and notarial notes to be present in the examination relating to the deeds they make , Or notary protocol, with the approval of the MPD. The Constitutional Court in its decision No. 49 / PUU-X / 2012 states that the phrase “with the approval of the Regional Supervisory Board” in Article 66 UUJN, is contradictory to the 1945 Constitution and has no legal force. The juridical issue is: What are the powers of the MPD after the Constitutional Court’s decision No. 49 / PUU-X / 2012? And What is the mechanism of notary examination by MPD? With this type of normative legal research the problem is answered, that the task and authority of the MPD after the Constitutional Court Decision. No. 49 / PUU-X / 2012 only to conduct periodic and / or deemed necessary inspections and to conduct a notary examination if there is a complaint from the public. Duties and authorities of a notary as referred to in Article 66 UUJN, based on No. 2 of 2014 as Law on Amendment of UUJN is conducted by the Honorary Board of Notary. Regarding the mechanism of inspection of a Notary must be done in accordance with UUJN Number 30 Year 2004, UU Per UUJN No 2 Year 2014, Regulation of the Minister of Justice and Human Rights of the Republic of Indonesia Number M.02.PR.08.10 Year 2004 About Procedures for Member Appointment, Dismissal of Members, Organizational Structure, Work Procedures, and Procedure of Notary Inspection; And Decree of the Minister of Justice and Human Rights of the Republic of Indonesia No. M.39-PW.07.10 of 2004 on Guidelines for the Implementation of Duties of the Notary Supervisory Board.

Keywords: Duties and Powers of the MPD after the Constitutional Court Decision No.49 / PUU-X / 2012

Magister Hukum Udayana Desember 2016

Vol. 5, No. 4 : 783 - 804

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Abstrak

Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) No 30 Tahun 2014, pengawasan notaris dilakukan oleh Menteri, dan kata pengawasan di dalamnya termasuk juga mengenai pembinaan. Untuk melaksanakan tugas dimaksud oleh menteri, dalam hal ini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dibentuk Majelis Pengawas Notaris, yaitu suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap notaris. Pasal 66 ayat (1) UUJN menentukan: Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, mengambil fotokopi minuta akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan dalam minuta akta atau protokol notaris, serta pemanggilan notaris untuk hadir dalam pemeriksaan berkaitan dengan akta yang dibuatnya, atau protokol notaris, dengan persetujuan MPD. Mahkamah Konstitusi dalam putusan nya Nomor 49/PUU-X/2012, menyatakan frase “dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah” pada Pasal 66 UUJN, adalah bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Permasalahan yuridis nya adalah: Apa saja wewenang MPD pasca putusan MK No. 49/PUU-X/2012 ? dan Bagaimana mekanisme pemeriksaan notaris oleh MPD? Dengan jenis penelitian hukum normatif permasalahan tersebut terjawab, bahwa Tugas dan wewenang MPD pasca Putusan MK. No. 49/PUU-X/2012 hanya untuk melakukan pemeriksaan berkala dan/atau jika dipandang perlu, serta melakukan pemeriksaan notaris jika ada pengaduan dari masyarakat. Tugas dan kewenangan notaris sebagaimana Pasal 66 UUJN, berdasarkan No. 2 Tahun 2014 sebagai UU Perubahan atas UUJN dilakukan oleh Majelis Kehormatan Notaris. Mengenai mekanisme pemeriksaan Notaris harus dilakukan sesuai dengan UUJN Nomor 30 Tahun 2004, UU Per UUJN No 2 Tahun 2014, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 Tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja, Dan Tata Cara Pemeriksaan Notaris; dan Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. M.39-PW.07.10 Tahun 2004 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas Notaris.

Kata Kunci: Tugas dan Wewenang MPD pasca Putusan MK

No.49/PUU-X/2012

  • I.    PENDAHULUAN

Notaris dalam melaksanakan profesinya sangat diperlukan notaris yang jujur, berakhlak, punya etika. Dengan etika seorang notaris berhubungan dengan pekerjaannya. Tanpaetikanotarisakanbergerak-gerak bagaikan robot-robot mekanis tanpa jiwa.2 Notaris sebagai pejabat umum 2 Abdul Ghafur Anshori, 2009, Lembaga

mempunyai kewenangan membuat akta autentik yang mempunyai kekuatan bukti yang paling kuat dari alat bukti tertulis lainnya. Oleh karenanya kedudukan notaris sangat penting dalam kehidupan masyarakat.

Notaris di dalam menjalankan tugasnya dan profesinya sebagai pejabat umum, dan untuk melindungi kepentingan masyarakat maka

Magister Hukum Udayana Desember 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 4 : 783 - 804

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


diperlukan pengawasan. Dalam kata pengawasan, termasuk di dalamnya termasuk pembinaan. Demikian dalam penjelasan Pasal 67 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, tentang Jabatan Notaris disingkat UUJN. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.39-PW.07.10 tahun 2004 dalam latar belakang dikemukakan bahwa “mengingat peranan dan kewenangan notaris sangat penting bagi lalu lintas kehidupan masyarakat, maka perilaku dan perbuatan notaris dalam menjalankan jabatan profesinya, rentan terhadap penyalahgunaan yang dapat merugikan masyarakat, maka lembaga pembinaan dan pengawasan terhadap notaris perlu diefektifkan.” Sebelum dikeluarkannya UUJN pengawasanterhadapNotarisdilakukan oleh pengadilan negeri. Namun dengan UUJN sebagaimana ditentukan dalam Pasal 67 bahwa pengawasan terhadap notaris dilakukan oleh Menteri, dalam hal ini menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Dalam melaksanakan tugas pengawasan oleh menteri dibentuk lah Majelis Pengawas Notaris3 yang terdiri dari majelis pengawas di tingkat pusat, disebut dengan Majelis Pengawas

Pusat (MPP) berkedudukan di Ibu Kota Negara; untuk tingkat provinsi disebut Majelis Pengawas Wilayah (MPW), berkedudukan di Ibu Kota Provinsi dan pengawas di tingkat daerah, disebut Majelis Pengawas Daerah (MPD), berkedudukan di Kabupaten/Kota. Baik MPP, MPW maupun MPD, sebagaimana tersebut diatas, beranggotakan 9 (sembilan) orang yang terdiri atas:

  • a.    Unsur Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang

  • b.    Unsur Organisasi Notaris 3 (tiga) orang

  • c.    Unsur Ahli/akademisi 3 (tiga) orang

Salah satu kewenangan MPD adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 66 ayat (1) UUJN, yang menentukan; Untuk kepentingan proses peradilan, penyidikan, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang:

  • a.    Mengambil fotokopi Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan

  • b.    Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protocol Notaries yang berada dalam penyimpanan Notaris.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2012 tanggal 28 Mei 2013 dalam amar putusan nya menyatakan bahwa frase “dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah” Pasal 66 Undang-Undang Nomor 30

Magister Hukum Udayana Desember 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 4 : 783 - 804

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


Tahun 2004 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/ PUU-X/2012 berimplikasi terhadap kewenangan Majelis Pengawas Notaris masing-masing tingkatan (MPD,MPW dan MPP) khususnya kewenangan Majelis Pengawas Daerah (MPD). Oleh karenanya dipandang perlu untuk meneliti tugas dan wewenang Majelis Pengawas Daerah (MPD) pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2012.

Sebagai             orisinalitas,

dikemukakan beberapa tulisan senada sebagai berikut:

Erna Tristiani, menulis penelitian Tesis dengan judul Peranan dan Fungsi Majelis Pengawas Wilayah Terhadap Tugas dan Jabatan Notaris. Tesis ini diajukan pada Program Magister Kenotariatan, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang, 20104.

Aidir Amin Daud sebagai Dirjen Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, pada rapat koordinasi Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Daerah se Jawa Tengah di Semarang mengatakan bahwa profesi notaris harus diawasi secara ketat.5 Anggota MPP Winanto Wiryomartani, mengemukakan bahwa profesi notaris

adalah jabatan yang terhormat dan bermartabat. Hal ini menimbulkan konsekuensi pentingnya notaris untuk diawasi dalam menjalankan jabatan dan perilaku.6 Berbicara masalah pengawasan notaris, Syafran Sofyan, mengatakan Peran MPD adalah khusus7 dikatakan bahwa dalam proses peradilan, khususnya terkait adanya dugaan terhadap tidak pidana terhadap notaris, penyidik, penuntut umum, atau hakim dalam pengambilan minuta akta dan pemanggilan notaris, harus dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah (MPD).8 Apa yang dikemukakan adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 66 ayat (1) UUJN yang sudah tidak berlaku lagi. Beberapa tulisan yang dikemukakan diatas, menyajikan berbeda dengan apa yang penulis uraikan dalam tulisan ini.

Artikel ini adalah merupakan hasil penelitian dengan jenis penelitian hukum normatif, dengan rumusan masalah sebagai berikut:

  • 1.    Apa wewenang    Majelis

Pengawas Daerah dalam melakukan pengawasan terhadap notaris pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2012?

  • 2.    Bagaimana pengawasan notaris melalui mekanisme pemeriksaan notaris oleh Majelis Pengawas

Magister Hukum Udayana Desember 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 4 : 783 - 804

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


Daerah?

Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui tugas dan wewenang Majelis Pengawas Notaris, dalam hal ini Majelis Pengawas Daerah pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2012.

Artinya untuk mengetahui apa saja tugas dan wewenang MPD pasca putusan MK Nomor 49/PUU-X/2012, serta bagaimana pengawasan notaris melalui mekanisme pemeriksaan notaris oleh MPD.

  • II.    METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif (analisis normatif) karena mempergunakan bahan-bahan kepustakaan sebagai sumber data penelitian. Pendekatan Analisis Konsep Hukum serta menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang kemudian dianalisis melalui teknik deskripsi, teknik evaluasi selanjutnya di interpretasi secara sistematis dan sosiologis terhadap kaidah hukum sehingga memperoleh kesimpulan terhadap permasalahan yang ada.

  • III.    HASIL DAN

PEMBAHASAN

Notaris sebagai pejabat umum berwenang membuat akta autentik dan kewenangan lainnya yang diatur menurut undang-undang. Kewenangan

notarisinijelasdapatdilihatdalamPasal 1 angka 1 UUJN, yang menentukan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik dan kewenangan lainnya yang dimaksud dalam Undang-Undang ini. Pasal 1868 KUH Perdata menentukan bahwa suatu akta autentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat akta itu dibuat. Moh Taufik Makarao mengemukakan bahwa akta autentik adalah surat yang dibuat menurut ketentuan perundang-undangan oleh atau di hadapan pejabat umum, yang berkuasa untuk membuat surat itu, memberikan bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya dan sekalian orang yang mendapatkan hak dari padanya tentang segala hal yang tersebut dalam surat itu.9 Pasal 285 R.Bg./165 HIR/1870 KUH Perdata prinsipnya menentukan bahwa akta autentik dalam hukum pembuktian dikatakan sebagai alat bukti yang mempunyai kekuatan sempurna. Sedangkan yang dimaksud dengan alat bukti adalah alat untuk membuktikan kebenaran hubungan hukum, yang dinyatakanbaikolehpenggugatmaupun tergugat.10 Karena demikian penting tugas dan kewenangan notaris dalam

Magister Hukum Udayana Desember 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 4 : 783 - 804

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


pergaulan hidup masyarakat, maka notaris dalam menjalankan tugasnya perlu mendapatkan pengawasan agar tugas dan wewenang notaris dilakukan secara profesional atau sesuai dengan profesinya dan tidak merugikan masyarakat. Pasal 67 ayat (1) UUJN menentukan bahwa Pengawasan Notaris dilakukan oleh Menteri, yang dalam hal ini adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Sedangkan Pasal 67 ayat (2) UUJN menentukan bahwa menteri dalam melaksanakan tugas pengawasan, membentuk Majelis Pengawas Notaris yang disingkat MPN. Majelis Pengawas Notaris yang berkedudukan di ibu kota disebut Majelis Pengawas Pusat (MPP), yang berkedudukan di provinsi disebut dengan Majelis Pengawas Wilayah (MPW) dan yang berkedudukan di Kabupaten / Kota disebut dengan Majelis Pengawas Daerah (MPD). Majelis Pengawas Notaris terdiri dari: a. unsur Pemerintah sebanyak 3 orang,

  • b.    unsur Notaris sebanyak 3 orang dan

  • c.    unsur Akademisi atau Ahli sebanyak 3 orang.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 67 UUJN, maka Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengeluarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No M.02,PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota Susunan Organisasi dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris. Pasal 1

angka 1 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tersebut diatas menentukan bahwa yang dimaksud dengan Majelis Pengawas Notaris adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap notaris. Dari ketentuan ini menunjukkan bahwa Majelis Pengawas Notaris bukan saja mempunyai tugas, akan tetapi lebih beratdari padaitu yaitu kewajiban, yang bukan saja melakukan pengawasan melainkan juga melakukan pembinaan. Sehingga tugas dan kewajiban Majelis Pengawas Notaris cukup berat, dan harus dilakukan dengan sungguh-sungguh, karena sesuai Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor: M.02.PR.08.10,Tahun 2004, bahwa Majelis Pengawas Notaris sebelum melaksanakan wewenang dan tugasnya mengucapkan sumpah/janji jabatan di hadapan pejabat yang mengangkatnya. Untuk Majelis Pengawas Daerah sumpah jabatan dilakukan oleh dan di hadapan Kepala Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia. Begitu selesai disumpah, Majelis Pengawas Daerah segera melakukan pemilihan untuk satu orang Ketua merangkap anggota dan Wakil Ketua merangkap anggota dari dan oleh 9 orang anggota, secara musyawarah mufakat. Dalam melaksanakan tugasnya Majelis Pengawas Notaris dibantu oleh 1 (satu) orang sekretaris atau lebih, yang diambil dari kalangan birokrat diluar keanggotaan Majelis

Magister Hukum Udayana Desember 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 4 : 783 - 804

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


Pengawas Daerah. Adapun rincian tugas Ketua, Wakil Ketua, dan Sekretaris Majelis Pengawas Daerah adalah sebagai berikut:

  • 3. 1. Tugas, dan Kewajiban Majelis

Pengawas Daerah Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2012

Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, disingkat UUJN, yang mengatur jabatan notaris adalah Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie Stb. 1860 Nomor 3 yang telah diubah terakhir dengan Stb. 1954 Nomor 101. Sejak 6 Oktober 2004, berlaku UUJN Nomor 30 Tahun 2004. Dalam Undang-Undang ini diatur secara rinci tentang jabatan umum yang di jabat oleh notaris, sehingga diharapkan bahwa akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris mampumenjaminkepastian,ketertiban, dan perlindungan hukum. Mengingat akta notaris sebagai akta autentik yang merupakan alat bukti tertulis terkuat terpenuh, maka apa yang dinyatakan dalam akta notaris harus diterima kecuali yang berkepentingan dapat membuktikan hal sebaliknya secara memuaskan di hadapan pengadilan. Pengaturan mengenai pengawasan notaris dalam UUJN ini dilakukan dengan mengikutsertakan pihak ahli/ akademisi, di samping departemen yang bertugas dan bertanggung jawab di bidang kenotariatan serta organisasi notaris. Ketentuan ini dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan dan

perlindungan hukum yang lebih baik magi masyarakat. Ketentuan mengenai MPN termasuk MPD beserta tugas dan kewajibannya dapat dilihat dalam beberapa pasal sebagai berikut.

Pasal 70 UUJN menentukan Majelis Pengawas Daerah berwenang: a. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran koda etik notaris atau pelanggaran jabatan Notaris;

  • b.    Melakukan pemeriksaan terhadap Protokol Notaris secara berkala 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau setiap waktu yang dianggap perlu;

  • c.    memberikan ijin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam) bulan;

  • d.    menetapkan Notaris Pengganti dengan memperhatikan usul Notaris yang bersangkutan;

  • e.    menentukantempatpenyimpanan Protokol Notaris yang pada saat serah terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih;

  • f.    menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara Protokol Notaris yang diangkat sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4);

  • g.    Menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran Koda Etik atau pelanggaran Ketentuan dalam Undang-undang ini;

  • h.    membuat dan menyampaikan

Magister Hukum Udayana Desember 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 4 : 783 - 804

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g, kepada Majelis Pengawas Wilayah.

Pada angka 1 tegas menentukan bahwa MPD mempunyai tugas memeriksa pelanggaran kode etik dan pelanggaran jabatan notaris. Bahwa Semua organisasi profesi mempunyai kode etik yang sangat diperlukan sebagai pedoman bagi anggotanya dalam menjalankan profesinya. Kode berasal dari bahasa Latin codex yang berarti kumpulan. Kode juga berarti kumpulan peraturan dari, oleh dan untuk suatu kelompok yang berkerja (profesi) dalam bidang tertentu.11 Etik atau etika berasal dari kata “ethos” bahasa Yunani yang berarti memiliki watak kesusilaan atau beradat12. Kanter mengatakan bahwa etika adalah merupakan refleksi kritis, metodis, dan sistematis mengenai tingkah laku seorang manusia dilihat dari sudut pandang baik dan buruk.13 Dengan

demikian kode etik adalah nilai-nilai dan norma-norma moral yang wajib untuk diperhatikan dan ditaati serta dijalankan oleh setiap profesional. Agar kode etik profesi dapat berjalan dengan baik, maka ada minimal dua hal yang harus diperhatikan yaitu, yaitu pertama kode etik dibuat oleh organisasi profesi itu sendiri. Kedua pelaksanaan kode etik diawasi secara terus menerus oleh organisasi profesi itu sendiri dan/ atau lembaga khusus yang mengawasi, sebagaimana halnya MPD.

Pasal 71 UUJN menentukan bahwa Majelis Pengawas Daerah berkewajiban :

  • a.    mencatat dalam buku daftar yang termasuk dalam protokol notaris dengan menyebutkan tanggal pemeriksaan, jumlah akta serta jumlah surat dibawah tangan yang disahkan dan yang dibuat sejak tanggal pemeriksaan terakhir;

  • b.    membuat     berita     acara

pemeriksaan              dan

menyampaikannya     kepada

Mejelis  Pengawas  Wilayah

setempat,   dengan tembusan

kepada     Notaris     yang

bersangkutan,       Organisasi

Notaris, dan Majelis Pengawas Pusat;

  • c.    merahasiakan isi akta dan hasil pemeriksaan;

  • d.    menerima salinan yang telah disahkan dari daftar akta dan daftar lain dari Notaris dan

Magister Hukum Udayana Desember 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 4 : 783 - 804

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


merahasiakannya;

dalam sertifikat cuti;

  • e.    memeriksa            laporan

masyarakat terhadap Notaris dan menyampaikan hasil pemeriksaan tersebut kepada Majelis Pengawas Wilayah, dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, dengan tembusan kepada pihak yang melaporkan, notaris yang bersangkutan, Majelis Pengawas Pusat, dan Organisasi Notaris;

  • f.    menyampaikan permohonan banding terhadap keputusan penolakan cuti;

Selain kewenangan dan kewajiban yang diberikan kepada Majelis Pengawas Darah berdasarkan Pasal 70 dam 71 UUJN, Majelis Pengawas Daerah juga mempunyai kewenangan yang diatur di dalam Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.39-PW.07.10 Tahun 2004, tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas Notaris, adalah sebagai berikut :

  • 1.    Menyampaikan kepada Majelis

Pengawas Wilayah tanggapan Majelis Pengawas Daerah berkenaan dengan keberatan atas putusan penolakan cuti;

  • 2.    Memberitahukan kepada

Majelis Pengawas Wilayah adanya dugaan unsur pidana yang ditemukan oleh Majelis Pemeriksa Daerah atas laporan yang disampaikan kepada Majelis Pengawas Darah;

  • 3.    Mencatat ijin cuti yang diberikan

  • 4.    Menandatangani dan memberi paraf Buku Daftar Akta dan buku khusus yang dipergunakan untuk mengesahkan tanda tangan surat dibawah tangan dan untuk membukukan surat dibawah tangan.;

  • 5.    Menerima dan menata usahakan Berita Acara Penyerahan Protokol;

  • 6.    Menyampaikan kepada Majelis Pengawas Wilayah :

  • a.    Laporan berkala setiap 6 (enam) bulan sekali atau pada bulan juli dan Januari

  • b.    Laporan insidental setiap 15 (lima belas) hari setelah pemberian ijin cuti Notaris.

Pasal 13 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02. PR.08.10 Tahun 2004, menentukan: (1). Kewenangan Majelis Pengawas

Daerah yang bersifat administratif dilaksanakan oleh Ketua, wakil ketua atau slah satu anggota, yang diberi wewenang yang berdasarkan keputusan rapat Majelis Pengawas Darah .

  • (2) . Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:

  • a.   memberikan ijin cuti untuk

jangka waktu sampai dengan 6 (enam) bulan

  • b.  menetapkan Notaris

Pengganti;

Magister Hukum Udayana Desember 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 4 : 783 - 804

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


  • c.    menentukan tempat penyimpanan    Protokol

Notaris yang pada saat serah terima Protokol Notaris telah berusia 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih;

  • d.    menerima laporan dari masyarakat mengenai dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris, atau pelanggaran ketentuan Undang-Undang;

  • e.    memberi paraf atau menandatangani daftar akta, daftar surat dibawah tangan, yang disahkan, daftar surat dibawah tangan yang dibukukan, dan daftar surat lain yang diwajibkan Undang-undang;

  • f.    menerima penyampaian secara tertulis salinan dari daftar akta, daftar surat dibawah tangan yang disahkan, dan daftar surat dibawah tangan yang dibukukan, yang telah disahkan, yang dibuat pada bulan sebelumnya, paling lambat 15 (lima belas) hari kalender pada bulan berikutnya yang memuat sekurang-kurang nya nomor, tanggal dan judul akta;

Pasal 14 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02. PR.08.10 Tahun 2004, menentukan: Kewenangan Majelis Pengawas

Daerah yang bersifat administratif yang memerlukan keputusan rapat adalah:

  • a.    menunjuk Notaris yang akan memegang Protokol Notaris yang diangkat sebagai Pejabat Negara;

  • b.    menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai memegang Protokol Notaris yang meninggal dunia;

  • c.    memberikan persetujuan atas permintaan penyidik, penuntut umum, atau hakim untuk proses peradilan;14

  • d.    menyerahkan foto copy Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta, atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan

  • e.    memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.

Yang terpenting dalam uraian ini adalah berkenaan dengan tugas dan wewenang MPD untuk memberikan ijin terhadap notaris sebagaimana Pasal 66 UUJN yang menentukan : (1). Untuk kepentingan proses peradilan, penyidikan dan penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan majelis

Magister Hukum Udayana Desember 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 4 : 783 - 804

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


Pengawas Daerah berwenang :

  • a.    Mengambil fotokopi

Minuta Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris

  • b.    Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.

  • (2) Pengambilan         Fotokopi

Minuta Akta, atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibuat berita acara penyerahan.

Amar Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2012 Tanggal 28 Mei 2013, yang menyatakan frase “dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah” sebagaimana ketentuan Pasal 66 ayat (1) tersebut diatas dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Berdasarkan amar putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, maka pemanggilan untuk kepentingan peradilan, penyidik, penuntut umum tidak lagi memerlukan persetujuan Majelis Pengawas Daerah. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut bukan saja berimplikasi pada ketentuan Pasal 66 ayat 1 UUJN, akan tetapi juga terhadap Nota Kesepahaman antara Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan Ikatan Notaris

Indonesia, dengan sendirinya tidak diperlukan lagi. Walaupun demikian sebagai suatu historis dipandang perlu untuk diuraikan sebagaimana dibawah ini. Lampiran dari Nota Kesepahaman dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) menentukan, tindakan-tindakan hukum yang dilakukan penyidik berupa pemanggilan, pemeriksaan, penyitaan, dan tindakan lain yang menurut hukum yang bertanggung jawab sesuai Pasal 7 ayat (1) huruf j KUHAP, dapat juga dilakukan kepada Notaris-PPAT baik selaku saksi maupun tersangka terutama dalam kaitan suatu tindakan pidana dalam pembuatan akta Notaris-PPAT sesuai dengan ketentuan Pasal 66 UUJN. Selanjutnya Pasal 2 menentukan sebagai berikut :

  • (1)    Tindakan pemanggilan terhadap Notaris-PPAT harus dilakukan secara tertulis dan ditandatangani oleh penyidik;

  • (2)    Pemanggilan    Notaris-PPAT

dilakukan penyidik setelah memperoleh persetujuan dari Majelis Pengawas yang merupakan suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan;

  • (3)    Surat pemanggilan harus jelas mencantumkan alasan pemanggilan, status yang dipanggil (sebagai saksi atau tersangka) waktu dan tempat serta pelaksanaannya tepat waktu;

  • (4)    Surat pemanggilan diberikan

Magister Hukum Udayana Desember 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 4 : 783 - 804

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelumnya ataupun tenggang waktu 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal diterimanya surat panggilan tersebut sebagaimana yang tercatat dalam penerimaan untuk mempersiapkan bagi Notaris-PPAT yang dipanggil guna mengumpulkan data-data atau bahan-bahan yang diperlukan;

  • (5)    Apabila Notaris-PPAT yang dipanggil dengan alasan yang sah menurut hukum, tidak dapat memenuhi panggilan Penyidik, maka penyidik dapat ke kantor/ tempat kediaman Notaris-PPAT yang dipanggil untuk melakukan pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 113 KUHAP;

Dalam Pasal 14 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.03.HT.03.10 Tahun 2007 tentang Pengambilan Minuta dan Pemanggilan Notaris, menentukan: Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim untuk kepentingan proses peradilan dapat memanggil notaris sebagai saksi, tersangka atau terdakwa, dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis Pengawas Daerah. Dalam permohonan memuat alasan pemanggilan Notaris sebagai saksi, tersangka atau terdakwa. Permohonan dimaksud tembusannya disampaikan kepada notaris.

Pasal 15 menentukan, bahwa Majelis Pengawas Daerah memberikan persetujuan pemanggilan Notaris

sebagaimana dalam Pasal 14 ayat (1) apabila :

  • a.    Ada dugaan tindak pidana berkaitan dengan akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris atau;

  • b.    Belum gugur hak menuntut berdasarkan ketentuan tentang daluwarsa dalam peraturan perundang-undangan dalam bidang pidana.

Pasal 16 menentukan; Persetujuan Majelis Pengawas Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 diberikan setelah mendapat keterangan dari notaris yang bersangkutan. Pasal 17 menentukan; Majelis Pengawas Daerah tidak memberikan persetujuan kepada Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim untuk pemanggilan Notaris sebagai saksi, tersangka, maupun terdakwa apa bila tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15. Pasal 18 menentukan: (1) Majelis Pengawas Daerah wajib memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterimanya surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14;

  • (2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui maka Majelis Pengawas Daerah dianggap menyetujui.

Magister Hukum Udayana Desember 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 4 : 783 - 804

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


Atas uji materiil yang diajukan oleh Kan Kamal15 seorang direktur perusahaan swasta terhadap Pasal 66 UUJN No 30 Tahun 2004 Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa frase “atas persetujuan Majelis Pengawas Daerah” dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2012 juga berimplikasi terhadap Pengambilan Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris juga diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.03.HT.03.10 Tahun 2007 dan Nota Kesepahaman antara Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan Ikatan Notaris Indonesia Tahun 2006. Pada Pasal 4 Lampiran Nota Kesepahaman tersebut diatas ditentukan:

  • (1)    Tindakan penyidik berupa penyitaan terhadap Akta Notaris-PPAT dan/atau Protokol yang ada dalam penyimpanan Notaris-PPAT untuk membuktikan perkara pidananya dan/atau keterlibatan Notaris-PPAT sebagai tersangka, maka Penyidik harus memperhatikan presedur sebagaimana diatur dalam pasal 66 Undang-Undang

Jabatan Notaris serta Petunjuk Mahkamah Agung RI Nomor MA/Pemb/3429/86 tanggal 12 April 1986.

  • (2)    Tata cara yang ditempuh dalam penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut :

  • a.    Penyidik mengajukan permohonan kepada Majelis Pengawas ditempat kedudukan Notaris-PPAT bersangkutan berada;

  • b.    Surat permohonan tersebut menjelaskan secara rinci relevansi dan urgensi nya untuk membuka rahasia suatu minuta akta Notaris-PPAT demi kelancaran proses penyidikan suatu perkara pidana;

  • c.    Dalam mengajukan surat permohonan kepada Majelis Pengawas, Notaris-PPAT yang bersangkutan wajib diberi tembusan, dengan demikian Notaris-PPAT dapat memberikan pertimbangan kepada Majelis Pengawas baik diminta maupun tidak;

  • d.    Apabila          terhadap

persetujuan Majelis Pengawas sebagaimana dimaksud Pasal 66 Undang-Undang Jabatan Notaris diberikan, maka Penyidik diberikan fotokopi Minuta Akta dan/atau suat-

Magister Hukum Udayana Desember 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 4 : 783 - 804

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris, setelah disahkan oleh Notaris-PPAT yang bersangkutan sesuai dengan aslinya, dan dibuat berita acara penyerahan.

  • e.    Dalam hal diperlukan pemeriksaan laboratorium terhadap Minuta Akta, dan/ atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris, maka atas izin Majelis Pengawas, Notaris-PPAT dan Penyidik bersama-sama membawa bendel Minuta Akta tersebut ke Laboratorium Forensik (Labfor) yang telah ditentukan.

Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2012 yang mengurangi kewenangan dari Majelis Pengawas Daerah, dalam hal pemanggilan dan pengambilan protocol seorang notaris dalam kepentingan peradilan, penyidikan dan penuntutan tanpa persetujuan Majelis Pengawas Daerah. Pasal 66 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, kewenangan Majelis Pengawas Daerah beralih ke tangan majelis kehormatan Notaris. Pasal 66 UUJN Nomor 30 Tahun 2004, dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014, di samping dilakukan perubahan terdapat ketentuan ayat

(1), juga ditambahkan 2 ayat yaitu ayat (3) dan ayat (4) sehingga Pasal 66 selengkapnya menentukan sebagai berikut:

  • (1)    Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan majelis kehormatan Notaris berwenang:

  • a.    mengambil fotokopi Minuta

Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris ; dan

  • b.    memanggil notaries untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta atau Protokol Notaris yang berada pada penyimpanan Notaris.

  • (2)    Pengambilan          fotokopi

Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibuat berita acara penyerahan.

  • (3)    Majelis kehormatan Notaris dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat permintaan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan jawaban menerima atau menolak permintaan persetujuan.

  • (4)    Dalam hal majelis kehormatan Notaris tidak memberikan jawaban dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat

Magister Hukum Udayana Desember 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 4 : 783 - 804

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


  • (3), majelis kehormatan Notaris dianggap menerima permintaan persetujuan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2012, berimplikasi kepada beberapa peraturan yang berkenaan dengan kenotariatan. Namun yang penting di sini adalah bahwa tugas Majelis Pengawas Daerah (MPD) menjadi berkurang tidak lagi memberikan izin khususnya yang berkenaan dengan ketentuan Pasal 66 UUJN, yang menurut ketentuan UU Nomor 2 Tahun 2014, hal tersebut mejadi kewenangan Majelis Kehormatan Notaris. Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi dimaksud tugas, wewenang dan kewajiban yang masih harus dilakukan oleh MPD dalam melakukan pembinaan, melakukan pemeriksaan berkala serta melakukan pemeriksaan atas pengaduan masyarakat, baik pengaduan masyarakat karena notaris yang diduga melanggar kode etik, maupun karena melanggar jabatan notaris.

  • 3. 2. Pengawasan Notaris Melalui Mekanisme Pemeriksaan Notaris

Pengawasan Notaris melalui mekanisme pemeriksaan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu: 1. pemeriksaan setiap waktu (berkala) dan pemeriksaan yang dianggap perlu ; dan

  • 2.    pemeriksaan karena ada pengaduan masyarakat karena

adanya dugaan pelanggaran koda etik notaris atau dugaan melanggar jabatan notaris, atau adanya permintaan dari pihak penyidik, kejaksaan atau dari hakim yang sedang memeriksa suatu perkara yang ada sangkut pautnya dengan notaris.

Pemeriksaan berkala adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah berkenaan dengan pengawasan dan pembinaan notaris secara rutin yang dilakukan minimal sekali dalam setahun. Tata cara dan materi pemeriksaan berkala atau pemeriksaan setiap waktu yang dianggap perlu sebagai berikut :

  • 1.    Oleh Majelis Pengawas Daerah terlebih dahulu harus dibentuk Tim Pemeriksa yang terdiri dari 3 (tiga) orang masing-masing unsur dan dibantu oleh seorang sekretaris. Tim Pemeriksa hanya ada pada Majelis Pengawas Daerah. Jika salah satu Tim Pemeriksa ada hubungan darah atau perkawinan dengan Notaris yang akan diperiksa yang bersangkutan wajib untuk menolak untuk memeriksa dan harus digantikan dengan yang lainnya yang ditunjuk oleh Ketua Mejelis Pengawas Daerah. (Pasal 16 Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10. Tahun 2004)

Magister Hukum Udayana Desember 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 4 : 783 - 804

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


  • 2.    Sebelummelakukanpemeriksaan oleh Tim Pemeriksa yang telah dibentuk oleh Ketua Majelis Pengawas Daerah, Majelis Pengawas Daerah memberitahukan secara tertulis kepada Notaris yang akan diperiksa paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum pemeriksaan dilakukan. Surat Pemberitahuan dimaksud berisikan hari, tanggal dan nama Mejelis Pengawas Daerah yang akan melakukan pemeriksaan. Pada hari dan tanggal yang ditentukan Notaris yang akan diperiksa harus berada di kantornya serta menyiapkan semua Protokol Notaris. (Pasal 15 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10. Tahun 2004);

  • 3.    Materi yang diperiksa oleh Tim Pemeriksa Majelis Pengawas Daerah sesuai dengan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.39.PW.07.10 tahun 2004; yang meliputi:

  • 1)    Alamat dan kondisi fisik kantor;

  • 2)   Surat pengangkatan sebagai

Notaris;

  • 3)   Berita acara sumpah/

pengangkatan sebagai Notaris;

  • 4)   Surat keterangan izin cuti

Notaris

  • 5)    Sertifikat cuti Notaris

  • 6)   Protokol Notaris yang terdiri

atas :

  • 1.    Minuta Akta;

  • 2.    Buku daftar akta atau reportorium;

  • 3.    Buku khusus untuk mendaftarkan        surat

dibawah tangan yang disahkan tanda tangannya dan surat di bawah tangan yang dibukukan;

  • 4.    Bukudaftarnamapenghadap atau kleper daftar akta dan daftar surat dibawah tangan yang disahkan;

  • 5.   Buku daftar protes;

  • 6.   Buku daftar wasiat; dan

  • 7.    Buku daftar lain yang harus disimpan oleh Notaris berdasarkan ketentuan peraturan      perundang-

undangan.

  • 7)    Keadaan arsip

  • 8)   Keadaan penyimpanan akta

(penjilidan dan keamanannya);

  • 9)   Laporan bulanan pengiriman

salinan yang disahkan dan daftar akta, daftar surat dibawah tangan yang disahkan, dan daftar surat dibawah tangan yang dibukukan;

  • 10)    Uji petik terhadap akta

  • 11)    Penyerahan Protokol yang berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih;

  • 12)    Jumlah pegawai yang terdiri atas

  • 1.    Sarjana; dan

  • 2.    Non-sarjana.

  • 13)    Sarana kantor antara lain

  • 1.    Komputer;

  • 2.    Meja;

Magister Hukum Udayana Desember 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 4 : 783 - 804

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


  • 3.    Almari;

  • 4.  Kursi Tamu;

  • 5.   Mesin Ketik;

  • 6.    Filing Kabinet; dan

  • 7.    Pesawat Telepon/faksimile/ internet

  • 14)    Penilaian Pemeriksaan; dan

  • 15)    Waktu dan tanggal pemeriksaan.

Semua hal diatas dimuat dalam suatu berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh Tim Pemeriksa dan Notaris yang diperiksa. Kemudian hasilpemeriksaantersebutdisampaikan kepada Majelis Pengawas Wilayah.

Hasil pemeriksaan oleh Tim Pemeriksa, oleh Majelis Pengawas Daerah dipakai sebagai bahan evaluasi terhadap Notaris atas kepatuhan nya terhadap Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris di dalam melakukan pembinaan dan pengawasan.

Pemeriksaan karena ada pengaduan masyarakat atau adanya permintaan dari pihak penyidik, kejaksaan atau dari hakim (pengadilan) yang sedang memeriksa suatu perkara yang melibatkan Notaris, baik sebagai saksi maupun tersangka adalah merupakan pemeriksaan yang bersifat insidental16 yang tergantung dari laporan masyarakat atau adanya

permintaan.

Jika ada pihak yang merasa dirugikan, karena adanya dugaan pelanggaran kode etik atau pelanggaran jabatan notaris, dapat mengajukan laporan secara tertulis kepada Majelis Pengawas Daerah. Laporan dimaksud segera akan ditindaklanjuti yang diawali dengan dimana Ketua Majelis Pengawas Daerah membentuk Majelis Pemeriksa, yang berjumlah 3 orang yang diambil dari masing-masing unsur Majelis Pengawas Daerah, dan dibantu oleh seorang sekretaris. Demikian ditentukan dalam Pasal 20 ayat (1). Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004. Namun dalam hal ini Majelis Pemeriksa tidak berwenang menjatuhkan sanksi terhadap notaris ter lapor. Dalam ayat (2) ditentukan bahwa Majelis Pemeriksa Wilayah dan Majelis Pemeriksa Pusat berwenang memeriksa dan memutus laporan yang diterima. Sedangkan dalam Pasal 21 ayat (3) dan ayat (4) ditentukan bahwa laporan tentang adanya dugaan pelanggaran kode etik atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris disampaikan kepada Majelis Pengawas Daerah. Sedangkan laporan selain dari pada itu disampaikan kepada Majelis Pengawas Wilayah. Dalam Ayat (5) dan Ayat (6) ditentukan bahwa dalam hal laporan itu disampaikan kepada Majelis Pengawas Wilayah atau Majelih Pengawas Pusat, maka laporan tersebut diteruskan kepada Majelis Pengawas Daerah.

Magister Hukum Udayana Desember 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 4 : 783 - 804

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


Sebelum melakukan pemeriksaan Majelis Pemeriksa yang dibentuk oleh Majelis Pengawas Daerah memanggil pelapor dan ter lapor selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sebelum sidang. Jika setelah dipanggil secara patut ada yang tidak hadir maka dilakukan pemanggilan yang kedua. Jika pemanggilan telah dilakukan secara patut untuk kedua kalinya, jika ter lapor tidak hadir maka putusan diucapkan tanpa kehadiran ter lapor, sedangkan jika pelapor yang tidak hadir, maka Majelis Pemeriksa Daerah menyatakan laporan gugur dan tidak dapat dilanjutkan lagi. (demikian ditentukan dalam Pasal 22)

Pemeriksaan oleh Majelis Pemeriksa Daerah tertutup untuk umum. Demikian ditentukan dalam Pasal 23 ayat (1). Apakah pengucapan putusan Majelis Pemeriksa dinyatakan tertutup atau terbuka untuk umum tidak ada ditentukan. Pemeriksaan dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kalender setelah laporan diterima. Majelis Pemeriksa Daerah harus sudah menyelesaikan pemeriksaan dan menyampaikan hasil pemeriksaan kepada Majelis Pengawas Wilayah dalam jangka waktu paling lambat 30 (tigapuluh)harikalenderterhitungsejak laporan diterima. Hasil pemeriksaan dituangkan dalam bentuk berita acara pemeriksaan dan ditandatangani oleh ketua dan sekretaris.

Guru besar Program Magister Konotariatan Fakultas Hukum Universitas Diponogoro, Prof. Dr. Suteki, SH. M.Hum, mengemukakan

bahwa rekan-rekan notaris untuk lebih berhati-hati dalam melaksanakan tugas jabatan. Dengan berhati-hati dan cermat, tentu tidak akan tersandung masalah di masa mendatang.17 Memang seyogianya notaris berhati-hati dan cermat di dalam menjalankan profesinya, tidak merugikan masyarakat yang memerlukan jasa mereka, sehingga kepercayaan masyarakat tetap dapat dipertahankan.

Kewenangan Majelis Pengawas Daerah sebagaimana ditentukan Pasal 66 UUJN telah dirubah dengan diundangkan nya UU No. 2 Tahun 2014, yang menjadi kewenangan Majelis Kehormatan Notaris. Pembentukan majelis Kehormatan Notaris ditentukan dalam Pasal 66A. Dalam ayat (1) ditentukan bahwa dalam melaksanakan pembinaan menteri membentuk Majelis Kehormatan Notaris. Dengan diundangkan nya Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014, Pasal 66A, maka tugas pembinaan Notaris tidak lagi dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris melainkan dilakukan oleh majelis kehormatan Notaris. Berkenaan dengan majelis kehormatan Notaris lebih lanjut dapat dilihat dalam Pasal 66A ayat (2) dan ayat (3).

Sehubungan          dengan

pemeriksaan terhadap Notaris yang diduga melakukan pelanggaran Koda Etik Notaris atau pelanggaran jabatan

Magister Hukum Udayana Desember 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 4 : 783 - 804

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah dan atau Majelis Pengawas wilayah dilakukan secara tertutup untuk umum, sedangkan pemeriksaan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Pusat dilakukan secara terbuka untuk umum18. Dalam proses pemeriksaan pihak Notaris ter lapor tetap diberikan kesempatan sebagai suatu hak untuk melakukan pembelaan diri.

  • IV. KESIMPULAN

  • 1.    Dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2012Tanggal 28 Mei 2013, dan dengan diundangkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014, MajelisPengawasNotarisDaerah (MPD), hanya mempunyai tugas dan wewenang untuk melakukan pembinaan, melalui pemeriksaan berkala minimal setahun sekali, dan pemeriksaan atas pengaduan masyarakat atas dugaan pelanggaran kode etik notaris atau dugaan pelanggaran jabatan notaris. Sedangkan untuk memberikan izin dalam hal dugaan melakukan perbuatan pidana, pemanggilan oleh penyidik, penuntut umum atau hakim serta jika ada permintaan pengambilan foto kopi minuta akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol notaris dalam

penyimpanan oleh notaris dan pemanggilan notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanan notaris adalah merupakan tugas dan wewenang Majelis Kehormatan Notaris (MKN).

  • 2.    Mekanisme pemeriksaan notaris secara berkala oleh Ketua Majelis Pengawas Daerah, terlebih dahulu harus dibentuk Tim Pemeriksa yang terdiri dari 3 (tiga) orangmasing-masing unsur (organisasi notaries, pemerintah dan ahli/akademis) dan dibantu oleh seorang sekretaris. Sebelum melakukanpemeriksaanolehTim Pemeriksa yang telah dibentuk oleh Ketua Majelis Pengawas Daerah, Majelis Pengawas Daerah memberitahukan secara tertulis kepada notaris yang akan diperiksa paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum pemeriksaan dilakukan. Surat pemberitahuan dimaksud berisikan hari, tanggal dan nama Majelis Pemeriksa yang telah dibentuk oleh Ketua Mejelis Pengawas Daerah yang akan melakukan pemeriksaan. Pada hari dan tanggal yang ditentukan notaris yang akan diperiksa harus berada di kantornya serta menyiapkan semua protokol notaris. Materi yang diperiksa oleh Tim Pemeriksa dari unsur Majelis

Magister Hukum Udayana Desember 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 4 : 783 - 804

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


Pengawas Daerah sesuai dengan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.39. PW.07.10 tahun 2004; meliputi: 1) Alamat dan kondisi fisik kantor; 2) Surat pengangkatan sebagai Notaris; 3) Berita acara sumpah/pengangkatan sebagai Notaris; 4) Surat keterangan ijin cuti Notaris; 5) Sertifikat cuti Notaris; 6) dan semua Protokol Notaris.

Semua hasil pemeriksaan dimuat dalam suatu berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh Tim Pemeriksa dan notaris yang diperiksa. Kemudian hasil pemeriksaan tersebut disampaikan kepada Majelis Pengawas Wilayah. Di samping itu Hasil pemeriksaan oleh Tim Pemeriksa, oleh Majelis Pengawas Daerah dipakai sebagai bahan evaluasi terhadap notaris atas kepatuhan nya terhadap Undang-Undang Jabatan Notaris dan kode etik notaris di dalam melakukan pembinaan dan pengawasan.

Pemeriksaan karena ada pengaduan masyarakat adalah merupakan pemeriksaan yang bersifat insidental yang tergantung dari laporan masyarakat. Dalam hal melakukan pemeriksaan terhadap notaris yang dilaporkan, Ketua Majelis Pengawas Notaris Daerah membentuk Majelis PemeriksaDaerah.Sebelummelakukan pemeriksaan Majelis Pemeriksa Daerah memanggil pelapor dan ter lapor selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sebelum sidang. Jika setelah

dipanggil secara patut ada yang tidak hadir maka dilakukan pemanggilan yang kedua, Jika setelah dipanggil kedua kalinya (panggilan secara patut) pelapor tidak hadir, laporannya gugur, sedangkan jika ter lapor yang tidak hadir maka putusan diucapkan tanpa hadirnya ter lapor. Pemeriksaan oleh Majelis Pemeriksa Daerah tertutup untuk umum. Majelis Pemeriksa Daerah harus sudah menyelesaikan pemeriksaan dan menyampaikan hasil pemeriksaan kepada Majelis Pengawas Wilayah dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak laporan diterima. Hasil pemeriksaan dituangkan dalam bentuk berita acara pemeriksaan dan ditandatangani oleh ketua dan sekretaris, di samping disampaikan kepada Majelis Pengawas Daerah, juga harus disampaikan kepada pelapor, ter lapor, dan organisasi asosiasi Notaris.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Ghafur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan        Indonesia,

Perspektif Hukum dan Etika, UIIPress, Yogjakarta;

Abintoro Prakoso, 2015, Etika Profesi Hukum, Telaah Historis, Filosofis, dan Teoritis Kode Etik Notaris, Advokat, Polisi, Jaksa dan Hakim, LaksBang Justitia, Surabaya.

Achmad Ali dan Wiwie Heryani, 2012, Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata, Cetakan pertama, Kencana, Prenada Media Group, Jakarta.

Magister Hukum Udayana Desember 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 4 : 783 - 804

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


Ignatius Ridwan Widyadharma, 1996, Etika Profesi Hukum, Badan PenerbitUniversitasDiponegoro, Semarang.

Kanter, E.Y., 2001, Etika Profesi Hukum; Sebuah Pendekatan Religius,    Storia Grafika,

Jakarta, hal. 11 Ignatius Ridwan Widyadharma, 1996, Etika Profesi Hukum, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto,1978, Prihal Kaidah Hukum,    Alumni Bandung,

Bandung.

Sunaryati Hartono, 1994, Penelitian Hukum di Indonesia pada akhir abad ke- 20, Alumni Bandung, Bandung.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1990, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali Pres, Jakarta.

Taufik Makarao, Moh.2004, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, Cetakan pertama, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2014 Nomor 3 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491).

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor :  M.02.

PR.08.10 Tahun 2004 Tentang Tata Cara    Pengangkatan

Anggota,       Pemberhentian

Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja, Dan Tata Cara Pemeriksaan Notaris.

Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No.: M.39-PW.07.10 Tahun 2004 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas Notaris;Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asas Manusia Republik Indonesia Nomor M.03.HT.03.10 Tahun 2007 Tentang Pengambilan Minuta Akta Dan Pemanggilan Notaris.

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor: HH.06. AH.02.10 Tahun 2009, tentang Sekretaris Majelis Pengawas Notaris.

Nota Kesepahaman antara Kepolisian Negara  Republik Indonesia

dengan Ikatan Notaris Indonesia, No.Pol   8/1056/V/2006 dan

Nomor   : 01/MOU/PP-INI/

V/2006. Tanggal 9 Mei 2006.

Jurnal

Aidir Amin Daud, 2011, Profesi ini Harus Diawasi Secara Ketat, Majalah Berita Bulanan Notaris,

Magister Hukum Udayana Desember 2016

Vol. 5, No. 4 : 783 - 804

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

PPAT, Pertanahan dan Hukum, Renvoi, No. 10/94 Maret Th.08/2011.

Suteki, 2010, MPD Kendal Bergerak Efektif, Majalah Berita Bulanan Notaris, PPAT, Pertanahan dan Hukum, No. 5/89 Oktober Th. 08/2010.

Syafran Sofyan, 2013, Peran MPD adalah Khusus, Majalah Berita Bulanan, Notaris PPAT, Pertanahan dan Hukum, No. 11/119 April Th. 10/2013.

Internet

http://eprints.undip.ac.id/23936/1/ ERNA_RISTIANI, diakses 11/12/2016.

http://WWW.jimlyschool.com/ read/news/355/peren-mpd-majelis-pengawas-daerah-notaris-adalah-khusus/, diakses 11/12/2016.

http://www.indonesianotary-community.com/majelis-kehormatan-notaris-catatan-diskusi-inc/.

804