Jurnal

E-ISSN 2502-3101

P-ISSN 2302-528X

Magister Hukum Udayana Juli 2016

Vol. 5, No. 2 : 272 - 280

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

EKSISTENSI PARALEGAL DALAM MENGOPTIMALKAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM1

Oleh :

Gede Agung Wirawan Nusantara2

Abstract

The provision of legal aid is based on the principle of equality before the law. Access to legal aid is seen as a human right. One legal aid according to the Act No. 16 of 2011 concerning Legal Aid is a paralegal, but the laws are not set on the definition and duties of paralegals in providing legal aid. This study examines two issues namely juridical legitimacy of paralegal in the national legal order and the authority of paralegals in providing legal aid to the poor. This research is a normative legal research that examine the vagueness of the norms regarding the provision of paralegal. Primary legal materials in the form of legislation, while secondary legal material in the form of books related to this issue. Legal materials collected through library research. Paralegal juridical legitimacy in the national legal order contained in Article 9 and Article 10 of the Act No. 16 of 2011 on Legal Aid. Paralegal be one of relief. Paralegal only authorized to provide legal assistance to cases settled by non-litigation. Paralegals can also provide legal counseling and perform the preparation of the report.

Keywords: paralegal, legal aid, and the poor.

Abstrak

Pemberian bantuan hukum didasarkan pada prinsip persamaan di depan hukum. Akses bantuan hukum dipandang sebagai hak asasi manusia. Bantuan hukum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum merumuskan tentang peran paralegal, tapi undang-undang tersebut tidak mengatur mengenai definisi dan tugas paralegal dalam memberikan bantuan hukum. Paralegal diartikan secara legitimasi yuridis dalam tatanan hukum nasional yang tercantum dalam Pasal 9 dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Perumusan Undang-undang memposisikan Paralegal hanya berwenang untuk memberikan bantuan hukum dalam proses kasus yang diselesaikan dengan metode non-litigasi dan juga Paralegal juga dapat memberikan penyuluhan hukum dan melakukan persiapan laporan. Penelitian ini menguji dua isu yaitu legitimasi yuridis dari paralegal dalam tatanan hukum

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

nasional dan otoritas paralegal dalam memberikan bantuan hukum kepada orang miskin. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang meneliti ketidakjelasan norma-norma tentang pemberian bantuan hukum oleh paralegal. Bahan hukum primer berupa undang-undang, sedangkan bahan hukum sekunder dalam bentuk buku yang terkait dengan masalah ini. Bahan hukum dikumpulkan melalui studi kepustakaan.

Kata kunci: paralegal, bantuan hukum, dan masyarakat miskin.

  • I.    PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara dengan jumlah penduduk 250.000.000 jiwa, sehingga termasuk dalam urutan keempat terbesar di dunia dengan ragam budaya dan memiliki 1300 suku. Dengan kondisi tersebut, tidak di pungkiri lagi bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara yang penuh dengan dinamika permasalahan masyarakatnya, dari permasalahan hukum, ekonomi, sosial, budaya, sipil dan politiknya. Jumlah warga negara yang begitu banyak dengan dinamika permasalahan yang kompleks mengisyaratkan peran aspek eksekutif, legislatif dan yudikatif dapat bergandengan tangan dengan erat untuk dapat memberikan akses perlindungan hukum secara tepat dan adil bagi warga negaranya.

Banyaknya permasalahan hukum yang dihadapi masyarakat secara langsung juga menegaskan pentingnya peranan pemerintah untuk memberikan jaminan perlindungan hukum bagi mereka yang berproses hukum. Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) menegaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan berlandaskan atas dasar hukum (recht staat), dengan kondisi tersebut mengartikan setiap langkah negara dalam bersikap harus menjunjung tinggi nilai dasar hukum mengenai hak asasi masyarakatnya dengan utuh. Sebagai negara yang menjunjung tinggi hak asasi warga negaranya maka prinsip asas persamaan hukum (equality before the law) bagi seluruh masyarakat yang berhadapan dengan hukum sangat penting agar tidak terjadi kriminalisasi ataupun tebang pilih perkara bagi masyarakat dalam berproses hukum.

Salah satu indikator kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari tersedia dan terjaminnya akses untuk mendapatkan keadilan bagi masyarakat yang sedang bermasalah dengan hukum, akan tetapi indikator tersebut kenyataannya dalam kehidupan masyarakat sulit untuk dipenuhi oleh Negara. Perumpamaan peribahasa tentang hukum cenderung tumpul ke atas dan tajam ke bawah tepat digunakan dengan kondisi masyarakat saat ini, masyarakat miskin dan termajinalkan masih menjadi mayoritas

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

kumpulan masyarakat yang kesulitan untuk mendapatkan akses terhadap keadilan, sedangkan masyarakat yang mempunyai kekuasaan, harta dan jabatan strategis

Setiap warga negara pada dasarnya berhak mendapatkan bantuan hukum. Secara konstitusional dinyatakan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum... sebagaimana yang diatur dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. Bantuan hukum dimaknai sebagai pembelaan yang diberikan oleh seorang penasehat hukum sewaktu perkaranya diperiksa, yang dimulai dari pemeriksaan pendahuluan atau dalam proses pemeriksaan perkaranya dimuka pengadilan.3 Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak dan Markus Yage mengatakan bahwa jasa pelaku hukum yang kreatif sangat dibutuhkan agar masyarakat dapat merasakan manfaatnya. Pelaku hukum tersebut diharapkan dapat menerjemahkan hukum dalam fora kepentingan-kepentingan sosial yang memang harus merekalayaninya. Dalam melayani kepentingan sosial tersebut maka muncullah istilah paralegal dalam memberikan bantuan hukum bagi masyarakat miskin.

Eksistensi paralegal sangat dibutuhkan dalam memberikan bantuan hukum kepada masyarakat miskin. Dalam Undang-undang

Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dinyatakan tentang keberadaan paralegal sebagai pemberi bantuan hukum, namun tidak dijelaskan mengenai definisi dan ruang lingkup kewenangan dari paralegal dalam memberikan bantuan hukum bagi masyarakat miskin. Oleh sebab itu, sangat menarik untuk membahas penelitian yang berjudul “Eksistensi Paralegal Dalam Mengoptimalkan Pemberian Bantuan Hukum Berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum.”

  • 1.2    Perumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian mengenai eksistensi paralegal dalam mengoptimalkan peran bantuan hukum bagi masyarakat miskin adalah sebagai berikut:

  • 1.   Bagaimanakah legitimasi yuridis

paralegal dalam tatanan hukum nasional?

  • 2.    Bagaimanakahbataskewenangan paralegal dalam memberikan bantuan hukum bagi masyarakat miskin?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Tujuan umum dan tujuan khusus dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: a. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan menemukan eksistensi paralegal dalam mengoptimalkan peran bantuan hukum

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

bagi masyarakat miskin berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.

  • b. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

  • 1)    Untuk menganalisis legitimasi yuridis paralegal dalam tatanan hukum nasional.

  • 2)    Untuk menganalisis batas kewenangan paralegal dalam memberikan bantuan hukum bagi masyarakat miskin.

II METODE PENELITIAN 2.1 Jenis Penelitian

Penelitian tentang eksistensi paralegal dalam mengoptimalkan peran bantuan hukum bagi masyarakat miskin berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum adalah penelitian yuridis normatif. Sifat penelitian normatif dilakukan dengan cara meneliti bahan bahan hukum.4 Penelitian ini mengkaji mengenai kekaburan mengenai istilah paralegal yang dikaitkan dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.

  • 2.2    Jenis Pendekatan

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan perundang-undangan (the statute approach) yang menggunakan bahan hukum primer yakni KUHAP dan Undang-undang Nomor 16 Tahun

2011 tentang Bantuan Hukum serta peraturan perundang-undangan terkait. Pendekatan lain yang juga digunakan adalah konsep hukum (analitical and conseptual approach), yakni dengan menggunakan konsep bantuan hukum dan paralegal.

  • 2.3    Sumber Bahan Hukum

Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yakni KUHAP dan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Bahan hukum sekunder yang digunakan adalah buku dan artikel ilmiah yang terkait dengan bidang hukum ini.

  • 2.4    Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui teknik studi kepustakaan. Dokumen dan literatur hukum dikumpulkan dan dirujuk sebagai bahan dalam penelitian.

  • 2.5    Teknis Analisis Bahan

    Hukum

Analisis bahan hukum dilakukan melalui teknik kualitatif. Hasil pembahasan dilakukan secara deskriptif analitis yang menjabarkan mengenai eksistensi paralegal menurut Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dalam

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

memberikan bantuan hukum bagi masyarakat yang tidak mampu.

III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Legitimasi Yuridis Paralegal dalam Tatanan Hukum Nasional

Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan bantuan hukum (the rights of legal access). Jaminan konstitusional mengenai persamaan dihadapan hukum diatur sebagai hak asasi manusia. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dinyatakan “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.” Semua orang tanpa terkecuali berhak untuk mendapatkan bantuan hukum, meskipun mereka berasal dari masyarakat miskin yang tidak mampu membayar jasa hukum. Jasa hukum diberikan karena hak atas bantuan hukum menjadi hak asasi manusia yang harus diakui, dilindungi dan dipenuhi.

Dalam 28 I ayat (2) UUD 1945 disebutkan “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.” Perlindungan dari perilaku diskriminatif ini dipertegas oleh pemerintah melalui Undang-undang Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, dimana bantuan hukum sebagai jasa hukum yang diberikan secara cuma-cuma.

Pemberian bantuan hukum ini dilakukan untuk menjamin, keadilan dan kepastian hukum dalam sebuah proses hukum yang adil. Mengenai hal ini Heri Tahir berpendapat bahwa untuk mewujudkan proses hukum yang adil, maka unsur minimal yang harus ada adalah orientasi kepada keadilan prosedural. Konstitusi atau Undang-undang ditempatkan sebagai basis pelaksanaan dari proses hukum yang adil. Keadilan prosedural ini memberikan keuntungan berupa terjaminnya kepastian hukum pada setiap orang dan diperlakukan sama.5

Bantuan hukum dapat diberikan oleh paralegal. Paralegal bukanlah tergolong pada profesi advokat, karena paralegal sendiri bukanlah sarjana hukum tetapi dapat memberikan bantuan hukum setelah mendapatkan pelatihan dari pemberi bantuan hukum tempatnya bekerja. Paralegal harus memiliki pengetahuan hukum dan keterampilan dasar di bidang hukum dan hak asasi manusia. Biasanya paralegal memiliki pengalaman di bidang lembaga swadaya masyarakat (non-governmental organization). Dalam tatanan hukum nasional memang belum ada pengaturan mengenai definisi dari paralegal.

Dalam Undang-undang Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum memunculkan istilah paralegal sebagai pemberi bantuan hukum. Undang-undang tersebut tidak mengatur secara

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

tegas mengenai definisi dari paralegal. Dalam 9 a Pasal Undang-undang Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dinyatakan bahwa “Pemberi Bantuan Hukum berhak melakukan rekrutmen terhadap advokat, paralegal...” Selanjutnya dalam Pasal 10 diatur mengenai kewajiban dari Pemberi Bantuan Hukum untuk menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Bantuan Hukum bagi paralegal yang telah direkrut oleh pemberi bantuan hukum. Ketentuan-ketentuan tersebut menjadi dasar legitimasi yuridis terhadap keberadaan paralegal sebagai pemberi bantuan hukum.

Legitimasi yuridis terhadap paralegal dalam memberikan bantuan hukum sangat diperlukan mengenai konsep negara hukum yang dianut oleh Indonesia. Negara hukum memberikan makna dimana negara dalam penyelenggaraan pemerintahannya didasarkan prinsip-prinsip hukum. Prinsip-prinsip hukum tersebut bertujuan untuk membatasi kekuasaan pemerintahan.6 Dengan demikian, setiap orang yang menjalankan atau memberikan bantuan hukum kepada masyarakatharusmemilikikewenangan yang jelas dan berdasarkan hukum.

I Dewa Gede Atmadja, 2010, Hukum Konstitusi Problematika Konstitusi Indonesia Sesudah Perubahan UUD 1945, Setara Press, Malang, hlm. 158.

  • 3.2    Batas Kewenangan Paralegal Dalam Memberikan Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin

Bantuan hukum bagi masyarakat miskin sangat diperlukan mengingat masyarakat miskin biasanya menjadi kelompok yang termarginal. Latar belakang pendidikan mereka yang kurang akan menyebabkan rendahnya pengetahuan mereka akan akses keadilan. Sementara itu esensi dari hukum adalah memberikan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum sebagaimana yang diajarkan oleh Radburch. Dalam praktik hukum diperlukan penggunaan asas prioritas dalam menentukan tujuan hukum itu, dimana prioritas pertama adalah keadilan, kedua adalah kemanfaatan dan yang terakhir adalah barulah kepastian hukum.7 Hukum harus diberlakukan secara adil untuk menjamin hak asasi warga negara untuk mendapatkan bantuan hukum.

Diskursus tentang HAM dalam kaitannya dengan sistem peradilan pidana dan administrasi peradilan pidana, tidak akan lepas dari pembicaraan tentang korelasi antara supremasi hukum, HAM, dan demokrasi. Kualitas perlindungan dan promosi tentang HAM maupun supremasi hukum di suatu negara, merupakan dua dari sekian banyak

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

indices of democracy”. Hal ini merupakan indikator ada atau tidaknya demokrasi di suatu negara.8 Secara umum, hukum hanya mengatur kepentingan-kepentingan para warga masyarakat yang bersifat lahiriah.9

Dalam mengatur kepentingan hukum tersebut, maka negara seharusnya mengatur pula tentang kewenangan dalam pemberian bantuan hukum bagi masyarakat miskin. Pengaturan tersebut merupakan salah satu model kebijakan hukum pidana pada tahap kebijakan yudikatif/ aplikatif (penegakan hukum pidana in concreto). Kebijakan tersebut harus memperhatikan dan mengarah pada pencapaian tujuan dari kebijakan sosial, berupa ‘social welfare’ dan ‘‘social defence’.10 Pemberian bantuan hukum bagi masyarakat miskin dapat dilakukan oleh paralegal.

Dalam undang-undang Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum tidak diatur mengenai kewenangan dari paralegal. Undang-undang tersebut hanya mengatur mengenai ruang lingkup bantuan hukum yakni untuk menyelesaikan masalah hukum

di bidang keperdataan, pidana, dan tata usaha negara baik yang diselesaikan melalui jalur litigasi maupun jalur nonlitigasi. Bantuan hukum yang dilakukan dapat berupa mewakili, mendampingi, menjalankan kuasa, memberikan pembelaan, dan/atau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum Penerima Bantuan Hukum.

Pendampingan penerima bantuan hukum pada sidang pengadilan sesuai dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, hanya dapat dilakukan oleh profesi advokat. Dengan demikian, pemberian bantuan hukum ketika sudah dalam proses sidang pengadilan tidak dapat dilakukan oleh paralegal. Paralegal hanya dapat memberikan bantuan hukum apabila penyelesaian masalah hukum tersebut diselesaikan secara non litigasi atau penyelesaian perkara di luar pengadilan. Eksistensi paralegal dalam memberikan bantuan hukum di Indonesia dapat dilihat sebagai mediator dalam penyelesaian hubungan industrial, pendampingan dalam penyelesaian kasus KDRT, dan sebagainya. Merujuk pada ketentuan mengenai pemberi bantuan hukum, maka paralegal juga dapat memberikan penyuluhan hukum dan melakukan penyusunan laporan mengenai bantuan hukum yang diberikan.

Paralegal memiliki peranan dalam sistem peradilan pidana. Sistem peradilan pidana menurut Mardjono Reksodipoetra merupakan

Magister Hukum Udayana

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Juli 2016

sistem pengendalian kejahatan. Bekerjanya peradilan pidana dilakukan oleh lembaga-lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan terpidana.11 Paralegal akan membantu masyarakat miskin untuk menghadapi masalah hukum yang diperiksa sepanjang tidak beracara pada sidang pengadilan. Hak dan kewajiban bagi pemberi dan penerima bantuan hukum harus dilaksanakan secara seimbang. Pemenuhan kewajiban dan hak secara seimbang ini menyenangkan, membahagiakan, menentramkan dan memuaskan pihak-pihak. Inilah sebenarnya hakikat tujuan hidup yang hendak dicapai oleh manusia dalam hidup bermasyarakat.12 Hak dan kewajiban pemberi dan penerima bantuan hukum diatur dalam Pasal 9 sampai Pasal 13 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.

IV PENUTUP

  • 4.1    Simpulan

  • a)    Legitimasi yuridis paralegal dalam tatanan hukum nasional terdapat dalam Pasal 9 dan Pasal 10 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Paralegal menjadi salah satu dari pemberi bantuan hukum selain advokat, dosen,

dan mahasiswa fakultas hukum. Dalam peraturan perundang-undangan tidak diatur mengenai definisi paralegal.

  • b)    Batas kewenangan paralegal dalam memberikan bantuan hukum bagi masyarakat miskin adalah menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, dan melakukan tindakan hukum lain terhadap permasalahan hukum yang diselesaikan secara non litigasi. Paralegal juga dapat memberikan penyuluhan hukum dan melakukan penyusunan laporan.

  • 4.2    Saran

  • a)    Pembuat undang-undang hendaknya merumuskan mengenai definisi dan kewenangan masing-masing personil dalam memberikan bantuan hukum bagi masyarakat miskin, khususnya mengenai fungsi paralegal dalam pemberian bantuan hukum itu sendiri.

  • b)    Pemberi bantuan hukum hendaknya memberikan pendidikan dan pelatihan yang terus-menerus kepada paralegal agar dapat memberikan bantuan hukum secara optimal.

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad, 2006, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (JudicialPrudence) Termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence), Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Atmadja, I Dewa Gde, 2010, Hukum Konstitusi Problematika Konstitusi Indonesia Sesudah Perubahan UUD 1945, Setara Press, Malang.

Bambang Sunggono dan Aries Harianto, 2010, Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia, Mandar Maju, Bandung.

Barda Nawawi Arief,2008, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta..

Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak, Markus Yage, 2010, Teori Hukum strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Genta Publishing, Yogyakarta.

Heri Tahir, 2010, Proses Hukum yang Adil Dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Laksbang, Yogyakarta.

Muladi, HAM dalam Perspketif Sistem Peradilan Pidana, dalam Muladi (ed.), 2009, Hak Asasi

Manusia Hakekat, Konsep dan Implikasinya Dalam Perspektif dan Masyarakat, Refika Aditama, Bandung.

Soekanto, Soerjono, & Mamudji, Sri, 2009, Penelitian Hukum Normatif, RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Soerjono Soekanto, 2009, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Yesmil Anwar dan Adang, 2009, Sistem Peradilan Pidana Konsep Komponen & Pelaksanaannya Dalam Penegakan Hukum di Indonesia, Widya Padjajaran, Bandung.

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Bantuan Hukum.

280