Jurnal

ISSN 2302-528X

Magister Hukum Udayana • Juli 2015


(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)


Vol. 4, No. 2 : 298 - 307


PERLINDUNGAN HUKUM

ATAS HAK POLITIK PEREMPUAN OLEH NEGARA

Oleh:

Yosefina Daku1

Abstract

As the law states, Indonesia provide the protection of the rights for of all people without the discrimination. By the basis of the mandate of the Preamble to the Constitution of 1945 that “a just and civilized humanity,” the Indonesian state guarantees of a society that is fair. Political rights granted by the country with regard to discrimination is legal protection by the state against women’s political rights. By participating in the convention and recognized in the form of Law Number 7 Year of 1984 on Ratification of the Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women, an attempt by the state to remove the problems in realizing the equality of women and men. Therefore the problem that can formulated are: 1) how the legal protection of women’s political rights in Indonesia? 2) how the implementation of Law Number 7 Year of 1984 on Ratification of the Convention on the Eliminationof All Forms of Discrimination Against Women Related Political Rights of Women?. The purpose of this study was to examine the legal protection by the state against the ful fillment of women’s political rights in Indonesia and the implementation of protection of women’s political rights pursuant of Law Number7 Year of 1984.

This research is a normative law. The technique used in this research is to use the concept approach and statutory approach to reviewing the legislations and legal literatures.

Rights protection as a form of justice for each person more specifically regulated in Law about Human Rights. Protection of the rights granted to women by the state including the protection of the political field regulated in some provisions of other legislation. By removing discrimination against women in it’s implementation still look at the culture and customs which is certainly not easy to do and the state is obliged to realize the objectives of the convention.

Keywords: Responsibility of States, CEDAW, Legal Protection, Women’s Political Rights

  • I.    PENDAHULUAN

  • A.    Latar Belakang

Pergerakan perempuan Indonesia dewasa ini tidak dapat dipandang sebelah mata. Di berbagai sektor pekerjaan, salah satunya adalah sektor politik peran perempuan mulai nampak dan besar

pengaruhnya terhadap perubahan dan pembangunan negara. Bangkitnya peran perempuan di bidang politik adalah salah satunya adalah mantan Presiden Republik Indonesia yang seorang perempuan. Tidak hanya sampai di situ, peran perempuan di bidang politik terbukti dengan terpilihnya salah satu srikandi Indonesia sebagai menteri keuangan terbaik Asia dan kemudian bekerja sebagai direktur pelaksana bank dunia.

Magister Hukum Udayana • Juli 2015


(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)


Vol. 4, No. 2 : 298 - 307


Berbicara mengenai perempuan dan politik di negara yang kuat akan pengaruh budayanya tidak akan pernah habis. Politik menurut Wijaksana adalah salah satu media yang dapat mendukung perempuan untuk menyampaikan semua kekhawatirannya.2 Bagi perempuan sangat tidak mudah untuk mencapai posisi penting dalam bidang politik. Masih ada halangan bagi perempuan untuk memperoleh tempat dalam peta kekuatan dunia politik di Indonesia, seperti masuk ke dalam Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau dewan di tingkat pusat, juga Majelis Permusyawaratan Rakyat masih adanya pengaruh stereotype yang buruk serta diskriminasi kepadawanita ketika dia sebagai seorang pemimpin3 Pergerakan perempuan pertama kali terjadi pada tahun 1928 di mana tercetus sebuah Kongres Perempuan Pertama di Indonesia4 Dari dua contoh kecil tersebut, peran perempuan dalam bidang politik tentu harus diimbangi dengan perlindungan hak politik perempuan. Sebagai negara hukum, seperti yang tersirat dari Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD‘45) dapat dirumuskan bahwa Indonesia menjadikan hukum sebagai dasar berpikir dan bertindak dalam kehidupan masyarakat, begitu juga di bidang pemerintahan. Dari dasar itu,

bentuk perlindungan hukum oleh negara diwujudkan dengan menerbitkan undang-undang yang menjamin kepastian hukum. Dalam kaitannya dengan tanggungjawab negara dalam menjamin kepastian hukum terhadap warga negaranya terkait dengan perlindungan hak asasi manusia, negara sesuai dengan amanat Pembukaan UUD 1945 yaitu “kemanusiaan yang adil dan beradab”, maka bentuk keadilan dalam hal diskriminasi yang terjadi dengan melakukan pembedaan pada jenis kelamin adalah merupakan bentuk pelanggaran hukum.

Perlindungan hak asasi manusia dalam hal diskriminasi tersirat dalam ketentuan Pasal 28I angka 2, yaitu bahwa setiap individu terbebas dari perbuatan orang lain yang diskriminatif atas alasan apapun. Lebih lanjut negara memberikan jaminan perlindungan hak asasi manusia melalui suatu peraturan perundang-undangan khusus sehingga diterbitkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut UU No.39/1999).

Perlindungan hak asasi manusia dimaksudkan untuk menjamin keberadaan harkat dan martabat warga negara. Undang-Undang No.39/1999 menjamin perlindungan terhadap hak kodrati yang melekat pada diri manusia, yang bersifat umum dan kekal, sehingga penting untuk mendapat perlindungan, penghormatan, yang harus dipertahankan, dan tidak boleh mendapat pengabaian, dikurangkan, atau direbut oleh pihak manapun.

Memberikan perlindungan hukum atas hak asasi manusia yang adil berarti juga menghilangkan diskriminasi yang ada di masyarakat. Menurut ketentuan Pasal

Magister Hukum Udayana • Juli 2015


(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)


Vol. 4, No. 2 : 298 - 307


1 angka 3 UU No.39/1999 diskriminasi adalah setiap tindakan yang membatasi, melecehkan, atau mengucilkan sekalipun yang terjadi langsung maupun tidak langsung yang didasarkan pada pembedaan terhadap manusia berdasarkan kepercayaan, suku, etnik, ras, status sosial dan ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan akan politik. Selain itu menurut ketentuan Pasal 1 UU No.7/1984 diskriminasi terhadap wanita adalah setiap pengecualian, perbedaan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin yang mempunyai pengaruh atau bertujuan merusak atau meniadakan pengakuan, kenyamanan, atau pelaksanaan pada wanita, tanpa memandang status perkawinannya, dasar persamaan pria dan wanita, hak-hak asasi manusia dan kebebasan hakiki dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau bidang lainnya.

Masalah diskriminasi terhadap perempuan bukan rahasia umum lagi di Indonesia. Perlindungan hukum oleh negara terhadap hak politik khususnya bagi kaum perempuan masih jauh panggang dari api. Artinya bahwa kepastian hukum yang dijaminkan oleh negara lewat peraturan perundang-undangan sejak disetujui Konvensi Pengahapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita Tahun 1984 sampai saat ini dapat dikatakan belum berhasil diwujudkan.

Kondisi Negara Indonesia yang hidup berdampingan dengan budaya dan adat istiadat yang kuat menjadi salah satu alasan tertinggalnya perempuan dalam bidang politik. Pendapat yang mengatakan bahwa “setinggi apapun pendidikan yang

ditempuh, perempuan tetap akan kembali ke dapur”, seperti menimbulkan awan hitam yang membungkus semangat negara dalam memberikan kesempatan bagi perempuan untuk bergerak di bidang politik.

Dari pemaparan tersebut maka Penulis tertarik untuk membahas “Perlindungan Hukum Atas Hak Politik Perempuan Oleh Negara”.

  • B.    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana perlindungan hukum atas hak politik perempuan di Indonesia?

  • 2.    Bagaimana peran Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskiriminasi Terhadap Wanita Terkait Hak Politik Perempuan?

  • C.    Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan dari adanya penelitian ini adalah untuk mengkaji perlindungan hukum oleh negara terhadap pemenuhan hak politik perempuan di Indonesia sedangkan secara khusus penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji pelaksanaan perlindungan hak politik kaum perempuan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984.

  • II.    Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang normatif. Metode yang dipakai adalah dengan memakai pendekatan konsep dan pendekatan perundang-undangan dengan mengkaji bahan hukum primer (peraturan hukum) dan bahan-bahan hukum lain (buku dan jurnal).

Magister Hukum Udayana • Juli 2015


(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)


Vol. 4, No. 2 : 298 - 307


  • III.    HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Perlindungan Hukum Atas Hak

Politik Perempuan Di Indonesia

Sebelum berbicara mengenai perlindungan negara terhadap hak politik perempuan di Indonesia ada baiknya terlebih dahulu melihat perlindungan negara terhadap hak asasi manusia. Pada ketentuan rumusan Pasal 28A UUD’45 ditentukan bahwa negara memberikan perlindungan hak kepada setiap orang untuk hidup dan berhak untuk mempertahankan kehidupannya.

Hak untuk hidup merupakan hak yang diperoleh secara hakiki dari Sang Pencipta dan negara berkewajiban untuk memberikan jaminan atas hak tersebut agar tidak dihilangkan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun termasuk oleh negara sendiri. Dari hal tersebut dapat digambarkan bahwa hak telah lebih jauh hidup jauh sebelum lahirnya negara beserta tatanan hukum yang dibentuknya.5

Hak-hak yang diberikan kepada setiap orang oleh Undang-Undang Dasar adalah tidak adanya diskriminasi dan berhak mendapat perlindungan dari pelakuan diskriminatif. Pemenuhan atas perlindungan, dan penegakan atas hak asasi manusia merupakan tanggungjawab negara sebagaimana tertuang dalam Pasal 28I ayat 4 UUD’45. Dapat disimpulkan bahwa bentuk diskriminasi berdasarkan jenis kelamin merupakan bentuk pelanggaran hukum.

Terkait hak politik yang diberikan oleh negara kepada warga negara tersirat dalam Pasal 28 UUD’45 bahwa negara memberikan kemerdekaan untuk mengeluarkan apa yang menjadi ide dalam bentuk lisan maupun tulisan. Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 28D ayat 3 UUD’45 dinyatakan bahwa negara memberikan hak kepada setiap warga negara untuk mendapatkan peluang yang sama pada bidang pemerintahan.

Dari rumusan kedua pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa negara menjamin hak setiap warga negaranya untuk dapat turut sertadalampemerintahan,menyampaikanapa yang menjadi idenya demi kemajuan negara atau kelancaran pemerintahan sehingga hak politik merupakan hak yang dapat dimiliki oleh laki-laki maupun perempuan.

Sesuai dengan penjabaran aturan dalam UUD’45, negara juga memberikan perlindungan kepada perempuan di Indonesia dalam hal hak politik. Melalui UU NO.39/1999 negara lebih khusus mengatur hak asasi manusia yang juga menetapkan hak politik bagi kaum perempuan. Dalam ketentuan Pasal 3 ayat (3) UU No.39/1999 tersirat setiap individu berhak memperoleh perlindungan hak asasi manusianyaserta kebebasan dasar miliknya sebagai manusia, tanpa adanya diskriminasi. Ketentuan lain dalam undang-undang yang sama yang juga memberikan perlindungan hak politik bagi perempuan adalah dalam ketentuan Pasal 23 ayat (1) yang menegaskan bahwa “setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya”. Ketentuan demikian menguatkan dasar hukum dan perlindungan hukum atas hak politik bagi perempuan, artinya tidak ada diskriminasi dalam bidang politik.

Magister Hukum Udayana • Juli 2015


(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)


Vol. 4, No. 2 : 298 - 307


Perlindungan hukum hak politik oleh negara juga dilakukan melalui peraturan perundang-undangan lain yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (selanjutnya disebut UU No.2/2008). Dalam ketentuan Pasal 2 ayat (2) UU tersebut ditentukan bahwa, negara memberikan perlindungan hak politik dengan memberikan kesempatan bagi warga negara untuk membentuk partai politik. Khusus bagi hak politik keterwakilan perempuan dalam partai politik diberikan kuota 30% (tiga puluh perseratus). Kuota 30% yang diberikan negara terhadap perempuan dalam politik menunjukkan kemajuan perlindungan hukum oleh negara dibandingkan sebelumnya, namun dengan 30% bukan merupakan keadilan atau bentuk penegakan hukum oleh negara terhadap hak setiap orang dalam menyampaikan idenya demi pembangunan negara. Bukan suatu alasan mengatakan bahwa 30% adalah untuk menghindari partai politik mencari keuntungan dengan memasukan kualitas kader perempuan yang abal-abal. Dalam Pasal 2 ayat (5) UU No.2/2008 merumuskan ketentuan bahwa dalam susunan kepengurusan suatu Parpol pada tingkat pusat seperti yang diatur pada ayat (3) harus menyertakan paling rendah 30% (tiga puluh persen) wakil dari kaum perempuan. UU No.2/2008 memberikan peluang keikutsertaan perempuan dengan paling rendah 30% dapat dipahami bahwa rumusan pasal ini masih memberikan peluang bagi perempuan dalam kepengurusan partai. Dari rumusan kedua pasal tersebut negara memberikan langkah khusus dalam upaya penghapusan kendala dalam mewujudkan

prinsip kesetaraan perempuan dengan laki-laki dalam bidang politik agar secara de jure hak politik perempuan mempunyai dasar yang kuat.

Perlindungan hukum lain yang dilakukan oleh negara terhadap pemenuhan hak politik bagi perempuan adalah dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 68 Tahun 1958 tentang Persetujuan Konvensi Hak Politik Kaum Wanita (selajutnya disebut UU No.68/1958). Perlindungan hukum lainnya terkait dengan hak politik perempuan tanpa diskriminasi adalah dengan melalui pengesahan Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Kaum Perempuan lewat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 yang mengatur tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskiriminasi Terhadap Wanita (selanjutnya disebut UU No.7/1984).

Dalam ketentuan Pasal 1 UU No.68/1958 disebutkan bahwa wanita memiliki hak untuk memilih dalam semua pemilihan atas dasar yang sama dengan pria, tanpa ada diskriminasi, selanjutnya dalam ketentuan Pasal 3 dalam undang-undang yang sama disebutkan bahwa “wanita mempunyai hak untuk duduk dalam jabatan pemerintahan dan melaksanakan semua fungsi pemerintahan, tanpa diskriminasi apa pun, sesuai dengan perundaang-undangan nasional”.

Perlindungan hak politik juga diatur dalam Konvensi yang telah disetujui negara Indonesia melalui UU No.7/1984. Dalam ketentuan Pasal 7 UU No.7/1984 diatur bahwa:

Magister Hukum Udayana • Juli 2015


(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)


Vol. 4, No. 2 : 298 - 307


Semua negara yang setuju dalam konvensi wajib melakukan segala tindakan yang tepat agar dihapuskannya bentuk diskriminasi kepada kaum wanita dalam bidang politik dan publik negara serta dikhususkan wajib menjamin untuk kaum perempuan, setara dengan pria, hak-hak: (a) Untuk menyalurkan suara dalam semua pemilu dan referendum dan untuk dapat dipilih dalam pemilihan,,,;

  • (b)    Untuk turut masuk dalam merumuskan kebijakanpemerintahdanpenerapannya dan untuk memegang jabatan publik dan melaksanakan segala fungsi publik pada semua tingkatan pemerintahan;

  • (c)    Untuk turut dalam organisasi baik itu non-pemerintah dan asosiasi yang berkaitan dengan kehidupan publik dan politik negara.

Dari penjabaran peraturan perundang-undangan terkait perlindungan hukum oleh negara terhadap hak politik bagi perempuan di Indonesia yang menjadi dasarbagiperempuan untuk dapat menunjukan taringnya di bidang politik yang tentu saja dimaksudkan untuk pembangunan dan pemerintahan negara Indonesia serta kewajiban negara termasuk ekskutif, legislatif dan seluruh masyarakat untuk melindungi dan menegakkan hak perempuan. Setiap hak yang diberikan oleh negara perlu diimbangi dengan kesadaran akan kewajiban dari semua elemen yang menjadi sasaran dari aturan tersebut dibentuk.

2. Peranan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 Terkait Hak Politik Perempuan

Disetujuinya CEDAW (Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimination Against Women - Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskiriminasi Terhadap Wanita) oleh Pemerintah Negara Indonesia didasarkan pada pertimbangan bahwa ketentuan yang diatur dalam konvensi tersebut pada dasarnya selaras dengan Pancasila serta UUD 1945.

Salah satu tantangan besar yang dihadapkan pada perempuan dalam politik adalah pada sistem dan struktur politik yang bias dan bersifat diskriminasi di dalam praktek pemilihan umum. Pentingnya menghilangkan diskriminasi terhadap perempuan dan memberi peluang dalam dunia politik menjadikan keberadaan perempuan sebagai wakil suara dari masalah kekerasan, perdagangan maupun pelecehan terhadap perempuan dan anak.

Bentuk perlindungan hukum yang dilakukan negara seperti mencoba mematahkan pandangan bahwa hukum dibangun dan dikonstruksikan berdasarkan logika serta kekuasaan laki-laki dengan mengabaikan    perempuan6.    Negara

melalui UU No.7/1984 telah memberikan perlindungan hukum kepada hak politik perempuan. Namun sayangnya, apa yang menjadi penjelasan dalam ketentuan umum UU tersebut justru melemahkan pelaksanaan Konvensi Wanita di Indonesia. Dalam

Bernard L.Tanya dkk, 2013, Teori Hukum – Srategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Genta Publishing, Yogyakarta, hlm.161-162


Magister Hukum Udayana • Juli 2015


(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)


Vol. 4, No. 2 : 298 - 307


penjelasan UU No.7/1984 dinyatakan bahwa dalam melaksanakan ketentuan dalam Konvensi ini wajib menyesuaikan dengan tata kehidupan dalam masyarakat yang meliputi nilai-nilai budaya, adat istiadat (garis bawah oleh Penulis).

Persoalan di masyarakat yang telah terbentuk lama oleh lingkungan atau budaya masing-masing yang menguatkan pendapat bahwa posisi wanita hanya seputar lingkungan domestik yang berkisar pada urusan rumah tangga, sedangkan urusan politik adalah suatu bidang yang selalu dikaitkan dengan laki-laki.7 Dari hal tersebut apabila dikaitkan dengan kondisi negara Indonesia yang hidup dalam budaya patriakhi dimana posisi perempuan lemah dibandingkan laki-laki sehingga pandangan bahwa hukum masih demi kepentingan kaum laki-laki sebagaimana paham Feminist Legal Theory dikaitkan dengan pelaksanaan CEDAW adalah belum menunjukkan keberpihaknnya terhadap perempuan.

Demi mewujudkan apa yang menjadi tujuan dari disetujui konvensi, perlu sinergitas kerja antar semua elemen dalam pelaksanaannya. Persetujuan penghapusan diskriminasi terhadap perempuan termasuk di dalamnya terkait hak politik serta terbukanya kesempatan 30% perempuan dalam pemilu memberikan harapan bagi kaum perempuan yang sangat concern terhadap kaum perempuan. Namun yang

Youngky A. Pratama dkk, Hak-Hak Politik Perempuan Dalam Lembaga Legislatif Dalam Menghadapi Pemilu 2014 Di Indonesia Ditinjau Dari Konsep HAM, http://repository.unej.ac.id/bitstream/ handle/123456789/58923/Youngky%20Andre. pdf?sequence=1, diakses tanggal 9 Juli 2015

menjadi catatan pelaksanaan kuota 30% yang ditentukan oleh UU No.2/2008 sebagai salah satu bentuk dukungan penghapusan diskriminasi penting untuk memberikan sanksi afirmative bagi partai peserta pemilu yang tidak menyediakan kuota 30% bagi perempuan sehingga dapat menstimulus partai untuk meningkatkan kinerja dalam membentuk perempuan-perempuan yang mempunyai potensi di bidang politik.

Berdasarkan laporan IPU (InterParliamentary Union) keterwakilan perempuan di DPR berdasarkan hasil pemilu lima tahun terakhir hasilnya bahwa pada pemilu tahun 1992 dan 1997 keterwakilan perempuan berkisar antara 11-12 % dari total 500 peserta, pada pemilu tahun 1999 keterwakilanperempuandidewanmengalami penurunan presentase sampai 8%. Baru pada pemilu tahun 2004 presentase perempuan yang ada di dewan naik menjadi 11% dan meningkat lagi di tahun 2009 menjadi 18%.8 Sayangnya presentase pada Pemilu tahun 2014 penurunan terjadi dengan hasil hanya 14 persen atau sekitar 79 orang perempuan yang terpilih di DPR.9

Perempuan memerlukan dukungan dari masyarakat khususnya partai politik dengan memberikan pendidikan politik dan kesempatan berpolitik yang sama dengan laki-laki sehingga dapat mempersiapkan perempuan dengan kualitas politik yang

Magister Hukum Udayana • Juli 2015


(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)


Vol. 4, No. 2 : 298 - 307


baik karena wanita modern pada dewasa ini senantiasaharusmemperluaspengetahuannya di segala bidang, termasuk bidang politik sebagai wujud pembangunan terhadap perjalanan politik negara Indonesia. Partai politik peserta pemilu bertanggung jawab atas keikutsertaan kader perempuannya agar dapat memberikan kesempatan yang besar untuk masuk sebagai calon legislatif sehingga memastikan menguatnya potensi keterpilihan caleg perempuan dari tingkat pusat hingga kabupaten/kota. Kebijakan dalam internal sebuah partai dalam menentukan jumlah kursi menjadi sebuah aspek yang terus dikaji apakah peningkatan keikutsertaan perempuan memang program serius dari komitmen dalam partai, atau hanya sekedar untuk memenuhi syarat adminstrasi sebagai pemenuhan kuota 30 persen wakil dari kaum wanita sebagaimana yang telah ditentukan dalamUU.2/2008.10 Negara sebagai penjamin perlindungan hak dengan mengakui ketimpangan antar pria dan wanita wajib menyampaikan akuntabilitas berkaitan dengan pelaksanaan tugas tersebut.11

Mewujudkan kesetaraan antara wanita dan pria yang dinilai mendominasi dalam

masyarakat memang sulit karena perlu kesadaran dari setiap individu serta dari lingkungan sekitar.12

  • IV.    PENUTUP

  • 1.    Simpulan

Dari keseluruhan pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa:

  • 1.   Negara telah memberikan perlindungan

terhadap hak politik perempuan melalui peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Dasar sebagai acuan dasar. Selain itu perlindungan terhadap perempuan dalam kaitannya dengan hak politik termuat pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, Undang-Undang Nomor 68 Tahun 1958 tentang Persetujuan Konvensi Hak-Hak Politik Kaum Wanita, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskiriminasi Terhadap Wanita.

  • 2.    Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 terkait hak dalam politik bagi perempuan walaupun merupakan bentuk niat Indonesia untuk turut ambil bagian dalam upaya dunia internasional untuk menghapus segala bentuk diskriminasi yang ditujukan bagi 1. kaum wanita namun masih

    Magister Hukum Udayana • Juli 2015


    (UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)


    Vol. 4, No. 2 : 298 - 307


terkendala dengan budaya patriaki yang ada di Indonesia di mana laki-laki dinilai lebih mempunyai kekuasaaan terhadap perempuan.

  • 2.    Saran

Negara perlu merumuskan substansi perlindungan hukum atas hak politik perempuan yang konsisten dengan pelaksanaannya di masyarakat. Penegakan hak asasi manusia khususnya dalam hal penegakan hak politik perempuan harus memberikan nilai keadilan bagi perempuan. Pengawasan terhadap pelaksanaan dari pasal-pasal yang mengatur hak politik perempuan merupakan hal yang penting serta pengenaan sanksi afirmative bagi partai peserta pemilu yang tidak menyediakan kuota 30% bagi perempuan sesuai ketentuan undang-undang.

  • V. DAFTAR PUSTAKA

  • a.    Buku

Blackburn ,Susan, 2007, Kongres Perempuan Pertama, Obor Indonesia, Jakarta

Gandhi-Lapian, L.M., 2007, “Pembaruan Hukum yang Diamanatkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Konvensi Wanita)” dalam Achie S. Luhulima (ed); Bahan Ajar Tentang Hak Perempuan: UU No.7 Tahun 1984 Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk

Diskriminasi Terhadap Wanita, Obor Indonesia IKAPI DKI Jaya, Jakarta

Kelsen, Hans, 2013, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, cet, VIII, terjemahan Raisul M., Nusa Media, Bandung

Madya U., Ignatius L., 2008, “Pergumulan untuk Mewujudkan Kesetaraan Antara Perempuan dan Laki-Laki Di Dalam dan Oleh Gereja Katolik” dalam Sulistyowati Irianto (ed); Perempuan & Hukum, Obor Indonesia IKAPI DKI Jaya, Jakarta

Tanya, Bernard L., dkk, 2013, Teori Hukum – Srategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Genta Publishing, Yogyakarta

  • b.    Jurnal

Apriani Fajar, Keterwakilan Perempuan Dalam Kancah Politik, http://portal. fisipunmul.ac.id/site/wpcontent/ uploads/2013/06/PRMPUAN_DLM_ POLITIK%20%2806-10-13-08-28-05%29.pdf, diakses tanggal 9 Juli 2015

Jurnal Perempuan Nomor 79, 2013, Kepemimpinan Perempuan dan Pemilu            2014,http://www.

jurnalperempuan.org/undangan-menulis-jp-79.html, diakses tanggal 9 Juli 2015

Menurunnya Jumlah Keterwakilan Perempuan di Parlemen, 2014,http:// www.jurnalperempuan. org/ menurunnya-jumlah-keterwakilan-perempuan-di-parlemen.html, diakses tanggal 9 Juli 2015

Magister Hukum Udayana • Juli 2015


(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)


Vol. 4, No. 2 : 298 - 307


Youngky A. Pratama dkk, Hak-Hak Politik Perempuan Dalam Lembaga Legislatif Dalam Menghadapi Pemilu 2014 Di Indonesia Ditinjau Dari Konsep HAM,http://repository.unej.ac.id/ bitstream/handle/123456789/58923/ Youngky%20Andre.pdf?sequence=1, diakses tanggal 9 Juli 2015

  • c.    Artikel Internet

Jumlah Keterwakilan Perempuan Dalam Pemilu, 2014, http://www.gajimu. com/main/tips-karir/Tentang-wanita/ jumlah-ketewakilan-perempuan-dalam-pemilu-2014, diakses tanggal 9 Juli 2015

Hasil riset tim PUSKAPOL UI dipaparkan oleh Dirga Ardhiansyah pada seminar Analisis Perolehan Suara Dalam Pemilu 2014 dengan tema “Oligarki Politik Dibalik Keterpilihan Caleg Perempuan”, diakses tanggal 9 Juli 2015

Nama       : Yosefina Daku,S.H.

Alamat      : Jalan Waturenggong

Gang XIV Nomor 16, Denpasar

Nomor Hp : 082146818899

Alamat email : [email protected]

307