Harlina Meidiaswati, Waran Pada Initial ...107

P-ISSN : 1978-2853

E-ISSN : 2302-8890


MATRIK: JURNAL MANAJEMEN, STRATEGI BISNIS DAN KEWIRAUSAHAAN

Homepage: https://ojs. unud. ac.id/index.php/jmbk/index

Vol. 14 No. 1, Februari 2020, 107 - 114


MotivationalFactorsto

hesforMarketingStrategy

DampakPendidikanKewirausahaanpadaEntrepreneurBehaviorIndex(EBI) danIntensiBerwirausaha

IGst.A

EvaluasiLingkungan da

SikapEtnosentrismeMemoderasiPengaruh P GayaHidup terhadapKeputusanP

INyoman

Peran KepercayaanMemediasiPen Terhad

Stu dMipadaedLaiPa

reordhuakdSapupNlieamteBnelHiiPjraoudMuke rekHerbal

AnandaDewi,NiWayanSriSuprapti

MadeLiaAnandaDewi,NiWayanSriSuprapti

Peran CustomerValuedalamMemediasiPengaruh MonetarySacrificedan ServiceBenefitTerhadap RepurchaseIntention

cayaanMemediasiPengaruhPersepsiNilaidanPersepsiRis (StudipadaPrTeordhuakdSapupNlieamteBnelHiiPjraoudMukerekHerbalife)

MadeLiaAnandaDewi,NiWayanSriSuprapti

h ProductKnowledge,CitraMerekdan

i

MemoderasiPengaruh ProductKnowl p terhadapKeputusanPembelianPro INyomanNurcaya,NiMadeRastini

hPersepsiNilaidanPersepsiRisikoProduk hiPateBrseleipPsiroNdiulakidanPersepsiRisikoProduk

optSocialMediaTechnologyinSmallMediumEnterprises NuningSetyowatiSumarjo

DevelopingAModelWith Dematel,Anp,Topsis Appr SelectioninInBdrataikCaMhaydaduiraIn

PendidikanKewirausahaanpadaEntrepreneurBehaviorIndex( danIntensiBerwirausaha

Kt.Gd.Suasana,NiWayanEkawati,IKetutSudiana,IGedeWardana


AnggaCahyaQurananda,IGustiAyuKetutGiantari

Pengaruh DanaPihakKetigadanKinerjaPerbankanNasional terhadap

PenerbitanIndonesiaGovernmentSecurities

BataraMajuSimatupang

ngaruhFamilySupportiveSupervisorBehaviorterhadap KepuasanKerjaMelal


BataraMajuSimatupang

PengaruhFamilySupportiveSupervisorBehaviorterhadap KepuasanKerjaMelalui WorkLifeBalancedanEmployeeEngagement

JundahAyuPermatasari,Umar Nimran,TriWulidaAfrianty


WaranpadaInitialPublicOfferingsdiPasarModalIndonesia HarlinaMeidiaswati,NugrohoSasikiron,IMadeSudana


Memba


angunKepuasanNasabahBerbasis DimensiBankingServiceQuality (StudiBank SyariahdiKabupatenJember)

MohamadDimyati,MochammadFaridAfandi,FajarDestari


Diterbitkanoleh:


Waran pada Initial Public Offerings di Pasar Modal Indonesia

SINTA 2


Harlina Meidiaswati1), Nugroho Sasikirono2), I Made Sudana3)

1Fakultas Ekonomi Universitas Kartini Surabaya

2,3Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga email: nugroho69@yahoo.com

DOI : https://doi.org/10.24843/MATRIK:JMBK.2020.v14.i01.p11

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi teori yang lebih dapat menjelaskan fenomena IPO dengan waran (warrant IPO/WIPO) di Pasar Modal Indonesia apakah dilakukan sebagai bentuk mekanisme pendanaan bertahap (staged financing) ataukah merupakan upaya penyampaian sinyal tentang perusahaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Menggunakan teknik purposive sampling kami mendapatkan 96 perusahaan sampel yang melakukan IPO pada periode 2010-2013 di Bursa Efek Indonesia. Teknik analisis yang digunakan adalah uji beda dan regresi linier barganda. Hasil Mann-Whitney U test menunjukkan bahwa IPO dengan waran dilakukan oleh perusahaan yang lebih muda, memiliki profitabilitas yang lebih rendah, serta dengan kecenderungan pemilik (owner) mempertahankan proporsi kepemilikan yang lebih rendah pasca IPO. Hasil analisis OLS initial return IPO dengan waran yang lebih tinggi dibanding IPO biasa. Analisis probit menunjukkan bahwa keputusan melakukan IPO dengan waran dipengaruhi oleh umur dan leverage. Hasil penelitian secara umum mendukung teori staged financing.

Kata kunci: IPO, waran, pendanaan bertahap, pensinyalan

Warrants on Initial Public Offerings in the Indonesian Capital Market

ABSTRACT

This study aims to explore theories that can better explain the phenomenon of IPOwith warrant in the Indonesian Capital Market whether it is as a form of a staged financing mechanism or is an attempt to deliver signals about the company. Using a purposive sampling technique, we obtained 96 sample companies that conducted IPOs in the 2010-2013 period on the IDX. Mann-Whitney U test results show that IPOs with warrants are carried out by companies that are younger, have lower profitability, and with the tendency of owners to maintain a lower proportion of ownership after IPO. The results of the OLS analysis show the higher initial return of IPOs with warrants than normal IPOs. Probit analysis shows that the decision to conduct IPOs with warrants is influenced by age and leverage. The results of the study, in general, support the staged financing theory.

Keywords: IPOs, warrant, staged financing, signaling

PENDAHULUAN

Bundling saham dan waran pada penawaran umum saham atau dikenal dengan Initial Public Offerings (IPO) merupakan hal yang umum terjadi. Penelitian Schultz (1993) menunjukkan bahwa 26,5 persen IPO di Amerika Serikat melibatkan penerbitan waran; yang dikenal sebagai Unit IPO. Di Australia bundling saham dan waran pada IPO dikenal sebagai Package IPO dan meliputi 33,8 persen total IPO selama periode 1979 – 1990 (How dan Howe, 2001). Kajian Mazouz et al. (2008) menemukan 35 persen IPO di Hongkong merupakan bundling saham dan waran.

Waran adalah hak bagi investor IPO untuk membeli tambahan saham emiten dengan harga tertentu dalam jangka waktu tertentu. Pendapat populer menyatakan bahwa waran adalah pemanis (sweetener) penawaran perdana yang diberikan untuk meningkatkan ketertarikan investor terhadap emiten. Waran 50% artinya untuk tiap dua lembar saham yang dibeli di pasar perdana, investor berhak atas satu waran yang dapat digunakan untuk membeli satu saham tambahan, misalnya dengan harga yang sama dengan harga IPO. Jangka waktu pemanfaatan (exercise) waran umumnya berkisar antara 1 hingga 3 tahun pasca pencatatan saham di bursa.

Terdapat dua teori utama tentang waran pada IPO. Teori biaya keagenan (agency cost) atau pendanaan bertahap (staged financing) dari Schultz (1993) menyatakan bahwa IPO dengan waran bertujuan untuk melakukan pendanaan investasi secara bertahap. Waran diterbitkan untuk meminimumkan biaya keagenan akibat potensi tingkat free cash flow yang tinggi pada proyek-proyek yang masih diragukan keberhasilannya. Chemmanur dan Fulghieri (1997) mengemukakan teori sinyal (signaling) yang menjelaskan bahwa penerbitan waran saat IPO merupakan mekanisme yang diambil emiten untuk memberikan isyarat tentang prospek mereka kepada investor. Emiten dengan prospek risiko dan arus kas yang tinggi cenderung memilih IPO dengan waran.

Penelitian ini dilakukan untuk mengeksplorasi teori yang lebih dapat menjelaskan fenomena IPO dengan waran (warrant IPO /WIPO) di Bursa Efek Indonesia. Berbeda dengan penelitian terdahulu yang dilaksanakan di negara maju dengan karakteristik pasar modal yang lebih sophisticated, penelitian ini dilaksanakan pada pasar modal yang baru berkembang dan karenanya diharapkan dapat memperkaya wawasan tentang penerbitan waran pada IPO saham.

Undang Undang (UU) Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal menyatakan bahwa waran adalah “efek yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memberi hak kepada pemegang efek untuk memesan saham dari perusahaan tersebut pada harga tertentu setelah enam bulan atau lebih sejak efek dimaksud diterbitkan”. Warran adalah turunan (derivatif) dari efek sebenarnya yaitu saham biasa. Pengertian warran adalah hak membeli saham biasa pada waktu dan harga yang sudah ditentukan. Warran memberikan jaminan hak kepada pemegang saham untuk membeli saham pada waktu tertentu yang telah ditetapkan atau periode yang akan datang pada harga yang telah ditetapkan. Pada umumnya waran diberikan secara cuma-cuma kepada pembeli saham yang baru diterbitkan dan sering dianggap sebagai pemanis (sweetener) saat suatu perusahaan menawarkan saham dalam rangka mendapatkan tambahan modal.

Penerbitan waran saat IPO menurut Schultz (1993) merupakan salah satu bentuk pendanaan bertahap (staged financing), dan dapat meminimalkan biaya going public Khurshed et al. (2016). Menurut Shultz, pada saat IPO emiten hanya menghimpun sebagian dari total kebutuhan dana

untuk investasi, bagian yang lain dipenuhi melalui exercise waran. WIPO dapat mencegah masalah free cash flow yang muncul pada alternatif investasi yang berisiko tinggi. Melalui penghimpunan dana secara bertahap manajer dapat berkonsentrasi pada pendanaan proyek yang masih berada pada tahap awal. Apabila investasi yang dilakukan memiliki kinerja yang bagus, harga saham akan meningkat. Hal ini akan memotivasi investor untuk meng-exercise waran yang dimiliki dan mendorong munculnya pendanaan tambahan bagi perusahaan. Menurut How dan Howe (2001) implikasi dari teori pendanaan bertahap adalah perusahaan yang melakukan WIPO cenderung lebih muda, memiliki ukuran yang lebih kecil, dan lebih berisiko dibanding perusahaan yang hanya menjual saham saja saat IPO (stock only IPO atau SIPO), perusahaan WIPO cenderung memiliki kepemilikan insider (retained ownership) yang rendah pasca IPO, dan tingkat underpricing WIPO akan lebih tinggi dibandingkan SIPO.

Pada pasar dimana terjadi informasi asimetri yang tinggi, insiders (manajer) memiliki pengetahuan lebih baik tentang tingkat risiko sebagaimana juga prospek cashflow dari investasi yang akan dilakukan (Chemmanur dan Fulghieri, 1997; Jegadeesh, 1991; Jegadeesh et al., 1993). Emiten dengan rencana investasi yang memiliki tingkat risiko dan prospek arus kas dimasa datang tinggi akan menyertakan waran pada IPO. Penerbitan waran, dalam hal ini, merupakan bentuk sinyal yang disampaikan oleh emiten untuk menggambarkan potensi tingginya risiko dan arus kas mendatang perusahaan. Emiten yang berhadapan dengan tingkat risiko yang rendah akan cenderung melakukan SIPO. Implikasi teori sinyal adalah perusahaan yang melakukan WIPO lebih berisiko dibandingkan SIPO, pada perusahaan WIPO kepemilikan insider akan berhubungan negatif dengan tingkat risiko perusahaan, dan semakin tinggi tingkat risiko perusahaan semakin tinggi pula underpricing saham IPO.

Kajian Lee et al. (2003), di pasar modal Australia, menunjukkan terdapatnya kecenderungan WIPO dilakukan oleh perusahaan yang lebih berisiko, memiliki kepemilikan insider yang lebih rendah, serta dijamin oleh underwriter bereputasi rendah. Temuan penelitian tersebut cukup berbeda dengan kajian How dan Howe (2001), yang menyimpulkan bahwa teori sinyal lebih dapat menjelaskan fenomena WIPO di pasar modal Australia. Hasil penelitian sama ditunjukkan oleh

Mazouz et al. (2008) yang menyimpulkan bahwa penerbitan waran pada IPO di pasar modal Hong Kong lebih dimotivasi oleh tujuan memberi sinyal daripada digunakan sebagai mekanisme untuk mereduksi biaya keagenan dari free cash flow. Byoun dan Moore (2003) juga menemukan bahwa teori sinyal dapat menjelaskan fenomena seasoned equity offering yang disertai waran lebih baik dibanding teori pendanaan bertahap.

METODE PENELITIAN

Sampel penelitian adalah perusahaan yang melakukan IPO pada 2010 hingga 2013, dengan prospektus dan laporan keuangan pra-IPO yang tersedia lengkap. Perusahaan sampel juga memiliki data lengkap harga saham sampai 12 bulan pasca IPO. Jumlah akhir sampel adalah 96 emiten, terdiri dari 19 emiten WIPO (19,8 persen dan 77 emiten SIPO (80,2 persen Data terkait IPO dan waran diperoleh dari prospektus saham. Data terkait harga saham diperoleh dari the Wall Street Journal.

Variabel-variabel penelitian didefinisikan sebagai berikut Initial return (IR) atau pendapatan hari pertama saham, merupakan proksi underpricing, adalah pendapatan saham pada hari perdagangan pertama pasca pencatatan saham. Initial return saham dihitung dari selisih harga penutupan saham pada hari pertama dipasar sekunder dengan harga IPO dibagi dengan harga IPO (Hartono, 2015), atau dengan rumus:

IR = H1 - HIPO ..............................................(1)

HIPO

Keterangan:

IR = Initial Return

H 1 = Harga penutupan pada hari pertama saham HIPO= Harga penawaran saat IPO

Waran dinyatakan dalam dua ukuran yaitu variabel dummy (DWAR) yaitu diberi nilai 1 jika perusahaan menerbitkan waran saat IPO dan 0 jika tidak, dan waran (WAR) terhadap saham IPO. Penggunaan ukuran proporsi waran terhadap saham IPO belum pernah dilakukan pada penelitian-penelitian sebelumnya. Umur perusahaan (AGE) dihitung dalam satuan tahun dari perusahaan berdiri sampai go public. Ukuran perusahaan dihitung dari logaritma natural total asset (LNTA) perusahaan saat IPO. Proceed adalah nilai dana yang dihimpun saat IPO diukur sebagai logaritma natural perolehan

dana IPO (LNPROC). Reputasi penjamin emisi (UWREP) adalah reputasi penjamin pelaksana emisi saham saat IPO. Mengikuti metode Kenourgios et al. (2000), reputasi penjamin emisi diukur menggunakan variabel dummy; nilai 1 jika penjamin emisi reputbale dan 0 jika tidak reputable. Ownership retention (RETOWN) adalah proporsi saham perusahaan yang dipertahankan oleh pemilik (owners) pasca IPO. Leverage adalah tingkat hutang emiten sebelum melakukan IPO dihitung sebagai perbandingan total hutang terhadap total aset (DTA). Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dihitung dengan Return On Investment (ROI). Risiko adalah tingkat risiko perusahaan. Risiko diukur dengan mengadopsi Garner dan Marshall (2005) yaitu standar deviasi abnormal return bulanan sejak bulan pertama hingga bulan kedua belas pasca IPO (STAR). Dalam penelitian ini, Abnormal return diukur menggunakan metode market adjusted. Pada metode market adjusted, untuk memperoleh abnormal return maka return bulanan saham tertentu dikurangi dengan return bulanan pasar pada periode yang sama (Brigham dan Houston, 2014), dengan rumus:

Rt =


P, Pit-ι

Pit-1


........................................................(2)


RMt =


IHSG - IHSG l

t                t-1


IHSG

t-1


.........................................(3)


AR,, = Rit - Rm,.........................................................(4)

Keterangan:

Ri     = Return saham i

RM   = Return pasar

P     = Harga pasar saham

IHSG = Indeks harga saham gabungan

AR = Abnormal return t      = bulan

Selain STAR, dilakukan pula perhitungan kinerja pasar jangka panjang seluruh saham IPO dengan mengakumulasikan abnormal return hingga 36 bulan pasca IPO (CAR36) sesuai Ritter (1991).

Analisis dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: Melaksanakan uji beda karakteristik emiten WIPO dan SIPO dengan metode Mann-Whitney U Test. (2) Melakukan analisis regresi

linear berganda dengan variabel dependen initial return, dengan menggunakan dua model, yaitu:

IR = α0 + α1DWARi + α2AGEi + α3LNTAi + α4LNPROCi + α5UWREPi + α6DTAi+ α7ROIi+ α8STARi+ α9RETOWNi + εa ……………......................................……………………….(5)

IR = β0 + β1WARi + β2AGEi + β3LNTAi + β4LNPROCi + β5UWREPi + β6DTAi + β7ROI i + β8STARi + β9RETOWNi + εb ……………………...............................………………...(6)

Melakukan analisis regresi probit untuk penerbitan waran pada IPOdi Pasar Modal mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Indonesia, dengan model:

P(Y=1|X)    = γ0 + γ1AGE i + γ2LNTA i + γ3LNPROC i + γ4UWREPi + γ5DTAi + γ6ROI i +

γ7STAR i + γ8RETOWNi + εc ……….…….…………………..........................….(7)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1 menunjukkan 20 persen IPO di Indonesia merupakan aktivitas go public yang disertai waran (WIPO). Proporsi WIPO di Indonesia, dalam hal ini, lebih rendah dibanding di Amerika Serikat, Australia, dan Hong Kong. Hal ini dapat dimaklumi karena pasar modal Indonesia baru berkembang. Rata-rata initial return perusahaan IPO 20,92 persen yang berarti rata-rata IPO di Pasar Modal Indonesia mengalami underpricing. Nilai minimum inital return mengindikasikan bahwa

tidak semua IPO mengalami underpricing. Rata-rata umur perusahaan IPO adalah 19,55 tahun dengan perusahaan termuda yang melakukan IPO pada umur 1,10 tahun dan yang tertua 90,42 tahun. Nilai rata-rata underwriter menunjukkan bahwa 65 persen IPO dijamin oleh underwriter bereputasi tinggi. Secara rata-rata saham perusahaan yang dipertahankan pemilik pasca IPO adalah 75,41 persen menujukkan bahwa pasca IPO pemilik masih memegang sebagian besar saham.

Tabel 1. Statistik Deskriptif

Variabel

Mean

Std. Deviation

Minimum

Maximum

IR (%)

20,92

27,94

-26,08

123,81

AGE (Tahun)

19,55

15,20

1,10

90,42

UWREP(dummy)

0,65

0,48

0,00

1,00

RETOWN (%)

75,41

10,99

36,29

91,00

DTA (%)

58,44

23,86

0,00

101,42

ROI (%)

9,40

12,25

-8,69

68,52

STAR (%)

13,84

9,87

4,11

76,63

TA (Juta Rp)

3.117.378,29

5.323.003,50

34.820,00

32.410.329,00

PROC (Juta Rp)

699.105,49

976.902,77

30.100,00

6.291.600,00

DWAR (dummy)

0,20

0,40

0,00

1,00

CAR36 (%)

6,35

87,40

-203,60

294,67

N=96

Sumber: Data diolah, 2018

Rata-rata tingkat hutang perusahaan sampel sebelum IPO adalah 58,44 persen yang berarti perusahaan cenderung menggunakan hutang dan ekuitas dengan proporsi yang relatif sama. Nilai total aset perusahaan IPO secara rata-rata adalah Rp 3,117 triliun. Meskipun demikian nilai maksimum dan minimum aset emiten (Rp 32,41 triliun dan Rp 34,8 miliar) menunjukkan sebaran ukuran emiten IPO yang sangat lebar. Persebaran yang lebar juga tampak pada proceed yang bervariasi antara Rp 30,1 miliar hingga Rp 6,3 triliun. Profitabilitas rata-rata perusahaan yang diukur dengan ROI adalah 9,40 persen menunjukkan secara rata-rata

perusahaan mampu menghasilkan keuntungan meski ada perusahaan yang merugi denga nilai ROI minus 8,69 persen. Tingkat risiko perusahaan sampel secara rata-rata adalah 13,84 persen artinya secara rata-rata perusahaan IPO memiliki risiko yang sedang bahkan cenderung rendah. Kinerja pasar jangka panjang (CAR36) menunjukkan dispersi yang sangat tinggi. Meskipun demikian secara rata-rata saham IPO hanya menghasilkan imbal hasil abnormal kumulatif sebesar 6,35 persen.

Tabel 2 merupakan hasil pengujian dengan Mann-Whitney U Test untuk melihat perbedaan karakteristik emiten WIPO dan SIPO. Hasil

pengujian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan initial return (IR), umur (AGE), dan profitabilitas (ROI), serta proporsi saham perusahaan yang dipertahankan oleh pemilik (owners) pasca

IPO (RETOWN) pada WIPO dan SIPO. Sementara pada variabel total aset, proceed, resiko, leverage, dan penjamin emisi tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara WIPO dan SIPO.

Tabel 2. Perbedaan Karakteristik Emiten WIPOdan SIPO

Variable

Mean

Mann-Whitney U Test's Z

WIPO

SIPO

IR

43,55

15,34

-3,609 ***

AGE

12,48

21,29

-2,368 **

TA

2.127.748,00

3.361.572,78

-0,897

PROC

472.386,47

755.049,14

-0,662

ROI

4,75

10,55

-2,198 **

STAR

14,85

13,59

-1,338

DTA

45,20

61,71

-2,621

RETOWN

72,14

76,21

-1,573  ***

UWREP

0,53

0,68

-1,210

CAR36

-12,84

10,52

0,681

Keterangan : *** dan ** berarti signifikan pada 1% dan 5% Sumber: data diolah

Perbedaan karakteristik pada WIPO dan SIPO mengindikasikan bahwa di Pasar Modal Indonesia terdapat kecenderungan WIPO dilakukan oleh perusahaan yang lebih muda dan memiliki profitabilitas yang rendah. Hal ini dimungkinkan terjadi karena perusahaan yang berumur lebih muda sedang berada pada tahap-tahap awal daur kehidupan perusahaan dan tengah berusaha untuk meningkatkan profitabilitasnya yang masih rendah. Tidak signifikannya perbedaan ukuran perusahaan WIPO dan SIPO disebabkan karena beberapa perusahaan WIPO merupakan hasil split up dari perusahaan publik yang besar.

Rendahnya proporsi saham perusahaan yang dipertahankan oleh pemilik (owners) pasca IPO, juga mengindikasikan kesediaan owners mengalami dilusi kepemikan saham. Hal tersebut dapat mengindikasikan dua hal. Pertama, pemilik memiliki kecenderungan untuk mempertahankan kepemilikah saham di dalam perusahaan, kecuali pada perusahaan yang berkualitas rendah. Karenanya, melepaskan kepemilikan saham dalam proporsi yang besar saat IPO dapat menjadi indikasi pemilik melakukan cash out atas investasinya di perusahaan. Kedua, proporsi kepemilikan yang lebih rendah juga mengindikasikan kebutuhan yang besar untuk mendanai proyek yang prospektif dan komitmen yang kuat dari manajemen untuk berbuat yang terbaik agar proyek yang didanai melalui IPO dapat benar-benar berhasil. Indikasi ini diperkuat

oleh dua hal yaitu tidak terdapatnya perbedaan signifikan pada tingkat risiko dan reputasi penjamin emisi pada kedua kelompok emiten. Secara umum, hal ini menunjukkan kualitas kedua kelompok emiten yang tidak terlalu berbeda. Hal ini diperkuat pula dengan tidak ditemukannya perbedaan kinerja pasar jangka panjang.

Hasil regresi determinan initial return saham IPO ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 model 1 menunjukkan bahwa penerbitan waran (DWAR), total aset (LNTA), dan proceed (LNPROC) berpengaruh positif terhadap initial return. WIPOsecara rata-rata menghasilkan initial return 27,19 persen lebih tinggi dibandingkan SIPO. Hasil tersebut konsisten baik dengan teori staged financing (Schultz, 1993) maupun signaling (Chemmanur dan Fulghieri, 1997). Pada teori staged financing, undepricing dilakukan untuk memastikan bahwa kebutuhan dana untuk mengawali proyek terpenuhi. Pada teori signaling, underpricing dilakukan untuk menyampaikan sinyal tentang kondisi emiten (Allen & Faulhaber, 1989; Jegadeesh, 1991; Jain & Kini, 1994). Penggunaan ukuran yang berbeda (model 2) menunjukkan hasil yang konsisten. Semakin tinggi proporsi waran, semakin tinggi pula initial return. IPO dengan waran berpotensi medapatkan pendapatan yang lebih tinggi pada perdagangan hari pertama saham pasca pencatatan di bursa.

Tabel 3. Hasil Analisis Regresi OLS untuk Initial Return

Variable

MODEL 1

MODEL 2

(Constant)

157,27**

192,55***

(2,169)

(2,650)

DWAR

27,19***

(3,986)

WAR

0,43***

(3,988)

AGE

-0,206

-0,265

(-1,190)

(-1,556)

LNTA

6,73**

6,69**

(2,281)

(2,268)

LNPROC

-11,93***

-12,81***

(-3,394)

(-3,636)

UWREP

0,074

2,853

(0,012)

(0,456)

DTA

0,089

0,116

(0,755)

(0,970)

ROI

0,117

0,072

(0,542)

(0,336)

STAR

0,049

-0,026

(0,168)

(-0,090)

RETOWN

-0,204

-0,342

(-0,792)

(-1,344)

Adj-R Sqr

0,251

0,252

F

4,547***

4,549***

Keterangan : t hitung dinyatakan dalam kurung. ***, **, dan * berarti signifikan pada 1%, 5% dan 10%

Sumber: data diolah


Model 1 dan model 2 pada Tabel 3 menunjukkan bahwa ukuran emiten (LNTA) berpengaruh positif terhadap initial return. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar total aset emiten, akan semakin besar pula initial return. Hasil tersebut sejalan dengan temuan Welch (1996) yang menyatakan bahwa perusahaan berukuran besar memiliki kualitas yang lebih baik dan karenanya bersedia menanggung biaya yang lebih besar (left money on the table) dalam bentuk underpricing. Pada kedua model, proceed berpengaruh negatif terhadap initial return. Temuan ini sejalan dengan Ritter (1984) serta Howe & Nikolic (2012)yang berpendapat bahwa proceed terkait dengan risiko. Emiten dengan tingkat risiko tinggi cenderung menghimpun dana dalam jumlah yang relatif rendah. Karenanya, semakin tinggi proceed, semakin rendah pula tingkat underpricing.

Tabel 4 menunjukkan pengujian determinan waran menggunakan regresi probit. Hasil

memperlihatkan bahwa penerbitan waran dipengaruhi umur perusahaan dan leverage. Umur perusahaan dan leverage berpengaruh negatif terhadap penerbitan waran, artinya makin tua umur perusahaan dan makin besar tingkat hutang emiten makin kecil pula kemungkinan menerbitkan waran saat IPO. Temuan penelitian ini sesuai dengan kajian How & Howe (2001) serta Lee et al. (2003), di pasar modal Australia, dimana terdapat kecenderung WIPO dilakukan perusahaan yang lebih berisiko, dicirikan dengan umur perusahaan lebih muda. Hasil pengujian juga selaras dengan pendapat Schultz (1993), penghimpunan dana bertahap melalui WIPO dilakukan untuk mencegah potensi tingginya keagenan karena adanya free cash flow akibat ketidakpastian proyek. Perusahaan yang lebih muda umumnya memiliki buffer yang lebih rendah dalam menghadapi ketidakpastian. Karenanya pendaan dilakukan secara bertahap dengan pendanaan

lanjutan dilakukan melalui exercise waran, yaitu saat perkembangan proyek sudah lebih baik. Tidak signifikannya pengaruh proporsi kepemilikan (RETOWN) dan risiko (STAR) mengindikasikan

bahwa, di Indonesia, penerbitan waran saat IPO tidak dapat dianggap sebagai bentuk mekanisme penyampaian sinyal tentang risiko dan prospek investasi yang akan dilaksanakan emiten.

Tabel 4. Hasil Regresi Probit Determinan Waran

Variable

Coef.

AGE

-0,028 *

LNTA

0,094

LNPROC

-0,071

RETOWN

-0,018

UWREP

-0,083

DTA

-0,016 **

ROI

-0,030

STAR

-0,009

Constant

-1,566

Chi Square

17,927

Nagelkerke R2

0,270

Keterangan : ***, **, dan * berarti signifikan pada 1%, 5% dan 10% Sumber: data diolah

Leverage berpengaruh negatif terhadap keputusan penerbitan waran. Kondisi ini disebabkan karena tingkat hutang yang tinggi umumnya menunjukkan kepercayaan penyedia dana/kreditur yang lebih tinggi pula. Perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi tidak mengalami kesulitan dalam mengakses sumber-sumber pendanaan tambahan. Perusahaan dengan leverage rendah memiliki akses yang lebih rendah terhadap sumber pendanaan terutama kreditur. Penggunaan kredit bank untuk mendanai proyek berisiko tinggi juga berpotensi mengakibatkan financial distress. Karenanya, mekanisme yang paling memadai bagi perusahaan semacam ini adalah dengan penerbitan waran saat IPO.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa secara umum fenomena penerbitan waran saat IPO di Pasar Modal Indonesia periode 2010-2013 lebih mendukung teori staged financing atau pendanaan bertahap (Schultz, 1993). Penghimpunan dana secara bertahap dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan dana untuk investasi serta menghindari tingginya biaya keagenan dari free cash flow khususnya pada alternatif investasi yang berisiko tinggi. Penghimpunan dana lanjutan melalui exercise waran akan dilakukan apabila proyek menunjukkan perkembangan yang baik, karena penerbitan waran

sebagai mekanisme staged financing dipengaruhi oleh risiko investasi yang akan dilakukan emiten.

Hasil pengujian menunjukkan perbitan waran saat IPO (WIPO) dilakukan oleh perusahaan yang lebih muda, dengan tingkat kemampulabaan yang lebih rendah, dan mempertahankan kepemilikan owners yang rendah setelah IPO. Perusahaan muda dengan tingkat kemampulabaan rendah memiliki kemampuan yang lebih rendah dalam menghadapi risiko terkait keberhasilan investasi baru, sehingga cenderung akan melakukan WIPO. Agar WIPO dimaknai positif oleh investor, emiten juga menunjukkan kesediaan untuk mempertahankan kepemilikan owners yang rendah dan melakukan underpricing yang lebih tinggi. Tindakan ini dilakukan dalam rangka menunjukkan komitmen tinggi terhadap upaya mewujudkan keberhasilan investasi baru.

Waran berhubungan positif dengan initial return dan secara rata-rata WIPO lebih besar dari SIPO. Hal ini menujukkan bahwa IPO dengan waran berpotensi memeroleh pendapatan lebih tinggi pada perdagangan hari pertama saham pasca pencatatan di bursa. Hasil ini konsisten dengan teori staged financing (Schultz, 1993) dimana undepricing dilakukan untuk memastikan bahwa kebutuhan dana untuk mengawali proyek terpenuhi dan teori signaling (Chemmanur & Fulghieri, 1997) yang menyatakan underpricing dilakukan untuk menyampaikan sinyal tentang kondisi emiten.

Umur dan leverage berpengaruh negatif terhadap keputusan perbitan waran saat IPO (WIPO). Perusahaan yang relatif muda dan memiliki hutang tinggi memiliki risiko yang tinggi sehingga aksesnya terhadap sumber pendanaan khususnya kreditur rendah. Penggunaan kredit bank untuk mendanai proyek berisiko tinggi juga berpotensi mengakibatkan financial distress. Karenanya, mekanisme yang paling memadai bagi perusahaan semacam ini adalah dengan penerbitan waran saat IPO.

Bagi investor temuan penelitian dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam strategi berinvestasi khususnya di pasar perdana. Calon emiten juga dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan strategi penghimpunan dana dari pasar modal khusunya bagi perusahaan dengan umur relatif muda. Bagi lembaga penunjang pasar modal khususnya penjamin emisi, hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai alat bantu evaluasi kebijakan penjaminan yang telah dilaksanakan.

Perlu kajian lebih lanjut pada pasar modal negara berkembang lain untuk menguji konsistensi temuan penelitian, karena hasil kajian ini berbeda dengan beberapa pasar modal negara maju, seperti Amerika Serikat, Australia, dan Hong Kong, dimana WIPO dilakukan untuk memberikan sinyal kepada pasar.

REFERENSI

Allen, F., & Faulhaber, G. R. (1989). signalling by underpricing. Journal of Financial Economics, 23(2), 303–323.

Brigham, E.F, Houston, J. F. (2014). Dasar-dasar Manajemen Keuangan (11th ed.). Jakarta: Salemba Empat.

Byoun, S., Moore, W. T. (2003). Stock vs stockwarrant units: evidence from seasoned offerings. Journal of Corporate Finance, 9(5), 575–590.

Chemmanur, T. J., & Fulghieri, P. (1997). Why include warrants in new equity issues/ ? A theory of unit IPOs. Journal of Financial and Quantitative Analysis, 32, 1–24.

Garner, J.L., Marshall, B. B. (2005). Unit IPOs: What the Warrant Characteristics Reveal about the Issuing Firm. The Journal of Business, 78(5), 1837–1858.

Hartono, J. (2015). Teori Portofolio dan Analisis Investasi (10th ed.). Yogyakarta: BPFE.

How, J. C. Y., & Howe, J. S. (2001). Warrants in Initial Public Offerings/ : Empirical Evidence. The Journal of Business, 74(3), 433–457.

Howe, J.S., Nikolic, B. (2012). Catering for security types: the case of warrants. Review of Behavioral Finance, 4(1), 28–45.

Jain, B. A., & Kini, O. (1994). The Post-Issue Operating Performance of IPOFirms. The Journal of Finance, XLIX(5), 1699–1726.

Jegadeesh, N., Weinstein, M., Welch, I. (1993). An Empirical Investigation Of IPOReturns And Subsequent Equity Offerings. Journal of Financial Economics, 34(2), 153–175.

Jegadeesh, N. (1991). Seasonality in Stock Price Mean Reversion: Evidence From The US and UK. The Journal of Finance, 46(4), 1427– 1444.

Kenourgios, D.F., Papathanasiou, S., Melas, E. R. (2000). Initial performance of Greek IPOs, underwriter’s reputation and oversubscription. Managerial Finance, 33(5), 332–343.

Khurshed, A., Kostas, D., Saadouni, B. (2016). Warrants in underwritten IPOs: The Alternative Investment Market (AIM) experience. Journal of Corporate Finance., 40(C), 97–109.

Lee, M., Lee, P., & Taylor, S. (2003). Unit initial public offerings/ : Staged equity or signaling mechanism/ ? Accounting and Finance, 43, 63–85.

Mazouz, K., Saadouni, B., & Yin, S. (2008). Warrants in IPOs/ : Evidence from Hong Kong. Pacific-Basin Finance Journal, 16, 539–554. https://doi.org/10.1016/j.pacfin.2007.11.003

Ritter, J. R. (1984). The “ Hot Issue “ Market of 1980. The Journal of Business, 57(2), 215– 240.

Ritter, J. R. (1991). The long run performance of Initial Public Offering. The Journal of Finance, 46, 3–27.

Schultz, P. (1993). Unit initial public offerings A form of staged financing. Journal of Financial Economics, 34(November 1992), 199–229.

Welch, I. (1996). Equity Offerings Following the IPOTheory and Evidence. Journal Of Corporate Finance, 2(3), 227–259.