Robertus Bellarminus Krisna Wijaya, Metode Analytical Hierarchy Process .... 83

METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DAN TAGUCHI LOSS FUNCTION UNTUK PENENTUAN PERINGKAT SUPPLIER

Robertus Bellarminus Krisna Wijaya(1)

Febriana Wurjaningrum(2)

(1)(2)Universitas Airlangga, Surabaya

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan prioritas dari beberapa kriteria yang dipertimbangkan dalam penyusunan peringkat supplier yang selanjutnya dijadikan dasar dalam pemilihan supplier. Metode yang digunakan yaitu metode Analytical Hierarchy Process (AHP)danTaguchi Loss Function. Fungsi dari AHP adalah mengetahui kriteria yang diinginkan, sedangkan Taguchi Loss digunakan untuk mengetahui peringkat supplier, dengan kriteria quality, price, warranties and claim policies, delivery, technical capabilities,dan communication system. Hasil analisis menunjukkan bahwa kriteria utama yang diinginkan oleh perusahaan adalah quality dengan bobot tertinggi di antara enam kriteria yang ditetapkan, yakni sebesar 0,393. PT. Surya Inti Artha muncul sebagai supplier terbaik karena memiliki nilai Weighted Taguchi Loss terkecil. Hasil penelitian ini dapatdigunakan sebagai pedoman oleh perusahaan dalam proses pemilihan supplier tidak hanya melalui pertimbangan terhadap kriteria dan peringkat dengan metode AHP, tetapi juga penilaian kerugian atas masing-masing kriteria pemilihan pada masing-masing supplier dengan metode Taguchi Loss Function.

Kata kunci: supplier, Analytical Hierarchy Process, Taguchi Loss Function

ABSTRACT

The aim of this study is to determine priority of several criterias which is considered in arranging supplier ranking and furtherly used as the basis of supplier selection.Method implemented in this study areAnalytical Hierarchy Process (AHP) and Taguchi Loss Function. The function of AHP is to determine criterias, whereas Taguchi Loss is used to identify supplier ranking with quality, price, warranties and claim policies, delivery, technical capabilities, and communication system criterias. The findings show that the main criterias wanted by the company is quality with the highest weight among other criterias, i.e 0.393. PT Surya Inti Artha emerges as the best supplier because have the smallest Weighted Taguchi Loss value. The results of this study can be uased as guidance by the company in the process of supplier selection which not only consider the criterias and rank by using the method of AHP but also byconsidering appraisal losses on every selection criteria for each supplier with the method of Taguchi Loss Function.

Keywords : supplier, Analytical Hierarchy Process, Taguchi Loss Function

PENDAHULUAN

Sebuah perusahaan membutuhkan para pemasok (supplier) yang dapat memahami tujuan perusahaan dan memberi tanggapan atas kinerja perusahaan. Komunikasi dapat membantu hubungan perusahaan dan supplier agar terjalin kerja sama yang baik dan dapat meningkatkan kinerja. Selain komunikasi, terdapat banyak kriteria yang harus dipertimbangkan dalam menentukan supplier. Menurut Fenton dan Wang (2006), pengambilan keputusan dengan adanya perangkingan tiap alternatif terhadap kriteria dan pembobotan yang diberikan pada tiap kriteria, dapat menggunakan Multi Criteria Decision Making (MCDM). Jadi, pemilihan supplier yang tepat bagi perusahaan harus dilakukan dengan penentuan kriteria sesuai dengan kebutuhan dan dilakukan

secara obyektif. Penilaian yang subyektif hanya akan bermanfaat dalam jangka pendek, bukan jangka panjang perusahaan.

Sebuah solusi yang dapat dikedepankan adalah dengan penerapan beberapa metode seperti Promethee, Analytic Network Process (ANP), Taguchi Loss Function, dan Analytical Hierarhcy Process (AHP). Metode Promethee merupakan metode perangkingan supplier untuk sejumlah alternatif yang terbatas dan dipilih berdasarkan kriteria-kriteria yang memiliki konflik satu sama lain. Metode Promethee mempunyai kekurangan dalam strukturisasi permasalahan dan sistem pembobotan kriteria karena tidak tersedianya arahan. Selanjutnya, metode ANP adalah metode pengukuran relatif yang mencerminkan pengaruh elemen-elemen yang saling

berinteraksi berkenaan dengan kriteria kontrol. Namun ANP membutuhkan waktu yang lama untuk pencarian data karena brainstroming, perhitungan matriks berpasangan yang bersifat kompleks, dan perbandingan atribut yang cenderung bersifat subyektif, sehingga akurasinya sangat tergantung pada pandangan ahli di bidang tersebut. Dengan demikian, dalam penelitian ini metode AHP dan Taguchi Loss Function dianggap tepat untuk memberikan solusi dalam pembuatan keputusan pemilihan supplier berdasarkan kriteria ganda yang telah ditetapkan oleh pemakai jasa (Alexander et al., 2009).

PT. Witra Rama Kurnia Perdana (WRKP) merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang ICT (InstalationAcces Point) untuk wi-fi,router, dan maintenance. Perusahaan ini didirikan oleh empat orang eksekutif muda yang telah berpengalaman mengatasi kebutuhan teknologi informasi perusahaan pelanggan baik software ataupun hardware. Dalam hal ini, kepuasan pelanggan menjadi prioritas utama perusahaan karena dengan layanan yang baik, maka pelanggan senantiasa memiliki kepercayaan dan loyalitas yang tinggi pada PT. WRKP. Namun, layanan jasa tersebut tidak dapat berjalan dengan baik apabila barang yang berasal dari supplier mengalami masalah seperti keterlambatan pengiriman atau spesifikasi yg tidak sesuai dengan pesanan. Dari berbagai situasi dan permasalahan yang timbul, maka supplier merupakan bagian utama dan sangat penting dalam proses bisnis ini.

Selama ini, pihak manajemen PT. WRKP memilih supplier secara historis-kurang memperhatikan kriteria yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan seperti perhitungan secara rinci mengenai price, delivery, tenaga ahli, dan komunikasi.Oleh karena itu, salah satu proyek yang dikerjakan di Bojonegoro mengalami masalah dan memerlukan perbaikan berkali-kali selama sebulan. Hal ini sangat merugikan perusahaan dari segi waktu, akomodasi, dan konsentrasi mengingat pelanggan lainnya yang harus ditangani cukup banyak jumlahnya.

Tujuan riset ini adalah untuk menghindari kegagalan ataupun keluhan berlebihan dari para penggunajasa PT. WRKP dengan menerapkan metode Analysis Hierarcy Process dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria yang ditentukan dan penilaian kinerja supplier yang akan menghasilkan peringkat berdasarkan Taguchi Loss Function. Keputusan akhir pemilihan supplier yang sesuai dengan kebutuhan atau keinginan perusahaan ditentukan dengan kedua metode tersebut.

Penggabungan metode AHP dan Taguchi Loss Function dilakukan berdasarkan penelitian oleh Ordobaadi (2010). Kedua metode digabungkan guna menentukan peringkat supplier yang sesuai kriteria perusahaan. Metode AHP memberikan bobot pada kriteria yang telah ditentukan, sehingga mendapatkan apa yang dibutuhkan dan menjadi prioritas perusahaan dalam menentukan supplier. Setelah menentukan beberapa kriteria, kemudian dilengkapi oleh metode Taguchi Loss Function dengan mengukur kinerja supplier. Taguchi Loss Function menilai secara obyektif ketidakpuasan perusahaan terhadap para supplier yang ditunjukkan dengan nilai kerugian yang dialami. Nilai kerugian yang diperoleh akan digabungkan dengan bobot prioritas kriteria. Hasilnya akan diperoleh peringkat mengenai supplier yang tepat dan akan menjadi mitra kerja perusahaan selanjutnya.

Manajemen Logistik

Logistik memiliki peran penting dalam penentuan daya saing perusahaan. Daya saing dapat dilihat dari dua dimensi yaitu keunggulan nilai dan keunggulan biaya. Keunggulan nilai berkaitan dengan nilai lebih yang dimiliki perusahaan jika dapat memberikan kepuasan pada konsumen, sedangkan keunggulan biaya terjadi jika perusahaan dapat menawarkan harga yang lebih murah dibandingkan perusahaan lainnya. Dengan keunggulan pada segi nilai dan biaya, maka daya saing perusahaan dapat dikatakan kompetitif.

Terry (1997: 10) menyatakan bahwa manajemen adalah suatu proses yang khas meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan, yang tiap bidang mempergunakan ilmu dan seni secara teratur untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Subagyo (2000:1), manajemen adalah tindakan untuk mencapai tujuan yang dilakukan dengan mengkoordinir kegiatan orang lain, fungsi-fungsi, atau kegiatan-kegiatan manajemen yang meliputi perencanaan, penempatan, kordinasi, pengarahan, dan pengawasan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan sebuah proses kerja untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau diinginkan secara efektif dan efisien dengan mengkordinir orang-orang melalui kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan. Apabila manajemen menjalankan pengelolaan rantai pasok dari hulu ke hilir dengan benar, maka keunggulan kompetitif dapat dimiliki oleh perusahaan.

Manajemen logistik merupakan bagian dari proses supply chain yang berfungsi untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan keefisienan dan keefektifan penyimpanan dan aliran barang serta pelayanan dan informasi terkait dari titik permulaan (point of origin) hingga titik konsumsi (point of consumption) untuk memenuhi kebutuhan para pelanggan. Martin (1998) mendefinisi manajemen logistik sebagai proses yang secara stratejik mengatur pengadaan bahan, perpindahan dan penyimpanan barang komponen, serta penyimpanan barang jadi dengan informasi yang terkait dengan organisasi dan jaringan pemasarannya melalui cara tertentu. Dengan demikian,keuntungan dapat dimaksimalkanbaik untuksaat sekarang, maupun pada masa mendatang melalui pemenuhan biaya yang efektif.

Manajemen logistik memerlukan kordinasi yang tepat antar pelaku disepanjang rantai pasokan guna mengurangi biaya persediaan dan pengangkutan sekaligus memperbaiki tingkat layanan. Manajemen logistik mengutamakan pengelolaan termasuk arus barang dalam perusahaan. Manajemen logistik dapat membantu pencapaian keunggulan kompetitif, baik dalam menciptakan value advantage (services, after sales services, responsiveness), maupunvalue cost (capacity utilization, partnership, schedule integration).

Pemilihan Supplier

Pemilihan supplier merupakan fase yang sangat penting dalam proses pembelian suatu perusahaan. Diperlukan berbagai pertimbangan untuk dapat memilih supplier yang berkualitas. Selain itu, risiko dapat menjadi faktor utama yang mempengaruhi pemilihan supplier. Risiko dapat berupa penolakan terhadap barang pesanan dan/atau risiko keterlambatan pengiriman barang. Sementara itu, harga yang ditawarkan oleh masing-masing supplier juga seringkali bersifat fluktuatif akibat kebijakan supplier sendiri atau karena adanya perubahan harga bahan baku di pasar global. Pemilihan supplier yang tepat secara signifikan akan mengurangi biaya pembelian material serta meningkatkan daya saing perusahaan dan kepercayaan konsumen (Xia & Wu, 2007).

Suatu perusahaan membutuhkan para supplier yang dapat memahami kebutuhan pelanggan dan memberikan umpan balik atas kinerja mereka. Beberapa kriteria yang dapat dipertimbangkan untuk memilih supplier yang kompeten dan dapat dipercaya menurut Swif (1995) antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut.

  • 1.    Product: berkaitan dengan produk yang dihasikan oleh supplier untuk para pengguna jasa supplier.

  • 2.    Availability: berkaitan dengan kemampuan supplier untuk menyediakan produk sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan oleh rekan bisnis (pengguna jasa supplier).

  • 3.    Dependability: berkaitan dengan kemampuan supplier untuk memenuhi janji yang telah disepakati dengan rekan bisnis.

  • 4.    Experience: berkaitan dengan pengalaman dengan menjalankan proses pengadaan dengan rekan bisnis yang memakai jasa supplier.

  • 5.    Price: berkaitan dengan harga produk ataupun kontrak kerja yang ditawarkan pada para pengguna jasa supplier.

Pengembangan kriteria dalam pemilihan supplier dilakukan juga oleh Zhang et al. (2009) menjadi kriteria tambahan yaitu:

  • 1.    Product design and developmen: kemampuan pemasok dalam merancang dan membuat produk yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan buyer firm.

  • 2.    Flexibility: termasuk production flexibility dan responsivness to customer, memahami kebutuhan dan keinginan konsumen, fleksibel terhadap perubahan pesanan atau demand, dan fleksibilitas kapasitas.

  • 3.    Relationship: hubungan antara buyer firm dan supplier juga perlu dijaga dan merupakan suatu kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan pemilihan.

  • 4.    Political stability; foreign exchange rate and tariff; and customer duties. Dalam era globalisasi sekarang ini, buyer firm akan mencari supplier yang terbaik, bahkan yang ada di seluruh dunia. Jika perusahaan akan memilih supplier yang berada di luar negeri, maka kriteria seperti stabilitas politik dan pajak impor, akan menjadi pertimbangan khusus.

Analytical Hierarchy Process

Analytical hierarchy process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saatypada awal tahun 1970. Metode ini merupakan salah satu metode perbandingan berpasangan yang paling populer digunakan untuk pengambilan keputusan dalam permasalahan MultiCriteria Decision Making (MCDM). Pendekatan AHP didesain untuk membantu pengambil keputusan untuk menggabungkan faktor kualitatif dan kuantitatif dari suatu permasalahan yang kompleks.

Penggunaan AHP dalam berbagai bidang meningkat cukup signifikan. Hal ini dikarenakan AHP dapat menghasilkan solusi dari berbagai faktor yang saling bertentangan. AHP secara umum dapat diaplikasikan dalam bidang agrikultur, sosiologi, industri, dan lain sebagainya.

Prinsip kerja AHP adalah membentuk suatu struktur permasalahan. Dalam menyelesaikan permasalahan MCDM, AHP menyusun struktur hirarki masalah mulai dari yang paling atas (goal) kemudian menuju ke variabel di bawahnya (kriteria) yang selanjutnya diikuti oleh variabel alternatif. Pengambil keputusan selanjutnya memberikan penilaian numerik berdasarkan pertimbangan subjektif terhadap variabel-variabel yang ada untuk menentukan tingkatan prioritas masing-masing variabel tersebut.

Menurut Saaty (dalam Kushartanti, 2011), penerapan AHP mengikuti langkah-langkah berikut.

  • 1.    Menentukan kriteria-kriteria pemilihan.

  • 2.    Menentukan bobot pada masing-masing kriteria.

  • 3.    Mengidentifikasi alternatif (supplier) yang akan dievaluasi.

  • 4.    Evaluasi masing-masing alternatif dengan kriteria sebelumnya.

  • 5.    Menghitung nilai berbobot masing-masing supplier.

  • 6.    Mengurutkan supplier berdasarkan nilai pembobotan tersebut.

Masing-masing kriteria dan sub-kriteria memiliki tingkat kepentingan yang berbeda. Proses pemberian bobot akan dilakukan oleh manajer fungsional. Bobot bisa diberikan secara terpisah kemudian digabungkan, atau diberikan secara bersama-sama melalui proses konsensus. Pada model AHP ini, pemberian bobot dilakukan dengan sistem perbandingan berpasangan, dengan cara dua buah kriteria diambil dan dibandingkan. Jika kedua kriteria dianggap sama pentingnya, maka akan diberikan angka 1pada kedua kriteria. Jika kriteria satu secara absolut lebih penting, akan diberi nilai 9 dan yang satunya lagi diberi nilai 1. Secara keseluruhan ada 9 angka yang mungkin diberikan sebagai skala perbandingan.

Tahap selanjutnya, setiap nilai perbandingan dibagi dengan jumlah kolom yang bersesuaian. Pada masing-masing sub-kriteria juga diberi bobot. Pembobotannya dilakukan dengan melakukan perbandingan berpasangan. Hasil untuk bobot masing-masing sub-kriteria nantinya akan dikalikan dengan bobot induknya untuk mendapatkan bobot yang sebenarnya.

Taguchi Loss Function

Metode Taguchi dikembangkan oleh Genichi Taguchi pada tahun 1949, sebagai bantuan untuk meningkatkan pelaksanaan total quality control. Dia menggambarkan metode ini sebagai “quality engineering”, dan pada kenyataannya, metode ini mengambil pendekatan rekayasa sebagai pemahaman proses informasi. Metode yang juga dikenal dengan nama robust design telah menggeser paradigma kualitas dari inspeksi kerusakan dan pemecahan masalah menuju rekayasa kualitas dengan desain dalam proses dan produk.Pengertian kualitas menurut Taguchi adalah kerugian (minimum) yang diberikan oleh produk pada masyarakat dari sejak saat produk tersebut dipasarkan (Mulyono & Utomo, 2008).

Luasnya penerapan metode ini dilandasi oleh kekuatan konsepnya dalam hal pereduksian jumlah kombinasi suatu desain eksperimen, sehingga desain yang dihasilkan mampu mengakomodir eksperimen dalam banyak faktor. Selain itu, performansi hasil eksperimen diukur dengan suatu besaran universal yang dapat dipakai untuk membandingkan dua atau lebih variabel yang memiliki dimensi berbeda. Dua hal inilah yang menjadi inti dan kekuatan konsep Taguchi. Metode ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas produk dan proses serta dapat menekan biaya danpenggunaan sumberdayaseminimal mungkin. Dalam upaya perbaikan kualitas ada beberapa kontribusi yang dilakukan, diantaranya adalah:

  • 1.    Loss Function: merupakan fungsi kerugian yang ditanggung oleh masyarakat (produsen dan konsumen) akibatkualitas yang dihasilkan. Dari pihak produsen dapat berupa kualitas, sedangkan dari pihak konsumen berupa ketidakpuasan.

  • 2.    Orthogonal Array: digunakan untuk mendesain percobaan secara efisien dan menganalisis data dari sebuah percobaan. Bagian terpenting terletak pada pemilihan kombinasi tingkatan dari masing-masing variabel input dalam masing-masing eksperimen.

  • 3.    Robustness: meminimalkan sensitivitas sistem dari sumber variasi.

Nilai loss akan semakin meningkat ketika karakteristik kualitas semakin melebar jauh dari nilai nominalnya (target). Begitu juga dengan nilai loss function yang menggambarkan biaya sosial yang timbul diantara produsen dan konsumen akibat penetapan ketentuan karakteristik kualitas tertentu pada suatu produk. Semakin kecil kerugian, maka produknya semakin diinginkan dan semakin jauh produknya dari nilai sasaran, semakin besar pula kerugiannya (Heizer &Render 2009:314).

Loss function digunakan dalam mengukur performansi karakteristik kualitas dalam pencapaian target. Berdasarkan filosofi kualitas Taguchi, setiap penyimpangan dari target nilai karakteristik mengakibatkan kerugian yang dapat diukur dengan fungsi kerugian kuadratik. Taguchi percaya bahwa pelanggan yang semakin tidak puas dengan kinerja akan berakibat semakin jauh dari target perusahaan. Untuk mewakili ketidakpuasan seorang pelanggan dengan kinerja produk disarankan menggunakan kurva kuadratik. Kurva ini berpusat pada target nilai, yang memberikan kinerja terbaik di mata pelanggan.

Berdasarkan filosofi kualitas Taguchi, setiap penyimpangan dari target nilai karakteristik mengakibatkan kerugian yang dapat diukur dengan fungsi kerugian kuadratik. Taguchi mengungkapkan ada tiga jenis kerugian (Triyono,2007):

  • 1.    Nominal value is the best, digunakan saat target nilai yang ingin dicapaiterbatas/tertentu.

  • 2.    Smaller-is-better, digunakan bila hasil yang diinginkan sekecil mungkin, dengan nilai target ideal, nol.

  • 3.    Higher-is-better, digunakan bila diinginkan hasil maksimal. Dalam hal ini, nilai target ideal menjadi tidak terbatas.

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti adalah instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis bersifat induktif, dan hasil penelitian lebih menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono, 2007).

Data yang digunakan adalah data primer yakni diperoleh dari narasumber perorangan, seperti hasil wawancara langsung dengan atau hasil pengisian kuesioner oleh para ahli (expert). Responden dalam penelitian ini adalah direktur utama serta bagian operasional dan data PT. WRKP. Selain itu, pengumpulan data juga dilakukan melalui pengamatan langsung pada teknisi dan pihak-pihak yang terkait di dalamnya.

Teknik analisis yang dilakukan dalam penelitian ini hingga mendapatkan hasilberupa rangking dari mitra kerja melalui metode AHP dan Taguchi Loss Function adalah sebagai berikut.

  • 1.    Penentuan kriteria untuk pemilihan supplier.

Melakukan wawancara terhadap pihak internal perusahaan dan yang berkepentingan

mengenai kriteria yang dibutuhkan serta sesuai dengan literatur berdasarkan 22 kriteria Dickson (1966). Hasil yang diperoleh akan menjadi kriteria yang dapat digunakan untuk pembobotan dengan menggunakan AHP.

  • 2.    Menentukan bobot dari tiap kriteria.

Kuisioner yang telah disebarkan kepada para ahli atau pihak yang berkepentingan berisi perbandingan dari tiap kriteria menggunakan skala perbandingan berpasangan, sehingga akan diketahui bobot dari masing-masing kriteria. Tahap selanjutnya, data diolah menggunakan program Microsoft Office Excell, sehingga diketahui nilai consistency ratio (CR). Nilai CR digunakan untuk menilai tingkat kelayakan kriteria yang didapatkan. Jika nilai CR kurang dari 0,1 maka kriteria yang didapatkan dinilai layak.

  • 3.    Menentukan rangking/peringkat dari supplier.

Pada tahapan ini, ada beberapa analisis yang dilakukan. Pertama-tama, menghitung nilai loss function yang didapat dari persamaan metode Taguchi Loss Function. Dengan persamaan tersebut untuk mendapatkan nilai loss function harus mengetahui nilai k (koefisien kualitas rata-rata) dan juga nilai persentase penyimpangan (deviasi) dari nilai nominal (target) yang ditetapkan perusahaan. Setelah nilai loss function diperoleh, maka dapat dicari nilai weighted loss function dengan jalan mengakumulasikan perkalian nilai bobot dari tiap kriteria yang telah didapat dari proses AHP dengan nilai loss function. Peringkat mitra kerja nomor 1 (mitra kerja terbaik) ditetapkan berdasarkan nilai weighted loss function yang paling kecil .

Triangulasi data dilakukan dengan cara observasi ke perusahaan serta melakukan wawancara kepada para expert yaitu direktur utama, direktur bisnis support, direktur operasional, manajer operasional, dan bagian procurement mengenai kriteria pemilihan supplier.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penentuan kriteria yang diinginkan dan dibutuhkan oleh perusahaan, dilakukan wawancara terhadap para ahliatau yang berkepentingan dengan urusan tersebut. Dalam hal ini, pihak-pihak yang berkepentingan antara lain direktur utama, direktur keuangan, direktur operasional, manajer procurement, dan manajer operasional. Dalam proses wawancara, peneliti menggunakan literatur sebagai pedoman.

Literatur tersebut berisikan 22 kriteria pemilihan supplier yang memiliki banyak pilihan agar bisa mencakup pekerjaan, terutama di bidang jasa, sesuai dengan kegiatan bisnis PT. WRKP. Kriteria-kriteria tersebut mencakup quality, delivery, performance history, warranties and claim policies, price, geographical location, labor relation record, packaging ability, impression, attitude, repair service, technical capabilities, financial position, procedural compliances, communication system, reputation and position, desire for bussines, management and organization, operating control, amount of pass bussines, training aids, and reciprocal arrangement. Sebelumnya, perusahaan tidak terlalu mementingkan kriteria dan hanya berdasar pemilihan secara historis dari supplier yang ada. Oleh karena itu, pada studi ini akan diidentifikasi kriteria untuk membantu perusahaan dalam penetapan pemilihan supplier melalui pilihan 22 kriteria yang tersedia. Setelah melalui berbagai pertimbangan, perusahaan memilih 6 kriteria yang dianggap penting seperti diuraikan berikut ini.

  • 1.    Quality: berkaitan dengan kemampuan supplier yang dapat memberikan barang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh pihak perusahaan. Kualitas produk yang dimaksud yaitu tidak ada barang yang cacat atau rusak sebelum dipasang oleh teknisi perusahaan.

  • 2.    Price: berkaitan dengan harga yang ditawarkan oleh supplier dan target yang dimiliki oleh pihak perusahaan. Harga yang dipakai adalah harga yang sesuai kesepakatan antara perusahaan dan supplier.

  • 3.  Warranties andclaim policies: berkaitan dengan

jaminan perbaikan setelah pemasangan barang dan respon yang diberikan oleh pihak supplier. Apabila terjadi kerusakan barang atau ketidakpuasan terhadap supplier, perusahaan dapat mengajukan klaim.

  • 4.    Delivery: berkaitan ketepatan pengiriman barang yang telah disepakati antara supplier dengan perusahaan. Hal ini sudah termasuk lokasi, waktu pengiriman, dan batas toleransi terhadap keterlambatan pengiriman.

  • 5.    Technical capabilities: berkaitan dengan kemampuan barang dalam menunjang kelancaran penggunaan. Spesifikasi yang jelasdan adanya prosedur yang benar akan memudahkan penggunaan produk.

  • 6.    Communication system: berkaitan dengan hubungan komunikasi yang terjalin antara pihak

supplier dengan pihak perusahaan. Adanya perwakilan masing-masing pihak yang jelas dan berkesinambungan akan semakin melancarkan komunikasi.

Keenam kriteria yang diajukan selanjutnya akan diolah dengan cara diberi pembobotan pada masing-masing kriteria. Tujuan dari pembobotan ini adalah agar perusahaan dapat mengetahui mana di antara 6 kriteria yang dipilih mempunyai prioritas tertinggi. Pembobotan untuk tiap kriteria dilakukan dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Proses AHP diterapkan meliputi tiga tahapan berikut.

  • 1.    Penyusunan hirarki masalah.

Pada tahapan ini hierarki disusun menggunakan satu kriteria saja, tanpa memperhatikan sub kriteria. Pada penelitian ini hanya akan dilakukan pembobotan terhadap tiap kriteria yang telah didapatkan dalam proses wawancara dengan para ahli atau pihak yang berkepentingan.

  • 2.    Membuat matriks perbandingan berpasangan. Pada tahapan ini, kegiatan awal yang dilakukan adalah memberi kuesioner yang berisikan kolom perbandingan dari tiap kriteria dan berisi skala 1-9untuk diisi oleh para ahli (expert) atau pihak yang berkepentingan.Tujuan dari pembuatan matriks berpasangan ini adalah untuk menggambarkan kontribusi dan pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan kriteria yang tingkatannya berada satu tingkat diatasnya.

  • 3.    Menghitung bobot/prioritas pada masing-masing kriteria.

Kuesioner yang berisi perbandingan berpasangan telah diisi oleh pihak yang berkepentingan akan menghasilkan bobot dari masing-masing kriteria. Bobot kriteria tersebut akan diolah menggunakan program Microsoft Office Excell. Melalui pengolahan tersebut dapat diketahui prioritas tertinggi sampai terendah, sehingga diperoleh informasi mengenai kriteria ideal yang diinginkan atau dibutuhkan perusahaan. Tabel 1 menunjukkan matrik perbandingan berpasangan pemilihan supplier.

Berdasarkan luaran pada Tabel 1, angka yang berada di atas angka tercetak tebal merupakan rata-rata nilai perbandingan dari tiap kriteria, sedangkan angka di bawah angka tercetak tebal adalah angka 1/ rata-rata nilai perbandingan tiap kriteria. Angka yang tercetak tebal berarti perbandingan nilai kriteria itu sendiri. Hasil pembobotan kriteria dapat disimak pada Tabel 2.

Tabel 1. Matriks Perbandingan Berpasangan Pemilihan Supplier

Variabel

Quality

Price

Warranties &

Claim Policies

Delivery

Technical

Capabilities

Communication System

Quality

1,000

3,380

3,314

3,086

3,064

3,466

Price

Warranties     &

0,296

1,000

1,191

1,229

1,484

1,516

Claim Policies

0,302

0,839

1,000

1,437

0,979

1,191

Delivery Technical

0,324

0,814

0,696

1,000

1,484

1,191

Capabilities

Communication

0,326

0,674

1,021

0,674

1,000

1,246

System

0,289

0,660

0,839

0,839

0,803

1,000

Sumber: data primer diolah


Angka dalam kolom perkalian pada Tabel 2 merupakan hasil perkalian ke samping tiap kriteria. Angka pada kolom indeks relatif berasal dari akar pangkat enam angka pada kolom perkalian tiap kriteria. Selanjutnya, dihitung bobot dengan cara hasil indeks relatif tiap kriteria dibagi jumlah keseluruhan indeks relatif. Demikian seterusnya, hingga didapatkan bobot tiap kriteria yang diinginkan perusahaan.

Untuk menilai konsistensi perhitungan bobot yang telah dilakukan, maka perlu dilakukan perhitungan perkalian matriks. Hasil dari perkalian akan dijumlahkan, sehingga menghasilkan lambda max. Selanjutnya, dilakukan perhitungan konsistensi, dimana rasio konsistensi sebesar 0,009 (<0,1) menunjukkan bahwa kriteria yang digunakan adalah valid dan konsisten.

Tabel 2. Hasil Pembobotan Kriteria

Perkalian

Indeks Relatif

Bobot

367,112

2,676

0,393

0,974

0,996

0,146

0,424

0,867

0,127

0,325

0,829

0,122

0,189

0,757

0,111

0,108

0,690

0,101

6,814

1,000

Sumber: data primer diolah

Pada Tabel 3 ditampilkan tingkat kepentingan (prioritas) masing-masing kriteria yang telah dibobot. Dari Tabel 3 dapat diketahui prioritas kriteria dari PT. WRKP dalam pemilihan supplier yang didalamnya terdapat bobot masing-masing

kriteria dan diolah menggunakan metode AHP. Pembobotan yang dilakukan dapat menghasilkan peringkat tiap kriteria mulai teratas hingga terbawah. Hasil dari kuesioner berpasangandiolah denganprogram Microsoft Office Excell. Dari enam kriteria yang dipilih akan diperoleh bobot untuk masing-masing kriteria.

Tabel 3. Prioritas Kepentingan Kriteria Pemilihan Supplier

Kriteria

Bobot

Prioritas

Quality

0,393

1

Price

0,146

2

Warranties & Claim Policies

0,127

3

Delivery

0,122

4

Technical Capabilities

0,111

5

Communication System

0,101

6

Sumber: data primer diolah

Dari nilai bobot yang telah dihasilkan, maka dapat diketahui bahwa perusahaan mengutamakan dan menjaga kualitas dalam pemilihan supplier. Perusahaan menggangap para supplier yang dijadikan mitra dapat diajak bekerjasama agar para konsumen puas terhadap kinerja perusahaan, sehingga loyal kepada perusahaan. Semakin besar kualitas yang dapat diberikan oleh perusahaan, maka semakin besar umpan balik positif yang diberikan konsumen.

Kriteria price menjadi pertimbangan kedua dalam menentukan supplier. Perusahaan memiliki target harga yang telah ditentukan, sehingga dapat menetapkan laba yang ingin diperoleh. Perusahaan sebisa mungkin menekan harga, tetapi tidak mengurangi kualitas produk dan layanan. Oleh karena itu, perusahaan memberikan nilai toleransi pada harga penawaran produk supplier. Apabila jauh

diatas nilai toleransi yang ditentukan, maka perusahaan mengangap bahwa harga tersebut jauh diatas kemampuan perusahaan.

Kriteria berkaitan dengan warranties and claim policiesmenempati urutan ketiga dan dianggap penting karena perusahaan tidak ingin mengalami kerugian yang besar akibat produk dari supplier yang rusak. Perusahaan menginginkan supplier yang bertanggungjawab pada produknya dan menjaga kualitas agar tidak mengurangi kepuasan konsumen atas jasa yang telah diberikan.

Kriteria keempat adalah delivery yang berhubungan dengan ketepatan waktu pengiriman produk oleh supplier. Dengan adanya kejelasan dan ketepatan waktu pengiriman, maka proses layanan akan berjalan dengan lancar. Apabila terjadi keterlambatan pengiriman, maka kerugian yang ditanggung oleh perusahaan akan semakin besar seperti teknisi yang menganggur, proses pemasangan yang terhambat, dan waktu yang terbuang.

Kriteria kelima adalah technical capabilities atau kemampuan teknis dari produk yangberkaitan dengan keluhan/pengaduan (complaint)konsumen. Keluhan dari konsumen akibat produk yang cacat menyebabkan gangguan pemasangan produk atau produk tidak dapat bekerja optimal. Oleh sebab itu, perusahaan menginginkan supplier yang dapat bertanggungjawab pada technical capabilities produknya.

Kriteria yang terakhir adalah communication system atau sistem komunikasi. Hal tersebut penting agar hubungan komunikasi antara konsumen dan perusahaan atau antara perusahaan dan supplier, dapat berjalan lancar.

Setelah mengetahui kriteria dengan bobotnya masing-masing, maka akan dilanjutkan dengan menghitung nilai loss function dari tiap supplier berdasarkan 6 kriteria yang telah ditentukan. Melalui penentuan nilai loss function, kerugian yang diderita oleh perusahaan akan dapat dilakukan estimasi serta evaluasi terhadap para supplier. Objek penelitian tertuju pada supplier yang digunakan dalam networking dan server terutama mengenai komponen RJ 45.

RJ 45 merupakan konektor yang biasa dipergunakan dalam instalasi jaringan kecil (Local Area Network/LAN) menggunakan kabel twisted pair tipe UTP. Konektor ini berfungsi menghubungkan kabel UTP dengan NIC menggunakan port RJ 45. Ciri-ciri dasar dari RJ 45 adalah warna yang bening dan terdapat 8 pin tembaga di ujung konektor. Cara pemasangan cukup mudah yaitu mengkrimping dengan tang krimping konektor RJ 45. Namun,

apabila terjadi kesalahan, maka RJ 45 harus diganti (sekali pakai).

Terdapat empat supplier yang sudah bekerja sama dengan PT. WRKP yaitu PT. Mitra Wiratindo Indonesia, PT. Surya Inti Artha, Hotware, dan Surabaya Wireless. Data yang digunakan untuk menentukan nilai Loss Function yaitu Januari-Desember 2014. Data diperoleh dari pegawai procurement, manajer operasional, direktur operasional, dan direktur business support. Untuk mengetahui nilai Loss Function, maka dibutuhkan beberapa data agar dapat mengidentifikasi nilai kerugian yang telah terjadi.

Perusahaan memiliki target pada harga RJ 45 yaitu Rp. 75.000 per bungkus. Sementara itu, para supplier yakni PT. Mitra Wiratindo Indonesia, Surabaya Wireless, Hotware, dan PT. Surya Inti Artha secara berturut-turut menetapkan harga sebesar Rp. 90.000; Rp. 80.000; Rp. 87.500; dan Rp. 77.500 per bungkus. Selisih harga rata-rata perusahaan dan para supplier sebesar Rp. 8.750 per bungkus.

Barang dari supplier seringkali mengalami kerusakan yang dapat menghambat pekerjaan networking yang akan dilakukan teknisi perusahaan. Kerusakan komponen RJ 45 dari supplier PT. Mitra Wiratindo Indonesia terjadi pada pembelian ketiga dan keempat, sedangkan dari Surabaya Wireless dialami pada pembelian ketiga, keempat, dan kelima. Pada Hotware, kerusakan komponen terjadi pada pembelian kedua dan kelima, sedangkan pada PT. Surya Inti Artha terjadi pada pembelian kedua dan keempat. Jumlah kerusakan komponen berbeda-beda pada tiap pembelian dan biasanya meliputi kerusakan bentuk atau warna yang tidak sesuai.

Kecacatan RJ 45 terjadi setelah pemasangan dan uji terima yang dilakukan oleh teknisi perusahaan. Dalam 1 site atau tempat terdapat beberapa Acces Point (AP) yang dikerjakan. Kecacatan komponen oleh PT. Mitra Wiratindo Indonesia terjadi saat site 3 dan 5, berjumlah 3 biji. Kecacatan komponen oleh Surabaya Wireless terjadi saat site 2 dan 4, berjumlah 4 biji. Kecacatan produk oleh Hotware terjadi pada site 2 dan 3, berjumlah 3 biji. Kecacatan komponen oleh PT. Surya Inti Artha terjadi pada site 5, berjumlah 2 biji.

Mengacu pada daftar keterlambatan pengiriman oleh para supplier, dapat diketahui bahwa PT. Mitra Wiratindo Indonesia melakukan keterlambatan pengiriman pada pembelian keempat selama satu hari dan Hotware melakukan keterlambatan pengiriman pada pembelian ketiga selama satu hari. Daftar komplain dari konsumen terkait dengan kecacatan produk yang telah dipasang, sehingga membutuhkan

perbaikan dari teknisi perusahaan. Keluhan terhadap produk PT. Mitra Wiratindo Indonesia terjadi pada site ketiga dan kelima. Keluhan terhadap produk Surabaya Wireless terjadi pada site kedua dan keempat, sedangkan terhadap produk Hotware terjadi padasite kedua dan ketiga. Terakhir, keluhan terhadap produk PT. Surya Inti Artha terjadi pada site kelima.

Informasi kegagalan pemenuhan pemesanan RJ 45 oleh supplier terhadap perusahaan menunjukkan bahwa pemesanan ketiga terjadi kegagalan pemenuhan pemesanan oleh PT. Mitra Wiratindo Indonesia. Pada pemesanan kedua terjadi kegagalan pemenuhan oleh Surabaya Wireless. Hotware melakukan kegagalan pemenuhan pemesanan pada pembelian keempat. Sementara itu, PT. Surya Inti Artha tidak pernah melakukan kegagalan pemenuhan kapasitas RJ 45.

Dengan penentuan nilai Loss Function melalui metode Taguchi Loss Function akan dinilai seberapa besar kinerja supplier terhadap perusahaan. Tahapan dalam menjalankan metode Taguchi Loss Function yaitu adalah sebagai berikut.

  • 1.    Menggolongkan tiap kriteria ke dalam fungsi

Taguchi Loss.

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa kriteria quality, price, delivery, dan technical capabilities tergolong dalam ‘smaller-is-better ’ yang berarti bahwa nilai karakteristik yang semakin kecil akan semakin baik karena nilai yang diharapkan adalah tanpa adanya kecacatan atau penyimpangan. Di lain pihak, untuk kriteria warranties and claim policies dan communication system tergolong dalam ‘bigger-is-better’ yang berarti nilai karakteristik yang semakin besar akan semakin baik.

  • 2.    Menentukan nilai target yang ingin dicapai perusahaan dari tiap kriteria.

Tahap selanjutnya adalah menentukan target perusahaan atas kinerja yang telah dilakukan supplier serta memberikan batas toleransi jika para supplier melakukan penyimpangan. Penyimpangan tersebut mencakup beberapa kriteria yang telah ditentukan oleh perusahaan antara lain: quality, price, warranty and claim policies, delivery, technical capabilities dan communication system. Dalam menentukan target yang diinginkan dan batas toleransi yang diberikan, maka peneliti melakukan wawancara terhadap manajer operasional. Nilai target yang diinginkan PT. WRKP merupakan nilai yang telah ditetapkan oleh perusahaan agar mencapai tujuan, sedangkan nilai toleransi adalah nilai yang diberikan perusahaan kepada supplier apabila melakukan penyimpangan. Jika para supplier melebihi nilai target perusahaan, maka dapat dikatakan bahwa supplier melakukan penyimpangan.

PT. WRKP menentukan nilai target 0% pada kriteria quality yang berarti perusahaan tidak menginginkan kecacatan pada produk yang dibeli dari supplier karena menjaga kualitas di mata pelanggan. Nilai toleransi yang diberikan yaitu sebesar 10%. Dalam kriteria price ditentukan nilai target 0% bahwa perusahaan menginginkan harga yang sesuai dengan target perusahaan. Nilai toleransi yang diberikan perusahaan sebesar 10%.Pada kriteria warranty and claim policies, pihak perusahaan memberikan target 0 hari karena berharap tidak ada produk yang cacat atau rusak dari supplier, sehingga tidak diperlukan garansi dan layanan pengaduan. Sementara itu, nilai toleransi yang diberikan yaitu sebanyak 30 hari dari Uji Terima (UT).

Nilai target perusahaan pada kriteria delivery yaitu 0 hari atau perusahaan tidak mengharapkan adanya keterlambatan. Nilai batas toleransi yang diberikan yaitu sebanyak 3 hari.

Technical capabilities atau kemampuan teknis dari produk ditarget 0%, sehingga kemampuan produk bekerja maksimal dan tidak mengalami kendala. Apabila produk mengalami masalah, maka perusahaan akan memberi nilai toleransi sebesar 5%.Pada communication system atau sistem komunikasi dihitung dengan persen karena sistem komunikasi dimasukkan ke dalam biaya layanan jasa, sehingga berhubungan dengan kualitas dan harga. Nilai target yang ditentukan perusahaan yaitu 0% dengan nilai toleransi sebesar 10%.

  • 3.    Menentukan nilai Loss Function dari tiap supplier. Ada beberapa tahap yang harus dilakukan yaitu:

  • a.    Menentukan nilai koefisien kerugian rata-rata (k) dari tiap kriteria.

Namun, diperlukan beberapa data untuk mencari nilai kerugian (biaya) total akibat penyimpangan yang terjadi. Berdasarkan hasil perhitungan, dapat diketahui nilai kerugian tiap kriteria yang ditimbulkan oleh supplier. Pada kriteria quality, nilai kerugian berasal dari rata-rata RJ 45 yang rusak sebanyak 6 biji, sedangkan target perusahaan Rp. 1.500 per biji, maka perusahaan merasa dirugikan sebesar Rp. 9.000.

Pada kriteria price, nilai kerugian berasal dari rata-rata selisih penawaran oleh para supplier dengan target perusahaan. Biaya yang ditanggung oleh perusahaan yaitu sebesar Rp. 8.750 per bungkus. Apabila selisih harga yang ditawarkan supplier lebih besar dari target perusahaan, maka nilai kerugian yang ditanggung perusahaan semakin besar.

Dalam kriteria warranty and claim policies, nilai kerugian yang timbul berasal dari teknisi yang

ditugaskan untuk memperbaiki kerusakan. Jumlah teknisi yang dikirim ke tempat yang mengajukan keluhan sebanyak 2 orang sesuai dengan kegiatan awal pemasangan, pemeliharaan, dan perbaikan. Biaya untuk satu orang teknisi yaitu Rp. 75.000, maka dalam perbaikan dibutuhkan 2 orang dengan total sebesar Rp. 150.000.

Nilai kerugian delivery disebabkan oleh keterlambatan atau ketidaktersediaan barang oleh supplier. Hal ini menyebabkan para teknisi yang bertugas untuk memasang produk di tempat pelanggan tidak dapat bekerja atau menganggur. Perusahaan harus tetap membayar teknisi yang sudah siap di lapangan. Satu orang teknisi dibayar Rp. 75.000 dan untuk satu pengerjaan dibutuhkan 2 orang, sehingga total nilai kerugian adalah Rp. 150.000.

Dalam kriteria technical capabilities, nilai kerugian atau biaya yang ditanggung untuk keseluruhan produk serta perlengkapan yang menunjang dalam jaringan yaitu sebesar Rp. 50.000. Perlengkapan yang dibutuhkan antara lain: paku, stop kontak, steker, power cable, duct cable, papan triplek, plester isolasi, dan RJ 45.

Pada kriteria communication system, nilai kerugian sudah termasuk dalam penawaran layanan jasa sebesar Rp.360.000 untuk satu pemasangan Acces Point. Dalam hal ini,sistem komunikasi tidak dapat diukur secara pasti,namun dapat dimasukkan sejak adanya pesanan dari pelanggan. Dari hal tersebut, komunikasi terjalin antara pelanggan ke perusahaan kemudian perusahaan berhubungan dengan supplier hingga terjadi kesepakatan dan pengerjaan. Apabila sistem komunikasi tidak berjalan dengan baik, maka biaya yang ditanggung perusahaan akibat batalnya pekerjaan yaitu sebesar Rp.360.000.

Setelah didapat nilai kerugian (biaya) perusahaan dari tiap kriteria, maka selanjutnya ditentukan nilai penyimpangan (deviasi). Nilai deviasi adalah penyimpangan yang disebabkan supplier pada tiap kriteria dan harus ditanggung oleh perusahaan. Nilai ini berasal dari data dan penilaian perusahaan berdasarkan kriteria pemilihan supplier. Rata-rata nilai penyimpangan (deviasi) terjadi pada tiap kriteria adalah 8%, 10%, 20%, 5%, 5%, dan 10% secara berturut-turut untuk quality, price, warranty and claim policies, delivery, technical capabilities, dan communication system.

Tahapan selanjutnya yang dilakukan setelah diketahui nilai kerugian (biaya) dan nilai penyimpangan (deviasi) adalah menghitung nilai koefisien kerugian kualitas (k) pada tiap kriteria. Penentuan nilai (k) berdasarkan fungsi tiap kriteria yang sudah dijelaskan. Ada dua komponen untuk

mencari nilai yaitu penyimpangan (deviasi) rata-rata dari tiap kriteria (y) dan nilai kerugian (biaya) yang ditanggung perusahaan dari deviasi rata-rata yang terjadi pada tiap kriteria L (y). Nilai koefisien kerugian rata-rata (k) masing-masing kriteria berbeda. Pada kriteria quality, indikator yang digunakan yaitu kerusakan awal komponen RJ 45 yang berasal dari supplier, sedangkan kriteria price berasal dari selisih harga produk yang diberikan supplier dengan target dari perusahaan. Kriteria warranty and claim policies memiliki indikator keluhan dari pelanggan dan garansi yang telah dilakukan. Kriteria delivery berasal dari keterlambatan dan ketidaktersediaan produk oleh supplier. Untuk kriteria technical capabilities digunakan indikator kecacatan produk setelah pemasangan, sehingga membutuhkan perbaikan. Pada kriteria communication system dipakai indikator keseluruhan dari awal yaitu pemenuhan pemesanan, proses, perbaikan, dan perawatan. Nilai koefisien kerugian kualitas rata-rata (k) dari tiap kriteriaadalah112.500; 87.500; 1.200; 3.000.000; 1.000.000; 360 berturut-turut untuk quality; price; warranties and claim policies; delivery; technical capabilities; dan communication system.

  • b.    Menentukan nilai karakteristik dan nilai relatif dari tiap supplier.

Penentuan nilai karakteristik dan nilai relatif didapatkan dari diskusi dengan manajer operasional dan bagian procurement yang berhubungan dengan para supplier. Pengalaman bekerjasama dengan para supplier juga membantu dalam penilaian tersebut. Beberapa hal yang dilakukan adalah menentukan nilai karakteristik yang merupakan nilai pencapaian supplier terhadap target dari tiap kriteria dan nilai relatif yang merupakan nilai penyimpangan (deviasi) dari nilai karakteristik terhadap nilai target. Dari perhitungan ini diperoleh nilai karakteristik dan nilai relatif dari masing-masing supplier pada tiap kriteria. Pada kriteria quality, PT. Mitra Wiratindo Indonesia dan PT. Surya Inti Artha memiliki nilai karakteristik sebesar 2%, mengindikasikan supplier tersebut pernah melakukan penyimpangan pada segi kualitas seperti yang terjadi pada kerusakan RJ 45. Sementara itu, Surabaya Wireless dan Hotware mempunyai nilai karakteristik sebesar 2,8% karena kerusakan barang yang dialami lebih banyak, yaitu berjumlah 7 biji.

Pada kriteria price atau harga, tiap supplier mendapatkan nilai di atas 100% karena melebihi harga target perusahaan. PT. Mitra Wiratindo Indonesia memiliki nilai karakteristik sebesar 120%. Hal ini menunjukkan bahwa nilai relatif yang dimiliki sebesar 20% dan sudah melebihi harga target

perusahaan. Hotware memiliki nilai karakteristik 116,7% dan nilai relatif 16,7%. Hal ini juga masih melebihi nilai toleransi perusahaan yaitu sebesar 10%. Tetapi, dua perusahaan yang lain yaitu PT. Surya Inti Artha dan Surabaya Wireless masih berada dalam nilai toleransi yang diberikan oleh perusahaan. PT. Surya Inti Artha memiliki nilai karakteristik 103,3% dengan nilai relatif sebesar 3,3%. Untuk Surabaya Wireless nilai karakteristiknya mencapai 106,7% dengan nilai relatif 6,7%.

Dalam kriteria warranties and claim policies, keluhan dari konsumen merupakan hal yang perlu diperhatikan. Keluhan terjadi karena ketidakpuasaan konsumen terhadap jasa yang diberikan oleh perusahaan, termasuk produk yang diberikan supplier. PT. Mitra Wiratindo Indonesia, Surabaya Wireless, dan Hotware memiliki nilai karakteristik 40% dan melebihi nilai toleransi dari perusahaan sebesar 20%. Namun, PT. Surya Inti Artha masih berada dalam nilai toleransi perusahaan karena memiliki nilai karakteristik 20% dan perusahaan ini dinilai baik dalam kriteria warranties and claim policies.

Pada kriteria delivery, keterlambatan pengiriman barang oleh supplier terhadap perusahaan menjadi indikator utama dalam kriteria ini. PT. Mitra Wiratindo Indonesia dan Hotware memiliki nilai karakteristik 20% karena keterlambatan pengiriman satu kali dari lima kali pemesanan barang. Surabaya Wirelessdan PT. Surya Inti Artha memiliki nilai karakteristik 0 karena tidak pernah terlambat dalam melakukan pengiriman barang.

Dalam kriteria technical capabilities, kecacatan produk menjadi penyebab tidak maksimalnya kinerja produk yang dipasang oleh teknisi khususnya RJ 45. PT. Mitra Wiratindo Indonesia dan Hotware mempunyai nilai karakteristik yang sama sebesar 1,2%. PT. Surya Inti Artha mempunyai nilai karakteristik yang paling kecil diantara supplier yang ada, yakni sebesar 0,8%, sedangkan Surabaya Wireless mempunyai nilai karakteristik 1,6% , tertinggi diantara para supplier.

Kriteria communication system merupakan salah satu hal yang penting dimulai dari awal proses hingga perawatan dan perbaikan. Sistem komunikasi tidak berjalan dengan lancar dapat menyebabkan kerugian seperti kegagalan pemenuhan pemesanan. PT. Mitra Wiratindo Indonesia, Hotware, dan Surabaya Wireless memiliki nilai karakteristik yang sama sebesar 20%. PT. Surya Inti Artha memiliki nilai karakteristik 0 karena tidak pernah mengalami kegagalan pemenuhan pemesanan.

Tahap berikutnya yang perlu dilakukan adalah menghitung nilai karakteristik loss function supplier

yang berasal dari tiap kriteria. Tujuan dari penghitungan ini untuk menilai kerugian yang ditimbulkan supplier pada nilai fungsi di dalam Taguchi. Penghitungan loss function yaitu mengalikan nilai k dengan nilai relatif. Dari hasil perhitungan, maka dapat diketahui nilai loss function dari tiap supplier PT. WRKP melalui masing-masing kriteria. Nilai loss function berasal dari penyimpangan yang dilakukan oleh supplier terhadap perusahaan. Semakin kecil nilai karakteristik loss function yang dimiliki oleh supplier, semakin baik kinerja supplier. Nilai tersebut selanjutnya akan digunakan dalam metode Taguchi Loss Function guna mendapatkan peringkat supplier terbaik.

Tahap penentuan peringkat supplier didapatkan dari nilai Weighted Taguchi Loss. Nilai Weighted Taguchi Loss itu sendiri dihasilkan melalui perkalian antara nilai bobot tiap kriteria yang diolah menggunakan metode AHP dengan nilai karakteristik loss function masing-masing supplier dan tiap kriterianya. Dengan diketahuinya nilai Weighted Taguchi Loss dan peringkat supplier PT WRKP,maka semakin kecil nilai Weighted Taguchi Lossdan semakin bagus kinerja supplier karena semakin sedikit terjadi penyimpangan. Peringkat pertama hingga keempat berturut-turut ditempati oleh PT. Surya Inti Artha; Surabaya Wireless; Hotware; PT. Mitra Wiratindo Indonesia dengan bobot masing-masing 2.224,3; 3938,772; 77.972,252; dan 78.040,202.

SIMPULAN DAN IMPLIKASI HASIL PENELITIAN

Kriteria yang diinginkan atau dibutuhkan oleh PT. WRKP dalam pemilihan supplier yang akan dijadikan mitra kerja adalah quality,price,warranties and claim policies,delivery,technical capabilities dan communication system. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh hasil bahwa Kriteria quality mempunyai bobot tertinggi di antara kriteria lainnya, yaitu sebesar 0,393. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan mengutamakan kualitas dan menginginkan para supplier yang dapat menjaga kualitas produknya agar memberi kepuasan maksimal pada konsumen. Setelah quality, peringkat selanjutnya secara berturut-turut ditunjukkan oleh kriteria price, warranties and claim policies, delivery, technical capabilities, dan communication system.

Penggunaan metode Taguchi Loss Function akan menghasilkan nilai Loss Function yang berbeda pada tiap supplier berdasarkan kriteria yang diinginkan. Secara keseluruhan, dapat diketahui bahwa nilai Loss Function yang didapat dari keempat supplier dari PT.

WRKP yang terkecil dimiliki oleh PT. Surya Inti Artha dan terbesar dimiliki oleh PT. Mitra Wiratindo Indonesia.Berdasarkan perhitungan nilai Weighted Taguchi Loss yang digunakan sebagai dasar untuk pemilihan supplier oleh PT. WRKP berdasarkan peringkatnya, maka diperoleh hasil bahwa PT. Surya Inti Artha menempati peringkat pertama yang diikuti secara berturut-turut oleh Surabaya Wireless, Hotware, dan PT. Mitra Wiratindo Indonesia.

Implikasi dari penelitian ini adalah diharapkan membantu perusahaan dalam proses pemilihan supplier dengan menggunakan integrasi metode AHP dan Taguchi Loss Function. Pemilihan supplier tidak hanya mempertimbangkan kriteria dan peringkatnya, tetapi juga penilaian kerugian atas setiap kriteria pemilihan pada masing-masing supplier.

REFERENSI

Alexander, S., Christian,H., dan Utomo,L. K. 2009.

Implementasi sistem penjadwalan trucking dan heavy equipment rental dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). Yogyakarta: Prosiding Seminar Nasional Teknik Informatika.

Dickson, G.W. 1966. An analysis of vendor selection systems and decisions. Journal of Purchasing, 2 (1): 5-14.

Enyinda, C. I., Emeka, D., and Bell-Hanyes,J. 2010. A model for quantifying strategic supplier selection: evidence from a generic pharmaceutical firm supply chain. International Journal of Business, Marketing, and Decision Sciences, 3(2): 12-24.

Fenton, N., and Wang, W. 2006. Risk and confidence analysis for fuzzy multicriteria decision making. Knowledge Based-System, 19 (1): 430-437.

Heizer, J., dan Render, B. 2009. Manajemen Operasi, Edisi 9. Jakarta:Salemba Empat

Kushartanti, G.S. 2011. Rancangan perbaikan kualitas layanan pada ruang baca Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga dengan menggunakan integrasi Model KANO, AHP, dan QFD.Skripsi. Universitas Airlangga, Surabaya.

Magdalena, R. 2012. Supplier selection for food industry:a combination of Taguchi Loss Function and Fuzzy Analytical Hierarchy Process. The

Asian Journal of Technology Management, 5 (1): 13-22.

Martin, C. 1998. Logistics and Supply Chain Management: Strategic for Reducing Cost and Improving Service, second edition. Britain: Prentice Hall.

Mulyono, J., Utomo, R. 2008. Optimalisasi Faktor Control yang Berpengaruh Terhadap Proses Pembuatan Duck Nuggets dengan Menggunakan Metode Taguchi: 91-98.

Ordoobadi, S. M. 2010. Application of AHP and Taguchi Loss Functions in supply chain. Internasional Journal of Industrial Management & Data, 110 (8): 1251-1269.

Sari, D, P. 2011. Evaluasi pemilihan supplier terbaik menggunakan Metode Taguchi Loss Function dan Analytical Hierarchy Process di PT Indomaju Textindo Kudus. J@TI Undip. VI (3): 21-34.

Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta: Bandung.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta.

Swift, C. O. 1995. Preference for Single Sourcing and Supplier Selection Criteria. Journal of Business Research, 32 (2): 105-111.

Terry, G, R. 1997. Principles of Managament. Madison: The University of Wisconsin.

Triyono, 2007. Penentuan setting leveloptimal bending strength gypsum intWirdiantoor berpenguat serat cantula menggunakan Desain eksperimen Wirdiantomen Taguchi. Tugas Akhir, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Xia, W., and Wu Z. 2007. Supplier selection with multiple criteria in volume discount environment. The International Journal of Management Science, 35: 494-504.

Zimmermann, H. J. 1978. Fuzzy programming and linear programming with several objective functions. Journal of Fuzzy Sets and Systems 1: 45-55.

Zhang, Z., Cai, G., and Zhang, M., 2009. Game theoretical perspectives on dual-channel supply chain competition with price discounts and pricing schemes. International Journal of Production Economics, 117 (1): 80-9.