PENGARUH KEAMANAN KERJA PADA TURNOVER INTENTION DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL PEMEDIASI
on
42 Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan Vol. 9, No. 1, Februari 2015
PENGARUH KEAMANAN KERJA PADA TURNOVER INTENTION DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL PEMEDIASI
I Wayan Mudiartha Utama(1)
I Komang Ardana(2) A.A. Sagung Kartika Dewi(3) A.A.A. Sriathi(4)
(1)(2)(3)(4)Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali-Indonesia e-mail: mudiartha_utama@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk menguji pengaruh keamanan kerja pada turnover intention, pengaruh keamanan kerja pada kepuasan kerja, pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention, dan peran pemediasian kepuasan kerja pada hubungan antara keamanan kerja dan turnover intention. Data dikumpulkan dari 56 orang pegawai administrasi kontrak pada ketiga program studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Udayana. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier sederhana. Temuan studi menunjukkan bahwa keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention; keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja; kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention, dan kepuasan kerja memediasi secara parsial pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Kata kunci: turnover intention, keamanan kerja, kepuasan kerja
ABSTRACT
He aim of this study is to examine the effect of job security on exit intention, the effect of job security on job satisfaction, the influence of job satisfaction on turnover intention and the role of job satisfaction in mediating the relationship between job security and turnover intention. Data were collected from 56 contract administration employees at the three study programs of Faculty of Economic and Business, Udayana University and analyzed by linear regression analysis technique. The results show that job security is negatively impacts turnover intention, job security affects job satisfaction positively, job satisfaction affects turnover intention negatively,and job satisfaction mediates the effect of job security on turnover intention.
Key words: turnover intention, job security, job satisfaction
PENDAHULUAN
Perguruan tinggi sebagai subsistem kemasyarakatan mempunyai tanggung jawab moral untuk membangun bangsa, dan memegang peranan untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja agar mampu bersaing dengan tenaga kerja asing. Gerakan perguruan tinggi dalam bidang reformasi diarahkan agar mampu menjadi pelopor perubahan sosial, sehingga mendorong masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang menghargai prestasi dengan upaya membentuk kehidupan kampus yang demokratis, berbudaya santun, edukatif, dan religius (Sufyarma, 2003: 121).
Perguruan tinggi sebagai organisasi yang berfungsi untuk mencetak sarjana membutuhkan tiga substansi subyek yaitu dosen, pegawai, dan mahasiswa. Pegawai sebagai sumber daya manusia mempunyai peranan yang sangat menentukan kelangsungan hidup perusahaan (Ardana dkk, 2012: 6) dan Arwildayanto (2013:1)
menyatakan bahwa organisasi, korporasi, institusi kerja, dan faktor sumber daya manusia sangat besar kontribusinya untuk menjamin kualitas sebuah lembaga, termasuk perguruan tinggi.
Dalam melaksanakan tugasnya, pegawai tidak hanya bergantung pada sarana dan prasarana yang memadai, tetapi juga membutuhkan perasaan aman, nyaman, tidak khawatir, dan tidak terancam dalam bekerja yang berdampak pada kepuasan terhadap pekerjaannya, sehingga dapat menumbuhkan sikap dan perilaku yang mendukung kelancaran pelaksanaan tugas. Sikap dan perilaku dapat ditunjukkan melalui berbagai bentuk, baik yang menguntungkan maupun merugikan. Permasalahan muncul ketika perilaku pegawai cenderung menunjukkan indikasi yang dapat merugikan organisasi, yakni keinginan untuk keluar atau berpindah yang berdampak pada perpindahan kerja secara permanen (Nurhidayati & Gunadi, 2009).
PENGARUH KEAMANAN KERJA PADA TURNOVER INTENTION DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL PEMEDIASI
I Wayan Mudiartha Utama(1)
I Komang Ardana(2) A.A. Sagung Kartika Dewi(3) A.A.A. Sriathi(4)
(1)(2)(3)(4)Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali-Indonesia e-mail: mudiartha_utama@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk menguji pengaruh keamanan kerja pada turnover intention, pengaruh keamanan kerja pada kepuasan kerja, pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention, dan peran pemediasian kepuasan kerja pada hubungan antara keamanan kerja dan turnover intention. Data dikumpulkan dari 56 orang pegawai administrasi kontrak pada ketiga program studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Udayana. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier sederhana. Temuan studi menunjukkan bahwa keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention; keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja; kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention, dan kepuasan kerja memediasi secara parsial pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Kata kunci: turnover intention, keamanan kerja, kepuasan kerja
ABSTRACT
He aim of this study is to examine the effect of job security on exit intention, the effect of job security on job satisfaction, the influence of job satisfaction on turnover intention and the role of job satisfaction in mediating the relationship between job security and turnover intention. Data were collected from 56 contract administration employees at the three study programs of Faculty of Economic and Business, Udayana University and analyzed by linear regression analysis technique. The results show that job security is negatively impacts turnover intention, job security affects job satisfaction positively, job satisfaction affects turnover intention negatively,and job satisfaction mediates the effect of job security on turnover intention.
Key words: turnover intention, job security, job satisfaction
PENDAHULUAN
Perguruan tinggi sebagai subsistem kemasyarakatan mempunyai tanggung jawab moral untuk membangun bangsa, dan memegang peranan untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja agar mampu bersaing dengan tenaga kerja asing. Gerakan perguruan tinggi dalam bidang reformasi diarahkan agar mampu menjadi pelopor perubahan sosial, sehingga mendorong masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang menghargai prestasi dengan upaya membentuk kehidupan kampus yang demokratis, berbudaya santun, edukatif, dan religius (Sufyarma, 2003: 121).
Perguruan tinggi sebagai organisasi yang berfungsi untuk mencetak sarjana membutuhkan tiga substansi subyek yaitu dosen, pegawai, dan mahasiswa. Pegawai sebagai sumber daya manusia mempunyai peranan yang sangat menentukan kelangsungan hidup perusahaan (Ardana dkk, 2012: 6) dan Arwildayanto (2013:1)
menyatakan bahwa organisasi, korporasi, institusi kerja, dan faktor sumber daya manusia sangat besar kontribusinya untuk menjamin kualitas sebuah lembaga, termasuk perguruan tinggi.
Dalam melaksanakan tugasnya, pegawai tidak hanya bergantung pada sarana dan prasarana yang memadai, tetapi juga membutuhkan perasaan aman, nyaman, tidak khawatir, dan tidak terancam dalam bekerja yang berdampak pada kepuasan terhadap pekerjaannya, sehingga dapat menumbuhkan sikap dan perilaku yang mendukung kelancaran pelaksanaan tugas. Sikap dan perilaku dapat ditunjukkan melalui berbagai bentuk, baik yang menguntungkan maupun merugikan. Permasalahan muncul ketika perilaku pegawai cenderung menunjukkan indikasi yang dapat merugikan organisasi, yakni keinginan untuk keluar atau berpindah yang berdampak pada perpindahan kerja secara permanen (Nurhidayati & Gunadi, 2009).
PENGARUH KEAMANAN KERJA PADA TURNOVER INTENTION DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL PEMEDIASI
I Wayan Mudiartha Utama(1)
I Komang Ardana(2) A.A. Sagung Kartika Dewi(3) A.A.A. Sriathi(4)
(1)(2)(3)(4)Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali-Indonesia e-mail: mudiartha_utama@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk menguji pengaruh keamanan kerja pada turnover intention, pengaruh keamanan kerja pada kepuasan kerja, pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention, dan peran pemediasian kepuasan kerja pada hubungan antara keamanan kerja dan turnover intention. Data dikumpulkan dari 56 orang pegawai administrasi kontrak pada ketiga program studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Udayana. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier sederhana. Temuan studi menunjukkan bahwa keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention; keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja; kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention, dan kepuasan kerja memediasi secara parsial pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Kata kunci: turnover intention, keamanan kerja, kepuasan kerja
ABSTRACT
He aim of this study is to examine the effect of job security on exit intention, the effect of job security on job satisfaction, the influence of job satisfaction on turnover intention and the role of job satisfaction in mediating the relationship between job security and turnover intention. Data were collected from 56 contract administration employees at the three study programs of Faculty of Economic and Business, Udayana University and analyzed by linear regression analysis technique. The results show that job security is negatively impacts turnover intention, job security affects job satisfaction positively, job satisfaction affects turnover intention negatively,and job satisfaction mediates the effect of job security on turnover intention.
Key words: turnover intention, job security, job satisfaction
PENDAHULUAN
Perguruan tinggi sebagai subsistem kemasyarakatan mempunyai tanggung jawab moral untuk membangun bangsa, dan memegang peranan untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja agar mampu bersaing dengan tenaga kerja asing. Gerakan perguruan tinggi dalam bidang reformasi diarahkan agar mampu menjadi pelopor perubahan sosial, sehingga mendorong masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang menghargai prestasi dengan upaya membentuk kehidupan kampus yang demokratis, berbudaya santun, edukatif, dan religius (Sufyarma, 2003: 121).
Perguruan tinggi sebagai organisasi yang berfungsi untuk mencetak sarjana membutuhkan tiga substansi subyek yaitu dosen, pegawai, dan mahasiswa. Pegawai sebagai sumber daya manusia mempunyai peranan yang sangat menentukan kelangsungan hidup perusahaan (Ardana dkk, 2012: 6) dan Arwildayanto (2013:1)
menyatakan bahwa organisasi, korporasi, institusi kerja, dan faktor sumber daya manusia sangat besar kontribusinya untuk menjamin kualitas sebuah lembaga, termasuk perguruan tinggi.
Dalam melaksanakan tugasnya, pegawai tidak hanya bergantung pada sarana dan prasarana yang memadai, tetapi juga membutuhkan perasaan aman, nyaman, tidak khawatir, dan tidak terancam dalam bekerja yang berdampak pada kepuasan terhadap pekerjaannya, sehingga dapat menumbuhkan sikap dan perilaku yang mendukung kelancaran pelaksanaan tugas. Sikap dan perilaku dapat ditunjukkan melalui berbagai bentuk, baik yang menguntungkan maupun merugikan. Permasalahan muncul ketika perilaku pegawai cenderung menunjukkan indikasi yang dapat merugikan organisasi, yakni keinginan untuk keluar atau berpindah yang berdampak pada perpindahan kerja secara permanen (Nurhidayati & Gunadi, 2009).
PENGARUH KEAMANAN KERJA PADA TURNOVER INTENTION DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL PEMEDIASI
I Wayan Mudiartha Utama(1)
I Komang Ardana(2) A.A. Sagung Kartika Dewi(3) A.A.A. Sriathi(4)
(1)(2)(3)(4)Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali-Indonesia e-mail: mudiartha_utama@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk menguji pengaruh keamanan kerja pada turnover intention, pengaruh keamanan kerja pada kepuasan kerja, pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention, dan peran pemediasian kepuasan kerja pada hubungan antara keamanan kerja dan turnover intention. Data dikumpulkan dari 56 orang pegawai administrasi kontrak pada ketiga program studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Udayana. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier sederhana. Temuan studi menunjukkan bahwa keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention; keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja; kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention, dan kepuasan kerja memediasi secara parsial pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Kata kunci: turnover intention, keamanan kerja, kepuasan kerja
ABSTRACT
He aim of this study is to examine the effect of job security on exit intention, the effect of job security on job satisfaction, the influence of job satisfaction on turnover intention and the role of job satisfaction in mediating the relationship between job security and turnover intention. Data were collected from 56 contract administration employees at the three study programs of Faculty of Economic and Business, Udayana University and analyzed by linear regression analysis technique. The results show that job security is negatively impacts turnover intention, job security affects job satisfaction positively, job satisfaction affects turnover intention negatively,and job satisfaction mediates the effect of job security on turnover intention.
Key words: turnover intention, job security, job satisfaction
PENDAHULUAN
Perguruan tinggi sebagai subsistem kemasyarakatan mempunyai tanggung jawab moral untuk membangun bangsa, dan memegang peranan untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja agar mampu bersaing dengan tenaga kerja asing. Gerakan perguruan tinggi dalam bidang reformasi diarahkan agar mampu menjadi pelopor perubahan sosial, sehingga mendorong masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang menghargai prestasi dengan upaya membentuk kehidupan kampus yang demokratis, berbudaya santun, edukatif, dan religius (Sufyarma, 2003: 121).
Perguruan tinggi sebagai organisasi yang berfungsi untuk mencetak sarjana membutuhkan tiga substansi subyek yaitu dosen, pegawai, dan mahasiswa. Pegawai sebagai sumber daya manusia mempunyai peranan yang sangat menentukan kelangsungan hidup perusahaan (Ardana dkk, 2012: 6) dan Arwildayanto (2013:1)
menyatakan bahwa organisasi, korporasi, institusi kerja, dan faktor sumber daya manusia sangat besar kontribusinya untuk menjamin kualitas sebuah lembaga, termasuk perguruan tinggi.
Dalam melaksanakan tugasnya, pegawai tidak hanya bergantung pada sarana dan prasarana yang memadai, tetapi juga membutuhkan perasaan aman, nyaman, tidak khawatir, dan tidak terancam dalam bekerja yang berdampak pada kepuasan terhadap pekerjaannya, sehingga dapat menumbuhkan sikap dan perilaku yang mendukung kelancaran pelaksanaan tugas. Sikap dan perilaku dapat ditunjukkan melalui berbagai bentuk, baik yang menguntungkan maupun merugikan. Permasalahan muncul ketika perilaku pegawai cenderung menunjukkan indikasi yang dapat merugikan organisasi, yakni keinginan untuk keluar atau berpindah yang berdampak pada perpindahan kerja secara permanen (Nurhidayati & Gunadi, 2009).
PENGARUH KEAMANAN KERJA PADA TURNOVER INTENTION DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL PEMEDIASI
I Wayan Mudiartha Utama(1)
I Komang Ardana(2) A.A. Sagung Kartika Dewi(3) A.A.A. Sriathi(4)
(1)(2)(3)(4)Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali-Indonesia e-mail: mudiartha_utama@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk menguji pengaruh keamanan kerja pada turnover intention, pengaruh keamanan kerja pada kepuasan kerja, pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention, dan peran pemediasian kepuasan kerja pada hubungan antara keamanan kerja dan turnover intention. Data dikumpulkan dari 56 orang pegawai administrasi kontrak pada ketiga program studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Udayana. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier sederhana. Temuan studi menunjukkan bahwa keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention; keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja; kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention, dan kepuasan kerja memediasi secara parsial pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Kata kunci: turnover intention, keamanan kerja, kepuasan kerja
ABSTRACT
He aim of this study is to examine the effect of job security on exit intention, the effect of job security on job satisfaction, the influence of job satisfaction on turnover intention and the role of job satisfaction in mediating the relationship between job security and turnover intention. Data were collected from 56 contract administration employees at the three study programs of Faculty of Economic and Business, Udayana University and analyzed by linear regression analysis technique. The results show that job security is negatively impacts turnover intention, job security affects job satisfaction positively, job satisfaction affects turnover intention negatively,and job satisfaction mediates the effect of job security on turnover intention.
Key words: turnover intention, job security, job satisfaction
PENDAHULUAN
Perguruan tinggi sebagai subsistem kemasyarakatan mempunyai tanggung jawab moral untuk membangun bangsa, dan memegang peranan untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja agar mampu bersaing dengan tenaga kerja asing. Gerakan perguruan tinggi dalam bidang reformasi diarahkan agar mampu menjadi pelopor perubahan sosial, sehingga mendorong masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang menghargai prestasi dengan upaya membentuk kehidupan kampus yang demokratis, berbudaya santun, edukatif, dan religius (Sufyarma, 2003: 121).
Perguruan tinggi sebagai organisasi yang berfungsi untuk mencetak sarjana membutuhkan tiga substansi subyek yaitu dosen, pegawai, dan mahasiswa. Pegawai sebagai sumber daya manusia mempunyai peranan yang sangat menentukan kelangsungan hidup perusahaan (Ardana dkk, 2012: 6) dan Arwildayanto (2013:1)
menyatakan bahwa organisasi, korporasi, institusi kerja, dan faktor sumber daya manusia sangat besar kontribusinya untuk menjamin kualitas sebuah lembaga, termasuk perguruan tinggi.
Dalam melaksanakan tugasnya, pegawai tidak hanya bergantung pada sarana dan prasarana yang memadai, tetapi juga membutuhkan perasaan aman, nyaman, tidak khawatir, dan tidak terancam dalam bekerja yang berdampak pada kepuasan terhadap pekerjaannya, sehingga dapat menumbuhkan sikap dan perilaku yang mendukung kelancaran pelaksanaan tugas. Sikap dan perilaku dapat ditunjukkan melalui berbagai bentuk, baik yang menguntungkan maupun merugikan. Permasalahan muncul ketika perilaku pegawai cenderung menunjukkan indikasi yang dapat merugikan organisasi, yakni keinginan untuk keluar atau berpindah yang berdampak pada perpindahan kerja secara permanen (Nurhidayati & Gunadi, 2009).
PENGARUH KEAMANAN KERJA PADA TURNOVER INTENTION DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL PEMEDIASI
I Wayan Mudiartha Utama(1)
I Komang Ardana(2) A.A. Sagung Kartika Dewi(3) A.A.A. Sriathi(4)
(1)(2)(3)(4)Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali-Indonesia e-mail: mudiartha_utama@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk menguji pengaruh keamanan kerja pada turnover intention, pengaruh keamanan kerja pada kepuasan kerja, pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention, dan peran pemediasian kepuasan kerja pada hubungan antara keamanan kerja dan turnover intention. Data dikumpulkan dari 56 orang pegawai administrasi kontrak pada ketiga program studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Udayana. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier sederhana. Temuan studi menunjukkan bahwa keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention; keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja; kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention, dan kepuasan kerja memediasi secara parsial pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Kata kunci: turnover intention, keamanan kerja, kepuasan kerja
ABSTRACT
He aim of this study is to examine the effect of job security on exit intention, the effect of job security on job satisfaction, the influence of job satisfaction on turnover intention and the role of job satisfaction in mediating the relationship between job security and turnover intention. Data were collected from 56 contract administration employees at the three study programs of Faculty of Economic and Business, Udayana University and analyzed by linear regression analysis technique. The results show that job security is negatively impacts turnover intention, job security affects job satisfaction positively, job satisfaction affects turnover intention negatively,and job satisfaction mediates the effect of job security on turnover intention.
Key words: turnover intention, job security, job satisfaction
PENDAHULUAN
Perguruan tinggi sebagai subsistem kemasyarakatan mempunyai tanggung jawab moral untuk membangun bangsa, dan memegang peranan untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja agar mampu bersaing dengan tenaga kerja asing. Gerakan perguruan tinggi dalam bidang reformasi diarahkan agar mampu menjadi pelopor perubahan sosial, sehingga mendorong masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang menghargai prestasi dengan upaya membentuk kehidupan kampus yang demokratis, berbudaya santun, edukatif, dan religius (Sufyarma, 2003: 121).
Perguruan tinggi sebagai organisasi yang berfungsi untuk mencetak sarjana membutuhkan tiga substansi subyek yaitu dosen, pegawai, dan mahasiswa. Pegawai sebagai sumber daya manusia mempunyai peranan yang sangat menentukan kelangsungan hidup perusahaan (Ardana dkk, 2012: 6) dan Arwildayanto (2013:1)
menyatakan bahwa organisasi, korporasi, institusi kerja, dan faktor sumber daya manusia sangat besar kontribusinya untuk menjamin kualitas sebuah lembaga, termasuk perguruan tinggi.
Dalam melaksanakan tugasnya, pegawai tidak hanya bergantung pada sarana dan prasarana yang memadai, tetapi juga membutuhkan perasaan aman, nyaman, tidak khawatir, dan tidak terancam dalam bekerja yang berdampak pada kepuasan terhadap pekerjaannya, sehingga dapat menumbuhkan sikap dan perilaku yang mendukung kelancaran pelaksanaan tugas. Sikap dan perilaku dapat ditunjukkan melalui berbagai bentuk, baik yang menguntungkan maupun merugikan. Permasalahan muncul ketika perilaku pegawai cenderung menunjukkan indikasi yang dapat merugikan organisasi, yakni keinginan untuk keluar atau berpindah yang berdampak pada perpindahan kerja secara permanen (Nurhidayati & Gunadi, 2009).
PENGARUH KEAMANAN KERJA PADA TURNOVER INTENTION DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL PEMEDIASI
I Wayan Mudiartha Utama(1)
I Komang Ardana(2) A.A. Sagung Kartika Dewi(3) A.A.A. Sriathi(4)
(1)(2)(3)(4)Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali-Indonesia e-mail: mudiartha_utama@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk menguji pengaruh keamanan kerja pada turnover intention, pengaruh keamanan kerja pada kepuasan kerja, pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention, dan peran pemediasian kepuasan kerja pada hubungan antara keamanan kerja dan turnover intention. Data dikumpulkan dari 56 orang pegawai administrasi kontrak pada ketiga program studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Udayana. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier sederhana. Temuan studi menunjukkan bahwa keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention; keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja; kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention, dan kepuasan kerja memediasi secara parsial pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Kata kunci: turnover intention, keamanan kerja, kepuasan kerja
ABSTRACT
He aim of this study is to examine the effect of job security on exit intention, the effect of job security on job satisfaction, the influence of job satisfaction on turnover intention and the role of job satisfaction in mediating the relationship between job security and turnover intention. Data were collected from 56 contract administration employees at the three study programs of Faculty of Economic and Business, Udayana University and analyzed by linear regression analysis technique. The results show that job security is negatively impacts turnover intention, job security affects job satisfaction positively, job satisfaction affects turnover intention negatively,and job satisfaction mediates the effect of job security on turnover intention.
Key words: turnover intention, job security, job satisfaction
PENDAHULUAN
Perguruan tinggi sebagai subsistem kemasyarakatan mempunyai tanggung jawab moral untuk membangun bangsa, dan memegang peranan untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja agar mampu bersaing dengan tenaga kerja asing. Gerakan perguruan tinggi dalam bidang reformasi diarahkan agar mampu menjadi pelopor perubahan sosial, sehingga mendorong masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang menghargai prestasi dengan upaya membentuk kehidupan kampus yang demokratis, berbudaya santun, edukatif, dan religius (Sufyarma, 2003: 121).
Perguruan tinggi sebagai organisasi yang berfungsi untuk mencetak sarjana membutuhkan tiga substansi subyek yaitu dosen, pegawai, dan mahasiswa. Pegawai sebagai sumber daya manusia mempunyai peranan yang sangat menentukan kelangsungan hidup perusahaan (Ardana dkk, 2012: 6) dan Arwildayanto (2013:1)
menyatakan bahwa organisasi, korporasi, institusi kerja, dan faktor sumber daya manusia sangat besar kontribusinya untuk menjamin kualitas sebuah lembaga, termasuk perguruan tinggi.
Dalam melaksanakan tugasnya, pegawai tidak hanya bergantung pada sarana dan prasarana yang memadai, tetapi juga membutuhkan perasaan aman, nyaman, tidak khawatir, dan tidak terancam dalam bekerja yang berdampak pada kepuasan terhadap pekerjaannya, sehingga dapat menumbuhkan sikap dan perilaku yang mendukung kelancaran pelaksanaan tugas. Sikap dan perilaku dapat ditunjukkan melalui berbagai bentuk, baik yang menguntungkan maupun merugikan. Permasalahan muncul ketika perilaku pegawai cenderung menunjukkan indikasi yang dapat merugikan organisasi, yakni keinginan untuk keluar atau berpindah yang berdampak pada perpindahan kerja secara permanen (Nurhidayati & Gunadi, 2009).
PENGARUH KEAMANAN KERJA PADA TURNOVER INTENTION DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL PEMEDIASI
I Wayan Mudiartha Utama(1)
I Komang Ardana(2) A.A. Sagung Kartika Dewi(3) A.A.A. Sriathi(4)
(1)(2)(3)(4)Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali-Indonesia e-mail: mudiartha_utama@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk menguji pengaruh keamanan kerja pada turnover intention, pengaruh keamanan kerja pada kepuasan kerja, pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention, dan peran pemediasian kepuasan kerja pada hubungan antara keamanan kerja dan turnover intention. Data dikumpulkan dari 56 orang pegawai administrasi kontrak pada ketiga program studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Udayana. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier sederhana. Temuan studi menunjukkan bahwa keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention; keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja; kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention, dan kepuasan kerja memediasi secara parsial pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Kata kunci: turnover intention, keamanan kerja, kepuasan kerja
ABSTRACT
He aim of this study is to examine the effect of job security on exit intention, the effect of job security on job satisfaction, the influence of job satisfaction on turnover intention and the role of job satisfaction in mediating the relationship between job security and turnover intention. Data were collected from 56 contract administration employees at the three study programs of Faculty of Economic and Business, Udayana University and analyzed by linear regression analysis technique. The results show that job security is negatively impacts turnover intention, job security affects job satisfaction positively, job satisfaction affects turnover intention negatively,and job satisfaction mediates the effect of job security on turnover intention.
Key words: turnover intention, job security, job satisfaction
PENDAHULUAN
Perguruan tinggi sebagai subsistem kemasyarakatan mempunyai tanggung jawab moral untuk membangun bangsa, dan memegang peranan untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja agar mampu bersaing dengan tenaga kerja asing. Gerakan perguruan tinggi dalam bidang reformasi diarahkan agar mampu menjadi pelopor perubahan sosial, sehingga mendorong masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang menghargai prestasi dengan upaya membentuk kehidupan kampus yang demokratis, berbudaya santun, edukatif, dan religius (Sufyarma, 2003: 121).
Perguruan tinggi sebagai organisasi yang berfungsi untuk mencetak sarjana membutuhkan tiga substansi subyek yaitu dosen, pegawai, dan mahasiswa. Pegawai sebagai sumber daya manusia mempunyai peranan yang sangat menentukan kelangsungan hidup perusahaan (Ardana dkk, 2012: 6) dan Arwildayanto (2013:1)
menyatakan bahwa organisasi, korporasi, institusi kerja, dan faktor sumber daya manusia sangat besar kontribusinya untuk menjamin kualitas sebuah lembaga, termasuk perguruan tinggi.
Dalam melaksanakan tugasnya, pegawai tidak hanya bergantung pada sarana dan prasarana yang memadai, tetapi juga membutuhkan perasaan aman, nyaman, tidak khawatir, dan tidak terancam dalam bekerja yang berdampak pada kepuasan terhadap pekerjaannya, sehingga dapat menumbuhkan sikap dan perilaku yang mendukung kelancaran pelaksanaan tugas. Sikap dan perilaku dapat ditunjukkan melalui berbagai bentuk, baik yang menguntungkan maupun merugikan. Permasalahan muncul ketika perilaku pegawai cenderung menunjukkan indikasi yang dapat merugikan organisasi, yakni keinginan untuk keluar atau berpindah yang berdampak pada perpindahan kerja secara permanen (Nurhidayati & Gunadi, 2009).
PENGARUH KEAMANAN KERJA PADA TURNOVER INTENTION DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL PEMEDIASI
I Wayan Mudiartha Utama(1)
I Komang Ardana(2) A.A. Sagung Kartika Dewi(3) A.A.A. Sriathi(4)
(1)(2)(3)(4)Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali-Indonesia e-mail: mudiartha_utama@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk menguji pengaruh keamanan kerja pada turnover intention, pengaruh keamanan kerja pada kepuasan kerja, pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention, dan peran pemediasian kepuasan kerja pada hubungan antara keamanan kerja dan turnover intention. Data dikumpulkan dari 56 orang pegawai administrasi kontrak pada ketiga program studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Udayana. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier sederhana. Temuan studi menunjukkan bahwa keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention; keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja; kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention, dan kepuasan kerja memediasi secara parsial pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Kata kunci: turnover intention, keamanan kerja, kepuasan kerja
ABSTRACT
He aim of this study is to examine the effect of job security on exit intention, the effect of job security on job satisfaction, the influence of job satisfaction on turnover intention and the role of job satisfaction in mediating the relationship between job security and turnover intention. Data were collected from 56 contract administration employees at the three study programs of Faculty of Economic and Business, Udayana University and analyzed by linear regression analysis technique. The results show that job security is negatively impacts turnover intention, job security affects job satisfaction positively, job satisfaction affects turnover intention negatively,and job satisfaction mediates the effect of job security on turnover intention.
Key words: turnover intention, job security, job satisfaction
PENDAHULUAN
Perguruan tinggi sebagai subsistem kemasyarakatan mempunyai tanggung jawab moral untuk membangun bangsa, dan memegang peranan untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja agar mampu bersaing dengan tenaga kerja asing. Gerakan perguruan tinggi dalam bidang reformasi diarahkan agar mampu menjadi pelopor perubahan sosial, sehingga mendorong masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang menghargai prestasi dengan upaya membentuk kehidupan kampus yang demokratis, berbudaya santun, edukatif, dan religius (Sufyarma, 2003: 121).
Perguruan tinggi sebagai organisasi yang berfungsi untuk mencetak sarjana membutuhkan tiga substansi subyek yaitu dosen, pegawai, dan mahasiswa. Pegawai sebagai sumber daya manusia mempunyai peranan yang sangat menentukan kelangsungan hidup perusahaan (Ardana dkk, 2012: 6) dan Arwildayanto (2013:1)
menyatakan bahwa organisasi, korporasi, institusi kerja, dan faktor sumber daya manusia sangat besar kontribusinya untuk menjamin kualitas sebuah lembaga, termasuk perguruan tinggi.
Dalam melaksanakan tugasnya, pegawai tidak hanya bergantung pada sarana dan prasarana yang memadai, tetapi juga membutuhkan perasaan aman, nyaman, tidak khawatir, dan tidak terancam dalam bekerja yang berdampak pada kepuasan terhadap pekerjaannya, sehingga dapat menumbuhkan sikap dan perilaku yang mendukung kelancaran pelaksanaan tugas. Sikap dan perilaku dapat ditunjukkan melalui berbagai bentuk, baik yang menguntungkan maupun merugikan. Permasalahan muncul ketika perilaku pegawai cenderung menunjukkan indikasi yang dapat merugikan organisasi, yakni keinginan untuk keluar atau berpindah yang berdampak pada perpindahan kerja secara permanen (Nurhidayati & Gunadi, 2009).
PENGARUH KEAMANAN KERJA PADA TURNOVER INTENTION DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL PEMEDIASI
I Wayan Mudiartha Utama(1)
I Komang Ardana(2) A.A. Sagung Kartika Dewi(3) A.A.A. Sriathi(4)
(1)(2)(3)(4)Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali-Indonesia e-mail: mudiartha_utama@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk menguji pengaruh keamanan kerja pada turnover intention, pengaruh keamanan kerja pada kepuasan kerja, pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention, dan peran pemediasian kepuasan kerja pada hubungan antara keamanan kerja dan turnover intention. Data dikumpulkan dari 56 orang pegawai administrasi kontrak pada ketiga program studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Udayana. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier sederhana. Temuan studi menunjukkan bahwa keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention; keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja; kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention, dan kepuasan kerja memediasi secara parsial pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Kata kunci: turnover intention, keamanan kerja, kepuasan kerja
ABSTRACT
He aim of this study is to examine the effect of job security on exit intention, the effect of job security on job satisfaction, the influence of job satisfaction on turnover intention and the role of job satisfaction in mediating the relationship between job security and turnover intention. Data were collected from 56 contract administration employees at the three study programs of Faculty of Economic and Business, Udayana University and analyzed by linear regression analysis technique. The results show that job security is negatively impacts turnover intention, job security affects job satisfaction positively, job satisfaction affects turnover intention negatively,and job satisfaction mediates the effect of job security on turnover intention.
Key words: turnover intention, job security, job satisfaction
PENDAHULUAN
Perguruan tinggi sebagai subsistem kemasyarakatan mempunyai tanggung jawab moral untuk membangun bangsa, dan memegang peranan untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja agar mampu bersaing dengan tenaga kerja asing. Gerakan perguruan tinggi dalam bidang reformasi diarahkan agar mampu menjadi pelopor perubahan sosial, sehingga mendorong masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang menghargai prestasi dengan upaya membentuk kehidupan kampus yang demokratis, berbudaya santun, edukatif, dan religius (Sufyarma, 2003: 121).
Perguruan tinggi sebagai organisasi yang berfungsi untuk mencetak sarjana membutuhkan tiga substansi subyek yaitu dosen, pegawai, dan mahasiswa. Pegawai sebagai sumber daya manusia mempunyai peranan yang sangat menentukan kelangsungan hidup perusahaan (Ardana dkk, 2012: 6) dan Arwildayanto (2013:1)
menyatakan bahwa organisasi, korporasi, institusi kerja, dan faktor sumber daya manusia sangat besar kontribusinya untuk menjamin kualitas sebuah lembaga, termasuk perguruan tinggi.
Dalam melaksanakan tugasnya, pegawai tidak hanya bergantung pada sarana dan prasarana yang memadai, tetapi juga membutuhkan perasaan aman, nyaman, tidak khawatir, dan tidak terancam dalam bekerja yang berdampak pada kepuasan terhadap pekerjaannya, sehingga dapat menumbuhkan sikap dan perilaku yang mendukung kelancaran pelaksanaan tugas. Sikap dan perilaku dapat ditunjukkan melalui berbagai bentuk, baik yang menguntungkan maupun merugikan. Permasalahan muncul ketika perilaku pegawai cenderung menunjukkan indikasi yang dapat merugikan organisasi, yakni keinginan untuk keluar atau berpindah yang berdampak pada perpindahan kerja secara permanen (Nurhidayati & Gunadi, 2009).
PENGARUH KEAMANAN KERJA PADA TURNOVER INTENTION DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL PEMEDIASI
I Wayan Mudiartha Utama(1)
I Komang Ardana(2) A.A. Sagung Kartika Dewi(3) A.A.A. Sriathi(4)
(1)(2)(3)(4)Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali-Indonesia e-mail: mudiartha_utama@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk menguji pengaruh keamanan kerja pada turnover intention, pengaruh keamanan kerja pada kepuasan kerja, pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention, dan peran pemediasian kepuasan kerja pada hubungan antara keamanan kerja dan turnover intention. Data dikumpulkan dari 56 orang pegawai administrasi kontrak pada ketiga program studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Udayana. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier sederhana. Temuan studi menunjukkan bahwa keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention; keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja; kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention, dan kepuasan kerja memediasi secara parsial pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Kata kunci: turnover intention, keamanan kerja, kepuasan kerja
ABSTRACT
He aim of this study is to examine the effect of job security on exit intention, the effect of job security on job satisfaction, the influence of job satisfaction on turnover intention and the role of job satisfaction in mediating the relationship between job security and turnover intention. Data were collected from 56 contract administration employees at the three study programs of Faculty of Economic and Business, Udayana University and analyzed by linear regression analysis technique. The results show that job security is negatively impacts turnover intention, job security affects job satisfaction positively, job satisfaction affects turnover intention negatively,and job satisfaction mediates the effect of job security on turnover intention.
Key words: turnover intention, job security, job satisfaction
PENDAHULUAN
Perguruan tinggi sebagai subsistem kemasyarakatan mempunyai tanggung jawab moral untuk membangun bangsa, dan memegang peranan untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja agar mampu bersaing dengan tenaga kerja asing. Gerakan perguruan tinggi dalam bidang reformasi diarahkan agar mampu menjadi pelopor perubahan sosial, sehingga mendorong masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang menghargai prestasi dengan upaya membentuk kehidupan kampus yang demokratis, berbudaya santun, edukatif, dan religius (Sufyarma, 2003: 121).
Perguruan tinggi sebagai organisasi yang berfungsi untuk mencetak sarjana membutuhkan tiga substansi subyek yaitu dosen, pegawai, dan mahasiswa. Pegawai sebagai sumber daya manusia mempunyai peranan yang sangat menentukan kelangsungan hidup perusahaan (Ardana dkk, 2012: 6) dan Arwildayanto (2013:1)
menyatakan bahwa organisasi, korporasi, institusi kerja, dan faktor sumber daya manusia sangat besar kontribusinya untuk menjamin kualitas sebuah lembaga, termasuk perguruan tinggi.
Dalam melaksanakan tugasnya, pegawai tidak hanya bergantung pada sarana dan prasarana yang memadai, tetapi juga membutuhkan perasaan aman, nyaman, tidak khawatir, dan tidak terancam dalam bekerja yang berdampak pada kepuasan terhadap pekerjaannya, sehingga dapat menumbuhkan sikap dan perilaku yang mendukung kelancaran pelaksanaan tugas. Sikap dan perilaku dapat ditunjukkan melalui berbagai bentuk, baik yang menguntungkan maupun merugikan. Permasalahan muncul ketika perilaku pegawai cenderung menunjukkan indikasi yang dapat merugikan organisasi, yakni keinginan untuk keluar atau berpindah yang berdampak pada perpindahan kerja secara permanen (Nurhidayati & Gunadi, 2009).
PENGARUH KEAMANAN KERJA PADA TURNOVER INTENTION DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL PEMEDIASI
I Wayan Mudiartha Utama(1)
I Komang Ardana(2) A.A. Sagung Kartika Dewi(3) A.A.A. Sriathi(4)
(1)(2)(3)(4)Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali-Indonesia e-mail: mudiartha_utama@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk menguji pengaruh keamanan kerja pada turnover intention, pengaruh keamanan kerja pada kepuasan kerja, pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention, dan peran pemediasian kepuasan kerja pada hubungan antara keamanan kerja dan turnover intention. Data dikumpulkan dari 56 orang pegawai administrasi kontrak pada ketiga program studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Udayana. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier sederhana. Temuan studi menunjukkan bahwa keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention; keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja; kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention, dan kepuasan kerja memediasi secara parsial pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Kata kunci: turnover intention, keamanan kerja, kepuasan kerja
ABSTRACT
He aim of this study is to examine the effect of job security on exit intention, the effect of job security on job satisfaction, the influence of job satisfaction on turnover intention and the role of job satisfaction in mediating the relationship between job security and turnover intention. Data were collected from 56 contract administration employees at the three study programs of Faculty of Economic and Business, Udayana University and analyzed by linear regression analysis technique. The results show that job security is negatively impacts turnover intention, job security affects job satisfaction positively, job satisfaction affects turnover intention negatively,and job satisfaction mediates the effect of job security on turnover intention.
Key words: turnover intention, job security, job satisfaction
PENDAHULUAN
Perguruan tinggi sebagai subsistem kemasyarakatan mempunyai tanggung jawab moral untuk membangun bangsa, dan memegang peranan untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja agar mampu bersaing dengan tenaga kerja asing. Gerakan perguruan tinggi dalam bidang reformasi diarahkan agar mampu menjadi pelopor perubahan sosial, sehingga mendorong masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang menghargai prestasi dengan upaya membentuk kehidupan kampus yang demokratis, berbudaya santun, edukatif, dan religius (Sufyarma, 2003: 121).
Perguruan tinggi sebagai organisasi yang berfungsi untuk mencetak sarjana membutuhkan tiga substansi subyek yaitu dosen, pegawai, dan mahasiswa. Pegawai sebagai sumber daya manusia mempunyai peranan yang sangat menentukan kelangsungan hidup perusahaan (Ardana dkk, 2012: 6) dan Arwildayanto (2013:1)
menyatakan bahwa organisasi, korporasi, institusi kerja, dan faktor sumber daya manusia sangat besar kontribusinya untuk menjamin kualitas sebuah lembaga, termasuk perguruan tinggi.
Dalam melaksanakan tugasnya, pegawai tidak hanya bergantung pada sarana dan prasarana yang memadai, tetapi juga membutuhkan perasaan aman, nyaman, tidak khawatir, dan tidak terancam dalam bekerja yang berdampak pada kepuasan terhadap pekerjaannya, sehingga dapat menumbuhkan sikap dan perilaku yang mendukung kelancaran pelaksanaan tugas. Sikap dan perilaku dapat ditunjukkan melalui berbagai bentuk, baik yang menguntungkan maupun merugikan. Permasalahan muncul ketika perilaku pegawai cenderung menunjukkan indikasi yang dapat merugikan organisasi, yakni keinginan untuk keluar atau berpindah yang berdampak pada perpindahan kerja secara permanen (Nurhidayati & Gunadi, 2009).
Hal ini menjadi aspek penting yang perlu diperhatikan oleh pimpinan atau pihak manajemen agar karyawan tetap bertahan dalam perusahaan/organisasi, sehingga turover pegawai dapat ditekan serendah mungkin. Oleh karena itu, pimpinan harus berupaya untuk mempertahankan karyawan dengan memenuhi kebutuhannya yang salah satunya adalah keamanan kerja.
Keamanan kerja menjadi sebuah jaminan kerja yang sangat penting dewasa ini, karena tidak terkait dengan besaran gaji yang diterima oleh karyawan setiap bulan, melainkan juga berhubungan erat dengan kelangsungan hidup karyawan dalam bekerja. Kondisi persaingan perusahaan yang semakin ketat karena perubahan lingkungan yang sangat masif, tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya perubahan situasi menjadi ketidakamanan kerja. Karyawan yang merasa aman dan tidak terancam dalam bekerja akan menikmati kepuasan kerja yang tinggi, sehingga kecil kemungkinannya untuk berkeinginan pindah pekerjaan. Sebaliknya, pegawai yang merasa tidak aman dalam bekerja cenderung merasa tidak puas, yang selanjutnya akan mendorong keinginan untuk keluar yang semakin besar.
Ketidakamanan kerja dapat digambarkan sebagai kombinasi dari ancaman pekerjaan dan ketidakberdayaan untuk mengatasi ancaman yang dihadapi (Storseth, 2006), atau didefinisi sebagai perasaan kehilangan kekuasaan untuk kelanjutan pekerjaan dalam situasi kerja yang terancam (Greenhalg & Rosenblatt, 1984). Ketidakamanan kerja dapat memunculkan berbagai dampak negatif, terutama dalam aspek psikologis, yaitu perasaan khawatir terhadap ancaman dalam bekerja, penurunan kreativitas, dan penurunan kepuasan kerja.
Selain itu, perasaan tidak aman dalam bekerja juga membawa dampak pada keinginan karyawan keluar dari pekerjaan. Karyawan yang rentan mengalami ketidakamanan kerja adalah karyawan tidak tetap atau karyawan kontrak. Hal ini sesuai dengan pendapat Luthans (2006:277) bahwa di era pekerja temporer atau kontrak, banyak karyawan di semua tingkatan merasa tidak aman dengan pekerjaannya.
Karyawan dengan tingkat keamanan kerja yang tinggi memiliki probabilitas rendah untuk kehilangan pekerjaan dan pada penelitian Ashford et. al. (1989) dan Ameen, et. al. (1995), ketidakamanan dalam bekerja ditemukan sebagai salah satu penyebab munculnya turnover intention. Ketidakamanan kerja berhubungan positif dengan keinginan pindah kerja (Ameen et al., 1995; Iriana et al., 2004). Temuan studi ini didukung oleh hasil penelitian Suwandi dan Indriantoro (1999) yang menunjukkan bahwa job insecurity merupakan
faktor yang secara langsung mempengaruhi keinginan berpindah kerja. Ketidakamanan dalam bekerja dapat menjadi sumber ketidakpuasan karyawan yang akan memicu turnover intention karyawan. Sebaliknya, kondisi kerja yang aman dapat meningkatkan kepuasan kerja yang pada akhirnya mengurangi turnover intention.
Kepuasan kerja telah banyak diidentifikasi sebagai variabel yang memiliki kaitan dengan turnover intention. Kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaan mereka (Ivancevich, dkk, 200:90), dan kepuasan kerja mencerminkan tingkat di mana orang menemukan kepuasan atau pemenuhan dalam pekerjaan mereka (Moorhead & Griffin, 2013:72).
Kepuasan kerja adalah cara seorang pekerja merasakan pekerjaan atau generalisasi sikap terhadap pekerjaan yang didasarkan atas aspek pekerjaannya yang bermacam-macam (Wexley & Yukl, 1992:129). Kepuasan kerja sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya (Robbins, 2009:107). Seseorang dengan tingkat kepuasan yang tinggi memiliki perasaan positif, sementara yang tidak puas memiliki perasaan negatif tentang pekerjaannya. Karyawan yang tidak puas akan sering absen, stres, mengganggu rekan kerja, dan terus menerus mencari pekerjaan yang lain serta cenderung merespon dengan keinginan keluar dari tempat kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang. Davis (1993:108) juga menyatakan bahwa kepuasan kerja yang lebih tinggi berkaitan dengan rendahnya tingkat pergantian pegawai dan pegawai yang lebih puas kemungkinan besar lebih lama bertahan. Selain itu, kepuasan kerja merupakan faktor terpenting yang menentukan niat karyawan keluar atau bertahan dalam suatu perusahaan (Jimad, 2011). Karyawan yang tidak puas, cenderung mengarahkan pikiran keluar dari perusahaan (Mobley, 1986:55), dan kemudian menilai pilihan pekerjaan lain dengan harapan untuk mendapat pekerjaan yang lebih memuaskan (Mobley, 1979).
Kepuasan dalam pekerjaan diartikan sebagai kepuasan kerja yang dinikmati dalam bekerja dengan memperoleh pujian hasil kerja, perlakuan, keamanan dan suasana lingkungan kerja. Sementara kepuasan kerja di luar pekerjaan adalah kepuasan yang dinikmati berkaitan dengan besarnya balas jasa yang diterima dari hasil kerjanya agar dapat memenuhi kebutuhan. Dengan demikian, kombinasi kepuasan dalam dan luar pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dicerminkan oleh sikap emosional yang seimbang antara balas jasa dengan pelaksanaan pekerjaannya.
Hal ini menjadi aspek penting yang perlu diperhatikan oleh pimpinan atau pihak manajemen agar karyawan tetap bertahan dalam perusahaan/organisasi, sehingga turover pegawai dapat ditekan serendah mungkin. Oleh karena itu, pimpinan harus berupaya untuk mempertahankan karyawan dengan memenuhi kebutuhannya yang salah satunya adalah keamanan kerja.
Keamanan kerja menjadi sebuah jaminan kerja yang sangat penting dewasa ini, karena tidak terkait dengan besaran gaji yang diterima oleh karyawan setiap bulan, melainkan juga berhubungan erat dengan kelangsungan hidup karyawan dalam bekerja. Kondisi persaingan perusahaan yang semakin ketat karena perubahan lingkungan yang sangat masif, tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya perubahan situasi menjadi ketidakamanan kerja. Karyawan yang merasa aman dan tidak terancam dalam bekerja akan menikmati kepuasan kerja yang tinggi, sehingga kecil kemungkinannya untuk berkeinginan pindah pekerjaan. Sebaliknya, pegawai yang merasa tidak aman dalam bekerja cenderung merasa tidak puas, yang selanjutnya akan mendorong keinginan untuk keluar yang semakin besar.
Ketidakamanan kerja dapat digambarkan sebagai kombinasi dari ancaman pekerjaan dan ketidakberdayaan untuk mengatasi ancaman yang dihadapi (Storseth, 2006), atau didefinisi sebagai perasaan kehilangan kekuasaan untuk kelanjutan pekerjaan dalam situasi kerja yang terancam (Greenhalg & Rosenblatt, 1984). Ketidakamanan kerja dapat memunculkan berbagai dampak negatif, terutama dalam aspek psikologis, yaitu perasaan khawatir terhadap ancaman dalam bekerja, penurunan kreativitas, dan penurunan kepuasan kerja.
Selain itu, perasaan tidak aman dalam bekerja juga membawa dampak pada keinginan karyawan keluar dari pekerjaan. Karyawan yang rentan mengalami ketidakamanan kerja adalah karyawan tidak tetap atau karyawan kontrak. Hal ini sesuai dengan pendapat Luthans (2006:277) bahwa di era pekerja temporer atau kontrak, banyak karyawan di semua tingkatan merasa tidak aman dengan pekerjaannya.
Karyawan dengan tingkat keamanan kerja yang tinggi memiliki probabilitas rendah untuk kehilangan pekerjaan dan pada penelitian Ashford et. al. (1989) dan Ameen, et. al. (1995), ketidakamanan dalam bekerja ditemukan sebagai salah satu penyebab munculnya turnover intention. Ketidakamanan kerja berhubungan positif dengan keinginan pindah kerja (Ameen et al., 1995; Iriana et al., 2004). Temuan studi ini didukung oleh hasil penelitian Suwandi dan Indriantoro (1999) yang menunjukkan bahwa job insecurity merupakan
faktor yang secara langsung mempengaruhi keinginan berpindah kerja. Ketidakamanan dalam bekerja dapat menjadi sumber ketidakpuasan karyawan yang akan memicu turnover intention karyawan. Sebaliknya, kondisi kerja yang aman dapat meningkatkan kepuasan kerja yang pada akhirnya mengurangi turnover intention.
Kepuasan kerja telah banyak diidentifikasi sebagai variabel yang memiliki kaitan dengan turnover intention. Kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaan mereka (Ivancevich, dkk, 200:90), dan kepuasan kerja mencerminkan tingkat di mana orang menemukan kepuasan atau pemenuhan dalam pekerjaan mereka (Moorhead & Griffin, 2013:72).
Kepuasan kerja adalah cara seorang pekerja merasakan pekerjaan atau generalisasi sikap terhadap pekerjaan yang didasarkan atas aspek pekerjaannya yang bermacam-macam (Wexley & Yukl, 1992:129). Kepuasan kerja sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya (Robbins, 2009:107). Seseorang dengan tingkat kepuasan yang tinggi memiliki perasaan positif, sementara yang tidak puas memiliki perasaan negatif tentang pekerjaannya. Karyawan yang tidak puas akan sering absen, stres, mengganggu rekan kerja, dan terus menerus mencari pekerjaan yang lain serta cenderung merespon dengan keinginan keluar dari tempat kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang. Davis (1993:108) juga menyatakan bahwa kepuasan kerja yang lebih tinggi berkaitan dengan rendahnya tingkat pergantian pegawai dan pegawai yang lebih puas kemungkinan besar lebih lama bertahan. Selain itu, kepuasan kerja merupakan faktor terpenting yang menentukan niat karyawan keluar atau bertahan dalam suatu perusahaan (Jimad, 2011). Karyawan yang tidak puas, cenderung mengarahkan pikiran keluar dari perusahaan (Mobley, 1986:55), dan kemudian menilai pilihan pekerjaan lain dengan harapan untuk mendapat pekerjaan yang lebih memuaskan (Mobley, 1979).
Kepuasan dalam pekerjaan diartikan sebagai kepuasan kerja yang dinikmati dalam bekerja dengan memperoleh pujian hasil kerja, perlakuan, keamanan dan suasana lingkungan kerja. Sementara kepuasan kerja di luar pekerjaan adalah kepuasan yang dinikmati berkaitan dengan besarnya balas jasa yang diterima dari hasil kerjanya agar dapat memenuhi kebutuhan. Dengan demikian, kombinasi kepuasan dalam dan luar pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dicerminkan oleh sikap emosional yang seimbang antara balas jasa dengan pelaksanaan pekerjaannya.
Hal ini menjadi aspek penting yang perlu diperhatikan oleh pimpinan atau pihak manajemen agar karyawan tetap bertahan dalam perusahaan/organisasi, sehingga turover pegawai dapat ditekan serendah mungkin. Oleh karena itu, pimpinan harus berupaya untuk mempertahankan karyawan dengan memenuhi kebutuhannya yang salah satunya adalah keamanan kerja.
Keamanan kerja menjadi sebuah jaminan kerja yang sangat penting dewasa ini, karena tidak terkait dengan besaran gaji yang diterima oleh karyawan setiap bulan, melainkan juga berhubungan erat dengan kelangsungan hidup karyawan dalam bekerja. Kondisi persaingan perusahaan yang semakin ketat karena perubahan lingkungan yang sangat masif, tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya perubahan situasi menjadi ketidakamanan kerja. Karyawan yang merasa aman dan tidak terancam dalam bekerja akan menikmati kepuasan kerja yang tinggi, sehingga kecil kemungkinannya untuk berkeinginan pindah pekerjaan. Sebaliknya, pegawai yang merasa tidak aman dalam bekerja cenderung merasa tidak puas, yang selanjutnya akan mendorong keinginan untuk keluar yang semakin besar.
Ketidakamanan kerja dapat digambarkan sebagai kombinasi dari ancaman pekerjaan dan ketidakberdayaan untuk mengatasi ancaman yang dihadapi (Storseth, 2006), atau didefinisi sebagai perasaan kehilangan kekuasaan untuk kelanjutan pekerjaan dalam situasi kerja yang terancam (Greenhalg & Rosenblatt, 1984). Ketidakamanan kerja dapat memunculkan berbagai dampak negatif, terutama dalam aspek psikologis, yaitu perasaan khawatir terhadap ancaman dalam bekerja, penurunan kreativitas, dan penurunan kepuasan kerja.
Selain itu, perasaan tidak aman dalam bekerja juga membawa dampak pada keinginan karyawan keluar dari pekerjaan. Karyawan yang rentan mengalami ketidakamanan kerja adalah karyawan tidak tetap atau karyawan kontrak. Hal ini sesuai dengan pendapat Luthans (2006:277) bahwa di era pekerja temporer atau kontrak, banyak karyawan di semua tingkatan merasa tidak aman dengan pekerjaannya.
Karyawan dengan tingkat keamanan kerja yang tinggi memiliki probabilitas rendah untuk kehilangan pekerjaan dan pada penelitian Ashford et. al. (1989) dan Ameen, et. al. (1995), ketidakamanan dalam bekerja ditemukan sebagai salah satu penyebab munculnya turnover intention. Ketidakamanan kerja berhubungan positif dengan keinginan pindah kerja (Ameen et al., 1995; Iriana et al., 2004). Temuan studi ini didukung oleh hasil penelitian Suwandi dan Indriantoro (1999) yang menunjukkan bahwa job insecurity merupakan
faktor yang secara langsung mempengaruhi keinginan berpindah kerja. Ketidakamanan dalam bekerja dapat menjadi sumber ketidakpuasan karyawan yang akan memicu turnover intention karyawan. Sebaliknya, kondisi kerja yang aman dapat meningkatkan kepuasan kerja yang pada akhirnya mengurangi turnover intention.
Kepuasan kerja telah banyak diidentifikasi sebagai variabel yang memiliki kaitan dengan turnover intention. Kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaan mereka (Ivancevich, dkk, 200:90), dan kepuasan kerja mencerminkan tingkat di mana orang menemukan kepuasan atau pemenuhan dalam pekerjaan mereka (Moorhead & Griffin, 2013:72).
Kepuasan kerja adalah cara seorang pekerja merasakan pekerjaan atau generalisasi sikap terhadap pekerjaan yang didasarkan atas aspek pekerjaannya yang bermacam-macam (Wexley & Yukl, 1992:129). Kepuasan kerja sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya (Robbins, 2009:107). Seseorang dengan tingkat kepuasan yang tinggi memiliki perasaan positif, sementara yang tidak puas memiliki perasaan negatif tentang pekerjaannya. Karyawan yang tidak puas akan sering absen, stres, mengganggu rekan kerja, dan terus menerus mencari pekerjaan yang lain serta cenderung merespon dengan keinginan keluar dari tempat kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang. Davis (1993:108) juga menyatakan bahwa kepuasan kerja yang lebih tinggi berkaitan dengan rendahnya tingkat pergantian pegawai dan pegawai yang lebih puas kemungkinan besar lebih lama bertahan. Selain itu, kepuasan kerja merupakan faktor terpenting yang menentukan niat karyawan keluar atau bertahan dalam suatu perusahaan (Jimad, 2011). Karyawan yang tidak puas, cenderung mengarahkan pikiran keluar dari perusahaan (Mobley, 1986:55), dan kemudian menilai pilihan pekerjaan lain dengan harapan untuk mendapat pekerjaan yang lebih memuaskan (Mobley, 1979).
Kepuasan dalam pekerjaan diartikan sebagai kepuasan kerja yang dinikmati dalam bekerja dengan memperoleh pujian hasil kerja, perlakuan, keamanan dan suasana lingkungan kerja. Sementara kepuasan kerja di luar pekerjaan adalah kepuasan yang dinikmati berkaitan dengan besarnya balas jasa yang diterima dari hasil kerjanya agar dapat memenuhi kebutuhan. Dengan demikian, kombinasi kepuasan dalam dan luar pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dicerminkan oleh sikap emosional yang seimbang antara balas jasa dengan pelaksanaan pekerjaannya.
Hal ini menjadi aspek penting yang perlu diperhatikan oleh pimpinan atau pihak manajemen agar karyawan tetap bertahan dalam perusahaan/organisasi, sehingga turover pegawai dapat ditekan serendah mungkin. Oleh karena itu, pimpinan harus berupaya untuk mempertahankan karyawan dengan memenuhi kebutuhannya yang salah satunya adalah keamanan kerja.
Keamanan kerja menjadi sebuah jaminan kerja yang sangat penting dewasa ini, karena tidak terkait dengan besaran gaji yang diterima oleh karyawan setiap bulan, melainkan juga berhubungan erat dengan kelangsungan hidup karyawan dalam bekerja. Kondisi persaingan perusahaan yang semakin ketat karena perubahan lingkungan yang sangat masif, tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya perubahan situasi menjadi ketidakamanan kerja. Karyawan yang merasa aman dan tidak terancam dalam bekerja akan menikmati kepuasan kerja yang tinggi, sehingga kecil kemungkinannya untuk berkeinginan pindah pekerjaan. Sebaliknya, pegawai yang merasa tidak aman dalam bekerja cenderung merasa tidak puas, yang selanjutnya akan mendorong keinginan untuk keluar yang semakin besar.
Ketidakamanan kerja dapat digambarkan sebagai kombinasi dari ancaman pekerjaan dan ketidakberdayaan untuk mengatasi ancaman yang dihadapi (Storseth, 2006), atau didefinisi sebagai perasaan kehilangan kekuasaan untuk kelanjutan pekerjaan dalam situasi kerja yang terancam (Greenhalg & Rosenblatt, 1984). Ketidakamanan kerja dapat memunculkan berbagai dampak negatif, terutama dalam aspek psikologis, yaitu perasaan khawatir terhadap ancaman dalam bekerja, penurunan kreativitas, dan penurunan kepuasan kerja.
Selain itu, perasaan tidak aman dalam bekerja juga membawa dampak pada keinginan karyawan keluar dari pekerjaan. Karyawan yang rentan mengalami ketidakamanan kerja adalah karyawan tidak tetap atau karyawan kontrak. Hal ini sesuai dengan pendapat Luthans (2006:277) bahwa di era pekerja temporer atau kontrak, banyak karyawan di semua tingkatan merasa tidak aman dengan pekerjaannya.
Karyawan dengan tingkat keamanan kerja yang tinggi memiliki probabilitas rendah untuk kehilangan pekerjaan dan pada penelitian Ashford et. al. (1989) dan Ameen, et. al. (1995), ketidakamanan dalam bekerja ditemukan sebagai salah satu penyebab munculnya turnover intention. Ketidakamanan kerja berhubungan positif dengan keinginan pindah kerja (Ameen et al., 1995; Iriana et al., 2004). Temuan studi ini didukung oleh hasil penelitian Suwandi dan Indriantoro (1999) yang menunjukkan bahwa job insecurity merupakan
faktor yang secara langsung mempengaruhi keinginan berpindah kerja. Ketidakamanan dalam bekerja dapat menjadi sumber ketidakpuasan karyawan yang akan memicu turnover intention karyawan. Sebaliknya, kondisi kerja yang aman dapat meningkatkan kepuasan kerja yang pada akhirnya mengurangi turnover intention.
Kepuasan kerja telah banyak diidentifikasi sebagai variabel yang memiliki kaitan dengan turnover intention. Kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaan mereka (Ivancevich, dkk, 200:90), dan kepuasan kerja mencerminkan tingkat di mana orang menemukan kepuasan atau pemenuhan dalam pekerjaan mereka (Moorhead & Griffin, 2013:72).
Kepuasan kerja adalah cara seorang pekerja merasakan pekerjaan atau generalisasi sikap terhadap pekerjaan yang didasarkan atas aspek pekerjaannya yang bermacam-macam (Wexley & Yukl, 1992:129). Kepuasan kerja sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya (Robbins, 2009:107). Seseorang dengan tingkat kepuasan yang tinggi memiliki perasaan positif, sementara yang tidak puas memiliki perasaan negatif tentang pekerjaannya. Karyawan yang tidak puas akan sering absen, stres, mengganggu rekan kerja, dan terus menerus mencari pekerjaan yang lain serta cenderung merespon dengan keinginan keluar dari tempat kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang. Davis (1993:108) juga menyatakan bahwa kepuasan kerja yang lebih tinggi berkaitan dengan rendahnya tingkat pergantian pegawai dan pegawai yang lebih puas kemungkinan besar lebih lama bertahan. Selain itu, kepuasan kerja merupakan faktor terpenting yang menentukan niat karyawan keluar atau bertahan dalam suatu perusahaan (Jimad, 2011). Karyawan yang tidak puas, cenderung mengarahkan pikiran keluar dari perusahaan (Mobley, 1986:55), dan kemudian menilai pilihan pekerjaan lain dengan harapan untuk mendapat pekerjaan yang lebih memuaskan (Mobley, 1979).
Kepuasan dalam pekerjaan diartikan sebagai kepuasan kerja yang dinikmati dalam bekerja dengan memperoleh pujian hasil kerja, perlakuan, keamanan dan suasana lingkungan kerja. Sementara kepuasan kerja di luar pekerjaan adalah kepuasan yang dinikmati berkaitan dengan besarnya balas jasa yang diterima dari hasil kerjanya agar dapat memenuhi kebutuhan. Dengan demikian, kombinasi kepuasan dalam dan luar pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dicerminkan oleh sikap emosional yang seimbang antara balas jasa dengan pelaksanaan pekerjaannya.
Hal ini menjadi aspek penting yang perlu diperhatikan oleh pimpinan atau pihak manajemen agar karyawan tetap bertahan dalam perusahaan/organisasi, sehingga turover pegawai dapat ditekan serendah mungkin. Oleh karena itu, pimpinan harus berupaya untuk mempertahankan karyawan dengan memenuhi kebutuhannya yang salah satunya adalah keamanan kerja.
Keamanan kerja menjadi sebuah jaminan kerja yang sangat penting dewasa ini, karena tidak terkait dengan besaran gaji yang diterima oleh karyawan setiap bulan, melainkan juga berhubungan erat dengan kelangsungan hidup karyawan dalam bekerja. Kondisi persaingan perusahaan yang semakin ketat karena perubahan lingkungan yang sangat masif, tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya perubahan situasi menjadi ketidakamanan kerja. Karyawan yang merasa aman dan tidak terancam dalam bekerja akan menikmati kepuasan kerja yang tinggi, sehingga kecil kemungkinannya untuk berkeinginan pindah pekerjaan. Sebaliknya, pegawai yang merasa tidak aman dalam bekerja cenderung merasa tidak puas, yang selanjutnya akan mendorong keinginan untuk keluar yang semakin besar.
Ketidakamanan kerja dapat digambarkan sebagai kombinasi dari ancaman pekerjaan dan ketidakberdayaan untuk mengatasi ancaman yang dihadapi (Storseth, 2006), atau didefinisi sebagai perasaan kehilangan kekuasaan untuk kelanjutan pekerjaan dalam situasi kerja yang terancam (Greenhalg & Rosenblatt, 1984). Ketidakamanan kerja dapat memunculkan berbagai dampak negatif, terutama dalam aspek psikologis, yaitu perasaan khawatir terhadap ancaman dalam bekerja, penurunan kreativitas, dan penurunan kepuasan kerja.
Selain itu, perasaan tidak aman dalam bekerja juga membawa dampak pada keinginan karyawan keluar dari pekerjaan. Karyawan yang rentan mengalami ketidakamanan kerja adalah karyawan tidak tetap atau karyawan kontrak. Hal ini sesuai dengan pendapat Luthans (2006:277) bahwa di era pekerja temporer atau kontrak, banyak karyawan di semua tingkatan merasa tidak aman dengan pekerjaannya.
Karyawan dengan tingkat keamanan kerja yang tinggi memiliki probabilitas rendah untuk kehilangan pekerjaan dan pada penelitian Ashford et. al. (1989) dan Ameen, et. al. (1995), ketidakamanan dalam bekerja ditemukan sebagai salah satu penyebab munculnya turnover intention. Ketidakamanan kerja berhubungan positif dengan keinginan pindah kerja (Ameen et al., 1995; Iriana et al., 2004). Temuan studi ini didukung oleh hasil penelitian Suwandi dan Indriantoro (1999) yang menunjukkan bahwa job insecurity merupakan
faktor yang secara langsung mempengaruhi keinginan berpindah kerja. Ketidakamanan dalam bekerja dapat menjadi sumber ketidakpuasan karyawan yang akan memicu turnover intention karyawan. Sebaliknya, kondisi kerja yang aman dapat meningkatkan kepuasan kerja yang pada akhirnya mengurangi turnover intention.
Kepuasan kerja telah banyak diidentifikasi sebagai variabel yang memiliki kaitan dengan turnover intention. Kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaan mereka (Ivancevich, dkk, 200:90), dan kepuasan kerja mencerminkan tingkat di mana orang menemukan kepuasan atau pemenuhan dalam pekerjaan mereka (Moorhead & Griffin, 2013:72).
Kepuasan kerja adalah cara seorang pekerja merasakan pekerjaan atau generalisasi sikap terhadap pekerjaan yang didasarkan atas aspek pekerjaannya yang bermacam-macam (Wexley & Yukl, 1992:129). Kepuasan kerja sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya (Robbins, 2009:107). Seseorang dengan tingkat kepuasan yang tinggi memiliki perasaan positif, sementara yang tidak puas memiliki perasaan negatif tentang pekerjaannya. Karyawan yang tidak puas akan sering absen, stres, mengganggu rekan kerja, dan terus menerus mencari pekerjaan yang lain serta cenderung merespon dengan keinginan keluar dari tempat kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang. Davis (1993:108) juga menyatakan bahwa kepuasan kerja yang lebih tinggi berkaitan dengan rendahnya tingkat pergantian pegawai dan pegawai yang lebih puas kemungkinan besar lebih lama bertahan. Selain itu, kepuasan kerja merupakan faktor terpenting yang menentukan niat karyawan keluar atau bertahan dalam suatu perusahaan (Jimad, 2011). Karyawan yang tidak puas, cenderung mengarahkan pikiran keluar dari perusahaan (Mobley, 1986:55), dan kemudian menilai pilihan pekerjaan lain dengan harapan untuk mendapat pekerjaan yang lebih memuaskan (Mobley, 1979).
Kepuasan dalam pekerjaan diartikan sebagai kepuasan kerja yang dinikmati dalam bekerja dengan memperoleh pujian hasil kerja, perlakuan, keamanan dan suasana lingkungan kerja. Sementara kepuasan kerja di luar pekerjaan adalah kepuasan yang dinikmati berkaitan dengan besarnya balas jasa yang diterima dari hasil kerjanya agar dapat memenuhi kebutuhan. Dengan demikian, kombinasi kepuasan dalam dan luar pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dicerminkan oleh sikap emosional yang seimbang antara balas jasa dengan pelaksanaan pekerjaannya.
Hal ini menjadi aspek penting yang perlu diperhatikan oleh pimpinan atau pihak manajemen agar karyawan tetap bertahan dalam perusahaan/organisasi, sehingga turover pegawai dapat ditekan serendah mungkin. Oleh karena itu, pimpinan harus berupaya untuk mempertahankan karyawan dengan memenuhi kebutuhannya yang salah satunya adalah keamanan kerja.
Keamanan kerja menjadi sebuah jaminan kerja yang sangat penting dewasa ini, karena tidak terkait dengan besaran gaji yang diterima oleh karyawan setiap bulan, melainkan juga berhubungan erat dengan kelangsungan hidup karyawan dalam bekerja. Kondisi persaingan perusahaan yang semakin ketat karena perubahan lingkungan yang sangat masif, tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya perubahan situasi menjadi ketidakamanan kerja. Karyawan yang merasa aman dan tidak terancam dalam bekerja akan menikmati kepuasan kerja yang tinggi, sehingga kecil kemungkinannya untuk berkeinginan pindah pekerjaan. Sebaliknya, pegawai yang merasa tidak aman dalam bekerja cenderung merasa tidak puas, yang selanjutnya akan mendorong keinginan untuk keluar yang semakin besar.
Ketidakamanan kerja dapat digambarkan sebagai kombinasi dari ancaman pekerjaan dan ketidakberdayaan untuk mengatasi ancaman yang dihadapi (Storseth, 2006), atau didefinisi sebagai perasaan kehilangan kekuasaan untuk kelanjutan pekerjaan dalam situasi kerja yang terancam (Greenhalg & Rosenblatt, 1984). Ketidakamanan kerja dapat memunculkan berbagai dampak negatif, terutama dalam aspek psikologis, yaitu perasaan khawatir terhadap ancaman dalam bekerja, penurunan kreativitas, dan penurunan kepuasan kerja.
Selain itu, perasaan tidak aman dalam bekerja juga membawa dampak pada keinginan karyawan keluar dari pekerjaan. Karyawan yang rentan mengalami ketidakamanan kerja adalah karyawan tidak tetap atau karyawan kontrak. Hal ini sesuai dengan pendapat Luthans (2006:277) bahwa di era pekerja temporer atau kontrak, banyak karyawan di semua tingkatan merasa tidak aman dengan pekerjaannya.
Karyawan dengan tingkat keamanan kerja yang tinggi memiliki probabilitas rendah untuk kehilangan pekerjaan dan pada penelitian Ashford et. al. (1989) dan Ameen, et. al. (1995), ketidakamanan dalam bekerja ditemukan sebagai salah satu penyebab munculnya turnover intention. Ketidakamanan kerja berhubungan positif dengan keinginan pindah kerja (Ameen et al., 1995; Iriana et al., 2004). Temuan studi ini didukung oleh hasil penelitian Suwandi dan Indriantoro (1999) yang menunjukkan bahwa job insecurity merupakan
faktor yang secara langsung mempengaruhi keinginan berpindah kerja. Ketidakamanan dalam bekerja dapat menjadi sumber ketidakpuasan karyawan yang akan memicu turnover intention karyawan. Sebaliknya, kondisi kerja yang aman dapat meningkatkan kepuasan kerja yang pada akhirnya mengurangi turnover intention.
Kepuasan kerja telah banyak diidentifikasi sebagai variabel yang memiliki kaitan dengan turnover intention. Kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaan mereka (Ivancevich, dkk, 200:90), dan kepuasan kerja mencerminkan tingkat di mana orang menemukan kepuasan atau pemenuhan dalam pekerjaan mereka (Moorhead & Griffin, 2013:72).
Kepuasan kerja adalah cara seorang pekerja merasakan pekerjaan atau generalisasi sikap terhadap pekerjaan yang didasarkan atas aspek pekerjaannya yang bermacam-macam (Wexley & Yukl, 1992:129). Kepuasan kerja sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya (Robbins, 2009:107). Seseorang dengan tingkat kepuasan yang tinggi memiliki perasaan positif, sementara yang tidak puas memiliki perasaan negatif tentang pekerjaannya. Karyawan yang tidak puas akan sering absen, stres, mengganggu rekan kerja, dan terus menerus mencari pekerjaan yang lain serta cenderung merespon dengan keinginan keluar dari tempat kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang. Davis (1993:108) juga menyatakan bahwa kepuasan kerja yang lebih tinggi berkaitan dengan rendahnya tingkat pergantian pegawai dan pegawai yang lebih puas kemungkinan besar lebih lama bertahan. Selain itu, kepuasan kerja merupakan faktor terpenting yang menentukan niat karyawan keluar atau bertahan dalam suatu perusahaan (Jimad, 2011). Karyawan yang tidak puas, cenderung mengarahkan pikiran keluar dari perusahaan (Mobley, 1986:55), dan kemudian menilai pilihan pekerjaan lain dengan harapan untuk mendapat pekerjaan yang lebih memuaskan (Mobley, 1979).
Kepuasan dalam pekerjaan diartikan sebagai kepuasan kerja yang dinikmati dalam bekerja dengan memperoleh pujian hasil kerja, perlakuan, keamanan dan suasana lingkungan kerja. Sementara kepuasan kerja di luar pekerjaan adalah kepuasan yang dinikmati berkaitan dengan besarnya balas jasa yang diterima dari hasil kerjanya agar dapat memenuhi kebutuhan. Dengan demikian, kombinasi kepuasan dalam dan luar pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dicerminkan oleh sikap emosional yang seimbang antara balas jasa dengan pelaksanaan pekerjaannya.
Hal ini menjadi aspek penting yang perlu diperhatikan oleh pimpinan atau pihak manajemen agar karyawan tetap bertahan dalam perusahaan/organisasi, sehingga turover pegawai dapat ditekan serendah mungkin. Oleh karena itu, pimpinan harus berupaya untuk mempertahankan karyawan dengan memenuhi kebutuhannya yang salah satunya adalah keamanan kerja.
Keamanan kerja menjadi sebuah jaminan kerja yang sangat penting dewasa ini, karena tidak terkait dengan besaran gaji yang diterima oleh karyawan setiap bulan, melainkan juga berhubungan erat dengan kelangsungan hidup karyawan dalam bekerja. Kondisi persaingan perusahaan yang semakin ketat karena perubahan lingkungan yang sangat masif, tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya perubahan situasi menjadi ketidakamanan kerja. Karyawan yang merasa aman dan tidak terancam dalam bekerja akan menikmati kepuasan kerja yang tinggi, sehingga kecil kemungkinannya untuk berkeinginan pindah pekerjaan. Sebaliknya, pegawai yang merasa tidak aman dalam bekerja cenderung merasa tidak puas, yang selanjutnya akan mendorong keinginan untuk keluar yang semakin besar.
Ketidakamanan kerja dapat digambarkan sebagai kombinasi dari ancaman pekerjaan dan ketidakberdayaan untuk mengatasi ancaman yang dihadapi (Storseth, 2006), atau didefinisi sebagai perasaan kehilangan kekuasaan untuk kelanjutan pekerjaan dalam situasi kerja yang terancam (Greenhalg & Rosenblatt, 1984). Ketidakamanan kerja dapat memunculkan berbagai dampak negatif, terutama dalam aspek psikologis, yaitu perasaan khawatir terhadap ancaman dalam bekerja, penurunan kreativitas, dan penurunan kepuasan kerja.
Selain itu, perasaan tidak aman dalam bekerja juga membawa dampak pada keinginan karyawan keluar dari pekerjaan. Karyawan yang rentan mengalami ketidakamanan kerja adalah karyawan tidak tetap atau karyawan kontrak. Hal ini sesuai dengan pendapat Luthans (2006:277) bahwa di era pekerja temporer atau kontrak, banyak karyawan di semua tingkatan merasa tidak aman dengan pekerjaannya.
Karyawan dengan tingkat keamanan kerja yang tinggi memiliki probabilitas rendah untuk kehilangan pekerjaan dan pada penelitian Ashford et. al. (1989) dan Ameen, et. al. (1995), ketidakamanan dalam bekerja ditemukan sebagai salah satu penyebab munculnya turnover intention. Ketidakamanan kerja berhubungan positif dengan keinginan pindah kerja (Ameen et al., 1995; Iriana et al., 2004). Temuan studi ini didukung oleh hasil penelitian Suwandi dan Indriantoro (1999) yang menunjukkan bahwa job insecurity merupakan
faktor yang secara langsung mempengaruhi keinginan berpindah kerja. Ketidakamanan dalam bekerja dapat menjadi sumber ketidakpuasan karyawan yang akan memicu turnover intention karyawan. Sebaliknya, kondisi kerja yang aman dapat meningkatkan kepuasan kerja yang pada akhirnya mengurangi turnover intention.
Kepuasan kerja telah banyak diidentifikasi sebagai variabel yang memiliki kaitan dengan turnover intention. Kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaan mereka (Ivancevich, dkk, 200:90), dan kepuasan kerja mencerminkan tingkat di mana orang menemukan kepuasan atau pemenuhan dalam pekerjaan mereka (Moorhead & Griffin, 2013:72).
Kepuasan kerja adalah cara seorang pekerja merasakan pekerjaan atau generalisasi sikap terhadap pekerjaan yang didasarkan atas aspek pekerjaannya yang bermacam-macam (Wexley & Yukl, 1992:129). Kepuasan kerja sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya (Robbins, 2009:107). Seseorang dengan tingkat kepuasan yang tinggi memiliki perasaan positif, sementara yang tidak puas memiliki perasaan negatif tentang pekerjaannya. Karyawan yang tidak puas akan sering absen, stres, mengganggu rekan kerja, dan terus menerus mencari pekerjaan yang lain serta cenderung merespon dengan keinginan keluar dari tempat kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang. Davis (1993:108) juga menyatakan bahwa kepuasan kerja yang lebih tinggi berkaitan dengan rendahnya tingkat pergantian pegawai dan pegawai yang lebih puas kemungkinan besar lebih lama bertahan. Selain itu, kepuasan kerja merupakan faktor terpenting yang menentukan niat karyawan keluar atau bertahan dalam suatu perusahaan (Jimad, 2011). Karyawan yang tidak puas, cenderung mengarahkan pikiran keluar dari perusahaan (Mobley, 1986:55), dan kemudian menilai pilihan pekerjaan lain dengan harapan untuk mendapat pekerjaan yang lebih memuaskan (Mobley, 1979).
Kepuasan dalam pekerjaan diartikan sebagai kepuasan kerja yang dinikmati dalam bekerja dengan memperoleh pujian hasil kerja, perlakuan, keamanan dan suasana lingkungan kerja. Sementara kepuasan kerja di luar pekerjaan adalah kepuasan yang dinikmati berkaitan dengan besarnya balas jasa yang diterima dari hasil kerjanya agar dapat memenuhi kebutuhan. Dengan demikian, kombinasi kepuasan dalam dan luar pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dicerminkan oleh sikap emosional yang seimbang antara balas jasa dengan pelaksanaan pekerjaannya.
Hal ini menjadi aspek penting yang perlu diperhatikan oleh pimpinan atau pihak manajemen agar karyawan tetap bertahan dalam perusahaan/organisasi, sehingga turover pegawai dapat ditekan serendah mungkin. Oleh karena itu, pimpinan harus berupaya untuk mempertahankan karyawan dengan memenuhi kebutuhannya yang salah satunya adalah keamanan kerja.
Keamanan kerja menjadi sebuah jaminan kerja yang sangat penting dewasa ini, karena tidak terkait dengan besaran gaji yang diterima oleh karyawan setiap bulan, melainkan juga berhubungan erat dengan kelangsungan hidup karyawan dalam bekerja. Kondisi persaingan perusahaan yang semakin ketat karena perubahan lingkungan yang sangat masif, tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya perubahan situasi menjadi ketidakamanan kerja. Karyawan yang merasa aman dan tidak terancam dalam bekerja akan menikmati kepuasan kerja yang tinggi, sehingga kecil kemungkinannya untuk berkeinginan pindah pekerjaan. Sebaliknya, pegawai yang merasa tidak aman dalam bekerja cenderung merasa tidak puas, yang selanjutnya akan mendorong keinginan untuk keluar yang semakin besar.
Ketidakamanan kerja dapat digambarkan sebagai kombinasi dari ancaman pekerjaan dan ketidakberdayaan untuk mengatasi ancaman yang dihadapi (Storseth, 2006), atau didefinisi sebagai perasaan kehilangan kekuasaan untuk kelanjutan pekerjaan dalam situasi kerja yang terancam (Greenhalg & Rosenblatt, 1984). Ketidakamanan kerja dapat memunculkan berbagai dampak negatif, terutama dalam aspek psikologis, yaitu perasaan khawatir terhadap ancaman dalam bekerja, penurunan kreativitas, dan penurunan kepuasan kerja.
Selain itu, perasaan tidak aman dalam bekerja juga membawa dampak pada keinginan karyawan keluar dari pekerjaan. Karyawan yang rentan mengalami ketidakamanan kerja adalah karyawan tidak tetap atau karyawan kontrak. Hal ini sesuai dengan pendapat Luthans (2006:277) bahwa di era pekerja temporer atau kontrak, banyak karyawan di semua tingkatan merasa tidak aman dengan pekerjaannya.
Karyawan dengan tingkat keamanan kerja yang tinggi memiliki probabilitas rendah untuk kehilangan pekerjaan dan pada penelitian Ashford et. al. (1989) dan Ameen, et. al. (1995), ketidakamanan dalam bekerja ditemukan sebagai salah satu penyebab munculnya turnover intention. Ketidakamanan kerja berhubungan positif dengan keinginan pindah kerja (Ameen et al., 1995; Iriana et al., 2004). Temuan studi ini didukung oleh hasil penelitian Suwandi dan Indriantoro (1999) yang menunjukkan bahwa job insecurity merupakan
faktor yang secara langsung mempengaruhi keinginan berpindah kerja. Ketidakamanan dalam bekerja dapat menjadi sumber ketidakpuasan karyawan yang akan memicu turnover intention karyawan. Sebaliknya, kondisi kerja yang aman dapat meningkatkan kepuasan kerja yang pada akhirnya mengurangi turnover intention.
Kepuasan kerja telah banyak diidentifikasi sebagai variabel yang memiliki kaitan dengan turnover intention. Kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaan mereka (Ivancevich, dkk, 200:90), dan kepuasan kerja mencerminkan tingkat di mana orang menemukan kepuasan atau pemenuhan dalam pekerjaan mereka (Moorhead & Griffin, 2013:72).
Kepuasan kerja adalah cara seorang pekerja merasakan pekerjaan atau generalisasi sikap terhadap pekerjaan yang didasarkan atas aspek pekerjaannya yang bermacam-macam (Wexley & Yukl, 1992:129). Kepuasan kerja sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya (Robbins, 2009:107). Seseorang dengan tingkat kepuasan yang tinggi memiliki perasaan positif, sementara yang tidak puas memiliki perasaan negatif tentang pekerjaannya. Karyawan yang tidak puas akan sering absen, stres, mengganggu rekan kerja, dan terus menerus mencari pekerjaan yang lain serta cenderung merespon dengan keinginan keluar dari tempat kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang. Davis (1993:108) juga menyatakan bahwa kepuasan kerja yang lebih tinggi berkaitan dengan rendahnya tingkat pergantian pegawai dan pegawai yang lebih puas kemungkinan besar lebih lama bertahan. Selain itu, kepuasan kerja merupakan faktor terpenting yang menentukan niat karyawan keluar atau bertahan dalam suatu perusahaan (Jimad, 2011). Karyawan yang tidak puas, cenderung mengarahkan pikiran keluar dari perusahaan (Mobley, 1986:55), dan kemudian menilai pilihan pekerjaan lain dengan harapan untuk mendapat pekerjaan yang lebih memuaskan (Mobley, 1979).
Kepuasan dalam pekerjaan diartikan sebagai kepuasan kerja yang dinikmati dalam bekerja dengan memperoleh pujian hasil kerja, perlakuan, keamanan dan suasana lingkungan kerja. Sementara kepuasan kerja di luar pekerjaan adalah kepuasan yang dinikmati berkaitan dengan besarnya balas jasa yang diterima dari hasil kerjanya agar dapat memenuhi kebutuhan. Dengan demikian, kombinasi kepuasan dalam dan luar pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dicerminkan oleh sikap emosional yang seimbang antara balas jasa dengan pelaksanaan pekerjaannya.
Hal ini menjadi aspek penting yang perlu diperhatikan oleh pimpinan atau pihak manajemen agar karyawan tetap bertahan dalam perusahaan/organisasi, sehingga turover pegawai dapat ditekan serendah mungkin. Oleh karena itu, pimpinan harus berupaya untuk mempertahankan karyawan dengan memenuhi kebutuhannya yang salah satunya adalah keamanan kerja.
Keamanan kerja menjadi sebuah jaminan kerja yang sangat penting dewasa ini, karena tidak terkait dengan besaran gaji yang diterima oleh karyawan setiap bulan, melainkan juga berhubungan erat dengan kelangsungan hidup karyawan dalam bekerja. Kondisi persaingan perusahaan yang semakin ketat karena perubahan lingkungan yang sangat masif, tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya perubahan situasi menjadi ketidakamanan kerja. Karyawan yang merasa aman dan tidak terancam dalam bekerja akan menikmati kepuasan kerja yang tinggi, sehingga kecil kemungkinannya untuk berkeinginan pindah pekerjaan. Sebaliknya, pegawai yang merasa tidak aman dalam bekerja cenderung merasa tidak puas, yang selanjutnya akan mendorong keinginan untuk keluar yang semakin besar.
Ketidakamanan kerja dapat digambarkan sebagai kombinasi dari ancaman pekerjaan dan ketidakberdayaan untuk mengatasi ancaman yang dihadapi (Storseth, 2006), atau didefinisi sebagai perasaan kehilangan kekuasaan untuk kelanjutan pekerjaan dalam situasi kerja yang terancam (Greenhalg & Rosenblatt, 1984). Ketidakamanan kerja dapat memunculkan berbagai dampak negatif, terutama dalam aspek psikologis, yaitu perasaan khawatir terhadap ancaman dalam bekerja, penurunan kreativitas, dan penurunan kepuasan kerja.
Selain itu, perasaan tidak aman dalam bekerja juga membawa dampak pada keinginan karyawan keluar dari pekerjaan. Karyawan yang rentan mengalami ketidakamanan kerja adalah karyawan tidak tetap atau karyawan kontrak. Hal ini sesuai dengan pendapat Luthans (2006:277) bahwa di era pekerja temporer atau kontrak, banyak karyawan di semua tingkatan merasa tidak aman dengan pekerjaannya.
Karyawan dengan tingkat keamanan kerja yang tinggi memiliki probabilitas rendah untuk kehilangan pekerjaan dan pada penelitian Ashford et. al. (1989) dan Ameen, et. al. (1995), ketidakamanan dalam bekerja ditemukan sebagai salah satu penyebab munculnya turnover intention. Ketidakamanan kerja berhubungan positif dengan keinginan pindah kerja (Ameen et al., 1995; Iriana et al., 2004). Temuan studi ini didukung oleh hasil penelitian Suwandi dan Indriantoro (1999) yang menunjukkan bahwa job insecurity merupakan
faktor yang secara langsung mempengaruhi keinginan berpindah kerja. Ketidakamanan dalam bekerja dapat menjadi sumber ketidakpuasan karyawan yang akan memicu turnover intention karyawan. Sebaliknya, kondisi kerja yang aman dapat meningkatkan kepuasan kerja yang pada akhirnya mengurangi turnover intention.
Kepuasan kerja telah banyak diidentifikasi sebagai variabel yang memiliki kaitan dengan turnover intention. Kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaan mereka (Ivancevich, dkk, 200:90), dan kepuasan kerja mencerminkan tingkat di mana orang menemukan kepuasan atau pemenuhan dalam pekerjaan mereka (Moorhead & Griffin, 2013:72).
Kepuasan kerja adalah cara seorang pekerja merasakan pekerjaan atau generalisasi sikap terhadap pekerjaan yang didasarkan atas aspek pekerjaannya yang bermacam-macam (Wexley & Yukl, 1992:129). Kepuasan kerja sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya (Robbins, 2009:107). Seseorang dengan tingkat kepuasan yang tinggi memiliki perasaan positif, sementara yang tidak puas memiliki perasaan negatif tentang pekerjaannya. Karyawan yang tidak puas akan sering absen, stres, mengganggu rekan kerja, dan terus menerus mencari pekerjaan yang lain serta cenderung merespon dengan keinginan keluar dari tempat kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang. Davis (1993:108) juga menyatakan bahwa kepuasan kerja yang lebih tinggi berkaitan dengan rendahnya tingkat pergantian pegawai dan pegawai yang lebih puas kemungkinan besar lebih lama bertahan. Selain itu, kepuasan kerja merupakan faktor terpenting yang menentukan niat karyawan keluar atau bertahan dalam suatu perusahaan (Jimad, 2011). Karyawan yang tidak puas, cenderung mengarahkan pikiran keluar dari perusahaan (Mobley, 1986:55), dan kemudian menilai pilihan pekerjaan lain dengan harapan untuk mendapat pekerjaan yang lebih memuaskan (Mobley, 1979).
Kepuasan dalam pekerjaan diartikan sebagai kepuasan kerja yang dinikmati dalam bekerja dengan memperoleh pujian hasil kerja, perlakuan, keamanan dan suasana lingkungan kerja. Sementara kepuasan kerja di luar pekerjaan adalah kepuasan yang dinikmati berkaitan dengan besarnya balas jasa yang diterima dari hasil kerjanya agar dapat memenuhi kebutuhan. Dengan demikian, kombinasi kepuasan dalam dan luar pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dicerminkan oleh sikap emosional yang seimbang antara balas jasa dengan pelaksanaan pekerjaannya.
Hal ini menjadi aspek penting yang perlu diperhatikan oleh pimpinan atau pihak manajemen agar karyawan tetap bertahan dalam perusahaan/organisasi, sehingga turover pegawai dapat ditekan serendah mungkin. Oleh karena itu, pimpinan harus berupaya untuk mempertahankan karyawan dengan memenuhi kebutuhannya yang salah satunya adalah keamanan kerja.
Keamanan kerja menjadi sebuah jaminan kerja yang sangat penting dewasa ini, karena tidak terkait dengan besaran gaji yang diterima oleh karyawan setiap bulan, melainkan juga berhubungan erat dengan kelangsungan hidup karyawan dalam bekerja. Kondisi persaingan perusahaan yang semakin ketat karena perubahan lingkungan yang sangat masif, tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya perubahan situasi menjadi ketidakamanan kerja. Karyawan yang merasa aman dan tidak terancam dalam bekerja akan menikmati kepuasan kerja yang tinggi, sehingga kecil kemungkinannya untuk berkeinginan pindah pekerjaan. Sebaliknya, pegawai yang merasa tidak aman dalam bekerja cenderung merasa tidak puas, yang selanjutnya akan mendorong keinginan untuk keluar yang semakin besar.
Ketidakamanan kerja dapat digambarkan sebagai kombinasi dari ancaman pekerjaan dan ketidakberdayaan untuk mengatasi ancaman yang dihadapi (Storseth, 2006), atau didefinisi sebagai perasaan kehilangan kekuasaan untuk kelanjutan pekerjaan dalam situasi kerja yang terancam (Greenhalg & Rosenblatt, 1984). Ketidakamanan kerja dapat memunculkan berbagai dampak negatif, terutama dalam aspek psikologis, yaitu perasaan khawatir terhadap ancaman dalam bekerja, penurunan kreativitas, dan penurunan kepuasan kerja.
Selain itu, perasaan tidak aman dalam bekerja juga membawa dampak pada keinginan karyawan keluar dari pekerjaan. Karyawan yang rentan mengalami ketidakamanan kerja adalah karyawan tidak tetap atau karyawan kontrak. Hal ini sesuai dengan pendapat Luthans (2006:277) bahwa di era pekerja temporer atau kontrak, banyak karyawan di semua tingkatan merasa tidak aman dengan pekerjaannya.
Karyawan dengan tingkat keamanan kerja yang tinggi memiliki probabilitas rendah untuk kehilangan pekerjaan dan pada penelitian Ashford et. al. (1989) dan Ameen, et. al. (1995), ketidakamanan dalam bekerja ditemukan sebagai salah satu penyebab munculnya turnover intention. Ketidakamanan kerja berhubungan positif dengan keinginan pindah kerja (Ameen et al., 1995; Iriana et al., 2004). Temuan studi ini didukung oleh hasil penelitian Suwandi dan Indriantoro (1999) yang menunjukkan bahwa job insecurity merupakan
faktor yang secara langsung mempengaruhi keinginan berpindah kerja. Ketidakamanan dalam bekerja dapat menjadi sumber ketidakpuasan karyawan yang akan memicu turnover intention karyawan. Sebaliknya, kondisi kerja yang aman dapat meningkatkan kepuasan kerja yang pada akhirnya mengurangi turnover intention.
Kepuasan kerja telah banyak diidentifikasi sebagai variabel yang memiliki kaitan dengan turnover intention. Kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaan mereka (Ivancevich, dkk, 200:90), dan kepuasan kerja mencerminkan tingkat di mana orang menemukan kepuasan atau pemenuhan dalam pekerjaan mereka (Moorhead & Griffin, 2013:72).
Kepuasan kerja adalah cara seorang pekerja merasakan pekerjaan atau generalisasi sikap terhadap pekerjaan yang didasarkan atas aspek pekerjaannya yang bermacam-macam (Wexley & Yukl, 1992:129). Kepuasan kerja sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya (Robbins, 2009:107). Seseorang dengan tingkat kepuasan yang tinggi memiliki perasaan positif, sementara yang tidak puas memiliki perasaan negatif tentang pekerjaannya. Karyawan yang tidak puas akan sering absen, stres, mengganggu rekan kerja, dan terus menerus mencari pekerjaan yang lain serta cenderung merespon dengan keinginan keluar dari tempat kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang. Davis (1993:108) juga menyatakan bahwa kepuasan kerja yang lebih tinggi berkaitan dengan rendahnya tingkat pergantian pegawai dan pegawai yang lebih puas kemungkinan besar lebih lama bertahan. Selain itu, kepuasan kerja merupakan faktor terpenting yang menentukan niat karyawan keluar atau bertahan dalam suatu perusahaan (Jimad, 2011). Karyawan yang tidak puas, cenderung mengarahkan pikiran keluar dari perusahaan (Mobley, 1986:55), dan kemudian menilai pilihan pekerjaan lain dengan harapan untuk mendapat pekerjaan yang lebih memuaskan (Mobley, 1979).
Kepuasan dalam pekerjaan diartikan sebagai kepuasan kerja yang dinikmati dalam bekerja dengan memperoleh pujian hasil kerja, perlakuan, keamanan dan suasana lingkungan kerja. Sementara kepuasan kerja di luar pekerjaan adalah kepuasan yang dinikmati berkaitan dengan besarnya balas jasa yang diterima dari hasil kerjanya agar dapat memenuhi kebutuhan. Dengan demikian, kombinasi kepuasan dalam dan luar pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dicerminkan oleh sikap emosional yang seimbang antara balas jasa dengan pelaksanaan pekerjaannya.
Hal ini menjadi aspek penting yang perlu diperhatikan oleh pimpinan atau pihak manajemen agar karyawan tetap bertahan dalam perusahaan/organisasi, sehingga turover pegawai dapat ditekan serendah mungkin. Oleh karena itu, pimpinan harus berupaya untuk mempertahankan karyawan dengan memenuhi kebutuhannya yang salah satunya adalah keamanan kerja.
Keamanan kerja menjadi sebuah jaminan kerja yang sangat penting dewasa ini, karena tidak terkait dengan besaran gaji yang diterima oleh karyawan setiap bulan, melainkan juga berhubungan erat dengan kelangsungan hidup karyawan dalam bekerja. Kondisi persaingan perusahaan yang semakin ketat karena perubahan lingkungan yang sangat masif, tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya perubahan situasi menjadi ketidakamanan kerja. Karyawan yang merasa aman dan tidak terancam dalam bekerja akan menikmati kepuasan kerja yang tinggi, sehingga kecil kemungkinannya untuk berkeinginan pindah pekerjaan. Sebaliknya, pegawai yang merasa tidak aman dalam bekerja cenderung merasa tidak puas, yang selanjutnya akan mendorong keinginan untuk keluar yang semakin besar.
Ketidakamanan kerja dapat digambarkan sebagai kombinasi dari ancaman pekerjaan dan ketidakberdayaan untuk mengatasi ancaman yang dihadapi (Storseth, 2006), atau didefinisi sebagai perasaan kehilangan kekuasaan untuk kelanjutan pekerjaan dalam situasi kerja yang terancam (Greenhalg & Rosenblatt, 1984). Ketidakamanan kerja dapat memunculkan berbagai dampak negatif, terutama dalam aspek psikologis, yaitu perasaan khawatir terhadap ancaman dalam bekerja, penurunan kreativitas, dan penurunan kepuasan kerja.
Selain itu, perasaan tidak aman dalam bekerja juga membawa dampak pada keinginan karyawan keluar dari pekerjaan. Karyawan yang rentan mengalami ketidakamanan kerja adalah karyawan tidak tetap atau karyawan kontrak. Hal ini sesuai dengan pendapat Luthans (2006:277) bahwa di era pekerja temporer atau kontrak, banyak karyawan di semua tingkatan merasa tidak aman dengan pekerjaannya.
Karyawan dengan tingkat keamanan kerja yang tinggi memiliki probabilitas rendah untuk kehilangan pekerjaan dan pada penelitian Ashford et. al. (1989) dan Ameen, et. al. (1995), ketidakamanan dalam bekerja ditemukan sebagai salah satu penyebab munculnya turnover intention. Ketidakamanan kerja berhubungan positif dengan keinginan pindah kerja (Ameen et al., 1995; Iriana et al., 2004). Temuan studi ini didukung oleh hasil penelitian Suwandi dan Indriantoro (1999) yang menunjukkan bahwa job insecurity merupakan
faktor yang secara langsung mempengaruhi keinginan berpindah kerja. Ketidakamanan dalam bekerja dapat menjadi sumber ketidakpuasan karyawan yang akan memicu turnover intention karyawan. Sebaliknya, kondisi kerja yang aman dapat meningkatkan kepuasan kerja yang pada akhirnya mengurangi turnover intention.
Kepuasan kerja telah banyak diidentifikasi sebagai variabel yang memiliki kaitan dengan turnover intention. Kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaan mereka (Ivancevich, dkk, 200:90), dan kepuasan kerja mencerminkan tingkat di mana orang menemukan kepuasan atau pemenuhan dalam pekerjaan mereka (Moorhead & Griffin, 2013:72).
Kepuasan kerja adalah cara seorang pekerja merasakan pekerjaan atau generalisasi sikap terhadap pekerjaan yang didasarkan atas aspek pekerjaannya yang bermacam-macam (Wexley & Yukl, 1992:129). Kepuasan kerja sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya (Robbins, 2009:107). Seseorang dengan tingkat kepuasan yang tinggi memiliki perasaan positif, sementara yang tidak puas memiliki perasaan negatif tentang pekerjaannya. Karyawan yang tidak puas akan sering absen, stres, mengganggu rekan kerja, dan terus menerus mencari pekerjaan yang lain serta cenderung merespon dengan keinginan keluar dari tempat kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang. Davis (1993:108) juga menyatakan bahwa kepuasan kerja yang lebih tinggi berkaitan dengan rendahnya tingkat pergantian pegawai dan pegawai yang lebih puas kemungkinan besar lebih lama bertahan. Selain itu, kepuasan kerja merupakan faktor terpenting yang menentukan niat karyawan keluar atau bertahan dalam suatu perusahaan (Jimad, 2011). Karyawan yang tidak puas, cenderung mengarahkan pikiran keluar dari perusahaan (Mobley, 1986:55), dan kemudian menilai pilihan pekerjaan lain dengan harapan untuk mendapat pekerjaan yang lebih memuaskan (Mobley, 1979).
Kepuasan dalam pekerjaan diartikan sebagai kepuasan kerja yang dinikmati dalam bekerja dengan memperoleh pujian hasil kerja, perlakuan, keamanan dan suasana lingkungan kerja. Sementara kepuasan kerja di luar pekerjaan adalah kepuasan yang dinikmati berkaitan dengan besarnya balas jasa yang diterima dari hasil kerjanya agar dapat memenuhi kebutuhan. Dengan demikian, kombinasi kepuasan dalam dan luar pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dicerminkan oleh sikap emosional yang seimbang antara balas jasa dengan pelaksanaan pekerjaannya.
Hal ini menjadi aspek penting yang perlu diperhatikan oleh pimpinan atau pihak manajemen agar karyawan tetap bertahan dalam perusahaan/organisasi, sehingga turover pegawai dapat ditekan serendah mungkin. Oleh karena itu, pimpinan harus berupaya untuk mempertahankan karyawan dengan memenuhi kebutuhannya yang salah satunya adalah keamanan kerja.
Keamanan kerja menjadi sebuah jaminan kerja yang sangat penting dewasa ini, karena tidak terkait dengan besaran gaji yang diterima oleh karyawan setiap bulan, melainkan juga berhubungan erat dengan kelangsungan hidup karyawan dalam bekerja. Kondisi persaingan perusahaan yang semakin ketat karena perubahan lingkungan yang sangat masif, tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya perubahan situasi menjadi ketidakamanan kerja. Karyawan yang merasa aman dan tidak terancam dalam bekerja akan menikmati kepuasan kerja yang tinggi, sehingga kecil kemungkinannya untuk berkeinginan pindah pekerjaan. Sebaliknya, pegawai yang merasa tidak aman dalam bekerja cenderung merasa tidak puas, yang selanjutnya akan mendorong keinginan untuk keluar yang semakin besar.
Ketidakamanan kerja dapat digambarkan sebagai kombinasi dari ancaman pekerjaan dan ketidakberdayaan untuk mengatasi ancaman yang dihadapi (Storseth, 2006), atau didefinisi sebagai perasaan kehilangan kekuasaan untuk kelanjutan pekerjaan dalam situasi kerja yang terancam (Greenhalg & Rosenblatt, 1984). Ketidakamanan kerja dapat memunculkan berbagai dampak negatif, terutama dalam aspek psikologis, yaitu perasaan khawatir terhadap ancaman dalam bekerja, penurunan kreativitas, dan penurunan kepuasan kerja.
Selain itu, perasaan tidak aman dalam bekerja juga membawa dampak pada keinginan karyawan keluar dari pekerjaan. Karyawan yang rentan mengalami ketidakamanan kerja adalah karyawan tidak tetap atau karyawan kontrak. Hal ini sesuai dengan pendapat Luthans (2006:277) bahwa di era pekerja temporer atau kontrak, banyak karyawan di semua tingkatan merasa tidak aman dengan pekerjaannya.
Karyawan dengan tingkat keamanan kerja yang tinggi memiliki probabilitas rendah untuk kehilangan pekerjaan dan pada penelitian Ashford et. al. (1989) dan Ameen, et. al. (1995), ketidakamanan dalam bekerja ditemukan sebagai salah satu penyebab munculnya turnover intention. Ketidakamanan kerja berhubungan positif dengan keinginan pindah kerja (Ameen et al., 1995; Iriana et al., 2004). Temuan studi ini didukung oleh hasil penelitian Suwandi dan Indriantoro (1999) yang menunjukkan bahwa job insecurity merupakan
faktor yang secara langsung mempengaruhi keinginan berpindah kerja. Ketidakamanan dalam bekerja dapat menjadi sumber ketidakpuasan karyawan yang akan memicu turnover intention karyawan. Sebaliknya, kondisi kerja yang aman dapat meningkatkan kepuasan kerja yang pada akhirnya mengurangi turnover intention.
Kepuasan kerja telah banyak diidentifikasi sebagai variabel yang memiliki kaitan dengan turnover intention. Kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaan mereka (Ivancevich, dkk, 200:90), dan kepuasan kerja mencerminkan tingkat di mana orang menemukan kepuasan atau pemenuhan dalam pekerjaan mereka (Moorhead & Griffin, 2013:72).
Kepuasan kerja adalah cara seorang pekerja merasakan pekerjaan atau generalisasi sikap terhadap pekerjaan yang didasarkan atas aspek pekerjaannya yang bermacam-macam (Wexley & Yukl, 1992:129). Kepuasan kerja sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya (Robbins, 2009:107). Seseorang dengan tingkat kepuasan yang tinggi memiliki perasaan positif, sementara yang tidak puas memiliki perasaan negatif tentang pekerjaannya. Karyawan yang tidak puas akan sering absen, stres, mengganggu rekan kerja, dan terus menerus mencari pekerjaan yang lain serta cenderung merespon dengan keinginan keluar dari tempat kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang. Davis (1993:108) juga menyatakan bahwa kepuasan kerja yang lebih tinggi berkaitan dengan rendahnya tingkat pergantian pegawai dan pegawai yang lebih puas kemungkinan besar lebih lama bertahan. Selain itu, kepuasan kerja merupakan faktor terpenting yang menentukan niat karyawan keluar atau bertahan dalam suatu perusahaan (Jimad, 2011). Karyawan yang tidak puas, cenderung mengarahkan pikiran keluar dari perusahaan (Mobley, 1986:55), dan kemudian menilai pilihan pekerjaan lain dengan harapan untuk mendapat pekerjaan yang lebih memuaskan (Mobley, 1979).
Kepuasan dalam pekerjaan diartikan sebagai kepuasan kerja yang dinikmati dalam bekerja dengan memperoleh pujian hasil kerja, perlakuan, keamanan dan suasana lingkungan kerja. Sementara kepuasan kerja di luar pekerjaan adalah kepuasan yang dinikmati berkaitan dengan besarnya balas jasa yang diterima dari hasil kerjanya agar dapat memenuhi kebutuhan. Dengan demikian, kombinasi kepuasan dalam dan luar pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dicerminkan oleh sikap emosional yang seimbang antara balas jasa dengan pelaksanaan pekerjaannya.
Hubungan keamanan kerja dan kepuasan kerja dilandasi dengan teori kontrak psikologis. Kontrak psikologis merupakan kesepakatan tidak tertulis antara individu karyawan dengan organisasi dalam merinci apa yang diharapkan oleh masing-masing pihak untuk diberikan dan diterima (Ivancevich, 2006:165). Dalam teori tersebut dinyatakan bahwa kesepakatan implisit ini berfokus pada pertukaran yang melibatkan kepuasan kerja. Kepuasan kerja karyawan akan terjadi apabila apa yang diharapkan terpenuhi, tetapi ketika harapan tidak terpenuhi akan memicu ketidakpuasan.
Ketidakpuasan kerja sering diidentifikasi sebagai suatu alasan penting yang menyebabkan karyawan meninggalkan pekerjaan, sehingga berdampak langsung pada turnover intention karyawan. Tingkat kepuasan kerja yang semakin tinggi akan menurunkan maksud karyawan meninggalkan organisasi (Nahusoma dkk, 2004). Hal ini senada dengan pendapat Robinson dan Aprila (2005); Randhawa (2007); Salleh (2012); Islam (2012); Mahdi, (2012); Luthans (2006:246); dan (Ardana, dkk, 2012:148) bahwa kepuasan kerja mempunyai hubungan negatif dengan turnover intention atau keinginan karyawan untuk pindah pekerjaan. Jika seseorang merasa tidak puas, langkah yang seharusnya dilakukan adalah menelusuri sumber ketidakpuasan seperti pengawasan yang lemah, kondisi kerja yang buruk, kompensasi yang tidak adil, kurangnya kesempatan untuk maju, konflik pribadi di antara pekerja, dan kurangnya keamanan kerja (Wexley & Yukl, 1992:156). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tingkat keamanan kerja yang rendah berdampak pada ketidakpuasan kerja yang dapat memicu niat karyawan untuk keluar dari perusahaan tempatnya bekerja.
Turnover pegawai sangat penting, baik bagi individu maupun perusahaan atau organisasi, karena dari sudut pandang individu, turnover menimbulkan konsekuensi positif dan negatif. Dikatakan menimbulkan konsekuensi positif, keputusan pegawai berhenti bekerja adalah sebagai usaha meningkatkan karir dan menghendaki keamanan kerja yang lebih pasti dalam situasi yang berubah di masa depan. Sementara itu, konsekuensi negatifnya tampak dari risiko yang dihadapi pegawai untuk kehilangan pekerjaan ketika belum mampu menemukan atau memperoleh tempat kerja yang sesuai dengan kompetensi dan keinginannya.
Dari sudut pandang organisasi, turnover pegawai berkaitan dengan meningkatnya biaya penarikan, seleksi, serta pelatihan dan pengembangan (Riyanto, 2008; Sumarto, 2009). Dengan mengetahui
turnover pegawai dari kedua sudut pandang tersebut, pimpinan dapat memahami dan mengelola turnover pegawai. Artinya, jika terjadi turnover pegawai dalam organisasi, pimpinan tidak sekedar merekrut pegawai baru untuk mengganti pegawai yang keluar, namun harus juga mengkaji dampaknya pada perkembangan kinerja organisasi secara keseluruhan.
Sebelum benar-benar keluar dari tempat kerjanya, seringkali pegawai menunjukkan sikap dan perilaku yang mengindikasikan (menunjukkan gejala) keinginan berpindah (turnover intention). Gejala ini tidak dapat diukur secara langsung, namun muncul melalui intensi, yang oleh Moorhead dan Griffin (2013:70) didefinisi sebagai salah satu komponen sikap yang memandu perilaku seseorang yang tidak selalu terwujud dalam tindakan nyata. Intensi merupakan fungsi dari dua determinan dasar, yaitu sikap individu terhadap perilaku dan persepsi individu terhadap tekanan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku (Azwar, 1995:11).
Turnover intention menunjukkan sebatas keinginan atau niat karyawan untuk keluar. Turnover intention tidak muncul begitu saja secara tiba-tiba, melainkan timbul melalui norma-norma subjektif individu, sikap, dan perilaku yang muncul secara terencana dan atas kemauan sendiri, sesuai dengan teori tindakan beralasan yang dikemukakan Fishbein dan Ajzen (dalam Azwar, 1995:11). Teori ini berkaitan dengan tindakan beralasan yang mencoba melihat anteseden pembentuk perilaku volisional atau perilaku yang dilakukan atas kemauan sendiri. Asumsinya, manusia melakukan sesuatu dengan cara yang masuk akal, mempertimbangkan semua informasi yang ada, dan secara eksplisit atau implisit memperhitungkan implikasi tindakannya. Teori tindakan beralasan menyatakan sikap mempengaruhi perilaku melalui proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan. Jadi, berdasarkan teori tersebut, pegawai administrasi kontrak sebelum bertindak nyata dan pasti untuk mengambil keputusan keluar dari tempat kerjanya, terlebih dahulu akan menunjukkan niat atau keinginan (intensi) untuk keluar. Apabila intensi karyawan terhadap perilaku turnover tinggi, dan diikuti oleh ketidakpuasan kerja sebagai akibat keamanan kerja yang terancam dan mengkhawatirkan, maka yang bersangkutan cenderung untuk melakukan turnover yang sebenarnya.
Turnover intention merupakan gambaran tentang pandangan dan evaluasi pekerjaan seseorang sebagai pertanda awal terjadinya turnover serta menentukan kelangsungan hubungan dengan organisasi, tetapi
Hubungan keamanan kerja dan kepuasan kerja dilandasi dengan teori kontrak psikologis. Kontrak psikologis merupakan kesepakatan tidak tertulis antara individu karyawan dengan organisasi dalam merinci apa yang diharapkan oleh masing-masing pihak untuk diberikan dan diterima (Ivancevich, 2006:165). Dalam teori tersebut dinyatakan bahwa kesepakatan implisit ini berfokus pada pertukaran yang melibatkan kepuasan kerja. Kepuasan kerja karyawan akan terjadi apabila apa yang diharapkan terpenuhi, tetapi ketika harapan tidak terpenuhi akan memicu ketidakpuasan.
Ketidakpuasan kerja sering diidentifikasi sebagai suatu alasan penting yang menyebabkan karyawan meninggalkan pekerjaan, sehingga berdampak langsung pada turnover intention karyawan. Tingkat kepuasan kerja yang semakin tinggi akan menurunkan maksud karyawan meninggalkan organisasi (Nahusoma dkk, 2004). Hal ini senada dengan pendapat Robinson dan Aprila (2005); Randhawa (2007); Salleh (2012); Islam (2012); Mahdi, (2012); Luthans (2006:246); dan (Ardana, dkk, 2012:148) bahwa kepuasan kerja mempunyai hubungan negatif dengan turnover intention atau keinginan karyawan untuk pindah pekerjaan. Jika seseorang merasa tidak puas, langkah yang seharusnya dilakukan adalah menelusuri sumber ketidakpuasan seperti pengawasan yang lemah, kondisi kerja yang buruk, kompensasi yang tidak adil, kurangnya kesempatan untuk maju, konflik pribadi di antara pekerja, dan kurangnya keamanan kerja (Wexley & Yukl, 1992:156). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tingkat keamanan kerja yang rendah berdampak pada ketidakpuasan kerja yang dapat memicu niat karyawan untuk keluar dari perusahaan tempatnya bekerja.
Turnover pegawai sangat penting, baik bagi individu maupun perusahaan atau organisasi, karena dari sudut pandang individu, turnover menimbulkan konsekuensi positif dan negatif. Dikatakan menimbulkan konsekuensi positif, keputusan pegawai berhenti bekerja adalah sebagai usaha meningkatkan karir dan menghendaki keamanan kerja yang lebih pasti dalam situasi yang berubah di masa depan. Sementara itu, konsekuensi negatifnya tampak dari risiko yang dihadapi pegawai untuk kehilangan pekerjaan ketika belum mampu menemukan atau memperoleh tempat kerja yang sesuai dengan kompetensi dan keinginannya.
Dari sudut pandang organisasi, turnover pegawai berkaitan dengan meningkatnya biaya penarikan, seleksi, serta pelatihan dan pengembangan (Riyanto, 2008; Sumarto, 2009). Dengan mengetahui
turnover pegawai dari kedua sudut pandang tersebut, pimpinan dapat memahami dan mengelola turnover pegawai. Artinya, jika terjadi turnover pegawai dalam organisasi, pimpinan tidak sekedar merekrut pegawai baru untuk mengganti pegawai yang keluar, namun harus juga mengkaji dampaknya pada perkembangan kinerja organisasi secara keseluruhan.
Sebelum benar-benar keluar dari tempat kerjanya, seringkali pegawai menunjukkan sikap dan perilaku yang mengindikasikan (menunjukkan gejala) keinginan berpindah (turnover intention). Gejala ini tidak dapat diukur secara langsung, namun muncul melalui intensi, yang oleh Moorhead dan Griffin (2013:70) didefinisi sebagai salah satu komponen sikap yang memandu perilaku seseorang yang tidak selalu terwujud dalam tindakan nyata. Intensi merupakan fungsi dari dua determinan dasar, yaitu sikap individu terhadap perilaku dan persepsi individu terhadap tekanan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku (Azwar, 1995:11).
Turnover intention menunjukkan sebatas keinginan atau niat karyawan untuk keluar. Turnover intention tidak muncul begitu saja secara tiba-tiba, melainkan timbul melalui norma-norma subjektif individu, sikap, dan perilaku yang muncul secara terencana dan atas kemauan sendiri, sesuai dengan teori tindakan beralasan yang dikemukakan Fishbein dan Ajzen (dalam Azwar, 1995:11). Teori ini berkaitan dengan tindakan beralasan yang mencoba melihat anteseden pembentuk perilaku volisional atau perilaku yang dilakukan atas kemauan sendiri. Asumsinya, manusia melakukan sesuatu dengan cara yang masuk akal, mempertimbangkan semua informasi yang ada, dan secara eksplisit atau implisit memperhitungkan implikasi tindakannya. Teori tindakan beralasan menyatakan sikap mempengaruhi perilaku melalui proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan. Jadi, berdasarkan teori tersebut, pegawai administrasi kontrak sebelum bertindak nyata dan pasti untuk mengambil keputusan keluar dari tempat kerjanya, terlebih dahulu akan menunjukkan niat atau keinginan (intensi) untuk keluar. Apabila intensi karyawan terhadap perilaku turnover tinggi, dan diikuti oleh ketidakpuasan kerja sebagai akibat keamanan kerja yang terancam dan mengkhawatirkan, maka yang bersangkutan cenderung untuk melakukan turnover yang sebenarnya.
Turnover intention merupakan gambaran tentang pandangan dan evaluasi pekerjaan seseorang sebagai pertanda awal terjadinya turnover serta menentukan kelangsungan hubungan dengan organisasi, tetapi
Hubungan keamanan kerja dan kepuasan kerja dilandasi dengan teori kontrak psikologis. Kontrak psikologis merupakan kesepakatan tidak tertulis antara individu karyawan dengan organisasi dalam merinci apa yang diharapkan oleh masing-masing pihak untuk diberikan dan diterima (Ivancevich, 2006:165). Dalam teori tersebut dinyatakan bahwa kesepakatan implisit ini berfokus pada pertukaran yang melibatkan kepuasan kerja. Kepuasan kerja karyawan akan terjadi apabila apa yang diharapkan terpenuhi, tetapi ketika harapan tidak terpenuhi akan memicu ketidakpuasan.
Ketidakpuasan kerja sering diidentifikasi sebagai suatu alasan penting yang menyebabkan karyawan meninggalkan pekerjaan, sehingga berdampak langsung pada turnover intention karyawan. Tingkat kepuasan kerja yang semakin tinggi akan menurunkan maksud karyawan meninggalkan organisasi (Nahusoma dkk, 2004). Hal ini senada dengan pendapat Robinson dan Aprila (2005); Randhawa (2007); Salleh (2012); Islam (2012); Mahdi, (2012); Luthans (2006:246); dan (Ardana, dkk, 2012:148) bahwa kepuasan kerja mempunyai hubungan negatif dengan turnover intention atau keinginan karyawan untuk pindah pekerjaan. Jika seseorang merasa tidak puas, langkah yang seharusnya dilakukan adalah menelusuri sumber ketidakpuasan seperti pengawasan yang lemah, kondisi kerja yang buruk, kompensasi yang tidak adil, kurangnya kesempatan untuk maju, konflik pribadi di antara pekerja, dan kurangnya keamanan kerja (Wexley & Yukl, 1992:156). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tingkat keamanan kerja yang rendah berdampak pada ketidakpuasan kerja yang dapat memicu niat karyawan untuk keluar dari perusahaan tempatnya bekerja.
Turnover pegawai sangat penting, baik bagi individu maupun perusahaan atau organisasi, karena dari sudut pandang individu, turnover menimbulkan konsekuensi positif dan negatif. Dikatakan menimbulkan konsekuensi positif, keputusan pegawai berhenti bekerja adalah sebagai usaha meningkatkan karir dan menghendaki keamanan kerja yang lebih pasti dalam situasi yang berubah di masa depan. Sementara itu, konsekuensi negatifnya tampak dari risiko yang dihadapi pegawai untuk kehilangan pekerjaan ketika belum mampu menemukan atau memperoleh tempat kerja yang sesuai dengan kompetensi dan keinginannya.
Dari sudut pandang organisasi, turnover pegawai berkaitan dengan meningkatnya biaya penarikan, seleksi, serta pelatihan dan pengembangan (Riyanto, 2008; Sumarto, 2009). Dengan mengetahui
turnover pegawai dari kedua sudut pandang tersebut, pimpinan dapat memahami dan mengelola turnover pegawai. Artinya, jika terjadi turnover pegawai dalam organisasi, pimpinan tidak sekedar merekrut pegawai baru untuk mengganti pegawai yang keluar, namun harus juga mengkaji dampaknya pada perkembangan kinerja organisasi secara keseluruhan.
Sebelum benar-benar keluar dari tempat kerjanya, seringkali pegawai menunjukkan sikap dan perilaku yang mengindikasikan (menunjukkan gejala) keinginan berpindah (turnover intention). Gejala ini tidak dapat diukur secara langsung, namun muncul melalui intensi, yang oleh Moorhead dan Griffin (2013:70) didefinisi sebagai salah satu komponen sikap yang memandu perilaku seseorang yang tidak selalu terwujud dalam tindakan nyata. Intensi merupakan fungsi dari dua determinan dasar, yaitu sikap individu terhadap perilaku dan persepsi individu terhadap tekanan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku (Azwar, 1995:11).
Turnover intention menunjukkan sebatas keinginan atau niat karyawan untuk keluar. Turnover intention tidak muncul begitu saja secara tiba-tiba, melainkan timbul melalui norma-norma subjektif individu, sikap, dan perilaku yang muncul secara terencana dan atas kemauan sendiri, sesuai dengan teori tindakan beralasan yang dikemukakan Fishbein dan Ajzen (dalam Azwar, 1995:11). Teori ini berkaitan dengan tindakan beralasan yang mencoba melihat anteseden pembentuk perilaku volisional atau perilaku yang dilakukan atas kemauan sendiri. Asumsinya, manusia melakukan sesuatu dengan cara yang masuk akal, mempertimbangkan semua informasi yang ada, dan secara eksplisit atau implisit memperhitungkan implikasi tindakannya. Teori tindakan beralasan menyatakan sikap mempengaruhi perilaku melalui proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan. Jadi, berdasarkan teori tersebut, pegawai administrasi kontrak sebelum bertindak nyata dan pasti untuk mengambil keputusan keluar dari tempat kerjanya, terlebih dahulu akan menunjukkan niat atau keinginan (intensi) untuk keluar. Apabila intensi karyawan terhadap perilaku turnover tinggi, dan diikuti oleh ketidakpuasan kerja sebagai akibat keamanan kerja yang terancam dan mengkhawatirkan, maka yang bersangkutan cenderung untuk melakukan turnover yang sebenarnya.
Turnover intention merupakan gambaran tentang pandangan dan evaluasi pekerjaan seseorang sebagai pertanda awal terjadinya turnover serta menentukan kelangsungan hubungan dengan organisasi, tetapi
Hubungan keamanan kerja dan kepuasan kerja dilandasi dengan teori kontrak psikologis. Kontrak psikologis merupakan kesepakatan tidak tertulis antara individu karyawan dengan organisasi dalam merinci apa yang diharapkan oleh masing-masing pihak untuk diberikan dan diterima (Ivancevich, 2006:165). Dalam teori tersebut dinyatakan bahwa kesepakatan implisit ini berfokus pada pertukaran yang melibatkan kepuasan kerja. Kepuasan kerja karyawan akan terjadi apabila apa yang diharapkan terpenuhi, tetapi ketika harapan tidak terpenuhi akan memicu ketidakpuasan.
Ketidakpuasan kerja sering diidentifikasi sebagai suatu alasan penting yang menyebabkan karyawan meninggalkan pekerjaan, sehingga berdampak langsung pada turnover intention karyawan. Tingkat kepuasan kerja yang semakin tinggi akan menurunkan maksud karyawan meninggalkan organisasi (Nahusoma dkk, 2004). Hal ini senada dengan pendapat Robinson dan Aprila (2005); Randhawa (2007); Salleh (2012); Islam (2012); Mahdi, (2012); Luthans (2006:246); dan (Ardana, dkk, 2012:148) bahwa kepuasan kerja mempunyai hubungan negatif dengan turnover intention atau keinginan karyawan untuk pindah pekerjaan. Jika seseorang merasa tidak puas, langkah yang seharusnya dilakukan adalah menelusuri sumber ketidakpuasan seperti pengawasan yang lemah, kondisi kerja yang buruk, kompensasi yang tidak adil, kurangnya kesempatan untuk maju, konflik pribadi di antara pekerja, dan kurangnya keamanan kerja (Wexley & Yukl, 1992:156). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tingkat keamanan kerja yang rendah berdampak pada ketidakpuasan kerja yang dapat memicu niat karyawan untuk keluar dari perusahaan tempatnya bekerja.
Turnover pegawai sangat penting, baik bagi individu maupun perusahaan atau organisasi, karena dari sudut pandang individu, turnover menimbulkan konsekuensi positif dan negatif. Dikatakan menimbulkan konsekuensi positif, keputusan pegawai berhenti bekerja adalah sebagai usaha meningkatkan karir dan menghendaki keamanan kerja yang lebih pasti dalam situasi yang berubah di masa depan. Sementara itu, konsekuensi negatifnya tampak dari risiko yang dihadapi pegawai untuk kehilangan pekerjaan ketika belum mampu menemukan atau memperoleh tempat kerja yang sesuai dengan kompetensi dan keinginannya.
Dari sudut pandang organisasi, turnover pegawai berkaitan dengan meningkatnya biaya penarikan, seleksi, serta pelatihan dan pengembangan (Riyanto, 2008; Sumarto, 2009). Dengan mengetahui
turnover pegawai dari kedua sudut pandang tersebut, pimpinan dapat memahami dan mengelola turnover pegawai. Artinya, jika terjadi turnover pegawai dalam organisasi, pimpinan tidak sekedar merekrut pegawai baru untuk mengganti pegawai yang keluar, namun harus juga mengkaji dampaknya pada perkembangan kinerja organisasi secara keseluruhan.
Sebelum benar-benar keluar dari tempat kerjanya, seringkali pegawai menunjukkan sikap dan perilaku yang mengindikasikan (menunjukkan gejala) keinginan berpindah (turnover intention). Gejala ini tidak dapat diukur secara langsung, namun muncul melalui intensi, yang oleh Moorhead dan Griffin (2013:70) didefinisi sebagai salah satu komponen sikap yang memandu perilaku seseorang yang tidak selalu terwujud dalam tindakan nyata. Intensi merupakan fungsi dari dua determinan dasar, yaitu sikap individu terhadap perilaku dan persepsi individu terhadap tekanan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku (Azwar, 1995:11).
Turnover intention menunjukkan sebatas keinginan atau niat karyawan untuk keluar. Turnover intention tidak muncul begitu saja secara tiba-tiba, melainkan timbul melalui norma-norma subjektif individu, sikap, dan perilaku yang muncul secara terencana dan atas kemauan sendiri, sesuai dengan teori tindakan beralasan yang dikemukakan Fishbein dan Ajzen (dalam Azwar, 1995:11). Teori ini berkaitan dengan tindakan beralasan yang mencoba melihat anteseden pembentuk perilaku volisional atau perilaku yang dilakukan atas kemauan sendiri. Asumsinya, manusia melakukan sesuatu dengan cara yang masuk akal, mempertimbangkan semua informasi yang ada, dan secara eksplisit atau implisit memperhitungkan implikasi tindakannya. Teori tindakan beralasan menyatakan sikap mempengaruhi perilaku melalui proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan. Jadi, berdasarkan teori tersebut, pegawai administrasi kontrak sebelum bertindak nyata dan pasti untuk mengambil keputusan keluar dari tempat kerjanya, terlebih dahulu akan menunjukkan niat atau keinginan (intensi) untuk keluar. Apabila intensi karyawan terhadap perilaku turnover tinggi, dan diikuti oleh ketidakpuasan kerja sebagai akibat keamanan kerja yang terancam dan mengkhawatirkan, maka yang bersangkutan cenderung untuk melakukan turnover yang sebenarnya.
Turnover intention merupakan gambaran tentang pandangan dan evaluasi pekerjaan seseorang sebagai pertanda awal terjadinya turnover serta menentukan kelangsungan hubungan dengan organisasi, tetapi
Hubungan keamanan kerja dan kepuasan kerja dilandasi dengan teori kontrak psikologis. Kontrak psikologis merupakan kesepakatan tidak tertulis antara individu karyawan dengan organisasi dalam merinci apa yang diharapkan oleh masing-masing pihak untuk diberikan dan diterima (Ivancevich, 2006:165). Dalam teori tersebut dinyatakan bahwa kesepakatan implisit ini berfokus pada pertukaran yang melibatkan kepuasan kerja. Kepuasan kerja karyawan akan terjadi apabila apa yang diharapkan terpenuhi, tetapi ketika harapan tidak terpenuhi akan memicu ketidakpuasan.
Ketidakpuasan kerja sering diidentifikasi sebagai suatu alasan penting yang menyebabkan karyawan meninggalkan pekerjaan, sehingga berdampak langsung pada turnover intention karyawan. Tingkat kepuasan kerja yang semakin tinggi akan menurunkan maksud karyawan meninggalkan organisasi (Nahusoma dkk, 2004). Hal ini senada dengan pendapat Robinson dan Aprila (2005); Randhawa (2007); Salleh (2012); Islam (2012); Mahdi, (2012); Luthans (2006:246); dan (Ardana, dkk, 2012:148) bahwa kepuasan kerja mempunyai hubungan negatif dengan turnover intention atau keinginan karyawan untuk pindah pekerjaan. Jika seseorang merasa tidak puas, langkah yang seharusnya dilakukan adalah menelusuri sumber ketidakpuasan seperti pengawasan yang lemah, kondisi kerja yang buruk, kompensasi yang tidak adil, kurangnya kesempatan untuk maju, konflik pribadi di antara pekerja, dan kurangnya keamanan kerja (Wexley & Yukl, 1992:156). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tingkat keamanan kerja yang rendah berdampak pada ketidakpuasan kerja yang dapat memicu niat karyawan untuk keluar dari perusahaan tempatnya bekerja.
Turnover pegawai sangat penting, baik bagi individu maupun perusahaan atau organisasi, karena dari sudut pandang individu, turnover menimbulkan konsekuensi positif dan negatif. Dikatakan menimbulkan konsekuensi positif, keputusan pegawai berhenti bekerja adalah sebagai usaha meningkatkan karir dan menghendaki keamanan kerja yang lebih pasti dalam situasi yang berubah di masa depan. Sementara itu, konsekuensi negatifnya tampak dari risiko yang dihadapi pegawai untuk kehilangan pekerjaan ketika belum mampu menemukan atau memperoleh tempat kerja yang sesuai dengan kompetensi dan keinginannya.
Dari sudut pandang organisasi, turnover pegawai berkaitan dengan meningkatnya biaya penarikan, seleksi, serta pelatihan dan pengembangan (Riyanto, 2008; Sumarto, 2009). Dengan mengetahui
turnover pegawai dari kedua sudut pandang tersebut, pimpinan dapat memahami dan mengelola turnover pegawai. Artinya, jika terjadi turnover pegawai dalam organisasi, pimpinan tidak sekedar merekrut pegawai baru untuk mengganti pegawai yang keluar, namun harus juga mengkaji dampaknya pada perkembangan kinerja organisasi secara keseluruhan.
Sebelum benar-benar keluar dari tempat kerjanya, seringkali pegawai menunjukkan sikap dan perilaku yang mengindikasikan (menunjukkan gejala) keinginan berpindah (turnover intention). Gejala ini tidak dapat diukur secara langsung, namun muncul melalui intensi, yang oleh Moorhead dan Griffin (2013:70) didefinisi sebagai salah satu komponen sikap yang memandu perilaku seseorang yang tidak selalu terwujud dalam tindakan nyata. Intensi merupakan fungsi dari dua determinan dasar, yaitu sikap individu terhadap perilaku dan persepsi individu terhadap tekanan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku (Azwar, 1995:11).
Turnover intention menunjukkan sebatas keinginan atau niat karyawan untuk keluar. Turnover intention tidak muncul begitu saja secara tiba-tiba, melainkan timbul melalui norma-norma subjektif individu, sikap, dan perilaku yang muncul secara terencana dan atas kemauan sendiri, sesuai dengan teori tindakan beralasan yang dikemukakan Fishbein dan Ajzen (dalam Azwar, 1995:11). Teori ini berkaitan dengan tindakan beralasan yang mencoba melihat anteseden pembentuk perilaku volisional atau perilaku yang dilakukan atas kemauan sendiri. Asumsinya, manusia melakukan sesuatu dengan cara yang masuk akal, mempertimbangkan semua informasi yang ada, dan secara eksplisit atau implisit memperhitungkan implikasi tindakannya. Teori tindakan beralasan menyatakan sikap mempengaruhi perilaku melalui proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan. Jadi, berdasarkan teori tersebut, pegawai administrasi kontrak sebelum bertindak nyata dan pasti untuk mengambil keputusan keluar dari tempat kerjanya, terlebih dahulu akan menunjukkan niat atau keinginan (intensi) untuk keluar. Apabila intensi karyawan terhadap perilaku turnover tinggi, dan diikuti oleh ketidakpuasan kerja sebagai akibat keamanan kerja yang terancam dan mengkhawatirkan, maka yang bersangkutan cenderung untuk melakukan turnover yang sebenarnya.
Turnover intention merupakan gambaran tentang pandangan dan evaluasi pekerjaan seseorang sebagai pertanda awal terjadinya turnover serta menentukan kelangsungan hubungan dengan organisasi, tetapi
Hubungan keamanan kerja dan kepuasan kerja dilandasi dengan teori kontrak psikologis. Kontrak psikologis merupakan kesepakatan tidak tertulis antara individu karyawan dengan organisasi dalam merinci apa yang diharapkan oleh masing-masing pihak untuk diberikan dan diterima (Ivancevich, 2006:165). Dalam teori tersebut dinyatakan bahwa kesepakatan implisit ini berfokus pada pertukaran yang melibatkan kepuasan kerja. Kepuasan kerja karyawan akan terjadi apabila apa yang diharapkan terpenuhi, tetapi ketika harapan tidak terpenuhi akan memicu ketidakpuasan.
Ketidakpuasan kerja sering diidentifikasi sebagai suatu alasan penting yang menyebabkan karyawan meninggalkan pekerjaan, sehingga berdampak langsung pada turnover intention karyawan. Tingkat kepuasan kerja yang semakin tinggi akan menurunkan maksud karyawan meninggalkan organisasi (Nahusoma dkk, 2004). Hal ini senada dengan pendapat Robinson dan Aprila (2005); Randhawa (2007); Salleh (2012); Islam (2012); Mahdi, (2012); Luthans (2006:246); dan (Ardana, dkk, 2012:148) bahwa kepuasan kerja mempunyai hubungan negatif dengan turnover intention atau keinginan karyawan untuk pindah pekerjaan. Jika seseorang merasa tidak puas, langkah yang seharusnya dilakukan adalah menelusuri sumber ketidakpuasan seperti pengawasan yang lemah, kondisi kerja yang buruk, kompensasi yang tidak adil, kurangnya kesempatan untuk maju, konflik pribadi di antara pekerja, dan kurangnya keamanan kerja (Wexley & Yukl, 1992:156). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tingkat keamanan kerja yang rendah berdampak pada ketidakpuasan kerja yang dapat memicu niat karyawan untuk keluar dari perusahaan tempatnya bekerja.
Turnover pegawai sangat penting, baik bagi individu maupun perusahaan atau organisasi, karena dari sudut pandang individu, turnover menimbulkan konsekuensi positif dan negatif. Dikatakan menimbulkan konsekuensi positif, keputusan pegawai berhenti bekerja adalah sebagai usaha meningkatkan karir dan menghendaki keamanan kerja yang lebih pasti dalam situasi yang berubah di masa depan. Sementara itu, konsekuensi negatifnya tampak dari risiko yang dihadapi pegawai untuk kehilangan pekerjaan ketika belum mampu menemukan atau memperoleh tempat kerja yang sesuai dengan kompetensi dan keinginannya.
Dari sudut pandang organisasi, turnover pegawai berkaitan dengan meningkatnya biaya penarikan, seleksi, serta pelatihan dan pengembangan (Riyanto, 2008; Sumarto, 2009). Dengan mengetahui
turnover pegawai dari kedua sudut pandang tersebut, pimpinan dapat memahami dan mengelola turnover pegawai. Artinya, jika terjadi turnover pegawai dalam organisasi, pimpinan tidak sekedar merekrut pegawai baru untuk mengganti pegawai yang keluar, namun harus juga mengkaji dampaknya pada perkembangan kinerja organisasi secara keseluruhan.
Sebelum benar-benar keluar dari tempat kerjanya, seringkali pegawai menunjukkan sikap dan perilaku yang mengindikasikan (menunjukkan gejala) keinginan berpindah (turnover intention). Gejala ini tidak dapat diukur secara langsung, namun muncul melalui intensi, yang oleh Moorhead dan Griffin (2013:70) didefinisi sebagai salah satu komponen sikap yang memandu perilaku seseorang yang tidak selalu terwujud dalam tindakan nyata. Intensi merupakan fungsi dari dua determinan dasar, yaitu sikap individu terhadap perilaku dan persepsi individu terhadap tekanan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku (Azwar, 1995:11).
Turnover intention menunjukkan sebatas keinginan atau niat karyawan untuk keluar. Turnover intention tidak muncul begitu saja secara tiba-tiba, melainkan timbul melalui norma-norma subjektif individu, sikap, dan perilaku yang muncul secara terencana dan atas kemauan sendiri, sesuai dengan teori tindakan beralasan yang dikemukakan Fishbein dan Ajzen (dalam Azwar, 1995:11). Teori ini berkaitan dengan tindakan beralasan yang mencoba melihat anteseden pembentuk perilaku volisional atau perilaku yang dilakukan atas kemauan sendiri. Asumsinya, manusia melakukan sesuatu dengan cara yang masuk akal, mempertimbangkan semua informasi yang ada, dan secara eksplisit atau implisit memperhitungkan implikasi tindakannya. Teori tindakan beralasan menyatakan sikap mempengaruhi perilaku melalui proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan. Jadi, berdasarkan teori tersebut, pegawai administrasi kontrak sebelum bertindak nyata dan pasti untuk mengambil keputusan keluar dari tempat kerjanya, terlebih dahulu akan menunjukkan niat atau keinginan (intensi) untuk keluar. Apabila intensi karyawan terhadap perilaku turnover tinggi, dan diikuti oleh ketidakpuasan kerja sebagai akibat keamanan kerja yang terancam dan mengkhawatirkan, maka yang bersangkutan cenderung untuk melakukan turnover yang sebenarnya.
Turnover intention merupakan gambaran tentang pandangan dan evaluasi pekerjaan seseorang sebagai pertanda awal terjadinya turnover serta menentukan kelangsungan hubungan dengan organisasi, tetapi
Hubungan keamanan kerja dan kepuasan kerja dilandasi dengan teori kontrak psikologis. Kontrak psikologis merupakan kesepakatan tidak tertulis antara individu karyawan dengan organisasi dalam merinci apa yang diharapkan oleh masing-masing pihak untuk diberikan dan diterima (Ivancevich, 2006:165). Dalam teori tersebut dinyatakan bahwa kesepakatan implisit ini berfokus pada pertukaran yang melibatkan kepuasan kerja. Kepuasan kerja karyawan akan terjadi apabila apa yang diharapkan terpenuhi, tetapi ketika harapan tidak terpenuhi akan memicu ketidakpuasan.
Ketidakpuasan kerja sering diidentifikasi sebagai suatu alasan penting yang menyebabkan karyawan meninggalkan pekerjaan, sehingga berdampak langsung pada turnover intention karyawan. Tingkat kepuasan kerja yang semakin tinggi akan menurunkan maksud karyawan meninggalkan organisasi (Nahusoma dkk, 2004). Hal ini senada dengan pendapat Robinson dan Aprila (2005); Randhawa (2007); Salleh (2012); Islam (2012); Mahdi, (2012); Luthans (2006:246); dan (Ardana, dkk, 2012:148) bahwa kepuasan kerja mempunyai hubungan negatif dengan turnover intention atau keinginan karyawan untuk pindah pekerjaan. Jika seseorang merasa tidak puas, langkah yang seharusnya dilakukan adalah menelusuri sumber ketidakpuasan seperti pengawasan yang lemah, kondisi kerja yang buruk, kompensasi yang tidak adil, kurangnya kesempatan untuk maju, konflik pribadi di antara pekerja, dan kurangnya keamanan kerja (Wexley & Yukl, 1992:156). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tingkat keamanan kerja yang rendah berdampak pada ketidakpuasan kerja yang dapat memicu niat karyawan untuk keluar dari perusahaan tempatnya bekerja.
Turnover pegawai sangat penting, baik bagi individu maupun perusahaan atau organisasi, karena dari sudut pandang individu, turnover menimbulkan konsekuensi positif dan negatif. Dikatakan menimbulkan konsekuensi positif, keputusan pegawai berhenti bekerja adalah sebagai usaha meningkatkan karir dan menghendaki keamanan kerja yang lebih pasti dalam situasi yang berubah di masa depan. Sementara itu, konsekuensi negatifnya tampak dari risiko yang dihadapi pegawai untuk kehilangan pekerjaan ketika belum mampu menemukan atau memperoleh tempat kerja yang sesuai dengan kompetensi dan keinginannya.
Dari sudut pandang organisasi, turnover pegawai berkaitan dengan meningkatnya biaya penarikan, seleksi, serta pelatihan dan pengembangan (Riyanto, 2008; Sumarto, 2009). Dengan mengetahui
turnover pegawai dari kedua sudut pandang tersebut, pimpinan dapat memahami dan mengelola turnover pegawai. Artinya, jika terjadi turnover pegawai dalam organisasi, pimpinan tidak sekedar merekrut pegawai baru untuk mengganti pegawai yang keluar, namun harus juga mengkaji dampaknya pada perkembangan kinerja organisasi secara keseluruhan.
Sebelum benar-benar keluar dari tempat kerjanya, seringkali pegawai menunjukkan sikap dan perilaku yang mengindikasikan (menunjukkan gejala) keinginan berpindah (turnover intention). Gejala ini tidak dapat diukur secara langsung, namun muncul melalui intensi, yang oleh Moorhead dan Griffin (2013:70) didefinisi sebagai salah satu komponen sikap yang memandu perilaku seseorang yang tidak selalu terwujud dalam tindakan nyata. Intensi merupakan fungsi dari dua determinan dasar, yaitu sikap individu terhadap perilaku dan persepsi individu terhadap tekanan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku (Azwar, 1995:11).
Turnover intention menunjukkan sebatas keinginan atau niat karyawan untuk keluar. Turnover intention tidak muncul begitu saja secara tiba-tiba, melainkan timbul melalui norma-norma subjektif individu, sikap, dan perilaku yang muncul secara terencana dan atas kemauan sendiri, sesuai dengan teori tindakan beralasan yang dikemukakan Fishbein dan Ajzen (dalam Azwar, 1995:11). Teori ini berkaitan dengan tindakan beralasan yang mencoba melihat anteseden pembentuk perilaku volisional atau perilaku yang dilakukan atas kemauan sendiri. Asumsinya, manusia melakukan sesuatu dengan cara yang masuk akal, mempertimbangkan semua informasi yang ada, dan secara eksplisit atau implisit memperhitungkan implikasi tindakannya. Teori tindakan beralasan menyatakan sikap mempengaruhi perilaku melalui proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan. Jadi, berdasarkan teori tersebut, pegawai administrasi kontrak sebelum bertindak nyata dan pasti untuk mengambil keputusan keluar dari tempat kerjanya, terlebih dahulu akan menunjukkan niat atau keinginan (intensi) untuk keluar. Apabila intensi karyawan terhadap perilaku turnover tinggi, dan diikuti oleh ketidakpuasan kerja sebagai akibat keamanan kerja yang terancam dan mengkhawatirkan, maka yang bersangkutan cenderung untuk melakukan turnover yang sebenarnya.
Turnover intention merupakan gambaran tentang pandangan dan evaluasi pekerjaan seseorang sebagai pertanda awal terjadinya turnover serta menentukan kelangsungan hubungan dengan organisasi, tetapi
Hubungan keamanan kerja dan kepuasan kerja dilandasi dengan teori kontrak psikologis. Kontrak psikologis merupakan kesepakatan tidak tertulis antara individu karyawan dengan organisasi dalam merinci apa yang diharapkan oleh masing-masing pihak untuk diberikan dan diterima (Ivancevich, 2006:165). Dalam teori tersebut dinyatakan bahwa kesepakatan implisit ini berfokus pada pertukaran yang melibatkan kepuasan kerja. Kepuasan kerja karyawan akan terjadi apabila apa yang diharapkan terpenuhi, tetapi ketika harapan tidak terpenuhi akan memicu ketidakpuasan.
Ketidakpuasan kerja sering diidentifikasi sebagai suatu alasan penting yang menyebabkan karyawan meninggalkan pekerjaan, sehingga berdampak langsung pada turnover intention karyawan. Tingkat kepuasan kerja yang semakin tinggi akan menurunkan maksud karyawan meninggalkan organisasi (Nahusoma dkk, 2004). Hal ini senada dengan pendapat Robinson dan Aprila (2005); Randhawa (2007); Salleh (2012); Islam (2012); Mahdi, (2012); Luthans (2006:246); dan (Ardana, dkk, 2012:148) bahwa kepuasan kerja mempunyai hubungan negatif dengan turnover intention atau keinginan karyawan untuk pindah pekerjaan. Jika seseorang merasa tidak puas, langkah yang seharusnya dilakukan adalah menelusuri sumber ketidakpuasan seperti pengawasan yang lemah, kondisi kerja yang buruk, kompensasi yang tidak adil, kurangnya kesempatan untuk maju, konflik pribadi di antara pekerja, dan kurangnya keamanan kerja (Wexley & Yukl, 1992:156). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tingkat keamanan kerja yang rendah berdampak pada ketidakpuasan kerja yang dapat memicu niat karyawan untuk keluar dari perusahaan tempatnya bekerja.
Turnover pegawai sangat penting, baik bagi individu maupun perusahaan atau organisasi, karena dari sudut pandang individu, turnover menimbulkan konsekuensi positif dan negatif. Dikatakan menimbulkan konsekuensi positif, keputusan pegawai berhenti bekerja adalah sebagai usaha meningkatkan karir dan menghendaki keamanan kerja yang lebih pasti dalam situasi yang berubah di masa depan. Sementara itu, konsekuensi negatifnya tampak dari risiko yang dihadapi pegawai untuk kehilangan pekerjaan ketika belum mampu menemukan atau memperoleh tempat kerja yang sesuai dengan kompetensi dan keinginannya.
Dari sudut pandang organisasi, turnover pegawai berkaitan dengan meningkatnya biaya penarikan, seleksi, serta pelatihan dan pengembangan (Riyanto, 2008; Sumarto, 2009). Dengan mengetahui
turnover pegawai dari kedua sudut pandang tersebut, pimpinan dapat memahami dan mengelola turnover pegawai. Artinya, jika terjadi turnover pegawai dalam organisasi, pimpinan tidak sekedar merekrut pegawai baru untuk mengganti pegawai yang keluar, namun harus juga mengkaji dampaknya pada perkembangan kinerja organisasi secara keseluruhan.
Sebelum benar-benar keluar dari tempat kerjanya, seringkali pegawai menunjukkan sikap dan perilaku yang mengindikasikan (menunjukkan gejala) keinginan berpindah (turnover intention). Gejala ini tidak dapat diukur secara langsung, namun muncul melalui intensi, yang oleh Moorhead dan Griffin (2013:70) didefinisi sebagai salah satu komponen sikap yang memandu perilaku seseorang yang tidak selalu terwujud dalam tindakan nyata. Intensi merupakan fungsi dari dua determinan dasar, yaitu sikap individu terhadap perilaku dan persepsi individu terhadap tekanan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku (Azwar, 1995:11).
Turnover intention menunjukkan sebatas keinginan atau niat karyawan untuk keluar. Turnover intention tidak muncul begitu saja secara tiba-tiba, melainkan timbul melalui norma-norma subjektif individu, sikap, dan perilaku yang muncul secara terencana dan atas kemauan sendiri, sesuai dengan teori tindakan beralasan yang dikemukakan Fishbein dan Ajzen (dalam Azwar, 1995:11). Teori ini berkaitan dengan tindakan beralasan yang mencoba melihat anteseden pembentuk perilaku volisional atau perilaku yang dilakukan atas kemauan sendiri. Asumsinya, manusia melakukan sesuatu dengan cara yang masuk akal, mempertimbangkan semua informasi yang ada, dan secara eksplisit atau implisit memperhitungkan implikasi tindakannya. Teori tindakan beralasan menyatakan sikap mempengaruhi perilaku melalui proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan. Jadi, berdasarkan teori tersebut, pegawai administrasi kontrak sebelum bertindak nyata dan pasti untuk mengambil keputusan keluar dari tempat kerjanya, terlebih dahulu akan menunjukkan niat atau keinginan (intensi) untuk keluar. Apabila intensi karyawan terhadap perilaku turnover tinggi, dan diikuti oleh ketidakpuasan kerja sebagai akibat keamanan kerja yang terancam dan mengkhawatirkan, maka yang bersangkutan cenderung untuk melakukan turnover yang sebenarnya.
Turnover intention merupakan gambaran tentang pandangan dan evaluasi pekerjaan seseorang sebagai pertanda awal terjadinya turnover serta menentukan kelangsungan hubungan dengan organisasi, tetapi
Hubungan keamanan kerja dan kepuasan kerja dilandasi dengan teori kontrak psikologis. Kontrak psikologis merupakan kesepakatan tidak tertulis antara individu karyawan dengan organisasi dalam merinci apa yang diharapkan oleh masing-masing pihak untuk diberikan dan diterima (Ivancevich, 2006:165). Dalam teori tersebut dinyatakan bahwa kesepakatan implisit ini berfokus pada pertukaran yang melibatkan kepuasan kerja. Kepuasan kerja karyawan akan terjadi apabila apa yang diharapkan terpenuhi, tetapi ketika harapan tidak terpenuhi akan memicu ketidakpuasan.
Ketidakpuasan kerja sering diidentifikasi sebagai suatu alasan penting yang menyebabkan karyawan meninggalkan pekerjaan, sehingga berdampak langsung pada turnover intention karyawan. Tingkat kepuasan kerja yang semakin tinggi akan menurunkan maksud karyawan meninggalkan organisasi (Nahusoma dkk, 2004). Hal ini senada dengan pendapat Robinson dan Aprila (2005); Randhawa (2007); Salleh (2012); Islam (2012); Mahdi, (2012); Luthans (2006:246); dan (Ardana, dkk, 2012:148) bahwa kepuasan kerja mempunyai hubungan negatif dengan turnover intention atau keinginan karyawan untuk pindah pekerjaan. Jika seseorang merasa tidak puas, langkah yang seharusnya dilakukan adalah menelusuri sumber ketidakpuasan seperti pengawasan yang lemah, kondisi kerja yang buruk, kompensasi yang tidak adil, kurangnya kesempatan untuk maju, konflik pribadi di antara pekerja, dan kurangnya keamanan kerja (Wexley & Yukl, 1992:156). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tingkat keamanan kerja yang rendah berdampak pada ketidakpuasan kerja yang dapat memicu niat karyawan untuk keluar dari perusahaan tempatnya bekerja.
Turnover pegawai sangat penting, baik bagi individu maupun perusahaan atau organisasi, karena dari sudut pandang individu, turnover menimbulkan konsekuensi positif dan negatif. Dikatakan menimbulkan konsekuensi positif, keputusan pegawai berhenti bekerja adalah sebagai usaha meningkatkan karir dan menghendaki keamanan kerja yang lebih pasti dalam situasi yang berubah di masa depan. Sementara itu, konsekuensi negatifnya tampak dari risiko yang dihadapi pegawai untuk kehilangan pekerjaan ketika belum mampu menemukan atau memperoleh tempat kerja yang sesuai dengan kompetensi dan keinginannya.
Dari sudut pandang organisasi, turnover pegawai berkaitan dengan meningkatnya biaya penarikan, seleksi, serta pelatihan dan pengembangan (Riyanto, 2008; Sumarto, 2009). Dengan mengetahui
turnover pegawai dari kedua sudut pandang tersebut, pimpinan dapat memahami dan mengelola turnover pegawai. Artinya, jika terjadi turnover pegawai dalam organisasi, pimpinan tidak sekedar merekrut pegawai baru untuk mengganti pegawai yang keluar, namun harus juga mengkaji dampaknya pada perkembangan kinerja organisasi secara keseluruhan.
Sebelum benar-benar keluar dari tempat kerjanya, seringkali pegawai menunjukkan sikap dan perilaku yang mengindikasikan (menunjukkan gejala) keinginan berpindah (turnover intention). Gejala ini tidak dapat diukur secara langsung, namun muncul melalui intensi, yang oleh Moorhead dan Griffin (2013:70) didefinisi sebagai salah satu komponen sikap yang memandu perilaku seseorang yang tidak selalu terwujud dalam tindakan nyata. Intensi merupakan fungsi dari dua determinan dasar, yaitu sikap individu terhadap perilaku dan persepsi individu terhadap tekanan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku (Azwar, 1995:11).
Turnover intention menunjukkan sebatas keinginan atau niat karyawan untuk keluar. Turnover intention tidak muncul begitu saja secara tiba-tiba, melainkan timbul melalui norma-norma subjektif individu, sikap, dan perilaku yang muncul secara terencana dan atas kemauan sendiri, sesuai dengan teori tindakan beralasan yang dikemukakan Fishbein dan Ajzen (dalam Azwar, 1995:11). Teori ini berkaitan dengan tindakan beralasan yang mencoba melihat anteseden pembentuk perilaku volisional atau perilaku yang dilakukan atas kemauan sendiri. Asumsinya, manusia melakukan sesuatu dengan cara yang masuk akal, mempertimbangkan semua informasi yang ada, dan secara eksplisit atau implisit memperhitungkan implikasi tindakannya. Teori tindakan beralasan menyatakan sikap mempengaruhi perilaku melalui proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan. Jadi, berdasarkan teori tersebut, pegawai administrasi kontrak sebelum bertindak nyata dan pasti untuk mengambil keputusan keluar dari tempat kerjanya, terlebih dahulu akan menunjukkan niat atau keinginan (intensi) untuk keluar. Apabila intensi karyawan terhadap perilaku turnover tinggi, dan diikuti oleh ketidakpuasan kerja sebagai akibat keamanan kerja yang terancam dan mengkhawatirkan, maka yang bersangkutan cenderung untuk melakukan turnover yang sebenarnya.
Turnover intention merupakan gambaran tentang pandangan dan evaluasi pekerjaan seseorang sebagai pertanda awal terjadinya turnover serta menentukan kelangsungan hubungan dengan organisasi, tetapi
Hubungan keamanan kerja dan kepuasan kerja dilandasi dengan teori kontrak psikologis. Kontrak psikologis merupakan kesepakatan tidak tertulis antara individu karyawan dengan organisasi dalam merinci apa yang diharapkan oleh masing-masing pihak untuk diberikan dan diterima (Ivancevich, 2006:165). Dalam teori tersebut dinyatakan bahwa kesepakatan implisit ini berfokus pada pertukaran yang melibatkan kepuasan kerja. Kepuasan kerja karyawan akan terjadi apabila apa yang diharapkan terpenuhi, tetapi ketika harapan tidak terpenuhi akan memicu ketidakpuasan.
Ketidakpuasan kerja sering diidentifikasi sebagai suatu alasan penting yang menyebabkan karyawan meninggalkan pekerjaan, sehingga berdampak langsung pada turnover intention karyawan. Tingkat kepuasan kerja yang semakin tinggi akan menurunkan maksud karyawan meninggalkan organisasi (Nahusoma dkk, 2004). Hal ini senada dengan pendapat Robinson dan Aprila (2005); Randhawa (2007); Salleh (2012); Islam (2012); Mahdi, (2012); Luthans (2006:246); dan (Ardana, dkk, 2012:148) bahwa kepuasan kerja mempunyai hubungan negatif dengan turnover intention atau keinginan karyawan untuk pindah pekerjaan. Jika seseorang merasa tidak puas, langkah yang seharusnya dilakukan adalah menelusuri sumber ketidakpuasan seperti pengawasan yang lemah, kondisi kerja yang buruk, kompensasi yang tidak adil, kurangnya kesempatan untuk maju, konflik pribadi di antara pekerja, dan kurangnya keamanan kerja (Wexley & Yukl, 1992:156). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tingkat keamanan kerja yang rendah berdampak pada ketidakpuasan kerja yang dapat memicu niat karyawan untuk keluar dari perusahaan tempatnya bekerja.
Turnover pegawai sangat penting, baik bagi individu maupun perusahaan atau organisasi, karena dari sudut pandang individu, turnover menimbulkan konsekuensi positif dan negatif. Dikatakan menimbulkan konsekuensi positif, keputusan pegawai berhenti bekerja adalah sebagai usaha meningkatkan karir dan menghendaki keamanan kerja yang lebih pasti dalam situasi yang berubah di masa depan. Sementara itu, konsekuensi negatifnya tampak dari risiko yang dihadapi pegawai untuk kehilangan pekerjaan ketika belum mampu menemukan atau memperoleh tempat kerja yang sesuai dengan kompetensi dan keinginannya.
Dari sudut pandang organisasi, turnover pegawai berkaitan dengan meningkatnya biaya penarikan, seleksi, serta pelatihan dan pengembangan (Riyanto, 2008; Sumarto, 2009). Dengan mengetahui
turnover pegawai dari kedua sudut pandang tersebut, pimpinan dapat memahami dan mengelola turnover pegawai. Artinya, jika terjadi turnover pegawai dalam organisasi, pimpinan tidak sekedar merekrut pegawai baru untuk mengganti pegawai yang keluar, namun harus juga mengkaji dampaknya pada perkembangan kinerja organisasi secara keseluruhan.
Sebelum benar-benar keluar dari tempat kerjanya, seringkali pegawai menunjukkan sikap dan perilaku yang mengindikasikan (menunjukkan gejala) keinginan berpindah (turnover intention). Gejala ini tidak dapat diukur secara langsung, namun muncul melalui intensi, yang oleh Moorhead dan Griffin (2013:70) didefinisi sebagai salah satu komponen sikap yang memandu perilaku seseorang yang tidak selalu terwujud dalam tindakan nyata. Intensi merupakan fungsi dari dua determinan dasar, yaitu sikap individu terhadap perilaku dan persepsi individu terhadap tekanan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku (Azwar, 1995:11).
Turnover intention menunjukkan sebatas keinginan atau niat karyawan untuk keluar. Turnover intention tidak muncul begitu saja secara tiba-tiba, melainkan timbul melalui norma-norma subjektif individu, sikap, dan perilaku yang muncul secara terencana dan atas kemauan sendiri, sesuai dengan teori tindakan beralasan yang dikemukakan Fishbein dan Ajzen (dalam Azwar, 1995:11). Teori ini berkaitan dengan tindakan beralasan yang mencoba melihat anteseden pembentuk perilaku volisional atau perilaku yang dilakukan atas kemauan sendiri. Asumsinya, manusia melakukan sesuatu dengan cara yang masuk akal, mempertimbangkan semua informasi yang ada, dan secara eksplisit atau implisit memperhitungkan implikasi tindakannya. Teori tindakan beralasan menyatakan sikap mempengaruhi perilaku melalui proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan. Jadi, berdasarkan teori tersebut, pegawai administrasi kontrak sebelum bertindak nyata dan pasti untuk mengambil keputusan keluar dari tempat kerjanya, terlebih dahulu akan menunjukkan niat atau keinginan (intensi) untuk keluar. Apabila intensi karyawan terhadap perilaku turnover tinggi, dan diikuti oleh ketidakpuasan kerja sebagai akibat keamanan kerja yang terancam dan mengkhawatirkan, maka yang bersangkutan cenderung untuk melakukan turnover yang sebenarnya.
Turnover intention merupakan gambaran tentang pandangan dan evaluasi pekerjaan seseorang sebagai pertanda awal terjadinya turnover serta menentukan kelangsungan hubungan dengan organisasi, tetapi
Hubungan keamanan kerja dan kepuasan kerja dilandasi dengan teori kontrak psikologis. Kontrak psikologis merupakan kesepakatan tidak tertulis antara individu karyawan dengan organisasi dalam merinci apa yang diharapkan oleh masing-masing pihak untuk diberikan dan diterima (Ivancevich, 2006:165). Dalam teori tersebut dinyatakan bahwa kesepakatan implisit ini berfokus pada pertukaran yang melibatkan kepuasan kerja. Kepuasan kerja karyawan akan terjadi apabila apa yang diharapkan terpenuhi, tetapi ketika harapan tidak terpenuhi akan memicu ketidakpuasan.
Ketidakpuasan kerja sering diidentifikasi sebagai suatu alasan penting yang menyebabkan karyawan meninggalkan pekerjaan, sehingga berdampak langsung pada turnover intention karyawan. Tingkat kepuasan kerja yang semakin tinggi akan menurunkan maksud karyawan meninggalkan organisasi (Nahusoma dkk, 2004). Hal ini senada dengan pendapat Robinson dan Aprila (2005); Randhawa (2007); Salleh (2012); Islam (2012); Mahdi, (2012); Luthans (2006:246); dan (Ardana, dkk, 2012:148) bahwa kepuasan kerja mempunyai hubungan negatif dengan turnover intention atau keinginan karyawan untuk pindah pekerjaan. Jika seseorang merasa tidak puas, langkah yang seharusnya dilakukan adalah menelusuri sumber ketidakpuasan seperti pengawasan yang lemah, kondisi kerja yang buruk, kompensasi yang tidak adil, kurangnya kesempatan untuk maju, konflik pribadi di antara pekerja, dan kurangnya keamanan kerja (Wexley & Yukl, 1992:156). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tingkat keamanan kerja yang rendah berdampak pada ketidakpuasan kerja yang dapat memicu niat karyawan untuk keluar dari perusahaan tempatnya bekerja.
Turnover pegawai sangat penting, baik bagi individu maupun perusahaan atau organisasi, karena dari sudut pandang individu, turnover menimbulkan konsekuensi positif dan negatif. Dikatakan menimbulkan konsekuensi positif, keputusan pegawai berhenti bekerja adalah sebagai usaha meningkatkan karir dan menghendaki keamanan kerja yang lebih pasti dalam situasi yang berubah di masa depan. Sementara itu, konsekuensi negatifnya tampak dari risiko yang dihadapi pegawai untuk kehilangan pekerjaan ketika belum mampu menemukan atau memperoleh tempat kerja yang sesuai dengan kompetensi dan keinginannya.
Dari sudut pandang organisasi, turnover pegawai berkaitan dengan meningkatnya biaya penarikan, seleksi, serta pelatihan dan pengembangan (Riyanto, 2008; Sumarto, 2009). Dengan mengetahui
turnover pegawai dari kedua sudut pandang tersebut, pimpinan dapat memahami dan mengelola turnover pegawai. Artinya, jika terjadi turnover pegawai dalam organisasi, pimpinan tidak sekedar merekrut pegawai baru untuk mengganti pegawai yang keluar, namun harus juga mengkaji dampaknya pada perkembangan kinerja organisasi secara keseluruhan.
Sebelum benar-benar keluar dari tempat kerjanya, seringkali pegawai menunjukkan sikap dan perilaku yang mengindikasikan (menunjukkan gejala) keinginan berpindah (turnover intention). Gejala ini tidak dapat diukur secara langsung, namun muncul melalui intensi, yang oleh Moorhead dan Griffin (2013:70) didefinisi sebagai salah satu komponen sikap yang memandu perilaku seseorang yang tidak selalu terwujud dalam tindakan nyata. Intensi merupakan fungsi dari dua determinan dasar, yaitu sikap individu terhadap perilaku dan persepsi individu terhadap tekanan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku (Azwar, 1995:11).
Turnover intention menunjukkan sebatas keinginan atau niat karyawan untuk keluar. Turnover intention tidak muncul begitu saja secara tiba-tiba, melainkan timbul melalui norma-norma subjektif individu, sikap, dan perilaku yang muncul secara terencana dan atas kemauan sendiri, sesuai dengan teori tindakan beralasan yang dikemukakan Fishbein dan Ajzen (dalam Azwar, 1995:11). Teori ini berkaitan dengan tindakan beralasan yang mencoba melihat anteseden pembentuk perilaku volisional atau perilaku yang dilakukan atas kemauan sendiri. Asumsinya, manusia melakukan sesuatu dengan cara yang masuk akal, mempertimbangkan semua informasi yang ada, dan secara eksplisit atau implisit memperhitungkan implikasi tindakannya. Teori tindakan beralasan menyatakan sikap mempengaruhi perilaku melalui proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan. Jadi, berdasarkan teori tersebut, pegawai administrasi kontrak sebelum bertindak nyata dan pasti untuk mengambil keputusan keluar dari tempat kerjanya, terlebih dahulu akan menunjukkan niat atau keinginan (intensi) untuk keluar. Apabila intensi karyawan terhadap perilaku turnover tinggi, dan diikuti oleh ketidakpuasan kerja sebagai akibat keamanan kerja yang terancam dan mengkhawatirkan, maka yang bersangkutan cenderung untuk melakukan turnover yang sebenarnya.
Turnover intention merupakan gambaran tentang pandangan dan evaluasi pekerjaan seseorang sebagai pertanda awal terjadinya turnover serta menentukan kelangsungan hubungan dengan organisasi, tetapi
Hubungan keamanan kerja dan kepuasan kerja dilandasi dengan teori kontrak psikologis. Kontrak psikologis merupakan kesepakatan tidak tertulis antara individu karyawan dengan organisasi dalam merinci apa yang diharapkan oleh masing-masing pihak untuk diberikan dan diterima (Ivancevich, 2006:165). Dalam teori tersebut dinyatakan bahwa kesepakatan implisit ini berfokus pada pertukaran yang melibatkan kepuasan kerja. Kepuasan kerja karyawan akan terjadi apabila apa yang diharapkan terpenuhi, tetapi ketika harapan tidak terpenuhi akan memicu ketidakpuasan.
Ketidakpuasan kerja sering diidentifikasi sebagai suatu alasan penting yang menyebabkan karyawan meninggalkan pekerjaan, sehingga berdampak langsung pada turnover intention karyawan. Tingkat kepuasan kerja yang semakin tinggi akan menurunkan maksud karyawan meninggalkan organisasi (Nahusoma dkk, 2004). Hal ini senada dengan pendapat Robinson dan Aprila (2005); Randhawa (2007); Salleh (2012); Islam (2012); Mahdi, (2012); Luthans (2006:246); dan (Ardana, dkk, 2012:148) bahwa kepuasan kerja mempunyai hubungan negatif dengan turnover intention atau keinginan karyawan untuk pindah pekerjaan. Jika seseorang merasa tidak puas, langkah yang seharusnya dilakukan adalah menelusuri sumber ketidakpuasan seperti pengawasan yang lemah, kondisi kerja yang buruk, kompensasi yang tidak adil, kurangnya kesempatan untuk maju, konflik pribadi di antara pekerja, dan kurangnya keamanan kerja (Wexley & Yukl, 1992:156). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tingkat keamanan kerja yang rendah berdampak pada ketidakpuasan kerja yang dapat memicu niat karyawan untuk keluar dari perusahaan tempatnya bekerja.
Turnover pegawai sangat penting, baik bagi individu maupun perusahaan atau organisasi, karena dari sudut pandang individu, turnover menimbulkan konsekuensi positif dan negatif. Dikatakan menimbulkan konsekuensi positif, keputusan pegawai berhenti bekerja adalah sebagai usaha meningkatkan karir dan menghendaki keamanan kerja yang lebih pasti dalam situasi yang berubah di masa depan. Sementara itu, konsekuensi negatifnya tampak dari risiko yang dihadapi pegawai untuk kehilangan pekerjaan ketika belum mampu menemukan atau memperoleh tempat kerja yang sesuai dengan kompetensi dan keinginannya.
Dari sudut pandang organisasi, turnover pegawai berkaitan dengan meningkatnya biaya penarikan, seleksi, serta pelatihan dan pengembangan (Riyanto, 2008; Sumarto, 2009). Dengan mengetahui
turnover pegawai dari kedua sudut pandang tersebut, pimpinan dapat memahami dan mengelola turnover pegawai. Artinya, jika terjadi turnover pegawai dalam organisasi, pimpinan tidak sekedar merekrut pegawai baru untuk mengganti pegawai yang keluar, namun harus juga mengkaji dampaknya pada perkembangan kinerja organisasi secara keseluruhan.
Sebelum benar-benar keluar dari tempat kerjanya, seringkali pegawai menunjukkan sikap dan perilaku yang mengindikasikan (menunjukkan gejala) keinginan berpindah (turnover intention). Gejala ini tidak dapat diukur secara langsung, namun muncul melalui intensi, yang oleh Moorhead dan Griffin (2013:70) didefinisi sebagai salah satu komponen sikap yang memandu perilaku seseorang yang tidak selalu terwujud dalam tindakan nyata. Intensi merupakan fungsi dari dua determinan dasar, yaitu sikap individu terhadap perilaku dan persepsi individu terhadap tekanan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku (Azwar, 1995:11).
Turnover intention menunjukkan sebatas keinginan atau niat karyawan untuk keluar. Turnover intention tidak muncul begitu saja secara tiba-tiba, melainkan timbul melalui norma-norma subjektif individu, sikap, dan perilaku yang muncul secara terencana dan atas kemauan sendiri, sesuai dengan teori tindakan beralasan yang dikemukakan Fishbein dan Ajzen (dalam Azwar, 1995:11). Teori ini berkaitan dengan tindakan beralasan yang mencoba melihat anteseden pembentuk perilaku volisional atau perilaku yang dilakukan atas kemauan sendiri. Asumsinya, manusia melakukan sesuatu dengan cara yang masuk akal, mempertimbangkan semua informasi yang ada, dan secara eksplisit atau implisit memperhitungkan implikasi tindakannya. Teori tindakan beralasan menyatakan sikap mempengaruhi perilaku melalui proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan. Jadi, berdasarkan teori tersebut, pegawai administrasi kontrak sebelum bertindak nyata dan pasti untuk mengambil keputusan keluar dari tempat kerjanya, terlebih dahulu akan menunjukkan niat atau keinginan (intensi) untuk keluar. Apabila intensi karyawan terhadap perilaku turnover tinggi, dan diikuti oleh ketidakpuasan kerja sebagai akibat keamanan kerja yang terancam dan mengkhawatirkan, maka yang bersangkutan cenderung untuk melakukan turnover yang sebenarnya.
Turnover intention merupakan gambaran tentang pandangan dan evaluasi pekerjaan seseorang sebagai pertanda awal terjadinya turnover serta menentukan kelangsungan hubungan dengan organisasi, tetapi
belum terwujud meninggalkan organisasi (Mobley, 1979; Nahusoma dkk, 2004; Rohman, 2009). Turnover intention timbul dari pemikiran meninggalkan perusahaan untuk mencari alternatif pekerjaan yang lebih baik (Faslah, 2010), yang akan berakibat pada karyawan yang kompeten di bidangnya meninggalkan perusahaan (Yuliasia, 2012). Karyawan yang keluar merupakan kendala bagi perusahaan dan posisinya harus digantikan (Mathis & Jackson, 2006:125), dan perusahaan mengalami kerugian ketika mengeluarkan biaya tambahan untuk mencari pengganti karyawan yang keluar atau berhenti (Foon et al., 2010), sehingga akan mengganggu stabilitas perusahaan (Moorhead & Griffin, 2013:77).
Turnover yang tinggi, berarti sering terjadi pergantian karyawan, tentu menimbulkan kerugian yang berdampak pada ketidakpastian dan ketidakstabilan tenaga kerja (Witasari, 2009). Kondisi ini dapat menghancurkan perusahaan secara langsung atau tidak langsung (Stephanie, 2013). Turnover intention yang tinggi terjadi sebagai akibat situasi keamanan kerja yang tidak menjamin kepastian kerja dan kepuasan kerja karyawan. Ardana, dkk (2012:54) juga berpendapat bahwa karyawan mempunyai keinginan berpindah atau meninggalkan perusahaan karena ketidakpuasan dalam bekerja yang disebabkan oleh keamanan kerja yang tidak terjamin, di mana karyawan setiap saat bisa dikeluarkan atau diberhentikan dari perusahaan. Hal ini sejalan dengan temuan Kawedar dan Lubis (2009) serta Nurhidayanti dan Gunadi (2009) yang menggunakan kepuasan kerja sebagai variabel pemediasi pada hubungan antara keamanan kerja dan turnover intention. Utami (2009) juga mengemukakan bahwa ketidakamanan kerja yang semakin tinggi menyebabkan rendahnya kepuasan kerja yang kemudian berdampak pada tingginya keinginan berpindah kerja. Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh temuan Wijaya (2010) yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh job insecurity yang signifikan secara tidak langsung pada intention to quit melalui kepuasan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja muncul sebagai variabel pemediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Fenomena ini dapat dialami oleh semua pihak, tidak terkecuali pegawai di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yang berjumlah 127 orang, di mana 99 orang (77,95 persen) adalah pegawai kontrak. Dari 99 orang pegawai kontrak tersebut, 56 orang bertugas di bagian administrasi, yang membutuhkan keamanan dan kenyamanan kerja karena berdampak pada kepuasan terhadap pekerjaan
dan tempat kerjanya. Pegawai yang merasa tidak aman dan tidak puas terhadap pekerjaannya, cenderung mengevaluasi hubungan kerja yang diwujudkan dengan turnover intention.
Pegawai administrasi kontrak Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang keluar dalam kurun waktu lima tahun, persentasenya relatif rendah, yakni sekitar dua persen. Alasan yang dikemukakan adalah berharap untuk memperoleh pekerjaan yang lebih menjamin kehidupan masa depannya, yakni sebagai pegawai negeri sipil, pegawai bank pemerintah atau bank swasta, serta pegawai perusahaan swasta. Selain itu, hasil wawancara terhadap pegawai menunjukkan bahwa hampir 75 persen pegawai kontrak mengungkapkan keinginan keluar dilandasi oleh keamanan kerja yang kurang terkarena setiap saat bisa kehilangan pekerjaan sebagai akibat kontrak kerja tidak diperpanjang. Hal ini secara tidak langsung berdampak kepada kepuasan kerjanya. Jadi, turnover intention tidak dapat dihindari dan tidak dapat dianggap sebagai masalah kecil yang justru berdampak pada citra organisasi. Menurut Dawley dkk (2010) (dalam Stephanie, 2013), akan lebih baik apabila dapat diketahui faktor penyebab munculnya turnover intention karena akan dapat dicarikan jalan pemecahan untuk menurunkankannya.
Studi tentang turnover intention telah banyak dilakukan, terutama pada karyawan outsourcing yang bekerja di perusahaan swasta. Namun, yang menarik diteliti adalah apakah fenomena tersebut juga terjadi pada pegawai administrasi kontrak di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana sebagai lembaga pendidikan tinggi yang mempunyai tanggung jawab untuk membangun dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Berdasarkan beberapa kajian teori dan hasil penelitian yang telah dipaparkan, terdapat beberapa pokok masalah yang hendak dijawab dalam penelitian ini. Pertama, apakah keamanan kerja berpengaruh pada turnover intention; kedua, apakah keamanan kerja berpengaruh pada kepuasan kerja; ketiga, apakah kepuasan kerja berpengaruh pada turnover intention; dan keempat, apakah kepuasan kerja berperan sebagai variabel pemediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Selanjutnya, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: pertama, menguji pengaruh keamanan kerja pada turnover intention; kedua, menguji pengaruh keamanan kerja pada kepuasan kerja; ketiga, menguji pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention; dan keempat, menguji peran pemediasian kepuasan kerja pada pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
belum terwujud meninggalkan organisasi (Mobley, 1979; Nahusoma dkk, 2004; Rohman, 2009). Turnover intention timbul dari pemikiran meninggalkan perusahaan untuk mencari alternatif pekerjaan yang lebih baik (Faslah, 2010), yang akan berakibat pada karyawan yang kompeten di bidangnya meninggalkan perusahaan (Yuliasia, 2012). Karyawan yang keluar merupakan kendala bagi perusahaan dan posisinya harus digantikan (Mathis & Jackson, 2006:125), dan perusahaan mengalami kerugian ketika mengeluarkan biaya tambahan untuk mencari pengganti karyawan yang keluar atau berhenti (Foon et al., 2010), sehingga akan mengganggu stabilitas perusahaan (Moorhead & Griffin, 2013:77).
Turnover yang tinggi, berarti sering terjadi pergantian karyawan, tentu menimbulkan kerugian yang berdampak pada ketidakpastian dan ketidakstabilan tenaga kerja (Witasari, 2009). Kondisi ini dapat menghancurkan perusahaan secara langsung atau tidak langsung (Stephanie, 2013). Turnover intention yang tinggi terjadi sebagai akibat situasi keamanan kerja yang tidak menjamin kepastian kerja dan kepuasan kerja karyawan. Ardana, dkk (2012:54) juga berpendapat bahwa karyawan mempunyai keinginan berpindah atau meninggalkan perusahaan karena ketidakpuasan dalam bekerja yang disebabkan oleh keamanan kerja yang tidak terjamin, di mana karyawan setiap saat bisa dikeluarkan atau diberhentikan dari perusahaan. Hal ini sejalan dengan temuan Kawedar dan Lubis (2009) serta Nurhidayanti dan Gunadi (2009) yang menggunakan kepuasan kerja sebagai variabel pemediasi pada hubungan antara keamanan kerja dan turnover intention. Utami (2009) juga mengemukakan bahwa ketidakamanan kerja yang semakin tinggi menyebabkan rendahnya kepuasan kerja yang kemudian berdampak pada tingginya keinginan berpindah kerja. Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh temuan Wijaya (2010) yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh job insecurity yang signifikan secara tidak langsung pada intention to quit melalui kepuasan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja muncul sebagai variabel pemediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Fenomena ini dapat dialami oleh semua pihak, tidak terkecuali pegawai di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yang berjumlah 127 orang, di mana 99 orang (77,95 persen) adalah pegawai kontrak. Dari 99 orang pegawai kontrak tersebut, 56 orang bertugas di bagian administrasi, yang membutuhkan keamanan dan kenyamanan kerja karena berdampak pada kepuasan terhadap pekerjaan
dan tempat kerjanya. Pegawai yang merasa tidak aman dan tidak puas terhadap pekerjaannya, cenderung mengevaluasi hubungan kerja yang diwujudkan dengan turnover intention.
Pegawai administrasi kontrak Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang keluar dalam kurun waktu lima tahun, persentasenya relatif rendah, yakni sekitar dua persen. Alasan yang dikemukakan adalah berharap untuk memperoleh pekerjaan yang lebih menjamin kehidupan masa depannya, yakni sebagai pegawai negeri sipil, pegawai bank pemerintah atau bank swasta, serta pegawai perusahaan swasta. Selain itu, hasil wawancara terhadap pegawai menunjukkan bahwa hampir 75 persen pegawai kontrak mengungkapkan keinginan keluar dilandasi oleh keamanan kerja yang kurang terkarena setiap saat bisa kehilangan pekerjaan sebagai akibat kontrak kerja tidak diperpanjang. Hal ini secara tidak langsung berdampak kepada kepuasan kerjanya. Jadi, turnover intention tidak dapat dihindari dan tidak dapat dianggap sebagai masalah kecil yang justru berdampak pada citra organisasi. Menurut Dawley dkk (2010) (dalam Stephanie, 2013), akan lebih baik apabila dapat diketahui faktor penyebab munculnya turnover intention karena akan dapat dicarikan jalan pemecahan untuk menurunkankannya.
Studi tentang turnover intention telah banyak dilakukan, terutama pada karyawan outsourcing yang bekerja di perusahaan swasta. Namun, yang menarik diteliti adalah apakah fenomena tersebut juga terjadi pada pegawai administrasi kontrak di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana sebagai lembaga pendidikan tinggi yang mempunyai tanggung jawab untuk membangun dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Berdasarkan beberapa kajian teori dan hasil penelitian yang telah dipaparkan, terdapat beberapa pokok masalah yang hendak dijawab dalam penelitian ini. Pertama, apakah keamanan kerja berpengaruh pada turnover intention; kedua, apakah keamanan kerja berpengaruh pada kepuasan kerja; ketiga, apakah kepuasan kerja berpengaruh pada turnover intention; dan keempat, apakah kepuasan kerja berperan sebagai variabel pemediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Selanjutnya, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: pertama, menguji pengaruh keamanan kerja pada turnover intention; kedua, menguji pengaruh keamanan kerja pada kepuasan kerja; ketiga, menguji pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention; dan keempat, menguji peran pemediasian kepuasan kerja pada pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
belum terwujud meninggalkan organisasi (Mobley, 1979; Nahusoma dkk, 2004; Rohman, 2009). Turnover intention timbul dari pemikiran meninggalkan perusahaan untuk mencari alternatif pekerjaan yang lebih baik (Faslah, 2010), yang akan berakibat pada karyawan yang kompeten di bidangnya meninggalkan perusahaan (Yuliasia, 2012). Karyawan yang keluar merupakan kendala bagi perusahaan dan posisinya harus digantikan (Mathis & Jackson, 2006:125), dan perusahaan mengalami kerugian ketika mengeluarkan biaya tambahan untuk mencari pengganti karyawan yang keluar atau berhenti (Foon et al., 2010), sehingga akan mengganggu stabilitas perusahaan (Moorhead & Griffin, 2013:77).
Turnover yang tinggi, berarti sering terjadi pergantian karyawan, tentu menimbulkan kerugian yang berdampak pada ketidakpastian dan ketidakstabilan tenaga kerja (Witasari, 2009). Kondisi ini dapat menghancurkan perusahaan secara langsung atau tidak langsung (Stephanie, 2013). Turnover intention yang tinggi terjadi sebagai akibat situasi keamanan kerja yang tidak menjamin kepastian kerja dan kepuasan kerja karyawan. Ardana, dkk (2012:54) juga berpendapat bahwa karyawan mempunyai keinginan berpindah atau meninggalkan perusahaan karena ketidakpuasan dalam bekerja yang disebabkan oleh keamanan kerja yang tidak terjamin, di mana karyawan setiap saat bisa dikeluarkan atau diberhentikan dari perusahaan. Hal ini sejalan dengan temuan Kawedar dan Lubis (2009) serta Nurhidayanti dan Gunadi (2009) yang menggunakan kepuasan kerja sebagai variabel pemediasi pada hubungan antara keamanan kerja dan turnover intention. Utami (2009) juga mengemukakan bahwa ketidakamanan kerja yang semakin tinggi menyebabkan rendahnya kepuasan kerja yang kemudian berdampak pada tingginya keinginan berpindah kerja. Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh temuan Wijaya (2010) yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh job insecurity yang signifikan secara tidak langsung pada intention to quit melalui kepuasan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja muncul sebagai variabel pemediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Fenomena ini dapat dialami oleh semua pihak, tidak terkecuali pegawai di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yang berjumlah 127 orang, di mana 99 orang (77,95 persen) adalah pegawai kontrak. Dari 99 orang pegawai kontrak tersebut, 56 orang bertugas di bagian administrasi, yang membutuhkan keamanan dan kenyamanan kerja karena berdampak pada kepuasan terhadap pekerjaan
dan tempat kerjanya. Pegawai yang merasa tidak aman dan tidak puas terhadap pekerjaannya, cenderung mengevaluasi hubungan kerja yang diwujudkan dengan turnover intention.
Pegawai administrasi kontrak Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang keluar dalam kurun waktu lima tahun, persentasenya relatif rendah, yakni sekitar dua persen. Alasan yang dikemukakan adalah berharap untuk memperoleh pekerjaan yang lebih menjamin kehidupan masa depannya, yakni sebagai pegawai negeri sipil, pegawai bank pemerintah atau bank swasta, serta pegawai perusahaan swasta. Selain itu, hasil wawancara terhadap pegawai menunjukkan bahwa hampir 75 persen pegawai kontrak mengungkapkan keinginan keluar dilandasi oleh keamanan kerja yang kurang terkarena setiap saat bisa kehilangan pekerjaan sebagai akibat kontrak kerja tidak diperpanjang. Hal ini secara tidak langsung berdampak kepada kepuasan kerjanya. Jadi, turnover intention tidak dapat dihindari dan tidak dapat dianggap sebagai masalah kecil yang justru berdampak pada citra organisasi. Menurut Dawley dkk (2010) (dalam Stephanie, 2013), akan lebih baik apabila dapat diketahui faktor penyebab munculnya turnover intention karena akan dapat dicarikan jalan pemecahan untuk menurunkankannya.
Studi tentang turnover intention telah banyak dilakukan, terutama pada karyawan outsourcing yang bekerja di perusahaan swasta. Namun, yang menarik diteliti adalah apakah fenomena tersebut juga terjadi pada pegawai administrasi kontrak di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana sebagai lembaga pendidikan tinggi yang mempunyai tanggung jawab untuk membangun dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Berdasarkan beberapa kajian teori dan hasil penelitian yang telah dipaparkan, terdapat beberapa pokok masalah yang hendak dijawab dalam penelitian ini. Pertama, apakah keamanan kerja berpengaruh pada turnover intention; kedua, apakah keamanan kerja berpengaruh pada kepuasan kerja; ketiga, apakah kepuasan kerja berpengaruh pada turnover intention; dan keempat, apakah kepuasan kerja berperan sebagai variabel pemediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Selanjutnya, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: pertama, menguji pengaruh keamanan kerja pada turnover intention; kedua, menguji pengaruh keamanan kerja pada kepuasan kerja; ketiga, menguji pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention; dan keempat, menguji peran pemediasian kepuasan kerja pada pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
belum terwujud meninggalkan organisasi (Mobley, 1979; Nahusoma dkk, 2004; Rohman, 2009). Turnover intention timbul dari pemikiran meninggalkan perusahaan untuk mencari alternatif pekerjaan yang lebih baik (Faslah, 2010), yang akan berakibat pada karyawan yang kompeten di bidangnya meninggalkan perusahaan (Yuliasia, 2012). Karyawan yang keluar merupakan kendala bagi perusahaan dan posisinya harus digantikan (Mathis & Jackson, 2006:125), dan perusahaan mengalami kerugian ketika mengeluarkan biaya tambahan untuk mencari pengganti karyawan yang keluar atau berhenti (Foon et al., 2010), sehingga akan mengganggu stabilitas perusahaan (Moorhead & Griffin, 2013:77).
Turnover yang tinggi, berarti sering terjadi pergantian karyawan, tentu menimbulkan kerugian yang berdampak pada ketidakpastian dan ketidakstabilan tenaga kerja (Witasari, 2009). Kondisi ini dapat menghancurkan perusahaan secara langsung atau tidak langsung (Stephanie, 2013). Turnover intention yang tinggi terjadi sebagai akibat situasi keamanan kerja yang tidak menjamin kepastian kerja dan kepuasan kerja karyawan. Ardana, dkk (2012:54) juga berpendapat bahwa karyawan mempunyai keinginan berpindah atau meninggalkan perusahaan karena ketidakpuasan dalam bekerja yang disebabkan oleh keamanan kerja yang tidak terjamin, di mana karyawan setiap saat bisa dikeluarkan atau diberhentikan dari perusahaan. Hal ini sejalan dengan temuan Kawedar dan Lubis (2009) serta Nurhidayanti dan Gunadi (2009) yang menggunakan kepuasan kerja sebagai variabel pemediasi pada hubungan antara keamanan kerja dan turnover intention. Utami (2009) juga mengemukakan bahwa ketidakamanan kerja yang semakin tinggi menyebabkan rendahnya kepuasan kerja yang kemudian berdampak pada tingginya keinginan berpindah kerja. Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh temuan Wijaya (2010) yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh job insecurity yang signifikan secara tidak langsung pada intention to quit melalui kepuasan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja muncul sebagai variabel pemediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Fenomena ini dapat dialami oleh semua pihak, tidak terkecuali pegawai di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yang berjumlah 127 orang, di mana 99 orang (77,95 persen) adalah pegawai kontrak. Dari 99 orang pegawai kontrak tersebut, 56 orang bertugas di bagian administrasi, yang membutuhkan keamanan dan kenyamanan kerja karena berdampak pada kepuasan terhadap pekerjaan
dan tempat kerjanya. Pegawai yang merasa tidak aman dan tidak puas terhadap pekerjaannya, cenderung mengevaluasi hubungan kerja yang diwujudkan dengan turnover intention.
Pegawai administrasi kontrak Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang keluar dalam kurun waktu lima tahun, persentasenya relatif rendah, yakni sekitar dua persen. Alasan yang dikemukakan adalah berharap untuk memperoleh pekerjaan yang lebih menjamin kehidupan masa depannya, yakni sebagai pegawai negeri sipil, pegawai bank pemerintah atau bank swasta, serta pegawai perusahaan swasta. Selain itu, hasil wawancara terhadap pegawai menunjukkan bahwa hampir 75 persen pegawai kontrak mengungkapkan keinginan keluar dilandasi oleh keamanan kerja yang kurang terkarena setiap saat bisa kehilangan pekerjaan sebagai akibat kontrak kerja tidak diperpanjang. Hal ini secara tidak langsung berdampak kepada kepuasan kerjanya. Jadi, turnover intention tidak dapat dihindari dan tidak dapat dianggap sebagai masalah kecil yang justru berdampak pada citra organisasi. Menurut Dawley dkk (2010) (dalam Stephanie, 2013), akan lebih baik apabila dapat diketahui faktor penyebab munculnya turnover intention karena akan dapat dicarikan jalan pemecahan untuk menurunkankannya.
Studi tentang turnover intention telah banyak dilakukan, terutama pada karyawan outsourcing yang bekerja di perusahaan swasta. Namun, yang menarik diteliti adalah apakah fenomena tersebut juga terjadi pada pegawai administrasi kontrak di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana sebagai lembaga pendidikan tinggi yang mempunyai tanggung jawab untuk membangun dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Berdasarkan beberapa kajian teori dan hasil penelitian yang telah dipaparkan, terdapat beberapa pokok masalah yang hendak dijawab dalam penelitian ini. Pertama, apakah keamanan kerja berpengaruh pada turnover intention; kedua, apakah keamanan kerja berpengaruh pada kepuasan kerja; ketiga, apakah kepuasan kerja berpengaruh pada turnover intention; dan keempat, apakah kepuasan kerja berperan sebagai variabel pemediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Selanjutnya, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: pertama, menguji pengaruh keamanan kerja pada turnover intention; kedua, menguji pengaruh keamanan kerja pada kepuasan kerja; ketiga, menguji pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention; dan keempat, menguji peran pemediasian kepuasan kerja pada pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
belum terwujud meninggalkan organisasi (Mobley, 1979; Nahusoma dkk, 2004; Rohman, 2009). Turnover intention timbul dari pemikiran meninggalkan perusahaan untuk mencari alternatif pekerjaan yang lebih baik (Faslah, 2010), yang akan berakibat pada karyawan yang kompeten di bidangnya meninggalkan perusahaan (Yuliasia, 2012). Karyawan yang keluar merupakan kendala bagi perusahaan dan posisinya harus digantikan (Mathis & Jackson, 2006:125), dan perusahaan mengalami kerugian ketika mengeluarkan biaya tambahan untuk mencari pengganti karyawan yang keluar atau berhenti (Foon et al., 2010), sehingga akan mengganggu stabilitas perusahaan (Moorhead & Griffin, 2013:77).
Turnover yang tinggi, berarti sering terjadi pergantian karyawan, tentu menimbulkan kerugian yang berdampak pada ketidakpastian dan ketidakstabilan tenaga kerja (Witasari, 2009). Kondisi ini dapat menghancurkan perusahaan secara langsung atau tidak langsung (Stephanie, 2013). Turnover intention yang tinggi terjadi sebagai akibat situasi keamanan kerja yang tidak menjamin kepastian kerja dan kepuasan kerja karyawan. Ardana, dkk (2012:54) juga berpendapat bahwa karyawan mempunyai keinginan berpindah atau meninggalkan perusahaan karena ketidakpuasan dalam bekerja yang disebabkan oleh keamanan kerja yang tidak terjamin, di mana karyawan setiap saat bisa dikeluarkan atau diberhentikan dari perusahaan. Hal ini sejalan dengan temuan Kawedar dan Lubis (2009) serta Nurhidayanti dan Gunadi (2009) yang menggunakan kepuasan kerja sebagai variabel pemediasi pada hubungan antara keamanan kerja dan turnover intention. Utami (2009) juga mengemukakan bahwa ketidakamanan kerja yang semakin tinggi menyebabkan rendahnya kepuasan kerja yang kemudian berdampak pada tingginya keinginan berpindah kerja. Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh temuan Wijaya (2010) yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh job insecurity yang signifikan secara tidak langsung pada intention to quit melalui kepuasan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja muncul sebagai variabel pemediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Fenomena ini dapat dialami oleh semua pihak, tidak terkecuali pegawai di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yang berjumlah 127 orang, di mana 99 orang (77,95 persen) adalah pegawai kontrak. Dari 99 orang pegawai kontrak tersebut, 56 orang bertugas di bagian administrasi, yang membutuhkan keamanan dan kenyamanan kerja karena berdampak pada kepuasan terhadap pekerjaan
dan tempat kerjanya. Pegawai yang merasa tidak aman dan tidak puas terhadap pekerjaannya, cenderung mengevaluasi hubungan kerja yang diwujudkan dengan turnover intention.
Pegawai administrasi kontrak Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang keluar dalam kurun waktu lima tahun, persentasenya relatif rendah, yakni sekitar dua persen. Alasan yang dikemukakan adalah berharap untuk memperoleh pekerjaan yang lebih menjamin kehidupan masa depannya, yakni sebagai pegawai negeri sipil, pegawai bank pemerintah atau bank swasta, serta pegawai perusahaan swasta. Selain itu, hasil wawancara terhadap pegawai menunjukkan bahwa hampir 75 persen pegawai kontrak mengungkapkan keinginan keluar dilandasi oleh keamanan kerja yang kurang terkarena setiap saat bisa kehilangan pekerjaan sebagai akibat kontrak kerja tidak diperpanjang. Hal ini secara tidak langsung berdampak kepada kepuasan kerjanya. Jadi, turnover intention tidak dapat dihindari dan tidak dapat dianggap sebagai masalah kecil yang justru berdampak pada citra organisasi. Menurut Dawley dkk (2010) (dalam Stephanie, 2013), akan lebih baik apabila dapat diketahui faktor penyebab munculnya turnover intention karena akan dapat dicarikan jalan pemecahan untuk menurunkankannya.
Studi tentang turnover intention telah banyak dilakukan, terutama pada karyawan outsourcing yang bekerja di perusahaan swasta. Namun, yang menarik diteliti adalah apakah fenomena tersebut juga terjadi pada pegawai administrasi kontrak di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana sebagai lembaga pendidikan tinggi yang mempunyai tanggung jawab untuk membangun dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Berdasarkan beberapa kajian teori dan hasil penelitian yang telah dipaparkan, terdapat beberapa pokok masalah yang hendak dijawab dalam penelitian ini. Pertama, apakah keamanan kerja berpengaruh pada turnover intention; kedua, apakah keamanan kerja berpengaruh pada kepuasan kerja; ketiga, apakah kepuasan kerja berpengaruh pada turnover intention; dan keempat, apakah kepuasan kerja berperan sebagai variabel pemediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Selanjutnya, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: pertama, menguji pengaruh keamanan kerja pada turnover intention; kedua, menguji pengaruh keamanan kerja pada kepuasan kerja; ketiga, menguji pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention; dan keempat, menguji peran pemediasian kepuasan kerja pada pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
belum terwujud meninggalkan organisasi (Mobley, 1979; Nahusoma dkk, 2004; Rohman, 2009). Turnover intention timbul dari pemikiran meninggalkan perusahaan untuk mencari alternatif pekerjaan yang lebih baik (Faslah, 2010), yang akan berakibat pada karyawan yang kompeten di bidangnya meninggalkan perusahaan (Yuliasia, 2012). Karyawan yang keluar merupakan kendala bagi perusahaan dan posisinya harus digantikan (Mathis & Jackson, 2006:125), dan perusahaan mengalami kerugian ketika mengeluarkan biaya tambahan untuk mencari pengganti karyawan yang keluar atau berhenti (Foon et al., 2010), sehingga akan mengganggu stabilitas perusahaan (Moorhead & Griffin, 2013:77).
Turnover yang tinggi, berarti sering terjadi pergantian karyawan, tentu menimbulkan kerugian yang berdampak pada ketidakpastian dan ketidakstabilan tenaga kerja (Witasari, 2009). Kondisi ini dapat menghancurkan perusahaan secara langsung atau tidak langsung (Stephanie, 2013). Turnover intention yang tinggi terjadi sebagai akibat situasi keamanan kerja yang tidak menjamin kepastian kerja dan kepuasan kerja karyawan. Ardana, dkk (2012:54) juga berpendapat bahwa karyawan mempunyai keinginan berpindah atau meninggalkan perusahaan karena ketidakpuasan dalam bekerja yang disebabkan oleh keamanan kerja yang tidak terjamin, di mana karyawan setiap saat bisa dikeluarkan atau diberhentikan dari perusahaan. Hal ini sejalan dengan temuan Kawedar dan Lubis (2009) serta Nurhidayanti dan Gunadi (2009) yang menggunakan kepuasan kerja sebagai variabel pemediasi pada hubungan antara keamanan kerja dan turnover intention. Utami (2009) juga mengemukakan bahwa ketidakamanan kerja yang semakin tinggi menyebabkan rendahnya kepuasan kerja yang kemudian berdampak pada tingginya keinginan berpindah kerja. Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh temuan Wijaya (2010) yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh job insecurity yang signifikan secara tidak langsung pada intention to quit melalui kepuasan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja muncul sebagai variabel pemediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Fenomena ini dapat dialami oleh semua pihak, tidak terkecuali pegawai di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yang berjumlah 127 orang, di mana 99 orang (77,95 persen) adalah pegawai kontrak. Dari 99 orang pegawai kontrak tersebut, 56 orang bertugas di bagian administrasi, yang membutuhkan keamanan dan kenyamanan kerja karena berdampak pada kepuasan terhadap pekerjaan
dan tempat kerjanya. Pegawai yang merasa tidak aman dan tidak puas terhadap pekerjaannya, cenderung mengevaluasi hubungan kerja yang diwujudkan dengan turnover intention.
Pegawai administrasi kontrak Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang keluar dalam kurun waktu lima tahun, persentasenya relatif rendah, yakni sekitar dua persen. Alasan yang dikemukakan adalah berharap untuk memperoleh pekerjaan yang lebih menjamin kehidupan masa depannya, yakni sebagai pegawai negeri sipil, pegawai bank pemerintah atau bank swasta, serta pegawai perusahaan swasta. Selain itu, hasil wawancara terhadap pegawai menunjukkan bahwa hampir 75 persen pegawai kontrak mengungkapkan keinginan keluar dilandasi oleh keamanan kerja yang kurang terkarena setiap saat bisa kehilangan pekerjaan sebagai akibat kontrak kerja tidak diperpanjang. Hal ini secara tidak langsung berdampak kepada kepuasan kerjanya. Jadi, turnover intention tidak dapat dihindari dan tidak dapat dianggap sebagai masalah kecil yang justru berdampak pada citra organisasi. Menurut Dawley dkk (2010) (dalam Stephanie, 2013), akan lebih baik apabila dapat diketahui faktor penyebab munculnya turnover intention karena akan dapat dicarikan jalan pemecahan untuk menurunkankannya.
Studi tentang turnover intention telah banyak dilakukan, terutama pada karyawan outsourcing yang bekerja di perusahaan swasta. Namun, yang menarik diteliti adalah apakah fenomena tersebut juga terjadi pada pegawai administrasi kontrak di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana sebagai lembaga pendidikan tinggi yang mempunyai tanggung jawab untuk membangun dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Berdasarkan beberapa kajian teori dan hasil penelitian yang telah dipaparkan, terdapat beberapa pokok masalah yang hendak dijawab dalam penelitian ini. Pertama, apakah keamanan kerja berpengaruh pada turnover intention; kedua, apakah keamanan kerja berpengaruh pada kepuasan kerja; ketiga, apakah kepuasan kerja berpengaruh pada turnover intention; dan keempat, apakah kepuasan kerja berperan sebagai variabel pemediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Selanjutnya, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: pertama, menguji pengaruh keamanan kerja pada turnover intention; kedua, menguji pengaruh keamanan kerja pada kepuasan kerja; ketiga, menguji pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention; dan keempat, menguji peran pemediasian kepuasan kerja pada pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
belum terwujud meninggalkan organisasi (Mobley, 1979; Nahusoma dkk, 2004; Rohman, 2009). Turnover intention timbul dari pemikiran meninggalkan perusahaan untuk mencari alternatif pekerjaan yang lebih baik (Faslah, 2010), yang akan berakibat pada karyawan yang kompeten di bidangnya meninggalkan perusahaan (Yuliasia, 2012). Karyawan yang keluar merupakan kendala bagi perusahaan dan posisinya harus digantikan (Mathis & Jackson, 2006:125), dan perusahaan mengalami kerugian ketika mengeluarkan biaya tambahan untuk mencari pengganti karyawan yang keluar atau berhenti (Foon et al., 2010), sehingga akan mengganggu stabilitas perusahaan (Moorhead & Griffin, 2013:77).
Turnover yang tinggi, berarti sering terjadi pergantian karyawan, tentu menimbulkan kerugian yang berdampak pada ketidakpastian dan ketidakstabilan tenaga kerja (Witasari, 2009). Kondisi ini dapat menghancurkan perusahaan secara langsung atau tidak langsung (Stephanie, 2013). Turnover intention yang tinggi terjadi sebagai akibat situasi keamanan kerja yang tidak menjamin kepastian kerja dan kepuasan kerja karyawan. Ardana, dkk (2012:54) juga berpendapat bahwa karyawan mempunyai keinginan berpindah atau meninggalkan perusahaan karena ketidakpuasan dalam bekerja yang disebabkan oleh keamanan kerja yang tidak terjamin, di mana karyawan setiap saat bisa dikeluarkan atau diberhentikan dari perusahaan. Hal ini sejalan dengan temuan Kawedar dan Lubis (2009) serta Nurhidayanti dan Gunadi (2009) yang menggunakan kepuasan kerja sebagai variabel pemediasi pada hubungan antara keamanan kerja dan turnover intention. Utami (2009) juga mengemukakan bahwa ketidakamanan kerja yang semakin tinggi menyebabkan rendahnya kepuasan kerja yang kemudian berdampak pada tingginya keinginan berpindah kerja. Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh temuan Wijaya (2010) yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh job insecurity yang signifikan secara tidak langsung pada intention to quit melalui kepuasan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja muncul sebagai variabel pemediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Fenomena ini dapat dialami oleh semua pihak, tidak terkecuali pegawai di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yang berjumlah 127 orang, di mana 99 orang (77,95 persen) adalah pegawai kontrak. Dari 99 orang pegawai kontrak tersebut, 56 orang bertugas di bagian administrasi, yang membutuhkan keamanan dan kenyamanan kerja karena berdampak pada kepuasan terhadap pekerjaan
dan tempat kerjanya. Pegawai yang merasa tidak aman dan tidak puas terhadap pekerjaannya, cenderung mengevaluasi hubungan kerja yang diwujudkan dengan turnover intention.
Pegawai administrasi kontrak Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang keluar dalam kurun waktu lima tahun, persentasenya relatif rendah, yakni sekitar dua persen. Alasan yang dikemukakan adalah berharap untuk memperoleh pekerjaan yang lebih menjamin kehidupan masa depannya, yakni sebagai pegawai negeri sipil, pegawai bank pemerintah atau bank swasta, serta pegawai perusahaan swasta. Selain itu, hasil wawancara terhadap pegawai menunjukkan bahwa hampir 75 persen pegawai kontrak mengungkapkan keinginan keluar dilandasi oleh keamanan kerja yang kurang terkarena setiap saat bisa kehilangan pekerjaan sebagai akibat kontrak kerja tidak diperpanjang. Hal ini secara tidak langsung berdampak kepada kepuasan kerjanya. Jadi, turnover intention tidak dapat dihindari dan tidak dapat dianggap sebagai masalah kecil yang justru berdampak pada citra organisasi. Menurut Dawley dkk (2010) (dalam Stephanie, 2013), akan lebih baik apabila dapat diketahui faktor penyebab munculnya turnover intention karena akan dapat dicarikan jalan pemecahan untuk menurunkankannya.
Studi tentang turnover intention telah banyak dilakukan, terutama pada karyawan outsourcing yang bekerja di perusahaan swasta. Namun, yang menarik diteliti adalah apakah fenomena tersebut juga terjadi pada pegawai administrasi kontrak di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana sebagai lembaga pendidikan tinggi yang mempunyai tanggung jawab untuk membangun dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Berdasarkan beberapa kajian teori dan hasil penelitian yang telah dipaparkan, terdapat beberapa pokok masalah yang hendak dijawab dalam penelitian ini. Pertama, apakah keamanan kerja berpengaruh pada turnover intention; kedua, apakah keamanan kerja berpengaruh pada kepuasan kerja; ketiga, apakah kepuasan kerja berpengaruh pada turnover intention; dan keempat, apakah kepuasan kerja berperan sebagai variabel pemediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Selanjutnya, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: pertama, menguji pengaruh keamanan kerja pada turnover intention; kedua, menguji pengaruh keamanan kerja pada kepuasan kerja; ketiga, menguji pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention; dan keempat, menguji peran pemediasian kepuasan kerja pada pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
belum terwujud meninggalkan organisasi (Mobley, 1979; Nahusoma dkk, 2004; Rohman, 2009). Turnover intention timbul dari pemikiran meninggalkan perusahaan untuk mencari alternatif pekerjaan yang lebih baik (Faslah, 2010), yang akan berakibat pada karyawan yang kompeten di bidangnya meninggalkan perusahaan (Yuliasia, 2012). Karyawan yang keluar merupakan kendala bagi perusahaan dan posisinya harus digantikan (Mathis & Jackson, 2006:125), dan perusahaan mengalami kerugian ketika mengeluarkan biaya tambahan untuk mencari pengganti karyawan yang keluar atau berhenti (Foon et al., 2010), sehingga akan mengganggu stabilitas perusahaan (Moorhead & Griffin, 2013:77).
Turnover yang tinggi, berarti sering terjadi pergantian karyawan, tentu menimbulkan kerugian yang berdampak pada ketidakpastian dan ketidakstabilan tenaga kerja (Witasari, 2009). Kondisi ini dapat menghancurkan perusahaan secara langsung atau tidak langsung (Stephanie, 2013). Turnover intention yang tinggi terjadi sebagai akibat situasi keamanan kerja yang tidak menjamin kepastian kerja dan kepuasan kerja karyawan. Ardana, dkk (2012:54) juga berpendapat bahwa karyawan mempunyai keinginan berpindah atau meninggalkan perusahaan karena ketidakpuasan dalam bekerja yang disebabkan oleh keamanan kerja yang tidak terjamin, di mana karyawan setiap saat bisa dikeluarkan atau diberhentikan dari perusahaan. Hal ini sejalan dengan temuan Kawedar dan Lubis (2009) serta Nurhidayanti dan Gunadi (2009) yang menggunakan kepuasan kerja sebagai variabel pemediasi pada hubungan antara keamanan kerja dan turnover intention. Utami (2009) juga mengemukakan bahwa ketidakamanan kerja yang semakin tinggi menyebabkan rendahnya kepuasan kerja yang kemudian berdampak pada tingginya keinginan berpindah kerja. Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh temuan Wijaya (2010) yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh job insecurity yang signifikan secara tidak langsung pada intention to quit melalui kepuasan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja muncul sebagai variabel pemediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Fenomena ini dapat dialami oleh semua pihak, tidak terkecuali pegawai di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yang berjumlah 127 orang, di mana 99 orang (77,95 persen) adalah pegawai kontrak. Dari 99 orang pegawai kontrak tersebut, 56 orang bertugas di bagian administrasi, yang membutuhkan keamanan dan kenyamanan kerja karena berdampak pada kepuasan terhadap pekerjaan
dan tempat kerjanya. Pegawai yang merasa tidak aman dan tidak puas terhadap pekerjaannya, cenderung mengevaluasi hubungan kerja yang diwujudkan dengan turnover intention.
Pegawai administrasi kontrak Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang keluar dalam kurun waktu lima tahun, persentasenya relatif rendah, yakni sekitar dua persen. Alasan yang dikemukakan adalah berharap untuk memperoleh pekerjaan yang lebih menjamin kehidupan masa depannya, yakni sebagai pegawai negeri sipil, pegawai bank pemerintah atau bank swasta, serta pegawai perusahaan swasta. Selain itu, hasil wawancara terhadap pegawai menunjukkan bahwa hampir 75 persen pegawai kontrak mengungkapkan keinginan keluar dilandasi oleh keamanan kerja yang kurang terkarena setiap saat bisa kehilangan pekerjaan sebagai akibat kontrak kerja tidak diperpanjang. Hal ini secara tidak langsung berdampak kepada kepuasan kerjanya. Jadi, turnover intention tidak dapat dihindari dan tidak dapat dianggap sebagai masalah kecil yang justru berdampak pada citra organisasi. Menurut Dawley dkk (2010) (dalam Stephanie, 2013), akan lebih baik apabila dapat diketahui faktor penyebab munculnya turnover intention karena akan dapat dicarikan jalan pemecahan untuk menurunkankannya.
Studi tentang turnover intention telah banyak dilakukan, terutama pada karyawan outsourcing yang bekerja di perusahaan swasta. Namun, yang menarik diteliti adalah apakah fenomena tersebut juga terjadi pada pegawai administrasi kontrak di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana sebagai lembaga pendidikan tinggi yang mempunyai tanggung jawab untuk membangun dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Berdasarkan beberapa kajian teori dan hasil penelitian yang telah dipaparkan, terdapat beberapa pokok masalah yang hendak dijawab dalam penelitian ini. Pertama, apakah keamanan kerja berpengaruh pada turnover intention; kedua, apakah keamanan kerja berpengaruh pada kepuasan kerja; ketiga, apakah kepuasan kerja berpengaruh pada turnover intention; dan keempat, apakah kepuasan kerja berperan sebagai variabel pemediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Selanjutnya, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: pertama, menguji pengaruh keamanan kerja pada turnover intention; kedua, menguji pengaruh keamanan kerja pada kepuasan kerja; ketiga, menguji pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention; dan keempat, menguji peran pemediasian kepuasan kerja pada pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
belum terwujud meninggalkan organisasi (Mobley, 1979; Nahusoma dkk, 2004; Rohman, 2009). Turnover intention timbul dari pemikiran meninggalkan perusahaan untuk mencari alternatif pekerjaan yang lebih baik (Faslah, 2010), yang akan berakibat pada karyawan yang kompeten di bidangnya meninggalkan perusahaan (Yuliasia, 2012). Karyawan yang keluar merupakan kendala bagi perusahaan dan posisinya harus digantikan (Mathis & Jackson, 2006:125), dan perusahaan mengalami kerugian ketika mengeluarkan biaya tambahan untuk mencari pengganti karyawan yang keluar atau berhenti (Foon et al., 2010), sehingga akan mengganggu stabilitas perusahaan (Moorhead & Griffin, 2013:77).
Turnover yang tinggi, berarti sering terjadi pergantian karyawan, tentu menimbulkan kerugian yang berdampak pada ketidakpastian dan ketidakstabilan tenaga kerja (Witasari, 2009). Kondisi ini dapat menghancurkan perusahaan secara langsung atau tidak langsung (Stephanie, 2013). Turnover intention yang tinggi terjadi sebagai akibat situasi keamanan kerja yang tidak menjamin kepastian kerja dan kepuasan kerja karyawan. Ardana, dkk (2012:54) juga berpendapat bahwa karyawan mempunyai keinginan berpindah atau meninggalkan perusahaan karena ketidakpuasan dalam bekerja yang disebabkan oleh keamanan kerja yang tidak terjamin, di mana karyawan setiap saat bisa dikeluarkan atau diberhentikan dari perusahaan. Hal ini sejalan dengan temuan Kawedar dan Lubis (2009) serta Nurhidayanti dan Gunadi (2009) yang menggunakan kepuasan kerja sebagai variabel pemediasi pada hubungan antara keamanan kerja dan turnover intention. Utami (2009) juga mengemukakan bahwa ketidakamanan kerja yang semakin tinggi menyebabkan rendahnya kepuasan kerja yang kemudian berdampak pada tingginya keinginan berpindah kerja. Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh temuan Wijaya (2010) yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh job insecurity yang signifikan secara tidak langsung pada intention to quit melalui kepuasan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja muncul sebagai variabel pemediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Fenomena ini dapat dialami oleh semua pihak, tidak terkecuali pegawai di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yang berjumlah 127 orang, di mana 99 orang (77,95 persen) adalah pegawai kontrak. Dari 99 orang pegawai kontrak tersebut, 56 orang bertugas di bagian administrasi, yang membutuhkan keamanan dan kenyamanan kerja karena berdampak pada kepuasan terhadap pekerjaan
dan tempat kerjanya. Pegawai yang merasa tidak aman dan tidak puas terhadap pekerjaannya, cenderung mengevaluasi hubungan kerja yang diwujudkan dengan turnover intention.
Pegawai administrasi kontrak Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang keluar dalam kurun waktu lima tahun, persentasenya relatif rendah, yakni sekitar dua persen. Alasan yang dikemukakan adalah berharap untuk memperoleh pekerjaan yang lebih menjamin kehidupan masa depannya, yakni sebagai pegawai negeri sipil, pegawai bank pemerintah atau bank swasta, serta pegawai perusahaan swasta. Selain itu, hasil wawancara terhadap pegawai menunjukkan bahwa hampir 75 persen pegawai kontrak mengungkapkan keinginan keluar dilandasi oleh keamanan kerja yang kurang terkarena setiap saat bisa kehilangan pekerjaan sebagai akibat kontrak kerja tidak diperpanjang. Hal ini secara tidak langsung berdampak kepada kepuasan kerjanya. Jadi, turnover intention tidak dapat dihindari dan tidak dapat dianggap sebagai masalah kecil yang justru berdampak pada citra organisasi. Menurut Dawley dkk (2010) (dalam Stephanie, 2013), akan lebih baik apabila dapat diketahui faktor penyebab munculnya turnover intention karena akan dapat dicarikan jalan pemecahan untuk menurunkankannya.
Studi tentang turnover intention telah banyak dilakukan, terutama pada karyawan outsourcing yang bekerja di perusahaan swasta. Namun, yang menarik diteliti adalah apakah fenomena tersebut juga terjadi pada pegawai administrasi kontrak di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana sebagai lembaga pendidikan tinggi yang mempunyai tanggung jawab untuk membangun dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Berdasarkan beberapa kajian teori dan hasil penelitian yang telah dipaparkan, terdapat beberapa pokok masalah yang hendak dijawab dalam penelitian ini. Pertama, apakah keamanan kerja berpengaruh pada turnover intention; kedua, apakah keamanan kerja berpengaruh pada kepuasan kerja; ketiga, apakah kepuasan kerja berpengaruh pada turnover intention; dan keempat, apakah kepuasan kerja berperan sebagai variabel pemediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Selanjutnya, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: pertama, menguji pengaruh keamanan kerja pada turnover intention; kedua, menguji pengaruh keamanan kerja pada kepuasan kerja; ketiga, menguji pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention; dan keempat, menguji peran pemediasian kepuasan kerja pada pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
belum terwujud meninggalkan organisasi (Mobley, 1979; Nahusoma dkk, 2004; Rohman, 2009). Turnover intention timbul dari pemikiran meninggalkan perusahaan untuk mencari alternatif pekerjaan yang lebih baik (Faslah, 2010), yang akan berakibat pada karyawan yang kompeten di bidangnya meninggalkan perusahaan (Yuliasia, 2012). Karyawan yang keluar merupakan kendala bagi perusahaan dan posisinya harus digantikan (Mathis & Jackson, 2006:125), dan perusahaan mengalami kerugian ketika mengeluarkan biaya tambahan untuk mencari pengganti karyawan yang keluar atau berhenti (Foon et al., 2010), sehingga akan mengganggu stabilitas perusahaan (Moorhead & Griffin, 2013:77).
Turnover yang tinggi, berarti sering terjadi pergantian karyawan, tentu menimbulkan kerugian yang berdampak pada ketidakpastian dan ketidakstabilan tenaga kerja (Witasari, 2009). Kondisi ini dapat menghancurkan perusahaan secara langsung atau tidak langsung (Stephanie, 2013). Turnover intention yang tinggi terjadi sebagai akibat situasi keamanan kerja yang tidak menjamin kepastian kerja dan kepuasan kerja karyawan. Ardana, dkk (2012:54) juga berpendapat bahwa karyawan mempunyai keinginan berpindah atau meninggalkan perusahaan karena ketidakpuasan dalam bekerja yang disebabkan oleh keamanan kerja yang tidak terjamin, di mana karyawan setiap saat bisa dikeluarkan atau diberhentikan dari perusahaan. Hal ini sejalan dengan temuan Kawedar dan Lubis (2009) serta Nurhidayanti dan Gunadi (2009) yang menggunakan kepuasan kerja sebagai variabel pemediasi pada hubungan antara keamanan kerja dan turnover intention. Utami (2009) juga mengemukakan bahwa ketidakamanan kerja yang semakin tinggi menyebabkan rendahnya kepuasan kerja yang kemudian berdampak pada tingginya keinginan berpindah kerja. Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh temuan Wijaya (2010) yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh job insecurity yang signifikan secara tidak langsung pada intention to quit melalui kepuasan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja muncul sebagai variabel pemediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Fenomena ini dapat dialami oleh semua pihak, tidak terkecuali pegawai di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yang berjumlah 127 orang, di mana 99 orang (77,95 persen) adalah pegawai kontrak. Dari 99 orang pegawai kontrak tersebut, 56 orang bertugas di bagian administrasi, yang membutuhkan keamanan dan kenyamanan kerja karena berdampak pada kepuasan terhadap pekerjaan
dan tempat kerjanya. Pegawai yang merasa tidak aman dan tidak puas terhadap pekerjaannya, cenderung mengevaluasi hubungan kerja yang diwujudkan dengan turnover intention.
Pegawai administrasi kontrak Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang keluar dalam kurun waktu lima tahun, persentasenya relatif rendah, yakni sekitar dua persen. Alasan yang dikemukakan adalah berharap untuk memperoleh pekerjaan yang lebih menjamin kehidupan masa depannya, yakni sebagai pegawai negeri sipil, pegawai bank pemerintah atau bank swasta, serta pegawai perusahaan swasta. Selain itu, hasil wawancara terhadap pegawai menunjukkan bahwa hampir 75 persen pegawai kontrak mengungkapkan keinginan keluar dilandasi oleh keamanan kerja yang kurang terkarena setiap saat bisa kehilangan pekerjaan sebagai akibat kontrak kerja tidak diperpanjang. Hal ini secara tidak langsung berdampak kepada kepuasan kerjanya. Jadi, turnover intention tidak dapat dihindari dan tidak dapat dianggap sebagai masalah kecil yang justru berdampak pada citra organisasi. Menurut Dawley dkk (2010) (dalam Stephanie, 2013), akan lebih baik apabila dapat diketahui faktor penyebab munculnya turnover intention karena akan dapat dicarikan jalan pemecahan untuk menurunkankannya.
Studi tentang turnover intention telah banyak dilakukan, terutama pada karyawan outsourcing yang bekerja di perusahaan swasta. Namun, yang menarik diteliti adalah apakah fenomena tersebut juga terjadi pada pegawai administrasi kontrak di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana sebagai lembaga pendidikan tinggi yang mempunyai tanggung jawab untuk membangun dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Berdasarkan beberapa kajian teori dan hasil penelitian yang telah dipaparkan, terdapat beberapa pokok masalah yang hendak dijawab dalam penelitian ini. Pertama, apakah keamanan kerja berpengaruh pada turnover intention; kedua, apakah keamanan kerja berpengaruh pada kepuasan kerja; ketiga, apakah kepuasan kerja berpengaruh pada turnover intention; dan keempat, apakah kepuasan kerja berperan sebagai variabel pemediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Selanjutnya, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: pertama, menguji pengaruh keamanan kerja pada turnover intention; kedua, menguji pengaruh keamanan kerja pada kepuasan kerja; ketiga, menguji pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention; dan keempat, menguji peran pemediasian kepuasan kerja pada pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
belum terwujud meninggalkan organisasi (Mobley, 1979; Nahusoma dkk, 2004; Rohman, 2009). Turnover intention timbul dari pemikiran meninggalkan perusahaan untuk mencari alternatif pekerjaan yang lebih baik (Faslah, 2010), yang akan berakibat pada karyawan yang kompeten di bidangnya meninggalkan perusahaan (Yuliasia, 2012). Karyawan yang keluar merupakan kendala bagi perusahaan dan posisinya harus digantikan (Mathis & Jackson, 2006:125), dan perusahaan mengalami kerugian ketika mengeluarkan biaya tambahan untuk mencari pengganti karyawan yang keluar atau berhenti (Foon et al., 2010), sehingga akan mengganggu stabilitas perusahaan (Moorhead & Griffin, 2013:77).
Turnover yang tinggi, berarti sering terjadi pergantian karyawan, tentu menimbulkan kerugian yang berdampak pada ketidakpastian dan ketidakstabilan tenaga kerja (Witasari, 2009). Kondisi ini dapat menghancurkan perusahaan secara langsung atau tidak langsung (Stephanie, 2013). Turnover intention yang tinggi terjadi sebagai akibat situasi keamanan kerja yang tidak menjamin kepastian kerja dan kepuasan kerja karyawan. Ardana, dkk (2012:54) juga berpendapat bahwa karyawan mempunyai keinginan berpindah atau meninggalkan perusahaan karena ketidakpuasan dalam bekerja yang disebabkan oleh keamanan kerja yang tidak terjamin, di mana karyawan setiap saat bisa dikeluarkan atau diberhentikan dari perusahaan. Hal ini sejalan dengan temuan Kawedar dan Lubis (2009) serta Nurhidayanti dan Gunadi (2009) yang menggunakan kepuasan kerja sebagai variabel pemediasi pada hubungan antara keamanan kerja dan turnover intention. Utami (2009) juga mengemukakan bahwa ketidakamanan kerja yang semakin tinggi menyebabkan rendahnya kepuasan kerja yang kemudian berdampak pada tingginya keinginan berpindah kerja. Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh temuan Wijaya (2010) yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh job insecurity yang signifikan secara tidak langsung pada intention to quit melalui kepuasan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja muncul sebagai variabel pemediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Fenomena ini dapat dialami oleh semua pihak, tidak terkecuali pegawai di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yang berjumlah 127 orang, di mana 99 orang (77,95 persen) adalah pegawai kontrak. Dari 99 orang pegawai kontrak tersebut, 56 orang bertugas di bagian administrasi, yang membutuhkan keamanan dan kenyamanan kerja karena berdampak pada kepuasan terhadap pekerjaan
dan tempat kerjanya. Pegawai yang merasa tidak aman dan tidak puas terhadap pekerjaannya, cenderung mengevaluasi hubungan kerja yang diwujudkan dengan turnover intention.
Pegawai administrasi kontrak Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang keluar dalam kurun waktu lima tahun, persentasenya relatif rendah, yakni sekitar dua persen. Alasan yang dikemukakan adalah berharap untuk memperoleh pekerjaan yang lebih menjamin kehidupan masa depannya, yakni sebagai pegawai negeri sipil, pegawai bank pemerintah atau bank swasta, serta pegawai perusahaan swasta. Selain itu, hasil wawancara terhadap pegawai menunjukkan bahwa hampir 75 persen pegawai kontrak mengungkapkan keinginan keluar dilandasi oleh keamanan kerja yang kurang terkarena setiap saat bisa kehilangan pekerjaan sebagai akibat kontrak kerja tidak diperpanjang. Hal ini secara tidak langsung berdampak kepada kepuasan kerjanya. Jadi, turnover intention tidak dapat dihindari dan tidak dapat dianggap sebagai masalah kecil yang justru berdampak pada citra organisasi. Menurut Dawley dkk (2010) (dalam Stephanie, 2013), akan lebih baik apabila dapat diketahui faktor penyebab munculnya turnover intention karena akan dapat dicarikan jalan pemecahan untuk menurunkankannya.
Studi tentang turnover intention telah banyak dilakukan, terutama pada karyawan outsourcing yang bekerja di perusahaan swasta. Namun, yang menarik diteliti adalah apakah fenomena tersebut juga terjadi pada pegawai administrasi kontrak di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana sebagai lembaga pendidikan tinggi yang mempunyai tanggung jawab untuk membangun dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Berdasarkan beberapa kajian teori dan hasil penelitian yang telah dipaparkan, terdapat beberapa pokok masalah yang hendak dijawab dalam penelitian ini. Pertama, apakah keamanan kerja berpengaruh pada turnover intention; kedua, apakah keamanan kerja berpengaruh pada kepuasan kerja; ketiga, apakah kepuasan kerja berpengaruh pada turnover intention; dan keempat, apakah kepuasan kerja berperan sebagai variabel pemediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Selanjutnya, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: pertama, menguji pengaruh keamanan kerja pada turnover intention; kedua, menguji pengaruh keamanan kerja pada kepuasan kerja; ketiga, menguji pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention; dan keempat, menguji peran pemediasian kepuasan kerja pada pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
belum terwujud meninggalkan organisasi (Mobley, 1979; Nahusoma dkk, 2004; Rohman, 2009). Turnover intention timbul dari pemikiran meninggalkan perusahaan untuk mencari alternatif pekerjaan yang lebih baik (Faslah, 2010), yang akan berakibat pada karyawan yang kompeten di bidangnya meninggalkan perusahaan (Yuliasia, 2012). Karyawan yang keluar merupakan kendala bagi perusahaan dan posisinya harus digantikan (Mathis & Jackson, 2006:125), dan perusahaan mengalami kerugian ketika mengeluarkan biaya tambahan untuk mencari pengganti karyawan yang keluar atau berhenti (Foon et al., 2010), sehingga akan mengganggu stabilitas perusahaan (Moorhead & Griffin, 2013:77).
Turnover yang tinggi, berarti sering terjadi pergantian karyawan, tentu menimbulkan kerugian yang berdampak pada ketidakpastian dan ketidakstabilan tenaga kerja (Witasari, 2009). Kondisi ini dapat menghancurkan perusahaan secara langsung atau tidak langsung (Stephanie, 2013). Turnover intention yang tinggi terjadi sebagai akibat situasi keamanan kerja yang tidak menjamin kepastian kerja dan kepuasan kerja karyawan. Ardana, dkk (2012:54) juga berpendapat bahwa karyawan mempunyai keinginan berpindah atau meninggalkan perusahaan karena ketidakpuasan dalam bekerja yang disebabkan oleh keamanan kerja yang tidak terjamin, di mana karyawan setiap saat bisa dikeluarkan atau diberhentikan dari perusahaan. Hal ini sejalan dengan temuan Kawedar dan Lubis (2009) serta Nurhidayanti dan Gunadi (2009) yang menggunakan kepuasan kerja sebagai variabel pemediasi pada hubungan antara keamanan kerja dan turnover intention. Utami (2009) juga mengemukakan bahwa ketidakamanan kerja yang semakin tinggi menyebabkan rendahnya kepuasan kerja yang kemudian berdampak pada tingginya keinginan berpindah kerja. Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh temuan Wijaya (2010) yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh job insecurity yang signifikan secara tidak langsung pada intention to quit melalui kepuasan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja muncul sebagai variabel pemediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Fenomena ini dapat dialami oleh semua pihak, tidak terkecuali pegawai di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yang berjumlah 127 orang, di mana 99 orang (77,95 persen) adalah pegawai kontrak. Dari 99 orang pegawai kontrak tersebut, 56 orang bertugas di bagian administrasi, yang membutuhkan keamanan dan kenyamanan kerja karena berdampak pada kepuasan terhadap pekerjaan
dan tempat kerjanya. Pegawai yang merasa tidak aman dan tidak puas terhadap pekerjaannya, cenderung mengevaluasi hubungan kerja yang diwujudkan dengan turnover intention.
Pegawai administrasi kontrak Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang keluar dalam kurun waktu lima tahun, persentasenya relatif rendah, yakni sekitar dua persen. Alasan yang dikemukakan adalah berharap untuk memperoleh pekerjaan yang lebih menjamin kehidupan masa depannya, yakni sebagai pegawai negeri sipil, pegawai bank pemerintah atau bank swasta, serta pegawai perusahaan swasta. Selain itu, hasil wawancara terhadap pegawai menunjukkan bahwa hampir 75 persen pegawai kontrak mengungkapkan keinginan keluar dilandasi oleh keamanan kerja yang kurang terkarena setiap saat bisa kehilangan pekerjaan sebagai akibat kontrak kerja tidak diperpanjang. Hal ini secara tidak langsung berdampak kepada kepuasan kerjanya. Jadi, turnover intention tidak dapat dihindari dan tidak dapat dianggap sebagai masalah kecil yang justru berdampak pada citra organisasi. Menurut Dawley dkk (2010) (dalam Stephanie, 2013), akan lebih baik apabila dapat diketahui faktor penyebab munculnya turnover intention karena akan dapat dicarikan jalan pemecahan untuk menurunkankannya.
Studi tentang turnover intention telah banyak dilakukan, terutama pada karyawan outsourcing yang bekerja di perusahaan swasta. Namun, yang menarik diteliti adalah apakah fenomena tersebut juga terjadi pada pegawai administrasi kontrak di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana sebagai lembaga pendidikan tinggi yang mempunyai tanggung jawab untuk membangun dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Berdasarkan beberapa kajian teori dan hasil penelitian yang telah dipaparkan, terdapat beberapa pokok masalah yang hendak dijawab dalam penelitian ini. Pertama, apakah keamanan kerja berpengaruh pada turnover intention; kedua, apakah keamanan kerja berpengaruh pada kepuasan kerja; ketiga, apakah kepuasan kerja berpengaruh pada turnover intention; dan keempat, apakah kepuasan kerja berperan sebagai variabel pemediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Selanjutnya, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: pertama, menguji pengaruh keamanan kerja pada turnover intention; kedua, menguji pengaruh keamanan kerja pada kepuasan kerja; ketiga, menguji pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention; dan keempat, menguji peran pemediasian kepuasan kerja pada pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Sebagai landasan untuk menjawab masalah tersebut, maka dususun kerangka konsep yang menunjukkan hubungan antar variabel yang diteliti. Kerangka konsep dalam penelitian ini ditunjukkan dengan variabel yang teridentifikasi yaitu: variabel bebas (keamanan kerja), variabel mediasi (kepuasan kerja), dan variabel terikat (turnover intention). Variabel keamanan kerja dengan indikator: karir masa depan, keamanan kerja, kegelisahan, dan kenyamanan kerja. Variabel kepuasan kerja dengan indikator: kepuasan terhadap pekerjaan, atasan, teman sekerja, kompensasi, dan promosi atau kesempatan untuk maju. Variabel turnover intention dengan indikator: kecenderungan berfikir meninggalkan organisasi, mencari pekerjaan pada organisasi lain, meninggalkan organisasi dalam waktu dekat, dan meninggalkan organisasi jika ada kesempatan lebih baik. Berdasarkan uraian tersebut, diajukan kerangka konsep seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1: Kerangka Konsep Penelitian
Sumber : dikembangkan dari berbagai sumber
Hipotesis Penelitian
Penelitian ini menguji hubungan antara keamanan kerja, kepuasan kerja, dan turnover intention. Atas dasar kerangka konsep pada Gambar 1, dapat dikembangan hipotesis dengan uraian sebagai berikut.
Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Keamanan kerja tidak dapat dipisahkan dari perhatian karyawan terhadap keberlangsungan pekerjaan akibat adanya perubahan organisasi yang sangat dinamis. Greenhalg dan Rosenblatt (1984) mengartikan keamanan kerja sebagai jaminan atau keyakinan bahwa status pekerjaan seseorang tidak terancam hingga kurun waktu tertentu, dan menurut Ashford et. al., (1989), ketidakamanan kerja (job insecurity) merupakan perasaan tegang, gelisah, khawatir, stres, dan ketidakpastian terhadap sifat dan keberadaan pekerjaan selanjutnya. Karyawan dengan tingkat keamanan kerja yang tinggi memiliki probabilitas yang rendah tentang kehilangan pekerjaan dalam waktu dekat.
Bukti empiris menunjukkan keamanan kerja merupakan determinan penting bagi kesehatan tenaga
kerja, serta kehidupan fisik dan psikologis karyawan, pengunduran diri karyawan, serta komitmen organisasional (Widodo, 2010). Jika karyawan merasa bahwa perusahaan tempatnya bekerja dapat memberikan jaminan mengenai faktor-faktor yang tercakup dalam keamanan kerja, maka kepuasan kerja akan meningkat, sehingga dapat mengurungkan niat berpindah kerja. Hal tersebut juga diungkapkan dalam hasil penelitian Ameen et al. (1995); Iriana et al. (2004); dan Suwandi dan Indriantoro (1999) bahwa ketidakamanan kerja mempunyai hubungan positif dengan keinginan berpindah kerja. Bertentangan dengan itu, hasil penelitian Wening (2005) dan Schalkwyk (2010), menunjukkan bahwa job insecurity tidak berhubungan dengan turnover intention.
H1 : Keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention
Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja
Ketidakamanan kerja merupakan kondisi psikologis karyawan yang mencerminkan rasa tidak aman karena kondisi lingkungan yang berubah, banyak jenis pekerjaan yang sifatnya sesaat atau pekerjaan kontrak. Ketidakamanan kerja adalah kondisi ketidakberdayaan karyawan untuk mempertahankan kesinambungan pekerjaan dalam situasi kerja yang mengancam. Kepuasan mencerminkan reaksi emosional individu sehubungan dengan aspek-aspek dalam lingkungan pekerjaannya. Oleh karena job insecurity mencerminkan serangkaian pandangan individu mengenai kemungkinan terjadinya peristiwa negatif pada pekerjaan, maka sangat mungkin perasaan ini akan membawa akibat negatif pada kepuasan kerja sebagai respon emosional pada pekerjaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Nuzulman (2009) yang menunjukkan bahwa ketidakamanan kerja berpengaruh pada ketidakpuasan kerja dan memiliki hubungan yang sangat kuat satu sama lain. Temuan itu didukung oleh penelitian Wijaya (2010) dan Reisel et. al. (2010) yang menyatakan bahwa job insecurity berpengaruh negatif pada kepuasan kerja. Berbeda dengan hasil penelitian Wening (2005) yang menunjukkan bahwa job insecurity tidak signifikan pengaruhnya pada kepuasan kerja.
H2 : Keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja.
Pengaruh Kepuasan Kerja pada Turnover Intention
Kepuasan kerja karyawan memiliki makna sangat penting bagi organisasi. Karyawan yang merasa puas akan mampu bertahan pada organisasi dan bekerja
Sebagai landasan untuk menjawab masalah tersebut, maka dususun kerangka konsep yang menunjukkan hubungan antar variabel yang diteliti. Kerangka konsep dalam penelitian ini ditunjukkan dengan variabel yang teridentifikasi yaitu: variabel bebas (keamanan kerja), variabel mediasi (kepuasan kerja), dan variabel terikat (turnover intention). Variabel keamanan kerja dengan indikator: karir masa depan, keamanan kerja, kegelisahan, dan kenyamanan kerja. Variabel kepuasan kerja dengan indikator: kepuasan terhadap pekerjaan, atasan, teman sekerja, kompensasi, dan promosi atau kesempatan untuk maju. Variabel turnover intention dengan indikator: kecenderungan berfikir meninggalkan organisasi, mencari pekerjaan pada organisasi lain, meninggalkan organisasi dalam waktu dekat, dan meninggalkan organisasi jika ada kesempatan lebih baik. Berdasarkan uraian tersebut, diajukan kerangka konsep seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1: Kerangka Konsep Penelitian
Sumber : dikembangkan dari berbagai sumber
Hipotesis Penelitian
Penelitian ini menguji hubungan antara keamanan kerja, kepuasan kerja, dan turnover intention. Atas dasar kerangka konsep pada Gambar 1, dapat dikembangan hipotesis dengan uraian sebagai berikut.
Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Keamanan kerja tidak dapat dipisahkan dari perhatian karyawan terhadap keberlangsungan pekerjaan akibat adanya perubahan organisasi yang sangat dinamis. Greenhalg dan Rosenblatt (1984) mengartikan keamanan kerja sebagai jaminan atau keyakinan bahwa status pekerjaan seseorang tidak terancam hingga kurun waktu tertentu, dan menurut Ashford et. al., (1989), ketidakamanan kerja (job insecurity) merupakan perasaan tegang, gelisah, khawatir, stres, dan ketidakpastian terhadap sifat dan keberadaan pekerjaan selanjutnya. Karyawan dengan tingkat keamanan kerja yang tinggi memiliki probabilitas yang rendah tentang kehilangan pekerjaan dalam waktu dekat.
Bukti empiris menunjukkan keamanan kerja merupakan determinan penting bagi kesehatan tenaga
kerja, serta kehidupan fisik dan psikologis karyawan, pengunduran diri karyawan, serta komitmen organisasional (Widodo, 2010). Jika karyawan merasa bahwa perusahaan tempatnya bekerja dapat memberikan jaminan mengenai faktor-faktor yang tercakup dalam keamanan kerja, maka kepuasan kerja akan meningkat, sehingga dapat mengurungkan niat berpindah kerja. Hal tersebut juga diungkapkan dalam hasil penelitian Ameen et al. (1995); Iriana et al. (2004); dan Suwandi dan Indriantoro (1999) bahwa ketidakamanan kerja mempunyai hubungan positif dengan keinginan berpindah kerja. Bertentangan dengan itu, hasil penelitian Wening (2005) dan Schalkwyk (2010), menunjukkan bahwa job insecurity tidak berhubungan dengan turnover intention.
H1 : Keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention
Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja
Ketidakamanan kerja merupakan kondisi psikologis karyawan yang mencerminkan rasa tidak aman karena kondisi lingkungan yang berubah, banyak jenis pekerjaan yang sifatnya sesaat atau pekerjaan kontrak. Ketidakamanan kerja adalah kondisi ketidakberdayaan karyawan untuk mempertahankan kesinambungan pekerjaan dalam situasi kerja yang mengancam. Kepuasan mencerminkan reaksi emosional individu sehubungan dengan aspek-aspek dalam lingkungan pekerjaannya. Oleh karena job insecurity mencerminkan serangkaian pandangan individu mengenai kemungkinan terjadinya peristiwa negatif pada pekerjaan, maka sangat mungkin perasaan ini akan membawa akibat negatif pada kepuasan kerja sebagai respon emosional pada pekerjaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Nuzulman (2009) yang menunjukkan bahwa ketidakamanan kerja berpengaruh pada ketidakpuasan kerja dan memiliki hubungan yang sangat kuat satu sama lain. Temuan itu didukung oleh penelitian Wijaya (2010) dan Reisel et. al. (2010) yang menyatakan bahwa job insecurity berpengaruh negatif pada kepuasan kerja. Berbeda dengan hasil penelitian Wening (2005) yang menunjukkan bahwa job insecurity tidak signifikan pengaruhnya pada kepuasan kerja.
H2 : Keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja.
Pengaruh Kepuasan Kerja pada Turnover Intention
Kepuasan kerja karyawan memiliki makna sangat penting bagi organisasi. Karyawan yang merasa puas akan mampu bertahan pada organisasi dan bekerja
Sebagai landasan untuk menjawab masalah tersebut, maka dususun kerangka konsep yang menunjukkan hubungan antar variabel yang diteliti. Kerangka konsep dalam penelitian ini ditunjukkan dengan variabel yang teridentifikasi yaitu: variabel bebas (keamanan kerja), variabel mediasi (kepuasan kerja), dan variabel terikat (turnover intention). Variabel keamanan kerja dengan indikator: karir masa depan, keamanan kerja, kegelisahan, dan kenyamanan kerja. Variabel kepuasan kerja dengan indikator: kepuasan terhadap pekerjaan, atasan, teman sekerja, kompensasi, dan promosi atau kesempatan untuk maju. Variabel turnover intention dengan indikator: kecenderungan berfikir meninggalkan organisasi, mencari pekerjaan pada organisasi lain, meninggalkan organisasi dalam waktu dekat, dan meninggalkan organisasi jika ada kesempatan lebih baik. Berdasarkan uraian tersebut, diajukan kerangka konsep seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1: Kerangka Konsep Penelitian
Sumber : dikembangkan dari berbagai sumber
Hipotesis Penelitian
Penelitian ini menguji hubungan antara keamanan kerja, kepuasan kerja, dan turnover intention. Atas dasar kerangka konsep pada Gambar 1, dapat dikembangan hipotesis dengan uraian sebagai berikut.
Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Keamanan kerja tidak dapat dipisahkan dari perhatian karyawan terhadap keberlangsungan pekerjaan akibat adanya perubahan organisasi yang sangat dinamis. Greenhalg dan Rosenblatt (1984) mengartikan keamanan kerja sebagai jaminan atau keyakinan bahwa status pekerjaan seseorang tidak terancam hingga kurun waktu tertentu, dan menurut Ashford et. al., (1989), ketidakamanan kerja (job insecurity) merupakan perasaan tegang, gelisah, khawatir, stres, dan ketidakpastian terhadap sifat dan keberadaan pekerjaan selanjutnya. Karyawan dengan tingkat keamanan kerja yang tinggi memiliki probabilitas yang rendah tentang kehilangan pekerjaan dalam waktu dekat.
Bukti empiris menunjukkan keamanan kerja merupakan determinan penting bagi kesehatan tenaga
kerja, serta kehidupan fisik dan psikologis karyawan, pengunduran diri karyawan, serta komitmen organisasional (Widodo, 2010). Jika karyawan merasa bahwa perusahaan tempatnya bekerja dapat memberikan jaminan mengenai faktor-faktor yang tercakup dalam keamanan kerja, maka kepuasan kerja akan meningkat, sehingga dapat mengurungkan niat berpindah kerja. Hal tersebut juga diungkapkan dalam hasil penelitian Ameen et al. (1995); Iriana et al. (2004); dan Suwandi dan Indriantoro (1999) bahwa ketidakamanan kerja mempunyai hubungan positif dengan keinginan berpindah kerja. Bertentangan dengan itu, hasil penelitian Wening (2005) dan Schalkwyk (2010), menunjukkan bahwa job insecurity tidak berhubungan dengan turnover intention.
H1 : Keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention
Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja
Ketidakamanan kerja merupakan kondisi psikologis karyawan yang mencerminkan rasa tidak aman karena kondisi lingkungan yang berubah, banyak jenis pekerjaan yang sifatnya sesaat atau pekerjaan kontrak. Ketidakamanan kerja adalah kondisi ketidakberdayaan karyawan untuk mempertahankan kesinambungan pekerjaan dalam situasi kerja yang mengancam. Kepuasan mencerminkan reaksi emosional individu sehubungan dengan aspek-aspek dalam lingkungan pekerjaannya. Oleh karena job insecurity mencerminkan serangkaian pandangan individu mengenai kemungkinan terjadinya peristiwa negatif pada pekerjaan, maka sangat mungkin perasaan ini akan membawa akibat negatif pada kepuasan kerja sebagai respon emosional pada pekerjaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Nuzulman (2009) yang menunjukkan bahwa ketidakamanan kerja berpengaruh pada ketidakpuasan kerja dan memiliki hubungan yang sangat kuat satu sama lain. Temuan itu didukung oleh penelitian Wijaya (2010) dan Reisel et. al. (2010) yang menyatakan bahwa job insecurity berpengaruh negatif pada kepuasan kerja. Berbeda dengan hasil penelitian Wening (2005) yang menunjukkan bahwa job insecurity tidak signifikan pengaruhnya pada kepuasan kerja.
H2 : Keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja.
Pengaruh Kepuasan Kerja pada Turnover Intention
Kepuasan kerja karyawan memiliki makna sangat penting bagi organisasi. Karyawan yang merasa puas akan mampu bertahan pada organisasi dan bekerja
Sebagai landasan untuk menjawab masalah tersebut, maka dususun kerangka konsep yang menunjukkan hubungan antar variabel yang diteliti. Kerangka konsep dalam penelitian ini ditunjukkan dengan variabel yang teridentifikasi yaitu: variabel bebas (keamanan kerja), variabel mediasi (kepuasan kerja), dan variabel terikat (turnover intention). Variabel keamanan kerja dengan indikator: karir masa depan, keamanan kerja, kegelisahan, dan kenyamanan kerja. Variabel kepuasan kerja dengan indikator: kepuasan terhadap pekerjaan, atasan, teman sekerja, kompensasi, dan promosi atau kesempatan untuk maju. Variabel turnover intention dengan indikator: kecenderungan berfikir meninggalkan organisasi, mencari pekerjaan pada organisasi lain, meninggalkan organisasi dalam waktu dekat, dan meninggalkan organisasi jika ada kesempatan lebih baik. Berdasarkan uraian tersebut, diajukan kerangka konsep seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1: Kerangka Konsep Penelitian
Sumber : dikembangkan dari berbagai sumber
Hipotesis Penelitian
Penelitian ini menguji hubungan antara keamanan kerja, kepuasan kerja, dan turnover intention. Atas dasar kerangka konsep pada Gambar 1, dapat dikembangan hipotesis dengan uraian sebagai berikut.
Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Keamanan kerja tidak dapat dipisahkan dari perhatian karyawan terhadap keberlangsungan pekerjaan akibat adanya perubahan organisasi yang sangat dinamis. Greenhalg dan Rosenblatt (1984) mengartikan keamanan kerja sebagai jaminan atau keyakinan bahwa status pekerjaan seseorang tidak terancam hingga kurun waktu tertentu, dan menurut Ashford et. al., (1989), ketidakamanan kerja (job insecurity) merupakan perasaan tegang, gelisah, khawatir, stres, dan ketidakpastian terhadap sifat dan keberadaan pekerjaan selanjutnya. Karyawan dengan tingkat keamanan kerja yang tinggi memiliki probabilitas yang rendah tentang kehilangan pekerjaan dalam waktu dekat.
Bukti empiris menunjukkan keamanan kerja merupakan determinan penting bagi kesehatan tenaga
kerja, serta kehidupan fisik dan psikologis karyawan, pengunduran diri karyawan, serta komitmen organisasional (Widodo, 2010). Jika karyawan merasa bahwa perusahaan tempatnya bekerja dapat memberikan jaminan mengenai faktor-faktor yang tercakup dalam keamanan kerja, maka kepuasan kerja akan meningkat, sehingga dapat mengurungkan niat berpindah kerja. Hal tersebut juga diungkapkan dalam hasil penelitian Ameen et al. (1995); Iriana et al. (2004); dan Suwandi dan Indriantoro (1999) bahwa ketidakamanan kerja mempunyai hubungan positif dengan keinginan berpindah kerja. Bertentangan dengan itu, hasil penelitian Wening (2005) dan Schalkwyk (2010), menunjukkan bahwa job insecurity tidak berhubungan dengan turnover intention.
H1 : Keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention
Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja
Ketidakamanan kerja merupakan kondisi psikologis karyawan yang mencerminkan rasa tidak aman karena kondisi lingkungan yang berubah, banyak jenis pekerjaan yang sifatnya sesaat atau pekerjaan kontrak. Ketidakamanan kerja adalah kondisi ketidakberdayaan karyawan untuk mempertahankan kesinambungan pekerjaan dalam situasi kerja yang mengancam. Kepuasan mencerminkan reaksi emosional individu sehubungan dengan aspek-aspek dalam lingkungan pekerjaannya. Oleh karena job insecurity mencerminkan serangkaian pandangan individu mengenai kemungkinan terjadinya peristiwa negatif pada pekerjaan, maka sangat mungkin perasaan ini akan membawa akibat negatif pada kepuasan kerja sebagai respon emosional pada pekerjaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Nuzulman (2009) yang menunjukkan bahwa ketidakamanan kerja berpengaruh pada ketidakpuasan kerja dan memiliki hubungan yang sangat kuat satu sama lain. Temuan itu didukung oleh penelitian Wijaya (2010) dan Reisel et. al. (2010) yang menyatakan bahwa job insecurity berpengaruh negatif pada kepuasan kerja. Berbeda dengan hasil penelitian Wening (2005) yang menunjukkan bahwa job insecurity tidak signifikan pengaruhnya pada kepuasan kerja.
H2 : Keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja.
Pengaruh Kepuasan Kerja pada Turnover Intention
Kepuasan kerja karyawan memiliki makna sangat penting bagi organisasi. Karyawan yang merasa puas akan mampu bertahan pada organisasi dan bekerja
Sebagai landasan untuk menjawab masalah tersebut, maka dususun kerangka konsep yang menunjukkan hubungan antar variabel yang diteliti. Kerangka konsep dalam penelitian ini ditunjukkan dengan variabel yang teridentifikasi yaitu: variabel bebas (keamanan kerja), variabel mediasi (kepuasan kerja), dan variabel terikat (turnover intention). Variabel keamanan kerja dengan indikator: karir masa depan, keamanan kerja, kegelisahan, dan kenyamanan kerja. Variabel kepuasan kerja dengan indikator: kepuasan terhadap pekerjaan, atasan, teman sekerja, kompensasi, dan promosi atau kesempatan untuk maju. Variabel turnover intention dengan indikator: kecenderungan berfikir meninggalkan organisasi, mencari pekerjaan pada organisasi lain, meninggalkan organisasi dalam waktu dekat, dan meninggalkan organisasi jika ada kesempatan lebih baik. Berdasarkan uraian tersebut, diajukan kerangka konsep seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1: Kerangka Konsep Penelitian
Sumber : dikembangkan dari berbagai sumber
Hipotesis Penelitian
Penelitian ini menguji hubungan antara keamanan kerja, kepuasan kerja, dan turnover intention. Atas dasar kerangka konsep pada Gambar 1, dapat dikembangan hipotesis dengan uraian sebagai berikut.
Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Keamanan kerja tidak dapat dipisahkan dari perhatian karyawan terhadap keberlangsungan pekerjaan akibat adanya perubahan organisasi yang sangat dinamis. Greenhalg dan Rosenblatt (1984) mengartikan keamanan kerja sebagai jaminan atau keyakinan bahwa status pekerjaan seseorang tidak terancam hingga kurun waktu tertentu, dan menurut Ashford et. al., (1989), ketidakamanan kerja (job insecurity) merupakan perasaan tegang, gelisah, khawatir, stres, dan ketidakpastian terhadap sifat dan keberadaan pekerjaan selanjutnya. Karyawan dengan tingkat keamanan kerja yang tinggi memiliki probabilitas yang rendah tentang kehilangan pekerjaan dalam waktu dekat.
Bukti empiris menunjukkan keamanan kerja merupakan determinan penting bagi kesehatan tenaga
kerja, serta kehidupan fisik dan psikologis karyawan, pengunduran diri karyawan, serta komitmen organisasional (Widodo, 2010). Jika karyawan merasa bahwa perusahaan tempatnya bekerja dapat memberikan jaminan mengenai faktor-faktor yang tercakup dalam keamanan kerja, maka kepuasan kerja akan meningkat, sehingga dapat mengurungkan niat berpindah kerja. Hal tersebut juga diungkapkan dalam hasil penelitian Ameen et al. (1995); Iriana et al. (2004); dan Suwandi dan Indriantoro (1999) bahwa ketidakamanan kerja mempunyai hubungan positif dengan keinginan berpindah kerja. Bertentangan dengan itu, hasil penelitian Wening (2005) dan Schalkwyk (2010), menunjukkan bahwa job insecurity tidak berhubungan dengan turnover intention.
H1 : Keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention
Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja
Ketidakamanan kerja merupakan kondisi psikologis karyawan yang mencerminkan rasa tidak aman karena kondisi lingkungan yang berubah, banyak jenis pekerjaan yang sifatnya sesaat atau pekerjaan kontrak. Ketidakamanan kerja adalah kondisi ketidakberdayaan karyawan untuk mempertahankan kesinambungan pekerjaan dalam situasi kerja yang mengancam. Kepuasan mencerminkan reaksi emosional individu sehubungan dengan aspek-aspek dalam lingkungan pekerjaannya. Oleh karena job insecurity mencerminkan serangkaian pandangan individu mengenai kemungkinan terjadinya peristiwa negatif pada pekerjaan, maka sangat mungkin perasaan ini akan membawa akibat negatif pada kepuasan kerja sebagai respon emosional pada pekerjaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Nuzulman (2009) yang menunjukkan bahwa ketidakamanan kerja berpengaruh pada ketidakpuasan kerja dan memiliki hubungan yang sangat kuat satu sama lain. Temuan itu didukung oleh penelitian Wijaya (2010) dan Reisel et. al. (2010) yang menyatakan bahwa job insecurity berpengaruh negatif pada kepuasan kerja. Berbeda dengan hasil penelitian Wening (2005) yang menunjukkan bahwa job insecurity tidak signifikan pengaruhnya pada kepuasan kerja.
H2 : Keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja.
Pengaruh Kepuasan Kerja pada Turnover Intention
Kepuasan kerja karyawan memiliki makna sangat penting bagi organisasi. Karyawan yang merasa puas akan mampu bertahan pada organisasi dan bekerja
Sebagai landasan untuk menjawab masalah tersebut, maka dususun kerangka konsep yang menunjukkan hubungan antar variabel yang diteliti. Kerangka konsep dalam penelitian ini ditunjukkan dengan variabel yang teridentifikasi yaitu: variabel bebas (keamanan kerja), variabel mediasi (kepuasan kerja), dan variabel terikat (turnover intention). Variabel keamanan kerja dengan indikator: karir masa depan, keamanan kerja, kegelisahan, dan kenyamanan kerja. Variabel kepuasan kerja dengan indikator: kepuasan terhadap pekerjaan, atasan, teman sekerja, kompensasi, dan promosi atau kesempatan untuk maju. Variabel turnover intention dengan indikator: kecenderungan berfikir meninggalkan organisasi, mencari pekerjaan pada organisasi lain, meninggalkan organisasi dalam waktu dekat, dan meninggalkan organisasi jika ada kesempatan lebih baik. Berdasarkan uraian tersebut, diajukan kerangka konsep seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1: Kerangka Konsep Penelitian
Sumber : dikembangkan dari berbagai sumber
Hipotesis Penelitian
Penelitian ini menguji hubungan antara keamanan kerja, kepuasan kerja, dan turnover intention. Atas dasar kerangka konsep pada Gambar 1, dapat dikembangan hipotesis dengan uraian sebagai berikut.
Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Keamanan kerja tidak dapat dipisahkan dari perhatian karyawan terhadap keberlangsungan pekerjaan akibat adanya perubahan organisasi yang sangat dinamis. Greenhalg dan Rosenblatt (1984) mengartikan keamanan kerja sebagai jaminan atau keyakinan bahwa status pekerjaan seseorang tidak terancam hingga kurun waktu tertentu, dan menurut Ashford et. al., (1989), ketidakamanan kerja (job insecurity) merupakan perasaan tegang, gelisah, khawatir, stres, dan ketidakpastian terhadap sifat dan keberadaan pekerjaan selanjutnya. Karyawan dengan tingkat keamanan kerja yang tinggi memiliki probabilitas yang rendah tentang kehilangan pekerjaan dalam waktu dekat.
Bukti empiris menunjukkan keamanan kerja merupakan determinan penting bagi kesehatan tenaga
kerja, serta kehidupan fisik dan psikologis karyawan, pengunduran diri karyawan, serta komitmen organisasional (Widodo, 2010). Jika karyawan merasa bahwa perusahaan tempatnya bekerja dapat memberikan jaminan mengenai faktor-faktor yang tercakup dalam keamanan kerja, maka kepuasan kerja akan meningkat, sehingga dapat mengurungkan niat berpindah kerja. Hal tersebut juga diungkapkan dalam hasil penelitian Ameen et al. (1995); Iriana et al. (2004); dan Suwandi dan Indriantoro (1999) bahwa ketidakamanan kerja mempunyai hubungan positif dengan keinginan berpindah kerja. Bertentangan dengan itu, hasil penelitian Wening (2005) dan Schalkwyk (2010), menunjukkan bahwa job insecurity tidak berhubungan dengan turnover intention.
H1 : Keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention
Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja
Ketidakamanan kerja merupakan kondisi psikologis karyawan yang mencerminkan rasa tidak aman karena kondisi lingkungan yang berubah, banyak jenis pekerjaan yang sifatnya sesaat atau pekerjaan kontrak. Ketidakamanan kerja adalah kondisi ketidakberdayaan karyawan untuk mempertahankan kesinambungan pekerjaan dalam situasi kerja yang mengancam. Kepuasan mencerminkan reaksi emosional individu sehubungan dengan aspek-aspek dalam lingkungan pekerjaannya. Oleh karena job insecurity mencerminkan serangkaian pandangan individu mengenai kemungkinan terjadinya peristiwa negatif pada pekerjaan, maka sangat mungkin perasaan ini akan membawa akibat negatif pada kepuasan kerja sebagai respon emosional pada pekerjaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Nuzulman (2009) yang menunjukkan bahwa ketidakamanan kerja berpengaruh pada ketidakpuasan kerja dan memiliki hubungan yang sangat kuat satu sama lain. Temuan itu didukung oleh penelitian Wijaya (2010) dan Reisel et. al. (2010) yang menyatakan bahwa job insecurity berpengaruh negatif pada kepuasan kerja. Berbeda dengan hasil penelitian Wening (2005) yang menunjukkan bahwa job insecurity tidak signifikan pengaruhnya pada kepuasan kerja.
H2 : Keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja.
Pengaruh Kepuasan Kerja pada Turnover Intention
Kepuasan kerja karyawan memiliki makna sangat penting bagi organisasi. Karyawan yang merasa puas akan mampu bertahan pada organisasi dan bekerja
Sebagai landasan untuk menjawab masalah tersebut, maka dususun kerangka konsep yang menunjukkan hubungan antar variabel yang diteliti. Kerangka konsep dalam penelitian ini ditunjukkan dengan variabel yang teridentifikasi yaitu: variabel bebas (keamanan kerja), variabel mediasi (kepuasan kerja), dan variabel terikat (turnover intention). Variabel keamanan kerja dengan indikator: karir masa depan, keamanan kerja, kegelisahan, dan kenyamanan kerja. Variabel kepuasan kerja dengan indikator: kepuasan terhadap pekerjaan, atasan, teman sekerja, kompensasi, dan promosi atau kesempatan untuk maju. Variabel turnover intention dengan indikator: kecenderungan berfikir meninggalkan organisasi, mencari pekerjaan pada organisasi lain, meninggalkan organisasi dalam waktu dekat, dan meninggalkan organisasi jika ada kesempatan lebih baik. Berdasarkan uraian tersebut, diajukan kerangka konsep seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1: Kerangka Konsep Penelitian
Sumber : dikembangkan dari berbagai sumber
Hipotesis Penelitian
Penelitian ini menguji hubungan antara keamanan kerja, kepuasan kerja, dan turnover intention. Atas dasar kerangka konsep pada Gambar 1, dapat dikembangan hipotesis dengan uraian sebagai berikut.
Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Keamanan kerja tidak dapat dipisahkan dari perhatian karyawan terhadap keberlangsungan pekerjaan akibat adanya perubahan organisasi yang sangat dinamis. Greenhalg dan Rosenblatt (1984) mengartikan keamanan kerja sebagai jaminan atau keyakinan bahwa status pekerjaan seseorang tidak terancam hingga kurun waktu tertentu, dan menurut Ashford et. al., (1989), ketidakamanan kerja (job insecurity) merupakan perasaan tegang, gelisah, khawatir, stres, dan ketidakpastian terhadap sifat dan keberadaan pekerjaan selanjutnya. Karyawan dengan tingkat keamanan kerja yang tinggi memiliki probabilitas yang rendah tentang kehilangan pekerjaan dalam waktu dekat.
Bukti empiris menunjukkan keamanan kerja merupakan determinan penting bagi kesehatan tenaga
kerja, serta kehidupan fisik dan psikologis karyawan, pengunduran diri karyawan, serta komitmen organisasional (Widodo, 2010). Jika karyawan merasa bahwa perusahaan tempatnya bekerja dapat memberikan jaminan mengenai faktor-faktor yang tercakup dalam keamanan kerja, maka kepuasan kerja akan meningkat, sehingga dapat mengurungkan niat berpindah kerja. Hal tersebut juga diungkapkan dalam hasil penelitian Ameen et al. (1995); Iriana et al. (2004); dan Suwandi dan Indriantoro (1999) bahwa ketidakamanan kerja mempunyai hubungan positif dengan keinginan berpindah kerja. Bertentangan dengan itu, hasil penelitian Wening (2005) dan Schalkwyk (2010), menunjukkan bahwa job insecurity tidak berhubungan dengan turnover intention.
H1 : Keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention
Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja
Ketidakamanan kerja merupakan kondisi psikologis karyawan yang mencerminkan rasa tidak aman karena kondisi lingkungan yang berubah, banyak jenis pekerjaan yang sifatnya sesaat atau pekerjaan kontrak. Ketidakamanan kerja adalah kondisi ketidakberdayaan karyawan untuk mempertahankan kesinambungan pekerjaan dalam situasi kerja yang mengancam. Kepuasan mencerminkan reaksi emosional individu sehubungan dengan aspek-aspek dalam lingkungan pekerjaannya. Oleh karena job insecurity mencerminkan serangkaian pandangan individu mengenai kemungkinan terjadinya peristiwa negatif pada pekerjaan, maka sangat mungkin perasaan ini akan membawa akibat negatif pada kepuasan kerja sebagai respon emosional pada pekerjaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Nuzulman (2009) yang menunjukkan bahwa ketidakamanan kerja berpengaruh pada ketidakpuasan kerja dan memiliki hubungan yang sangat kuat satu sama lain. Temuan itu didukung oleh penelitian Wijaya (2010) dan Reisel et. al. (2010) yang menyatakan bahwa job insecurity berpengaruh negatif pada kepuasan kerja. Berbeda dengan hasil penelitian Wening (2005) yang menunjukkan bahwa job insecurity tidak signifikan pengaruhnya pada kepuasan kerja.
H2 : Keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja.
Pengaruh Kepuasan Kerja pada Turnover Intention
Kepuasan kerja karyawan memiliki makna sangat penting bagi organisasi. Karyawan yang merasa puas akan mampu bertahan pada organisasi dan bekerja
Sebagai landasan untuk menjawab masalah tersebut, maka dususun kerangka konsep yang menunjukkan hubungan antar variabel yang diteliti. Kerangka konsep dalam penelitian ini ditunjukkan dengan variabel yang teridentifikasi yaitu: variabel bebas (keamanan kerja), variabel mediasi (kepuasan kerja), dan variabel terikat (turnover intention). Variabel keamanan kerja dengan indikator: karir masa depan, keamanan kerja, kegelisahan, dan kenyamanan kerja. Variabel kepuasan kerja dengan indikator: kepuasan terhadap pekerjaan, atasan, teman sekerja, kompensasi, dan promosi atau kesempatan untuk maju. Variabel turnover intention dengan indikator: kecenderungan berfikir meninggalkan organisasi, mencari pekerjaan pada organisasi lain, meninggalkan organisasi dalam waktu dekat, dan meninggalkan organisasi jika ada kesempatan lebih baik. Berdasarkan uraian tersebut, diajukan kerangka konsep seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1: Kerangka Konsep Penelitian
Sumber : dikembangkan dari berbagai sumber
Hipotesis Penelitian
Penelitian ini menguji hubungan antara keamanan kerja, kepuasan kerja, dan turnover intention. Atas dasar kerangka konsep pada Gambar 1, dapat dikembangan hipotesis dengan uraian sebagai berikut.
Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Keamanan kerja tidak dapat dipisahkan dari perhatian karyawan terhadap keberlangsungan pekerjaan akibat adanya perubahan organisasi yang sangat dinamis. Greenhalg dan Rosenblatt (1984) mengartikan keamanan kerja sebagai jaminan atau keyakinan bahwa status pekerjaan seseorang tidak terancam hingga kurun waktu tertentu, dan menurut Ashford et. al., (1989), ketidakamanan kerja (job insecurity) merupakan perasaan tegang, gelisah, khawatir, stres, dan ketidakpastian terhadap sifat dan keberadaan pekerjaan selanjutnya. Karyawan dengan tingkat keamanan kerja yang tinggi memiliki probabilitas yang rendah tentang kehilangan pekerjaan dalam waktu dekat.
Bukti empiris menunjukkan keamanan kerja merupakan determinan penting bagi kesehatan tenaga
kerja, serta kehidupan fisik dan psikologis karyawan, pengunduran diri karyawan, serta komitmen organisasional (Widodo, 2010). Jika karyawan merasa bahwa perusahaan tempatnya bekerja dapat memberikan jaminan mengenai faktor-faktor yang tercakup dalam keamanan kerja, maka kepuasan kerja akan meningkat, sehingga dapat mengurungkan niat berpindah kerja. Hal tersebut juga diungkapkan dalam hasil penelitian Ameen et al. (1995); Iriana et al. (2004); dan Suwandi dan Indriantoro (1999) bahwa ketidakamanan kerja mempunyai hubungan positif dengan keinginan berpindah kerja. Bertentangan dengan itu, hasil penelitian Wening (2005) dan Schalkwyk (2010), menunjukkan bahwa job insecurity tidak berhubungan dengan turnover intention.
H1 : Keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention
Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja
Ketidakamanan kerja merupakan kondisi psikologis karyawan yang mencerminkan rasa tidak aman karena kondisi lingkungan yang berubah, banyak jenis pekerjaan yang sifatnya sesaat atau pekerjaan kontrak. Ketidakamanan kerja adalah kondisi ketidakberdayaan karyawan untuk mempertahankan kesinambungan pekerjaan dalam situasi kerja yang mengancam. Kepuasan mencerminkan reaksi emosional individu sehubungan dengan aspek-aspek dalam lingkungan pekerjaannya. Oleh karena job insecurity mencerminkan serangkaian pandangan individu mengenai kemungkinan terjadinya peristiwa negatif pada pekerjaan, maka sangat mungkin perasaan ini akan membawa akibat negatif pada kepuasan kerja sebagai respon emosional pada pekerjaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Nuzulman (2009) yang menunjukkan bahwa ketidakamanan kerja berpengaruh pada ketidakpuasan kerja dan memiliki hubungan yang sangat kuat satu sama lain. Temuan itu didukung oleh penelitian Wijaya (2010) dan Reisel et. al. (2010) yang menyatakan bahwa job insecurity berpengaruh negatif pada kepuasan kerja. Berbeda dengan hasil penelitian Wening (2005) yang menunjukkan bahwa job insecurity tidak signifikan pengaruhnya pada kepuasan kerja.
H2 : Keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja.
Pengaruh Kepuasan Kerja pada Turnover Intention
Kepuasan kerja karyawan memiliki makna sangat penting bagi organisasi. Karyawan yang merasa puas akan mampu bertahan pada organisasi dan bekerja
Sebagai landasan untuk menjawab masalah tersebut, maka dususun kerangka konsep yang menunjukkan hubungan antar variabel yang diteliti. Kerangka konsep dalam penelitian ini ditunjukkan dengan variabel yang teridentifikasi yaitu: variabel bebas (keamanan kerja), variabel mediasi (kepuasan kerja), dan variabel terikat (turnover intention). Variabel keamanan kerja dengan indikator: karir masa depan, keamanan kerja, kegelisahan, dan kenyamanan kerja. Variabel kepuasan kerja dengan indikator: kepuasan terhadap pekerjaan, atasan, teman sekerja, kompensasi, dan promosi atau kesempatan untuk maju. Variabel turnover intention dengan indikator: kecenderungan berfikir meninggalkan organisasi, mencari pekerjaan pada organisasi lain, meninggalkan organisasi dalam waktu dekat, dan meninggalkan organisasi jika ada kesempatan lebih baik. Berdasarkan uraian tersebut, diajukan kerangka konsep seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1: Kerangka Konsep Penelitian
Sumber : dikembangkan dari berbagai sumber
Hipotesis Penelitian
Penelitian ini menguji hubungan antara keamanan kerja, kepuasan kerja, dan turnover intention. Atas dasar kerangka konsep pada Gambar 1, dapat dikembangan hipotesis dengan uraian sebagai berikut.
Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Keamanan kerja tidak dapat dipisahkan dari perhatian karyawan terhadap keberlangsungan pekerjaan akibat adanya perubahan organisasi yang sangat dinamis. Greenhalg dan Rosenblatt (1984) mengartikan keamanan kerja sebagai jaminan atau keyakinan bahwa status pekerjaan seseorang tidak terancam hingga kurun waktu tertentu, dan menurut Ashford et. al., (1989), ketidakamanan kerja (job insecurity) merupakan perasaan tegang, gelisah, khawatir, stres, dan ketidakpastian terhadap sifat dan keberadaan pekerjaan selanjutnya. Karyawan dengan tingkat keamanan kerja yang tinggi memiliki probabilitas yang rendah tentang kehilangan pekerjaan dalam waktu dekat.
Bukti empiris menunjukkan keamanan kerja merupakan determinan penting bagi kesehatan tenaga
kerja, serta kehidupan fisik dan psikologis karyawan, pengunduran diri karyawan, serta komitmen organisasional (Widodo, 2010). Jika karyawan merasa bahwa perusahaan tempatnya bekerja dapat memberikan jaminan mengenai faktor-faktor yang tercakup dalam keamanan kerja, maka kepuasan kerja akan meningkat, sehingga dapat mengurungkan niat berpindah kerja. Hal tersebut juga diungkapkan dalam hasil penelitian Ameen et al. (1995); Iriana et al. (2004); dan Suwandi dan Indriantoro (1999) bahwa ketidakamanan kerja mempunyai hubungan positif dengan keinginan berpindah kerja. Bertentangan dengan itu, hasil penelitian Wening (2005) dan Schalkwyk (2010), menunjukkan bahwa job insecurity tidak berhubungan dengan turnover intention.
H1 : Keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention
Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja
Ketidakamanan kerja merupakan kondisi psikologis karyawan yang mencerminkan rasa tidak aman karena kondisi lingkungan yang berubah, banyak jenis pekerjaan yang sifatnya sesaat atau pekerjaan kontrak. Ketidakamanan kerja adalah kondisi ketidakberdayaan karyawan untuk mempertahankan kesinambungan pekerjaan dalam situasi kerja yang mengancam. Kepuasan mencerminkan reaksi emosional individu sehubungan dengan aspek-aspek dalam lingkungan pekerjaannya. Oleh karena job insecurity mencerminkan serangkaian pandangan individu mengenai kemungkinan terjadinya peristiwa negatif pada pekerjaan, maka sangat mungkin perasaan ini akan membawa akibat negatif pada kepuasan kerja sebagai respon emosional pada pekerjaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Nuzulman (2009) yang menunjukkan bahwa ketidakamanan kerja berpengaruh pada ketidakpuasan kerja dan memiliki hubungan yang sangat kuat satu sama lain. Temuan itu didukung oleh penelitian Wijaya (2010) dan Reisel et. al. (2010) yang menyatakan bahwa job insecurity berpengaruh negatif pada kepuasan kerja. Berbeda dengan hasil penelitian Wening (2005) yang menunjukkan bahwa job insecurity tidak signifikan pengaruhnya pada kepuasan kerja.
H2 : Keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja.
Pengaruh Kepuasan Kerja pada Turnover Intention
Kepuasan kerja karyawan memiliki makna sangat penting bagi organisasi. Karyawan yang merasa puas akan mampu bertahan pada organisasi dan bekerja
Sebagai landasan untuk menjawab masalah tersebut, maka dususun kerangka konsep yang menunjukkan hubungan antar variabel yang diteliti. Kerangka konsep dalam penelitian ini ditunjukkan dengan variabel yang teridentifikasi yaitu: variabel bebas (keamanan kerja), variabel mediasi (kepuasan kerja), dan variabel terikat (turnover intention). Variabel keamanan kerja dengan indikator: karir masa depan, keamanan kerja, kegelisahan, dan kenyamanan kerja. Variabel kepuasan kerja dengan indikator: kepuasan terhadap pekerjaan, atasan, teman sekerja, kompensasi, dan promosi atau kesempatan untuk maju. Variabel turnover intention dengan indikator: kecenderungan berfikir meninggalkan organisasi, mencari pekerjaan pada organisasi lain, meninggalkan organisasi dalam waktu dekat, dan meninggalkan organisasi jika ada kesempatan lebih baik. Berdasarkan uraian tersebut, diajukan kerangka konsep seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1: Kerangka Konsep Penelitian
Sumber : dikembangkan dari berbagai sumber
Hipotesis Penelitian
Penelitian ini menguji hubungan antara keamanan kerja, kepuasan kerja, dan turnover intention. Atas dasar kerangka konsep pada Gambar 1, dapat dikembangan hipotesis dengan uraian sebagai berikut.
Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Keamanan kerja tidak dapat dipisahkan dari perhatian karyawan terhadap keberlangsungan pekerjaan akibat adanya perubahan organisasi yang sangat dinamis. Greenhalg dan Rosenblatt (1984) mengartikan keamanan kerja sebagai jaminan atau keyakinan bahwa status pekerjaan seseorang tidak terancam hingga kurun waktu tertentu, dan menurut Ashford et. al., (1989), ketidakamanan kerja (job insecurity) merupakan perasaan tegang, gelisah, khawatir, stres, dan ketidakpastian terhadap sifat dan keberadaan pekerjaan selanjutnya. Karyawan dengan tingkat keamanan kerja yang tinggi memiliki probabilitas yang rendah tentang kehilangan pekerjaan dalam waktu dekat.
Bukti empiris menunjukkan keamanan kerja merupakan determinan penting bagi kesehatan tenaga
kerja, serta kehidupan fisik dan psikologis karyawan, pengunduran diri karyawan, serta komitmen organisasional (Widodo, 2010). Jika karyawan merasa bahwa perusahaan tempatnya bekerja dapat memberikan jaminan mengenai faktor-faktor yang tercakup dalam keamanan kerja, maka kepuasan kerja akan meningkat, sehingga dapat mengurungkan niat berpindah kerja. Hal tersebut juga diungkapkan dalam hasil penelitian Ameen et al. (1995); Iriana et al. (2004); dan Suwandi dan Indriantoro (1999) bahwa ketidakamanan kerja mempunyai hubungan positif dengan keinginan berpindah kerja. Bertentangan dengan itu, hasil penelitian Wening (2005) dan Schalkwyk (2010), menunjukkan bahwa job insecurity tidak berhubungan dengan turnover intention.
H1 : Keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention
Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja
Ketidakamanan kerja merupakan kondisi psikologis karyawan yang mencerminkan rasa tidak aman karena kondisi lingkungan yang berubah, banyak jenis pekerjaan yang sifatnya sesaat atau pekerjaan kontrak. Ketidakamanan kerja adalah kondisi ketidakberdayaan karyawan untuk mempertahankan kesinambungan pekerjaan dalam situasi kerja yang mengancam. Kepuasan mencerminkan reaksi emosional individu sehubungan dengan aspek-aspek dalam lingkungan pekerjaannya. Oleh karena job insecurity mencerminkan serangkaian pandangan individu mengenai kemungkinan terjadinya peristiwa negatif pada pekerjaan, maka sangat mungkin perasaan ini akan membawa akibat negatif pada kepuasan kerja sebagai respon emosional pada pekerjaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Nuzulman (2009) yang menunjukkan bahwa ketidakamanan kerja berpengaruh pada ketidakpuasan kerja dan memiliki hubungan yang sangat kuat satu sama lain. Temuan itu didukung oleh penelitian Wijaya (2010) dan Reisel et. al. (2010) yang menyatakan bahwa job insecurity berpengaruh negatif pada kepuasan kerja. Berbeda dengan hasil penelitian Wening (2005) yang menunjukkan bahwa job insecurity tidak signifikan pengaruhnya pada kepuasan kerja.
H2 : Keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja.
Pengaruh Kepuasan Kerja pada Turnover Intention
Kepuasan kerja karyawan memiliki makna sangat penting bagi organisasi. Karyawan yang merasa puas akan mampu bertahan pada organisasi dan bekerja
Sebagai landasan untuk menjawab masalah tersebut, maka dususun kerangka konsep yang menunjukkan hubungan antar variabel yang diteliti. Kerangka konsep dalam penelitian ini ditunjukkan dengan variabel yang teridentifikasi yaitu: variabel bebas (keamanan kerja), variabel mediasi (kepuasan kerja), dan variabel terikat (turnover intention). Variabel keamanan kerja dengan indikator: karir masa depan, keamanan kerja, kegelisahan, dan kenyamanan kerja. Variabel kepuasan kerja dengan indikator: kepuasan terhadap pekerjaan, atasan, teman sekerja, kompensasi, dan promosi atau kesempatan untuk maju. Variabel turnover intention dengan indikator: kecenderungan berfikir meninggalkan organisasi, mencari pekerjaan pada organisasi lain, meninggalkan organisasi dalam waktu dekat, dan meninggalkan organisasi jika ada kesempatan lebih baik. Berdasarkan uraian tersebut, diajukan kerangka konsep seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1: Kerangka Konsep Penelitian
Sumber : dikembangkan dari berbagai sumber
Hipotesis Penelitian
Penelitian ini menguji hubungan antara keamanan kerja, kepuasan kerja, dan turnover intention. Atas dasar kerangka konsep pada Gambar 1, dapat dikembangan hipotesis dengan uraian sebagai berikut.
Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Keamanan kerja tidak dapat dipisahkan dari perhatian karyawan terhadap keberlangsungan pekerjaan akibat adanya perubahan organisasi yang sangat dinamis. Greenhalg dan Rosenblatt (1984) mengartikan keamanan kerja sebagai jaminan atau keyakinan bahwa status pekerjaan seseorang tidak terancam hingga kurun waktu tertentu, dan menurut Ashford et. al., (1989), ketidakamanan kerja (job insecurity) merupakan perasaan tegang, gelisah, khawatir, stres, dan ketidakpastian terhadap sifat dan keberadaan pekerjaan selanjutnya. Karyawan dengan tingkat keamanan kerja yang tinggi memiliki probabilitas yang rendah tentang kehilangan pekerjaan dalam waktu dekat.
Bukti empiris menunjukkan keamanan kerja merupakan determinan penting bagi kesehatan tenaga
kerja, serta kehidupan fisik dan psikologis karyawan, pengunduran diri karyawan, serta komitmen organisasional (Widodo, 2010). Jika karyawan merasa bahwa perusahaan tempatnya bekerja dapat memberikan jaminan mengenai faktor-faktor yang tercakup dalam keamanan kerja, maka kepuasan kerja akan meningkat, sehingga dapat mengurungkan niat berpindah kerja. Hal tersebut juga diungkapkan dalam hasil penelitian Ameen et al. (1995); Iriana et al. (2004); dan Suwandi dan Indriantoro (1999) bahwa ketidakamanan kerja mempunyai hubungan positif dengan keinginan berpindah kerja. Bertentangan dengan itu, hasil penelitian Wening (2005) dan Schalkwyk (2010), menunjukkan bahwa job insecurity tidak berhubungan dengan turnover intention.
H1 : Keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention
Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja
Ketidakamanan kerja merupakan kondisi psikologis karyawan yang mencerminkan rasa tidak aman karena kondisi lingkungan yang berubah, banyak jenis pekerjaan yang sifatnya sesaat atau pekerjaan kontrak. Ketidakamanan kerja adalah kondisi ketidakberdayaan karyawan untuk mempertahankan kesinambungan pekerjaan dalam situasi kerja yang mengancam. Kepuasan mencerminkan reaksi emosional individu sehubungan dengan aspek-aspek dalam lingkungan pekerjaannya. Oleh karena job insecurity mencerminkan serangkaian pandangan individu mengenai kemungkinan terjadinya peristiwa negatif pada pekerjaan, maka sangat mungkin perasaan ini akan membawa akibat negatif pada kepuasan kerja sebagai respon emosional pada pekerjaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Nuzulman (2009) yang menunjukkan bahwa ketidakamanan kerja berpengaruh pada ketidakpuasan kerja dan memiliki hubungan yang sangat kuat satu sama lain. Temuan itu didukung oleh penelitian Wijaya (2010) dan Reisel et. al. (2010) yang menyatakan bahwa job insecurity berpengaruh negatif pada kepuasan kerja. Berbeda dengan hasil penelitian Wening (2005) yang menunjukkan bahwa job insecurity tidak signifikan pengaruhnya pada kepuasan kerja.
H2 : Keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja.
Pengaruh Kepuasan Kerja pada Turnover Intention
Kepuasan kerja karyawan memiliki makna sangat penting bagi organisasi. Karyawan yang merasa puas akan mampu bertahan pada organisasi dan bekerja
Sebagai landasan untuk menjawab masalah tersebut, maka dususun kerangka konsep yang menunjukkan hubungan antar variabel yang diteliti. Kerangka konsep dalam penelitian ini ditunjukkan dengan variabel yang teridentifikasi yaitu: variabel bebas (keamanan kerja), variabel mediasi (kepuasan kerja), dan variabel terikat (turnover intention). Variabel keamanan kerja dengan indikator: karir masa depan, keamanan kerja, kegelisahan, dan kenyamanan kerja. Variabel kepuasan kerja dengan indikator: kepuasan terhadap pekerjaan, atasan, teman sekerja, kompensasi, dan promosi atau kesempatan untuk maju. Variabel turnover intention dengan indikator: kecenderungan berfikir meninggalkan organisasi, mencari pekerjaan pada organisasi lain, meninggalkan organisasi dalam waktu dekat, dan meninggalkan organisasi jika ada kesempatan lebih baik. Berdasarkan uraian tersebut, diajukan kerangka konsep seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1: Kerangka Konsep Penelitian
Sumber : dikembangkan dari berbagai sumber
Hipotesis Penelitian
Penelitian ini menguji hubungan antara keamanan kerja, kepuasan kerja, dan turnover intention. Atas dasar kerangka konsep pada Gambar 1, dapat dikembangan hipotesis dengan uraian sebagai berikut.
Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Keamanan kerja tidak dapat dipisahkan dari perhatian karyawan terhadap keberlangsungan pekerjaan akibat adanya perubahan organisasi yang sangat dinamis. Greenhalg dan Rosenblatt (1984) mengartikan keamanan kerja sebagai jaminan atau keyakinan bahwa status pekerjaan seseorang tidak terancam hingga kurun waktu tertentu, dan menurut Ashford et. al., (1989), ketidakamanan kerja (job insecurity) merupakan perasaan tegang, gelisah, khawatir, stres, dan ketidakpastian terhadap sifat dan keberadaan pekerjaan selanjutnya. Karyawan dengan tingkat keamanan kerja yang tinggi memiliki probabilitas yang rendah tentang kehilangan pekerjaan dalam waktu dekat.
Bukti empiris menunjukkan keamanan kerja merupakan determinan penting bagi kesehatan tenaga
kerja, serta kehidupan fisik dan psikologis karyawan, pengunduran diri karyawan, serta komitmen organisasional (Widodo, 2010). Jika karyawan merasa bahwa perusahaan tempatnya bekerja dapat memberikan jaminan mengenai faktor-faktor yang tercakup dalam keamanan kerja, maka kepuasan kerja akan meningkat, sehingga dapat mengurungkan niat berpindah kerja. Hal tersebut juga diungkapkan dalam hasil penelitian Ameen et al. (1995); Iriana et al. (2004); dan Suwandi dan Indriantoro (1999) bahwa ketidakamanan kerja mempunyai hubungan positif dengan keinginan berpindah kerja. Bertentangan dengan itu, hasil penelitian Wening (2005) dan Schalkwyk (2010), menunjukkan bahwa job insecurity tidak berhubungan dengan turnover intention.
H1 : Keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention
Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja
Ketidakamanan kerja merupakan kondisi psikologis karyawan yang mencerminkan rasa tidak aman karena kondisi lingkungan yang berubah, banyak jenis pekerjaan yang sifatnya sesaat atau pekerjaan kontrak. Ketidakamanan kerja adalah kondisi ketidakberdayaan karyawan untuk mempertahankan kesinambungan pekerjaan dalam situasi kerja yang mengancam. Kepuasan mencerminkan reaksi emosional individu sehubungan dengan aspek-aspek dalam lingkungan pekerjaannya. Oleh karena job insecurity mencerminkan serangkaian pandangan individu mengenai kemungkinan terjadinya peristiwa negatif pada pekerjaan, maka sangat mungkin perasaan ini akan membawa akibat negatif pada kepuasan kerja sebagai respon emosional pada pekerjaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Nuzulman (2009) yang menunjukkan bahwa ketidakamanan kerja berpengaruh pada ketidakpuasan kerja dan memiliki hubungan yang sangat kuat satu sama lain. Temuan itu didukung oleh penelitian Wijaya (2010) dan Reisel et. al. (2010) yang menyatakan bahwa job insecurity berpengaruh negatif pada kepuasan kerja. Berbeda dengan hasil penelitian Wening (2005) yang menunjukkan bahwa job insecurity tidak signifikan pengaruhnya pada kepuasan kerja.
H2 : Keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja.
Pengaruh Kepuasan Kerja pada Turnover Intention
Kepuasan kerja karyawan memiliki makna sangat penting bagi organisasi. Karyawan yang merasa puas akan mampu bertahan pada organisasi dan bekerja
secara produktif. Namun ketidakpuasan kerja sering diidentifikasi sebagai alasan yang menyebabkan karyawan meninggalkan pekerjaannya. Mobley dkk (1979) mengemukakan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan erat dengan pikiran untuk berhenti bekerja dan intensi untuk mencari pekerjaan lain. Intensi untuk berhenti pada akhirnya memiliki hubungan positif dengan turnover sebenarnya. Temuan ini didukung oleh meta analisis yang menunjukkan hubungan negatif antara kepuasan dengan berhentinya karyawan (Kreitner, 2005).
Robbins (2009:241) juga mengemukakan bahwa kepuasan kerja berhubungan negatif dengan keluarnya karyawan, tetapi faktor lain seperti pasar kerja, kesempatan kerja alternatif, dan lama masa kerja merupakan kendala untuk meninggalkan pekerjaan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Witasari (2009); Salleh (2012); dan Islam (2012) yang menunjukkan bahwa kepuasan kerja mempunyai hubungan negatif dengan turnover intention (Witasari, 2009; Salleh, 2012; Islam , 2012). Nurhidayanti dan Gunadi (2009) dalam penelitiannya tentang pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention dengan komitmen organisasi sebagai variabel pemediasi menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif pada keinginan berpindah kerja. Hasil penelitian Randhawa (2007) menunjukkan hubungan negatif yang signifikan antara kepuasan kerja dengan turnover intention. Konsisten dengan temuan tersebut, Mahdi dkk (2012) juga menemukan bahwa kepuasan kerja (intrinsik dan ekstrinsik) mempunyai hubungan terbalik dengan turnover intention.
H3: Kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention.
Peran Pemediasian Kepuasan Kerja pada Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Pegawai yang merasa aman dan tidak terancam dalam bekerja akan menikmati kepuasan kerja yang tinggi, sehingga kecil kemungkinannya memiliki keinginan untuk pindah pekerjaan. Seperti yang dikemukakan oleh Reisel et. al. (2010) job insecurity berhubungan negatif dengan kepuasan kerja. Sebaliknya, pegawai yang merasa tidak aman dalam bekerja menyebabkan ketidapuasan dan mendorong keinginan untuk keluar yang semakin besar. Ketidakamanan kerja yang semakin tinggi menyebabkan rendahnya kepuasan kerja dan kemudian menyebabkan tingginya keinginan berpindah (Utami, 2009). Ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja dapat memediasi pengaruh dari keamanan kerja pada turnover intention.
Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian Wijaya (2010) dengan temuan bahwa terdapat pengaruh job insecurity yang signifikan secara tidak langsung terhadap intention to quit melalui kepuasan kerja. Demikian juga Kawedar dan Lubis (2009) menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif pada keinginan berpindah dan muncul sebagai variabel pemediasi pada hubungan antara komitmen organisasi dengan keinginan berpindah kerja.
H4: Kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention
METODE
Penelitian dilaksanakan di ketiga program studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yakni Manajemen, Akuntansi, dan Ekonomi Pembangunan. Populasi penelitian ini adalah pegawai administrasi kontrak yang melaksanakan tugas pada bagian administrasi keuangan, akademik, dan perlengkapan yang berjumlah 56 orang. Dasar pertimbangannya, sebagian besar pegawai administrasi berstatus kontrak. Hubungan kepegawaian yang terikat dengan kontrak kerja cenderung menimbulkan persoalan berhubungan dengan perasaan khawatir dan tidak aman karena adanya kemungkinan untuk tidak diperpanjang kontraknya. Kondisi ini dapat berdampak negatif pada kepuasan kerja yang pada gilirannya akan bermuara pada turnover intention.
Data dikumpulkan melalui pendekatan survai dengan menggunakan kuesioner. Pengujian hipotesis dilakukan dengan teknik analisis regresi linier sederhana. Selain itu, data yang terkumpul juga dianalisis melalui analisis deskriptif untuk memberikan deskripsi tentang karakteristik responden dan indikator setiap variabel penelitian. Karakteristik reponden yang diungkapkan dalam analisis deskriptif terdiri dari umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, dan masa kerja.
Pengujian hipotesis dilakukan sesuai langkah-langkah yang dikemukakan Baron dan Kenny (1986) yaitu sebagai berikut. Pertama, variabel bebas memiliki hubungan dengan variabel terikat di mana Y sebagai variabel terikat dan X sebagai variabel bebas. Kedua, variabel bebas memiliki hubungan dengan variabel pemediasi di mana M sebagai variabel terikat dan X sebagai variabel bebas. Ketiga, variabel pemediasi mempengaruhi variabel terikat, dengan Y sebagai variabel terikat serta X dan M sebagai variabel bebas. Keempat, untuk menciptakan M sebagai pemediasi hubungan antara X dengan Y, pengaruh X pada Y secara langsung tanpa melalui
secara produktif. Namun ketidakpuasan kerja sering diidentifikasi sebagai alasan yang menyebabkan karyawan meninggalkan pekerjaannya. Mobley dkk (1979) mengemukakan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan erat dengan pikiran untuk berhenti bekerja dan intensi untuk mencari pekerjaan lain. Intensi untuk berhenti pada akhirnya memiliki hubungan positif dengan turnover sebenarnya. Temuan ini didukung oleh meta analisis yang menunjukkan hubungan negatif antara kepuasan dengan berhentinya karyawan (Kreitner, 2005).
Robbins (2009:241) juga mengemukakan bahwa kepuasan kerja berhubungan negatif dengan keluarnya karyawan, tetapi faktor lain seperti pasar kerja, kesempatan kerja alternatif, dan lama masa kerja merupakan kendala untuk meninggalkan pekerjaan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Witasari (2009); Salleh (2012); dan Islam (2012) yang menunjukkan bahwa kepuasan kerja mempunyai hubungan negatif dengan turnover intention (Witasari, 2009; Salleh, 2012; Islam , 2012). Nurhidayanti dan Gunadi (2009) dalam penelitiannya tentang pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention dengan komitmen organisasi sebagai variabel pemediasi menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif pada keinginan berpindah kerja. Hasil penelitian Randhawa (2007) menunjukkan hubungan negatif yang signifikan antara kepuasan kerja dengan turnover intention. Konsisten dengan temuan tersebut, Mahdi dkk (2012) juga menemukan bahwa kepuasan kerja (intrinsik dan ekstrinsik) mempunyai hubungan terbalik dengan turnover intention.
H3: Kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention.
Peran Pemediasian Kepuasan Kerja pada Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Pegawai yang merasa aman dan tidak terancam dalam bekerja akan menikmati kepuasan kerja yang tinggi, sehingga kecil kemungkinannya memiliki keinginan untuk pindah pekerjaan. Seperti yang dikemukakan oleh Reisel et. al. (2010) job insecurity berhubungan negatif dengan kepuasan kerja. Sebaliknya, pegawai yang merasa tidak aman dalam bekerja menyebabkan ketidapuasan dan mendorong keinginan untuk keluar yang semakin besar. Ketidakamanan kerja yang semakin tinggi menyebabkan rendahnya kepuasan kerja dan kemudian menyebabkan tingginya keinginan berpindah (Utami, 2009). Ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja dapat memediasi pengaruh dari keamanan kerja pada turnover intention.
Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian Wijaya (2010) dengan temuan bahwa terdapat pengaruh job insecurity yang signifikan secara tidak langsung terhadap intention to quit melalui kepuasan kerja. Demikian juga Kawedar dan Lubis (2009) menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif pada keinginan berpindah dan muncul sebagai variabel pemediasi pada hubungan antara komitmen organisasi dengan keinginan berpindah kerja.
H4: Kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention
METODE
Penelitian dilaksanakan di ketiga program studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yakni Manajemen, Akuntansi, dan Ekonomi Pembangunan. Populasi penelitian ini adalah pegawai administrasi kontrak yang melaksanakan tugas pada bagian administrasi keuangan, akademik, dan perlengkapan yang berjumlah 56 orang. Dasar pertimbangannya, sebagian besar pegawai administrasi berstatus kontrak. Hubungan kepegawaian yang terikat dengan kontrak kerja cenderung menimbulkan persoalan berhubungan dengan perasaan khawatir dan tidak aman karena adanya kemungkinan untuk tidak diperpanjang kontraknya. Kondisi ini dapat berdampak negatif pada kepuasan kerja yang pada gilirannya akan bermuara pada turnover intention.
Data dikumpulkan melalui pendekatan survai dengan menggunakan kuesioner. Pengujian hipotesis dilakukan dengan teknik analisis regresi linier sederhana. Selain itu, data yang terkumpul juga dianalisis melalui analisis deskriptif untuk memberikan deskripsi tentang karakteristik responden dan indikator setiap variabel penelitian. Karakteristik reponden yang diungkapkan dalam analisis deskriptif terdiri dari umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, dan masa kerja.
Pengujian hipotesis dilakukan sesuai langkah-langkah yang dikemukakan Baron dan Kenny (1986) yaitu sebagai berikut. Pertama, variabel bebas memiliki hubungan dengan variabel terikat di mana Y sebagai variabel terikat dan X sebagai variabel bebas. Kedua, variabel bebas memiliki hubungan dengan variabel pemediasi di mana M sebagai variabel terikat dan X sebagai variabel bebas. Ketiga, variabel pemediasi mempengaruhi variabel terikat, dengan Y sebagai variabel terikat serta X dan M sebagai variabel bebas. Keempat, untuk menciptakan M sebagai pemediasi hubungan antara X dengan Y, pengaruh X pada Y secara langsung tanpa melalui
secara produktif. Namun ketidakpuasan kerja sering diidentifikasi sebagai alasan yang menyebabkan karyawan meninggalkan pekerjaannya. Mobley dkk (1979) mengemukakan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan erat dengan pikiran untuk berhenti bekerja dan intensi untuk mencari pekerjaan lain. Intensi untuk berhenti pada akhirnya memiliki hubungan positif dengan turnover sebenarnya. Temuan ini didukung oleh meta analisis yang menunjukkan hubungan negatif antara kepuasan dengan berhentinya karyawan (Kreitner, 2005).
Robbins (2009:241) juga mengemukakan bahwa kepuasan kerja berhubungan negatif dengan keluarnya karyawan, tetapi faktor lain seperti pasar kerja, kesempatan kerja alternatif, dan lama masa kerja merupakan kendala untuk meninggalkan pekerjaan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Witasari (2009); Salleh (2012); dan Islam (2012) yang menunjukkan bahwa kepuasan kerja mempunyai hubungan negatif dengan turnover intention (Witasari, 2009; Salleh, 2012; Islam , 2012). Nurhidayanti dan Gunadi (2009) dalam penelitiannya tentang pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention dengan komitmen organisasi sebagai variabel pemediasi menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif pada keinginan berpindah kerja. Hasil penelitian Randhawa (2007) menunjukkan hubungan negatif yang signifikan antara kepuasan kerja dengan turnover intention. Konsisten dengan temuan tersebut, Mahdi dkk (2012) juga menemukan bahwa kepuasan kerja (intrinsik dan ekstrinsik) mempunyai hubungan terbalik dengan turnover intention.
H3: Kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention.
Peran Pemediasian Kepuasan Kerja pada Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Pegawai yang merasa aman dan tidak terancam dalam bekerja akan menikmati kepuasan kerja yang tinggi, sehingga kecil kemungkinannya memiliki keinginan untuk pindah pekerjaan. Seperti yang dikemukakan oleh Reisel et. al. (2010) job insecurity berhubungan negatif dengan kepuasan kerja. Sebaliknya, pegawai yang merasa tidak aman dalam bekerja menyebabkan ketidapuasan dan mendorong keinginan untuk keluar yang semakin besar. Ketidakamanan kerja yang semakin tinggi menyebabkan rendahnya kepuasan kerja dan kemudian menyebabkan tingginya keinginan berpindah (Utami, 2009). Ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja dapat memediasi pengaruh dari keamanan kerja pada turnover intention.
Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian Wijaya (2010) dengan temuan bahwa terdapat pengaruh job insecurity yang signifikan secara tidak langsung terhadap intention to quit melalui kepuasan kerja. Demikian juga Kawedar dan Lubis (2009) menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif pada keinginan berpindah dan muncul sebagai variabel pemediasi pada hubungan antara komitmen organisasi dengan keinginan berpindah kerja.
H4: Kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention
METODE
Penelitian dilaksanakan di ketiga program studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yakni Manajemen, Akuntansi, dan Ekonomi Pembangunan. Populasi penelitian ini adalah pegawai administrasi kontrak yang melaksanakan tugas pada bagian administrasi keuangan, akademik, dan perlengkapan yang berjumlah 56 orang. Dasar pertimbangannya, sebagian besar pegawai administrasi berstatus kontrak. Hubungan kepegawaian yang terikat dengan kontrak kerja cenderung menimbulkan persoalan berhubungan dengan perasaan khawatir dan tidak aman karena adanya kemungkinan untuk tidak diperpanjang kontraknya. Kondisi ini dapat berdampak negatif pada kepuasan kerja yang pada gilirannya akan bermuara pada turnover intention.
Data dikumpulkan melalui pendekatan survai dengan menggunakan kuesioner. Pengujian hipotesis dilakukan dengan teknik analisis regresi linier sederhana. Selain itu, data yang terkumpul juga dianalisis melalui analisis deskriptif untuk memberikan deskripsi tentang karakteristik responden dan indikator setiap variabel penelitian. Karakteristik reponden yang diungkapkan dalam analisis deskriptif terdiri dari umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, dan masa kerja.
Pengujian hipotesis dilakukan sesuai langkah-langkah yang dikemukakan Baron dan Kenny (1986) yaitu sebagai berikut. Pertama, variabel bebas memiliki hubungan dengan variabel terikat di mana Y sebagai variabel terikat dan X sebagai variabel bebas. Kedua, variabel bebas memiliki hubungan dengan variabel pemediasi di mana M sebagai variabel terikat dan X sebagai variabel bebas. Ketiga, variabel pemediasi mempengaruhi variabel terikat, dengan Y sebagai variabel terikat serta X dan M sebagai variabel bebas. Keempat, untuk menciptakan M sebagai pemediasi hubungan antara X dengan Y, pengaruh X pada Y secara langsung tanpa melalui
secara produktif. Namun ketidakpuasan kerja sering diidentifikasi sebagai alasan yang menyebabkan karyawan meninggalkan pekerjaannya. Mobley dkk (1979) mengemukakan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan erat dengan pikiran untuk berhenti bekerja dan intensi untuk mencari pekerjaan lain. Intensi untuk berhenti pada akhirnya memiliki hubungan positif dengan turnover sebenarnya. Temuan ini didukung oleh meta analisis yang menunjukkan hubungan negatif antara kepuasan dengan berhentinya karyawan (Kreitner, 2005).
Robbins (2009:241) juga mengemukakan bahwa kepuasan kerja berhubungan negatif dengan keluarnya karyawan, tetapi faktor lain seperti pasar kerja, kesempatan kerja alternatif, dan lama masa kerja merupakan kendala untuk meninggalkan pekerjaan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Witasari (2009); Salleh (2012); dan Islam (2012) yang menunjukkan bahwa kepuasan kerja mempunyai hubungan negatif dengan turnover intention (Witasari, 2009; Salleh, 2012; Islam , 2012). Nurhidayanti dan Gunadi (2009) dalam penelitiannya tentang pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention dengan komitmen organisasi sebagai variabel pemediasi menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif pada keinginan berpindah kerja. Hasil penelitian Randhawa (2007) menunjukkan hubungan negatif yang signifikan antara kepuasan kerja dengan turnover intention. Konsisten dengan temuan tersebut, Mahdi dkk (2012) juga menemukan bahwa kepuasan kerja (intrinsik dan ekstrinsik) mempunyai hubungan terbalik dengan turnover intention.
H3: Kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention.
Peran Pemediasian Kepuasan Kerja pada Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Pegawai yang merasa aman dan tidak terancam dalam bekerja akan menikmati kepuasan kerja yang tinggi, sehingga kecil kemungkinannya memiliki keinginan untuk pindah pekerjaan. Seperti yang dikemukakan oleh Reisel et. al. (2010) job insecurity berhubungan negatif dengan kepuasan kerja. Sebaliknya, pegawai yang merasa tidak aman dalam bekerja menyebabkan ketidapuasan dan mendorong keinginan untuk keluar yang semakin besar. Ketidakamanan kerja yang semakin tinggi menyebabkan rendahnya kepuasan kerja dan kemudian menyebabkan tingginya keinginan berpindah (Utami, 2009). Ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja dapat memediasi pengaruh dari keamanan kerja pada turnover intention.
Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian Wijaya (2010) dengan temuan bahwa terdapat pengaruh job insecurity yang signifikan secara tidak langsung terhadap intention to quit melalui kepuasan kerja. Demikian juga Kawedar dan Lubis (2009) menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif pada keinginan berpindah dan muncul sebagai variabel pemediasi pada hubungan antara komitmen organisasi dengan keinginan berpindah kerja.
H4: Kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention
METODE
Penelitian dilaksanakan di ketiga program studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yakni Manajemen, Akuntansi, dan Ekonomi Pembangunan. Populasi penelitian ini adalah pegawai administrasi kontrak yang melaksanakan tugas pada bagian administrasi keuangan, akademik, dan perlengkapan yang berjumlah 56 orang. Dasar pertimbangannya, sebagian besar pegawai administrasi berstatus kontrak. Hubungan kepegawaian yang terikat dengan kontrak kerja cenderung menimbulkan persoalan berhubungan dengan perasaan khawatir dan tidak aman karena adanya kemungkinan untuk tidak diperpanjang kontraknya. Kondisi ini dapat berdampak negatif pada kepuasan kerja yang pada gilirannya akan bermuara pada turnover intention.
Data dikumpulkan melalui pendekatan survai dengan menggunakan kuesioner. Pengujian hipotesis dilakukan dengan teknik analisis regresi linier sederhana. Selain itu, data yang terkumpul juga dianalisis melalui analisis deskriptif untuk memberikan deskripsi tentang karakteristik responden dan indikator setiap variabel penelitian. Karakteristik reponden yang diungkapkan dalam analisis deskriptif terdiri dari umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, dan masa kerja.
Pengujian hipotesis dilakukan sesuai langkah-langkah yang dikemukakan Baron dan Kenny (1986) yaitu sebagai berikut. Pertama, variabel bebas memiliki hubungan dengan variabel terikat di mana Y sebagai variabel terikat dan X sebagai variabel bebas. Kedua, variabel bebas memiliki hubungan dengan variabel pemediasi di mana M sebagai variabel terikat dan X sebagai variabel bebas. Ketiga, variabel pemediasi mempengaruhi variabel terikat, dengan Y sebagai variabel terikat serta X dan M sebagai variabel bebas. Keempat, untuk menciptakan M sebagai pemediasi hubungan antara X dengan Y, pengaruh X pada Y secara langsung tanpa melalui
secara produktif. Namun ketidakpuasan kerja sering diidentifikasi sebagai alasan yang menyebabkan karyawan meninggalkan pekerjaannya. Mobley dkk (1979) mengemukakan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan erat dengan pikiran untuk berhenti bekerja dan intensi untuk mencari pekerjaan lain. Intensi untuk berhenti pada akhirnya memiliki hubungan positif dengan turnover sebenarnya. Temuan ini didukung oleh meta analisis yang menunjukkan hubungan negatif antara kepuasan dengan berhentinya karyawan (Kreitner, 2005).
Robbins (2009:241) juga mengemukakan bahwa kepuasan kerja berhubungan negatif dengan keluarnya karyawan, tetapi faktor lain seperti pasar kerja, kesempatan kerja alternatif, dan lama masa kerja merupakan kendala untuk meninggalkan pekerjaan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Witasari (2009); Salleh (2012); dan Islam (2012) yang menunjukkan bahwa kepuasan kerja mempunyai hubungan negatif dengan turnover intention (Witasari, 2009; Salleh, 2012; Islam , 2012). Nurhidayanti dan Gunadi (2009) dalam penelitiannya tentang pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention dengan komitmen organisasi sebagai variabel pemediasi menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif pada keinginan berpindah kerja. Hasil penelitian Randhawa (2007) menunjukkan hubungan negatif yang signifikan antara kepuasan kerja dengan turnover intention. Konsisten dengan temuan tersebut, Mahdi dkk (2012) juga menemukan bahwa kepuasan kerja (intrinsik dan ekstrinsik) mempunyai hubungan terbalik dengan turnover intention.
H3: Kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention.
Peran Pemediasian Kepuasan Kerja pada Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Pegawai yang merasa aman dan tidak terancam dalam bekerja akan menikmati kepuasan kerja yang tinggi, sehingga kecil kemungkinannya memiliki keinginan untuk pindah pekerjaan. Seperti yang dikemukakan oleh Reisel et. al. (2010) job insecurity berhubungan negatif dengan kepuasan kerja. Sebaliknya, pegawai yang merasa tidak aman dalam bekerja menyebabkan ketidapuasan dan mendorong keinginan untuk keluar yang semakin besar. Ketidakamanan kerja yang semakin tinggi menyebabkan rendahnya kepuasan kerja dan kemudian menyebabkan tingginya keinginan berpindah (Utami, 2009). Ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja dapat memediasi pengaruh dari keamanan kerja pada turnover intention.
Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian Wijaya (2010) dengan temuan bahwa terdapat pengaruh job insecurity yang signifikan secara tidak langsung terhadap intention to quit melalui kepuasan kerja. Demikian juga Kawedar dan Lubis (2009) menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif pada keinginan berpindah dan muncul sebagai variabel pemediasi pada hubungan antara komitmen organisasi dengan keinginan berpindah kerja.
H4: Kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention
METODE
Penelitian dilaksanakan di ketiga program studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yakni Manajemen, Akuntansi, dan Ekonomi Pembangunan. Populasi penelitian ini adalah pegawai administrasi kontrak yang melaksanakan tugas pada bagian administrasi keuangan, akademik, dan perlengkapan yang berjumlah 56 orang. Dasar pertimbangannya, sebagian besar pegawai administrasi berstatus kontrak. Hubungan kepegawaian yang terikat dengan kontrak kerja cenderung menimbulkan persoalan berhubungan dengan perasaan khawatir dan tidak aman karena adanya kemungkinan untuk tidak diperpanjang kontraknya. Kondisi ini dapat berdampak negatif pada kepuasan kerja yang pada gilirannya akan bermuara pada turnover intention.
Data dikumpulkan melalui pendekatan survai dengan menggunakan kuesioner. Pengujian hipotesis dilakukan dengan teknik analisis regresi linier sederhana. Selain itu, data yang terkumpul juga dianalisis melalui analisis deskriptif untuk memberikan deskripsi tentang karakteristik responden dan indikator setiap variabel penelitian. Karakteristik reponden yang diungkapkan dalam analisis deskriptif terdiri dari umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, dan masa kerja.
Pengujian hipotesis dilakukan sesuai langkah-langkah yang dikemukakan Baron dan Kenny (1986) yaitu sebagai berikut. Pertama, variabel bebas memiliki hubungan dengan variabel terikat di mana Y sebagai variabel terikat dan X sebagai variabel bebas. Kedua, variabel bebas memiliki hubungan dengan variabel pemediasi di mana M sebagai variabel terikat dan X sebagai variabel bebas. Ketiga, variabel pemediasi mempengaruhi variabel terikat, dengan Y sebagai variabel terikat serta X dan M sebagai variabel bebas. Keempat, untuk menciptakan M sebagai pemediasi hubungan antara X dengan Y, pengaruh X pada Y secara langsung tanpa melalui
secara produktif. Namun ketidakpuasan kerja sering diidentifikasi sebagai alasan yang menyebabkan karyawan meninggalkan pekerjaannya. Mobley dkk (1979) mengemukakan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan erat dengan pikiran untuk berhenti bekerja dan intensi untuk mencari pekerjaan lain. Intensi untuk berhenti pada akhirnya memiliki hubungan positif dengan turnover sebenarnya. Temuan ini didukung oleh meta analisis yang menunjukkan hubungan negatif antara kepuasan dengan berhentinya karyawan (Kreitner, 2005).
Robbins (2009:241) juga mengemukakan bahwa kepuasan kerja berhubungan negatif dengan keluarnya karyawan, tetapi faktor lain seperti pasar kerja, kesempatan kerja alternatif, dan lama masa kerja merupakan kendala untuk meninggalkan pekerjaan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Witasari (2009); Salleh (2012); dan Islam (2012) yang menunjukkan bahwa kepuasan kerja mempunyai hubungan negatif dengan turnover intention (Witasari, 2009; Salleh, 2012; Islam , 2012). Nurhidayanti dan Gunadi (2009) dalam penelitiannya tentang pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention dengan komitmen organisasi sebagai variabel pemediasi menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif pada keinginan berpindah kerja. Hasil penelitian Randhawa (2007) menunjukkan hubungan negatif yang signifikan antara kepuasan kerja dengan turnover intention. Konsisten dengan temuan tersebut, Mahdi dkk (2012) juga menemukan bahwa kepuasan kerja (intrinsik dan ekstrinsik) mempunyai hubungan terbalik dengan turnover intention.
H3: Kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention.
Peran Pemediasian Kepuasan Kerja pada Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Pegawai yang merasa aman dan tidak terancam dalam bekerja akan menikmati kepuasan kerja yang tinggi, sehingga kecil kemungkinannya memiliki keinginan untuk pindah pekerjaan. Seperti yang dikemukakan oleh Reisel et. al. (2010) job insecurity berhubungan negatif dengan kepuasan kerja. Sebaliknya, pegawai yang merasa tidak aman dalam bekerja menyebabkan ketidapuasan dan mendorong keinginan untuk keluar yang semakin besar. Ketidakamanan kerja yang semakin tinggi menyebabkan rendahnya kepuasan kerja dan kemudian menyebabkan tingginya keinginan berpindah (Utami, 2009). Ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja dapat memediasi pengaruh dari keamanan kerja pada turnover intention.
Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian Wijaya (2010) dengan temuan bahwa terdapat pengaruh job insecurity yang signifikan secara tidak langsung terhadap intention to quit melalui kepuasan kerja. Demikian juga Kawedar dan Lubis (2009) menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif pada keinginan berpindah dan muncul sebagai variabel pemediasi pada hubungan antara komitmen organisasi dengan keinginan berpindah kerja.
H4: Kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention
METODE
Penelitian dilaksanakan di ketiga program studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yakni Manajemen, Akuntansi, dan Ekonomi Pembangunan. Populasi penelitian ini adalah pegawai administrasi kontrak yang melaksanakan tugas pada bagian administrasi keuangan, akademik, dan perlengkapan yang berjumlah 56 orang. Dasar pertimbangannya, sebagian besar pegawai administrasi berstatus kontrak. Hubungan kepegawaian yang terikat dengan kontrak kerja cenderung menimbulkan persoalan berhubungan dengan perasaan khawatir dan tidak aman karena adanya kemungkinan untuk tidak diperpanjang kontraknya. Kondisi ini dapat berdampak negatif pada kepuasan kerja yang pada gilirannya akan bermuara pada turnover intention.
Data dikumpulkan melalui pendekatan survai dengan menggunakan kuesioner. Pengujian hipotesis dilakukan dengan teknik analisis regresi linier sederhana. Selain itu, data yang terkumpul juga dianalisis melalui analisis deskriptif untuk memberikan deskripsi tentang karakteristik responden dan indikator setiap variabel penelitian. Karakteristik reponden yang diungkapkan dalam analisis deskriptif terdiri dari umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, dan masa kerja.
Pengujian hipotesis dilakukan sesuai langkah-langkah yang dikemukakan Baron dan Kenny (1986) yaitu sebagai berikut. Pertama, variabel bebas memiliki hubungan dengan variabel terikat di mana Y sebagai variabel terikat dan X sebagai variabel bebas. Kedua, variabel bebas memiliki hubungan dengan variabel pemediasi di mana M sebagai variabel terikat dan X sebagai variabel bebas. Ketiga, variabel pemediasi mempengaruhi variabel terikat, dengan Y sebagai variabel terikat serta X dan M sebagai variabel bebas. Keempat, untuk menciptakan M sebagai pemediasi hubungan antara X dengan Y, pengaruh X pada Y secara langsung tanpa melalui
secara produktif. Namun ketidakpuasan kerja sering diidentifikasi sebagai alasan yang menyebabkan karyawan meninggalkan pekerjaannya. Mobley dkk (1979) mengemukakan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan erat dengan pikiran untuk berhenti bekerja dan intensi untuk mencari pekerjaan lain. Intensi untuk berhenti pada akhirnya memiliki hubungan positif dengan turnover sebenarnya. Temuan ini didukung oleh meta analisis yang menunjukkan hubungan negatif antara kepuasan dengan berhentinya karyawan (Kreitner, 2005).
Robbins (2009:241) juga mengemukakan bahwa kepuasan kerja berhubungan negatif dengan keluarnya karyawan, tetapi faktor lain seperti pasar kerja, kesempatan kerja alternatif, dan lama masa kerja merupakan kendala untuk meninggalkan pekerjaan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Witasari (2009); Salleh (2012); dan Islam (2012) yang menunjukkan bahwa kepuasan kerja mempunyai hubungan negatif dengan turnover intention (Witasari, 2009; Salleh, 2012; Islam , 2012). Nurhidayanti dan Gunadi (2009) dalam penelitiannya tentang pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention dengan komitmen organisasi sebagai variabel pemediasi menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif pada keinginan berpindah kerja. Hasil penelitian Randhawa (2007) menunjukkan hubungan negatif yang signifikan antara kepuasan kerja dengan turnover intention. Konsisten dengan temuan tersebut, Mahdi dkk (2012) juga menemukan bahwa kepuasan kerja (intrinsik dan ekstrinsik) mempunyai hubungan terbalik dengan turnover intention.
H3: Kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention.
Peran Pemediasian Kepuasan Kerja pada Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Pegawai yang merasa aman dan tidak terancam dalam bekerja akan menikmati kepuasan kerja yang tinggi, sehingga kecil kemungkinannya memiliki keinginan untuk pindah pekerjaan. Seperti yang dikemukakan oleh Reisel et. al. (2010) job insecurity berhubungan negatif dengan kepuasan kerja. Sebaliknya, pegawai yang merasa tidak aman dalam bekerja menyebabkan ketidapuasan dan mendorong keinginan untuk keluar yang semakin besar. Ketidakamanan kerja yang semakin tinggi menyebabkan rendahnya kepuasan kerja dan kemudian menyebabkan tingginya keinginan berpindah (Utami, 2009). Ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja dapat memediasi pengaruh dari keamanan kerja pada turnover intention.
Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian Wijaya (2010) dengan temuan bahwa terdapat pengaruh job insecurity yang signifikan secara tidak langsung terhadap intention to quit melalui kepuasan kerja. Demikian juga Kawedar dan Lubis (2009) menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif pada keinginan berpindah dan muncul sebagai variabel pemediasi pada hubungan antara komitmen organisasi dengan keinginan berpindah kerja.
H4: Kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention
METODE
Penelitian dilaksanakan di ketiga program studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yakni Manajemen, Akuntansi, dan Ekonomi Pembangunan. Populasi penelitian ini adalah pegawai administrasi kontrak yang melaksanakan tugas pada bagian administrasi keuangan, akademik, dan perlengkapan yang berjumlah 56 orang. Dasar pertimbangannya, sebagian besar pegawai administrasi berstatus kontrak. Hubungan kepegawaian yang terikat dengan kontrak kerja cenderung menimbulkan persoalan berhubungan dengan perasaan khawatir dan tidak aman karena adanya kemungkinan untuk tidak diperpanjang kontraknya. Kondisi ini dapat berdampak negatif pada kepuasan kerja yang pada gilirannya akan bermuara pada turnover intention.
Data dikumpulkan melalui pendekatan survai dengan menggunakan kuesioner. Pengujian hipotesis dilakukan dengan teknik analisis regresi linier sederhana. Selain itu, data yang terkumpul juga dianalisis melalui analisis deskriptif untuk memberikan deskripsi tentang karakteristik responden dan indikator setiap variabel penelitian. Karakteristik reponden yang diungkapkan dalam analisis deskriptif terdiri dari umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, dan masa kerja.
Pengujian hipotesis dilakukan sesuai langkah-langkah yang dikemukakan Baron dan Kenny (1986) yaitu sebagai berikut. Pertama, variabel bebas memiliki hubungan dengan variabel terikat di mana Y sebagai variabel terikat dan X sebagai variabel bebas. Kedua, variabel bebas memiliki hubungan dengan variabel pemediasi di mana M sebagai variabel terikat dan X sebagai variabel bebas. Ketiga, variabel pemediasi mempengaruhi variabel terikat, dengan Y sebagai variabel terikat serta X dan M sebagai variabel bebas. Keempat, untuk menciptakan M sebagai pemediasi hubungan antara X dengan Y, pengaruh X pada Y secara langsung tanpa melalui
secara produktif. Namun ketidakpuasan kerja sering diidentifikasi sebagai alasan yang menyebabkan karyawan meninggalkan pekerjaannya. Mobley dkk (1979) mengemukakan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan erat dengan pikiran untuk berhenti bekerja dan intensi untuk mencari pekerjaan lain. Intensi untuk berhenti pada akhirnya memiliki hubungan positif dengan turnover sebenarnya. Temuan ini didukung oleh meta analisis yang menunjukkan hubungan negatif antara kepuasan dengan berhentinya karyawan (Kreitner, 2005).
Robbins (2009:241) juga mengemukakan bahwa kepuasan kerja berhubungan negatif dengan keluarnya karyawan, tetapi faktor lain seperti pasar kerja, kesempatan kerja alternatif, dan lama masa kerja merupakan kendala untuk meninggalkan pekerjaan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Witasari (2009); Salleh (2012); dan Islam (2012) yang menunjukkan bahwa kepuasan kerja mempunyai hubungan negatif dengan turnover intention (Witasari, 2009; Salleh, 2012; Islam , 2012). Nurhidayanti dan Gunadi (2009) dalam penelitiannya tentang pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention dengan komitmen organisasi sebagai variabel pemediasi menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif pada keinginan berpindah kerja. Hasil penelitian Randhawa (2007) menunjukkan hubungan negatif yang signifikan antara kepuasan kerja dengan turnover intention. Konsisten dengan temuan tersebut, Mahdi dkk (2012) juga menemukan bahwa kepuasan kerja (intrinsik dan ekstrinsik) mempunyai hubungan terbalik dengan turnover intention.
H3: Kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention.
Peran Pemediasian Kepuasan Kerja pada Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Pegawai yang merasa aman dan tidak terancam dalam bekerja akan menikmati kepuasan kerja yang tinggi, sehingga kecil kemungkinannya memiliki keinginan untuk pindah pekerjaan. Seperti yang dikemukakan oleh Reisel et. al. (2010) job insecurity berhubungan negatif dengan kepuasan kerja. Sebaliknya, pegawai yang merasa tidak aman dalam bekerja menyebabkan ketidapuasan dan mendorong keinginan untuk keluar yang semakin besar. Ketidakamanan kerja yang semakin tinggi menyebabkan rendahnya kepuasan kerja dan kemudian menyebabkan tingginya keinginan berpindah (Utami, 2009). Ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja dapat memediasi pengaruh dari keamanan kerja pada turnover intention.
Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian Wijaya (2010) dengan temuan bahwa terdapat pengaruh job insecurity yang signifikan secara tidak langsung terhadap intention to quit melalui kepuasan kerja. Demikian juga Kawedar dan Lubis (2009) menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif pada keinginan berpindah dan muncul sebagai variabel pemediasi pada hubungan antara komitmen organisasi dengan keinginan berpindah kerja.
H4: Kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention
METODE
Penelitian dilaksanakan di ketiga program studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yakni Manajemen, Akuntansi, dan Ekonomi Pembangunan. Populasi penelitian ini adalah pegawai administrasi kontrak yang melaksanakan tugas pada bagian administrasi keuangan, akademik, dan perlengkapan yang berjumlah 56 orang. Dasar pertimbangannya, sebagian besar pegawai administrasi berstatus kontrak. Hubungan kepegawaian yang terikat dengan kontrak kerja cenderung menimbulkan persoalan berhubungan dengan perasaan khawatir dan tidak aman karena adanya kemungkinan untuk tidak diperpanjang kontraknya. Kondisi ini dapat berdampak negatif pada kepuasan kerja yang pada gilirannya akan bermuara pada turnover intention.
Data dikumpulkan melalui pendekatan survai dengan menggunakan kuesioner. Pengujian hipotesis dilakukan dengan teknik analisis regresi linier sederhana. Selain itu, data yang terkumpul juga dianalisis melalui analisis deskriptif untuk memberikan deskripsi tentang karakteristik responden dan indikator setiap variabel penelitian. Karakteristik reponden yang diungkapkan dalam analisis deskriptif terdiri dari umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, dan masa kerja.
Pengujian hipotesis dilakukan sesuai langkah-langkah yang dikemukakan Baron dan Kenny (1986) yaitu sebagai berikut. Pertama, variabel bebas memiliki hubungan dengan variabel terikat di mana Y sebagai variabel terikat dan X sebagai variabel bebas. Kedua, variabel bebas memiliki hubungan dengan variabel pemediasi di mana M sebagai variabel terikat dan X sebagai variabel bebas. Ketiga, variabel pemediasi mempengaruhi variabel terikat, dengan Y sebagai variabel terikat serta X dan M sebagai variabel bebas. Keempat, untuk menciptakan M sebagai pemediasi hubungan antara X dengan Y, pengaruh X pada Y secara langsung tanpa melalui
secara produktif. Namun ketidakpuasan kerja sering diidentifikasi sebagai alasan yang menyebabkan karyawan meninggalkan pekerjaannya. Mobley dkk (1979) mengemukakan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan erat dengan pikiran untuk berhenti bekerja dan intensi untuk mencari pekerjaan lain. Intensi untuk berhenti pada akhirnya memiliki hubungan positif dengan turnover sebenarnya. Temuan ini didukung oleh meta analisis yang menunjukkan hubungan negatif antara kepuasan dengan berhentinya karyawan (Kreitner, 2005).
Robbins (2009:241) juga mengemukakan bahwa kepuasan kerja berhubungan negatif dengan keluarnya karyawan, tetapi faktor lain seperti pasar kerja, kesempatan kerja alternatif, dan lama masa kerja merupakan kendala untuk meninggalkan pekerjaan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Witasari (2009); Salleh (2012); dan Islam (2012) yang menunjukkan bahwa kepuasan kerja mempunyai hubungan negatif dengan turnover intention (Witasari, 2009; Salleh, 2012; Islam , 2012). Nurhidayanti dan Gunadi (2009) dalam penelitiannya tentang pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention dengan komitmen organisasi sebagai variabel pemediasi menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif pada keinginan berpindah kerja. Hasil penelitian Randhawa (2007) menunjukkan hubungan negatif yang signifikan antara kepuasan kerja dengan turnover intention. Konsisten dengan temuan tersebut, Mahdi dkk (2012) juga menemukan bahwa kepuasan kerja (intrinsik dan ekstrinsik) mempunyai hubungan terbalik dengan turnover intention.
H3: Kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention.
Peran Pemediasian Kepuasan Kerja pada Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Pegawai yang merasa aman dan tidak terancam dalam bekerja akan menikmati kepuasan kerja yang tinggi, sehingga kecil kemungkinannya memiliki keinginan untuk pindah pekerjaan. Seperti yang dikemukakan oleh Reisel et. al. (2010) job insecurity berhubungan negatif dengan kepuasan kerja. Sebaliknya, pegawai yang merasa tidak aman dalam bekerja menyebabkan ketidapuasan dan mendorong keinginan untuk keluar yang semakin besar. Ketidakamanan kerja yang semakin tinggi menyebabkan rendahnya kepuasan kerja dan kemudian menyebabkan tingginya keinginan berpindah (Utami, 2009). Ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja dapat memediasi pengaruh dari keamanan kerja pada turnover intention.
Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian Wijaya (2010) dengan temuan bahwa terdapat pengaruh job insecurity yang signifikan secara tidak langsung terhadap intention to quit melalui kepuasan kerja. Demikian juga Kawedar dan Lubis (2009) menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif pada keinginan berpindah dan muncul sebagai variabel pemediasi pada hubungan antara komitmen organisasi dengan keinginan berpindah kerja.
H4: Kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention
METODE
Penelitian dilaksanakan di ketiga program studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yakni Manajemen, Akuntansi, dan Ekonomi Pembangunan. Populasi penelitian ini adalah pegawai administrasi kontrak yang melaksanakan tugas pada bagian administrasi keuangan, akademik, dan perlengkapan yang berjumlah 56 orang. Dasar pertimbangannya, sebagian besar pegawai administrasi berstatus kontrak. Hubungan kepegawaian yang terikat dengan kontrak kerja cenderung menimbulkan persoalan berhubungan dengan perasaan khawatir dan tidak aman karena adanya kemungkinan untuk tidak diperpanjang kontraknya. Kondisi ini dapat berdampak negatif pada kepuasan kerja yang pada gilirannya akan bermuara pada turnover intention.
Data dikumpulkan melalui pendekatan survai dengan menggunakan kuesioner. Pengujian hipotesis dilakukan dengan teknik analisis regresi linier sederhana. Selain itu, data yang terkumpul juga dianalisis melalui analisis deskriptif untuk memberikan deskripsi tentang karakteristik responden dan indikator setiap variabel penelitian. Karakteristik reponden yang diungkapkan dalam analisis deskriptif terdiri dari umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, dan masa kerja.
Pengujian hipotesis dilakukan sesuai langkah-langkah yang dikemukakan Baron dan Kenny (1986) yaitu sebagai berikut. Pertama, variabel bebas memiliki hubungan dengan variabel terikat di mana Y sebagai variabel terikat dan X sebagai variabel bebas. Kedua, variabel bebas memiliki hubungan dengan variabel pemediasi di mana M sebagai variabel terikat dan X sebagai variabel bebas. Ketiga, variabel pemediasi mempengaruhi variabel terikat, dengan Y sebagai variabel terikat serta X dan M sebagai variabel bebas. Keempat, untuk menciptakan M sebagai pemediasi hubungan antara X dengan Y, pengaruh X pada Y secara langsung tanpa melalui
secara produktif. Namun ketidakpuasan kerja sering diidentifikasi sebagai alasan yang menyebabkan karyawan meninggalkan pekerjaannya. Mobley dkk (1979) mengemukakan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan erat dengan pikiran untuk berhenti bekerja dan intensi untuk mencari pekerjaan lain. Intensi untuk berhenti pada akhirnya memiliki hubungan positif dengan turnover sebenarnya. Temuan ini didukung oleh meta analisis yang menunjukkan hubungan negatif antara kepuasan dengan berhentinya karyawan (Kreitner, 2005).
Robbins (2009:241) juga mengemukakan bahwa kepuasan kerja berhubungan negatif dengan keluarnya karyawan, tetapi faktor lain seperti pasar kerja, kesempatan kerja alternatif, dan lama masa kerja merupakan kendala untuk meninggalkan pekerjaan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Witasari (2009); Salleh (2012); dan Islam (2012) yang menunjukkan bahwa kepuasan kerja mempunyai hubungan negatif dengan turnover intention (Witasari, 2009; Salleh, 2012; Islam , 2012). Nurhidayanti dan Gunadi (2009) dalam penelitiannya tentang pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention dengan komitmen organisasi sebagai variabel pemediasi menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif pada keinginan berpindah kerja. Hasil penelitian Randhawa (2007) menunjukkan hubungan negatif yang signifikan antara kepuasan kerja dengan turnover intention. Konsisten dengan temuan tersebut, Mahdi dkk (2012) juga menemukan bahwa kepuasan kerja (intrinsik dan ekstrinsik) mempunyai hubungan terbalik dengan turnover intention.
H3: Kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention.
Peran Pemediasian Kepuasan Kerja pada Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Pegawai yang merasa aman dan tidak terancam dalam bekerja akan menikmati kepuasan kerja yang tinggi, sehingga kecil kemungkinannya memiliki keinginan untuk pindah pekerjaan. Seperti yang dikemukakan oleh Reisel et. al. (2010) job insecurity berhubungan negatif dengan kepuasan kerja. Sebaliknya, pegawai yang merasa tidak aman dalam bekerja menyebabkan ketidapuasan dan mendorong keinginan untuk keluar yang semakin besar. Ketidakamanan kerja yang semakin tinggi menyebabkan rendahnya kepuasan kerja dan kemudian menyebabkan tingginya keinginan berpindah (Utami, 2009). Ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja dapat memediasi pengaruh dari keamanan kerja pada turnover intention.
Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian Wijaya (2010) dengan temuan bahwa terdapat pengaruh job insecurity yang signifikan secara tidak langsung terhadap intention to quit melalui kepuasan kerja. Demikian juga Kawedar dan Lubis (2009) menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif pada keinginan berpindah dan muncul sebagai variabel pemediasi pada hubungan antara komitmen organisasi dengan keinginan berpindah kerja.
H4: Kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention
METODE
Penelitian dilaksanakan di ketiga program studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yakni Manajemen, Akuntansi, dan Ekonomi Pembangunan. Populasi penelitian ini adalah pegawai administrasi kontrak yang melaksanakan tugas pada bagian administrasi keuangan, akademik, dan perlengkapan yang berjumlah 56 orang. Dasar pertimbangannya, sebagian besar pegawai administrasi berstatus kontrak. Hubungan kepegawaian yang terikat dengan kontrak kerja cenderung menimbulkan persoalan berhubungan dengan perasaan khawatir dan tidak aman karena adanya kemungkinan untuk tidak diperpanjang kontraknya. Kondisi ini dapat berdampak negatif pada kepuasan kerja yang pada gilirannya akan bermuara pada turnover intention.
Data dikumpulkan melalui pendekatan survai dengan menggunakan kuesioner. Pengujian hipotesis dilakukan dengan teknik analisis regresi linier sederhana. Selain itu, data yang terkumpul juga dianalisis melalui analisis deskriptif untuk memberikan deskripsi tentang karakteristik responden dan indikator setiap variabel penelitian. Karakteristik reponden yang diungkapkan dalam analisis deskriptif terdiri dari umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, dan masa kerja.
Pengujian hipotesis dilakukan sesuai langkah-langkah yang dikemukakan Baron dan Kenny (1986) yaitu sebagai berikut. Pertama, variabel bebas memiliki hubungan dengan variabel terikat di mana Y sebagai variabel terikat dan X sebagai variabel bebas. Kedua, variabel bebas memiliki hubungan dengan variabel pemediasi di mana M sebagai variabel terikat dan X sebagai variabel bebas. Ketiga, variabel pemediasi mempengaruhi variabel terikat, dengan Y sebagai variabel terikat serta X dan M sebagai variabel bebas. Keempat, untuk menciptakan M sebagai pemediasi hubungan antara X dengan Y, pengaruh X pada Y secara langsung tanpa melalui
secara produktif. Namun ketidakpuasan kerja sering diidentifikasi sebagai alasan yang menyebabkan karyawan meninggalkan pekerjaannya. Mobley dkk (1979) mengemukakan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan erat dengan pikiran untuk berhenti bekerja dan intensi untuk mencari pekerjaan lain. Intensi untuk berhenti pada akhirnya memiliki hubungan positif dengan turnover sebenarnya. Temuan ini didukung oleh meta analisis yang menunjukkan hubungan negatif antara kepuasan dengan berhentinya karyawan (Kreitner, 2005).
Robbins (2009:241) juga mengemukakan bahwa kepuasan kerja berhubungan negatif dengan keluarnya karyawan, tetapi faktor lain seperti pasar kerja, kesempatan kerja alternatif, dan lama masa kerja merupakan kendala untuk meninggalkan pekerjaan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Witasari (2009); Salleh (2012); dan Islam (2012) yang menunjukkan bahwa kepuasan kerja mempunyai hubungan negatif dengan turnover intention (Witasari, 2009; Salleh, 2012; Islam , 2012). Nurhidayanti dan Gunadi (2009) dalam penelitiannya tentang pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention dengan komitmen organisasi sebagai variabel pemediasi menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif pada keinginan berpindah kerja. Hasil penelitian Randhawa (2007) menunjukkan hubungan negatif yang signifikan antara kepuasan kerja dengan turnover intention. Konsisten dengan temuan tersebut, Mahdi dkk (2012) juga menemukan bahwa kepuasan kerja (intrinsik dan ekstrinsik) mempunyai hubungan terbalik dengan turnover intention.
H3: Kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention.
Peran Pemediasian Kepuasan Kerja pada Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Pegawai yang merasa aman dan tidak terancam dalam bekerja akan menikmati kepuasan kerja yang tinggi, sehingga kecil kemungkinannya memiliki keinginan untuk pindah pekerjaan. Seperti yang dikemukakan oleh Reisel et. al. (2010) job insecurity berhubungan negatif dengan kepuasan kerja. Sebaliknya, pegawai yang merasa tidak aman dalam bekerja menyebabkan ketidapuasan dan mendorong keinginan untuk keluar yang semakin besar. Ketidakamanan kerja yang semakin tinggi menyebabkan rendahnya kepuasan kerja dan kemudian menyebabkan tingginya keinginan berpindah (Utami, 2009). Ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja dapat memediasi pengaruh dari keamanan kerja pada turnover intention.
Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian Wijaya (2010) dengan temuan bahwa terdapat pengaruh job insecurity yang signifikan secara tidak langsung terhadap intention to quit melalui kepuasan kerja. Demikian juga Kawedar dan Lubis (2009) menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif pada keinginan berpindah dan muncul sebagai variabel pemediasi pada hubungan antara komitmen organisasi dengan keinginan berpindah kerja.
H4: Kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention
METODE
Penelitian dilaksanakan di ketiga program studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yakni Manajemen, Akuntansi, dan Ekonomi Pembangunan. Populasi penelitian ini adalah pegawai administrasi kontrak yang melaksanakan tugas pada bagian administrasi keuangan, akademik, dan perlengkapan yang berjumlah 56 orang. Dasar pertimbangannya, sebagian besar pegawai administrasi berstatus kontrak. Hubungan kepegawaian yang terikat dengan kontrak kerja cenderung menimbulkan persoalan berhubungan dengan perasaan khawatir dan tidak aman karena adanya kemungkinan untuk tidak diperpanjang kontraknya. Kondisi ini dapat berdampak negatif pada kepuasan kerja yang pada gilirannya akan bermuara pada turnover intention.
Data dikumpulkan melalui pendekatan survai dengan menggunakan kuesioner. Pengujian hipotesis dilakukan dengan teknik analisis regresi linier sederhana. Selain itu, data yang terkumpul juga dianalisis melalui analisis deskriptif untuk memberikan deskripsi tentang karakteristik responden dan indikator setiap variabel penelitian. Karakteristik reponden yang diungkapkan dalam analisis deskriptif terdiri dari umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, dan masa kerja.
Pengujian hipotesis dilakukan sesuai langkah-langkah yang dikemukakan Baron dan Kenny (1986) yaitu sebagai berikut. Pertama, variabel bebas memiliki hubungan dengan variabel terikat di mana Y sebagai variabel terikat dan X sebagai variabel bebas. Kedua, variabel bebas memiliki hubungan dengan variabel pemediasi di mana M sebagai variabel terikat dan X sebagai variabel bebas. Ketiga, variabel pemediasi mempengaruhi variabel terikat, dengan Y sebagai variabel terikat serta X dan M sebagai variabel bebas. Keempat, untuk menciptakan M sebagai pemediasi hubungan antara X dengan Y, pengaruh X pada Y secara langsung tanpa melalui
secara produktif. Namun ketidakpuasan kerja sering diidentifikasi sebagai alasan yang menyebabkan karyawan meninggalkan pekerjaannya. Mobley dkk (1979) mengemukakan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan erat dengan pikiran untuk berhenti bekerja dan intensi untuk mencari pekerjaan lain. Intensi untuk berhenti pada akhirnya memiliki hubungan positif dengan turnover sebenarnya. Temuan ini didukung oleh meta analisis yang menunjukkan hubungan negatif antara kepuasan dengan berhentinya karyawan (Kreitner, 2005).
Robbins (2009:241) juga mengemukakan bahwa kepuasan kerja berhubungan negatif dengan keluarnya karyawan, tetapi faktor lain seperti pasar kerja, kesempatan kerja alternatif, dan lama masa kerja merupakan kendala untuk meninggalkan pekerjaan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Witasari (2009); Salleh (2012); dan Islam (2012) yang menunjukkan bahwa kepuasan kerja mempunyai hubungan negatif dengan turnover intention (Witasari, 2009; Salleh, 2012; Islam , 2012). Nurhidayanti dan Gunadi (2009) dalam penelitiannya tentang pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention dengan komitmen organisasi sebagai variabel pemediasi menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif pada keinginan berpindah kerja. Hasil penelitian Randhawa (2007) menunjukkan hubungan negatif yang signifikan antara kepuasan kerja dengan turnover intention. Konsisten dengan temuan tersebut, Mahdi dkk (2012) juga menemukan bahwa kepuasan kerja (intrinsik dan ekstrinsik) mempunyai hubungan terbalik dengan turnover intention.
H3: Kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention.
Peran Pemediasian Kepuasan Kerja pada Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Pegawai yang merasa aman dan tidak terancam dalam bekerja akan menikmati kepuasan kerja yang tinggi, sehingga kecil kemungkinannya memiliki keinginan untuk pindah pekerjaan. Seperti yang dikemukakan oleh Reisel et. al. (2010) job insecurity berhubungan negatif dengan kepuasan kerja. Sebaliknya, pegawai yang merasa tidak aman dalam bekerja menyebabkan ketidapuasan dan mendorong keinginan untuk keluar yang semakin besar. Ketidakamanan kerja yang semakin tinggi menyebabkan rendahnya kepuasan kerja dan kemudian menyebabkan tingginya keinginan berpindah (Utami, 2009). Ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja dapat memediasi pengaruh dari keamanan kerja pada turnover intention.
Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian Wijaya (2010) dengan temuan bahwa terdapat pengaruh job insecurity yang signifikan secara tidak langsung terhadap intention to quit melalui kepuasan kerja. Demikian juga Kawedar dan Lubis (2009) menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif pada keinginan berpindah dan muncul sebagai variabel pemediasi pada hubungan antara komitmen organisasi dengan keinginan berpindah kerja.
H4: Kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention
METODE
Penelitian dilaksanakan di ketiga program studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yakni Manajemen, Akuntansi, dan Ekonomi Pembangunan. Populasi penelitian ini adalah pegawai administrasi kontrak yang melaksanakan tugas pada bagian administrasi keuangan, akademik, dan perlengkapan yang berjumlah 56 orang. Dasar pertimbangannya, sebagian besar pegawai administrasi berstatus kontrak. Hubungan kepegawaian yang terikat dengan kontrak kerja cenderung menimbulkan persoalan berhubungan dengan perasaan khawatir dan tidak aman karena adanya kemungkinan untuk tidak diperpanjang kontraknya. Kondisi ini dapat berdampak negatif pada kepuasan kerja yang pada gilirannya akan bermuara pada turnover intention.
Data dikumpulkan melalui pendekatan survai dengan menggunakan kuesioner. Pengujian hipotesis dilakukan dengan teknik analisis regresi linier sederhana. Selain itu, data yang terkumpul juga dianalisis melalui analisis deskriptif untuk memberikan deskripsi tentang karakteristik responden dan indikator setiap variabel penelitian. Karakteristik reponden yang diungkapkan dalam analisis deskriptif terdiri dari umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, dan masa kerja.
Pengujian hipotesis dilakukan sesuai langkah-langkah yang dikemukakan Baron dan Kenny (1986) yaitu sebagai berikut. Pertama, variabel bebas memiliki hubungan dengan variabel terikat di mana Y sebagai variabel terikat dan X sebagai variabel bebas. Kedua, variabel bebas memiliki hubungan dengan variabel pemediasi di mana M sebagai variabel terikat dan X sebagai variabel bebas. Ketiga, variabel pemediasi mempengaruhi variabel terikat, dengan Y sebagai variabel terikat serta X dan M sebagai variabel bebas. Keempat, untuk menciptakan M sebagai pemediasi hubungan antara X dengan Y, pengaruh X pada Y secara langsung tanpa melalui
variabel pemediasi, bernilai nol. Jika keempat langkah tersebut dapat dilakukan, maka dikatakan M secara penuh memediasi hubungan antara X dengan Y. Jika tiga langkah awal dapat dilakukan tetapi langkah keempat tidak, maka variabel M memediasi hubungan antara X dan Y secara parsial. Uji signifikansi variabel pemediasi dalam hubungan antara variabel keamanan kerja dengan turnover intention dilakukan dengan uji Sobel (1982) (dalam Baron dan Kenny, 1986) dengan rumus berikut.
ab
Jb 2 si + a 2 si + si si
Jika nilai hitung Z>1,96 pada tingkat keyakinan 95 persen, maka model penelitian menunjukkan indikasi adanya hubungan pemediasian. Oleh karena langkah-langkah yang digunakan Baron dan Kenny (1986) merupakan teknik analisis regresi, maka dilaksanakan uji asumsi klasik yang terdiri atas: uji normalitas, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas. Uji normalitas dilakukan untuk menguji normalitas data penelitian (Ghozali, 2013:160). Uji normalitas dilakukan dengan model Kolmogorov-Smirnov dan taraf signifikansi 5 persen. Uji multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antar variabel bebas dalam model regresi (Ghozali, 2013:105). Deteksi terhadap ada tidaknya multikolinieritas dalam model
regresi dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF), dan nilai tolerance dengan cut- off point masing-masing 10 dan 0,10. Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada model regresi ditemukan ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Alat uji yang digunakan adalah Uji Glejser. Model regresi dikatakan tidak menunjukkan gejala heterokedastisitas jika variabel bebas tidak signifikan pengaruhnya pada variabel terikat dengan probabilitas (α ≤ 0,05) (Ghozali, 2013:142).
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Karakteristik Responden
Hasil penyebaran kuesioner untuk mengungkapkan karakteristik psikografi dilakukan terhadap 56 orang responden terdiri atas: aspek umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, dan masa kerja. Secara rinci karakteristik responden dapat ditunjukkan dalam Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan bahwa dominan pegawai kontrak berjenis kelamin laki-laki, yakni sekitar 55 persen dari total pegawai. Dari segi pendidikan yang ditamatkan, mayoritas pegawai administrasi kontrak adalah tamatan Sarjana (53,6%). Hal ini adalah sangat wajar karena pegawai dituntut memiliki kompetensi agar mampu memberikan pelayanan
Tabel 1. Karakteristik Responden
Variabel |
Klasifikasi |
Jumlah | |
Orang |
Persentase (%) | ||
Pria |
31 |
55,4 | |
Jenis Kelamin |
Wanita |
25 |
44,6 |
Jumlah |
56 |
100 | |
SLTA |
17 |
30,4 | |
Diploma |
7 |
12,5 | |
Pendidikan |
Sarjana |
30 |
53,6 |
Magister |
2 |
3,6 | |
Jumlah |
56 |
100 | |
< 25 |
3 |
5,4 | |
25 - 35 |
35 |
62,5 | |
Umur |
36 - 45 |
15 |
26,8 |
46 - 56 |
3 |
5,4 | |
Jumlah |
56 |
100 | |
< 5 |
14 |
25,0 | |
5 - 10 |
25 |
44,6 | |
Masa Kerja |
11 - 16 |
14 |
25,0 |
>16 |
3 |
5,4 | |
Jumlah |
56 |
100 |
variabel pemediasi, bernilai nol. Jika keempat langkah tersebut dapat dilakukan, maka dikatakan M secara penuh memediasi hubungan antara X dengan Y. Jika tiga langkah awal dapat dilakukan tetapi langkah keempat tidak, maka variabel M memediasi hubungan antara X dan Y secara parsial. Uji signifikansi variabel pemediasi dalam hubungan antara variabel keamanan kerja dengan turnover intention dilakukan dengan uji Sobel (1982) (dalam Baron dan Kenny, 1986) dengan rumus berikut.
ab
Jb 2 si + a 2 si + si si
Jika nilai hitung Z>1,96 pada tingkat keyakinan 95 persen, maka model penelitian menunjukkan indikasi adanya hubungan pemediasian. Oleh karena langkah-langkah yang digunakan Baron dan Kenny (1986) merupakan teknik analisis regresi, maka dilaksanakan uji asumsi klasik yang terdiri atas: uji normalitas, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas. Uji normalitas dilakukan untuk menguji normalitas data penelitian (Ghozali, 2013:160). Uji normalitas dilakukan dengan model Kolmogorov-Smirnov dan taraf signifikansi 5 persen. Uji multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antar variabel bebas dalam model regresi (Ghozali, 2013:105). Deteksi terhadap ada tidaknya multikolinieritas dalam model
regresi dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF), dan nilai tolerance dengan cut- off point masing-masing 10 dan 0,10. Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada model regresi ditemukan ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Alat uji yang digunakan adalah Uji Glejser. Model regresi dikatakan tidak menunjukkan gejala heterokedastisitas jika variabel bebas tidak signifikan pengaruhnya pada variabel terikat dengan probabilitas (α ≤ 0,05) (Ghozali, 2013:142).
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Karakteristik Responden
Hasil penyebaran kuesioner untuk mengungkapkan karakteristik psikografi dilakukan terhadap 56 orang responden terdiri atas: aspek umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, dan masa kerja. Secara rinci karakteristik responden dapat ditunjukkan dalam Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan bahwa dominan pegawai kontrak berjenis kelamin laki-laki, yakni sekitar 55 persen dari total pegawai. Dari segi pendidikan yang ditamatkan, mayoritas pegawai administrasi kontrak adalah tamatan Sarjana (53,6%). Hal ini adalah sangat wajar karena pegawai dituntut memiliki kompetensi agar mampu memberikan pelayanan
Tabel 1. Karakteristik Responden
Variabel |
Klasifikasi |
Jumlah | |
Orang |
Persentase (%) | ||
Pria |
31 |
55,4 | |
Jenis Kelamin |
Wanita |
25 |
44,6 |
Jumlah |
56 |
100 | |
SLTA |
17 |
30,4 | |
Diploma |
7 |
12,5 | |
Pendidikan |
Sarjana |
30 |
53,6 |
Magister |
2 |
3,6 | |
Jumlah |
56 |
100 | |
< 25 |
3 |
5,4 | |
25 - 35 |
35 |
62,5 | |
Umur |
36 - 45 |
15 |
26,8 |
46 - 56 |
3 |
5,4 | |
Jumlah |
56 |
100 | |
< 5 |
14 |
25,0 | |
5 - 10 |
25 |
44,6 | |
Masa Kerja |
11 - 16 |
14 |
25,0 |
>16 |
3 |
5,4 | |
Jumlah |
56 |
100 |
variabel pemediasi, bernilai nol. Jika keempat langkah tersebut dapat dilakukan, maka dikatakan M secara penuh memediasi hubungan antara X dengan Y. Jika tiga langkah awal dapat dilakukan tetapi langkah keempat tidak, maka variabel M memediasi hubungan antara X dan Y secara parsial. Uji signifikansi variabel pemediasi dalam hubungan antara variabel keamanan kerja dengan turnover intention dilakukan dengan uji Sobel (1982) (dalam Baron dan Kenny, 1986) dengan rumus berikut.
ab
Jb 2 si + a 2 si + si si
Jika nilai hitung Z>1,96 pada tingkat keyakinan 95 persen, maka model penelitian menunjukkan indikasi adanya hubungan pemediasian. Oleh karena langkah-langkah yang digunakan Baron dan Kenny (1986) merupakan teknik analisis regresi, maka dilaksanakan uji asumsi klasik yang terdiri atas: uji normalitas, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas. Uji normalitas dilakukan untuk menguji normalitas data penelitian (Ghozali, 2013:160). Uji normalitas dilakukan dengan model Kolmogorov-Smirnov dan taraf signifikansi 5 persen. Uji multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antar variabel bebas dalam model regresi (Ghozali, 2013:105). Deteksi terhadap ada tidaknya multikolinieritas dalam model
regresi dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF), dan nilai tolerance dengan cut- off point masing-masing 10 dan 0,10. Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada model regresi ditemukan ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Alat uji yang digunakan adalah Uji Glejser. Model regresi dikatakan tidak menunjukkan gejala heterokedastisitas jika variabel bebas tidak signifikan pengaruhnya pada variabel terikat dengan probabilitas (α ≤ 0,05) (Ghozali, 2013:142).
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Karakteristik Responden
Hasil penyebaran kuesioner untuk mengungkapkan karakteristik psikografi dilakukan terhadap 56 orang responden terdiri atas: aspek umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, dan masa kerja. Secara rinci karakteristik responden dapat ditunjukkan dalam Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan bahwa dominan pegawai kontrak berjenis kelamin laki-laki, yakni sekitar 55 persen dari total pegawai. Dari segi pendidikan yang ditamatkan, mayoritas pegawai administrasi kontrak adalah tamatan Sarjana (53,6%). Hal ini adalah sangat wajar karena pegawai dituntut memiliki kompetensi agar mampu memberikan pelayanan
Tabel 1. Karakteristik Responden
Variabel |
Klasifikasi |
Jumlah | |
Orang |
Persentase (%) | ||
Pria |
31 |
55,4 | |
Jenis Kelamin |
Wanita |
25 |
44,6 |
Jumlah |
56 |
100 | |
SLTA |
17 |
30,4 | |
Diploma |
7 |
12,5 | |
Pendidikan |
Sarjana |
30 |
53,6 |
Magister |
2 |
3,6 | |
Jumlah |
56 |
100 | |
< 25 |
3 |
5,4 | |
25 - 35 |
35 |
62,5 | |
Umur |
36 - 45 |
15 |
26,8 |
46 - 56 |
3 |
5,4 | |
Jumlah |
56 |
100 | |
< 5 |
14 |
25,0 | |
5 - 10 |
25 |
44,6 | |
Masa Kerja |
11 - 16 |
14 |
25,0 |
>16 |
3 |
5,4 | |
Jumlah |
56 |
100 |
variabel pemediasi, bernilai nol. Jika keempat langkah tersebut dapat dilakukan, maka dikatakan M secara penuh memediasi hubungan antara X dengan Y. Jika tiga langkah awal dapat dilakukan tetapi langkah keempat tidak, maka variabel M memediasi hubungan antara X dan Y secara parsial. Uji signifikansi variabel pemediasi dalam hubungan antara variabel keamanan kerja dengan turnover intention dilakukan dengan uji Sobel (1982) (dalam Baron dan Kenny, 1986) dengan rumus berikut.
ab
Jb 2 si + a 2 si + si si
Jika nilai hitung Z>1,96 pada tingkat keyakinan 95 persen, maka model penelitian menunjukkan indikasi adanya hubungan pemediasian. Oleh karena langkah-langkah yang digunakan Baron dan Kenny (1986) merupakan teknik analisis regresi, maka dilaksanakan uji asumsi klasik yang terdiri atas: uji normalitas, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas. Uji normalitas dilakukan untuk menguji normalitas data penelitian (Ghozali, 2013:160). Uji normalitas dilakukan dengan model Kolmogorov-Smirnov dan taraf signifikansi 5 persen. Uji multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antar variabel bebas dalam model regresi (Ghozali, 2013:105). Deteksi terhadap ada tidaknya multikolinieritas dalam model
regresi dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF), dan nilai tolerance dengan cut- off point masing-masing 10 dan 0,10. Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada model regresi ditemukan ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Alat uji yang digunakan adalah Uji Glejser. Model regresi dikatakan tidak menunjukkan gejala heterokedastisitas jika variabel bebas tidak signifikan pengaruhnya pada variabel terikat dengan probabilitas (α ≤ 0,05) (Ghozali, 2013:142).
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Karakteristik Responden
Hasil penyebaran kuesioner untuk mengungkapkan karakteristik psikografi dilakukan terhadap 56 orang responden terdiri atas: aspek umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, dan masa kerja. Secara rinci karakteristik responden dapat ditunjukkan dalam Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan bahwa dominan pegawai kontrak berjenis kelamin laki-laki, yakni sekitar 55 persen dari total pegawai. Dari segi pendidikan yang ditamatkan, mayoritas pegawai administrasi kontrak adalah tamatan Sarjana (53,6%). Hal ini adalah sangat wajar karena pegawai dituntut memiliki kompetensi agar mampu memberikan pelayanan
Tabel 1. Karakteristik Responden
Variabel |
Klasifikasi |
Jumlah | |
Orang |
Persentase (%) | ||
Pria |
31 |
55,4 | |
Jenis Kelamin |
Wanita |
25 |
44,6 |
Jumlah |
56 |
100 | |
SLTA |
17 |
30,4 | |
Diploma |
7 |
12,5 | |
Pendidikan |
Sarjana |
30 |
53,6 |
Magister |
2 |
3,6 | |
Jumlah |
56 |
100 | |
< 25 |
3 |
5,4 | |
25 - 35 |
35 |
62,5 | |
Umur |
36 - 45 |
15 |
26,8 |
46 - 56 |
3 |
5,4 | |
Jumlah |
56 |
100 | |
< 5 |
14 |
25,0 | |
5 - 10 |
25 |
44,6 | |
Masa Kerja |
11 - 16 |
14 |
25,0 |
>16 |
3 |
5,4 | |
Jumlah |
56 |
100 |
variabel pemediasi, bernilai nol. Jika keempat langkah tersebut dapat dilakukan, maka dikatakan M secara penuh memediasi hubungan antara X dengan Y. Jika tiga langkah awal dapat dilakukan tetapi langkah keempat tidak, maka variabel M memediasi hubungan antara X dan Y secara parsial. Uji signifikansi variabel pemediasi dalam hubungan antara variabel keamanan kerja dengan turnover intention dilakukan dengan uji Sobel (1982) (dalam Baron dan Kenny, 1986) dengan rumus berikut.
ab
Jb 2 si + a 2 si + si si
Jika nilai hitung Z>1,96 pada tingkat keyakinan 95 persen, maka model penelitian menunjukkan indikasi adanya hubungan pemediasian. Oleh karena langkah-langkah yang digunakan Baron dan Kenny (1986) merupakan teknik analisis regresi, maka dilaksanakan uji asumsi klasik yang terdiri atas: uji normalitas, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas. Uji normalitas dilakukan untuk menguji normalitas data penelitian (Ghozali, 2013:160). Uji normalitas dilakukan dengan model Kolmogorov-Smirnov dan taraf signifikansi 5 persen. Uji multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antar variabel bebas dalam model regresi (Ghozali, 2013:105). Deteksi terhadap ada tidaknya multikolinieritas dalam model
regresi dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF), dan nilai tolerance dengan cut- off point masing-masing 10 dan 0,10. Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada model regresi ditemukan ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Alat uji yang digunakan adalah Uji Glejser. Model regresi dikatakan tidak menunjukkan gejala heterokedastisitas jika variabel bebas tidak signifikan pengaruhnya pada variabel terikat dengan probabilitas (α ≤ 0,05) (Ghozali, 2013:142).
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Karakteristik Responden
Hasil penyebaran kuesioner untuk mengungkapkan karakteristik psikografi dilakukan terhadap 56 orang responden terdiri atas: aspek umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, dan masa kerja. Secara rinci karakteristik responden dapat ditunjukkan dalam Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan bahwa dominan pegawai kontrak berjenis kelamin laki-laki, yakni sekitar 55 persen dari total pegawai. Dari segi pendidikan yang ditamatkan, mayoritas pegawai administrasi kontrak adalah tamatan Sarjana (53,6%). Hal ini adalah sangat wajar karena pegawai dituntut memiliki kompetensi agar mampu memberikan pelayanan
Tabel 1. Karakteristik Responden
Variabel |
Klasifikasi |
Jumlah | |
Orang |
Persentase (%) | ||
Pria |
31 |
55,4 | |
Jenis Kelamin |
Wanita |
25 |
44,6 |
Jumlah |
56 |
100 | |
SLTA |
17 |
30,4 | |
Diploma |
7 |
12,5 | |
Pendidikan |
Sarjana |
30 |
53,6 |
Magister |
2 |
3,6 | |
Jumlah |
56 |
100 | |
< 25 |
3 |
5,4 | |
25 - 35 |
35 |
62,5 | |
Umur |
36 - 45 |
15 |
26,8 |
46 - 56 |
3 |
5,4 | |
Jumlah |
56 |
100 | |
< 5 |
14 |
25,0 | |
5 - 10 |
25 |
44,6 | |
Masa Kerja |
11 - 16 |
14 |
25,0 |
>16 |
3 |
5,4 | |
Jumlah |
56 |
100 |
variabel pemediasi, bernilai nol. Jika keempat langkah tersebut dapat dilakukan, maka dikatakan M secara penuh memediasi hubungan antara X dengan Y. Jika tiga langkah awal dapat dilakukan tetapi langkah keempat tidak, maka variabel M memediasi hubungan antara X dan Y secara parsial. Uji signifikansi variabel pemediasi dalam hubungan antara variabel keamanan kerja dengan turnover intention dilakukan dengan uji Sobel (1982) (dalam Baron dan Kenny, 1986) dengan rumus berikut.
ab
Jb 2 si + a 2 si + si si
Jika nilai hitung Z>1,96 pada tingkat keyakinan 95 persen, maka model penelitian menunjukkan indikasi adanya hubungan pemediasian. Oleh karena langkah-langkah yang digunakan Baron dan Kenny (1986) merupakan teknik analisis regresi, maka dilaksanakan uji asumsi klasik yang terdiri atas: uji normalitas, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas. Uji normalitas dilakukan untuk menguji normalitas data penelitian (Ghozali, 2013:160). Uji normalitas dilakukan dengan model Kolmogorov-Smirnov dan taraf signifikansi 5 persen. Uji multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antar variabel bebas dalam model regresi (Ghozali, 2013:105). Deteksi terhadap ada tidaknya multikolinieritas dalam model
regresi dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF), dan nilai tolerance dengan cut- off point masing-masing 10 dan 0,10. Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada model regresi ditemukan ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Alat uji yang digunakan adalah Uji Glejser. Model regresi dikatakan tidak menunjukkan gejala heterokedastisitas jika variabel bebas tidak signifikan pengaruhnya pada variabel terikat dengan probabilitas (α ≤ 0,05) (Ghozali, 2013:142).
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Karakteristik Responden
Hasil penyebaran kuesioner untuk mengungkapkan karakteristik psikografi dilakukan terhadap 56 orang responden terdiri atas: aspek umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, dan masa kerja. Secara rinci karakteristik responden dapat ditunjukkan dalam Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan bahwa dominan pegawai kontrak berjenis kelamin laki-laki, yakni sekitar 55 persen dari total pegawai. Dari segi pendidikan yang ditamatkan, mayoritas pegawai administrasi kontrak adalah tamatan Sarjana (53,6%). Hal ini adalah sangat wajar karena pegawai dituntut memiliki kompetensi agar mampu memberikan pelayanan
Tabel 1. Karakteristik Responden
Variabel |
Klasifikasi |
Jumlah | |
Orang |
Persentase (%) | ||
Pria |
31 |
55,4 | |
Jenis Kelamin |
Wanita |
25 |
44,6 |
Jumlah |
56 |
100 | |
SLTA |
17 |
30,4 | |
Diploma |
7 |
12,5 | |
Pendidikan |
Sarjana |
30 |
53,6 |
Magister |
2 |
3,6 | |
Jumlah |
56 |
100 | |
< 25 |
3 |
5,4 | |
25 - 35 |
35 |
62,5 | |
Umur |
36 - 45 |
15 |
26,8 |
46 - 56 |
3 |
5,4 | |
Jumlah |
56 |
100 | |
< 5 |
14 |
25,0 | |
5 - 10 |
25 |
44,6 | |
Masa Kerja |
11 - 16 |
14 |
25,0 |
>16 |
3 |
5,4 | |
Jumlah |
56 |
100 |
variabel pemediasi, bernilai nol. Jika keempat langkah tersebut dapat dilakukan, maka dikatakan M secara penuh memediasi hubungan antara X dengan Y. Jika tiga langkah awal dapat dilakukan tetapi langkah keempat tidak, maka variabel M memediasi hubungan antara X dan Y secara parsial. Uji signifikansi variabel pemediasi dalam hubungan antara variabel keamanan kerja dengan turnover intention dilakukan dengan uji Sobel (1982) (dalam Baron dan Kenny, 1986) dengan rumus berikut.
ab
Jb 2 si + a 2 si + si si
Jika nilai hitung Z>1,96 pada tingkat keyakinan 95 persen, maka model penelitian menunjukkan indikasi adanya hubungan pemediasian. Oleh karena langkah-langkah yang digunakan Baron dan Kenny (1986) merupakan teknik analisis regresi, maka dilaksanakan uji asumsi klasik yang terdiri atas: uji normalitas, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas. Uji normalitas dilakukan untuk menguji normalitas data penelitian (Ghozali, 2013:160). Uji normalitas dilakukan dengan model Kolmogorov-Smirnov dan taraf signifikansi 5 persen. Uji multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antar variabel bebas dalam model regresi (Ghozali, 2013:105). Deteksi terhadap ada tidaknya multikolinieritas dalam model
regresi dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF), dan nilai tolerance dengan cut- off point masing-masing 10 dan 0,10. Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada model regresi ditemukan ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Alat uji yang digunakan adalah Uji Glejser. Model regresi dikatakan tidak menunjukkan gejala heterokedastisitas jika variabel bebas tidak signifikan pengaruhnya pada variabel terikat dengan probabilitas (α ≤ 0,05) (Ghozali, 2013:142).
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Karakteristik Responden
Hasil penyebaran kuesioner untuk mengungkapkan karakteristik psikografi dilakukan terhadap 56 orang responden terdiri atas: aspek umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, dan masa kerja. Secara rinci karakteristik responden dapat ditunjukkan dalam Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan bahwa dominan pegawai kontrak berjenis kelamin laki-laki, yakni sekitar 55 persen dari total pegawai. Dari segi pendidikan yang ditamatkan, mayoritas pegawai administrasi kontrak adalah tamatan Sarjana (53,6%). Hal ini adalah sangat wajar karena pegawai dituntut memiliki kompetensi agar mampu memberikan pelayanan
Tabel 1. Karakteristik Responden
Variabel |
Klasifikasi |
Jumlah | |
Orang |
Persentase (%) | ||
Pria |
31 |
55,4 | |
Jenis Kelamin |
Wanita |
25 |
44,6 |
Jumlah |
56 |
100 | |
SLTA |
17 |
30,4 | |
Diploma |
7 |
12,5 | |
Pendidikan |
Sarjana |
30 |
53,6 |
Magister |
2 |
3,6 | |
Jumlah |
56 |
100 | |
< 25 |
3 |
5,4 | |
25 - 35 |
35 |
62,5 | |
Umur |
36 - 45 |
15 |
26,8 |
46 - 56 |
3 |
5,4 | |
Jumlah |
56 |
100 | |
< 5 |
14 |
25,0 | |
5 - 10 |
25 |
44,6 | |
Masa Kerja |
11 - 16 |
14 |
25,0 |
>16 |
3 |
5,4 | |
Jumlah |
56 |
100 |
variabel pemediasi, bernilai nol. Jika keempat langkah tersebut dapat dilakukan, maka dikatakan M secara penuh memediasi hubungan antara X dengan Y. Jika tiga langkah awal dapat dilakukan tetapi langkah keempat tidak, maka variabel M memediasi hubungan antara X dan Y secara parsial. Uji signifikansi variabel pemediasi dalam hubungan antara variabel keamanan kerja dengan turnover intention dilakukan dengan uji Sobel (1982) (dalam Baron dan Kenny, 1986) dengan rumus berikut.
ab
Jb 2 si + a 2 si + si si
Jika nilai hitung Z>1,96 pada tingkat keyakinan 95 persen, maka model penelitian menunjukkan indikasi adanya hubungan pemediasian. Oleh karena langkah-langkah yang digunakan Baron dan Kenny (1986) merupakan teknik analisis regresi, maka dilaksanakan uji asumsi klasik yang terdiri atas: uji normalitas, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas. Uji normalitas dilakukan untuk menguji normalitas data penelitian (Ghozali, 2013:160). Uji normalitas dilakukan dengan model Kolmogorov-Smirnov dan taraf signifikansi 5 persen. Uji multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antar variabel bebas dalam model regresi (Ghozali, 2013:105). Deteksi terhadap ada tidaknya multikolinieritas dalam model
regresi dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF), dan nilai tolerance dengan cut- off point masing-masing 10 dan 0,10. Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada model regresi ditemukan ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Alat uji yang digunakan adalah Uji Glejser. Model regresi dikatakan tidak menunjukkan gejala heterokedastisitas jika variabel bebas tidak signifikan pengaruhnya pada variabel terikat dengan probabilitas (α ≤ 0,05) (Ghozali, 2013:142).
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Karakteristik Responden
Hasil penyebaran kuesioner untuk mengungkapkan karakteristik psikografi dilakukan terhadap 56 orang responden terdiri atas: aspek umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, dan masa kerja. Secara rinci karakteristik responden dapat ditunjukkan dalam Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan bahwa dominan pegawai kontrak berjenis kelamin laki-laki, yakni sekitar 55 persen dari total pegawai. Dari segi pendidikan yang ditamatkan, mayoritas pegawai administrasi kontrak adalah tamatan Sarjana (53,6%). Hal ini adalah sangat wajar karena pegawai dituntut memiliki kompetensi agar mampu memberikan pelayanan
Tabel 1. Karakteristik Responden
Variabel |
Klasifikasi |
Jumlah | |
Orang |
Persentase (%) | ||
Pria |
31 |
55,4 | |
Jenis Kelamin |
Wanita |
25 |
44,6 |
Jumlah |
56 |
100 | |
SLTA |
17 |
30,4 | |
Diploma |
7 |
12,5 | |
Pendidikan |
Sarjana |
30 |
53,6 |
Magister |
2 |
3,6 | |
Jumlah |
56 |
100 | |
< 25 |
3 |
5,4 | |
25 - 35 |
35 |
62,5 | |
Umur |
36 - 45 |
15 |
26,8 |
46 - 56 |
3 |
5,4 | |
Jumlah |
56 |
100 | |
< 5 |
14 |
25,0 | |
5 - 10 |
25 |
44,6 | |
Masa Kerja |
11 - 16 |
14 |
25,0 |
>16 |
3 |
5,4 | |
Jumlah |
56 |
100 |
variabel pemediasi, bernilai nol. Jika keempat langkah tersebut dapat dilakukan, maka dikatakan M secara penuh memediasi hubungan antara X dengan Y. Jika tiga langkah awal dapat dilakukan tetapi langkah keempat tidak, maka variabel M memediasi hubungan antara X dan Y secara parsial. Uji signifikansi variabel pemediasi dalam hubungan antara variabel keamanan kerja dengan turnover intention dilakukan dengan uji Sobel (1982) (dalam Baron dan Kenny, 1986) dengan rumus berikut.
ab
Jb 2 si + a 2 si + si si
Jika nilai hitung Z>1,96 pada tingkat keyakinan 95 persen, maka model penelitian menunjukkan indikasi adanya hubungan pemediasian. Oleh karena langkah-langkah yang digunakan Baron dan Kenny (1986) merupakan teknik analisis regresi, maka dilaksanakan uji asumsi klasik yang terdiri atas: uji normalitas, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas. Uji normalitas dilakukan untuk menguji normalitas data penelitian (Ghozali, 2013:160). Uji normalitas dilakukan dengan model Kolmogorov-Smirnov dan taraf signifikansi 5 persen. Uji multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antar variabel bebas dalam model regresi (Ghozali, 2013:105). Deteksi terhadap ada tidaknya multikolinieritas dalam model
regresi dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF), dan nilai tolerance dengan cut- off point masing-masing 10 dan 0,10. Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada model regresi ditemukan ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Alat uji yang digunakan adalah Uji Glejser. Model regresi dikatakan tidak menunjukkan gejala heterokedastisitas jika variabel bebas tidak signifikan pengaruhnya pada variabel terikat dengan probabilitas (α ≤ 0,05) (Ghozali, 2013:142).
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Karakteristik Responden
Hasil penyebaran kuesioner untuk mengungkapkan karakteristik psikografi dilakukan terhadap 56 orang responden terdiri atas: aspek umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, dan masa kerja. Secara rinci karakteristik responden dapat ditunjukkan dalam Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan bahwa dominan pegawai kontrak berjenis kelamin laki-laki, yakni sekitar 55 persen dari total pegawai. Dari segi pendidikan yang ditamatkan, mayoritas pegawai administrasi kontrak adalah tamatan Sarjana (53,6%). Hal ini adalah sangat wajar karena pegawai dituntut memiliki kompetensi agar mampu memberikan pelayanan
Tabel 1. Karakteristik Responden
Variabel |
Klasifikasi |
Jumlah | |
Orang |
Persentase (%) | ||
Pria |
31 |
55,4 | |
Jenis Kelamin |
Wanita |
25 |
44,6 |
Jumlah |
56 |
100 | |
SLTA |
17 |
30,4 | |
Diploma |
7 |
12,5 | |
Pendidikan |
Sarjana |
30 |
53,6 |
Magister |
2 |
3,6 | |
Jumlah |
56 |
100 | |
< 25 |
3 |
5,4 | |
25 - 35 |
35 |
62,5 | |
Umur |
36 - 45 |
15 |
26,8 |
46 - 56 |
3 |
5,4 | |
Jumlah |
56 |
100 | |
< 5 |
14 |
25,0 | |
5 - 10 |
25 |
44,6 | |
Masa Kerja |
11 - 16 |
14 |
25,0 |
>16 |
3 |
5,4 | |
Jumlah |
56 |
100 |
variabel pemediasi, bernilai nol. Jika keempat langkah tersebut dapat dilakukan, maka dikatakan M secara penuh memediasi hubungan antara X dengan Y. Jika tiga langkah awal dapat dilakukan tetapi langkah keempat tidak, maka variabel M memediasi hubungan antara X dan Y secara parsial. Uji signifikansi variabel pemediasi dalam hubungan antara variabel keamanan kerja dengan turnover intention dilakukan dengan uji Sobel (1982) (dalam Baron dan Kenny, 1986) dengan rumus berikut.
ab
Jb 2 si + a 2 si + si si
Jika nilai hitung Z>1,96 pada tingkat keyakinan 95 persen, maka model penelitian menunjukkan indikasi adanya hubungan pemediasian. Oleh karena langkah-langkah yang digunakan Baron dan Kenny (1986) merupakan teknik analisis regresi, maka dilaksanakan uji asumsi klasik yang terdiri atas: uji normalitas, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas. Uji normalitas dilakukan untuk menguji normalitas data penelitian (Ghozali, 2013:160). Uji normalitas dilakukan dengan model Kolmogorov-Smirnov dan taraf signifikansi 5 persen. Uji multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antar variabel bebas dalam model regresi (Ghozali, 2013:105). Deteksi terhadap ada tidaknya multikolinieritas dalam model
regresi dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF), dan nilai tolerance dengan cut- off point masing-masing 10 dan 0,10. Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada model regresi ditemukan ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Alat uji yang digunakan adalah Uji Glejser. Model regresi dikatakan tidak menunjukkan gejala heterokedastisitas jika variabel bebas tidak signifikan pengaruhnya pada variabel terikat dengan probabilitas (α ≤ 0,05) (Ghozali, 2013:142).
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Karakteristik Responden
Hasil penyebaran kuesioner untuk mengungkapkan karakteristik psikografi dilakukan terhadap 56 orang responden terdiri atas: aspek umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, dan masa kerja. Secara rinci karakteristik responden dapat ditunjukkan dalam Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan bahwa dominan pegawai kontrak berjenis kelamin laki-laki, yakni sekitar 55 persen dari total pegawai. Dari segi pendidikan yang ditamatkan, mayoritas pegawai administrasi kontrak adalah tamatan Sarjana (53,6%). Hal ini adalah sangat wajar karena pegawai dituntut memiliki kompetensi agar mampu memberikan pelayanan
Tabel 1. Karakteristik Responden
Variabel |
Klasifikasi |
Jumlah | |
Orang |
Persentase (%) | ||
Pria |
31 |
55,4 | |
Jenis Kelamin |
Wanita |
25 |
44,6 |
Jumlah |
56 |
100 | |
SLTA |
17 |
30,4 | |
Diploma |
7 |
12,5 | |
Pendidikan |
Sarjana |
30 |
53,6 |
Magister |
2 |
3,6 | |
Jumlah |
56 |
100 | |
< 25 |
3 |
5,4 | |
25 - 35 |
35 |
62,5 | |
Umur |
36 - 45 |
15 |
26,8 |
46 - 56 |
3 |
5,4 | |
Jumlah |
56 |
100 | |
< 5 |
14 |
25,0 | |
5 - 10 |
25 |
44,6 | |
Masa Kerja |
11 - 16 |
14 |
25,0 |
>16 |
3 |
5,4 | |
Jumlah |
56 |
100 |
variabel pemediasi, bernilai nol. Jika keempat langkah tersebut dapat dilakukan, maka dikatakan M secara penuh memediasi hubungan antara X dengan Y. Jika tiga langkah awal dapat dilakukan tetapi langkah keempat tidak, maka variabel M memediasi hubungan antara X dan Y secara parsial. Uji signifikansi variabel pemediasi dalam hubungan antara variabel keamanan kerja dengan turnover intention dilakukan dengan uji Sobel (1982) (dalam Baron dan Kenny, 1986) dengan rumus berikut.
ab
Jb 2 si + a 2 si + si si
Jika nilai hitung Z>1,96 pada tingkat keyakinan 95 persen, maka model penelitian menunjukkan indikasi adanya hubungan pemediasian. Oleh karena langkah-langkah yang digunakan Baron dan Kenny (1986) merupakan teknik analisis regresi, maka dilaksanakan uji asumsi klasik yang terdiri atas: uji normalitas, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas. Uji normalitas dilakukan untuk menguji normalitas data penelitian (Ghozali, 2013:160). Uji normalitas dilakukan dengan model Kolmogorov-Smirnov dan taraf signifikansi 5 persen. Uji multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antar variabel bebas dalam model regresi (Ghozali, 2013:105). Deteksi terhadap ada tidaknya multikolinieritas dalam model
regresi dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF), dan nilai tolerance dengan cut- off point masing-masing 10 dan 0,10. Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada model regresi ditemukan ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Alat uji yang digunakan adalah Uji Glejser. Model regresi dikatakan tidak menunjukkan gejala heterokedastisitas jika variabel bebas tidak signifikan pengaruhnya pada variabel terikat dengan probabilitas (α ≤ 0,05) (Ghozali, 2013:142).
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Karakteristik Responden
Hasil penyebaran kuesioner untuk mengungkapkan karakteristik psikografi dilakukan terhadap 56 orang responden terdiri atas: aspek umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, dan masa kerja. Secara rinci karakteristik responden dapat ditunjukkan dalam Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan bahwa dominan pegawai kontrak berjenis kelamin laki-laki, yakni sekitar 55 persen dari total pegawai. Dari segi pendidikan yang ditamatkan, mayoritas pegawai administrasi kontrak adalah tamatan Sarjana (53,6%). Hal ini adalah sangat wajar karena pegawai dituntut memiliki kompetensi agar mampu memberikan pelayanan
Tabel 1. Karakteristik Responden
Variabel |
Klasifikasi |
Jumlah | |
Orang |
Persentase (%) | ||
Pria |
31 |
55,4 | |
Jenis Kelamin |
Wanita |
25 |
44,6 |
Jumlah |
56 |
100 | |
SLTA |
17 |
30,4 | |
Diploma |
7 |
12,5 | |
Pendidikan |
Sarjana |
30 |
53,6 |
Magister |
2 |
3,6 | |
Jumlah |
56 |
100 | |
< 25 |
3 |
5,4 | |
25 - 35 |
35 |
62,5 | |
Umur |
36 - 45 |
15 |
26,8 |
46 - 56 |
3 |
5,4 | |
Jumlah |
56 |
100 | |
< 5 |
14 |
25,0 | |
5 - 10 |
25 |
44,6 | |
Masa Kerja |
11 - 16 |
14 |
25,0 |
>16 |
3 |
5,4 | |
Jumlah |
56 |
100 |
variabel pemediasi, bernilai nol. Jika keempat langkah tersebut dapat dilakukan, maka dikatakan M secara penuh memediasi hubungan antara X dengan Y. Jika tiga langkah awal dapat dilakukan tetapi langkah keempat tidak, maka variabel M memediasi hubungan antara X dan Y secara parsial. Uji signifikansi variabel pemediasi dalam hubungan antara variabel keamanan kerja dengan turnover intention dilakukan dengan uji Sobel (1982) (dalam Baron dan Kenny, 1986) dengan rumus berikut.
ab
Jb 2 si + a 2 si + si si
Jika nilai hitung Z>1,96 pada tingkat keyakinan 95 persen, maka model penelitian menunjukkan indikasi adanya hubungan pemediasian. Oleh karena langkah-langkah yang digunakan Baron dan Kenny (1986) merupakan teknik analisis regresi, maka dilaksanakan uji asumsi klasik yang terdiri atas: uji normalitas, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas. Uji normalitas dilakukan untuk menguji normalitas data penelitian (Ghozali, 2013:160). Uji normalitas dilakukan dengan model Kolmogorov-Smirnov dan taraf signifikansi 5 persen. Uji multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antar variabel bebas dalam model regresi (Ghozali, 2013:105). Deteksi terhadap ada tidaknya multikolinieritas dalam model
regresi dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF), dan nilai tolerance dengan cut- off point masing-masing 10 dan 0,10. Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada model regresi ditemukan ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Alat uji yang digunakan adalah Uji Glejser. Model regresi dikatakan tidak menunjukkan gejala heterokedastisitas jika variabel bebas tidak signifikan pengaruhnya pada variabel terikat dengan probabilitas (α ≤ 0,05) (Ghozali, 2013:142).
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Karakteristik Responden
Hasil penyebaran kuesioner untuk mengungkapkan karakteristik psikografi dilakukan terhadap 56 orang responden terdiri atas: aspek umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, dan masa kerja. Secara rinci karakteristik responden dapat ditunjukkan dalam Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan bahwa dominan pegawai kontrak berjenis kelamin laki-laki, yakni sekitar 55 persen dari total pegawai. Dari segi pendidikan yang ditamatkan, mayoritas pegawai administrasi kontrak adalah tamatan Sarjana (53,6%). Hal ini adalah sangat wajar karena pegawai dituntut memiliki kompetensi agar mampu memberikan pelayanan
Tabel 1. Karakteristik Responden
Variabel |
Klasifikasi |
Jumlah | |
Orang |
Persentase (%) | ||
Pria |
31 |
55,4 | |
Jenis Kelamin |
Wanita |
25 |
44,6 |
Jumlah |
56 |
100 | |
SLTA |
17 |
30,4 | |
Diploma |
7 |
12,5 | |
Pendidikan |
Sarjana |
30 |
53,6 |
Magister |
2 |
3,6 | |
Jumlah |
56 |
100 | |
< 25 |
3 |
5,4 | |
25 - 35 |
35 |
62,5 | |
Umur |
36 - 45 |
15 |
26,8 |
46 - 56 |
3 |
5,4 | |
Jumlah |
56 |
100 | |
< 5 |
14 |
25,0 | |
5 - 10 |
25 |
44,6 | |
Masa Kerja |
11 - 16 |
14 |
25,0 |
>16 |
3 |
5,4 | |
Jumlah |
56 |
100 |
prima kepada semua pihak yang berkepentingan terhadap program studi. Pegawai yang berpendidikan SLTA dan Diploma sebanyak 24 orang atau 42,9 persen yang masih perlu ditingkatkan ke jenjang yang lebih tinggi agar mampu menghadapi tantangan pekerjaan dalam era globalisasi. Responden berpendidikan Magister hanya 2 orang (3,5). Hal ini menunjukkan masih rendahnya proporsi pegawai yang berpendidikan pasca sarjana, sehingga perlu diupayakan pemberian kesempatan bagi untuk menempuh studi lanjut. Selain itu,perlu dikembangkan program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan administrasi pegawai dan memperkaya wawasan dalam melaksanakan tugas.
Ditinjau dari usia, sebagian besar (62,5 %) pegawai kontrak berumur antara 25-35 tahun, tergolong umur muda. Masa kerja pegawai di atas 10 tahun mencapai 30,4 persen. Kondisi ini mencerminkan bahwa cukup banyak pegawai administrasi kontrak dengan masa kerja panjang, sehingga perlu diupayakan pengusulan mereka sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Terlebih lagi terdapat pegawai dengan masa kerja di atas 16 tahun (5,4%). Bagi mereka ini terdapat indikasi untuk enggan keluar dari tempat kerja saat ini karena khawatir akan kecilnya peluang memperoleh pekerjaan lain. Namun sebagian besar atau 69,6 persen pegawai masih tergolong muda dengan masa kerja kurang dari 10 tahun, yang berarti mereka masih mempunyai peluang besar bisa berkarir di tempat kerja lain.
Uji Asumsi Klasik
Pertama, uji normalitas terhadap residual dilakukan dengan Kolmogorov Smirnov Model pada taraf signifikansi 5 persen. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov diperoleh nilai signifikansi 0,810 (>0,05), sehingga dapat dinyatakan bahwa data terdistribusi secara normal. Kedua, hasil uji multikolinearitas menunjukkan nilai tollerance dari kedua variabel bebas yaitu keamanan kerja dan kepuasan kerja tidak ada kurang dari 0,10 yang berarti bahwa tidak terjadi kolerasi antar variabel bebas yang diteliti. Hasil perhitungan dari Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama, yakni tidak ada variabel bebas yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Ketiga, uji heteroskedastisitas menunjukkan bahwa variasi variabel bebas tidak sama untuk semua pengamatan. Hasil uji heterokedastisitas dengan alat Uji Glejser, menunjukkan angka signifikansi lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa data tidak mengalami gejala heterokedastisitas.
Deskripsi Variabel
Penilaian persepsi pegawai terhadap setiap variabel diukur dengan menggunakan skor rata-rata yang dikelompokkan menjadi lima kriteria seperti yang diajukan oleh Widoyoko (2012:111) sebagai berikut:
-
1. 1,00 - 1,80 (sangat tidak setuju)
-
2. >1,80 - 2,60 (tidak setuju)
-
3. >2,60 - 3,40 (kurang setuju)
-
4. >3,40 - 4,20 (setuju)
-
5. >4,20 - 5,00 (sangat setuju).
Deskripsi setiap variabel disajikan pada lampiran dan secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut. Keamanan kerja
Variabel keamanan kerja dalam penelitian ini diukur dengan empat indikator, yakni karir masa depan yang pasti, keamanan kerja yang tinggi, kegelisahan bila dipindahkan ke tempat kerja lain, dan kondisi nyaman tetap bekerja, dengan skor rata-rata secara berturut-turut 2,54; 2,79; 3,43; dan 3,88. Hal menonjol yang dapat dijelaskan dari rata-rata skor jawaban responden tentang indikator-indikator keamanan kerja adalah bahwa indikator kepastian karir di masa depan dan keamanan kerja, ternyata menunjukkan angka di bawah 3,40. berarti pegawai administrasi kontrak merasa tidak memiliki harapan karir masa depan yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini dan masih tetap merasa khawatir dan terancam keamanan kerjanya.
Kepuasan kerja
Variabel kepuasan kerja karyawan diukur dengan lima indikator yaitu puas terhadap pekerjaan, kebijakan pimpinan, kompensasi yang diterima, teman sekerja, dan kesempatan untuk maju. Skor rata-rata jawaban responden terhadap kelima indikator ini secara berturut-turut adalah 3,89; 3,91; 3,80; 3,83; dan 3,83. Keempat nilai ini menunjukkan kepuasan pegawai yang relatif tinggi terhadap pekerjaannya karena semua nilai jawaban berada di atas 3,40. Hal ini mengindikasikan tingginya tingkat kesabaran pegawai administrasi kontrak dalam mengabdi dan berkarya sambil menunggu peluang untuk diangkat menjadi PNS.
Turnover intention
Variabel turnover intention diukur dengan lima indikator yang berhubungan dengan niat untuk keluar dan mencari alternatif pekerjaan yang lain. Pertama, “sering berpikir untuk keluar dari tempat kerja” (skor
prima kepada semua pihak yang berkepentingan terhadap program studi. Pegawai yang berpendidikan SLTA dan Diploma sebanyak 24 orang atau 42,9 persen yang masih perlu ditingkatkan ke jenjang yang lebih tinggi agar mampu menghadapi tantangan pekerjaan dalam era globalisasi. Responden berpendidikan Magister hanya 2 orang (3,5). Hal ini menunjukkan masih rendahnya proporsi pegawai yang berpendidikan pasca sarjana, sehingga perlu diupayakan pemberian kesempatan bagi untuk menempuh studi lanjut. Selain itu,perlu dikembangkan program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan administrasi pegawai dan memperkaya wawasan dalam melaksanakan tugas.
Ditinjau dari usia, sebagian besar (62,5 %) pegawai kontrak berumur antara 25-35 tahun, tergolong umur muda. Masa kerja pegawai di atas 10 tahun mencapai 30,4 persen. Kondisi ini mencerminkan bahwa cukup banyak pegawai administrasi kontrak dengan masa kerja panjang, sehingga perlu diupayakan pengusulan mereka sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Terlebih lagi terdapat pegawai dengan masa kerja di atas 16 tahun (5,4%). Bagi mereka ini terdapat indikasi untuk enggan keluar dari tempat kerja saat ini karena khawatir akan kecilnya peluang memperoleh pekerjaan lain. Namun sebagian besar atau 69,6 persen pegawai masih tergolong muda dengan masa kerja kurang dari 10 tahun, yang berarti mereka masih mempunyai peluang besar bisa berkarir di tempat kerja lain.
Uji Asumsi Klasik
Pertama, uji normalitas terhadap residual dilakukan dengan Kolmogorov Smirnov Model pada taraf signifikansi 5 persen. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov diperoleh nilai signifikansi 0,810 (>0,05), sehingga dapat dinyatakan bahwa data terdistribusi secara normal. Kedua, hasil uji multikolinearitas menunjukkan nilai tollerance dari kedua variabel bebas yaitu keamanan kerja dan kepuasan kerja tidak ada kurang dari 0,10 yang berarti bahwa tidak terjadi kolerasi antar variabel bebas yang diteliti. Hasil perhitungan dari Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama, yakni tidak ada variabel bebas yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Ketiga, uji heteroskedastisitas menunjukkan bahwa variasi variabel bebas tidak sama untuk semua pengamatan. Hasil uji heterokedastisitas dengan alat Uji Glejser, menunjukkan angka signifikansi lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa data tidak mengalami gejala heterokedastisitas.
Deskripsi Variabel
Penilaian persepsi pegawai terhadap setiap variabel diukur dengan menggunakan skor rata-rata yang dikelompokkan menjadi lima kriteria seperti yang diajukan oleh Widoyoko (2012:111) sebagai berikut:
-
1. 1,00 - 1,80 (sangat tidak setuju)
-
2. >1,80 - 2,60 (tidak setuju)
-
3. >2,60 - 3,40 (kurang setuju)
-
4. >3,40 - 4,20 (setuju)
-
5. >4,20 - 5,00 (sangat setuju).
Deskripsi setiap variabel disajikan pada lampiran dan secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut. Keamanan kerja
Variabel keamanan kerja dalam penelitian ini diukur dengan empat indikator, yakni karir masa depan yang pasti, keamanan kerja yang tinggi, kegelisahan bila dipindahkan ke tempat kerja lain, dan kondisi nyaman tetap bekerja, dengan skor rata-rata secara berturut-turut 2,54; 2,79; 3,43; dan 3,88. Hal menonjol yang dapat dijelaskan dari rata-rata skor jawaban responden tentang indikator-indikator keamanan kerja adalah bahwa indikator kepastian karir di masa depan dan keamanan kerja, ternyata menunjukkan angka di bawah 3,40. berarti pegawai administrasi kontrak merasa tidak memiliki harapan karir masa depan yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini dan masih tetap merasa khawatir dan terancam keamanan kerjanya.
Kepuasan kerja
Variabel kepuasan kerja karyawan diukur dengan lima indikator yaitu puas terhadap pekerjaan, kebijakan pimpinan, kompensasi yang diterima, teman sekerja, dan kesempatan untuk maju. Skor rata-rata jawaban responden terhadap kelima indikator ini secara berturut-turut adalah 3,89; 3,91; 3,80; 3,83; dan 3,83. Keempat nilai ini menunjukkan kepuasan pegawai yang relatif tinggi terhadap pekerjaannya karena semua nilai jawaban berada di atas 3,40. Hal ini mengindikasikan tingginya tingkat kesabaran pegawai administrasi kontrak dalam mengabdi dan berkarya sambil menunggu peluang untuk diangkat menjadi PNS.
Turnover intention
Variabel turnover intention diukur dengan lima indikator yang berhubungan dengan niat untuk keluar dan mencari alternatif pekerjaan yang lain. Pertama, “sering berpikir untuk keluar dari tempat kerja” (skor
prima kepada semua pihak yang berkepentingan terhadap program studi. Pegawai yang berpendidikan SLTA dan Diploma sebanyak 24 orang atau 42,9 persen yang masih perlu ditingkatkan ke jenjang yang lebih tinggi agar mampu menghadapi tantangan pekerjaan dalam era globalisasi. Responden berpendidikan Magister hanya 2 orang (3,5). Hal ini menunjukkan masih rendahnya proporsi pegawai yang berpendidikan pasca sarjana, sehingga perlu diupayakan pemberian kesempatan bagi untuk menempuh studi lanjut. Selain itu,perlu dikembangkan program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan administrasi pegawai dan memperkaya wawasan dalam melaksanakan tugas.
Ditinjau dari usia, sebagian besar (62,5 %) pegawai kontrak berumur antara 25-35 tahun, tergolong umur muda. Masa kerja pegawai di atas 10 tahun mencapai 30,4 persen. Kondisi ini mencerminkan bahwa cukup banyak pegawai administrasi kontrak dengan masa kerja panjang, sehingga perlu diupayakan pengusulan mereka sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Terlebih lagi terdapat pegawai dengan masa kerja di atas 16 tahun (5,4%). Bagi mereka ini terdapat indikasi untuk enggan keluar dari tempat kerja saat ini karena khawatir akan kecilnya peluang memperoleh pekerjaan lain. Namun sebagian besar atau 69,6 persen pegawai masih tergolong muda dengan masa kerja kurang dari 10 tahun, yang berarti mereka masih mempunyai peluang besar bisa berkarir di tempat kerja lain.
Uji Asumsi Klasik
Pertama, uji normalitas terhadap residual dilakukan dengan Kolmogorov Smirnov Model pada taraf signifikansi 5 persen. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov diperoleh nilai signifikansi 0,810 (>0,05), sehingga dapat dinyatakan bahwa data terdistribusi secara normal. Kedua, hasil uji multikolinearitas menunjukkan nilai tollerance dari kedua variabel bebas yaitu keamanan kerja dan kepuasan kerja tidak ada kurang dari 0,10 yang berarti bahwa tidak terjadi kolerasi antar variabel bebas yang diteliti. Hasil perhitungan dari Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama, yakni tidak ada variabel bebas yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Ketiga, uji heteroskedastisitas menunjukkan bahwa variasi variabel bebas tidak sama untuk semua pengamatan. Hasil uji heterokedastisitas dengan alat Uji Glejser, menunjukkan angka signifikansi lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa data tidak mengalami gejala heterokedastisitas.
Deskripsi Variabel
Penilaian persepsi pegawai terhadap setiap variabel diukur dengan menggunakan skor rata-rata yang dikelompokkan menjadi lima kriteria seperti yang diajukan oleh Widoyoko (2012:111) sebagai berikut:
-
1. 1,00 - 1,80 (sangat tidak setuju)
-
2. >1,80 - 2,60 (tidak setuju)
-
3. >2,60 - 3,40 (kurang setuju)
-
4. >3,40 - 4,20 (setuju)
-
5. >4,20 - 5,00 (sangat setuju).
Deskripsi setiap variabel disajikan pada lampiran dan secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut. Keamanan kerja
Variabel keamanan kerja dalam penelitian ini diukur dengan empat indikator, yakni karir masa depan yang pasti, keamanan kerja yang tinggi, kegelisahan bila dipindahkan ke tempat kerja lain, dan kondisi nyaman tetap bekerja, dengan skor rata-rata secara berturut-turut 2,54; 2,79; 3,43; dan 3,88. Hal menonjol yang dapat dijelaskan dari rata-rata skor jawaban responden tentang indikator-indikator keamanan kerja adalah bahwa indikator kepastian karir di masa depan dan keamanan kerja, ternyata menunjukkan angka di bawah 3,40. berarti pegawai administrasi kontrak merasa tidak memiliki harapan karir masa depan yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini dan masih tetap merasa khawatir dan terancam keamanan kerjanya.
Kepuasan kerja
Variabel kepuasan kerja karyawan diukur dengan lima indikator yaitu puas terhadap pekerjaan, kebijakan pimpinan, kompensasi yang diterima, teman sekerja, dan kesempatan untuk maju. Skor rata-rata jawaban responden terhadap kelima indikator ini secara berturut-turut adalah 3,89; 3,91; 3,80; 3,83; dan 3,83. Keempat nilai ini menunjukkan kepuasan pegawai yang relatif tinggi terhadap pekerjaannya karena semua nilai jawaban berada di atas 3,40. Hal ini mengindikasikan tingginya tingkat kesabaran pegawai administrasi kontrak dalam mengabdi dan berkarya sambil menunggu peluang untuk diangkat menjadi PNS.
Turnover intention
Variabel turnover intention diukur dengan lima indikator yang berhubungan dengan niat untuk keluar dan mencari alternatif pekerjaan yang lain. Pertama, “sering berpikir untuk keluar dari tempat kerja” (skor
prima kepada semua pihak yang berkepentingan terhadap program studi. Pegawai yang berpendidikan SLTA dan Diploma sebanyak 24 orang atau 42,9 persen yang masih perlu ditingkatkan ke jenjang yang lebih tinggi agar mampu menghadapi tantangan pekerjaan dalam era globalisasi. Responden berpendidikan Magister hanya 2 orang (3,5). Hal ini menunjukkan masih rendahnya proporsi pegawai yang berpendidikan pasca sarjana, sehingga perlu diupayakan pemberian kesempatan bagi untuk menempuh studi lanjut. Selain itu,perlu dikembangkan program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan administrasi pegawai dan memperkaya wawasan dalam melaksanakan tugas.
Ditinjau dari usia, sebagian besar (62,5 %) pegawai kontrak berumur antara 25-35 tahun, tergolong umur muda. Masa kerja pegawai di atas 10 tahun mencapai 30,4 persen. Kondisi ini mencerminkan bahwa cukup banyak pegawai administrasi kontrak dengan masa kerja panjang, sehingga perlu diupayakan pengusulan mereka sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Terlebih lagi terdapat pegawai dengan masa kerja di atas 16 tahun (5,4%). Bagi mereka ini terdapat indikasi untuk enggan keluar dari tempat kerja saat ini karena khawatir akan kecilnya peluang memperoleh pekerjaan lain. Namun sebagian besar atau 69,6 persen pegawai masih tergolong muda dengan masa kerja kurang dari 10 tahun, yang berarti mereka masih mempunyai peluang besar bisa berkarir di tempat kerja lain.
Uji Asumsi Klasik
Pertama, uji normalitas terhadap residual dilakukan dengan Kolmogorov Smirnov Model pada taraf signifikansi 5 persen. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov diperoleh nilai signifikansi 0,810 (>0,05), sehingga dapat dinyatakan bahwa data terdistribusi secara normal. Kedua, hasil uji multikolinearitas menunjukkan nilai tollerance dari kedua variabel bebas yaitu keamanan kerja dan kepuasan kerja tidak ada kurang dari 0,10 yang berarti bahwa tidak terjadi kolerasi antar variabel bebas yang diteliti. Hasil perhitungan dari Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama, yakni tidak ada variabel bebas yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Ketiga, uji heteroskedastisitas menunjukkan bahwa variasi variabel bebas tidak sama untuk semua pengamatan. Hasil uji heterokedastisitas dengan alat Uji Glejser, menunjukkan angka signifikansi lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa data tidak mengalami gejala heterokedastisitas.
Deskripsi Variabel
Penilaian persepsi pegawai terhadap setiap variabel diukur dengan menggunakan skor rata-rata yang dikelompokkan menjadi lima kriteria seperti yang diajukan oleh Widoyoko (2012:111) sebagai berikut:
-
1. 1,00 - 1,80 (sangat tidak setuju)
-
2. >1,80 - 2,60 (tidak setuju)
-
3. >2,60 - 3,40 (kurang setuju)
-
4. >3,40 - 4,20 (setuju)
-
5. >4,20 - 5,00 (sangat setuju).
Deskripsi setiap variabel disajikan pada lampiran dan secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut. Keamanan kerja
Variabel keamanan kerja dalam penelitian ini diukur dengan empat indikator, yakni karir masa depan yang pasti, keamanan kerja yang tinggi, kegelisahan bila dipindahkan ke tempat kerja lain, dan kondisi nyaman tetap bekerja, dengan skor rata-rata secara berturut-turut 2,54; 2,79; 3,43; dan 3,88. Hal menonjol yang dapat dijelaskan dari rata-rata skor jawaban responden tentang indikator-indikator keamanan kerja adalah bahwa indikator kepastian karir di masa depan dan keamanan kerja, ternyata menunjukkan angka di bawah 3,40. berarti pegawai administrasi kontrak merasa tidak memiliki harapan karir masa depan yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini dan masih tetap merasa khawatir dan terancam keamanan kerjanya.
Kepuasan kerja
Variabel kepuasan kerja karyawan diukur dengan lima indikator yaitu puas terhadap pekerjaan, kebijakan pimpinan, kompensasi yang diterima, teman sekerja, dan kesempatan untuk maju. Skor rata-rata jawaban responden terhadap kelima indikator ini secara berturut-turut adalah 3,89; 3,91; 3,80; 3,83; dan 3,83. Keempat nilai ini menunjukkan kepuasan pegawai yang relatif tinggi terhadap pekerjaannya karena semua nilai jawaban berada di atas 3,40. Hal ini mengindikasikan tingginya tingkat kesabaran pegawai administrasi kontrak dalam mengabdi dan berkarya sambil menunggu peluang untuk diangkat menjadi PNS.
Turnover intention
Variabel turnover intention diukur dengan lima indikator yang berhubungan dengan niat untuk keluar dan mencari alternatif pekerjaan yang lain. Pertama, “sering berpikir untuk keluar dari tempat kerja” (skor
prima kepada semua pihak yang berkepentingan terhadap program studi. Pegawai yang berpendidikan SLTA dan Diploma sebanyak 24 orang atau 42,9 persen yang masih perlu ditingkatkan ke jenjang yang lebih tinggi agar mampu menghadapi tantangan pekerjaan dalam era globalisasi. Responden berpendidikan Magister hanya 2 orang (3,5). Hal ini menunjukkan masih rendahnya proporsi pegawai yang berpendidikan pasca sarjana, sehingga perlu diupayakan pemberian kesempatan bagi untuk menempuh studi lanjut. Selain itu,perlu dikembangkan program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan administrasi pegawai dan memperkaya wawasan dalam melaksanakan tugas.
Ditinjau dari usia, sebagian besar (62,5 %) pegawai kontrak berumur antara 25-35 tahun, tergolong umur muda. Masa kerja pegawai di atas 10 tahun mencapai 30,4 persen. Kondisi ini mencerminkan bahwa cukup banyak pegawai administrasi kontrak dengan masa kerja panjang, sehingga perlu diupayakan pengusulan mereka sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Terlebih lagi terdapat pegawai dengan masa kerja di atas 16 tahun (5,4%). Bagi mereka ini terdapat indikasi untuk enggan keluar dari tempat kerja saat ini karena khawatir akan kecilnya peluang memperoleh pekerjaan lain. Namun sebagian besar atau 69,6 persen pegawai masih tergolong muda dengan masa kerja kurang dari 10 tahun, yang berarti mereka masih mempunyai peluang besar bisa berkarir di tempat kerja lain.
Uji Asumsi Klasik
Pertama, uji normalitas terhadap residual dilakukan dengan Kolmogorov Smirnov Model pada taraf signifikansi 5 persen. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov diperoleh nilai signifikansi 0,810 (>0,05), sehingga dapat dinyatakan bahwa data terdistribusi secara normal. Kedua, hasil uji multikolinearitas menunjukkan nilai tollerance dari kedua variabel bebas yaitu keamanan kerja dan kepuasan kerja tidak ada kurang dari 0,10 yang berarti bahwa tidak terjadi kolerasi antar variabel bebas yang diteliti. Hasil perhitungan dari Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama, yakni tidak ada variabel bebas yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Ketiga, uji heteroskedastisitas menunjukkan bahwa variasi variabel bebas tidak sama untuk semua pengamatan. Hasil uji heterokedastisitas dengan alat Uji Glejser, menunjukkan angka signifikansi lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa data tidak mengalami gejala heterokedastisitas.
Deskripsi Variabel
Penilaian persepsi pegawai terhadap setiap variabel diukur dengan menggunakan skor rata-rata yang dikelompokkan menjadi lima kriteria seperti yang diajukan oleh Widoyoko (2012:111) sebagai berikut:
-
1. 1,00 - 1,80 (sangat tidak setuju)
-
2. >1,80 - 2,60 (tidak setuju)
-
3. >2,60 - 3,40 (kurang setuju)
-
4. >3,40 - 4,20 (setuju)
-
5. >4,20 - 5,00 (sangat setuju).
Deskripsi setiap variabel disajikan pada lampiran dan secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut. Keamanan kerja
Variabel keamanan kerja dalam penelitian ini diukur dengan empat indikator, yakni karir masa depan yang pasti, keamanan kerja yang tinggi, kegelisahan bila dipindahkan ke tempat kerja lain, dan kondisi nyaman tetap bekerja, dengan skor rata-rata secara berturut-turut 2,54; 2,79; 3,43; dan 3,88. Hal menonjol yang dapat dijelaskan dari rata-rata skor jawaban responden tentang indikator-indikator keamanan kerja adalah bahwa indikator kepastian karir di masa depan dan keamanan kerja, ternyata menunjukkan angka di bawah 3,40. berarti pegawai administrasi kontrak merasa tidak memiliki harapan karir masa depan yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini dan masih tetap merasa khawatir dan terancam keamanan kerjanya.
Kepuasan kerja
Variabel kepuasan kerja karyawan diukur dengan lima indikator yaitu puas terhadap pekerjaan, kebijakan pimpinan, kompensasi yang diterima, teman sekerja, dan kesempatan untuk maju. Skor rata-rata jawaban responden terhadap kelima indikator ini secara berturut-turut adalah 3,89; 3,91; 3,80; 3,83; dan 3,83. Keempat nilai ini menunjukkan kepuasan pegawai yang relatif tinggi terhadap pekerjaannya karena semua nilai jawaban berada di atas 3,40. Hal ini mengindikasikan tingginya tingkat kesabaran pegawai administrasi kontrak dalam mengabdi dan berkarya sambil menunggu peluang untuk diangkat menjadi PNS.
Turnover intention
Variabel turnover intention diukur dengan lima indikator yang berhubungan dengan niat untuk keluar dan mencari alternatif pekerjaan yang lain. Pertama, “sering berpikir untuk keluar dari tempat kerja” (skor
prima kepada semua pihak yang berkepentingan terhadap program studi. Pegawai yang berpendidikan SLTA dan Diploma sebanyak 24 orang atau 42,9 persen yang masih perlu ditingkatkan ke jenjang yang lebih tinggi agar mampu menghadapi tantangan pekerjaan dalam era globalisasi. Responden berpendidikan Magister hanya 2 orang (3,5). Hal ini menunjukkan masih rendahnya proporsi pegawai yang berpendidikan pasca sarjana, sehingga perlu diupayakan pemberian kesempatan bagi untuk menempuh studi lanjut. Selain itu,perlu dikembangkan program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan administrasi pegawai dan memperkaya wawasan dalam melaksanakan tugas.
Ditinjau dari usia, sebagian besar (62,5 %) pegawai kontrak berumur antara 25-35 tahun, tergolong umur muda. Masa kerja pegawai di atas 10 tahun mencapai 30,4 persen. Kondisi ini mencerminkan bahwa cukup banyak pegawai administrasi kontrak dengan masa kerja panjang, sehingga perlu diupayakan pengusulan mereka sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Terlebih lagi terdapat pegawai dengan masa kerja di atas 16 tahun (5,4%). Bagi mereka ini terdapat indikasi untuk enggan keluar dari tempat kerja saat ini karena khawatir akan kecilnya peluang memperoleh pekerjaan lain. Namun sebagian besar atau 69,6 persen pegawai masih tergolong muda dengan masa kerja kurang dari 10 tahun, yang berarti mereka masih mempunyai peluang besar bisa berkarir di tempat kerja lain.
Uji Asumsi Klasik
Pertama, uji normalitas terhadap residual dilakukan dengan Kolmogorov Smirnov Model pada taraf signifikansi 5 persen. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov diperoleh nilai signifikansi 0,810 (>0,05), sehingga dapat dinyatakan bahwa data terdistribusi secara normal. Kedua, hasil uji multikolinearitas menunjukkan nilai tollerance dari kedua variabel bebas yaitu keamanan kerja dan kepuasan kerja tidak ada kurang dari 0,10 yang berarti bahwa tidak terjadi kolerasi antar variabel bebas yang diteliti. Hasil perhitungan dari Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama, yakni tidak ada variabel bebas yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Ketiga, uji heteroskedastisitas menunjukkan bahwa variasi variabel bebas tidak sama untuk semua pengamatan. Hasil uji heterokedastisitas dengan alat Uji Glejser, menunjukkan angka signifikansi lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa data tidak mengalami gejala heterokedastisitas.
Deskripsi Variabel
Penilaian persepsi pegawai terhadap setiap variabel diukur dengan menggunakan skor rata-rata yang dikelompokkan menjadi lima kriteria seperti yang diajukan oleh Widoyoko (2012:111) sebagai berikut:
-
1. 1,00 - 1,80 (sangat tidak setuju)
-
2. >1,80 - 2,60 (tidak setuju)
-
3. >2,60 - 3,40 (kurang setuju)
-
4. >3,40 - 4,20 (setuju)
-
5. >4,20 - 5,00 (sangat setuju).
Deskripsi setiap variabel disajikan pada lampiran dan secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut. Keamanan kerja
Variabel keamanan kerja dalam penelitian ini diukur dengan empat indikator, yakni karir masa depan yang pasti, keamanan kerja yang tinggi, kegelisahan bila dipindahkan ke tempat kerja lain, dan kondisi nyaman tetap bekerja, dengan skor rata-rata secara berturut-turut 2,54; 2,79; 3,43; dan 3,88. Hal menonjol yang dapat dijelaskan dari rata-rata skor jawaban responden tentang indikator-indikator keamanan kerja adalah bahwa indikator kepastian karir di masa depan dan keamanan kerja, ternyata menunjukkan angka di bawah 3,40. berarti pegawai administrasi kontrak merasa tidak memiliki harapan karir masa depan yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini dan masih tetap merasa khawatir dan terancam keamanan kerjanya.
Kepuasan kerja
Variabel kepuasan kerja karyawan diukur dengan lima indikator yaitu puas terhadap pekerjaan, kebijakan pimpinan, kompensasi yang diterima, teman sekerja, dan kesempatan untuk maju. Skor rata-rata jawaban responden terhadap kelima indikator ini secara berturut-turut adalah 3,89; 3,91; 3,80; 3,83; dan 3,83. Keempat nilai ini menunjukkan kepuasan pegawai yang relatif tinggi terhadap pekerjaannya karena semua nilai jawaban berada di atas 3,40. Hal ini mengindikasikan tingginya tingkat kesabaran pegawai administrasi kontrak dalam mengabdi dan berkarya sambil menunggu peluang untuk diangkat menjadi PNS.
Turnover intention
Variabel turnover intention diukur dengan lima indikator yang berhubungan dengan niat untuk keluar dan mencari alternatif pekerjaan yang lain. Pertama, “sering berpikir untuk keluar dari tempat kerja” (skor
prima kepada semua pihak yang berkepentingan terhadap program studi. Pegawai yang berpendidikan SLTA dan Diploma sebanyak 24 orang atau 42,9 persen yang masih perlu ditingkatkan ke jenjang yang lebih tinggi agar mampu menghadapi tantangan pekerjaan dalam era globalisasi. Responden berpendidikan Magister hanya 2 orang (3,5). Hal ini menunjukkan masih rendahnya proporsi pegawai yang berpendidikan pasca sarjana, sehingga perlu diupayakan pemberian kesempatan bagi untuk menempuh studi lanjut. Selain itu,perlu dikembangkan program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan administrasi pegawai dan memperkaya wawasan dalam melaksanakan tugas.
Ditinjau dari usia, sebagian besar (62,5 %) pegawai kontrak berumur antara 25-35 tahun, tergolong umur muda. Masa kerja pegawai di atas 10 tahun mencapai 30,4 persen. Kondisi ini mencerminkan bahwa cukup banyak pegawai administrasi kontrak dengan masa kerja panjang, sehingga perlu diupayakan pengusulan mereka sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Terlebih lagi terdapat pegawai dengan masa kerja di atas 16 tahun (5,4%). Bagi mereka ini terdapat indikasi untuk enggan keluar dari tempat kerja saat ini karena khawatir akan kecilnya peluang memperoleh pekerjaan lain. Namun sebagian besar atau 69,6 persen pegawai masih tergolong muda dengan masa kerja kurang dari 10 tahun, yang berarti mereka masih mempunyai peluang besar bisa berkarir di tempat kerja lain.
Uji Asumsi Klasik
Pertama, uji normalitas terhadap residual dilakukan dengan Kolmogorov Smirnov Model pada taraf signifikansi 5 persen. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov diperoleh nilai signifikansi 0,810 (>0,05), sehingga dapat dinyatakan bahwa data terdistribusi secara normal. Kedua, hasil uji multikolinearitas menunjukkan nilai tollerance dari kedua variabel bebas yaitu keamanan kerja dan kepuasan kerja tidak ada kurang dari 0,10 yang berarti bahwa tidak terjadi kolerasi antar variabel bebas yang diteliti. Hasil perhitungan dari Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama, yakni tidak ada variabel bebas yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Ketiga, uji heteroskedastisitas menunjukkan bahwa variasi variabel bebas tidak sama untuk semua pengamatan. Hasil uji heterokedastisitas dengan alat Uji Glejser, menunjukkan angka signifikansi lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa data tidak mengalami gejala heterokedastisitas.
Deskripsi Variabel
Penilaian persepsi pegawai terhadap setiap variabel diukur dengan menggunakan skor rata-rata yang dikelompokkan menjadi lima kriteria seperti yang diajukan oleh Widoyoko (2012:111) sebagai berikut:
-
1. 1,00 - 1,80 (sangat tidak setuju)
-
2. >1,80 - 2,60 (tidak setuju)
-
3. >2,60 - 3,40 (kurang setuju)
-
4. >3,40 - 4,20 (setuju)
-
5. >4,20 - 5,00 (sangat setuju).
Deskripsi setiap variabel disajikan pada lampiran dan secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut. Keamanan kerja
Variabel keamanan kerja dalam penelitian ini diukur dengan empat indikator, yakni karir masa depan yang pasti, keamanan kerja yang tinggi, kegelisahan bila dipindahkan ke tempat kerja lain, dan kondisi nyaman tetap bekerja, dengan skor rata-rata secara berturut-turut 2,54; 2,79; 3,43; dan 3,88. Hal menonjol yang dapat dijelaskan dari rata-rata skor jawaban responden tentang indikator-indikator keamanan kerja adalah bahwa indikator kepastian karir di masa depan dan keamanan kerja, ternyata menunjukkan angka di bawah 3,40. berarti pegawai administrasi kontrak merasa tidak memiliki harapan karir masa depan yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini dan masih tetap merasa khawatir dan terancam keamanan kerjanya.
Kepuasan kerja
Variabel kepuasan kerja karyawan diukur dengan lima indikator yaitu puas terhadap pekerjaan, kebijakan pimpinan, kompensasi yang diterima, teman sekerja, dan kesempatan untuk maju. Skor rata-rata jawaban responden terhadap kelima indikator ini secara berturut-turut adalah 3,89; 3,91; 3,80; 3,83; dan 3,83. Keempat nilai ini menunjukkan kepuasan pegawai yang relatif tinggi terhadap pekerjaannya karena semua nilai jawaban berada di atas 3,40. Hal ini mengindikasikan tingginya tingkat kesabaran pegawai administrasi kontrak dalam mengabdi dan berkarya sambil menunggu peluang untuk diangkat menjadi PNS.
Turnover intention
Variabel turnover intention diukur dengan lima indikator yang berhubungan dengan niat untuk keluar dan mencari alternatif pekerjaan yang lain. Pertama, “sering berpikir untuk keluar dari tempat kerja” (skor
prima kepada semua pihak yang berkepentingan terhadap program studi. Pegawai yang berpendidikan SLTA dan Diploma sebanyak 24 orang atau 42,9 persen yang masih perlu ditingkatkan ke jenjang yang lebih tinggi agar mampu menghadapi tantangan pekerjaan dalam era globalisasi. Responden berpendidikan Magister hanya 2 orang (3,5). Hal ini menunjukkan masih rendahnya proporsi pegawai yang berpendidikan pasca sarjana, sehingga perlu diupayakan pemberian kesempatan bagi untuk menempuh studi lanjut. Selain itu,perlu dikembangkan program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan administrasi pegawai dan memperkaya wawasan dalam melaksanakan tugas.
Ditinjau dari usia, sebagian besar (62,5 %) pegawai kontrak berumur antara 25-35 tahun, tergolong umur muda. Masa kerja pegawai di atas 10 tahun mencapai 30,4 persen. Kondisi ini mencerminkan bahwa cukup banyak pegawai administrasi kontrak dengan masa kerja panjang, sehingga perlu diupayakan pengusulan mereka sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Terlebih lagi terdapat pegawai dengan masa kerja di atas 16 tahun (5,4%). Bagi mereka ini terdapat indikasi untuk enggan keluar dari tempat kerja saat ini karena khawatir akan kecilnya peluang memperoleh pekerjaan lain. Namun sebagian besar atau 69,6 persen pegawai masih tergolong muda dengan masa kerja kurang dari 10 tahun, yang berarti mereka masih mempunyai peluang besar bisa berkarir di tempat kerja lain.
Uji Asumsi Klasik
Pertama, uji normalitas terhadap residual dilakukan dengan Kolmogorov Smirnov Model pada taraf signifikansi 5 persen. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov diperoleh nilai signifikansi 0,810 (>0,05), sehingga dapat dinyatakan bahwa data terdistribusi secara normal. Kedua, hasil uji multikolinearitas menunjukkan nilai tollerance dari kedua variabel bebas yaitu keamanan kerja dan kepuasan kerja tidak ada kurang dari 0,10 yang berarti bahwa tidak terjadi kolerasi antar variabel bebas yang diteliti. Hasil perhitungan dari Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama, yakni tidak ada variabel bebas yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Ketiga, uji heteroskedastisitas menunjukkan bahwa variasi variabel bebas tidak sama untuk semua pengamatan. Hasil uji heterokedastisitas dengan alat Uji Glejser, menunjukkan angka signifikansi lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa data tidak mengalami gejala heterokedastisitas.
Deskripsi Variabel
Penilaian persepsi pegawai terhadap setiap variabel diukur dengan menggunakan skor rata-rata yang dikelompokkan menjadi lima kriteria seperti yang diajukan oleh Widoyoko (2012:111) sebagai berikut:
-
1. 1,00 - 1,80 (sangat tidak setuju)
-
2. >1,80 - 2,60 (tidak setuju)
-
3. >2,60 - 3,40 (kurang setuju)
-
4. >3,40 - 4,20 (setuju)
-
5. >4,20 - 5,00 (sangat setuju).
Deskripsi setiap variabel disajikan pada lampiran dan secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut. Keamanan kerja
Variabel keamanan kerja dalam penelitian ini diukur dengan empat indikator, yakni karir masa depan yang pasti, keamanan kerja yang tinggi, kegelisahan bila dipindahkan ke tempat kerja lain, dan kondisi nyaman tetap bekerja, dengan skor rata-rata secara berturut-turut 2,54; 2,79; 3,43; dan 3,88. Hal menonjol yang dapat dijelaskan dari rata-rata skor jawaban responden tentang indikator-indikator keamanan kerja adalah bahwa indikator kepastian karir di masa depan dan keamanan kerja, ternyata menunjukkan angka di bawah 3,40. berarti pegawai administrasi kontrak merasa tidak memiliki harapan karir masa depan yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini dan masih tetap merasa khawatir dan terancam keamanan kerjanya.
Kepuasan kerja
Variabel kepuasan kerja karyawan diukur dengan lima indikator yaitu puas terhadap pekerjaan, kebijakan pimpinan, kompensasi yang diterima, teman sekerja, dan kesempatan untuk maju. Skor rata-rata jawaban responden terhadap kelima indikator ini secara berturut-turut adalah 3,89; 3,91; 3,80; 3,83; dan 3,83. Keempat nilai ini menunjukkan kepuasan pegawai yang relatif tinggi terhadap pekerjaannya karena semua nilai jawaban berada di atas 3,40. Hal ini mengindikasikan tingginya tingkat kesabaran pegawai administrasi kontrak dalam mengabdi dan berkarya sambil menunggu peluang untuk diangkat menjadi PNS.
Turnover intention
Variabel turnover intention diukur dengan lima indikator yang berhubungan dengan niat untuk keluar dan mencari alternatif pekerjaan yang lain. Pertama, “sering berpikir untuk keluar dari tempat kerja” (skor
prima kepada semua pihak yang berkepentingan terhadap program studi. Pegawai yang berpendidikan SLTA dan Diploma sebanyak 24 orang atau 42,9 persen yang masih perlu ditingkatkan ke jenjang yang lebih tinggi agar mampu menghadapi tantangan pekerjaan dalam era globalisasi. Responden berpendidikan Magister hanya 2 orang (3,5). Hal ini menunjukkan masih rendahnya proporsi pegawai yang berpendidikan pasca sarjana, sehingga perlu diupayakan pemberian kesempatan bagi untuk menempuh studi lanjut. Selain itu,perlu dikembangkan program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan administrasi pegawai dan memperkaya wawasan dalam melaksanakan tugas.
Ditinjau dari usia, sebagian besar (62,5 %) pegawai kontrak berumur antara 25-35 tahun, tergolong umur muda. Masa kerja pegawai di atas 10 tahun mencapai 30,4 persen. Kondisi ini mencerminkan bahwa cukup banyak pegawai administrasi kontrak dengan masa kerja panjang, sehingga perlu diupayakan pengusulan mereka sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Terlebih lagi terdapat pegawai dengan masa kerja di atas 16 tahun (5,4%). Bagi mereka ini terdapat indikasi untuk enggan keluar dari tempat kerja saat ini karena khawatir akan kecilnya peluang memperoleh pekerjaan lain. Namun sebagian besar atau 69,6 persen pegawai masih tergolong muda dengan masa kerja kurang dari 10 tahun, yang berarti mereka masih mempunyai peluang besar bisa berkarir di tempat kerja lain.
Uji Asumsi Klasik
Pertama, uji normalitas terhadap residual dilakukan dengan Kolmogorov Smirnov Model pada taraf signifikansi 5 persen. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov diperoleh nilai signifikansi 0,810 (>0,05), sehingga dapat dinyatakan bahwa data terdistribusi secara normal. Kedua, hasil uji multikolinearitas menunjukkan nilai tollerance dari kedua variabel bebas yaitu keamanan kerja dan kepuasan kerja tidak ada kurang dari 0,10 yang berarti bahwa tidak terjadi kolerasi antar variabel bebas yang diteliti. Hasil perhitungan dari Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama, yakni tidak ada variabel bebas yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Ketiga, uji heteroskedastisitas menunjukkan bahwa variasi variabel bebas tidak sama untuk semua pengamatan. Hasil uji heterokedastisitas dengan alat Uji Glejser, menunjukkan angka signifikansi lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa data tidak mengalami gejala heterokedastisitas.
Deskripsi Variabel
Penilaian persepsi pegawai terhadap setiap variabel diukur dengan menggunakan skor rata-rata yang dikelompokkan menjadi lima kriteria seperti yang diajukan oleh Widoyoko (2012:111) sebagai berikut:
-
1. 1,00 - 1,80 (sangat tidak setuju)
-
2. >1,80 - 2,60 (tidak setuju)
-
3. >2,60 - 3,40 (kurang setuju)
-
4. >3,40 - 4,20 (setuju)
-
5. >4,20 - 5,00 (sangat setuju).
Deskripsi setiap variabel disajikan pada lampiran dan secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut. Keamanan kerja
Variabel keamanan kerja dalam penelitian ini diukur dengan empat indikator, yakni karir masa depan yang pasti, keamanan kerja yang tinggi, kegelisahan bila dipindahkan ke tempat kerja lain, dan kondisi nyaman tetap bekerja, dengan skor rata-rata secara berturut-turut 2,54; 2,79; 3,43; dan 3,88. Hal menonjol yang dapat dijelaskan dari rata-rata skor jawaban responden tentang indikator-indikator keamanan kerja adalah bahwa indikator kepastian karir di masa depan dan keamanan kerja, ternyata menunjukkan angka di bawah 3,40. berarti pegawai administrasi kontrak merasa tidak memiliki harapan karir masa depan yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini dan masih tetap merasa khawatir dan terancam keamanan kerjanya.
Kepuasan kerja
Variabel kepuasan kerja karyawan diukur dengan lima indikator yaitu puas terhadap pekerjaan, kebijakan pimpinan, kompensasi yang diterima, teman sekerja, dan kesempatan untuk maju. Skor rata-rata jawaban responden terhadap kelima indikator ini secara berturut-turut adalah 3,89; 3,91; 3,80; 3,83; dan 3,83. Keempat nilai ini menunjukkan kepuasan pegawai yang relatif tinggi terhadap pekerjaannya karena semua nilai jawaban berada di atas 3,40. Hal ini mengindikasikan tingginya tingkat kesabaran pegawai administrasi kontrak dalam mengabdi dan berkarya sambil menunggu peluang untuk diangkat menjadi PNS.
Turnover intention
Variabel turnover intention diukur dengan lima indikator yang berhubungan dengan niat untuk keluar dan mencari alternatif pekerjaan yang lain. Pertama, “sering berpikir untuk keluar dari tempat kerja” (skor
prima kepada semua pihak yang berkepentingan terhadap program studi. Pegawai yang berpendidikan SLTA dan Diploma sebanyak 24 orang atau 42,9 persen yang masih perlu ditingkatkan ke jenjang yang lebih tinggi agar mampu menghadapi tantangan pekerjaan dalam era globalisasi. Responden berpendidikan Magister hanya 2 orang (3,5). Hal ini menunjukkan masih rendahnya proporsi pegawai yang berpendidikan pasca sarjana, sehingga perlu diupayakan pemberian kesempatan bagi untuk menempuh studi lanjut. Selain itu,perlu dikembangkan program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan administrasi pegawai dan memperkaya wawasan dalam melaksanakan tugas.
Ditinjau dari usia, sebagian besar (62,5 %) pegawai kontrak berumur antara 25-35 tahun, tergolong umur muda. Masa kerja pegawai di atas 10 tahun mencapai 30,4 persen. Kondisi ini mencerminkan bahwa cukup banyak pegawai administrasi kontrak dengan masa kerja panjang, sehingga perlu diupayakan pengusulan mereka sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Terlebih lagi terdapat pegawai dengan masa kerja di atas 16 tahun (5,4%). Bagi mereka ini terdapat indikasi untuk enggan keluar dari tempat kerja saat ini karena khawatir akan kecilnya peluang memperoleh pekerjaan lain. Namun sebagian besar atau 69,6 persen pegawai masih tergolong muda dengan masa kerja kurang dari 10 tahun, yang berarti mereka masih mempunyai peluang besar bisa berkarir di tempat kerja lain.
Uji Asumsi Klasik
Pertama, uji normalitas terhadap residual dilakukan dengan Kolmogorov Smirnov Model pada taraf signifikansi 5 persen. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov diperoleh nilai signifikansi 0,810 (>0,05), sehingga dapat dinyatakan bahwa data terdistribusi secara normal. Kedua, hasil uji multikolinearitas menunjukkan nilai tollerance dari kedua variabel bebas yaitu keamanan kerja dan kepuasan kerja tidak ada kurang dari 0,10 yang berarti bahwa tidak terjadi kolerasi antar variabel bebas yang diteliti. Hasil perhitungan dari Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama, yakni tidak ada variabel bebas yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Ketiga, uji heteroskedastisitas menunjukkan bahwa variasi variabel bebas tidak sama untuk semua pengamatan. Hasil uji heterokedastisitas dengan alat Uji Glejser, menunjukkan angka signifikansi lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa data tidak mengalami gejala heterokedastisitas.
Deskripsi Variabel
Penilaian persepsi pegawai terhadap setiap variabel diukur dengan menggunakan skor rata-rata yang dikelompokkan menjadi lima kriteria seperti yang diajukan oleh Widoyoko (2012:111) sebagai berikut:
-
1. 1,00 - 1,80 (sangat tidak setuju)
-
2. >1,80 - 2,60 (tidak setuju)
-
3. >2,60 - 3,40 (kurang setuju)
-
4. >3,40 - 4,20 (setuju)
-
5. >4,20 - 5,00 (sangat setuju).
Deskripsi setiap variabel disajikan pada lampiran dan secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut. Keamanan kerja
Variabel keamanan kerja dalam penelitian ini diukur dengan empat indikator, yakni karir masa depan yang pasti, keamanan kerja yang tinggi, kegelisahan bila dipindahkan ke tempat kerja lain, dan kondisi nyaman tetap bekerja, dengan skor rata-rata secara berturut-turut 2,54; 2,79; 3,43; dan 3,88. Hal menonjol yang dapat dijelaskan dari rata-rata skor jawaban responden tentang indikator-indikator keamanan kerja adalah bahwa indikator kepastian karir di masa depan dan keamanan kerja, ternyata menunjukkan angka di bawah 3,40. berarti pegawai administrasi kontrak merasa tidak memiliki harapan karir masa depan yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini dan masih tetap merasa khawatir dan terancam keamanan kerjanya.
Kepuasan kerja
Variabel kepuasan kerja karyawan diukur dengan lima indikator yaitu puas terhadap pekerjaan, kebijakan pimpinan, kompensasi yang diterima, teman sekerja, dan kesempatan untuk maju. Skor rata-rata jawaban responden terhadap kelima indikator ini secara berturut-turut adalah 3,89; 3,91; 3,80; 3,83; dan 3,83. Keempat nilai ini menunjukkan kepuasan pegawai yang relatif tinggi terhadap pekerjaannya karena semua nilai jawaban berada di atas 3,40. Hal ini mengindikasikan tingginya tingkat kesabaran pegawai administrasi kontrak dalam mengabdi dan berkarya sambil menunggu peluang untuk diangkat menjadi PNS.
Turnover intention
Variabel turnover intention diukur dengan lima indikator yang berhubungan dengan niat untuk keluar dan mencari alternatif pekerjaan yang lain. Pertama, “sering berpikir untuk keluar dari tempat kerja” (skor
prima kepada semua pihak yang berkepentingan terhadap program studi. Pegawai yang berpendidikan SLTA dan Diploma sebanyak 24 orang atau 42,9 persen yang masih perlu ditingkatkan ke jenjang yang lebih tinggi agar mampu menghadapi tantangan pekerjaan dalam era globalisasi. Responden berpendidikan Magister hanya 2 orang (3,5). Hal ini menunjukkan masih rendahnya proporsi pegawai yang berpendidikan pasca sarjana, sehingga perlu diupayakan pemberian kesempatan bagi untuk menempuh studi lanjut. Selain itu,perlu dikembangkan program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan administrasi pegawai dan memperkaya wawasan dalam melaksanakan tugas.
Ditinjau dari usia, sebagian besar (62,5 %) pegawai kontrak berumur antara 25-35 tahun, tergolong umur muda. Masa kerja pegawai di atas 10 tahun mencapai 30,4 persen. Kondisi ini mencerminkan bahwa cukup banyak pegawai administrasi kontrak dengan masa kerja panjang, sehingga perlu diupayakan pengusulan mereka sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Terlebih lagi terdapat pegawai dengan masa kerja di atas 16 tahun (5,4%). Bagi mereka ini terdapat indikasi untuk enggan keluar dari tempat kerja saat ini karena khawatir akan kecilnya peluang memperoleh pekerjaan lain. Namun sebagian besar atau 69,6 persen pegawai masih tergolong muda dengan masa kerja kurang dari 10 tahun, yang berarti mereka masih mempunyai peluang besar bisa berkarir di tempat kerja lain.
Uji Asumsi Klasik
Pertama, uji normalitas terhadap residual dilakukan dengan Kolmogorov Smirnov Model pada taraf signifikansi 5 persen. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov diperoleh nilai signifikansi 0,810 (>0,05), sehingga dapat dinyatakan bahwa data terdistribusi secara normal. Kedua, hasil uji multikolinearitas menunjukkan nilai tollerance dari kedua variabel bebas yaitu keamanan kerja dan kepuasan kerja tidak ada kurang dari 0,10 yang berarti bahwa tidak terjadi kolerasi antar variabel bebas yang diteliti. Hasil perhitungan dari Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama, yakni tidak ada variabel bebas yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Ketiga, uji heteroskedastisitas menunjukkan bahwa variasi variabel bebas tidak sama untuk semua pengamatan. Hasil uji heterokedastisitas dengan alat Uji Glejser, menunjukkan angka signifikansi lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa data tidak mengalami gejala heterokedastisitas.
Deskripsi Variabel
Penilaian persepsi pegawai terhadap setiap variabel diukur dengan menggunakan skor rata-rata yang dikelompokkan menjadi lima kriteria seperti yang diajukan oleh Widoyoko (2012:111) sebagai berikut:
-
1. 1,00 - 1,80 (sangat tidak setuju)
-
2. >1,80 - 2,60 (tidak setuju)
-
3. >2,60 - 3,40 (kurang setuju)
-
4. >3,40 - 4,20 (setuju)
-
5. >4,20 - 5,00 (sangat setuju).
Deskripsi setiap variabel disajikan pada lampiran dan secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut. Keamanan kerja
Variabel keamanan kerja dalam penelitian ini diukur dengan empat indikator, yakni karir masa depan yang pasti, keamanan kerja yang tinggi, kegelisahan bila dipindahkan ke tempat kerja lain, dan kondisi nyaman tetap bekerja, dengan skor rata-rata secara berturut-turut 2,54; 2,79; 3,43; dan 3,88. Hal menonjol yang dapat dijelaskan dari rata-rata skor jawaban responden tentang indikator-indikator keamanan kerja adalah bahwa indikator kepastian karir di masa depan dan keamanan kerja, ternyata menunjukkan angka di bawah 3,40. berarti pegawai administrasi kontrak merasa tidak memiliki harapan karir masa depan yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini dan masih tetap merasa khawatir dan terancam keamanan kerjanya.
Kepuasan kerja
Variabel kepuasan kerja karyawan diukur dengan lima indikator yaitu puas terhadap pekerjaan, kebijakan pimpinan, kompensasi yang diterima, teman sekerja, dan kesempatan untuk maju. Skor rata-rata jawaban responden terhadap kelima indikator ini secara berturut-turut adalah 3,89; 3,91; 3,80; 3,83; dan 3,83. Keempat nilai ini menunjukkan kepuasan pegawai yang relatif tinggi terhadap pekerjaannya karena semua nilai jawaban berada di atas 3,40. Hal ini mengindikasikan tingginya tingkat kesabaran pegawai administrasi kontrak dalam mengabdi dan berkarya sambil menunggu peluang untuk diangkat menjadi PNS.
Turnover intention
Variabel turnover intention diukur dengan lima indikator yang berhubungan dengan niat untuk keluar dan mencari alternatif pekerjaan yang lain. Pertama, “sering berpikir untuk keluar dari tempat kerja” (skor
prima kepada semua pihak yang berkepentingan terhadap program studi. Pegawai yang berpendidikan SLTA dan Diploma sebanyak 24 orang atau 42,9 persen yang masih perlu ditingkatkan ke jenjang yang lebih tinggi agar mampu menghadapi tantangan pekerjaan dalam era globalisasi. Responden berpendidikan Magister hanya 2 orang (3,5). Hal ini menunjukkan masih rendahnya proporsi pegawai yang berpendidikan pasca sarjana, sehingga perlu diupayakan pemberian kesempatan bagi untuk menempuh studi lanjut. Selain itu,perlu dikembangkan program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan administrasi pegawai dan memperkaya wawasan dalam melaksanakan tugas.
Ditinjau dari usia, sebagian besar (62,5 %) pegawai kontrak berumur antara 25-35 tahun, tergolong umur muda. Masa kerja pegawai di atas 10 tahun mencapai 30,4 persen. Kondisi ini mencerminkan bahwa cukup banyak pegawai administrasi kontrak dengan masa kerja panjang, sehingga perlu diupayakan pengusulan mereka sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Terlebih lagi terdapat pegawai dengan masa kerja di atas 16 tahun (5,4%). Bagi mereka ini terdapat indikasi untuk enggan keluar dari tempat kerja saat ini karena khawatir akan kecilnya peluang memperoleh pekerjaan lain. Namun sebagian besar atau 69,6 persen pegawai masih tergolong muda dengan masa kerja kurang dari 10 tahun, yang berarti mereka masih mempunyai peluang besar bisa berkarir di tempat kerja lain.
Uji Asumsi Klasik
Pertama, uji normalitas terhadap residual dilakukan dengan Kolmogorov Smirnov Model pada taraf signifikansi 5 persen. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov diperoleh nilai signifikansi 0,810 (>0,05), sehingga dapat dinyatakan bahwa data terdistribusi secara normal. Kedua, hasil uji multikolinearitas menunjukkan nilai tollerance dari kedua variabel bebas yaitu keamanan kerja dan kepuasan kerja tidak ada kurang dari 0,10 yang berarti bahwa tidak terjadi kolerasi antar variabel bebas yang diteliti. Hasil perhitungan dari Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama, yakni tidak ada variabel bebas yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Ketiga, uji heteroskedastisitas menunjukkan bahwa variasi variabel bebas tidak sama untuk semua pengamatan. Hasil uji heterokedastisitas dengan alat Uji Glejser, menunjukkan angka signifikansi lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa data tidak mengalami gejala heterokedastisitas.
Deskripsi Variabel
Penilaian persepsi pegawai terhadap setiap variabel diukur dengan menggunakan skor rata-rata yang dikelompokkan menjadi lima kriteria seperti yang diajukan oleh Widoyoko (2012:111) sebagai berikut:
-
1. 1,00 - 1,80 (sangat tidak setuju)
-
2. >1,80 - 2,60 (tidak setuju)
-
3. >2,60 - 3,40 (kurang setuju)
-
4. >3,40 - 4,20 (setuju)
-
5. >4,20 - 5,00 (sangat setuju).
Deskripsi setiap variabel disajikan pada lampiran dan secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut. Keamanan kerja
Variabel keamanan kerja dalam penelitian ini diukur dengan empat indikator, yakni karir masa depan yang pasti, keamanan kerja yang tinggi, kegelisahan bila dipindahkan ke tempat kerja lain, dan kondisi nyaman tetap bekerja, dengan skor rata-rata secara berturut-turut 2,54; 2,79; 3,43; dan 3,88. Hal menonjol yang dapat dijelaskan dari rata-rata skor jawaban responden tentang indikator-indikator keamanan kerja adalah bahwa indikator kepastian karir di masa depan dan keamanan kerja, ternyata menunjukkan angka di bawah 3,40. berarti pegawai administrasi kontrak merasa tidak memiliki harapan karir masa depan yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini dan masih tetap merasa khawatir dan terancam keamanan kerjanya.
Kepuasan kerja
Variabel kepuasan kerja karyawan diukur dengan lima indikator yaitu puas terhadap pekerjaan, kebijakan pimpinan, kompensasi yang diterima, teman sekerja, dan kesempatan untuk maju. Skor rata-rata jawaban responden terhadap kelima indikator ini secara berturut-turut adalah 3,89; 3,91; 3,80; 3,83; dan 3,83. Keempat nilai ini menunjukkan kepuasan pegawai yang relatif tinggi terhadap pekerjaannya karena semua nilai jawaban berada di atas 3,40. Hal ini mengindikasikan tingginya tingkat kesabaran pegawai administrasi kontrak dalam mengabdi dan berkarya sambil menunggu peluang untuk diangkat menjadi PNS.
Turnover intention
Variabel turnover intention diukur dengan lima indikator yang berhubungan dengan niat untuk keluar dan mencari alternatif pekerjaan yang lain. Pertama, “sering berpikir untuk keluar dari tempat kerja” (skor
rata-rata 2,84). Berarti pegawai tidak selalu berpikir untuk keluar dari tempat kerja saat ini, dan tidak serta merta meninggalkan tempat kerjanya walaupun mereka berstatus pegawai kontrak. Kedua, “keinginan untuk mencari pekerjaan pada organisasi lain” (skor rata-rata 2,93). Ini mengindikasikan bahwa pegawai kontrak tidak selamanya mempunyai niat untuk keluar mencari tempat kerja lain. Ketiga, skor rata-rata jawaban responden terhadap “kemungkinan akan meninggalkan tempat kerja” adalah 2,96. Pegawai masih mempunyai alternatif antara tetap berada di tempat kerja saat ini atau berniat untuk mencari alternatif pekerjaan lain. Hal ini terlihat bahwa responden tidak pernah secara radikal menunjukkan perubahan perilaku kerja atas keinginan untuk keluar. Keempat, skor rata-rata sebesar 3,66 untuk pernyataan “akan meninggalkan tempat kerja bila ada kesempatan yang lebih baik”
mengindikasikan suatu respon yang wajar untuk keluar dari tempat kerja jika ada alternatif pekerjaan yang dipandang lebih baik. Terakhir, jawaban responden terhadap pernyataan “akan meninggalkan tempat kerja ini dalam waktu dekat” menunjukkan skor rata-rata 2,48. Hal ini dapat bermakna bahwa pegawai tidak mau mengambil risiko keluar secara tiba-tiba tanpa kepastian mendapatkan pekerjaan yang dipandang lebih menjanjikan.
Uji Hipotesis
Hasil pengujian hipotesis pada Tabel 2 menunjukkan keamanan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention dengan tanda hubungan negatif (β=-0,556; α<0,05). Jika keamanan kerja meningkat, niat pegawai untuk meninggalkan tempat kerja akan menurun. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1, terdukung.
Tabel 2. Hasil Analisis Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention Pegawai Administrasi Kontrak
Model Unstandardized coefficients Standardized t Sig.
B Std. Error |
coefficients |
Constant 0,007 0,111 Keamanan kerja -0,556 0,112 |
0,064 0,949 -0,558 -4,940 0,000 |
Sumber: data primer diolah Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja, juga memperoleh dukungan dari hasil analisis (β=0,532; |
α<0,05) (lihat Tabel 3). Hal ini mengindikasikan bahwa jika terjadi peningkatan keamanan kerja, maka kepuasan kerja pegawai juga akan mengalami peningkatan. |
Tabel 3. Hasil Analisis Pengujian Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja Pegawai Administrasi Kontrak
Model |
Unstandardized coefficients |
Standardized coefficients |
t |
Sig. | |
B |
Std. Error | ||||
Constant |
0,020 |
0,116 |
0,169 |
0,867 | |
Keamanan kerja |
0,532 |
0,118 |
0,525 |
4,529 |
0,000 |
Sumber: data primer diolah
Hipotesis ketiga menyatakan kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan pada turnover intention. Berdasarkan langkah ketiga Baron dan Kenny’s, pengujian dilakukan dengan menggunakan M dan X sebagai prediktor dan Y sebagai variabel terikat. Hasil analisis data menunjukkan kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan pada turnover intention (β=-0,291, α<0,05). Langkah ketiga dari Baron dan Kenny’s terpenuhi, sehingga hipotesis terdukung. Hasil analisis data untuk uji hipotesis ketiga dapat dilihat pada Tabel 4.
Hipotesis keempat menyatakan bahwa kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Berdasarkan hasil analisis data pada Tabel 2 dan 4, dapat diketahui terjadinya penurunan angka koefisien dari variabel keamanan kerja pada langkah pertama (β= -0,556, α<0,05) dibandingkan dengan langkah ketiga (β= -0,401, α<0,05) yang menunjukkan bahwa pada model penelitian, kepuasan kerja muncul sebagai variabel yang memediasi hubungan antara keamanan kerja dengan turnover intention. Hal ini sesuai dengan asumsi pada langkah keempat Baron dan Kenny, yang
rata-rata 2,84). Berarti pegawai tidak selalu berpikir untuk keluar dari tempat kerja saat ini, dan tidak serta merta meninggalkan tempat kerjanya walaupun mereka berstatus pegawai kontrak. Kedua, “keinginan untuk mencari pekerjaan pada organisasi lain” (skor rata-rata 2,93). Ini mengindikasikan bahwa pegawai kontrak tidak selamanya mempunyai niat untuk keluar mencari tempat kerja lain. Ketiga, skor rata-rata jawaban responden terhadap “kemungkinan akan meninggalkan tempat kerja” adalah 2,96. Pegawai masih mempunyai alternatif antara tetap berada di tempat kerja saat ini atau berniat untuk mencari alternatif pekerjaan lain. Hal ini terlihat bahwa responden tidak pernah secara radikal menunjukkan perubahan perilaku kerja atas keinginan untuk keluar. Keempat, skor rata-rata sebesar 3,66 untuk pernyataan “akan meninggalkan tempat kerja bila ada kesempatan yang lebih baik”
mengindikasikan suatu respon yang wajar untuk keluar dari tempat kerja jika ada alternatif pekerjaan yang dipandang lebih baik. Terakhir, jawaban responden terhadap pernyataan “akan meninggalkan tempat kerja ini dalam waktu dekat” menunjukkan skor rata-rata 2,48. Hal ini dapat bermakna bahwa pegawai tidak mau mengambil risiko keluar secara tiba-tiba tanpa kepastian mendapatkan pekerjaan yang dipandang lebih menjanjikan.
Uji Hipotesis
Hasil pengujian hipotesis pada Tabel 2 menunjukkan keamanan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention dengan tanda hubungan negatif (β=-0,556; α<0,05). Jika keamanan kerja meningkat, niat pegawai untuk meninggalkan tempat kerja akan menurun. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1, terdukung.
Tabel 2. Hasil Analisis Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention Pegawai Administrasi Kontrak
Model Unstandardized coefficients Standardized t Sig.
B Std. Error |
coefficients |
Constant 0,007 0,111 Keamanan kerja -0,556 0,112 |
0,064 0,949 -0,558 -4,940 0,000 |
Sumber: data primer diolah Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja, juga memperoleh dukungan dari hasil analisis (β=0,532; |
α<0,05) (lihat Tabel 3). Hal ini mengindikasikan bahwa jika terjadi peningkatan keamanan kerja, maka kepuasan kerja pegawai juga akan mengalami peningkatan. |
Tabel 3. Hasil Analisis Pengujian Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja Pegawai Administrasi Kontrak
Model |
Unstandardized coefficients |
Standardized coefficients |
t |
Sig. | |
B |
Std. Error | ||||
Constant |
0,020 |
0,116 |
0,169 |
0,867 | |
Keamanan kerja |
0,532 |
0,118 |
0,525 |
4,529 |
0,000 |
Sumber: data primer diolah
Hipotesis ketiga menyatakan kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan pada turnover intention. Berdasarkan langkah ketiga Baron dan Kenny’s, pengujian dilakukan dengan menggunakan M dan X sebagai prediktor dan Y sebagai variabel terikat. Hasil analisis data menunjukkan kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan pada turnover intention (β=-0,291, α<0,05). Langkah ketiga dari Baron dan Kenny’s terpenuhi, sehingga hipotesis terdukung. Hasil analisis data untuk uji hipotesis ketiga dapat dilihat pada Tabel 4.
Hipotesis keempat menyatakan bahwa kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Berdasarkan hasil analisis data pada Tabel 2 dan 4, dapat diketahui terjadinya penurunan angka koefisien dari variabel keamanan kerja pada langkah pertama (β= -0,556, α<0,05) dibandingkan dengan langkah ketiga (β= -0,401, α<0,05) yang menunjukkan bahwa pada model penelitian, kepuasan kerja muncul sebagai variabel yang memediasi hubungan antara keamanan kerja dengan turnover intention. Hal ini sesuai dengan asumsi pada langkah keempat Baron dan Kenny, yang
rata-rata 2,84). Berarti pegawai tidak selalu berpikir untuk keluar dari tempat kerja saat ini, dan tidak serta merta meninggalkan tempat kerjanya walaupun mereka berstatus pegawai kontrak. Kedua, “keinginan untuk mencari pekerjaan pada organisasi lain” (skor rata-rata 2,93). Ini mengindikasikan bahwa pegawai kontrak tidak selamanya mempunyai niat untuk keluar mencari tempat kerja lain. Ketiga, skor rata-rata jawaban responden terhadap “kemungkinan akan meninggalkan tempat kerja” adalah 2,96. Pegawai masih mempunyai alternatif antara tetap berada di tempat kerja saat ini atau berniat untuk mencari alternatif pekerjaan lain. Hal ini terlihat bahwa responden tidak pernah secara radikal menunjukkan perubahan perilaku kerja atas keinginan untuk keluar. Keempat, skor rata-rata sebesar 3,66 untuk pernyataan “akan meninggalkan tempat kerja bila ada kesempatan yang lebih baik”
mengindikasikan suatu respon yang wajar untuk keluar dari tempat kerja jika ada alternatif pekerjaan yang dipandang lebih baik. Terakhir, jawaban responden terhadap pernyataan “akan meninggalkan tempat kerja ini dalam waktu dekat” menunjukkan skor rata-rata 2,48. Hal ini dapat bermakna bahwa pegawai tidak mau mengambil risiko keluar secara tiba-tiba tanpa kepastian mendapatkan pekerjaan yang dipandang lebih menjanjikan.
Uji Hipotesis
Hasil pengujian hipotesis pada Tabel 2 menunjukkan keamanan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention dengan tanda hubungan negatif (β=-0,556; α<0,05). Jika keamanan kerja meningkat, niat pegawai untuk meninggalkan tempat kerja akan menurun. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1, terdukung.
Tabel 2. Hasil Analisis Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention Pegawai Administrasi Kontrak
Model Unstandardized coefficients Standardized t Sig.
B Std. Error |
coefficients |
Constant 0,007 0,111 Keamanan kerja -0,556 0,112 |
0,064 0,949 -0,558 -4,940 0,000 |
Sumber: data primer diolah Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja, juga memperoleh dukungan dari hasil analisis (β=0,532; |
α<0,05) (lihat Tabel 3). Hal ini mengindikasikan bahwa jika terjadi peningkatan keamanan kerja, maka kepuasan kerja pegawai juga akan mengalami peningkatan. |
Tabel 3. Hasil Analisis Pengujian Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja Pegawai Administrasi Kontrak
Model |
Unstandardized coefficients |
Standardized coefficients |
t |
Sig. | |
B |
Std. Error | ||||
Constant |
0,020 |
0,116 |
0,169 |
0,867 | |
Keamanan kerja |
0,532 |
0,118 |
0,525 |
4,529 |
0,000 |
Sumber: data primer diolah
Hipotesis ketiga menyatakan kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan pada turnover intention. Berdasarkan langkah ketiga Baron dan Kenny’s, pengujian dilakukan dengan menggunakan M dan X sebagai prediktor dan Y sebagai variabel terikat. Hasil analisis data menunjukkan kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan pada turnover intention (β=-0,291, α<0,05). Langkah ketiga dari Baron dan Kenny’s terpenuhi, sehingga hipotesis terdukung. Hasil analisis data untuk uji hipotesis ketiga dapat dilihat pada Tabel 4.
Hipotesis keempat menyatakan bahwa kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Berdasarkan hasil analisis data pada Tabel 2 dan 4, dapat diketahui terjadinya penurunan angka koefisien dari variabel keamanan kerja pada langkah pertama (β= -0,556, α<0,05) dibandingkan dengan langkah ketiga (β= -0,401, α<0,05) yang menunjukkan bahwa pada model penelitian, kepuasan kerja muncul sebagai variabel yang memediasi hubungan antara keamanan kerja dengan turnover intention. Hal ini sesuai dengan asumsi pada langkah keempat Baron dan Kenny, yang
rata-rata 2,84). Berarti pegawai tidak selalu berpikir untuk keluar dari tempat kerja saat ini, dan tidak serta merta meninggalkan tempat kerjanya walaupun mereka berstatus pegawai kontrak. Kedua, “keinginan untuk mencari pekerjaan pada organisasi lain” (skor rata-rata 2,93). Ini mengindikasikan bahwa pegawai kontrak tidak selamanya mempunyai niat untuk keluar mencari tempat kerja lain. Ketiga, skor rata-rata jawaban responden terhadap “kemungkinan akan meninggalkan tempat kerja” adalah 2,96. Pegawai masih mempunyai alternatif antara tetap berada di tempat kerja saat ini atau berniat untuk mencari alternatif pekerjaan lain. Hal ini terlihat bahwa responden tidak pernah secara radikal menunjukkan perubahan perilaku kerja atas keinginan untuk keluar. Keempat, skor rata-rata sebesar 3,66 untuk pernyataan “akan meninggalkan tempat kerja bila ada kesempatan yang lebih baik”
mengindikasikan suatu respon yang wajar untuk keluar dari tempat kerja jika ada alternatif pekerjaan yang dipandang lebih baik. Terakhir, jawaban responden terhadap pernyataan “akan meninggalkan tempat kerja ini dalam waktu dekat” menunjukkan skor rata-rata 2,48. Hal ini dapat bermakna bahwa pegawai tidak mau mengambil risiko keluar secara tiba-tiba tanpa kepastian mendapatkan pekerjaan yang dipandang lebih menjanjikan.
Uji Hipotesis
Hasil pengujian hipotesis pada Tabel 2 menunjukkan keamanan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention dengan tanda hubungan negatif (β=-0,556; α<0,05). Jika keamanan kerja meningkat, niat pegawai untuk meninggalkan tempat kerja akan menurun. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1, terdukung.
Tabel 2. Hasil Analisis Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention Pegawai Administrasi Kontrak
Model Unstandardized coefficients Standardized t Sig.
B Std. Error |
coefficients |
Constant 0,007 0,111 Keamanan kerja -0,556 0,112 |
0,064 0,949 -0,558 -4,940 0,000 |
Sumber: data primer diolah Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja, juga memperoleh dukungan dari hasil analisis (β=0,532; |
α<0,05) (lihat Tabel 3). Hal ini mengindikasikan bahwa jika terjadi peningkatan keamanan kerja, maka kepuasan kerja pegawai juga akan mengalami peningkatan. |
Tabel 3. Hasil Analisis Pengujian Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja Pegawai Administrasi Kontrak
Model |
Unstandardized coefficients |
Standardized coefficients |
t |
Sig. | |
B |
Std. Error | ||||
Constant |
0,020 |
0,116 |
0,169 |
0,867 | |
Keamanan kerja |
0,532 |
0,118 |
0,525 |
4,529 |
0,000 |
Sumber: data primer diolah
Hipotesis ketiga menyatakan kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan pada turnover intention. Berdasarkan langkah ketiga Baron dan Kenny’s, pengujian dilakukan dengan menggunakan M dan X sebagai prediktor dan Y sebagai variabel terikat. Hasil analisis data menunjukkan kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan pada turnover intention (β=-0,291, α<0,05). Langkah ketiga dari Baron dan Kenny’s terpenuhi, sehingga hipotesis terdukung. Hasil analisis data untuk uji hipotesis ketiga dapat dilihat pada Tabel 4.
Hipotesis keempat menyatakan bahwa kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Berdasarkan hasil analisis data pada Tabel 2 dan 4, dapat diketahui terjadinya penurunan angka koefisien dari variabel keamanan kerja pada langkah pertama (β= -0,556, α<0,05) dibandingkan dengan langkah ketiga (β= -0,401, α<0,05) yang menunjukkan bahwa pada model penelitian, kepuasan kerja muncul sebagai variabel yang memediasi hubungan antara keamanan kerja dengan turnover intention. Hal ini sesuai dengan asumsi pada langkah keempat Baron dan Kenny, yang
rata-rata 2,84). Berarti pegawai tidak selalu berpikir untuk keluar dari tempat kerja saat ini, dan tidak serta merta meninggalkan tempat kerjanya walaupun mereka berstatus pegawai kontrak. Kedua, “keinginan untuk mencari pekerjaan pada organisasi lain” (skor rata-rata 2,93). Ini mengindikasikan bahwa pegawai kontrak tidak selamanya mempunyai niat untuk keluar mencari tempat kerja lain. Ketiga, skor rata-rata jawaban responden terhadap “kemungkinan akan meninggalkan tempat kerja” adalah 2,96. Pegawai masih mempunyai alternatif antara tetap berada di tempat kerja saat ini atau berniat untuk mencari alternatif pekerjaan lain. Hal ini terlihat bahwa responden tidak pernah secara radikal menunjukkan perubahan perilaku kerja atas keinginan untuk keluar. Keempat, skor rata-rata sebesar 3,66 untuk pernyataan “akan meninggalkan tempat kerja bila ada kesempatan yang lebih baik”
mengindikasikan suatu respon yang wajar untuk keluar dari tempat kerja jika ada alternatif pekerjaan yang dipandang lebih baik. Terakhir, jawaban responden terhadap pernyataan “akan meninggalkan tempat kerja ini dalam waktu dekat” menunjukkan skor rata-rata 2,48. Hal ini dapat bermakna bahwa pegawai tidak mau mengambil risiko keluar secara tiba-tiba tanpa kepastian mendapatkan pekerjaan yang dipandang lebih menjanjikan.
Uji Hipotesis
Hasil pengujian hipotesis pada Tabel 2 menunjukkan keamanan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention dengan tanda hubungan negatif (β=-0,556; α<0,05). Jika keamanan kerja meningkat, niat pegawai untuk meninggalkan tempat kerja akan menurun. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1, terdukung.
Tabel 2. Hasil Analisis Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention Pegawai Administrasi Kontrak
Model Unstandardized coefficients Standardized t Sig.
B Std. Error |
coefficients |
Constant 0,007 0,111 Keamanan kerja -0,556 0,112 |
0,064 0,949 -0,558 -4,940 0,000 |
Sumber: data primer diolah Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja, juga memperoleh dukungan dari hasil analisis (β=0,532; |
α<0,05) (lihat Tabel 3). Hal ini mengindikasikan bahwa jika terjadi peningkatan keamanan kerja, maka kepuasan kerja pegawai juga akan mengalami peningkatan. |
Tabel 3. Hasil Analisis Pengujian Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja Pegawai Administrasi Kontrak
Model |
Unstandardized coefficients |
Standardized coefficients |
t |
Sig. | |
B |
Std. Error | ||||
Constant |
0,020 |
0,116 |
0,169 |
0,867 | |
Keamanan kerja |
0,532 |
0,118 |
0,525 |
4,529 |
0,000 |
Sumber: data primer diolah
Hipotesis ketiga menyatakan kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan pada turnover intention. Berdasarkan langkah ketiga Baron dan Kenny’s, pengujian dilakukan dengan menggunakan M dan X sebagai prediktor dan Y sebagai variabel terikat. Hasil analisis data menunjukkan kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan pada turnover intention (β=-0,291, α<0,05). Langkah ketiga dari Baron dan Kenny’s terpenuhi, sehingga hipotesis terdukung. Hasil analisis data untuk uji hipotesis ketiga dapat dilihat pada Tabel 4.
Hipotesis keempat menyatakan bahwa kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Berdasarkan hasil analisis data pada Tabel 2 dan 4, dapat diketahui terjadinya penurunan angka koefisien dari variabel keamanan kerja pada langkah pertama (β= -0,556, α<0,05) dibandingkan dengan langkah ketiga (β= -0,401, α<0,05) yang menunjukkan bahwa pada model penelitian, kepuasan kerja muncul sebagai variabel yang memediasi hubungan antara keamanan kerja dengan turnover intention. Hal ini sesuai dengan asumsi pada langkah keempat Baron dan Kenny, yang
rata-rata 2,84). Berarti pegawai tidak selalu berpikir untuk keluar dari tempat kerja saat ini, dan tidak serta merta meninggalkan tempat kerjanya walaupun mereka berstatus pegawai kontrak. Kedua, “keinginan untuk mencari pekerjaan pada organisasi lain” (skor rata-rata 2,93). Ini mengindikasikan bahwa pegawai kontrak tidak selamanya mempunyai niat untuk keluar mencari tempat kerja lain. Ketiga, skor rata-rata jawaban responden terhadap “kemungkinan akan meninggalkan tempat kerja” adalah 2,96. Pegawai masih mempunyai alternatif antara tetap berada di tempat kerja saat ini atau berniat untuk mencari alternatif pekerjaan lain. Hal ini terlihat bahwa responden tidak pernah secara radikal menunjukkan perubahan perilaku kerja atas keinginan untuk keluar. Keempat, skor rata-rata sebesar 3,66 untuk pernyataan “akan meninggalkan tempat kerja bila ada kesempatan yang lebih baik”
mengindikasikan suatu respon yang wajar untuk keluar dari tempat kerja jika ada alternatif pekerjaan yang dipandang lebih baik. Terakhir, jawaban responden terhadap pernyataan “akan meninggalkan tempat kerja ini dalam waktu dekat” menunjukkan skor rata-rata 2,48. Hal ini dapat bermakna bahwa pegawai tidak mau mengambil risiko keluar secara tiba-tiba tanpa kepastian mendapatkan pekerjaan yang dipandang lebih menjanjikan.
Uji Hipotesis
Hasil pengujian hipotesis pada Tabel 2 menunjukkan keamanan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention dengan tanda hubungan negatif (β=-0,556; α<0,05). Jika keamanan kerja meningkat, niat pegawai untuk meninggalkan tempat kerja akan menurun. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1, terdukung.
Tabel 2. Hasil Analisis Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention Pegawai Administrasi Kontrak
Model Unstandardized coefficients Standardized t Sig.
B Std. Error |
coefficients |
Constant 0,007 0,111 Keamanan kerja -0,556 0,112 |
0,064 0,949 -0,558 -4,940 0,000 |
Sumber: data primer diolah Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja, juga memperoleh dukungan dari hasil analisis (β=0,532; |
α<0,05) (lihat Tabel 3). Hal ini mengindikasikan bahwa jika terjadi peningkatan keamanan kerja, maka kepuasan kerja pegawai juga akan mengalami peningkatan. |
Tabel 3. Hasil Analisis Pengujian Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja Pegawai Administrasi Kontrak
Model |
Unstandardized coefficients |
Standardized coefficients |
t |
Sig. | |
B |
Std. Error | ||||
Constant |
0,020 |
0,116 |
0,169 |
0,867 | |
Keamanan kerja |
0,532 |
0,118 |
0,525 |
4,529 |
0,000 |
Sumber: data primer diolah
Hipotesis ketiga menyatakan kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan pada turnover intention. Berdasarkan langkah ketiga Baron dan Kenny’s, pengujian dilakukan dengan menggunakan M dan X sebagai prediktor dan Y sebagai variabel terikat. Hasil analisis data menunjukkan kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan pada turnover intention (β=-0,291, α<0,05). Langkah ketiga dari Baron dan Kenny’s terpenuhi, sehingga hipotesis terdukung. Hasil analisis data untuk uji hipotesis ketiga dapat dilihat pada Tabel 4.
Hipotesis keempat menyatakan bahwa kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Berdasarkan hasil analisis data pada Tabel 2 dan 4, dapat diketahui terjadinya penurunan angka koefisien dari variabel keamanan kerja pada langkah pertama (β= -0,556, α<0,05) dibandingkan dengan langkah ketiga (β= -0,401, α<0,05) yang menunjukkan bahwa pada model penelitian, kepuasan kerja muncul sebagai variabel yang memediasi hubungan antara keamanan kerja dengan turnover intention. Hal ini sesuai dengan asumsi pada langkah keempat Baron dan Kenny, yang
rata-rata 2,84). Berarti pegawai tidak selalu berpikir untuk keluar dari tempat kerja saat ini, dan tidak serta merta meninggalkan tempat kerjanya walaupun mereka berstatus pegawai kontrak. Kedua, “keinginan untuk mencari pekerjaan pada organisasi lain” (skor rata-rata 2,93). Ini mengindikasikan bahwa pegawai kontrak tidak selamanya mempunyai niat untuk keluar mencari tempat kerja lain. Ketiga, skor rata-rata jawaban responden terhadap “kemungkinan akan meninggalkan tempat kerja” adalah 2,96. Pegawai masih mempunyai alternatif antara tetap berada di tempat kerja saat ini atau berniat untuk mencari alternatif pekerjaan lain. Hal ini terlihat bahwa responden tidak pernah secara radikal menunjukkan perubahan perilaku kerja atas keinginan untuk keluar. Keempat, skor rata-rata sebesar 3,66 untuk pernyataan “akan meninggalkan tempat kerja bila ada kesempatan yang lebih baik”
mengindikasikan suatu respon yang wajar untuk keluar dari tempat kerja jika ada alternatif pekerjaan yang dipandang lebih baik. Terakhir, jawaban responden terhadap pernyataan “akan meninggalkan tempat kerja ini dalam waktu dekat” menunjukkan skor rata-rata 2,48. Hal ini dapat bermakna bahwa pegawai tidak mau mengambil risiko keluar secara tiba-tiba tanpa kepastian mendapatkan pekerjaan yang dipandang lebih menjanjikan.
Uji Hipotesis
Hasil pengujian hipotesis pada Tabel 2 menunjukkan keamanan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention dengan tanda hubungan negatif (β=-0,556; α<0,05). Jika keamanan kerja meningkat, niat pegawai untuk meninggalkan tempat kerja akan menurun. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1, terdukung.
Tabel 2. Hasil Analisis Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention Pegawai Administrasi Kontrak
Model Unstandardized coefficients Standardized t Sig.
B Std. Error |
coefficients |
Constant 0,007 0,111 Keamanan kerja -0,556 0,112 |
0,064 0,949 -0,558 -4,940 0,000 |
Sumber: data primer diolah Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja, juga memperoleh dukungan dari hasil analisis (β=0,532; |
α<0,05) (lihat Tabel 3). Hal ini mengindikasikan bahwa jika terjadi peningkatan keamanan kerja, maka kepuasan kerja pegawai juga akan mengalami peningkatan. |
Tabel 3. Hasil Analisis Pengujian Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja Pegawai Administrasi Kontrak
Model |
Unstandardized coefficients |
Standardized coefficients |
t |
Sig. | |
B |
Std. Error | ||||
Constant |
0,020 |
0,116 |
0,169 |
0,867 | |
Keamanan kerja |
0,532 |
0,118 |
0,525 |
4,529 |
0,000 |
Sumber: data primer diolah
Hipotesis ketiga menyatakan kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan pada turnover intention. Berdasarkan langkah ketiga Baron dan Kenny’s, pengujian dilakukan dengan menggunakan M dan X sebagai prediktor dan Y sebagai variabel terikat. Hasil analisis data menunjukkan kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan pada turnover intention (β=-0,291, α<0,05). Langkah ketiga dari Baron dan Kenny’s terpenuhi, sehingga hipotesis terdukung. Hasil analisis data untuk uji hipotesis ketiga dapat dilihat pada Tabel 4.
Hipotesis keempat menyatakan bahwa kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Berdasarkan hasil analisis data pada Tabel 2 dan 4, dapat diketahui terjadinya penurunan angka koefisien dari variabel keamanan kerja pada langkah pertama (β= -0,556, α<0,05) dibandingkan dengan langkah ketiga (β= -0,401, α<0,05) yang menunjukkan bahwa pada model penelitian, kepuasan kerja muncul sebagai variabel yang memediasi hubungan antara keamanan kerja dengan turnover intention. Hal ini sesuai dengan asumsi pada langkah keempat Baron dan Kenny, yang
rata-rata 2,84). Berarti pegawai tidak selalu berpikir untuk keluar dari tempat kerja saat ini, dan tidak serta merta meninggalkan tempat kerjanya walaupun mereka berstatus pegawai kontrak. Kedua, “keinginan untuk mencari pekerjaan pada organisasi lain” (skor rata-rata 2,93). Ini mengindikasikan bahwa pegawai kontrak tidak selamanya mempunyai niat untuk keluar mencari tempat kerja lain. Ketiga, skor rata-rata jawaban responden terhadap “kemungkinan akan meninggalkan tempat kerja” adalah 2,96. Pegawai masih mempunyai alternatif antara tetap berada di tempat kerja saat ini atau berniat untuk mencari alternatif pekerjaan lain. Hal ini terlihat bahwa responden tidak pernah secara radikal menunjukkan perubahan perilaku kerja atas keinginan untuk keluar. Keempat, skor rata-rata sebesar 3,66 untuk pernyataan “akan meninggalkan tempat kerja bila ada kesempatan yang lebih baik”
mengindikasikan suatu respon yang wajar untuk keluar dari tempat kerja jika ada alternatif pekerjaan yang dipandang lebih baik. Terakhir, jawaban responden terhadap pernyataan “akan meninggalkan tempat kerja ini dalam waktu dekat” menunjukkan skor rata-rata 2,48. Hal ini dapat bermakna bahwa pegawai tidak mau mengambil risiko keluar secara tiba-tiba tanpa kepastian mendapatkan pekerjaan yang dipandang lebih menjanjikan.
Uji Hipotesis
Hasil pengujian hipotesis pada Tabel 2 menunjukkan keamanan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention dengan tanda hubungan negatif (β=-0,556; α<0,05). Jika keamanan kerja meningkat, niat pegawai untuk meninggalkan tempat kerja akan menurun. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1, terdukung.
Tabel 2. Hasil Analisis Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention Pegawai Administrasi Kontrak
Model Unstandardized coefficients Standardized t Sig.
B Std. Error |
coefficients |
Constant 0,007 0,111 Keamanan kerja -0,556 0,112 |
0,064 0,949 -0,558 -4,940 0,000 |
Sumber: data primer diolah Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja, juga memperoleh dukungan dari hasil analisis (β=0,532; |
α<0,05) (lihat Tabel 3). Hal ini mengindikasikan bahwa jika terjadi peningkatan keamanan kerja, maka kepuasan kerja pegawai juga akan mengalami peningkatan. |
Tabel 3. Hasil Analisis Pengujian Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja Pegawai Administrasi Kontrak
Model |
Unstandardized coefficients |
Standardized coefficients |
t |
Sig. | |
B |
Std. Error | ||||
Constant |
0,020 |
0,116 |
0,169 |
0,867 | |
Keamanan kerja |
0,532 |
0,118 |
0,525 |
4,529 |
0,000 |
Sumber: data primer diolah
Hipotesis ketiga menyatakan kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan pada turnover intention. Berdasarkan langkah ketiga Baron dan Kenny’s, pengujian dilakukan dengan menggunakan M dan X sebagai prediktor dan Y sebagai variabel terikat. Hasil analisis data menunjukkan kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan pada turnover intention (β=-0,291, α<0,05). Langkah ketiga dari Baron dan Kenny’s terpenuhi, sehingga hipotesis terdukung. Hasil analisis data untuk uji hipotesis ketiga dapat dilihat pada Tabel 4.
Hipotesis keempat menyatakan bahwa kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Berdasarkan hasil analisis data pada Tabel 2 dan 4, dapat diketahui terjadinya penurunan angka koefisien dari variabel keamanan kerja pada langkah pertama (β= -0,556, α<0,05) dibandingkan dengan langkah ketiga (β= -0,401, α<0,05) yang menunjukkan bahwa pada model penelitian, kepuasan kerja muncul sebagai variabel yang memediasi hubungan antara keamanan kerja dengan turnover intention. Hal ini sesuai dengan asumsi pada langkah keempat Baron dan Kenny, yang
rata-rata 2,84). Berarti pegawai tidak selalu berpikir untuk keluar dari tempat kerja saat ini, dan tidak serta merta meninggalkan tempat kerjanya walaupun mereka berstatus pegawai kontrak. Kedua, “keinginan untuk mencari pekerjaan pada organisasi lain” (skor rata-rata 2,93). Ini mengindikasikan bahwa pegawai kontrak tidak selamanya mempunyai niat untuk keluar mencari tempat kerja lain. Ketiga, skor rata-rata jawaban responden terhadap “kemungkinan akan meninggalkan tempat kerja” adalah 2,96. Pegawai masih mempunyai alternatif antara tetap berada di tempat kerja saat ini atau berniat untuk mencari alternatif pekerjaan lain. Hal ini terlihat bahwa responden tidak pernah secara radikal menunjukkan perubahan perilaku kerja atas keinginan untuk keluar. Keempat, skor rata-rata sebesar 3,66 untuk pernyataan “akan meninggalkan tempat kerja bila ada kesempatan yang lebih baik”
mengindikasikan suatu respon yang wajar untuk keluar dari tempat kerja jika ada alternatif pekerjaan yang dipandang lebih baik. Terakhir, jawaban responden terhadap pernyataan “akan meninggalkan tempat kerja ini dalam waktu dekat” menunjukkan skor rata-rata 2,48. Hal ini dapat bermakna bahwa pegawai tidak mau mengambil risiko keluar secara tiba-tiba tanpa kepastian mendapatkan pekerjaan yang dipandang lebih menjanjikan.
Uji Hipotesis
Hasil pengujian hipotesis pada Tabel 2 menunjukkan keamanan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention dengan tanda hubungan negatif (β=-0,556; α<0,05). Jika keamanan kerja meningkat, niat pegawai untuk meninggalkan tempat kerja akan menurun. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1, terdukung.
Tabel 2. Hasil Analisis Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention Pegawai Administrasi Kontrak
Model Unstandardized coefficients Standardized t Sig.
B Std. Error |
coefficients |
Constant 0,007 0,111 Keamanan kerja -0,556 0,112 |
0,064 0,949 -0,558 -4,940 0,000 |
Sumber: data primer diolah Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja, juga memperoleh dukungan dari hasil analisis (β=0,532; |
α<0,05) (lihat Tabel 3). Hal ini mengindikasikan bahwa jika terjadi peningkatan keamanan kerja, maka kepuasan kerja pegawai juga akan mengalami peningkatan. |
Tabel 3. Hasil Analisis Pengujian Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja Pegawai Administrasi Kontrak
Model |
Unstandardized coefficients |
Standardized coefficients |
t |
Sig. | |
B |
Std. Error | ||||
Constant |
0,020 |
0,116 |
0,169 |
0,867 | |
Keamanan kerja |
0,532 |
0,118 |
0,525 |
4,529 |
0,000 |
Sumber: data primer diolah
Hipotesis ketiga menyatakan kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan pada turnover intention. Berdasarkan langkah ketiga Baron dan Kenny’s, pengujian dilakukan dengan menggunakan M dan X sebagai prediktor dan Y sebagai variabel terikat. Hasil analisis data menunjukkan kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan pada turnover intention (β=-0,291, α<0,05). Langkah ketiga dari Baron dan Kenny’s terpenuhi, sehingga hipotesis terdukung. Hasil analisis data untuk uji hipotesis ketiga dapat dilihat pada Tabel 4.
Hipotesis keempat menyatakan bahwa kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Berdasarkan hasil analisis data pada Tabel 2 dan 4, dapat diketahui terjadinya penurunan angka koefisien dari variabel keamanan kerja pada langkah pertama (β= -0,556, α<0,05) dibandingkan dengan langkah ketiga (β= -0,401, α<0,05) yang menunjukkan bahwa pada model penelitian, kepuasan kerja muncul sebagai variabel yang memediasi hubungan antara keamanan kerja dengan turnover intention. Hal ini sesuai dengan asumsi pada langkah keempat Baron dan Kenny, yang
rata-rata 2,84). Berarti pegawai tidak selalu berpikir untuk keluar dari tempat kerja saat ini, dan tidak serta merta meninggalkan tempat kerjanya walaupun mereka berstatus pegawai kontrak. Kedua, “keinginan untuk mencari pekerjaan pada organisasi lain” (skor rata-rata 2,93). Ini mengindikasikan bahwa pegawai kontrak tidak selamanya mempunyai niat untuk keluar mencari tempat kerja lain. Ketiga, skor rata-rata jawaban responden terhadap “kemungkinan akan meninggalkan tempat kerja” adalah 2,96. Pegawai masih mempunyai alternatif antara tetap berada di tempat kerja saat ini atau berniat untuk mencari alternatif pekerjaan lain. Hal ini terlihat bahwa responden tidak pernah secara radikal menunjukkan perubahan perilaku kerja atas keinginan untuk keluar. Keempat, skor rata-rata sebesar 3,66 untuk pernyataan “akan meninggalkan tempat kerja bila ada kesempatan yang lebih baik”
mengindikasikan suatu respon yang wajar untuk keluar dari tempat kerja jika ada alternatif pekerjaan yang dipandang lebih baik. Terakhir, jawaban responden terhadap pernyataan “akan meninggalkan tempat kerja ini dalam waktu dekat” menunjukkan skor rata-rata 2,48. Hal ini dapat bermakna bahwa pegawai tidak mau mengambil risiko keluar secara tiba-tiba tanpa kepastian mendapatkan pekerjaan yang dipandang lebih menjanjikan.
Uji Hipotesis
Hasil pengujian hipotesis pada Tabel 2 menunjukkan keamanan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention dengan tanda hubungan negatif (β=-0,556; α<0,05). Jika keamanan kerja meningkat, niat pegawai untuk meninggalkan tempat kerja akan menurun. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1, terdukung.
Tabel 2. Hasil Analisis Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention Pegawai Administrasi Kontrak
Model Unstandardized coefficients Standardized t Sig.
B Std. Error |
coefficients |
Constant 0,007 0,111 Keamanan kerja -0,556 0,112 |
0,064 0,949 -0,558 -4,940 0,000 |
Sumber: data primer diolah Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja, juga memperoleh dukungan dari hasil analisis (β=0,532; |
α<0,05) (lihat Tabel 3). Hal ini mengindikasikan bahwa jika terjadi peningkatan keamanan kerja, maka kepuasan kerja pegawai juga akan mengalami peningkatan. |
Tabel 3. Hasil Analisis Pengujian Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja Pegawai Administrasi Kontrak
Model |
Unstandardized coefficients |
Standardized coefficients |
t |
Sig. | |
B |
Std. Error | ||||
Constant |
0,020 |
0,116 |
0,169 |
0,867 | |
Keamanan kerja |
0,532 |
0,118 |
0,525 |
4,529 |
0,000 |
Sumber: data primer diolah
Hipotesis ketiga menyatakan kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan pada turnover intention. Berdasarkan langkah ketiga Baron dan Kenny’s, pengujian dilakukan dengan menggunakan M dan X sebagai prediktor dan Y sebagai variabel terikat. Hasil analisis data menunjukkan kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan pada turnover intention (β=-0,291, α<0,05). Langkah ketiga dari Baron dan Kenny’s terpenuhi, sehingga hipotesis terdukung. Hasil analisis data untuk uji hipotesis ketiga dapat dilihat pada Tabel 4.
Hipotesis keempat menyatakan bahwa kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Berdasarkan hasil analisis data pada Tabel 2 dan 4, dapat diketahui terjadinya penurunan angka koefisien dari variabel keamanan kerja pada langkah pertama (β= -0,556, α<0,05) dibandingkan dengan langkah ketiga (β= -0,401, α<0,05) yang menunjukkan bahwa pada model penelitian, kepuasan kerja muncul sebagai variabel yang memediasi hubungan antara keamanan kerja dengan turnover intention. Hal ini sesuai dengan asumsi pada langkah keempat Baron dan Kenny, yang
rata-rata 2,84). Berarti pegawai tidak selalu berpikir untuk keluar dari tempat kerja saat ini, dan tidak serta merta meninggalkan tempat kerjanya walaupun mereka berstatus pegawai kontrak. Kedua, “keinginan untuk mencari pekerjaan pada organisasi lain” (skor rata-rata 2,93). Ini mengindikasikan bahwa pegawai kontrak tidak selamanya mempunyai niat untuk keluar mencari tempat kerja lain. Ketiga, skor rata-rata jawaban responden terhadap “kemungkinan akan meninggalkan tempat kerja” adalah 2,96. Pegawai masih mempunyai alternatif antara tetap berada di tempat kerja saat ini atau berniat untuk mencari alternatif pekerjaan lain. Hal ini terlihat bahwa responden tidak pernah secara radikal menunjukkan perubahan perilaku kerja atas keinginan untuk keluar. Keempat, skor rata-rata sebesar 3,66 untuk pernyataan “akan meninggalkan tempat kerja bila ada kesempatan yang lebih baik”
mengindikasikan suatu respon yang wajar untuk keluar dari tempat kerja jika ada alternatif pekerjaan yang dipandang lebih baik. Terakhir, jawaban responden terhadap pernyataan “akan meninggalkan tempat kerja ini dalam waktu dekat” menunjukkan skor rata-rata 2,48. Hal ini dapat bermakna bahwa pegawai tidak mau mengambil risiko keluar secara tiba-tiba tanpa kepastian mendapatkan pekerjaan yang dipandang lebih menjanjikan.
Uji Hipotesis
Hasil pengujian hipotesis pada Tabel 2 menunjukkan keamanan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention dengan tanda hubungan negatif (β=-0,556; α<0,05). Jika keamanan kerja meningkat, niat pegawai untuk meninggalkan tempat kerja akan menurun. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1, terdukung.
Tabel 2. Hasil Analisis Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention Pegawai Administrasi Kontrak
Model Unstandardized coefficients Standardized t Sig.
B Std. Error |
coefficients |
Constant 0,007 0,111 Keamanan kerja -0,556 0,112 |
0,064 0,949 -0,558 -4,940 0,000 |
Sumber: data primer diolah Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja, juga memperoleh dukungan dari hasil analisis (β=0,532; |
α<0,05) (lihat Tabel 3). Hal ini mengindikasikan bahwa jika terjadi peningkatan keamanan kerja, maka kepuasan kerja pegawai juga akan mengalami peningkatan. |
Tabel 3. Hasil Analisis Pengujian Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja Pegawai Administrasi Kontrak
Model |
Unstandardized coefficients |
Standardized coefficients |
t |
Sig. | |
B |
Std. Error | ||||
Constant |
0,020 |
0,116 |
0,169 |
0,867 | |
Keamanan kerja |
0,532 |
0,118 |
0,525 |
4,529 |
0,000 |
Sumber: data primer diolah
Hipotesis ketiga menyatakan kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan pada turnover intention. Berdasarkan langkah ketiga Baron dan Kenny’s, pengujian dilakukan dengan menggunakan M dan X sebagai prediktor dan Y sebagai variabel terikat. Hasil analisis data menunjukkan kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan pada turnover intention (β=-0,291, α<0,05). Langkah ketiga dari Baron dan Kenny’s terpenuhi, sehingga hipotesis terdukung. Hasil analisis data untuk uji hipotesis ketiga dapat dilihat pada Tabel 4.
Hipotesis keempat menyatakan bahwa kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Berdasarkan hasil analisis data pada Tabel 2 dan 4, dapat diketahui terjadinya penurunan angka koefisien dari variabel keamanan kerja pada langkah pertama (β= -0,556, α<0,05) dibandingkan dengan langkah ketiga (β= -0,401, α<0,05) yang menunjukkan bahwa pada model penelitian, kepuasan kerja muncul sebagai variabel yang memediasi hubungan antara keamanan kerja dengan turnover intention. Hal ini sesuai dengan asumsi pada langkah keempat Baron dan Kenny, yang
rata-rata 2,84). Berarti pegawai tidak selalu berpikir untuk keluar dari tempat kerja saat ini, dan tidak serta merta meninggalkan tempat kerjanya walaupun mereka berstatus pegawai kontrak. Kedua, “keinginan untuk mencari pekerjaan pada organisasi lain” (skor rata-rata 2,93). Ini mengindikasikan bahwa pegawai kontrak tidak selamanya mempunyai niat untuk keluar mencari tempat kerja lain. Ketiga, skor rata-rata jawaban responden terhadap “kemungkinan akan meninggalkan tempat kerja” adalah 2,96. Pegawai masih mempunyai alternatif antara tetap berada di tempat kerja saat ini atau berniat untuk mencari alternatif pekerjaan lain. Hal ini terlihat bahwa responden tidak pernah secara radikal menunjukkan perubahan perilaku kerja atas keinginan untuk keluar. Keempat, skor rata-rata sebesar 3,66 untuk pernyataan “akan meninggalkan tempat kerja bila ada kesempatan yang lebih baik”
mengindikasikan suatu respon yang wajar untuk keluar dari tempat kerja jika ada alternatif pekerjaan yang dipandang lebih baik. Terakhir, jawaban responden terhadap pernyataan “akan meninggalkan tempat kerja ini dalam waktu dekat” menunjukkan skor rata-rata 2,48. Hal ini dapat bermakna bahwa pegawai tidak mau mengambil risiko keluar secara tiba-tiba tanpa kepastian mendapatkan pekerjaan yang dipandang lebih menjanjikan.
Uji Hipotesis
Hasil pengujian hipotesis pada Tabel 2 menunjukkan keamanan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention dengan tanda hubungan negatif (β=-0,556; α<0,05). Jika keamanan kerja meningkat, niat pegawai untuk meninggalkan tempat kerja akan menurun. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1, terdukung.
Tabel 2. Hasil Analisis Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention Pegawai Administrasi Kontrak
Model Unstandardized coefficients Standardized t Sig.
B Std. Error |
coefficients |
Constant 0,007 0,111 Keamanan kerja -0,556 0,112 |
0,064 0,949 -0,558 -4,940 0,000 |
Sumber: data primer diolah Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja, juga memperoleh dukungan dari hasil analisis (β=0,532; |
α<0,05) (lihat Tabel 3). Hal ini mengindikasikan bahwa jika terjadi peningkatan keamanan kerja, maka kepuasan kerja pegawai juga akan mengalami peningkatan. |
Tabel 3. Hasil Analisis Pengujian Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja Pegawai Administrasi Kontrak
Model |
Unstandardized coefficients |
Standardized coefficients |
t |
Sig. | |
B |
Std. Error | ||||
Constant |
0,020 |
0,116 |
0,169 |
0,867 | |
Keamanan kerja |
0,532 |
0,118 |
0,525 |
4,529 |
0,000 |
Sumber: data primer diolah
Hipotesis ketiga menyatakan kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan pada turnover intention. Berdasarkan langkah ketiga Baron dan Kenny’s, pengujian dilakukan dengan menggunakan M dan X sebagai prediktor dan Y sebagai variabel terikat. Hasil analisis data menunjukkan kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan pada turnover intention (β=-0,291, α<0,05). Langkah ketiga dari Baron dan Kenny’s terpenuhi, sehingga hipotesis terdukung. Hasil analisis data untuk uji hipotesis ketiga dapat dilihat pada Tabel 4.
Hipotesis keempat menyatakan bahwa kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Berdasarkan hasil analisis data pada Tabel 2 dan 4, dapat diketahui terjadinya penurunan angka koefisien dari variabel keamanan kerja pada langkah pertama (β= -0,556, α<0,05) dibandingkan dengan langkah ketiga (β= -0,401, α<0,05) yang menunjukkan bahwa pada model penelitian, kepuasan kerja muncul sebagai variabel yang memediasi hubungan antara keamanan kerja dengan turnover intention. Hal ini sesuai dengan asumsi pada langkah keempat Baron dan Kenny, yang
Tabel 4. Hasil Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja dan Keamanan Kerja pada Turnover Intention Pegawai Administrasi Kontrak
Model |
Unstandardized coefficients |
Standardized coefficients |
t |
Sig. | |
B |
Std. Error | ||||
Constant |
0,013 |
0,107 |
0,120 |
0,905 | |
Kepuasan kerja (M) |
-0,291 |
0,125 |
-0,296 |
-2,319 |
0,024 |
Keamanan kerja (X) |
-0,401 |
0,127 |
-0,403 |
-3,156 |
0,003 |
Sumber: data primer diolah
menunjukkan bahwa mediasi yang terjadi bersifat parsial. Untuk menguji signifikansi dari hubungan tidak langsung antara variabel keamanan kerja dengan turnover intention yang dimediasi oleh kepuasan kerja, digunakan uji pemediasian (Sobel Test). Uji Sobel dirumuskan dengan persamaan berikut:
^ Jb⅛≈+β¾g+⅛g
dan nilai Z dihitung dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excel. Berdasarkan perhitungan, diperoleh nilai Z sebesar 2,069 (α=0.039). Oleh karena nilai atau hasil perhitungan Z= 2,069>1,96 dengan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05, berarti variabel kepuasan kerja dinilai memediasi secara parsial pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
PEMBAHASAN
Pengaruh Keamanan Kerja Pada Turnover Intention
Hasil pengujian hipotesis tentang pengaruh keamanan kerja pada turnover intention menunjukkan tanda negatif dan signifikan. Ini berarti bahwa semakin aman dan nyaman pegawai dalam bekerja, semakin rendah niat pegawai untuk keluar meninggalkan tempat kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Luthans (2006:277) bahwa era pekerja temporer atau kontrak membuat banyak karyawan di semua tingkatan merasa tidak aman terhadap pekerjaannya. Jika karyawan merasakan tempatnya bekerja mampu memberi jaminan terhadap faktor-faktor yang tercakup dalam keamanan kerja, tentu kepuasan kerja akan meningkat, sehingga dapat mengurungkan niat untuk berpindah kerja.
Hasil penelitian ini mendukung temuan Ameen et al. (1995) dan Iriana et al. (2004) bahwa ketidakamanan kerja berhubungan positif dengan keinginan berpindah kerja dan mendukung hasil penelitian Suwandi dan Indriantoro (1999) yang menunjukkan bahwa job insecurity sebagai faktor yang secara langsung mempengaruhi turnover intention. Namun, berbeda
dengan temuan penelitian Wening (2005) dan Schalkwyk (2010), dimana job insecurity tidak berhubungan dengan turnover intention. Hasil yang tidak konsisten ini kemungkinan disebabkan perbedaan persepsi tentang situasi, kondisi, tempat kerja, serta unit analisis.
Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa keamanan kerja secara positif berpengaruh pada kepuasan kerja. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin terjamin keamanan kerja, maka kepuasan kerja pegawai administrasi kontrak juga meningkat. Sesuai dengan teori yang dikemukakan Herzberg (dalam Robbins, 2009:227) bahwa perbaikan terhadap hygiene factor, salah satunya yang keamanan kerja, dapat mengurangi faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja.
Ashford, et al. (1989) juga menyatakan bahwa ketidakamanan kerja mencerminkan serangkaian pandangan individu terhadap kemungkinan terjadinya peristiwa negatif pada pekerjaan, sehingga sangat mungkin perasaan ini akan membawa akibat negatif pada kepuasan kerja. Hasil penelitian ini mendukung temuan Nuzulman (2009) bahwa ketidakamanan kerja berpengaruh pada, dan berhubungan sangat kuat dengan, ketidakpuasan kerja. Temuan ini juga didukung oleh penelitian Reisel et al. (2010) bahwa job insecurity berdampak negatif dan signifikan pada kepuasan kerja. Hal ini berarti karyawan yang merasa aman dan nyaman di tempat kerja akan mampu mengantarkan harapannya menuju jenjang kepuasan kerja, sehingga karyawan bekerja dengan tenang dalam kondisi kerja yang kondusif tersebut.
Pengaruh Kepuasan Kerja pada Turnover Intention
Hasil pengujian pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention menunjukkan kepuasan kerja secara sigifikan berpengaruh negatif pada turnover intention. Artinya, peningkatan kepuasan kerja karyawan kontrak dapat menurunkan keinginan
Tabel 4. Hasil Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja dan Keamanan Kerja pada Turnover Intention Pegawai Administrasi Kontrak
Model |
Unstandardized coefficients |
Standardized coefficients |
t |
Sig. | |
B |
Std. Error | ||||
Constant |
0,013 |
0,107 |
0,120 |
0,905 | |
Kepuasan kerja (M) |
-0,291 |
0,125 |
-0,296 |
-2,319 |
0,024 |
Keamanan kerja (X) |
-0,401 |
0,127 |
-0,403 |
-3,156 |
0,003 |
Sumber: data primer diolah
menunjukkan bahwa mediasi yang terjadi bersifat parsial. Untuk menguji signifikansi dari hubungan tidak langsung antara variabel keamanan kerja dengan turnover intention yang dimediasi oleh kepuasan kerja, digunakan uji pemediasian (Sobel Test). Uji Sobel dirumuskan dengan persamaan berikut:
^ Jb⅛≈+β¾g+⅛g
dan nilai Z dihitung dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excel. Berdasarkan perhitungan, diperoleh nilai Z sebesar 2,069 (α=0.039). Oleh karena nilai atau hasil perhitungan Z= 2,069>1,96 dengan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05, berarti variabel kepuasan kerja dinilai memediasi secara parsial pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
PEMBAHASAN
Pengaruh Keamanan Kerja Pada Turnover Intention
Hasil pengujian hipotesis tentang pengaruh keamanan kerja pada turnover intention menunjukkan tanda negatif dan signifikan. Ini berarti bahwa semakin aman dan nyaman pegawai dalam bekerja, semakin rendah niat pegawai untuk keluar meninggalkan tempat kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Luthans (2006:277) bahwa era pekerja temporer atau kontrak membuat banyak karyawan di semua tingkatan merasa tidak aman terhadap pekerjaannya. Jika karyawan merasakan tempatnya bekerja mampu memberi jaminan terhadap faktor-faktor yang tercakup dalam keamanan kerja, tentu kepuasan kerja akan meningkat, sehingga dapat mengurungkan niat untuk berpindah kerja.
Hasil penelitian ini mendukung temuan Ameen et al. (1995) dan Iriana et al. (2004) bahwa ketidakamanan kerja berhubungan positif dengan keinginan berpindah kerja dan mendukung hasil penelitian Suwandi dan Indriantoro (1999) yang menunjukkan bahwa job insecurity sebagai faktor yang secara langsung mempengaruhi turnover intention. Namun, berbeda
dengan temuan penelitian Wening (2005) dan Schalkwyk (2010), dimana job insecurity tidak berhubungan dengan turnover intention. Hasil yang tidak konsisten ini kemungkinan disebabkan perbedaan persepsi tentang situasi, kondisi, tempat kerja, serta unit analisis.
Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa keamanan kerja secara positif berpengaruh pada kepuasan kerja. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin terjamin keamanan kerja, maka kepuasan kerja pegawai administrasi kontrak juga meningkat. Sesuai dengan teori yang dikemukakan Herzberg (dalam Robbins, 2009:227) bahwa perbaikan terhadap hygiene factor, salah satunya yang keamanan kerja, dapat mengurangi faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja.
Ashford, et al. (1989) juga menyatakan bahwa ketidakamanan kerja mencerminkan serangkaian pandangan individu terhadap kemungkinan terjadinya peristiwa negatif pada pekerjaan, sehingga sangat mungkin perasaan ini akan membawa akibat negatif pada kepuasan kerja. Hasil penelitian ini mendukung temuan Nuzulman (2009) bahwa ketidakamanan kerja berpengaruh pada, dan berhubungan sangat kuat dengan, ketidakpuasan kerja. Temuan ini juga didukung oleh penelitian Reisel et al. (2010) bahwa job insecurity berdampak negatif dan signifikan pada kepuasan kerja. Hal ini berarti karyawan yang merasa aman dan nyaman di tempat kerja akan mampu mengantarkan harapannya menuju jenjang kepuasan kerja, sehingga karyawan bekerja dengan tenang dalam kondisi kerja yang kondusif tersebut.
Pengaruh Kepuasan Kerja pada Turnover Intention
Hasil pengujian pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention menunjukkan kepuasan kerja secara sigifikan berpengaruh negatif pada turnover intention. Artinya, peningkatan kepuasan kerja karyawan kontrak dapat menurunkan keinginan
Tabel 4. Hasil Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja dan Keamanan Kerja pada Turnover Intention Pegawai Administrasi Kontrak
Model |
Unstandardized coefficients |
Standardized coefficients |
t |
Sig. | |
B |
Std. Error | ||||
Constant |
0,013 |
0,107 |
0,120 |
0,905 | |
Kepuasan kerja (M) |
-0,291 |
0,125 |
-0,296 |
-2,319 |
0,024 |
Keamanan kerja (X) |
-0,401 |
0,127 |
-0,403 |
-3,156 |
0,003 |
Sumber: data primer diolah
menunjukkan bahwa mediasi yang terjadi bersifat parsial. Untuk menguji signifikansi dari hubungan tidak langsung antara variabel keamanan kerja dengan turnover intention yang dimediasi oleh kepuasan kerja, digunakan uji pemediasian (Sobel Test). Uji Sobel dirumuskan dengan persamaan berikut:
^ Jb⅛≈+β¾g+⅛g
dan nilai Z dihitung dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excel. Berdasarkan perhitungan, diperoleh nilai Z sebesar 2,069 (α=0.039). Oleh karena nilai atau hasil perhitungan Z= 2,069>1,96 dengan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05, berarti variabel kepuasan kerja dinilai memediasi secara parsial pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
PEMBAHASAN
Pengaruh Keamanan Kerja Pada Turnover Intention
Hasil pengujian hipotesis tentang pengaruh keamanan kerja pada turnover intention menunjukkan tanda negatif dan signifikan. Ini berarti bahwa semakin aman dan nyaman pegawai dalam bekerja, semakin rendah niat pegawai untuk keluar meninggalkan tempat kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Luthans (2006:277) bahwa era pekerja temporer atau kontrak membuat banyak karyawan di semua tingkatan merasa tidak aman terhadap pekerjaannya. Jika karyawan merasakan tempatnya bekerja mampu memberi jaminan terhadap faktor-faktor yang tercakup dalam keamanan kerja, tentu kepuasan kerja akan meningkat, sehingga dapat mengurungkan niat untuk berpindah kerja.
Hasil penelitian ini mendukung temuan Ameen et al. (1995) dan Iriana et al. (2004) bahwa ketidakamanan kerja berhubungan positif dengan keinginan berpindah kerja dan mendukung hasil penelitian Suwandi dan Indriantoro (1999) yang menunjukkan bahwa job insecurity sebagai faktor yang secara langsung mempengaruhi turnover intention. Namun, berbeda
dengan temuan penelitian Wening (2005) dan Schalkwyk (2010), dimana job insecurity tidak berhubungan dengan turnover intention. Hasil yang tidak konsisten ini kemungkinan disebabkan perbedaan persepsi tentang situasi, kondisi, tempat kerja, serta unit analisis.
Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa keamanan kerja secara positif berpengaruh pada kepuasan kerja. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin terjamin keamanan kerja, maka kepuasan kerja pegawai administrasi kontrak juga meningkat. Sesuai dengan teori yang dikemukakan Herzberg (dalam Robbins, 2009:227) bahwa perbaikan terhadap hygiene factor, salah satunya yang keamanan kerja, dapat mengurangi faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja.
Ashford, et al. (1989) juga menyatakan bahwa ketidakamanan kerja mencerminkan serangkaian pandangan individu terhadap kemungkinan terjadinya peristiwa negatif pada pekerjaan, sehingga sangat mungkin perasaan ini akan membawa akibat negatif pada kepuasan kerja. Hasil penelitian ini mendukung temuan Nuzulman (2009) bahwa ketidakamanan kerja berpengaruh pada, dan berhubungan sangat kuat dengan, ketidakpuasan kerja. Temuan ini juga didukung oleh penelitian Reisel et al. (2010) bahwa job insecurity berdampak negatif dan signifikan pada kepuasan kerja. Hal ini berarti karyawan yang merasa aman dan nyaman di tempat kerja akan mampu mengantarkan harapannya menuju jenjang kepuasan kerja, sehingga karyawan bekerja dengan tenang dalam kondisi kerja yang kondusif tersebut.
Pengaruh Kepuasan Kerja pada Turnover Intention
Hasil pengujian pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention menunjukkan kepuasan kerja secara sigifikan berpengaruh negatif pada turnover intention. Artinya, peningkatan kepuasan kerja karyawan kontrak dapat menurunkan keinginan
Tabel 4. Hasil Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja dan Keamanan Kerja pada Turnover Intention Pegawai Administrasi Kontrak
Model |
Unstandardized coefficients |
Standardized coefficients |
t |
Sig. | |
B |
Std. Error | ||||
Constant |
0,013 |
0,107 |
0,120 |
0,905 | |
Kepuasan kerja (M) |
-0,291 |
0,125 |
-0,296 |
-2,319 |
0,024 |
Keamanan kerja (X) |
-0,401 |
0,127 |
-0,403 |
-3,156 |
0,003 |
Sumber: data primer diolah
menunjukkan bahwa mediasi yang terjadi bersifat parsial. Untuk menguji signifikansi dari hubungan tidak langsung antara variabel keamanan kerja dengan turnover intention yang dimediasi oleh kepuasan kerja, digunakan uji pemediasian (Sobel Test). Uji Sobel dirumuskan dengan persamaan berikut:
^ Jb⅛≈+β¾g+⅛g
dan nilai Z dihitung dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excel. Berdasarkan perhitungan, diperoleh nilai Z sebesar 2,069 (α=0.039). Oleh karena nilai atau hasil perhitungan Z= 2,069>1,96 dengan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05, berarti variabel kepuasan kerja dinilai memediasi secara parsial pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
PEMBAHASAN
Pengaruh Keamanan Kerja Pada Turnover Intention
Hasil pengujian hipotesis tentang pengaruh keamanan kerja pada turnover intention menunjukkan tanda negatif dan signifikan. Ini berarti bahwa semakin aman dan nyaman pegawai dalam bekerja, semakin rendah niat pegawai untuk keluar meninggalkan tempat kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Luthans (2006:277) bahwa era pekerja temporer atau kontrak membuat banyak karyawan di semua tingkatan merasa tidak aman terhadap pekerjaannya. Jika karyawan merasakan tempatnya bekerja mampu memberi jaminan terhadap faktor-faktor yang tercakup dalam keamanan kerja, tentu kepuasan kerja akan meningkat, sehingga dapat mengurungkan niat untuk berpindah kerja.
Hasil penelitian ini mendukung temuan Ameen et al. (1995) dan Iriana et al. (2004) bahwa ketidakamanan kerja berhubungan positif dengan keinginan berpindah kerja dan mendukung hasil penelitian Suwandi dan Indriantoro (1999) yang menunjukkan bahwa job insecurity sebagai faktor yang secara langsung mempengaruhi turnover intention. Namun, berbeda
dengan temuan penelitian Wening (2005) dan Schalkwyk (2010), dimana job insecurity tidak berhubungan dengan turnover intention. Hasil yang tidak konsisten ini kemungkinan disebabkan perbedaan persepsi tentang situasi, kondisi, tempat kerja, serta unit analisis.
Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa keamanan kerja secara positif berpengaruh pada kepuasan kerja. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin terjamin keamanan kerja, maka kepuasan kerja pegawai administrasi kontrak juga meningkat. Sesuai dengan teori yang dikemukakan Herzberg (dalam Robbins, 2009:227) bahwa perbaikan terhadap hygiene factor, salah satunya yang keamanan kerja, dapat mengurangi faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja.
Ashford, et al. (1989) juga menyatakan bahwa ketidakamanan kerja mencerminkan serangkaian pandangan individu terhadap kemungkinan terjadinya peristiwa negatif pada pekerjaan, sehingga sangat mungkin perasaan ini akan membawa akibat negatif pada kepuasan kerja. Hasil penelitian ini mendukung temuan Nuzulman (2009) bahwa ketidakamanan kerja berpengaruh pada, dan berhubungan sangat kuat dengan, ketidakpuasan kerja. Temuan ini juga didukung oleh penelitian Reisel et al. (2010) bahwa job insecurity berdampak negatif dan signifikan pada kepuasan kerja. Hal ini berarti karyawan yang merasa aman dan nyaman di tempat kerja akan mampu mengantarkan harapannya menuju jenjang kepuasan kerja, sehingga karyawan bekerja dengan tenang dalam kondisi kerja yang kondusif tersebut.
Pengaruh Kepuasan Kerja pada Turnover Intention
Hasil pengujian pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention menunjukkan kepuasan kerja secara sigifikan berpengaruh negatif pada turnover intention. Artinya, peningkatan kepuasan kerja karyawan kontrak dapat menurunkan keinginan
Tabel 4. Hasil Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja dan Keamanan Kerja pada Turnover Intention Pegawai Administrasi Kontrak
Model |
Unstandardized coefficients |
Standardized coefficients |
t |
Sig. | |
B |
Std. Error | ||||
Constant |
0,013 |
0,107 |
0,120 |
0,905 | |
Kepuasan kerja (M) |
-0,291 |
0,125 |
-0,296 |
-2,319 |
0,024 |
Keamanan kerja (X) |
-0,401 |
0,127 |
-0,403 |
-3,156 |
0,003 |
Sumber: data primer diolah
menunjukkan bahwa mediasi yang terjadi bersifat parsial. Untuk menguji signifikansi dari hubungan tidak langsung antara variabel keamanan kerja dengan turnover intention yang dimediasi oleh kepuasan kerja, digunakan uji pemediasian (Sobel Test). Uji Sobel dirumuskan dengan persamaan berikut:
^ Jb⅛≈+β¾g+⅛g
dan nilai Z dihitung dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excel. Berdasarkan perhitungan, diperoleh nilai Z sebesar 2,069 (α=0.039). Oleh karena nilai atau hasil perhitungan Z= 2,069>1,96 dengan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05, berarti variabel kepuasan kerja dinilai memediasi secara parsial pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
PEMBAHASAN
Pengaruh Keamanan Kerja Pada Turnover Intention
Hasil pengujian hipotesis tentang pengaruh keamanan kerja pada turnover intention menunjukkan tanda negatif dan signifikan. Ini berarti bahwa semakin aman dan nyaman pegawai dalam bekerja, semakin rendah niat pegawai untuk keluar meninggalkan tempat kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Luthans (2006:277) bahwa era pekerja temporer atau kontrak membuat banyak karyawan di semua tingkatan merasa tidak aman terhadap pekerjaannya. Jika karyawan merasakan tempatnya bekerja mampu memberi jaminan terhadap faktor-faktor yang tercakup dalam keamanan kerja, tentu kepuasan kerja akan meningkat, sehingga dapat mengurungkan niat untuk berpindah kerja.
Hasil penelitian ini mendukung temuan Ameen et al. (1995) dan Iriana et al. (2004) bahwa ketidakamanan kerja berhubungan positif dengan keinginan berpindah kerja dan mendukung hasil penelitian Suwandi dan Indriantoro (1999) yang menunjukkan bahwa job insecurity sebagai faktor yang secara langsung mempengaruhi turnover intention. Namun, berbeda
dengan temuan penelitian Wening (2005) dan Schalkwyk (2010), dimana job insecurity tidak berhubungan dengan turnover intention. Hasil yang tidak konsisten ini kemungkinan disebabkan perbedaan persepsi tentang situasi, kondisi, tempat kerja, serta unit analisis.
Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa keamanan kerja secara positif berpengaruh pada kepuasan kerja. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin terjamin keamanan kerja, maka kepuasan kerja pegawai administrasi kontrak juga meningkat. Sesuai dengan teori yang dikemukakan Herzberg (dalam Robbins, 2009:227) bahwa perbaikan terhadap hygiene factor, salah satunya yang keamanan kerja, dapat mengurangi faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja.
Ashford, et al. (1989) juga menyatakan bahwa ketidakamanan kerja mencerminkan serangkaian pandangan individu terhadap kemungkinan terjadinya peristiwa negatif pada pekerjaan, sehingga sangat mungkin perasaan ini akan membawa akibat negatif pada kepuasan kerja. Hasil penelitian ini mendukung temuan Nuzulman (2009) bahwa ketidakamanan kerja berpengaruh pada, dan berhubungan sangat kuat dengan, ketidakpuasan kerja. Temuan ini juga didukung oleh penelitian Reisel et al. (2010) bahwa job insecurity berdampak negatif dan signifikan pada kepuasan kerja. Hal ini berarti karyawan yang merasa aman dan nyaman di tempat kerja akan mampu mengantarkan harapannya menuju jenjang kepuasan kerja, sehingga karyawan bekerja dengan tenang dalam kondisi kerja yang kondusif tersebut.
Pengaruh Kepuasan Kerja pada Turnover Intention
Hasil pengujian pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention menunjukkan kepuasan kerja secara sigifikan berpengaruh negatif pada turnover intention. Artinya, peningkatan kepuasan kerja karyawan kontrak dapat menurunkan keinginan
Tabel 4. Hasil Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja dan Keamanan Kerja pada Turnover Intention Pegawai Administrasi Kontrak
Model |
Unstandardized coefficients |
Standardized coefficients |
t |
Sig. | |
B |
Std. Error | ||||
Constant |
0,013 |
0,107 |
0,120 |
0,905 | |
Kepuasan kerja (M) |
-0,291 |
0,125 |
-0,296 |
-2,319 |
0,024 |
Keamanan kerja (X) |
-0,401 |
0,127 |
-0,403 |
-3,156 |
0,003 |
Sumber: data primer diolah
menunjukkan bahwa mediasi yang terjadi bersifat parsial. Untuk menguji signifikansi dari hubungan tidak langsung antara variabel keamanan kerja dengan turnover intention yang dimediasi oleh kepuasan kerja, digunakan uji pemediasian (Sobel Test). Uji Sobel dirumuskan dengan persamaan berikut:
^ Jb⅛≈+β¾g+⅛g
dan nilai Z dihitung dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excel. Berdasarkan perhitungan, diperoleh nilai Z sebesar 2,069 (α=0.039). Oleh karena nilai atau hasil perhitungan Z= 2,069>1,96 dengan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05, berarti variabel kepuasan kerja dinilai memediasi secara parsial pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
PEMBAHASAN
Pengaruh Keamanan Kerja Pada Turnover Intention
Hasil pengujian hipotesis tentang pengaruh keamanan kerja pada turnover intention menunjukkan tanda negatif dan signifikan. Ini berarti bahwa semakin aman dan nyaman pegawai dalam bekerja, semakin rendah niat pegawai untuk keluar meninggalkan tempat kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Luthans (2006:277) bahwa era pekerja temporer atau kontrak membuat banyak karyawan di semua tingkatan merasa tidak aman terhadap pekerjaannya. Jika karyawan merasakan tempatnya bekerja mampu memberi jaminan terhadap faktor-faktor yang tercakup dalam keamanan kerja, tentu kepuasan kerja akan meningkat, sehingga dapat mengurungkan niat untuk berpindah kerja.
Hasil penelitian ini mendukung temuan Ameen et al. (1995) dan Iriana et al. (2004) bahwa ketidakamanan kerja berhubungan positif dengan keinginan berpindah kerja dan mendukung hasil penelitian Suwandi dan Indriantoro (1999) yang menunjukkan bahwa job insecurity sebagai faktor yang secara langsung mempengaruhi turnover intention. Namun, berbeda
dengan temuan penelitian Wening (2005) dan Schalkwyk (2010), dimana job insecurity tidak berhubungan dengan turnover intention. Hasil yang tidak konsisten ini kemungkinan disebabkan perbedaan persepsi tentang situasi, kondisi, tempat kerja, serta unit analisis.
Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa keamanan kerja secara positif berpengaruh pada kepuasan kerja. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin terjamin keamanan kerja, maka kepuasan kerja pegawai administrasi kontrak juga meningkat. Sesuai dengan teori yang dikemukakan Herzberg (dalam Robbins, 2009:227) bahwa perbaikan terhadap hygiene factor, salah satunya yang keamanan kerja, dapat mengurangi faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja.
Ashford, et al. (1989) juga menyatakan bahwa ketidakamanan kerja mencerminkan serangkaian pandangan individu terhadap kemungkinan terjadinya peristiwa negatif pada pekerjaan, sehingga sangat mungkin perasaan ini akan membawa akibat negatif pada kepuasan kerja. Hasil penelitian ini mendukung temuan Nuzulman (2009) bahwa ketidakamanan kerja berpengaruh pada, dan berhubungan sangat kuat dengan, ketidakpuasan kerja. Temuan ini juga didukung oleh penelitian Reisel et al. (2010) bahwa job insecurity berdampak negatif dan signifikan pada kepuasan kerja. Hal ini berarti karyawan yang merasa aman dan nyaman di tempat kerja akan mampu mengantarkan harapannya menuju jenjang kepuasan kerja, sehingga karyawan bekerja dengan tenang dalam kondisi kerja yang kondusif tersebut.
Pengaruh Kepuasan Kerja pada Turnover Intention
Hasil pengujian pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention menunjukkan kepuasan kerja secara sigifikan berpengaruh negatif pada turnover intention. Artinya, peningkatan kepuasan kerja karyawan kontrak dapat menurunkan keinginan
Tabel 4. Hasil Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja dan Keamanan Kerja pada Turnover Intention Pegawai Administrasi Kontrak
Model |
Unstandardized coefficients |
Standardized coefficients |
t |
Sig. | |
B |
Std. Error | ||||
Constant |
0,013 |
0,107 |
0,120 |
0,905 | |
Kepuasan kerja (M) |
-0,291 |
0,125 |
-0,296 |
-2,319 |
0,024 |
Keamanan kerja (X) |
-0,401 |
0,127 |
-0,403 |
-3,156 |
0,003 |
Sumber: data primer diolah
menunjukkan bahwa mediasi yang terjadi bersifat parsial. Untuk menguji signifikansi dari hubungan tidak langsung antara variabel keamanan kerja dengan turnover intention yang dimediasi oleh kepuasan kerja, digunakan uji pemediasian (Sobel Test). Uji Sobel dirumuskan dengan persamaan berikut:
^ Jb⅛≈+β¾g+⅛g
dan nilai Z dihitung dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excel. Berdasarkan perhitungan, diperoleh nilai Z sebesar 2,069 (α=0.039). Oleh karena nilai atau hasil perhitungan Z= 2,069>1,96 dengan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05, berarti variabel kepuasan kerja dinilai memediasi secara parsial pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
PEMBAHASAN
Pengaruh Keamanan Kerja Pada Turnover Intention
Hasil pengujian hipotesis tentang pengaruh keamanan kerja pada turnover intention menunjukkan tanda negatif dan signifikan. Ini berarti bahwa semakin aman dan nyaman pegawai dalam bekerja, semakin rendah niat pegawai untuk keluar meninggalkan tempat kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Luthans (2006:277) bahwa era pekerja temporer atau kontrak membuat banyak karyawan di semua tingkatan merasa tidak aman terhadap pekerjaannya. Jika karyawan merasakan tempatnya bekerja mampu memberi jaminan terhadap faktor-faktor yang tercakup dalam keamanan kerja, tentu kepuasan kerja akan meningkat, sehingga dapat mengurungkan niat untuk berpindah kerja.
Hasil penelitian ini mendukung temuan Ameen et al. (1995) dan Iriana et al. (2004) bahwa ketidakamanan kerja berhubungan positif dengan keinginan berpindah kerja dan mendukung hasil penelitian Suwandi dan Indriantoro (1999) yang menunjukkan bahwa job insecurity sebagai faktor yang secara langsung mempengaruhi turnover intention. Namun, berbeda
dengan temuan penelitian Wening (2005) dan Schalkwyk (2010), dimana job insecurity tidak berhubungan dengan turnover intention. Hasil yang tidak konsisten ini kemungkinan disebabkan perbedaan persepsi tentang situasi, kondisi, tempat kerja, serta unit analisis.
Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa keamanan kerja secara positif berpengaruh pada kepuasan kerja. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin terjamin keamanan kerja, maka kepuasan kerja pegawai administrasi kontrak juga meningkat. Sesuai dengan teori yang dikemukakan Herzberg (dalam Robbins, 2009:227) bahwa perbaikan terhadap hygiene factor, salah satunya yang keamanan kerja, dapat mengurangi faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja.
Ashford, et al. (1989) juga menyatakan bahwa ketidakamanan kerja mencerminkan serangkaian pandangan individu terhadap kemungkinan terjadinya peristiwa negatif pada pekerjaan, sehingga sangat mungkin perasaan ini akan membawa akibat negatif pada kepuasan kerja. Hasil penelitian ini mendukung temuan Nuzulman (2009) bahwa ketidakamanan kerja berpengaruh pada, dan berhubungan sangat kuat dengan, ketidakpuasan kerja. Temuan ini juga didukung oleh penelitian Reisel et al. (2010) bahwa job insecurity berdampak negatif dan signifikan pada kepuasan kerja. Hal ini berarti karyawan yang merasa aman dan nyaman di tempat kerja akan mampu mengantarkan harapannya menuju jenjang kepuasan kerja, sehingga karyawan bekerja dengan tenang dalam kondisi kerja yang kondusif tersebut.
Pengaruh Kepuasan Kerja pada Turnover Intention
Hasil pengujian pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention menunjukkan kepuasan kerja secara sigifikan berpengaruh negatif pada turnover intention. Artinya, peningkatan kepuasan kerja karyawan kontrak dapat menurunkan keinginan
Tabel 4. Hasil Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja dan Keamanan Kerja pada Turnover Intention Pegawai Administrasi Kontrak
Model |
Unstandardized coefficients |
Standardized coefficients |
t |
Sig. | |
B |
Std. Error | ||||
Constant |
0,013 |
0,107 |
0,120 |
0,905 | |
Kepuasan kerja (M) |
-0,291 |
0,125 |
-0,296 |
-2,319 |
0,024 |
Keamanan kerja (X) |
-0,401 |
0,127 |
-0,403 |
-3,156 |
0,003 |
Sumber: data primer diolah
menunjukkan bahwa mediasi yang terjadi bersifat parsial. Untuk menguji signifikansi dari hubungan tidak langsung antara variabel keamanan kerja dengan turnover intention yang dimediasi oleh kepuasan kerja, digunakan uji pemediasian (Sobel Test). Uji Sobel dirumuskan dengan persamaan berikut:
^ Jb⅛≈+β¾g+⅛g
dan nilai Z dihitung dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excel. Berdasarkan perhitungan, diperoleh nilai Z sebesar 2,069 (α=0.039). Oleh karena nilai atau hasil perhitungan Z= 2,069>1,96 dengan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05, berarti variabel kepuasan kerja dinilai memediasi secara parsial pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
PEMBAHASAN
Pengaruh Keamanan Kerja Pada Turnover Intention
Hasil pengujian hipotesis tentang pengaruh keamanan kerja pada turnover intention menunjukkan tanda negatif dan signifikan. Ini berarti bahwa semakin aman dan nyaman pegawai dalam bekerja, semakin rendah niat pegawai untuk keluar meninggalkan tempat kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Luthans (2006:277) bahwa era pekerja temporer atau kontrak membuat banyak karyawan di semua tingkatan merasa tidak aman terhadap pekerjaannya. Jika karyawan merasakan tempatnya bekerja mampu memberi jaminan terhadap faktor-faktor yang tercakup dalam keamanan kerja, tentu kepuasan kerja akan meningkat, sehingga dapat mengurungkan niat untuk berpindah kerja.
Hasil penelitian ini mendukung temuan Ameen et al. (1995) dan Iriana et al. (2004) bahwa ketidakamanan kerja berhubungan positif dengan keinginan berpindah kerja dan mendukung hasil penelitian Suwandi dan Indriantoro (1999) yang menunjukkan bahwa job insecurity sebagai faktor yang secara langsung mempengaruhi turnover intention. Namun, berbeda
dengan temuan penelitian Wening (2005) dan Schalkwyk (2010), dimana job insecurity tidak berhubungan dengan turnover intention. Hasil yang tidak konsisten ini kemungkinan disebabkan perbedaan persepsi tentang situasi, kondisi, tempat kerja, serta unit analisis.
Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa keamanan kerja secara positif berpengaruh pada kepuasan kerja. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin terjamin keamanan kerja, maka kepuasan kerja pegawai administrasi kontrak juga meningkat. Sesuai dengan teori yang dikemukakan Herzberg (dalam Robbins, 2009:227) bahwa perbaikan terhadap hygiene factor, salah satunya yang keamanan kerja, dapat mengurangi faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja.
Ashford, et al. (1989) juga menyatakan bahwa ketidakamanan kerja mencerminkan serangkaian pandangan individu terhadap kemungkinan terjadinya peristiwa negatif pada pekerjaan, sehingga sangat mungkin perasaan ini akan membawa akibat negatif pada kepuasan kerja. Hasil penelitian ini mendukung temuan Nuzulman (2009) bahwa ketidakamanan kerja berpengaruh pada, dan berhubungan sangat kuat dengan, ketidakpuasan kerja. Temuan ini juga didukung oleh penelitian Reisel et al. (2010) bahwa job insecurity berdampak negatif dan signifikan pada kepuasan kerja. Hal ini berarti karyawan yang merasa aman dan nyaman di tempat kerja akan mampu mengantarkan harapannya menuju jenjang kepuasan kerja, sehingga karyawan bekerja dengan tenang dalam kondisi kerja yang kondusif tersebut.
Pengaruh Kepuasan Kerja pada Turnover Intention
Hasil pengujian pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention menunjukkan kepuasan kerja secara sigifikan berpengaruh negatif pada turnover intention. Artinya, peningkatan kepuasan kerja karyawan kontrak dapat menurunkan keinginan
Tabel 4. Hasil Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja dan Keamanan Kerja pada Turnover Intention Pegawai Administrasi Kontrak
Model |
Unstandardized coefficients |
Standardized coefficients |
t |
Sig. | |
B |
Std. Error | ||||
Constant |
0,013 |
0,107 |
0,120 |
0,905 | |
Kepuasan kerja (M) |
-0,291 |
0,125 |
-0,296 |
-2,319 |
0,024 |
Keamanan kerja (X) |
-0,401 |
0,127 |
-0,403 |
-3,156 |
0,003 |
Sumber: data primer diolah
menunjukkan bahwa mediasi yang terjadi bersifat parsial. Untuk menguji signifikansi dari hubungan tidak langsung antara variabel keamanan kerja dengan turnover intention yang dimediasi oleh kepuasan kerja, digunakan uji pemediasian (Sobel Test). Uji Sobel dirumuskan dengan persamaan berikut:
^ Jb⅛≈+β¾g+⅛g
dan nilai Z dihitung dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excel. Berdasarkan perhitungan, diperoleh nilai Z sebesar 2,069 (α=0.039). Oleh karena nilai atau hasil perhitungan Z= 2,069>1,96 dengan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05, berarti variabel kepuasan kerja dinilai memediasi secara parsial pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
PEMBAHASAN
Pengaruh Keamanan Kerja Pada Turnover Intention
Hasil pengujian hipotesis tentang pengaruh keamanan kerja pada turnover intention menunjukkan tanda negatif dan signifikan. Ini berarti bahwa semakin aman dan nyaman pegawai dalam bekerja, semakin rendah niat pegawai untuk keluar meninggalkan tempat kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Luthans (2006:277) bahwa era pekerja temporer atau kontrak membuat banyak karyawan di semua tingkatan merasa tidak aman terhadap pekerjaannya. Jika karyawan merasakan tempatnya bekerja mampu memberi jaminan terhadap faktor-faktor yang tercakup dalam keamanan kerja, tentu kepuasan kerja akan meningkat, sehingga dapat mengurungkan niat untuk berpindah kerja.
Hasil penelitian ini mendukung temuan Ameen et al. (1995) dan Iriana et al. (2004) bahwa ketidakamanan kerja berhubungan positif dengan keinginan berpindah kerja dan mendukung hasil penelitian Suwandi dan Indriantoro (1999) yang menunjukkan bahwa job insecurity sebagai faktor yang secara langsung mempengaruhi turnover intention. Namun, berbeda
dengan temuan penelitian Wening (2005) dan Schalkwyk (2010), dimana job insecurity tidak berhubungan dengan turnover intention. Hasil yang tidak konsisten ini kemungkinan disebabkan perbedaan persepsi tentang situasi, kondisi, tempat kerja, serta unit analisis.
Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa keamanan kerja secara positif berpengaruh pada kepuasan kerja. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin terjamin keamanan kerja, maka kepuasan kerja pegawai administrasi kontrak juga meningkat. Sesuai dengan teori yang dikemukakan Herzberg (dalam Robbins, 2009:227) bahwa perbaikan terhadap hygiene factor, salah satunya yang keamanan kerja, dapat mengurangi faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja.
Ashford, et al. (1989) juga menyatakan bahwa ketidakamanan kerja mencerminkan serangkaian pandangan individu terhadap kemungkinan terjadinya peristiwa negatif pada pekerjaan, sehingga sangat mungkin perasaan ini akan membawa akibat negatif pada kepuasan kerja. Hasil penelitian ini mendukung temuan Nuzulman (2009) bahwa ketidakamanan kerja berpengaruh pada, dan berhubungan sangat kuat dengan, ketidakpuasan kerja. Temuan ini juga didukung oleh penelitian Reisel et al. (2010) bahwa job insecurity berdampak negatif dan signifikan pada kepuasan kerja. Hal ini berarti karyawan yang merasa aman dan nyaman di tempat kerja akan mampu mengantarkan harapannya menuju jenjang kepuasan kerja, sehingga karyawan bekerja dengan tenang dalam kondisi kerja yang kondusif tersebut.
Pengaruh Kepuasan Kerja pada Turnover Intention
Hasil pengujian pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention menunjukkan kepuasan kerja secara sigifikan berpengaruh negatif pada turnover intention. Artinya, peningkatan kepuasan kerja karyawan kontrak dapat menurunkan keinginan
Tabel 4. Hasil Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja dan Keamanan Kerja pada Turnover Intention Pegawai Administrasi Kontrak
Model |
Unstandardized coefficients |
Standardized coefficients |
t |
Sig. | |
B |
Std. Error | ||||
Constant |
0,013 |
0,107 |
0,120 |
0,905 | |
Kepuasan kerja (M) |
-0,291 |
0,125 |
-0,296 |
-2,319 |
0,024 |
Keamanan kerja (X) |
-0,401 |
0,127 |
-0,403 |
-3,156 |
0,003 |
Sumber: data primer diolah
menunjukkan bahwa mediasi yang terjadi bersifat parsial. Untuk menguji signifikansi dari hubungan tidak langsung antara variabel keamanan kerja dengan turnover intention yang dimediasi oleh kepuasan kerja, digunakan uji pemediasian (Sobel Test). Uji Sobel dirumuskan dengan persamaan berikut:
^ Jb⅛≈+β¾g+⅛g
dan nilai Z dihitung dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excel. Berdasarkan perhitungan, diperoleh nilai Z sebesar 2,069 (α=0.039). Oleh karena nilai atau hasil perhitungan Z= 2,069>1,96 dengan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05, berarti variabel kepuasan kerja dinilai memediasi secara parsial pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
PEMBAHASAN
Pengaruh Keamanan Kerja Pada Turnover Intention
Hasil pengujian hipotesis tentang pengaruh keamanan kerja pada turnover intention menunjukkan tanda negatif dan signifikan. Ini berarti bahwa semakin aman dan nyaman pegawai dalam bekerja, semakin rendah niat pegawai untuk keluar meninggalkan tempat kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Luthans (2006:277) bahwa era pekerja temporer atau kontrak membuat banyak karyawan di semua tingkatan merasa tidak aman terhadap pekerjaannya. Jika karyawan merasakan tempatnya bekerja mampu memberi jaminan terhadap faktor-faktor yang tercakup dalam keamanan kerja, tentu kepuasan kerja akan meningkat, sehingga dapat mengurungkan niat untuk berpindah kerja.
Hasil penelitian ini mendukung temuan Ameen et al. (1995) dan Iriana et al. (2004) bahwa ketidakamanan kerja berhubungan positif dengan keinginan berpindah kerja dan mendukung hasil penelitian Suwandi dan Indriantoro (1999) yang menunjukkan bahwa job insecurity sebagai faktor yang secara langsung mempengaruhi turnover intention. Namun, berbeda
dengan temuan penelitian Wening (2005) dan Schalkwyk (2010), dimana job insecurity tidak berhubungan dengan turnover intention. Hasil yang tidak konsisten ini kemungkinan disebabkan perbedaan persepsi tentang situasi, kondisi, tempat kerja, serta unit analisis.
Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa keamanan kerja secara positif berpengaruh pada kepuasan kerja. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin terjamin keamanan kerja, maka kepuasan kerja pegawai administrasi kontrak juga meningkat. Sesuai dengan teori yang dikemukakan Herzberg (dalam Robbins, 2009:227) bahwa perbaikan terhadap hygiene factor, salah satunya yang keamanan kerja, dapat mengurangi faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja.
Ashford, et al. (1989) juga menyatakan bahwa ketidakamanan kerja mencerminkan serangkaian pandangan individu terhadap kemungkinan terjadinya peristiwa negatif pada pekerjaan, sehingga sangat mungkin perasaan ini akan membawa akibat negatif pada kepuasan kerja. Hasil penelitian ini mendukung temuan Nuzulman (2009) bahwa ketidakamanan kerja berpengaruh pada, dan berhubungan sangat kuat dengan, ketidakpuasan kerja. Temuan ini juga didukung oleh penelitian Reisel et al. (2010) bahwa job insecurity berdampak negatif dan signifikan pada kepuasan kerja. Hal ini berarti karyawan yang merasa aman dan nyaman di tempat kerja akan mampu mengantarkan harapannya menuju jenjang kepuasan kerja, sehingga karyawan bekerja dengan tenang dalam kondisi kerja yang kondusif tersebut.
Pengaruh Kepuasan Kerja pada Turnover Intention
Hasil pengujian pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention menunjukkan kepuasan kerja secara sigifikan berpengaruh negatif pada turnover intention. Artinya, peningkatan kepuasan kerja karyawan kontrak dapat menurunkan keinginan
Tabel 4. Hasil Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja dan Keamanan Kerja pada Turnover Intention Pegawai Administrasi Kontrak
Model |
Unstandardized coefficients |
Standardized coefficients |
t |
Sig. | |
B |
Std. Error | ||||
Constant |
0,013 |
0,107 |
0,120 |
0,905 | |
Kepuasan kerja (M) |
-0,291 |
0,125 |
-0,296 |
-2,319 |
0,024 |
Keamanan kerja (X) |
-0,401 |
0,127 |
-0,403 |
-3,156 |
0,003 |
Sumber: data primer diolah
menunjukkan bahwa mediasi yang terjadi bersifat parsial. Untuk menguji signifikansi dari hubungan tidak langsung antara variabel keamanan kerja dengan turnover intention yang dimediasi oleh kepuasan kerja, digunakan uji pemediasian (Sobel Test). Uji Sobel dirumuskan dengan persamaan berikut:
^ Jb⅛≈+β¾g+⅛g
dan nilai Z dihitung dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excel. Berdasarkan perhitungan, diperoleh nilai Z sebesar 2,069 (α=0.039). Oleh karena nilai atau hasil perhitungan Z= 2,069>1,96 dengan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05, berarti variabel kepuasan kerja dinilai memediasi secara parsial pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
PEMBAHASAN
Pengaruh Keamanan Kerja Pada Turnover Intention
Hasil pengujian hipotesis tentang pengaruh keamanan kerja pada turnover intention menunjukkan tanda negatif dan signifikan. Ini berarti bahwa semakin aman dan nyaman pegawai dalam bekerja, semakin rendah niat pegawai untuk keluar meninggalkan tempat kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Luthans (2006:277) bahwa era pekerja temporer atau kontrak membuat banyak karyawan di semua tingkatan merasa tidak aman terhadap pekerjaannya. Jika karyawan merasakan tempatnya bekerja mampu memberi jaminan terhadap faktor-faktor yang tercakup dalam keamanan kerja, tentu kepuasan kerja akan meningkat, sehingga dapat mengurungkan niat untuk berpindah kerja.
Hasil penelitian ini mendukung temuan Ameen et al. (1995) dan Iriana et al. (2004) bahwa ketidakamanan kerja berhubungan positif dengan keinginan berpindah kerja dan mendukung hasil penelitian Suwandi dan Indriantoro (1999) yang menunjukkan bahwa job insecurity sebagai faktor yang secara langsung mempengaruhi turnover intention. Namun, berbeda
dengan temuan penelitian Wening (2005) dan Schalkwyk (2010), dimana job insecurity tidak berhubungan dengan turnover intention. Hasil yang tidak konsisten ini kemungkinan disebabkan perbedaan persepsi tentang situasi, kondisi, tempat kerja, serta unit analisis.
Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa keamanan kerja secara positif berpengaruh pada kepuasan kerja. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin terjamin keamanan kerja, maka kepuasan kerja pegawai administrasi kontrak juga meningkat. Sesuai dengan teori yang dikemukakan Herzberg (dalam Robbins, 2009:227) bahwa perbaikan terhadap hygiene factor, salah satunya yang keamanan kerja, dapat mengurangi faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja.
Ashford, et al. (1989) juga menyatakan bahwa ketidakamanan kerja mencerminkan serangkaian pandangan individu terhadap kemungkinan terjadinya peristiwa negatif pada pekerjaan, sehingga sangat mungkin perasaan ini akan membawa akibat negatif pada kepuasan kerja. Hasil penelitian ini mendukung temuan Nuzulman (2009) bahwa ketidakamanan kerja berpengaruh pada, dan berhubungan sangat kuat dengan, ketidakpuasan kerja. Temuan ini juga didukung oleh penelitian Reisel et al. (2010) bahwa job insecurity berdampak negatif dan signifikan pada kepuasan kerja. Hal ini berarti karyawan yang merasa aman dan nyaman di tempat kerja akan mampu mengantarkan harapannya menuju jenjang kepuasan kerja, sehingga karyawan bekerja dengan tenang dalam kondisi kerja yang kondusif tersebut.
Pengaruh Kepuasan Kerja pada Turnover Intention
Hasil pengujian pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention menunjukkan kepuasan kerja secara sigifikan berpengaruh negatif pada turnover intention. Artinya, peningkatan kepuasan kerja karyawan kontrak dapat menurunkan keinginan
Tabel 4. Hasil Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja dan Keamanan Kerja pada Turnover Intention Pegawai Administrasi Kontrak
Model |
Unstandardized coefficients |
Standardized coefficients |
t |
Sig. | |
B |
Std. Error | ||||
Constant |
0,013 |
0,107 |
0,120 |
0,905 | |
Kepuasan kerja (M) |
-0,291 |
0,125 |
-0,296 |
-2,319 |
0,024 |
Keamanan kerja (X) |
-0,401 |
0,127 |
-0,403 |
-3,156 |
0,003 |
Sumber: data primer diolah
menunjukkan bahwa mediasi yang terjadi bersifat parsial. Untuk menguji signifikansi dari hubungan tidak langsung antara variabel keamanan kerja dengan turnover intention yang dimediasi oleh kepuasan kerja, digunakan uji pemediasian (Sobel Test). Uji Sobel dirumuskan dengan persamaan berikut:
^ Jb⅛≈+β¾g+⅛g
dan nilai Z dihitung dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excel. Berdasarkan perhitungan, diperoleh nilai Z sebesar 2,069 (α=0.039). Oleh karena nilai atau hasil perhitungan Z= 2,069>1,96 dengan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05, berarti variabel kepuasan kerja dinilai memediasi secara parsial pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
PEMBAHASAN
Pengaruh Keamanan Kerja Pada Turnover Intention
Hasil pengujian hipotesis tentang pengaruh keamanan kerja pada turnover intention menunjukkan tanda negatif dan signifikan. Ini berarti bahwa semakin aman dan nyaman pegawai dalam bekerja, semakin rendah niat pegawai untuk keluar meninggalkan tempat kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Luthans (2006:277) bahwa era pekerja temporer atau kontrak membuat banyak karyawan di semua tingkatan merasa tidak aman terhadap pekerjaannya. Jika karyawan merasakan tempatnya bekerja mampu memberi jaminan terhadap faktor-faktor yang tercakup dalam keamanan kerja, tentu kepuasan kerja akan meningkat, sehingga dapat mengurungkan niat untuk berpindah kerja.
Hasil penelitian ini mendukung temuan Ameen et al. (1995) dan Iriana et al. (2004) bahwa ketidakamanan kerja berhubungan positif dengan keinginan berpindah kerja dan mendukung hasil penelitian Suwandi dan Indriantoro (1999) yang menunjukkan bahwa job insecurity sebagai faktor yang secara langsung mempengaruhi turnover intention. Namun, berbeda
dengan temuan penelitian Wening (2005) dan Schalkwyk (2010), dimana job insecurity tidak berhubungan dengan turnover intention. Hasil yang tidak konsisten ini kemungkinan disebabkan perbedaan persepsi tentang situasi, kondisi, tempat kerja, serta unit analisis.
Pengaruh Keamanan Kerja pada Kepuasan Kerja
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa keamanan kerja secara positif berpengaruh pada kepuasan kerja. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin terjamin keamanan kerja, maka kepuasan kerja pegawai administrasi kontrak juga meningkat. Sesuai dengan teori yang dikemukakan Herzberg (dalam Robbins, 2009:227) bahwa perbaikan terhadap hygiene factor, salah satunya yang keamanan kerja, dapat mengurangi faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja.
Ashford, et al. (1989) juga menyatakan bahwa ketidakamanan kerja mencerminkan serangkaian pandangan individu terhadap kemungkinan terjadinya peristiwa negatif pada pekerjaan, sehingga sangat mungkin perasaan ini akan membawa akibat negatif pada kepuasan kerja. Hasil penelitian ini mendukung temuan Nuzulman (2009) bahwa ketidakamanan kerja berpengaruh pada, dan berhubungan sangat kuat dengan, ketidakpuasan kerja. Temuan ini juga didukung oleh penelitian Reisel et al. (2010) bahwa job insecurity berdampak negatif dan signifikan pada kepuasan kerja. Hal ini berarti karyawan yang merasa aman dan nyaman di tempat kerja akan mampu mengantarkan harapannya menuju jenjang kepuasan kerja, sehingga karyawan bekerja dengan tenang dalam kondisi kerja yang kondusif tersebut.
Pengaruh Kepuasan Kerja pada Turnover Intention
Hasil pengujian pengaruh kepuasan kerja pada turnover intention menunjukkan kepuasan kerja secara sigifikan berpengaruh negatif pada turnover intention. Artinya, peningkatan kepuasan kerja karyawan kontrak dapat menurunkan keinginan
karyawan untuk keluar dari pekerjaannya. Kepuasan kerja yang semakin tinggi akan mampu mengurangi atau menyurutkan niat karyawan meninggalkan tempat kerjanya.
Hal ini berarti, turnover intention timbul karena ketidakpuasan karyawan terhadap pekerjaannya, pimpinan, dan kesempatan untuk maju. Mobley (1986 :55) juga menyatakan bahwa karyawan yang tidak puas lebih besar kemungkinan meninggalkan pekerjaan daripada yang puas, dan Davis (1993:108) mengajukan pendapat bahwa kepuasan kerja yang tinggi berkaitan dengan rendahnya tingkat pergantian pegawai.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Randhawa (2007); Salleh (2012); Islam (2012); dan Mahdi (2012) dan sejalan dengan pendapat Robbins (2009:117) yang menyatakan kepuasan kerja berhubungan secara negatif dengan perputaran karyawan dan karyawan yang tidak terpuaskan lebih sering melewatkan kerja dan lebih besar kemungkinannya untuk mengundurkan diri. Perlu dicatat, bahwa faktor-faktor seperti kondisi pasar kerja, harapan tentang peluang pekerjaan alternatif, dan lamanya masa kerja/jabatan dalam organisasi merupakan batasan penting tentang keputusan aktual untuk meninggalkan pekerjaan pada saat ini. Seorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi menunjukkan sikap positif terhadap pekerjaannya. Sebaliknya, pegawai yang tidak puas dengan pekerjaan akan menunjukkan sikap negatif terhadap pekerjaannya. Pegawai yang lebih puas kemungkinan lebih lama bertahan dalam organisasi dibandingkan dengan pegawai yang kurang puas yang biasanya menunjukkan tingkat pergantian yang tinggi.
Peran Kepuasan Kerja dalam Memediasi Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Hasil Uji Sobel menunjukkan bahwa secara signifikan kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention pegawai administrasi kontrak. Pengujian sebelumnya menunjukkan keamanan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention, keamanan kerja berpengaruh signifikan pada kepuasan kerja, dan kepuasan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention, sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja secara parsial memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Pasewark dan Strawser (dalam Wijaya, 2010) bahwa kondisi job insecurity yang dirasakan karyawan akan berpengaruh pada kepuasan kerja yang pada akhirnya terkait dengan keinginan
mencari alternatif pekerjaan lain. Hasil penelitian ini didukung oleh temuan dalam penelitian Wijaya (2010) bahwa job insecurity berpengaruh secara tidak langsung pada intention to quit melalui kepuasan kerja. Demikian juga Kawedar dan Lubis (2009) serta Nurhidayanti dan Gunadi (2009) menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap keinginan berpindah dan terbukti memediasi hubungan antara komitmen organisasi dengan keinginan berpindah kerja.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Pertama, keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention yang berarti semakin aman perasaan pegawai dalam bekerja, semakin rendah niatnya untuk keluar dari organisasi. Kedua, keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja. Semakin aman perasaan pegawai dalam bekerja dan didukung kondisi kerja yang kondusif, semakin tinggi kepuasan yang dirasakan oleh pegawai administrasi kontrak. Ketiga, kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi kepuasan yang dirasakan oleh pegawai, semakin rendah niat mereka untuk keluar. Keempat, kepuasan kerja secara signifikan memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Mediasi yang terjadi bersifat parsial, di mana variabel kepuasan kerja berfungsi untuk menjembatani pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Disarankan kepada pimpinan fakultas untuk melakukan pemetaan terhadap profil pegawai administrasi kontrak meliputi: pendidikan, masa kerja, umur, dan penilaian kinerja, sehingga dapat diketahui pegawai yang memiliki turnover intention tinggi atau rendah. Status pegawai kontrak diusahakan untuk ditingkatkan dan diangkat menjadi pegawai negeri sipil dengan memperhtikan pemetaannya, sehingga mampu menjaga perasaan aman akan keberlangsungan pekerjaan. Dengan demikian, diharapkan pegawai menikmati kepuasan dalam kerja yang pada akhirnya mengurangi niat untuk keluar.
REFERENSI
Ameen, E. C., Jackson, C., Pasewark, W.R., and Strawser, J.R. 1995. An empirical investigastion of the antecedents and consequences of job insecurity on the turnover intentions of academic accountants. Issues in Accounting Educatio, 10 (1): 65–82.
karyawan untuk keluar dari pekerjaannya. Kepuasan kerja yang semakin tinggi akan mampu mengurangi atau menyurutkan niat karyawan meninggalkan tempat kerjanya.
Hal ini berarti, turnover intention timbul karena ketidakpuasan karyawan terhadap pekerjaannya, pimpinan, dan kesempatan untuk maju. Mobley (1986 :55) juga menyatakan bahwa karyawan yang tidak puas lebih besar kemungkinan meninggalkan pekerjaan daripada yang puas, dan Davis (1993:108) mengajukan pendapat bahwa kepuasan kerja yang tinggi berkaitan dengan rendahnya tingkat pergantian pegawai.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Randhawa (2007); Salleh (2012); Islam (2012); dan Mahdi (2012) dan sejalan dengan pendapat Robbins (2009:117) yang menyatakan kepuasan kerja berhubungan secara negatif dengan perputaran karyawan dan karyawan yang tidak terpuaskan lebih sering melewatkan kerja dan lebih besar kemungkinannya untuk mengundurkan diri. Perlu dicatat, bahwa faktor-faktor seperti kondisi pasar kerja, harapan tentang peluang pekerjaan alternatif, dan lamanya masa kerja/jabatan dalam organisasi merupakan batasan penting tentang keputusan aktual untuk meninggalkan pekerjaan pada saat ini. Seorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi menunjukkan sikap positif terhadap pekerjaannya. Sebaliknya, pegawai yang tidak puas dengan pekerjaan akan menunjukkan sikap negatif terhadap pekerjaannya. Pegawai yang lebih puas kemungkinan lebih lama bertahan dalam organisasi dibandingkan dengan pegawai yang kurang puas yang biasanya menunjukkan tingkat pergantian yang tinggi.
Peran Kepuasan Kerja dalam Memediasi Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Hasil Uji Sobel menunjukkan bahwa secara signifikan kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention pegawai administrasi kontrak. Pengujian sebelumnya menunjukkan keamanan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention, keamanan kerja berpengaruh signifikan pada kepuasan kerja, dan kepuasan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention, sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja secara parsial memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Pasewark dan Strawser (dalam Wijaya, 2010) bahwa kondisi job insecurity yang dirasakan karyawan akan berpengaruh pada kepuasan kerja yang pada akhirnya terkait dengan keinginan
mencari alternatif pekerjaan lain. Hasil penelitian ini didukung oleh temuan dalam penelitian Wijaya (2010) bahwa job insecurity berpengaruh secara tidak langsung pada intention to quit melalui kepuasan kerja. Demikian juga Kawedar dan Lubis (2009) serta Nurhidayanti dan Gunadi (2009) menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap keinginan berpindah dan terbukti memediasi hubungan antara komitmen organisasi dengan keinginan berpindah kerja.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Pertama, keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention yang berarti semakin aman perasaan pegawai dalam bekerja, semakin rendah niatnya untuk keluar dari organisasi. Kedua, keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja. Semakin aman perasaan pegawai dalam bekerja dan didukung kondisi kerja yang kondusif, semakin tinggi kepuasan yang dirasakan oleh pegawai administrasi kontrak. Ketiga, kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi kepuasan yang dirasakan oleh pegawai, semakin rendah niat mereka untuk keluar. Keempat, kepuasan kerja secara signifikan memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Mediasi yang terjadi bersifat parsial, di mana variabel kepuasan kerja berfungsi untuk menjembatani pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Disarankan kepada pimpinan fakultas untuk melakukan pemetaan terhadap profil pegawai administrasi kontrak meliputi: pendidikan, masa kerja, umur, dan penilaian kinerja, sehingga dapat diketahui pegawai yang memiliki turnover intention tinggi atau rendah. Status pegawai kontrak diusahakan untuk ditingkatkan dan diangkat menjadi pegawai negeri sipil dengan memperhtikan pemetaannya, sehingga mampu menjaga perasaan aman akan keberlangsungan pekerjaan. Dengan demikian, diharapkan pegawai menikmati kepuasan dalam kerja yang pada akhirnya mengurangi niat untuk keluar.
REFERENSI
Ameen, E. C., Jackson, C., Pasewark, W.R., and Strawser, J.R. 1995. An empirical investigastion of the antecedents and consequences of job insecurity on the turnover intentions of academic accountants. Issues in Accounting Educatio, 10 (1): 65–82.
karyawan untuk keluar dari pekerjaannya. Kepuasan kerja yang semakin tinggi akan mampu mengurangi atau menyurutkan niat karyawan meninggalkan tempat kerjanya.
Hal ini berarti, turnover intention timbul karena ketidakpuasan karyawan terhadap pekerjaannya, pimpinan, dan kesempatan untuk maju. Mobley (1986 :55) juga menyatakan bahwa karyawan yang tidak puas lebih besar kemungkinan meninggalkan pekerjaan daripada yang puas, dan Davis (1993:108) mengajukan pendapat bahwa kepuasan kerja yang tinggi berkaitan dengan rendahnya tingkat pergantian pegawai.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Randhawa (2007); Salleh (2012); Islam (2012); dan Mahdi (2012) dan sejalan dengan pendapat Robbins (2009:117) yang menyatakan kepuasan kerja berhubungan secara negatif dengan perputaran karyawan dan karyawan yang tidak terpuaskan lebih sering melewatkan kerja dan lebih besar kemungkinannya untuk mengundurkan diri. Perlu dicatat, bahwa faktor-faktor seperti kondisi pasar kerja, harapan tentang peluang pekerjaan alternatif, dan lamanya masa kerja/jabatan dalam organisasi merupakan batasan penting tentang keputusan aktual untuk meninggalkan pekerjaan pada saat ini. Seorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi menunjukkan sikap positif terhadap pekerjaannya. Sebaliknya, pegawai yang tidak puas dengan pekerjaan akan menunjukkan sikap negatif terhadap pekerjaannya. Pegawai yang lebih puas kemungkinan lebih lama bertahan dalam organisasi dibandingkan dengan pegawai yang kurang puas yang biasanya menunjukkan tingkat pergantian yang tinggi.
Peran Kepuasan Kerja dalam Memediasi Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Hasil Uji Sobel menunjukkan bahwa secara signifikan kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention pegawai administrasi kontrak. Pengujian sebelumnya menunjukkan keamanan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention, keamanan kerja berpengaruh signifikan pada kepuasan kerja, dan kepuasan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention, sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja secara parsial memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Pasewark dan Strawser (dalam Wijaya, 2010) bahwa kondisi job insecurity yang dirasakan karyawan akan berpengaruh pada kepuasan kerja yang pada akhirnya terkait dengan keinginan
mencari alternatif pekerjaan lain. Hasil penelitian ini didukung oleh temuan dalam penelitian Wijaya (2010) bahwa job insecurity berpengaruh secara tidak langsung pada intention to quit melalui kepuasan kerja. Demikian juga Kawedar dan Lubis (2009) serta Nurhidayanti dan Gunadi (2009) menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap keinginan berpindah dan terbukti memediasi hubungan antara komitmen organisasi dengan keinginan berpindah kerja.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Pertama, keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention yang berarti semakin aman perasaan pegawai dalam bekerja, semakin rendah niatnya untuk keluar dari organisasi. Kedua, keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja. Semakin aman perasaan pegawai dalam bekerja dan didukung kondisi kerja yang kondusif, semakin tinggi kepuasan yang dirasakan oleh pegawai administrasi kontrak. Ketiga, kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi kepuasan yang dirasakan oleh pegawai, semakin rendah niat mereka untuk keluar. Keempat, kepuasan kerja secara signifikan memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Mediasi yang terjadi bersifat parsial, di mana variabel kepuasan kerja berfungsi untuk menjembatani pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Disarankan kepada pimpinan fakultas untuk melakukan pemetaan terhadap profil pegawai administrasi kontrak meliputi: pendidikan, masa kerja, umur, dan penilaian kinerja, sehingga dapat diketahui pegawai yang memiliki turnover intention tinggi atau rendah. Status pegawai kontrak diusahakan untuk ditingkatkan dan diangkat menjadi pegawai negeri sipil dengan memperhtikan pemetaannya, sehingga mampu menjaga perasaan aman akan keberlangsungan pekerjaan. Dengan demikian, diharapkan pegawai menikmati kepuasan dalam kerja yang pada akhirnya mengurangi niat untuk keluar.
REFERENSI
Ameen, E. C., Jackson, C., Pasewark, W.R., and Strawser, J.R. 1995. An empirical investigastion of the antecedents and consequences of job insecurity on the turnover intentions of academic accountants. Issues in Accounting Educatio, 10 (1): 65–82.
karyawan untuk keluar dari pekerjaannya. Kepuasan kerja yang semakin tinggi akan mampu mengurangi atau menyurutkan niat karyawan meninggalkan tempat kerjanya.
Hal ini berarti, turnover intention timbul karena ketidakpuasan karyawan terhadap pekerjaannya, pimpinan, dan kesempatan untuk maju. Mobley (1986 :55) juga menyatakan bahwa karyawan yang tidak puas lebih besar kemungkinan meninggalkan pekerjaan daripada yang puas, dan Davis (1993:108) mengajukan pendapat bahwa kepuasan kerja yang tinggi berkaitan dengan rendahnya tingkat pergantian pegawai.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Randhawa (2007); Salleh (2012); Islam (2012); dan Mahdi (2012) dan sejalan dengan pendapat Robbins (2009:117) yang menyatakan kepuasan kerja berhubungan secara negatif dengan perputaran karyawan dan karyawan yang tidak terpuaskan lebih sering melewatkan kerja dan lebih besar kemungkinannya untuk mengundurkan diri. Perlu dicatat, bahwa faktor-faktor seperti kondisi pasar kerja, harapan tentang peluang pekerjaan alternatif, dan lamanya masa kerja/jabatan dalam organisasi merupakan batasan penting tentang keputusan aktual untuk meninggalkan pekerjaan pada saat ini. Seorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi menunjukkan sikap positif terhadap pekerjaannya. Sebaliknya, pegawai yang tidak puas dengan pekerjaan akan menunjukkan sikap negatif terhadap pekerjaannya. Pegawai yang lebih puas kemungkinan lebih lama bertahan dalam organisasi dibandingkan dengan pegawai yang kurang puas yang biasanya menunjukkan tingkat pergantian yang tinggi.
Peran Kepuasan Kerja dalam Memediasi Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Hasil Uji Sobel menunjukkan bahwa secara signifikan kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention pegawai administrasi kontrak. Pengujian sebelumnya menunjukkan keamanan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention, keamanan kerja berpengaruh signifikan pada kepuasan kerja, dan kepuasan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention, sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja secara parsial memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Pasewark dan Strawser (dalam Wijaya, 2010) bahwa kondisi job insecurity yang dirasakan karyawan akan berpengaruh pada kepuasan kerja yang pada akhirnya terkait dengan keinginan
mencari alternatif pekerjaan lain. Hasil penelitian ini didukung oleh temuan dalam penelitian Wijaya (2010) bahwa job insecurity berpengaruh secara tidak langsung pada intention to quit melalui kepuasan kerja. Demikian juga Kawedar dan Lubis (2009) serta Nurhidayanti dan Gunadi (2009) menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap keinginan berpindah dan terbukti memediasi hubungan antara komitmen organisasi dengan keinginan berpindah kerja.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Pertama, keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention yang berarti semakin aman perasaan pegawai dalam bekerja, semakin rendah niatnya untuk keluar dari organisasi. Kedua, keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja. Semakin aman perasaan pegawai dalam bekerja dan didukung kondisi kerja yang kondusif, semakin tinggi kepuasan yang dirasakan oleh pegawai administrasi kontrak. Ketiga, kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi kepuasan yang dirasakan oleh pegawai, semakin rendah niat mereka untuk keluar. Keempat, kepuasan kerja secara signifikan memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Mediasi yang terjadi bersifat parsial, di mana variabel kepuasan kerja berfungsi untuk menjembatani pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Disarankan kepada pimpinan fakultas untuk melakukan pemetaan terhadap profil pegawai administrasi kontrak meliputi: pendidikan, masa kerja, umur, dan penilaian kinerja, sehingga dapat diketahui pegawai yang memiliki turnover intention tinggi atau rendah. Status pegawai kontrak diusahakan untuk ditingkatkan dan diangkat menjadi pegawai negeri sipil dengan memperhtikan pemetaannya, sehingga mampu menjaga perasaan aman akan keberlangsungan pekerjaan. Dengan demikian, diharapkan pegawai menikmati kepuasan dalam kerja yang pada akhirnya mengurangi niat untuk keluar.
REFERENSI
Ameen, E. C., Jackson, C., Pasewark, W.R., and Strawser, J.R. 1995. An empirical investigastion of the antecedents and consequences of job insecurity on the turnover intentions of academic accountants. Issues in Accounting Educatio, 10 (1): 65–82.
karyawan untuk keluar dari pekerjaannya. Kepuasan kerja yang semakin tinggi akan mampu mengurangi atau menyurutkan niat karyawan meninggalkan tempat kerjanya.
Hal ini berarti, turnover intention timbul karena ketidakpuasan karyawan terhadap pekerjaannya, pimpinan, dan kesempatan untuk maju. Mobley (1986 :55) juga menyatakan bahwa karyawan yang tidak puas lebih besar kemungkinan meninggalkan pekerjaan daripada yang puas, dan Davis (1993:108) mengajukan pendapat bahwa kepuasan kerja yang tinggi berkaitan dengan rendahnya tingkat pergantian pegawai.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Randhawa (2007); Salleh (2012); Islam (2012); dan Mahdi (2012) dan sejalan dengan pendapat Robbins (2009:117) yang menyatakan kepuasan kerja berhubungan secara negatif dengan perputaran karyawan dan karyawan yang tidak terpuaskan lebih sering melewatkan kerja dan lebih besar kemungkinannya untuk mengundurkan diri. Perlu dicatat, bahwa faktor-faktor seperti kondisi pasar kerja, harapan tentang peluang pekerjaan alternatif, dan lamanya masa kerja/jabatan dalam organisasi merupakan batasan penting tentang keputusan aktual untuk meninggalkan pekerjaan pada saat ini. Seorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi menunjukkan sikap positif terhadap pekerjaannya. Sebaliknya, pegawai yang tidak puas dengan pekerjaan akan menunjukkan sikap negatif terhadap pekerjaannya. Pegawai yang lebih puas kemungkinan lebih lama bertahan dalam organisasi dibandingkan dengan pegawai yang kurang puas yang biasanya menunjukkan tingkat pergantian yang tinggi.
Peran Kepuasan Kerja dalam Memediasi Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Hasil Uji Sobel menunjukkan bahwa secara signifikan kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention pegawai administrasi kontrak. Pengujian sebelumnya menunjukkan keamanan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention, keamanan kerja berpengaruh signifikan pada kepuasan kerja, dan kepuasan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention, sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja secara parsial memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Pasewark dan Strawser (dalam Wijaya, 2010) bahwa kondisi job insecurity yang dirasakan karyawan akan berpengaruh pada kepuasan kerja yang pada akhirnya terkait dengan keinginan
mencari alternatif pekerjaan lain. Hasil penelitian ini didukung oleh temuan dalam penelitian Wijaya (2010) bahwa job insecurity berpengaruh secara tidak langsung pada intention to quit melalui kepuasan kerja. Demikian juga Kawedar dan Lubis (2009) serta Nurhidayanti dan Gunadi (2009) menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap keinginan berpindah dan terbukti memediasi hubungan antara komitmen organisasi dengan keinginan berpindah kerja.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Pertama, keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention yang berarti semakin aman perasaan pegawai dalam bekerja, semakin rendah niatnya untuk keluar dari organisasi. Kedua, keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja. Semakin aman perasaan pegawai dalam bekerja dan didukung kondisi kerja yang kondusif, semakin tinggi kepuasan yang dirasakan oleh pegawai administrasi kontrak. Ketiga, kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi kepuasan yang dirasakan oleh pegawai, semakin rendah niat mereka untuk keluar. Keempat, kepuasan kerja secara signifikan memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Mediasi yang terjadi bersifat parsial, di mana variabel kepuasan kerja berfungsi untuk menjembatani pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Disarankan kepada pimpinan fakultas untuk melakukan pemetaan terhadap profil pegawai administrasi kontrak meliputi: pendidikan, masa kerja, umur, dan penilaian kinerja, sehingga dapat diketahui pegawai yang memiliki turnover intention tinggi atau rendah. Status pegawai kontrak diusahakan untuk ditingkatkan dan diangkat menjadi pegawai negeri sipil dengan memperhtikan pemetaannya, sehingga mampu menjaga perasaan aman akan keberlangsungan pekerjaan. Dengan demikian, diharapkan pegawai menikmati kepuasan dalam kerja yang pada akhirnya mengurangi niat untuk keluar.
REFERENSI
Ameen, E. C., Jackson, C., Pasewark, W.R., and Strawser, J.R. 1995. An empirical investigastion of the antecedents and consequences of job insecurity on the turnover intentions of academic accountants. Issues in Accounting Educatio, 10 (1): 65–82.
karyawan untuk keluar dari pekerjaannya. Kepuasan kerja yang semakin tinggi akan mampu mengurangi atau menyurutkan niat karyawan meninggalkan tempat kerjanya.
Hal ini berarti, turnover intention timbul karena ketidakpuasan karyawan terhadap pekerjaannya, pimpinan, dan kesempatan untuk maju. Mobley (1986 :55) juga menyatakan bahwa karyawan yang tidak puas lebih besar kemungkinan meninggalkan pekerjaan daripada yang puas, dan Davis (1993:108) mengajukan pendapat bahwa kepuasan kerja yang tinggi berkaitan dengan rendahnya tingkat pergantian pegawai.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Randhawa (2007); Salleh (2012); Islam (2012); dan Mahdi (2012) dan sejalan dengan pendapat Robbins (2009:117) yang menyatakan kepuasan kerja berhubungan secara negatif dengan perputaran karyawan dan karyawan yang tidak terpuaskan lebih sering melewatkan kerja dan lebih besar kemungkinannya untuk mengundurkan diri. Perlu dicatat, bahwa faktor-faktor seperti kondisi pasar kerja, harapan tentang peluang pekerjaan alternatif, dan lamanya masa kerja/jabatan dalam organisasi merupakan batasan penting tentang keputusan aktual untuk meninggalkan pekerjaan pada saat ini. Seorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi menunjukkan sikap positif terhadap pekerjaannya. Sebaliknya, pegawai yang tidak puas dengan pekerjaan akan menunjukkan sikap negatif terhadap pekerjaannya. Pegawai yang lebih puas kemungkinan lebih lama bertahan dalam organisasi dibandingkan dengan pegawai yang kurang puas yang biasanya menunjukkan tingkat pergantian yang tinggi.
Peran Kepuasan Kerja dalam Memediasi Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Hasil Uji Sobel menunjukkan bahwa secara signifikan kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention pegawai administrasi kontrak. Pengujian sebelumnya menunjukkan keamanan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention, keamanan kerja berpengaruh signifikan pada kepuasan kerja, dan kepuasan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention, sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja secara parsial memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Pasewark dan Strawser (dalam Wijaya, 2010) bahwa kondisi job insecurity yang dirasakan karyawan akan berpengaruh pada kepuasan kerja yang pada akhirnya terkait dengan keinginan
mencari alternatif pekerjaan lain. Hasil penelitian ini didukung oleh temuan dalam penelitian Wijaya (2010) bahwa job insecurity berpengaruh secara tidak langsung pada intention to quit melalui kepuasan kerja. Demikian juga Kawedar dan Lubis (2009) serta Nurhidayanti dan Gunadi (2009) menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap keinginan berpindah dan terbukti memediasi hubungan antara komitmen organisasi dengan keinginan berpindah kerja.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Pertama, keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention yang berarti semakin aman perasaan pegawai dalam bekerja, semakin rendah niatnya untuk keluar dari organisasi. Kedua, keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja. Semakin aman perasaan pegawai dalam bekerja dan didukung kondisi kerja yang kondusif, semakin tinggi kepuasan yang dirasakan oleh pegawai administrasi kontrak. Ketiga, kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi kepuasan yang dirasakan oleh pegawai, semakin rendah niat mereka untuk keluar. Keempat, kepuasan kerja secara signifikan memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Mediasi yang terjadi bersifat parsial, di mana variabel kepuasan kerja berfungsi untuk menjembatani pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Disarankan kepada pimpinan fakultas untuk melakukan pemetaan terhadap profil pegawai administrasi kontrak meliputi: pendidikan, masa kerja, umur, dan penilaian kinerja, sehingga dapat diketahui pegawai yang memiliki turnover intention tinggi atau rendah. Status pegawai kontrak diusahakan untuk ditingkatkan dan diangkat menjadi pegawai negeri sipil dengan memperhtikan pemetaannya, sehingga mampu menjaga perasaan aman akan keberlangsungan pekerjaan. Dengan demikian, diharapkan pegawai menikmati kepuasan dalam kerja yang pada akhirnya mengurangi niat untuk keluar.
REFERENSI
Ameen, E. C., Jackson, C., Pasewark, W.R., and Strawser, J.R. 1995. An empirical investigastion of the antecedents and consequences of job insecurity on the turnover intentions of academic accountants. Issues in Accounting Educatio, 10 (1): 65–82.
karyawan untuk keluar dari pekerjaannya. Kepuasan kerja yang semakin tinggi akan mampu mengurangi atau menyurutkan niat karyawan meninggalkan tempat kerjanya.
Hal ini berarti, turnover intention timbul karena ketidakpuasan karyawan terhadap pekerjaannya, pimpinan, dan kesempatan untuk maju. Mobley (1986 :55) juga menyatakan bahwa karyawan yang tidak puas lebih besar kemungkinan meninggalkan pekerjaan daripada yang puas, dan Davis (1993:108) mengajukan pendapat bahwa kepuasan kerja yang tinggi berkaitan dengan rendahnya tingkat pergantian pegawai.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Randhawa (2007); Salleh (2012); Islam (2012); dan Mahdi (2012) dan sejalan dengan pendapat Robbins (2009:117) yang menyatakan kepuasan kerja berhubungan secara negatif dengan perputaran karyawan dan karyawan yang tidak terpuaskan lebih sering melewatkan kerja dan lebih besar kemungkinannya untuk mengundurkan diri. Perlu dicatat, bahwa faktor-faktor seperti kondisi pasar kerja, harapan tentang peluang pekerjaan alternatif, dan lamanya masa kerja/jabatan dalam organisasi merupakan batasan penting tentang keputusan aktual untuk meninggalkan pekerjaan pada saat ini. Seorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi menunjukkan sikap positif terhadap pekerjaannya. Sebaliknya, pegawai yang tidak puas dengan pekerjaan akan menunjukkan sikap negatif terhadap pekerjaannya. Pegawai yang lebih puas kemungkinan lebih lama bertahan dalam organisasi dibandingkan dengan pegawai yang kurang puas yang biasanya menunjukkan tingkat pergantian yang tinggi.
Peran Kepuasan Kerja dalam Memediasi Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Hasil Uji Sobel menunjukkan bahwa secara signifikan kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention pegawai administrasi kontrak. Pengujian sebelumnya menunjukkan keamanan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention, keamanan kerja berpengaruh signifikan pada kepuasan kerja, dan kepuasan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention, sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja secara parsial memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Pasewark dan Strawser (dalam Wijaya, 2010) bahwa kondisi job insecurity yang dirasakan karyawan akan berpengaruh pada kepuasan kerja yang pada akhirnya terkait dengan keinginan
mencari alternatif pekerjaan lain. Hasil penelitian ini didukung oleh temuan dalam penelitian Wijaya (2010) bahwa job insecurity berpengaruh secara tidak langsung pada intention to quit melalui kepuasan kerja. Demikian juga Kawedar dan Lubis (2009) serta Nurhidayanti dan Gunadi (2009) menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap keinginan berpindah dan terbukti memediasi hubungan antara komitmen organisasi dengan keinginan berpindah kerja.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Pertama, keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention yang berarti semakin aman perasaan pegawai dalam bekerja, semakin rendah niatnya untuk keluar dari organisasi. Kedua, keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja. Semakin aman perasaan pegawai dalam bekerja dan didukung kondisi kerja yang kondusif, semakin tinggi kepuasan yang dirasakan oleh pegawai administrasi kontrak. Ketiga, kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi kepuasan yang dirasakan oleh pegawai, semakin rendah niat mereka untuk keluar. Keempat, kepuasan kerja secara signifikan memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Mediasi yang terjadi bersifat parsial, di mana variabel kepuasan kerja berfungsi untuk menjembatani pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Disarankan kepada pimpinan fakultas untuk melakukan pemetaan terhadap profil pegawai administrasi kontrak meliputi: pendidikan, masa kerja, umur, dan penilaian kinerja, sehingga dapat diketahui pegawai yang memiliki turnover intention tinggi atau rendah. Status pegawai kontrak diusahakan untuk ditingkatkan dan diangkat menjadi pegawai negeri sipil dengan memperhtikan pemetaannya, sehingga mampu menjaga perasaan aman akan keberlangsungan pekerjaan. Dengan demikian, diharapkan pegawai menikmati kepuasan dalam kerja yang pada akhirnya mengurangi niat untuk keluar.
REFERENSI
Ameen, E. C., Jackson, C., Pasewark, W.R., and Strawser, J.R. 1995. An empirical investigastion of the antecedents and consequences of job insecurity on the turnover intentions of academic accountants. Issues in Accounting Educatio, 10 (1): 65–82.
karyawan untuk keluar dari pekerjaannya. Kepuasan kerja yang semakin tinggi akan mampu mengurangi atau menyurutkan niat karyawan meninggalkan tempat kerjanya.
Hal ini berarti, turnover intention timbul karena ketidakpuasan karyawan terhadap pekerjaannya, pimpinan, dan kesempatan untuk maju. Mobley (1986 :55) juga menyatakan bahwa karyawan yang tidak puas lebih besar kemungkinan meninggalkan pekerjaan daripada yang puas, dan Davis (1993:108) mengajukan pendapat bahwa kepuasan kerja yang tinggi berkaitan dengan rendahnya tingkat pergantian pegawai.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Randhawa (2007); Salleh (2012); Islam (2012); dan Mahdi (2012) dan sejalan dengan pendapat Robbins (2009:117) yang menyatakan kepuasan kerja berhubungan secara negatif dengan perputaran karyawan dan karyawan yang tidak terpuaskan lebih sering melewatkan kerja dan lebih besar kemungkinannya untuk mengundurkan diri. Perlu dicatat, bahwa faktor-faktor seperti kondisi pasar kerja, harapan tentang peluang pekerjaan alternatif, dan lamanya masa kerja/jabatan dalam organisasi merupakan batasan penting tentang keputusan aktual untuk meninggalkan pekerjaan pada saat ini. Seorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi menunjukkan sikap positif terhadap pekerjaannya. Sebaliknya, pegawai yang tidak puas dengan pekerjaan akan menunjukkan sikap negatif terhadap pekerjaannya. Pegawai yang lebih puas kemungkinan lebih lama bertahan dalam organisasi dibandingkan dengan pegawai yang kurang puas yang biasanya menunjukkan tingkat pergantian yang tinggi.
Peran Kepuasan Kerja dalam Memediasi Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Hasil Uji Sobel menunjukkan bahwa secara signifikan kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention pegawai administrasi kontrak. Pengujian sebelumnya menunjukkan keamanan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention, keamanan kerja berpengaruh signifikan pada kepuasan kerja, dan kepuasan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention, sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja secara parsial memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Pasewark dan Strawser (dalam Wijaya, 2010) bahwa kondisi job insecurity yang dirasakan karyawan akan berpengaruh pada kepuasan kerja yang pada akhirnya terkait dengan keinginan
mencari alternatif pekerjaan lain. Hasil penelitian ini didukung oleh temuan dalam penelitian Wijaya (2010) bahwa job insecurity berpengaruh secara tidak langsung pada intention to quit melalui kepuasan kerja. Demikian juga Kawedar dan Lubis (2009) serta Nurhidayanti dan Gunadi (2009) menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap keinginan berpindah dan terbukti memediasi hubungan antara komitmen organisasi dengan keinginan berpindah kerja.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Pertama, keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention yang berarti semakin aman perasaan pegawai dalam bekerja, semakin rendah niatnya untuk keluar dari organisasi. Kedua, keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja. Semakin aman perasaan pegawai dalam bekerja dan didukung kondisi kerja yang kondusif, semakin tinggi kepuasan yang dirasakan oleh pegawai administrasi kontrak. Ketiga, kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi kepuasan yang dirasakan oleh pegawai, semakin rendah niat mereka untuk keluar. Keempat, kepuasan kerja secara signifikan memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Mediasi yang terjadi bersifat parsial, di mana variabel kepuasan kerja berfungsi untuk menjembatani pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Disarankan kepada pimpinan fakultas untuk melakukan pemetaan terhadap profil pegawai administrasi kontrak meliputi: pendidikan, masa kerja, umur, dan penilaian kinerja, sehingga dapat diketahui pegawai yang memiliki turnover intention tinggi atau rendah. Status pegawai kontrak diusahakan untuk ditingkatkan dan diangkat menjadi pegawai negeri sipil dengan memperhtikan pemetaannya, sehingga mampu menjaga perasaan aman akan keberlangsungan pekerjaan. Dengan demikian, diharapkan pegawai menikmati kepuasan dalam kerja yang pada akhirnya mengurangi niat untuk keluar.
REFERENSI
Ameen, E. C., Jackson, C., Pasewark, W.R., and Strawser, J.R. 1995. An empirical investigastion of the antecedents and consequences of job insecurity on the turnover intentions of academic accountants. Issues in Accounting Educatio, 10 (1): 65–82.
karyawan untuk keluar dari pekerjaannya. Kepuasan kerja yang semakin tinggi akan mampu mengurangi atau menyurutkan niat karyawan meninggalkan tempat kerjanya.
Hal ini berarti, turnover intention timbul karena ketidakpuasan karyawan terhadap pekerjaannya, pimpinan, dan kesempatan untuk maju. Mobley (1986 :55) juga menyatakan bahwa karyawan yang tidak puas lebih besar kemungkinan meninggalkan pekerjaan daripada yang puas, dan Davis (1993:108) mengajukan pendapat bahwa kepuasan kerja yang tinggi berkaitan dengan rendahnya tingkat pergantian pegawai.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Randhawa (2007); Salleh (2012); Islam (2012); dan Mahdi (2012) dan sejalan dengan pendapat Robbins (2009:117) yang menyatakan kepuasan kerja berhubungan secara negatif dengan perputaran karyawan dan karyawan yang tidak terpuaskan lebih sering melewatkan kerja dan lebih besar kemungkinannya untuk mengundurkan diri. Perlu dicatat, bahwa faktor-faktor seperti kondisi pasar kerja, harapan tentang peluang pekerjaan alternatif, dan lamanya masa kerja/jabatan dalam organisasi merupakan batasan penting tentang keputusan aktual untuk meninggalkan pekerjaan pada saat ini. Seorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi menunjukkan sikap positif terhadap pekerjaannya. Sebaliknya, pegawai yang tidak puas dengan pekerjaan akan menunjukkan sikap negatif terhadap pekerjaannya. Pegawai yang lebih puas kemungkinan lebih lama bertahan dalam organisasi dibandingkan dengan pegawai yang kurang puas yang biasanya menunjukkan tingkat pergantian yang tinggi.
Peran Kepuasan Kerja dalam Memediasi Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Hasil Uji Sobel menunjukkan bahwa secara signifikan kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention pegawai administrasi kontrak. Pengujian sebelumnya menunjukkan keamanan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention, keamanan kerja berpengaruh signifikan pada kepuasan kerja, dan kepuasan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention, sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja secara parsial memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Pasewark dan Strawser (dalam Wijaya, 2010) bahwa kondisi job insecurity yang dirasakan karyawan akan berpengaruh pada kepuasan kerja yang pada akhirnya terkait dengan keinginan
mencari alternatif pekerjaan lain. Hasil penelitian ini didukung oleh temuan dalam penelitian Wijaya (2010) bahwa job insecurity berpengaruh secara tidak langsung pada intention to quit melalui kepuasan kerja. Demikian juga Kawedar dan Lubis (2009) serta Nurhidayanti dan Gunadi (2009) menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap keinginan berpindah dan terbukti memediasi hubungan antara komitmen organisasi dengan keinginan berpindah kerja.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Pertama, keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention yang berarti semakin aman perasaan pegawai dalam bekerja, semakin rendah niatnya untuk keluar dari organisasi. Kedua, keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja. Semakin aman perasaan pegawai dalam bekerja dan didukung kondisi kerja yang kondusif, semakin tinggi kepuasan yang dirasakan oleh pegawai administrasi kontrak. Ketiga, kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi kepuasan yang dirasakan oleh pegawai, semakin rendah niat mereka untuk keluar. Keempat, kepuasan kerja secara signifikan memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Mediasi yang terjadi bersifat parsial, di mana variabel kepuasan kerja berfungsi untuk menjembatani pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Disarankan kepada pimpinan fakultas untuk melakukan pemetaan terhadap profil pegawai administrasi kontrak meliputi: pendidikan, masa kerja, umur, dan penilaian kinerja, sehingga dapat diketahui pegawai yang memiliki turnover intention tinggi atau rendah. Status pegawai kontrak diusahakan untuk ditingkatkan dan diangkat menjadi pegawai negeri sipil dengan memperhtikan pemetaannya, sehingga mampu menjaga perasaan aman akan keberlangsungan pekerjaan. Dengan demikian, diharapkan pegawai menikmati kepuasan dalam kerja yang pada akhirnya mengurangi niat untuk keluar.
REFERENSI
Ameen, E. C., Jackson, C., Pasewark, W.R., and Strawser, J.R. 1995. An empirical investigastion of the antecedents and consequences of job insecurity on the turnover intentions of academic accountants. Issues in Accounting Educatio, 10 (1): 65–82.
karyawan untuk keluar dari pekerjaannya. Kepuasan kerja yang semakin tinggi akan mampu mengurangi atau menyurutkan niat karyawan meninggalkan tempat kerjanya.
Hal ini berarti, turnover intention timbul karena ketidakpuasan karyawan terhadap pekerjaannya, pimpinan, dan kesempatan untuk maju. Mobley (1986 :55) juga menyatakan bahwa karyawan yang tidak puas lebih besar kemungkinan meninggalkan pekerjaan daripada yang puas, dan Davis (1993:108) mengajukan pendapat bahwa kepuasan kerja yang tinggi berkaitan dengan rendahnya tingkat pergantian pegawai.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Randhawa (2007); Salleh (2012); Islam (2012); dan Mahdi (2012) dan sejalan dengan pendapat Robbins (2009:117) yang menyatakan kepuasan kerja berhubungan secara negatif dengan perputaran karyawan dan karyawan yang tidak terpuaskan lebih sering melewatkan kerja dan lebih besar kemungkinannya untuk mengundurkan diri. Perlu dicatat, bahwa faktor-faktor seperti kondisi pasar kerja, harapan tentang peluang pekerjaan alternatif, dan lamanya masa kerja/jabatan dalam organisasi merupakan batasan penting tentang keputusan aktual untuk meninggalkan pekerjaan pada saat ini. Seorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi menunjukkan sikap positif terhadap pekerjaannya. Sebaliknya, pegawai yang tidak puas dengan pekerjaan akan menunjukkan sikap negatif terhadap pekerjaannya. Pegawai yang lebih puas kemungkinan lebih lama bertahan dalam organisasi dibandingkan dengan pegawai yang kurang puas yang biasanya menunjukkan tingkat pergantian yang tinggi.
Peran Kepuasan Kerja dalam Memediasi Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Hasil Uji Sobel menunjukkan bahwa secara signifikan kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention pegawai administrasi kontrak. Pengujian sebelumnya menunjukkan keamanan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention, keamanan kerja berpengaruh signifikan pada kepuasan kerja, dan kepuasan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention, sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja secara parsial memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Pasewark dan Strawser (dalam Wijaya, 2010) bahwa kondisi job insecurity yang dirasakan karyawan akan berpengaruh pada kepuasan kerja yang pada akhirnya terkait dengan keinginan
mencari alternatif pekerjaan lain. Hasil penelitian ini didukung oleh temuan dalam penelitian Wijaya (2010) bahwa job insecurity berpengaruh secara tidak langsung pada intention to quit melalui kepuasan kerja. Demikian juga Kawedar dan Lubis (2009) serta Nurhidayanti dan Gunadi (2009) menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap keinginan berpindah dan terbukti memediasi hubungan antara komitmen organisasi dengan keinginan berpindah kerja.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Pertama, keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention yang berarti semakin aman perasaan pegawai dalam bekerja, semakin rendah niatnya untuk keluar dari organisasi. Kedua, keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja. Semakin aman perasaan pegawai dalam bekerja dan didukung kondisi kerja yang kondusif, semakin tinggi kepuasan yang dirasakan oleh pegawai administrasi kontrak. Ketiga, kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi kepuasan yang dirasakan oleh pegawai, semakin rendah niat mereka untuk keluar. Keempat, kepuasan kerja secara signifikan memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Mediasi yang terjadi bersifat parsial, di mana variabel kepuasan kerja berfungsi untuk menjembatani pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Disarankan kepada pimpinan fakultas untuk melakukan pemetaan terhadap profil pegawai administrasi kontrak meliputi: pendidikan, masa kerja, umur, dan penilaian kinerja, sehingga dapat diketahui pegawai yang memiliki turnover intention tinggi atau rendah. Status pegawai kontrak diusahakan untuk ditingkatkan dan diangkat menjadi pegawai negeri sipil dengan memperhtikan pemetaannya, sehingga mampu menjaga perasaan aman akan keberlangsungan pekerjaan. Dengan demikian, diharapkan pegawai menikmati kepuasan dalam kerja yang pada akhirnya mengurangi niat untuk keluar.
REFERENSI
Ameen, E. C., Jackson, C., Pasewark, W.R., and Strawser, J.R. 1995. An empirical investigastion of the antecedents and consequences of job insecurity on the turnover intentions of academic accountants. Issues in Accounting Educatio, 10 (1): 65–82.
karyawan untuk keluar dari pekerjaannya. Kepuasan kerja yang semakin tinggi akan mampu mengurangi atau menyurutkan niat karyawan meninggalkan tempat kerjanya.
Hal ini berarti, turnover intention timbul karena ketidakpuasan karyawan terhadap pekerjaannya, pimpinan, dan kesempatan untuk maju. Mobley (1986 :55) juga menyatakan bahwa karyawan yang tidak puas lebih besar kemungkinan meninggalkan pekerjaan daripada yang puas, dan Davis (1993:108) mengajukan pendapat bahwa kepuasan kerja yang tinggi berkaitan dengan rendahnya tingkat pergantian pegawai.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Randhawa (2007); Salleh (2012); Islam (2012); dan Mahdi (2012) dan sejalan dengan pendapat Robbins (2009:117) yang menyatakan kepuasan kerja berhubungan secara negatif dengan perputaran karyawan dan karyawan yang tidak terpuaskan lebih sering melewatkan kerja dan lebih besar kemungkinannya untuk mengundurkan diri. Perlu dicatat, bahwa faktor-faktor seperti kondisi pasar kerja, harapan tentang peluang pekerjaan alternatif, dan lamanya masa kerja/jabatan dalam organisasi merupakan batasan penting tentang keputusan aktual untuk meninggalkan pekerjaan pada saat ini. Seorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi menunjukkan sikap positif terhadap pekerjaannya. Sebaliknya, pegawai yang tidak puas dengan pekerjaan akan menunjukkan sikap negatif terhadap pekerjaannya. Pegawai yang lebih puas kemungkinan lebih lama bertahan dalam organisasi dibandingkan dengan pegawai yang kurang puas yang biasanya menunjukkan tingkat pergantian yang tinggi.
Peran Kepuasan Kerja dalam Memediasi Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Hasil Uji Sobel menunjukkan bahwa secara signifikan kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention pegawai administrasi kontrak. Pengujian sebelumnya menunjukkan keamanan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention, keamanan kerja berpengaruh signifikan pada kepuasan kerja, dan kepuasan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention, sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja secara parsial memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Pasewark dan Strawser (dalam Wijaya, 2010) bahwa kondisi job insecurity yang dirasakan karyawan akan berpengaruh pada kepuasan kerja yang pada akhirnya terkait dengan keinginan
mencari alternatif pekerjaan lain. Hasil penelitian ini didukung oleh temuan dalam penelitian Wijaya (2010) bahwa job insecurity berpengaruh secara tidak langsung pada intention to quit melalui kepuasan kerja. Demikian juga Kawedar dan Lubis (2009) serta Nurhidayanti dan Gunadi (2009) menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap keinginan berpindah dan terbukti memediasi hubungan antara komitmen organisasi dengan keinginan berpindah kerja.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Pertama, keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention yang berarti semakin aman perasaan pegawai dalam bekerja, semakin rendah niatnya untuk keluar dari organisasi. Kedua, keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja. Semakin aman perasaan pegawai dalam bekerja dan didukung kondisi kerja yang kondusif, semakin tinggi kepuasan yang dirasakan oleh pegawai administrasi kontrak. Ketiga, kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi kepuasan yang dirasakan oleh pegawai, semakin rendah niat mereka untuk keluar. Keempat, kepuasan kerja secara signifikan memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Mediasi yang terjadi bersifat parsial, di mana variabel kepuasan kerja berfungsi untuk menjembatani pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Disarankan kepada pimpinan fakultas untuk melakukan pemetaan terhadap profil pegawai administrasi kontrak meliputi: pendidikan, masa kerja, umur, dan penilaian kinerja, sehingga dapat diketahui pegawai yang memiliki turnover intention tinggi atau rendah. Status pegawai kontrak diusahakan untuk ditingkatkan dan diangkat menjadi pegawai negeri sipil dengan memperhtikan pemetaannya, sehingga mampu menjaga perasaan aman akan keberlangsungan pekerjaan. Dengan demikian, diharapkan pegawai menikmati kepuasan dalam kerja yang pada akhirnya mengurangi niat untuk keluar.
REFERENSI
Ameen, E. C., Jackson, C., Pasewark, W.R., and Strawser, J.R. 1995. An empirical investigastion of the antecedents and consequences of job insecurity on the turnover intentions of academic accountants. Issues in Accounting Educatio, 10 (1): 65–82.
karyawan untuk keluar dari pekerjaannya. Kepuasan kerja yang semakin tinggi akan mampu mengurangi atau menyurutkan niat karyawan meninggalkan tempat kerjanya.
Hal ini berarti, turnover intention timbul karena ketidakpuasan karyawan terhadap pekerjaannya, pimpinan, dan kesempatan untuk maju. Mobley (1986 :55) juga menyatakan bahwa karyawan yang tidak puas lebih besar kemungkinan meninggalkan pekerjaan daripada yang puas, dan Davis (1993:108) mengajukan pendapat bahwa kepuasan kerja yang tinggi berkaitan dengan rendahnya tingkat pergantian pegawai.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Randhawa (2007); Salleh (2012); Islam (2012); dan Mahdi (2012) dan sejalan dengan pendapat Robbins (2009:117) yang menyatakan kepuasan kerja berhubungan secara negatif dengan perputaran karyawan dan karyawan yang tidak terpuaskan lebih sering melewatkan kerja dan lebih besar kemungkinannya untuk mengundurkan diri. Perlu dicatat, bahwa faktor-faktor seperti kondisi pasar kerja, harapan tentang peluang pekerjaan alternatif, dan lamanya masa kerja/jabatan dalam organisasi merupakan batasan penting tentang keputusan aktual untuk meninggalkan pekerjaan pada saat ini. Seorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi menunjukkan sikap positif terhadap pekerjaannya. Sebaliknya, pegawai yang tidak puas dengan pekerjaan akan menunjukkan sikap negatif terhadap pekerjaannya. Pegawai yang lebih puas kemungkinan lebih lama bertahan dalam organisasi dibandingkan dengan pegawai yang kurang puas yang biasanya menunjukkan tingkat pergantian yang tinggi.
Peran Kepuasan Kerja dalam Memediasi Pengaruh Keamanan Kerja pada Turnover Intention
Hasil Uji Sobel menunjukkan bahwa secara signifikan kepuasan kerja memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention pegawai administrasi kontrak. Pengujian sebelumnya menunjukkan keamanan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention, keamanan kerja berpengaruh signifikan pada kepuasan kerja, dan kepuasan kerja berpengaruh signifikan pada turnover intention, sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja secara parsial memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Pasewark dan Strawser (dalam Wijaya, 2010) bahwa kondisi job insecurity yang dirasakan karyawan akan berpengaruh pada kepuasan kerja yang pada akhirnya terkait dengan keinginan
mencari alternatif pekerjaan lain. Hasil penelitian ini didukung oleh temuan dalam penelitian Wijaya (2010) bahwa job insecurity berpengaruh secara tidak langsung pada intention to quit melalui kepuasan kerja. Demikian juga Kawedar dan Lubis (2009) serta Nurhidayanti dan Gunadi (2009) menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap keinginan berpindah dan terbukti memediasi hubungan antara komitmen organisasi dengan keinginan berpindah kerja.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Pertama, keamanan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention yang berarti semakin aman perasaan pegawai dalam bekerja, semakin rendah niatnya untuk keluar dari organisasi. Kedua, keamanan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja. Semakin aman perasaan pegawai dalam bekerja dan didukung kondisi kerja yang kondusif, semakin tinggi kepuasan yang dirasakan oleh pegawai administrasi kontrak. Ketiga, kepuasan kerja berpengaruh negatif pada turnover intention. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi kepuasan yang dirasakan oleh pegawai, semakin rendah niat mereka untuk keluar. Keempat, kepuasan kerja secara signifikan memediasi pengaruh keamanan kerja pada turnover intention. Mediasi yang terjadi bersifat parsial, di mana variabel kepuasan kerja berfungsi untuk menjembatani pengaruh keamanan kerja pada turnover intention.
Disarankan kepada pimpinan fakultas untuk melakukan pemetaan terhadap profil pegawai administrasi kontrak meliputi: pendidikan, masa kerja, umur, dan penilaian kinerja, sehingga dapat diketahui pegawai yang memiliki turnover intention tinggi atau rendah. Status pegawai kontrak diusahakan untuk ditingkatkan dan diangkat menjadi pegawai negeri sipil dengan memperhtikan pemetaannya, sehingga mampu menjaga perasaan aman akan keberlangsungan pekerjaan. Dengan demikian, diharapkan pegawai menikmati kepuasan dalam kerja yang pada akhirnya mengurangi niat untuk keluar.
REFERENSI
Ameen, E. C., Jackson, C., Pasewark, W.R., and Strawser, J.R. 1995. An empirical investigastion of the antecedents and consequences of job insecurity on the turnover intentions of academic accountants. Issues in Accounting Educatio, 10 (1): 65–82.
Ardana, I K, Mujiati, N.W., Utama, I W. M. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Arwildayanto. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia Perguruan Tinggi. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Ashford, S.J., C.Lee., and Bobko, P. 1989. Content, causes, and consequences of job insecurity: a theory-based measure and substantive test”. Academy of Management Journal, 32 (4 ): 803-829.
Azwar, S. 1995. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Baron, R. M., and Kenny, D.A. 1986. The moderatormediator variable distinction in social psychological research: conceptual, strategic, and statistical considerations. Journal of Personality and Social Psychology, 51(6): 1173-1182.
Davis, K., dan John NewstroM, W. 1993. Perilaku dalam Organisasi. Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Faslah, R. 2010. Hubungan Antara Keterlibatan Kerja Dengan Turnover Intention Pada Karyawan PT. Garda Trimitra Utama, Jakarta. EconoSains, 8(2):146-151.
Foon, Y, S., Chee-Leong, L, AND Osman, S. 2010. An exploratory study on turnover intention among private sector employees. International Journal of Business and Management, 5(8): 57-64.
Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21. Edisi 7. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Greenhalgh, L., and Rosenblatt, Z. 1984. Job insecurity: towards conseptual clarity. Academy of Management Review, 9 (3): 438-448.
Iriana, P., Wijayanti, L., dan Listyorini, I. 2004. Pengaruh faktor job insecurity, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi terhadap turnover intention akuntan pendidik. Kompak, 11:284296.
Islam, T., dan Khan, S.R. 2012. Turnover intention: the influence of organizational learning culture and multi foci citizenship behaviors. MiddleEast Journal of Scientific Research 12 (5):650-661, 2012.
Ivancevich, J. M., Konopaske R., and Matteson M, T. 2006. Perilaku dan Manajemen Organisasi Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Jimad, H. 2011. Kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan turnover intention. Jurnal Bisnis dan Manajemen, 7(2): 155-165.
Kawedar, W., Lubis, I.L. 2009. Pengaruh komitmen organisasional terhadap keinginan berpindah dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening. Ekobis, 10(1): 109-123.
Kreitner, R., dan Kenicki, A. 2005. Perilaku Organisasi. Edisi Lima. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Luthans, F. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi Kesepuluh. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Mahdi, A, F., Zaid, M. M., Roslan, M., Nor, M., Sakat, H.A, and Naim, A. S. A. 2012. The relationship between job satisfaction and turnover intention. American Journal of Applied Sciences 9 (9): 1518-1526.
Mathis, R. L., and Jackson, J.H. 2006. Human Resource Management. Edisi 10. Jakarta : Salemba Empat.
Mobley, W. H. 1986. Pergantian Karyawan: Sebab, Akibat, dan Pengendaliannya (terjemahan). Cetakan Pertama. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo.
Mobley, W.H., Griffet, R.W., Hand, H. H., and Meglin, B.M. 1979. Review and conceptual analysis of the employee turnover process. Psychological Bulletin, 86 (3): 493-522.
Moorhead, G., dan Griffin, R.W. 2013. Perilaku Organisasi: Manajemen Sumber Daya Manusia dan Organisasi. Edisi Kesembilan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Nahusoma, H.C.F., Rahardjo, M., Raharja, S.T. 2004. Analisis Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keinginan karyawan untuk pindah. Jurnal Pengembangan Humaniora, 8 (3): 23-35.
Nurhidayati dan Gunadi, P. 2009. Multidimensional komitmen organisasional sebagai mediator dalam hubungan kepuasan kerja dan keinginan berpindah kerja. Jurnal Ekobis, 10(1): 61-71.
Nuzulman. 2009. Pengaruh ketidakamanan kerja terhadap ketidakpuasan kerja karyawan PT BPD Aceh Syariah Cabang Banda Aceh. Jurnal Mentari, 12 (1): 12-26.
Randhawa, M. G. 2007. Relationship between job satisfaction and turnover intentions : an empirical analysis. Indian Management Studies Journal, 11:149-159.
Reisel, W. D., Probst, T.H., Swee-Lim C., Maloles, C. M. III., and Konig, C.J. 2010. The effect of job insecurity on job satisfaction, organizational
Ardana, I K, Mujiati, N.W., Utama, I W. M. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Arwildayanto. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia Perguruan Tinggi. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Ashford, S.J., C.Lee., and Bobko, P. 1989. Content, causes, and consequences of job insecurity: a theory-based measure and substantive test”. Academy of Management Journal, 32 (4 ): 803-829.
Azwar, S. 1995. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Baron, R. M., and Kenny, D.A. 1986. The moderatormediator variable distinction in social psychological research: conceptual, strategic, and statistical considerations. Journal of Personality and Social Psychology, 51(6): 1173-1182.
Davis, K., dan John NewstroM, W. 1993. Perilaku dalam Organisasi. Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Faslah, R. 2010. Hubungan Antara Keterlibatan Kerja Dengan Turnover Intention Pada Karyawan PT. Garda Trimitra Utama, Jakarta. EconoSains, 8(2):146-151.
Foon, Y, S., Chee-Leong, L, AND Osman, S. 2010. An exploratory study on turnover intention among private sector employees. International Journal of Business and Management, 5(8): 57-64.
Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21. Edisi 7. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Greenhalgh, L., and Rosenblatt, Z. 1984. Job insecurity: towards conseptual clarity. Academy of Management Review, 9 (3): 438-448.
Iriana, P., Wijayanti, L., dan Listyorini, I. 2004. Pengaruh faktor job insecurity, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi terhadap turnover intention akuntan pendidik. Kompak, 11:284296.
Islam, T., dan Khan, S.R. 2012. Turnover intention: the influence of organizational learning culture and multi foci citizenship behaviors. MiddleEast Journal of Scientific Research 12 (5):650-661, 2012.
Ivancevich, J. M., Konopaske R., and Matteson M, T. 2006. Perilaku dan Manajemen Organisasi Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Jimad, H. 2011. Kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan turnover intention. Jurnal Bisnis dan Manajemen, 7(2): 155-165.
Kawedar, W., Lubis, I.L. 2009. Pengaruh komitmen organisasional terhadap keinginan berpindah dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening. Ekobis, 10(1): 109-123.
Kreitner, R., dan Kenicki, A. 2005. Perilaku Organisasi. Edisi Lima. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Luthans, F. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi Kesepuluh. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Mahdi, A, F., Zaid, M. M., Roslan, M., Nor, M., Sakat, H.A, and Naim, A. S. A. 2012. The relationship between job satisfaction and turnover intention. American Journal of Applied Sciences 9 (9): 1518-1526.
Mathis, R. L., and Jackson, J.H. 2006. Human Resource Management. Edisi 10. Jakarta : Salemba Empat.
Mobley, W. H. 1986. Pergantian Karyawan: Sebab, Akibat, dan Pengendaliannya (terjemahan). Cetakan Pertama. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo.
Mobley, W.H., Griffet, R.W., Hand, H. H., and Meglin, B.M. 1979. Review and conceptual analysis of the employee turnover process. Psychological Bulletin, 86 (3): 493-522.
Moorhead, G., dan Griffin, R.W. 2013. Perilaku Organisasi: Manajemen Sumber Daya Manusia dan Organisasi. Edisi Kesembilan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Nahusoma, H.C.F., Rahardjo, M., Raharja, S.T. 2004. Analisis Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keinginan karyawan untuk pindah. Jurnal Pengembangan Humaniora, 8 (3): 23-35.
Nurhidayati dan Gunadi, P. 2009. Multidimensional komitmen organisasional sebagai mediator dalam hubungan kepuasan kerja dan keinginan berpindah kerja. Jurnal Ekobis, 10(1): 61-71.
Nuzulman. 2009. Pengaruh ketidakamanan kerja terhadap ketidakpuasan kerja karyawan PT BPD Aceh Syariah Cabang Banda Aceh. Jurnal Mentari, 12 (1): 12-26.
Randhawa, M. G. 2007. Relationship between job satisfaction and turnover intentions : an empirical analysis. Indian Management Studies Journal, 11:149-159.
Reisel, W. D., Probst, T.H., Swee-Lim C., Maloles, C. M. III., and Konig, C.J. 2010. The effect of job insecurity on job satisfaction, organizational
Ardana, I K, Mujiati, N.W., Utama, I W. M. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Arwildayanto. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia Perguruan Tinggi. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Ashford, S.J., C.Lee., and Bobko, P. 1989. Content, causes, and consequences of job insecurity: a theory-based measure and substantive test”. Academy of Management Journal, 32 (4 ): 803-829.
Azwar, S. 1995. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Baron, R. M., and Kenny, D.A. 1986. The moderatormediator variable distinction in social psychological research: conceptual, strategic, and statistical considerations. Journal of Personality and Social Psychology, 51(6): 1173-1182.
Davis, K., dan John NewstroM, W. 1993. Perilaku dalam Organisasi. Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Faslah, R. 2010. Hubungan Antara Keterlibatan Kerja Dengan Turnover Intention Pada Karyawan PT. Garda Trimitra Utama, Jakarta. EconoSains, 8(2):146-151.
Foon, Y, S., Chee-Leong, L, AND Osman, S. 2010. An exploratory study on turnover intention among private sector employees. International Journal of Business and Management, 5(8): 57-64.
Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21. Edisi 7. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Greenhalgh, L., and Rosenblatt, Z. 1984. Job insecurity: towards conseptual clarity. Academy of Management Review, 9 (3): 438-448.
Iriana, P., Wijayanti, L., dan Listyorini, I. 2004. Pengaruh faktor job insecurity, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi terhadap turnover intention akuntan pendidik. Kompak, 11:284296.
Islam, T., dan Khan, S.R. 2012. Turnover intention: the influence of organizational learning culture and multi foci citizenship behaviors. MiddleEast Journal of Scientific Research 12 (5):650-661, 2012.
Ivancevich, J. M., Konopaske R., and Matteson M, T. 2006. Perilaku dan Manajemen Organisasi Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Jimad, H. 2011. Kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan turnover intention. Jurnal Bisnis dan Manajemen, 7(2): 155-165.
Kawedar, W., Lubis, I.L. 2009. Pengaruh komitmen organisasional terhadap keinginan berpindah dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening. Ekobis, 10(1): 109-123.
Kreitner, R., dan Kenicki, A. 2005. Perilaku Organisasi. Edisi Lima. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Luthans, F. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi Kesepuluh. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Mahdi, A, F., Zaid, M. M., Roslan, M., Nor, M., Sakat, H.A, and Naim, A. S. A. 2012. The relationship between job satisfaction and turnover intention. American Journal of Applied Sciences 9 (9): 1518-1526.
Mathis, R. L., and Jackson, J.H. 2006. Human Resource Management. Edisi 10. Jakarta : Salemba Empat.
Mobley, W. H. 1986. Pergantian Karyawan: Sebab, Akibat, dan Pengendaliannya (terjemahan). Cetakan Pertama. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo.
Mobley, W.H., Griffet, R.W., Hand, H. H., and Meglin, B.M. 1979. Review and conceptual analysis of the employee turnover process. Psychological Bulletin, 86 (3): 493-522.
Moorhead, G., dan Griffin, R.W. 2013. Perilaku Organisasi: Manajemen Sumber Daya Manusia dan Organisasi. Edisi Kesembilan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Nahusoma, H.C.F., Rahardjo, M., Raharja, S.T. 2004. Analisis Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keinginan karyawan untuk pindah. Jurnal Pengembangan Humaniora, 8 (3): 23-35.
Nurhidayati dan Gunadi, P. 2009. Multidimensional komitmen organisasional sebagai mediator dalam hubungan kepuasan kerja dan keinginan berpindah kerja. Jurnal Ekobis, 10(1): 61-71.
Nuzulman. 2009. Pengaruh ketidakamanan kerja terhadap ketidakpuasan kerja karyawan PT BPD Aceh Syariah Cabang Banda Aceh. Jurnal Mentari, 12 (1): 12-26.
Randhawa, M. G. 2007. Relationship between job satisfaction and turnover intentions : an empirical analysis. Indian Management Studies Journal, 11:149-159.
Reisel, W. D., Probst, T.H., Swee-Lim C., Maloles, C. M. III., and Konig, C.J. 2010. The effect of job insecurity on job satisfaction, organizational
Ardana, I K, Mujiati, N.W., Utama, I W. M. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Arwildayanto. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia Perguruan Tinggi. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Ashford, S.J., C.Lee., and Bobko, P. 1989. Content, causes, and consequences of job insecurity: a theory-based measure and substantive test”. Academy of Management Journal, 32 (4 ): 803-829.
Azwar, S. 1995. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Baron, R. M., and Kenny, D.A. 1986. The moderatormediator variable distinction in social psychological research: conceptual, strategic, and statistical considerations. Journal of Personality and Social Psychology, 51(6): 1173-1182.
Davis, K., dan John NewstroM, W. 1993. Perilaku dalam Organisasi. Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Faslah, R. 2010. Hubungan Antara Keterlibatan Kerja Dengan Turnover Intention Pada Karyawan PT. Garda Trimitra Utama, Jakarta. EconoSains, 8(2):146-151.
Foon, Y, S., Chee-Leong, L, AND Osman, S. 2010. An exploratory study on turnover intention among private sector employees. International Journal of Business and Management, 5(8): 57-64.
Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21. Edisi 7. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Greenhalgh, L., and Rosenblatt, Z. 1984. Job insecurity: towards conseptual clarity. Academy of Management Review, 9 (3): 438-448.
Iriana, P., Wijayanti, L., dan Listyorini, I. 2004. Pengaruh faktor job insecurity, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi terhadap turnover intention akuntan pendidik. Kompak, 11:284296.
Islam, T., dan Khan, S.R. 2012. Turnover intention: the influence of organizational learning culture and multi foci citizenship behaviors. MiddleEast Journal of Scientific Research 12 (5):650-661, 2012.
Ivancevich, J. M., Konopaske R., and Matteson M, T. 2006. Perilaku dan Manajemen Organisasi Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Jimad, H. 2011. Kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan turnover intention. Jurnal Bisnis dan Manajemen, 7(2): 155-165.
Kawedar, W., Lubis, I.L. 2009. Pengaruh komitmen organisasional terhadap keinginan berpindah dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening. Ekobis, 10(1): 109-123.
Kreitner, R., dan Kenicki, A. 2005. Perilaku Organisasi. Edisi Lima. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Luthans, F. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi Kesepuluh. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Mahdi, A, F., Zaid, M. M., Roslan, M., Nor, M., Sakat, H.A, and Naim, A. S. A. 2012. The relationship between job satisfaction and turnover intention. American Journal of Applied Sciences 9 (9): 1518-1526.
Mathis, R. L., and Jackson, J.H. 2006. Human Resource Management. Edisi 10. Jakarta : Salemba Empat.
Mobley, W. H. 1986. Pergantian Karyawan: Sebab, Akibat, dan Pengendaliannya (terjemahan). Cetakan Pertama. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo.
Mobley, W.H., Griffet, R.W., Hand, H. H., and Meglin, B.M. 1979. Review and conceptual analysis of the employee turnover process. Psychological Bulletin, 86 (3): 493-522.
Moorhead, G., dan Griffin, R.W. 2013. Perilaku Organisasi: Manajemen Sumber Daya Manusia dan Organisasi. Edisi Kesembilan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Nahusoma, H.C.F., Rahardjo, M., Raharja, S.T. 2004. Analisis Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keinginan karyawan untuk pindah. Jurnal Pengembangan Humaniora, 8 (3): 23-35.
Nurhidayati dan Gunadi, P. 2009. Multidimensional komitmen organisasional sebagai mediator dalam hubungan kepuasan kerja dan keinginan berpindah kerja. Jurnal Ekobis, 10(1): 61-71.
Nuzulman. 2009. Pengaruh ketidakamanan kerja terhadap ketidakpuasan kerja karyawan PT BPD Aceh Syariah Cabang Banda Aceh. Jurnal Mentari, 12 (1): 12-26.
Randhawa, M. G. 2007. Relationship between job satisfaction and turnover intentions : an empirical analysis. Indian Management Studies Journal, 11:149-159.
Reisel, W. D., Probst, T.H., Swee-Lim C., Maloles, C. M. III., and Konig, C.J. 2010. The effect of job insecurity on job satisfaction, organizational
Ardana, I K, Mujiati, N.W., Utama, I W. M. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Arwildayanto. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia Perguruan Tinggi. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Ashford, S.J., C.Lee., and Bobko, P. 1989. Content, causes, and consequences of job insecurity: a theory-based measure and substantive test”. Academy of Management Journal, 32 (4 ): 803-829.
Azwar, S. 1995. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Baron, R. M., and Kenny, D.A. 1986. The moderatormediator variable distinction in social psychological research: conceptual, strategic, and statistical considerations. Journal of Personality and Social Psychology, 51(6): 1173-1182.
Davis, K., dan John NewstroM, W. 1993. Perilaku dalam Organisasi. Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Faslah, R. 2010. Hubungan Antara Keterlibatan Kerja Dengan Turnover Intention Pada Karyawan PT. Garda Trimitra Utama, Jakarta. EconoSains, 8(2):146-151.
Foon, Y, S., Chee-Leong, L, AND Osman, S. 2010. An exploratory study on turnover intention among private sector employees. International Journal of Business and Management, 5(8): 57-64.
Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21. Edisi 7. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Greenhalgh, L., and Rosenblatt, Z. 1984. Job insecurity: towards conseptual clarity. Academy of Management Review, 9 (3): 438-448.
Iriana, P., Wijayanti, L., dan Listyorini, I. 2004. Pengaruh faktor job insecurity, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi terhadap turnover intention akuntan pendidik. Kompak, 11:284296.
Islam, T., dan Khan, S.R. 2012. Turnover intention: the influence of organizational learning culture and multi foci citizenship behaviors. MiddleEast Journal of Scientific Research 12 (5):650-661, 2012.
Ivancevich, J. M., Konopaske R., and Matteson M, T. 2006. Perilaku dan Manajemen Organisasi Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Jimad, H. 2011. Kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan turnover intention. Jurnal Bisnis dan Manajemen, 7(2): 155-165.
Kawedar, W., Lubis, I.L. 2009. Pengaruh komitmen organisasional terhadap keinginan berpindah dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening. Ekobis, 10(1): 109-123.
Kreitner, R., dan Kenicki, A. 2005. Perilaku Organisasi. Edisi Lima. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Luthans, F. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi Kesepuluh. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Mahdi, A, F., Zaid, M. M., Roslan, M., Nor, M., Sakat, H.A, and Naim, A. S. A. 2012. The relationship between job satisfaction and turnover intention. American Journal of Applied Sciences 9 (9): 1518-1526.
Mathis, R. L., and Jackson, J.H. 2006. Human Resource Management. Edisi 10. Jakarta : Salemba Empat.
Mobley, W. H. 1986. Pergantian Karyawan: Sebab, Akibat, dan Pengendaliannya (terjemahan). Cetakan Pertama. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo.
Mobley, W.H., Griffet, R.W., Hand, H. H., and Meglin, B.M. 1979. Review and conceptual analysis of the employee turnover process. Psychological Bulletin, 86 (3): 493-522.
Moorhead, G., dan Griffin, R.W. 2013. Perilaku Organisasi: Manajemen Sumber Daya Manusia dan Organisasi. Edisi Kesembilan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Nahusoma, H.C.F., Rahardjo, M., Raharja, S.T. 2004. Analisis Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keinginan karyawan untuk pindah. Jurnal Pengembangan Humaniora, 8 (3): 23-35.
Nurhidayati dan Gunadi, P. 2009. Multidimensional komitmen organisasional sebagai mediator dalam hubungan kepuasan kerja dan keinginan berpindah kerja. Jurnal Ekobis, 10(1): 61-71.
Nuzulman. 2009. Pengaruh ketidakamanan kerja terhadap ketidakpuasan kerja karyawan PT BPD Aceh Syariah Cabang Banda Aceh. Jurnal Mentari, 12 (1): 12-26.
Randhawa, M. G. 2007. Relationship between job satisfaction and turnover intentions : an empirical analysis. Indian Management Studies Journal, 11:149-159.
Reisel, W. D., Probst, T.H., Swee-Lim C., Maloles, C. M. III., and Konig, C.J. 2010. The effect of job insecurity on job satisfaction, organizational
Ardana, I K, Mujiati, N.W., Utama, I W. M. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Arwildayanto. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia Perguruan Tinggi. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Ashford, S.J., C.Lee., and Bobko, P. 1989. Content, causes, and consequences of job insecurity: a theory-based measure and substantive test”. Academy of Management Journal, 32 (4 ): 803-829.
Azwar, S. 1995. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Baron, R. M., and Kenny, D.A. 1986. The moderatormediator variable distinction in social psychological research: conceptual, strategic, and statistical considerations. Journal of Personality and Social Psychology, 51(6): 1173-1182.
Davis, K., dan John NewstroM, W. 1993. Perilaku dalam Organisasi. Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Faslah, R. 2010. Hubungan Antara Keterlibatan Kerja Dengan Turnover Intention Pada Karyawan PT. Garda Trimitra Utama, Jakarta. EconoSains, 8(2):146-151.
Foon, Y, S., Chee-Leong, L, AND Osman, S. 2010. An exploratory study on turnover intention among private sector employees. International Journal of Business and Management, 5(8): 57-64.
Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21. Edisi 7. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Greenhalgh, L., and Rosenblatt, Z. 1984. Job insecurity: towards conseptual clarity. Academy of Management Review, 9 (3): 438-448.
Iriana, P., Wijayanti, L., dan Listyorini, I. 2004. Pengaruh faktor job insecurity, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi terhadap turnover intention akuntan pendidik. Kompak, 11:284296.
Islam, T., dan Khan, S.R. 2012. Turnover intention: the influence of organizational learning culture and multi foci citizenship behaviors. MiddleEast Journal of Scientific Research 12 (5):650-661, 2012.
Ivancevich, J. M., Konopaske R., and Matteson M, T. 2006. Perilaku dan Manajemen Organisasi Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Jimad, H. 2011. Kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan turnover intention. Jurnal Bisnis dan Manajemen, 7(2): 155-165.
Kawedar, W., Lubis, I.L. 2009. Pengaruh komitmen organisasional terhadap keinginan berpindah dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening. Ekobis, 10(1): 109-123.
Kreitner, R., dan Kenicki, A. 2005. Perilaku Organisasi. Edisi Lima. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Luthans, F. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi Kesepuluh. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Mahdi, A, F., Zaid, M. M., Roslan, M., Nor, M., Sakat, H.A, and Naim, A. S. A. 2012. The relationship between job satisfaction and turnover intention. American Journal of Applied Sciences 9 (9): 1518-1526.
Mathis, R. L., and Jackson, J.H. 2006. Human Resource Management. Edisi 10. Jakarta : Salemba Empat.
Mobley, W. H. 1986. Pergantian Karyawan: Sebab, Akibat, dan Pengendaliannya (terjemahan). Cetakan Pertama. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo.
Mobley, W.H., Griffet, R.W., Hand, H. H., and Meglin, B.M. 1979. Review and conceptual analysis of the employee turnover process. Psychological Bulletin, 86 (3): 493-522.
Moorhead, G., dan Griffin, R.W. 2013. Perilaku Organisasi: Manajemen Sumber Daya Manusia dan Organisasi. Edisi Kesembilan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Nahusoma, H.C.F., Rahardjo, M., Raharja, S.T. 2004. Analisis Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keinginan karyawan untuk pindah. Jurnal Pengembangan Humaniora, 8 (3): 23-35.
Nurhidayati dan Gunadi, P. 2009. Multidimensional komitmen organisasional sebagai mediator dalam hubungan kepuasan kerja dan keinginan berpindah kerja. Jurnal Ekobis, 10(1): 61-71.
Nuzulman. 2009. Pengaruh ketidakamanan kerja terhadap ketidakpuasan kerja karyawan PT BPD Aceh Syariah Cabang Banda Aceh. Jurnal Mentari, 12 (1): 12-26.
Randhawa, M. G. 2007. Relationship between job satisfaction and turnover intentions : an empirical analysis. Indian Management Studies Journal, 11:149-159.
Reisel, W. D., Probst, T.H., Swee-Lim C., Maloles, C. M. III., and Konig, C.J. 2010. The effect of job insecurity on job satisfaction, organizational
Ardana, I K, Mujiati, N.W., Utama, I W. M. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Arwildayanto. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia Perguruan Tinggi. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Ashford, S.J., C.Lee., and Bobko, P. 1989. Content, causes, and consequences of job insecurity: a theory-based measure and substantive test”. Academy of Management Journal, 32 (4 ): 803-829.
Azwar, S. 1995. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Baron, R. M., and Kenny, D.A. 1986. The moderatormediator variable distinction in social psychological research: conceptual, strategic, and statistical considerations. Journal of Personality and Social Psychology, 51(6): 1173-1182.
Davis, K., dan John NewstroM, W. 1993. Perilaku dalam Organisasi. Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Faslah, R. 2010. Hubungan Antara Keterlibatan Kerja Dengan Turnover Intention Pada Karyawan PT. Garda Trimitra Utama, Jakarta. EconoSains, 8(2):146-151.
Foon, Y, S., Chee-Leong, L, AND Osman, S. 2010. An exploratory study on turnover intention among private sector employees. International Journal of Business and Management, 5(8): 57-64.
Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21. Edisi 7. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Greenhalgh, L., and Rosenblatt, Z. 1984. Job insecurity: towards conseptual clarity. Academy of Management Review, 9 (3): 438-448.
Iriana, P., Wijayanti, L., dan Listyorini, I. 2004. Pengaruh faktor job insecurity, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi terhadap turnover intention akuntan pendidik. Kompak, 11:284296.
Islam, T., dan Khan, S.R. 2012. Turnover intention: the influence of organizational learning culture and multi foci citizenship behaviors. MiddleEast Journal of Scientific Research 12 (5):650-661, 2012.
Ivancevich, J. M., Konopaske R., and Matteson M, T. 2006. Perilaku dan Manajemen Organisasi Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Jimad, H. 2011. Kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan turnover intention. Jurnal Bisnis dan Manajemen, 7(2): 155-165.
Kawedar, W., Lubis, I.L. 2009. Pengaruh komitmen organisasional terhadap keinginan berpindah dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening. Ekobis, 10(1): 109-123.
Kreitner, R., dan Kenicki, A. 2005. Perilaku Organisasi. Edisi Lima. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Luthans, F. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi Kesepuluh. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Mahdi, A, F., Zaid, M. M., Roslan, M., Nor, M., Sakat, H.A, and Naim, A. S. A. 2012. The relationship between job satisfaction and turnover intention. American Journal of Applied Sciences 9 (9): 1518-1526.
Mathis, R. L., and Jackson, J.H. 2006. Human Resource Management. Edisi 10. Jakarta : Salemba Empat.
Mobley, W. H. 1986. Pergantian Karyawan: Sebab, Akibat, dan Pengendaliannya (terjemahan). Cetakan Pertama. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo.
Mobley, W.H., Griffet, R.W., Hand, H. H., and Meglin, B.M. 1979. Review and conceptual analysis of the employee turnover process. Psychological Bulletin, 86 (3): 493-522.
Moorhead, G., dan Griffin, R.W. 2013. Perilaku Organisasi: Manajemen Sumber Daya Manusia dan Organisasi. Edisi Kesembilan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Nahusoma, H.C.F., Rahardjo, M., Raharja, S.T. 2004. Analisis Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keinginan karyawan untuk pindah. Jurnal Pengembangan Humaniora, 8 (3): 23-35.
Nurhidayati dan Gunadi, P. 2009. Multidimensional komitmen organisasional sebagai mediator dalam hubungan kepuasan kerja dan keinginan berpindah kerja. Jurnal Ekobis, 10(1): 61-71.
Nuzulman. 2009. Pengaruh ketidakamanan kerja terhadap ketidakpuasan kerja karyawan PT BPD Aceh Syariah Cabang Banda Aceh. Jurnal Mentari, 12 (1): 12-26.
Randhawa, M. G. 2007. Relationship between job satisfaction and turnover intentions : an empirical analysis. Indian Management Studies Journal, 11:149-159.
Reisel, W. D., Probst, T.H., Swee-Lim C., Maloles, C. M. III., and Konig, C.J. 2010. The effect of job insecurity on job satisfaction, organizational
Ardana, I K, Mujiati, N.W., Utama, I W. M. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Arwildayanto. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia Perguruan Tinggi. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Ashford, S.J., C.Lee., and Bobko, P. 1989. Content, causes, and consequences of job insecurity: a theory-based measure and substantive test”. Academy of Management Journal, 32 (4 ): 803-829.
Azwar, S. 1995. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Baron, R. M., and Kenny, D.A. 1986. The moderatormediator variable distinction in social psychological research: conceptual, strategic, and statistical considerations. Journal of Personality and Social Psychology, 51(6): 1173-1182.
Davis, K., dan John NewstroM, W. 1993. Perilaku dalam Organisasi. Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Faslah, R. 2010. Hubungan Antara Keterlibatan Kerja Dengan Turnover Intention Pada Karyawan PT. Garda Trimitra Utama, Jakarta. EconoSains, 8(2):146-151.
Foon, Y, S., Chee-Leong, L, AND Osman, S. 2010. An exploratory study on turnover intention among private sector employees. International Journal of Business and Management, 5(8): 57-64.
Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21. Edisi 7. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Greenhalgh, L., and Rosenblatt, Z. 1984. Job insecurity: towards conseptual clarity. Academy of Management Review, 9 (3): 438-448.
Iriana, P., Wijayanti, L., dan Listyorini, I. 2004. Pengaruh faktor job insecurity, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi terhadap turnover intention akuntan pendidik. Kompak, 11:284296.
Islam, T., dan Khan, S.R. 2012. Turnover intention: the influence of organizational learning culture and multi foci citizenship behaviors. MiddleEast Journal of Scientific Research 12 (5):650-661, 2012.
Ivancevich, J. M., Konopaske R., and Matteson M, T. 2006. Perilaku dan Manajemen Organisasi Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Jimad, H. 2011. Kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan turnover intention. Jurnal Bisnis dan Manajemen, 7(2): 155-165.
Kawedar, W., Lubis, I.L. 2009. Pengaruh komitmen organisasional terhadap keinginan berpindah dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening. Ekobis, 10(1): 109-123.
Kreitner, R., dan Kenicki, A. 2005. Perilaku Organisasi. Edisi Lima. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Luthans, F. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi Kesepuluh. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Mahdi, A, F., Zaid, M. M., Roslan, M., Nor, M., Sakat, H.A, and Naim, A. S. A. 2012. The relationship between job satisfaction and turnover intention. American Journal of Applied Sciences 9 (9): 1518-1526.
Mathis, R. L., and Jackson, J.H. 2006. Human Resource Management. Edisi 10. Jakarta : Salemba Empat.
Mobley, W. H. 1986. Pergantian Karyawan: Sebab, Akibat, dan Pengendaliannya (terjemahan). Cetakan Pertama. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo.
Mobley, W.H., Griffet, R.W., Hand, H. H., and Meglin, B.M. 1979. Review and conceptual analysis of the employee turnover process. Psychological Bulletin, 86 (3): 493-522.
Moorhead, G., dan Griffin, R.W. 2013. Perilaku Organisasi: Manajemen Sumber Daya Manusia dan Organisasi. Edisi Kesembilan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Nahusoma, H.C.F., Rahardjo, M., Raharja, S.T. 2004. Analisis Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keinginan karyawan untuk pindah. Jurnal Pengembangan Humaniora, 8 (3): 23-35.
Nurhidayati dan Gunadi, P. 2009. Multidimensional komitmen organisasional sebagai mediator dalam hubungan kepuasan kerja dan keinginan berpindah kerja. Jurnal Ekobis, 10(1): 61-71.
Nuzulman. 2009. Pengaruh ketidakamanan kerja terhadap ketidakpuasan kerja karyawan PT BPD Aceh Syariah Cabang Banda Aceh. Jurnal Mentari, 12 (1): 12-26.
Randhawa, M. G. 2007. Relationship between job satisfaction and turnover intentions : an empirical analysis. Indian Management Studies Journal, 11:149-159.
Reisel, W. D., Probst, T.H., Swee-Lim C., Maloles, C. M. III., and Konig, C.J. 2010. The effect of job insecurity on job satisfaction, organizational
Ardana, I K, Mujiati, N.W., Utama, I W. M. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Arwildayanto. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia Perguruan Tinggi. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Ashford, S.J., C.Lee., and Bobko, P. 1989. Content, causes, and consequences of job insecurity: a theory-based measure and substantive test”. Academy of Management Journal, 32 (4 ): 803-829.
Azwar, S. 1995. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Baron, R. M., and Kenny, D.A. 1986. The moderatormediator variable distinction in social psychological research: conceptual, strategic, and statistical considerations. Journal of Personality and Social Psychology, 51(6): 1173-1182.
Davis, K., dan John NewstroM, W. 1993. Perilaku dalam Organisasi. Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Faslah, R. 2010. Hubungan Antara Keterlibatan Kerja Dengan Turnover Intention Pada Karyawan PT. Garda Trimitra Utama, Jakarta. EconoSains, 8(2):146-151.
Foon, Y, S., Chee-Leong, L, AND Osman, S. 2010. An exploratory study on turnover intention among private sector employees. International Journal of Business and Management, 5(8): 57-64.
Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21. Edisi 7. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Greenhalgh, L., and Rosenblatt, Z. 1984. Job insecurity: towards conseptual clarity. Academy of Management Review, 9 (3): 438-448.
Iriana, P., Wijayanti, L., dan Listyorini, I. 2004. Pengaruh faktor job insecurity, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi terhadap turnover intention akuntan pendidik. Kompak, 11:284296.
Islam, T., dan Khan, S.R. 2012. Turnover intention: the influence of organizational learning culture and multi foci citizenship behaviors. MiddleEast Journal of Scientific Research 12 (5):650-661, 2012.
Ivancevich, J. M., Konopaske R., and Matteson M, T. 2006. Perilaku dan Manajemen Organisasi Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Jimad, H. 2011. Kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan turnover intention. Jurnal Bisnis dan Manajemen, 7(2): 155-165.
Kawedar, W., Lubis, I.L. 2009. Pengaruh komitmen organisasional terhadap keinginan berpindah dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening. Ekobis, 10(1): 109-123.
Kreitner, R., dan Kenicki, A. 2005. Perilaku Organisasi. Edisi Lima. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Luthans, F. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi Kesepuluh. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Mahdi, A, F., Zaid, M. M., Roslan, M., Nor, M., Sakat, H.A, and Naim, A. S. A. 2012. The relationship between job satisfaction and turnover intention. American Journal of Applied Sciences 9 (9): 1518-1526.
Mathis, R. L., and Jackson, J.H. 2006. Human Resource Management. Edisi 10. Jakarta : Salemba Empat.
Mobley, W. H. 1986. Pergantian Karyawan: Sebab, Akibat, dan Pengendaliannya (terjemahan). Cetakan Pertama. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo.
Mobley, W.H., Griffet, R.W., Hand, H. H., and Meglin, B.M. 1979. Review and conceptual analysis of the employee turnover process. Psychological Bulletin, 86 (3): 493-522.
Moorhead, G., dan Griffin, R.W. 2013. Perilaku Organisasi: Manajemen Sumber Daya Manusia dan Organisasi. Edisi Kesembilan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Nahusoma, H.C.F., Rahardjo, M., Raharja, S.T. 2004. Analisis Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keinginan karyawan untuk pindah. Jurnal Pengembangan Humaniora, 8 (3): 23-35.
Nurhidayati dan Gunadi, P. 2009. Multidimensional komitmen organisasional sebagai mediator dalam hubungan kepuasan kerja dan keinginan berpindah kerja. Jurnal Ekobis, 10(1): 61-71.
Nuzulman. 2009. Pengaruh ketidakamanan kerja terhadap ketidakpuasan kerja karyawan PT BPD Aceh Syariah Cabang Banda Aceh. Jurnal Mentari, 12 (1): 12-26.
Randhawa, M. G. 2007. Relationship between job satisfaction and turnover intentions : an empirical analysis. Indian Management Studies Journal, 11:149-159.
Reisel, W. D., Probst, T.H., Swee-Lim C., Maloles, C. M. III., and Konig, C.J. 2010. The effect of job insecurity on job satisfaction, organizational
Ardana, I K, Mujiati, N.W., Utama, I W. M. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Arwildayanto. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia Perguruan Tinggi. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Ashford, S.J., C.Lee., and Bobko, P. 1989. Content, causes, and consequences of job insecurity: a theory-based measure and substantive test”. Academy of Management Journal, 32 (4 ): 803-829.
Azwar, S. 1995. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Baron, R. M., and Kenny, D.A. 1986. The moderatormediator variable distinction in social psychological research: conceptual, strategic, and statistical considerations. Journal of Personality and Social Psychology, 51(6): 1173-1182.
Davis, K., dan John NewstroM, W. 1993. Perilaku dalam Organisasi. Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Faslah, R. 2010. Hubungan Antara Keterlibatan Kerja Dengan Turnover Intention Pada Karyawan PT. Garda Trimitra Utama, Jakarta. EconoSains, 8(2):146-151.
Foon, Y, S., Chee-Leong, L, AND Osman, S. 2010. An exploratory study on turnover intention among private sector employees. International Journal of Business and Management, 5(8): 57-64.
Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21. Edisi 7. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Greenhalgh, L., and Rosenblatt, Z. 1984. Job insecurity: towards conseptual clarity. Academy of Management Review, 9 (3): 438-448.
Iriana, P., Wijayanti, L., dan Listyorini, I. 2004. Pengaruh faktor job insecurity, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi terhadap turnover intention akuntan pendidik. Kompak, 11:284296.
Islam, T., dan Khan, S.R. 2012. Turnover intention: the influence of organizational learning culture and multi foci citizenship behaviors. MiddleEast Journal of Scientific Research 12 (5):650-661, 2012.
Ivancevich, J. M., Konopaske R., and Matteson M, T. 2006. Perilaku dan Manajemen Organisasi Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Jimad, H. 2011. Kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan turnover intention. Jurnal Bisnis dan Manajemen, 7(2): 155-165.
Kawedar, W., Lubis, I.L. 2009. Pengaruh komitmen organisasional terhadap keinginan berpindah dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening. Ekobis, 10(1): 109-123.
Kreitner, R., dan Kenicki, A. 2005. Perilaku Organisasi. Edisi Lima. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Luthans, F. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi Kesepuluh. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Mahdi, A, F., Zaid, M. M., Roslan, M., Nor, M., Sakat, H.A, and Naim, A. S. A. 2012. The relationship between job satisfaction and turnover intention. American Journal of Applied Sciences 9 (9): 1518-1526.
Mathis, R. L., and Jackson, J.H. 2006. Human Resource Management. Edisi 10. Jakarta : Salemba Empat.
Mobley, W. H. 1986. Pergantian Karyawan: Sebab, Akibat, dan Pengendaliannya (terjemahan). Cetakan Pertama. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo.
Mobley, W.H., Griffet, R.W., Hand, H. H., and Meglin, B.M. 1979. Review and conceptual analysis of the employee turnover process. Psychological Bulletin, 86 (3): 493-522.
Moorhead, G., dan Griffin, R.W. 2013. Perilaku Organisasi: Manajemen Sumber Daya Manusia dan Organisasi. Edisi Kesembilan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Nahusoma, H.C.F., Rahardjo, M., Raharja, S.T. 2004. Analisis Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keinginan karyawan untuk pindah. Jurnal Pengembangan Humaniora, 8 (3): 23-35.
Nurhidayati dan Gunadi, P. 2009. Multidimensional komitmen organisasional sebagai mediator dalam hubungan kepuasan kerja dan keinginan berpindah kerja. Jurnal Ekobis, 10(1): 61-71.
Nuzulman. 2009. Pengaruh ketidakamanan kerja terhadap ketidakpuasan kerja karyawan PT BPD Aceh Syariah Cabang Banda Aceh. Jurnal Mentari, 12 (1): 12-26.
Randhawa, M. G. 2007. Relationship between job satisfaction and turnover intentions : an empirical analysis. Indian Management Studies Journal, 11:149-159.
Reisel, W. D., Probst, T.H., Swee-Lim C., Maloles, C. M. III., and Konig, C.J. 2010. The effect of job insecurity on job satisfaction, organizational
Ardana, I K, Mujiati, N.W., Utama, I W. M. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Arwildayanto. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia Perguruan Tinggi. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Ashford, S.J., C.Lee., and Bobko, P. 1989. Content, causes, and consequences of job insecurity: a theory-based measure and substantive test”. Academy of Management Journal, 32 (4 ): 803-829.
Azwar, S. 1995. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Baron, R. M., and Kenny, D.A. 1986. The moderatormediator variable distinction in social psychological research: conceptual, strategic, and statistical considerations. Journal of Personality and Social Psychology, 51(6): 1173-1182.
Davis, K., dan John NewstroM, W. 1993. Perilaku dalam Organisasi. Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Faslah, R. 2010. Hubungan Antara Keterlibatan Kerja Dengan Turnover Intention Pada Karyawan PT. Garda Trimitra Utama, Jakarta. EconoSains, 8(2):146-151.
Foon, Y, S., Chee-Leong, L, AND Osman, S. 2010. An exploratory study on turnover intention among private sector employees. International Journal of Business and Management, 5(8): 57-64.
Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21. Edisi 7. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Greenhalgh, L., and Rosenblatt, Z. 1984. Job insecurity: towards conseptual clarity. Academy of Management Review, 9 (3): 438-448.
Iriana, P., Wijayanti, L., dan Listyorini, I. 2004. Pengaruh faktor job insecurity, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi terhadap turnover intention akuntan pendidik. Kompak, 11:284296.
Islam, T., dan Khan, S.R. 2012. Turnover intention: the influence of organizational learning culture and multi foci citizenship behaviors. MiddleEast Journal of Scientific Research 12 (5):650-661, 2012.
Ivancevich, J. M., Konopaske R., and Matteson M, T. 2006. Perilaku dan Manajemen Organisasi Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Jimad, H. 2011. Kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan turnover intention. Jurnal Bisnis dan Manajemen, 7(2): 155-165.
Kawedar, W., Lubis, I.L. 2009. Pengaruh komitmen organisasional terhadap keinginan berpindah dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening. Ekobis, 10(1): 109-123.
Kreitner, R., dan Kenicki, A. 2005. Perilaku Organisasi. Edisi Lima. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Luthans, F. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi Kesepuluh. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Mahdi, A, F., Zaid, M. M., Roslan, M., Nor, M., Sakat, H.A, and Naim, A. S. A. 2012. The relationship between job satisfaction and turnover intention. American Journal of Applied Sciences 9 (9): 1518-1526.
Mathis, R. L., and Jackson, J.H. 2006. Human Resource Management. Edisi 10. Jakarta : Salemba Empat.
Mobley, W. H. 1986. Pergantian Karyawan: Sebab, Akibat, dan Pengendaliannya (terjemahan). Cetakan Pertama. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo.
Mobley, W.H., Griffet, R.W., Hand, H. H., and Meglin, B.M. 1979. Review and conceptual analysis of the employee turnover process. Psychological Bulletin, 86 (3): 493-522.
Moorhead, G., dan Griffin, R.W. 2013. Perilaku Organisasi: Manajemen Sumber Daya Manusia dan Organisasi. Edisi Kesembilan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Nahusoma, H.C.F., Rahardjo, M., Raharja, S.T. 2004. Analisis Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keinginan karyawan untuk pindah. Jurnal Pengembangan Humaniora, 8 (3): 23-35.
Nurhidayati dan Gunadi, P. 2009. Multidimensional komitmen organisasional sebagai mediator dalam hubungan kepuasan kerja dan keinginan berpindah kerja. Jurnal Ekobis, 10(1): 61-71.
Nuzulman. 2009. Pengaruh ketidakamanan kerja terhadap ketidakpuasan kerja karyawan PT BPD Aceh Syariah Cabang Banda Aceh. Jurnal Mentari, 12 (1): 12-26.
Randhawa, M. G. 2007. Relationship between job satisfaction and turnover intentions : an empirical analysis. Indian Management Studies Journal, 11:149-159.
Reisel, W. D., Probst, T.H., Swee-Lim C., Maloles, C. M. III., and Konig, C.J. 2010. The effect of job insecurity on job satisfaction, organizational
Ardana, I K, Mujiati, N.W., Utama, I W. M. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Arwildayanto. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia Perguruan Tinggi. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Ashford, S.J., C.Lee., and Bobko, P. 1989. Content, causes, and consequences of job insecurity: a theory-based measure and substantive test”. Academy of Management Journal, 32 (4 ): 803-829.
Azwar, S. 1995. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Baron, R. M., and Kenny, D.A. 1986. The moderatormediator variable distinction in social psychological research: conceptual, strategic, and statistical considerations. Journal of Personality and Social Psychology, 51(6): 1173-1182.
Davis, K., dan John NewstroM, W. 1993. Perilaku dalam Organisasi. Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Faslah, R. 2010. Hubungan Antara Keterlibatan Kerja Dengan Turnover Intention Pada Karyawan PT. Garda Trimitra Utama, Jakarta. EconoSains, 8(2):146-151.
Foon, Y, S., Chee-Leong, L, AND Osman, S. 2010. An exploratory study on turnover intention among private sector employees. International Journal of Business and Management, 5(8): 57-64.
Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21. Edisi 7. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Greenhalgh, L., and Rosenblatt, Z. 1984. Job insecurity: towards conseptual clarity. Academy of Management Review, 9 (3): 438-448.
Iriana, P., Wijayanti, L., dan Listyorini, I. 2004. Pengaruh faktor job insecurity, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi terhadap turnover intention akuntan pendidik. Kompak, 11:284296.
Islam, T., dan Khan, S.R. 2012. Turnover intention: the influence of organizational learning culture and multi foci citizenship behaviors. MiddleEast Journal of Scientific Research 12 (5):650-661, 2012.
Ivancevich, J. M., Konopaske R., and Matteson M, T. 2006. Perilaku dan Manajemen Organisasi Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Jimad, H. 2011. Kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan turnover intention. Jurnal Bisnis dan Manajemen, 7(2): 155-165.
Kawedar, W., Lubis, I.L. 2009. Pengaruh komitmen organisasional terhadap keinginan berpindah dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening. Ekobis, 10(1): 109-123.
Kreitner, R., dan Kenicki, A. 2005. Perilaku Organisasi. Edisi Lima. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Luthans, F. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi Kesepuluh. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Mahdi, A, F., Zaid, M. M., Roslan, M., Nor, M., Sakat, H.A, and Naim, A. S. A. 2012. The relationship between job satisfaction and turnover intention. American Journal of Applied Sciences 9 (9): 1518-1526.
Mathis, R. L., and Jackson, J.H. 2006. Human Resource Management. Edisi 10. Jakarta : Salemba Empat.
Mobley, W. H. 1986. Pergantian Karyawan: Sebab, Akibat, dan Pengendaliannya (terjemahan). Cetakan Pertama. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo.
Mobley, W.H., Griffet, R.W., Hand, H. H., and Meglin, B.M. 1979. Review and conceptual analysis of the employee turnover process. Psychological Bulletin, 86 (3): 493-522.
Moorhead, G., dan Griffin, R.W. 2013. Perilaku Organisasi: Manajemen Sumber Daya Manusia dan Organisasi. Edisi Kesembilan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Nahusoma, H.C.F., Rahardjo, M., Raharja, S.T. 2004. Analisis Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keinginan karyawan untuk pindah. Jurnal Pengembangan Humaniora, 8 (3): 23-35.
Nurhidayati dan Gunadi, P. 2009. Multidimensional komitmen organisasional sebagai mediator dalam hubungan kepuasan kerja dan keinginan berpindah kerja. Jurnal Ekobis, 10(1): 61-71.
Nuzulman. 2009. Pengaruh ketidakamanan kerja terhadap ketidakpuasan kerja karyawan PT BPD Aceh Syariah Cabang Banda Aceh. Jurnal Mentari, 12 (1): 12-26.
Randhawa, M. G. 2007. Relationship between job satisfaction and turnover intentions : an empirical analysis. Indian Management Studies Journal, 11:149-159.
Reisel, W. D., Probst, T.H., Swee-Lim C., Maloles, C. M. III., and Konig, C.J. 2010. The effect of job insecurity on job satisfaction, organizational
citizenship behavior, deviant behavior, and negative emotions of employees. International. Studies of Management. & Organization, 40 (1): 74-91.
Riyanto, M. 2008. Faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan karyawan berpindah kerja. Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora, 8 (3): 34-45.
Robinson, N.A. 2005. Pengaruh komitmen organisasi, kepuasan kerja, dan keperilakuan etis terhadap keinginan berpindah pada profesional bidang teknologi informasi. Jurnal Bisnis dan Manajemen, 5 (1): 20-31.
Robbins, S.P., Judge, T.A 2009. Perilaku Organisasi. Edisi keduabelas. Jakarta: Salemba Empat.
Rohman, A. 2009. Pengaruh komitmen organisasional terhadap kepuasan kerja dan keinginan berpindah (studi pada karyawan Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah). Jurnal Akuntansi FE Unsil, 4 (1): 21-31.
Salleh, R., Nair, M.S., dan Harun, H. 2012. Job satisfaction, organizational commitment, and turnover intention: a case study on employees of retail company in malaysia. World Academy of Science, Engineering and Technology, 72: 2012: 2022.
Schalkwyk, S., du Toit, D. H., Bothma, A.S., and dan Rothmann, S. 2010. Original Research, 8 (1): 1-7.
Stephanie, C. K. 2013. Pengaruh kontrak psikologis dan ketidakpuasan terhadap turnover intention. Tesis. Program Pendidikan Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Storseth, F. 2006. Changes at work and employee reactions: organizational elements, job insecurity, and short-term stress as predictors for employee health and safety. Scandinavian Journal of Psychology, 1 (47): 321-339.
Sufyarma. 2003. Kapita Selekta Manajemen Pendidikan, Cetakan Pertama. Bandung: Penerbit Alfabeta
Sumarto. 2009. Meningkatkan komitmen dan kepuasan untuk menyurutkan niat keluar. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 11 (2) September: 116-125.
Suwandi dan Indrianto, N. 1999. Pengujian model turnover pase- work dan strawser, studi empiris pada lingkungan akuntan publik. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 2 (2): 173-195.
Utami, I. 2009. Pengaruh job insecurity, kepuasan kerja, dan komitmen organisasional terhadap keinginan berpindah kerja. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 6 (1): 67-75.
Wening, N. 2005. Pengaruh ketidak amanan kerja (job insecurity) sebagai dampak restrukturisasi terhadap kepuasan kerja, komitmen organisasi dan intensi keluar survivor. Kinerja, 9 (2): 135-147.
Wexley, K. N., and Yukl, G.A. 1992. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Widodo, R. 2010. Analisis pengaruh keamanan kerja dan komitmen organisasional terhadap turnover intention serta dampaknya pada kinerja karyawan outsourcing; (studi pada PT. PLN Persero APJ Yogyakarta). Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Widoyoko, E. P. 2012. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Wijaya, E. F. 2010. Pengaruh job insecurity, komitmen karyawan dan kepuasan kerja terhadap intention to quit (studi pada PT. Bank Jatim Cabang Malang). Publikasi Ilmiah. Program Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Brawijaya.
Witasari, L. 2009. Analisis pengaruh kepuasan kerja dan komitmen organisasional terhadap turnover intentions (studi empiris pada Novotel Semarang). Tesis. Program Studi Magister Manajemen Universitas Diponegoro.
Yuliasia, Y., Santoso, I., dan Hidayat, A. 2012. Analisis variabel yang mempengaruhi keinginan berpindah (turnover intention) dengan structural equation modeling (SEM), studi kasus PT Wonokoyo Jaya Corporindo, Pasuruan. Jurnal Teknologi Pertanian, 13 (1): 61-66.
citizenship behavior, deviant behavior, and negative emotions of employees. International. Studies of Management. & Organization, 40 (1): 74-91.
Riyanto, M. 2008. Faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan karyawan berpindah kerja. Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora, 8 (3): 34-45.
Robinson, N.A. 2005. Pengaruh komitmen organisasi, kepuasan kerja, dan keperilakuan etis terhadap keinginan berpindah pada profesional bidang teknologi informasi. Jurnal Bisnis dan Manajemen, 5 (1): 20-31.
Robbins, S.P., Judge, T.A 2009. Perilaku Organisasi. Edisi keduabelas. Jakarta: Salemba Empat.
Rohman, A. 2009. Pengaruh komitmen organisasional terhadap kepuasan kerja dan keinginan berpindah (studi pada karyawan Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah). Jurnal Akuntansi FE Unsil, 4 (1): 21-31.
Salleh, R., Nair, M.S., dan Harun, H. 2012. Job satisfaction, organizational commitment, and turnover intention: a case study on employees of retail company in malaysia. World Academy of Science, Engineering and Technology, 72: 2012: 2022.
Schalkwyk, S., du Toit, D. H., Bothma, A.S., and dan Rothmann, S. 2010. Original Research, 8 (1): 1-7.
Stephanie, C. K. 2013. Pengaruh kontrak psikologis dan ketidakpuasan terhadap turnover intention. Tesis. Program Pendidikan Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Storseth, F. 2006. Changes at work and employee reactions: organizational elements, job insecurity, and short-term stress as predictors for employee health and safety. Scandinavian Journal of Psychology, 1 (47): 321-339.
Sufyarma. 2003. Kapita Selekta Manajemen Pendidikan, Cetakan Pertama. Bandung: Penerbit Alfabeta
Sumarto. 2009. Meningkatkan komitmen dan kepuasan untuk menyurutkan niat keluar. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 11 (2) September: 116-125.
Suwandi dan Indrianto, N. 1999. Pengujian model turnover pase- work dan strawser, studi empiris pada lingkungan akuntan publik. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 2 (2): 173-195.
Utami, I. 2009. Pengaruh job insecurity, kepuasan kerja, dan komitmen organisasional terhadap keinginan berpindah kerja. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 6 (1): 67-75.
Wening, N. 2005. Pengaruh ketidak amanan kerja (job insecurity) sebagai dampak restrukturisasi terhadap kepuasan kerja, komitmen organisasi dan intensi keluar survivor. Kinerja, 9 (2): 135-147.
Wexley, K. N., and Yukl, G.A. 1992. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Widodo, R. 2010. Analisis pengaruh keamanan kerja dan komitmen organisasional terhadap turnover intention serta dampaknya pada kinerja karyawan outsourcing; (studi pada PT. PLN Persero APJ Yogyakarta). Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Widoyoko, E. P. 2012. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Wijaya, E. F. 2010. Pengaruh job insecurity, komitmen karyawan dan kepuasan kerja terhadap intention to quit (studi pada PT. Bank Jatim Cabang Malang). Publikasi Ilmiah. Program Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Brawijaya.
Witasari, L. 2009. Analisis pengaruh kepuasan kerja dan komitmen organisasional terhadap turnover intentions (studi empiris pada Novotel Semarang). Tesis. Program Studi Magister Manajemen Universitas Diponegoro.
Yuliasia, Y., Santoso, I., dan Hidayat, A. 2012. Analisis variabel yang mempengaruhi keinginan berpindah (turnover intention) dengan structural equation modeling (SEM), studi kasus PT Wonokoyo Jaya Corporindo, Pasuruan. Jurnal Teknologi Pertanian, 13 (1): 61-66.
citizenship behavior, deviant behavior, and negative emotions of employees. International. Studies of Management. & Organization, 40 (1): 74-91.
Riyanto, M. 2008. Faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan karyawan berpindah kerja. Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora, 8 (3): 34-45.
Robinson, N.A. 2005. Pengaruh komitmen organisasi, kepuasan kerja, dan keperilakuan etis terhadap keinginan berpindah pada profesional bidang teknologi informasi. Jurnal Bisnis dan Manajemen, 5 (1): 20-31.
Robbins, S.P., Judge, T.A 2009. Perilaku Organisasi. Edisi keduabelas. Jakarta: Salemba Empat.
Rohman, A. 2009. Pengaruh komitmen organisasional terhadap kepuasan kerja dan keinginan berpindah (studi pada karyawan Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah). Jurnal Akuntansi FE Unsil, 4 (1): 21-31.
Salleh, R., Nair, M.S., dan Harun, H. 2012. Job satisfaction, organizational commitment, and turnover intention: a case study on employees of retail company in malaysia. World Academy of Science, Engineering and Technology, 72: 2012: 2022.
Schalkwyk, S., du Toit, D. H., Bothma, A.S., and dan Rothmann, S. 2010. Original Research, 8 (1): 1-7.
Stephanie, C. K. 2013. Pengaruh kontrak psikologis dan ketidakpuasan terhadap turnover intention. Tesis. Program Pendidikan Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Storseth, F. 2006. Changes at work and employee reactions: organizational elements, job insecurity, and short-term stress as predictors for employee health and safety. Scandinavian Journal of Psychology, 1 (47): 321-339.
Sufyarma. 2003. Kapita Selekta Manajemen Pendidikan, Cetakan Pertama. Bandung: Penerbit Alfabeta
Sumarto. 2009. Meningkatkan komitmen dan kepuasan untuk menyurutkan niat keluar. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 11 (2) September: 116-125.
Suwandi dan Indrianto, N. 1999. Pengujian model turnover pase- work dan strawser, studi empiris pada lingkungan akuntan publik. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 2 (2): 173-195.
Utami, I. 2009. Pengaruh job insecurity, kepuasan kerja, dan komitmen organisasional terhadap keinginan berpindah kerja. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 6 (1): 67-75.
Wening, N. 2005. Pengaruh ketidak amanan kerja (job insecurity) sebagai dampak restrukturisasi terhadap kepuasan kerja, komitmen organisasi dan intensi keluar survivor. Kinerja, 9 (2): 135-147.
Wexley, K. N., and Yukl, G.A. 1992. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Widodo, R. 2010. Analisis pengaruh keamanan kerja dan komitmen organisasional terhadap turnover intention serta dampaknya pada kinerja karyawan outsourcing; (studi pada PT. PLN Persero APJ Yogyakarta). Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Widoyoko, E. P. 2012. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Wijaya, E. F. 2010. Pengaruh job insecurity, komitmen karyawan dan kepuasan kerja terhadap intention to quit (studi pada PT. Bank Jatim Cabang Malang). Publikasi Ilmiah. Program Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Brawijaya.
Witasari, L. 2009. Analisis pengaruh kepuasan kerja dan komitmen organisasional terhadap turnover intentions (studi empiris pada Novotel Semarang). Tesis. Program Studi Magister Manajemen Universitas Diponegoro.
Yuliasia, Y., Santoso, I., dan Hidayat, A. 2012. Analisis variabel yang mempengaruhi keinginan berpindah (turnover intention) dengan structural equation modeling (SEM), studi kasus PT Wonokoyo Jaya Corporindo, Pasuruan. Jurnal Teknologi Pertanian, 13 (1): 61-66.
citizenship behavior, deviant behavior, and negative emotions of employees. International. Studies of Management. & Organization, 40 (1): 74-91.
Riyanto, M. 2008. Faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan karyawan berpindah kerja. Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora, 8 (3): 34-45.
Robinson, N.A. 2005. Pengaruh komitmen organisasi, kepuasan kerja, dan keperilakuan etis terhadap keinginan berpindah pada profesional bidang teknologi informasi. Jurnal Bisnis dan Manajemen, 5 (1): 20-31.
Robbins, S.P., Judge, T.A 2009. Perilaku Organisasi. Edisi keduabelas. Jakarta: Salemba Empat.
Rohman, A. 2009. Pengaruh komitmen organisasional terhadap kepuasan kerja dan keinginan berpindah (studi pada karyawan Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah). Jurnal Akuntansi FE Unsil, 4 (1): 21-31.
Salleh, R., Nair, M.S., dan Harun, H. 2012. Job satisfaction, organizational commitment, and turnover intention: a case study on employees of retail company in malaysia. World Academy of Science, Engineering and Technology, 72: 2012: 2022.
Schalkwyk, S., du Toit, D. H., Bothma, A.S., and dan Rothmann, S. 2010. Original Research, 8 (1): 1-7.
Stephanie, C. K. 2013. Pengaruh kontrak psikologis dan ketidakpuasan terhadap turnover intention. Tesis. Program Pendidikan Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Storseth, F. 2006. Changes at work and employee reactions: organizational elements, job insecurity, and short-term stress as predictors for employee health and safety. Scandinavian Journal of Psychology, 1 (47): 321-339.
Sufyarma. 2003. Kapita Selekta Manajemen Pendidikan, Cetakan Pertama. Bandung: Penerbit Alfabeta
Sumarto. 2009. Meningkatkan komitmen dan kepuasan untuk menyurutkan niat keluar. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 11 (2) September: 116-125.
Suwandi dan Indrianto, N. 1999. Pengujian model turnover pase- work dan strawser, studi empiris pada lingkungan akuntan publik. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 2 (2): 173-195.
Utami, I. 2009. Pengaruh job insecurity, kepuasan kerja, dan komitmen organisasional terhadap keinginan berpindah kerja. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 6 (1): 67-75.
Wening, N. 2005. Pengaruh ketidak amanan kerja (job insecurity) sebagai dampak restrukturisasi terhadap kepuasan kerja, komitmen organisasi dan intensi keluar survivor. Kinerja, 9 (2): 135-147.
Wexley, K. N., and Yukl, G.A. 1992. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Widodo, R. 2010. Analisis pengaruh keamanan kerja dan komitmen organisasional terhadap turnover intention serta dampaknya pada kinerja karyawan outsourcing; (studi pada PT. PLN Persero APJ Yogyakarta). Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Widoyoko, E. P. 2012. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Wijaya, E. F. 2010. Pengaruh job insecurity, komitmen karyawan dan kepuasan kerja terhadap intention to quit (studi pada PT. Bank Jatim Cabang Malang). Publikasi Ilmiah. Program Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Brawijaya.
Witasari, L. 2009. Analisis pengaruh kepuasan kerja dan komitmen organisasional terhadap turnover intentions (studi empiris pada Novotel Semarang). Tesis. Program Studi Magister Manajemen Universitas Diponegoro.
Yuliasia, Y., Santoso, I., dan Hidayat, A. 2012. Analisis variabel yang mempengaruhi keinginan berpindah (turnover intention) dengan structural equation modeling (SEM), studi kasus PT Wonokoyo Jaya Corporindo, Pasuruan. Jurnal Teknologi Pertanian, 13 (1): 61-66.
citizenship behavior, deviant behavior, and negative emotions of employees. International. Studies of Management. & Organization, 40 (1): 74-91.
Riyanto, M. 2008. Faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan karyawan berpindah kerja. Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora, 8 (3): 34-45.
Robinson, N.A. 2005. Pengaruh komitmen organisasi, kepuasan kerja, dan keperilakuan etis terhadap keinginan berpindah pada profesional bidang teknologi informasi. Jurnal Bisnis dan Manajemen, 5 (1): 20-31.
Robbins, S.P., Judge, T.A 2009. Perilaku Organisasi. Edisi keduabelas. Jakarta: Salemba Empat.
Rohman, A. 2009. Pengaruh komitmen organisasional terhadap kepuasan kerja dan keinginan berpindah (studi pada karyawan Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah). Jurnal Akuntansi FE Unsil, 4 (1): 21-31.
Salleh, R., Nair, M.S., dan Harun, H. 2012. Job satisfaction, organizational commitment, and turnover intention: a case study on employees of retail company in malaysia. World Academy of Science, Engineering and Technology, 72: 2012: 2022.
Schalkwyk, S., du Toit, D. H., Bothma, A.S., and dan Rothmann, S. 2010. Original Research, 8 (1): 1-7.
Stephanie, C. K. 2013. Pengaruh kontrak psikologis dan ketidakpuasan terhadap turnover intention. Tesis. Program Pendidikan Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Storseth, F. 2006. Changes at work and employee reactions: organizational elements, job insecurity, and short-term stress as predictors for employee health and safety. Scandinavian Journal of Psychology, 1 (47): 321-339.
Sufyarma. 2003. Kapita Selekta Manajemen Pendidikan, Cetakan Pertama. Bandung: Penerbit Alfabeta
Sumarto. 2009. Meningkatkan komitmen dan kepuasan untuk menyurutkan niat keluar. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 11 (2) September: 116-125.
Suwandi dan Indrianto, N. 1999. Pengujian model turnover pase- work dan strawser, studi empiris pada lingkungan akuntan publik. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 2 (2): 173-195.
Utami, I. 2009. Pengaruh job insecurity, kepuasan kerja, dan komitmen organisasional terhadap keinginan berpindah kerja. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 6 (1): 67-75.
Wening, N. 2005. Pengaruh ketidak amanan kerja (job insecurity) sebagai dampak restrukturisasi terhadap kepuasan kerja, komitmen organisasi dan intensi keluar survivor. Kinerja, 9 (2): 135-147.
Wexley, K. N., and Yukl, G.A. 1992. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Widodo, R. 2010. Analisis pengaruh keamanan kerja dan komitmen organisasional terhadap turnover intention serta dampaknya pada kinerja karyawan outsourcing; (studi pada PT. PLN Persero APJ Yogyakarta). Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Widoyoko, E. P. 2012. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Wijaya, E. F. 2010. Pengaruh job insecurity, komitmen karyawan dan kepuasan kerja terhadap intention to quit (studi pada PT. Bank Jatim Cabang Malang). Publikasi Ilmiah. Program Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Brawijaya.
Witasari, L. 2009. Analisis pengaruh kepuasan kerja dan komitmen organisasional terhadap turnover intentions (studi empiris pada Novotel Semarang). Tesis. Program Studi Magister Manajemen Universitas Diponegoro.
Yuliasia, Y., Santoso, I., dan Hidayat, A. 2012. Analisis variabel yang mempengaruhi keinginan berpindah (turnover intention) dengan structural equation modeling (SEM), studi kasus PT Wonokoyo Jaya Corporindo, Pasuruan. Jurnal Teknologi Pertanian, 13 (1): 61-66.
citizenship behavior, deviant behavior, and negative emotions of employees. International. Studies of Management. & Organization, 40 (1): 74-91.
Riyanto, M. 2008. Faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan karyawan berpindah kerja. Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora, 8 (3): 34-45.
Robinson, N.A. 2005. Pengaruh komitmen organisasi, kepuasan kerja, dan keperilakuan etis terhadap keinginan berpindah pada profesional bidang teknologi informasi. Jurnal Bisnis dan Manajemen, 5 (1): 20-31.
Robbins, S.P., Judge, T.A 2009. Perilaku Organisasi. Edisi keduabelas. Jakarta: Salemba Empat.
Rohman, A. 2009. Pengaruh komitmen organisasional terhadap kepuasan kerja dan keinginan berpindah (studi pada karyawan Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah). Jurnal Akuntansi FE Unsil, 4 (1): 21-31.
Salleh, R., Nair, M.S., dan Harun, H. 2012. Job satisfaction, organizational commitment, and turnover intention: a case study on employees of retail company in malaysia. World Academy of Science, Engineering and Technology, 72: 2012: 2022.
Schalkwyk, S., du Toit, D. H., Bothma, A.S., and dan Rothmann, S. 2010. Original Research, 8 (1): 1-7.
Stephanie, C. K. 2013. Pengaruh kontrak psikologis dan ketidakpuasan terhadap turnover intention. Tesis. Program Pendidikan Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Storseth, F. 2006. Changes at work and employee reactions: organizational elements, job insecurity, and short-term stress as predictors for employee health and safety. Scandinavian Journal of Psychology, 1 (47): 321-339.
Sufyarma. 2003. Kapita Selekta Manajemen Pendidikan, Cetakan Pertama. Bandung: Penerbit Alfabeta
Sumarto. 2009. Meningkatkan komitmen dan kepuasan untuk menyurutkan niat keluar. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 11 (2) September: 116-125.
Suwandi dan Indrianto, N. 1999. Pengujian model turnover pase- work dan strawser, studi empiris pada lingkungan akuntan publik. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 2 (2): 173-195.
Utami, I. 2009. Pengaruh job insecurity, kepuasan kerja, dan komitmen organisasional terhadap keinginan berpindah kerja. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 6 (1): 67-75.
Wening, N. 2005. Pengaruh ketidak amanan kerja (job insecurity) sebagai dampak restrukturisasi terhadap kepuasan kerja, komitmen organisasi dan intensi keluar survivor. Kinerja, 9 (2): 135-147.
Wexley, K. N., and Yukl, G.A. 1992. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Widodo, R. 2010. Analisis pengaruh keamanan kerja dan komitmen organisasional terhadap turnover intention serta dampaknya pada kinerja karyawan outsourcing; (studi pada PT. PLN Persero APJ Yogyakarta). Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Widoyoko, E. P. 2012. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Wijaya, E. F. 2010. Pengaruh job insecurity, komitmen karyawan dan kepuasan kerja terhadap intention to quit (studi pada PT. Bank Jatim Cabang Malang). Publikasi Ilmiah. Program Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Brawijaya.
Witasari, L. 2009. Analisis pengaruh kepuasan kerja dan komitmen organisasional terhadap turnover intentions (studi empiris pada Novotel Semarang). Tesis. Program Studi Magister Manajemen Universitas Diponegoro.
Yuliasia, Y., Santoso, I., dan Hidayat, A. 2012. Analisis variabel yang mempengaruhi keinginan berpindah (turnover intention) dengan structural equation modeling (SEM), studi kasus PT Wonokoyo Jaya Corporindo, Pasuruan. Jurnal Teknologi Pertanian, 13 (1): 61-66.
citizenship behavior, deviant behavior, and negative emotions of employees. International. Studies of Management. & Organization, 40 (1): 74-91.
Riyanto, M. 2008. Faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan karyawan berpindah kerja. Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora, 8 (3): 34-45.
Robinson, N.A. 2005. Pengaruh komitmen organisasi, kepuasan kerja, dan keperilakuan etis terhadap keinginan berpindah pada profesional bidang teknologi informasi. Jurnal Bisnis dan Manajemen, 5 (1): 20-31.
Robbins, S.P., Judge, T.A 2009. Perilaku Organisasi. Edisi keduabelas. Jakarta: Salemba Empat.
Rohman, A. 2009. Pengaruh komitmen organisasional terhadap kepuasan kerja dan keinginan berpindah (studi pada karyawan Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah). Jurnal Akuntansi FE Unsil, 4 (1): 21-31.
Salleh, R., Nair, M.S., dan Harun, H. 2012. Job satisfaction, organizational commitment, and turnover intention: a case study on employees of retail company in malaysia. World Academy of Science, Engineering and Technology, 72: 2012: 2022.
Schalkwyk, S., du Toit, D. H., Bothma, A.S., and dan Rothmann, S. 2010. Original Research, 8 (1): 1-7.
Stephanie, C. K. 2013. Pengaruh kontrak psikologis dan ketidakpuasan terhadap turnover intention. Tesis. Program Pendidikan Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Storseth, F. 2006. Changes at work and employee reactions: organizational elements, job insecurity, and short-term stress as predictors for employee health and safety. Scandinavian Journal of Psychology, 1 (47): 321-339.
Sufyarma. 2003. Kapita Selekta Manajemen Pendidikan, Cetakan Pertama. Bandung: Penerbit Alfabeta
Sumarto. 2009. Meningkatkan komitmen dan kepuasan untuk menyurutkan niat keluar. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 11 (2) September: 116-125.
Suwandi dan Indrianto, N. 1999. Pengujian model turnover pase- work dan strawser, studi empiris pada lingkungan akuntan publik. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 2 (2): 173-195.
Utami, I. 2009. Pengaruh job insecurity, kepuasan kerja, dan komitmen organisasional terhadap keinginan berpindah kerja. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 6 (1): 67-75.
Wening, N. 2005. Pengaruh ketidak amanan kerja (job insecurity) sebagai dampak restrukturisasi terhadap kepuasan kerja, komitmen organisasi dan intensi keluar survivor. Kinerja, 9 (2): 135-147.
Wexley, K. N., and Yukl, G.A. 1992. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Widodo, R. 2010. Analisis pengaruh keamanan kerja dan komitmen organisasional terhadap turnover intention serta dampaknya pada kinerja karyawan outsourcing; (studi pada PT. PLN Persero APJ Yogyakarta). Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Widoyoko, E. P. 2012. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Wijaya, E. F. 2010. Pengaruh job insecurity, komitmen karyawan dan kepuasan kerja terhadap intention to quit (studi pada PT. Bank Jatim Cabang Malang). Publikasi Ilmiah. Program Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Brawijaya.
Witasari, L. 2009. Analisis pengaruh kepuasan kerja dan komitmen organisasional terhadap turnover intentions (studi empiris pada Novotel Semarang). Tesis. Program Studi Magister Manajemen Universitas Diponegoro.
Yuliasia, Y., Santoso, I., dan Hidayat, A. 2012. Analisis variabel yang mempengaruhi keinginan berpindah (turnover intention) dengan structural equation modeling (SEM), studi kasus PT Wonokoyo Jaya Corporindo, Pasuruan. Jurnal Teknologi Pertanian, 13 (1): 61-66.
citizenship behavior, deviant behavior, and negative emotions of employees. International. Studies of Management. & Organization, 40 (1): 74-91.
Riyanto, M. 2008. Faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan karyawan berpindah kerja. Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora, 8 (3): 34-45.
Robinson, N.A. 2005. Pengaruh komitmen organisasi, kepuasan kerja, dan keperilakuan etis terhadap keinginan berpindah pada profesional bidang teknologi informasi. Jurnal Bisnis dan Manajemen, 5 (1): 20-31.
Robbins, S.P., Judge, T.A 2009. Perilaku Organisasi. Edisi keduabelas. Jakarta: Salemba Empat.
Rohman, A. 2009. Pengaruh komitmen organisasional terhadap kepuasan kerja dan keinginan berpindah (studi pada karyawan Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah). Jurnal Akuntansi FE Unsil, 4 (1): 21-31.
Salleh, R., Nair, M.S., dan Harun, H. 2012. Job satisfaction, organizational commitment, and turnover intention: a case study on employees of retail company in malaysia. World Academy of Science, Engineering and Technology, 72: 2012: 2022.
Schalkwyk, S., du Toit, D. H., Bothma, A.S., and dan Rothmann, S. 2010. Original Research, 8 (1): 1-7.
Stephanie, C. K. 2013. Pengaruh kontrak psikologis dan ketidakpuasan terhadap turnover intention. Tesis. Program Pendidikan Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Storseth, F. 2006. Changes at work and employee reactions: organizational elements, job insecurity, and short-term stress as predictors for employee health and safety. Scandinavian Journal of Psychology, 1 (47): 321-339.
Sufyarma. 2003. Kapita Selekta Manajemen Pendidikan, Cetakan Pertama. Bandung: Penerbit Alfabeta
Sumarto. 2009. Meningkatkan komitmen dan kepuasan untuk menyurutkan niat keluar. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 11 (2) September: 116-125.
Suwandi dan Indrianto, N. 1999. Pengujian model turnover pase- work dan strawser, studi empiris pada lingkungan akuntan publik. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 2 (2): 173-195.
Utami, I. 2009. Pengaruh job insecurity, kepuasan kerja, dan komitmen organisasional terhadap keinginan berpindah kerja. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 6 (1): 67-75.
Wening, N. 2005. Pengaruh ketidak amanan kerja (job insecurity) sebagai dampak restrukturisasi terhadap kepuasan kerja, komitmen organisasi dan intensi keluar survivor. Kinerja, 9 (2): 135-147.
Wexley, K. N., and Yukl, G.A. 1992. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Widodo, R. 2010. Analisis pengaruh keamanan kerja dan komitmen organisasional terhadap turnover intention serta dampaknya pada kinerja karyawan outsourcing; (studi pada PT. PLN Persero APJ Yogyakarta). Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Widoyoko, E. P. 2012. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Wijaya, E. F. 2010. Pengaruh job insecurity, komitmen karyawan dan kepuasan kerja terhadap intention to quit (studi pada PT. Bank Jatim Cabang Malang). Publikasi Ilmiah. Program Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Brawijaya.
Witasari, L. 2009. Analisis pengaruh kepuasan kerja dan komitmen organisasional terhadap turnover intentions (studi empiris pada Novotel Semarang). Tesis. Program Studi Magister Manajemen Universitas Diponegoro.
Yuliasia, Y., Santoso, I., dan Hidayat, A. 2012. Analisis variabel yang mempengaruhi keinginan berpindah (turnover intention) dengan structural equation modeling (SEM), studi kasus PT Wonokoyo Jaya Corporindo, Pasuruan. Jurnal Teknologi Pertanian, 13 (1): 61-66.
citizenship behavior, deviant behavior, and negative emotions of employees. International. Studies of Management. & Organization, 40 (1): 74-91.
Riyanto, M. 2008. Faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan karyawan berpindah kerja. Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora, 8 (3): 34-45.
Robinson, N.A. 2005. Pengaruh komitmen organisasi, kepuasan kerja, dan keperilakuan etis terhadap keinginan berpindah pada profesional bidang teknologi informasi. Jurnal Bisnis dan Manajemen, 5 (1): 20-31.
Robbins, S.P., Judge, T.A 2009. Perilaku Organisasi. Edisi keduabelas. Jakarta: Salemba Empat.
Rohman, A. 2009. Pengaruh komitmen organisasional terhadap kepuasan kerja dan keinginan berpindah (studi pada karyawan Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah). Jurnal Akuntansi FE Unsil, 4 (1): 21-31.
Salleh, R., Nair, M.S., dan Harun, H. 2012. Job satisfaction, organizational commitment, and turnover intention: a case study on employees of retail company in malaysia. World Academy of Science, Engineering and Technology, 72: 2012: 2022.
Schalkwyk, S., du Toit, D. H., Bothma, A.S., and dan Rothmann, S. 2010. Original Research, 8 (1): 1-7.
Stephanie, C. K. 2013. Pengaruh kontrak psikologis dan ketidakpuasan terhadap turnover intention. Tesis. Program Pendidikan Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Storseth, F. 2006. Changes at work and employee reactions: organizational elements, job insecurity, and short-term stress as predictors for employee health and safety. Scandinavian Journal of Psychology, 1 (47): 321-339.
Sufyarma. 2003. Kapita Selekta Manajemen Pendidikan, Cetakan Pertama. Bandung: Penerbit Alfabeta
Sumarto. 2009. Meningkatkan komitmen dan kepuasan untuk menyurutkan niat keluar. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 11 (2) September: 116-125.
Suwandi dan Indrianto, N. 1999. Pengujian model turnover pase- work dan strawser, studi empiris pada lingkungan akuntan publik. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 2 (2): 173-195.
Utami, I. 2009. Pengaruh job insecurity, kepuasan kerja, dan komitmen organisasional terhadap keinginan berpindah kerja. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 6 (1): 67-75.
Wening, N. 2005. Pengaruh ketidak amanan kerja (job insecurity) sebagai dampak restrukturisasi terhadap kepuasan kerja, komitmen organisasi dan intensi keluar survivor. Kinerja, 9 (2): 135-147.
Wexley, K. N., and Yukl, G.A. 1992. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Widodo, R. 2010. Analisis pengaruh keamanan kerja dan komitmen organisasional terhadap turnover intention serta dampaknya pada kinerja karyawan outsourcing; (studi pada PT. PLN Persero APJ Yogyakarta). Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Widoyoko, E. P. 2012. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Wijaya, E. F. 2010. Pengaruh job insecurity, komitmen karyawan dan kepuasan kerja terhadap intention to quit (studi pada PT. Bank Jatim Cabang Malang). Publikasi Ilmiah. Program Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Brawijaya.
Witasari, L. 2009. Analisis pengaruh kepuasan kerja dan komitmen organisasional terhadap turnover intentions (studi empiris pada Novotel Semarang). Tesis. Program Studi Magister Manajemen Universitas Diponegoro.
Yuliasia, Y., Santoso, I., dan Hidayat, A. 2012. Analisis variabel yang mempengaruhi keinginan berpindah (turnover intention) dengan structural equation modeling (SEM), studi kasus PT Wonokoyo Jaya Corporindo, Pasuruan. Jurnal Teknologi Pertanian, 13 (1): 61-66.
citizenship behavior, deviant behavior, and negative emotions of employees. International. Studies of Management. & Organization, 40 (1): 74-91.
Riyanto, M. 2008. Faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan karyawan berpindah kerja. Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora, 8 (3): 34-45.
Robinson, N.A. 2005. Pengaruh komitmen organisasi, kepuasan kerja, dan keperilakuan etis terhadap keinginan berpindah pada profesional bidang teknologi informasi. Jurnal Bisnis dan Manajemen, 5 (1): 20-31.
Robbins, S.P., Judge, T.A 2009. Perilaku Organisasi. Edisi keduabelas. Jakarta: Salemba Empat.
Rohman, A. 2009. Pengaruh komitmen organisasional terhadap kepuasan kerja dan keinginan berpindah (studi pada karyawan Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah). Jurnal Akuntansi FE Unsil, 4 (1): 21-31.
Salleh, R., Nair, M.S., dan Harun, H. 2012. Job satisfaction, organizational commitment, and turnover intention: a case study on employees of retail company in malaysia. World Academy of Science, Engineering and Technology, 72: 2012: 2022.
Schalkwyk, S., du Toit, D. H., Bothma, A.S., and dan Rothmann, S. 2010. Original Research, 8 (1): 1-7.
Stephanie, C. K. 2013. Pengaruh kontrak psikologis dan ketidakpuasan terhadap turnover intention. Tesis. Program Pendidikan Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Storseth, F. 2006. Changes at work and employee reactions: organizational elements, job insecurity, and short-term stress as predictors for employee health and safety. Scandinavian Journal of Psychology, 1 (47): 321-339.
Sufyarma. 2003. Kapita Selekta Manajemen Pendidikan, Cetakan Pertama. Bandung: Penerbit Alfabeta
Sumarto. 2009. Meningkatkan komitmen dan kepuasan untuk menyurutkan niat keluar. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 11 (2) September: 116-125.
Suwandi dan Indrianto, N. 1999. Pengujian model turnover pase- work dan strawser, studi empiris pada lingkungan akuntan publik. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 2 (2): 173-195.
Utami, I. 2009. Pengaruh job insecurity, kepuasan kerja, dan komitmen organisasional terhadap keinginan berpindah kerja. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 6 (1): 67-75.
Wening, N. 2005. Pengaruh ketidak amanan kerja (job insecurity) sebagai dampak restrukturisasi terhadap kepuasan kerja, komitmen organisasi dan intensi keluar survivor. Kinerja, 9 (2): 135-147.
Wexley, K. N., and Yukl, G.A. 1992. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Widodo, R. 2010. Analisis pengaruh keamanan kerja dan komitmen organisasional terhadap turnover intention serta dampaknya pada kinerja karyawan outsourcing; (studi pada PT. PLN Persero APJ Yogyakarta). Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Widoyoko, E. P. 2012. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Wijaya, E. F. 2010. Pengaruh job insecurity, komitmen karyawan dan kepuasan kerja terhadap intention to quit (studi pada PT. Bank Jatim Cabang Malang). Publikasi Ilmiah. Program Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Brawijaya.
Witasari, L. 2009. Analisis pengaruh kepuasan kerja dan komitmen organisasional terhadap turnover intentions (studi empiris pada Novotel Semarang). Tesis. Program Studi Magister Manajemen Universitas Diponegoro.
Yuliasia, Y., Santoso, I., dan Hidayat, A. 2012. Analisis variabel yang mempengaruhi keinginan berpindah (turnover intention) dengan structural equation modeling (SEM), studi kasus PT Wonokoyo Jaya Corporindo, Pasuruan. Jurnal Teknologi Pertanian, 13 (1): 61-66.
citizenship behavior, deviant behavior, and negative emotions of employees. International. Studies of Management. & Organization, 40 (1): 74-91.
Riyanto, M. 2008. Faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan karyawan berpindah kerja. Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora, 8 (3): 34-45.
Robinson, N.A. 2005. Pengaruh komitmen organisasi, kepuasan kerja, dan keperilakuan etis terhadap keinginan berpindah pada profesional bidang teknologi informasi. Jurnal Bisnis dan Manajemen, 5 (1): 20-31.
Robbins, S.P., Judge, T.A 2009. Perilaku Organisasi. Edisi keduabelas. Jakarta: Salemba Empat.
Rohman, A. 2009. Pengaruh komitmen organisasional terhadap kepuasan kerja dan keinginan berpindah (studi pada karyawan Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah). Jurnal Akuntansi FE Unsil, 4 (1): 21-31.
Salleh, R., Nair, M.S., dan Harun, H. 2012. Job satisfaction, organizational commitment, and turnover intention: a case study on employees of retail company in malaysia. World Academy of Science, Engineering and Technology, 72: 2012: 2022.
Schalkwyk, S., du Toit, D. H., Bothma, A.S., and dan Rothmann, S. 2010. Original Research, 8 (1): 1-7.
Stephanie, C. K. 2013. Pengaruh kontrak psikologis dan ketidakpuasan terhadap turnover intention. Tesis. Program Pendidikan Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Storseth, F. 2006. Changes at work and employee reactions: organizational elements, job insecurity, and short-term stress as predictors for employee health and safety. Scandinavian Journal of Psychology, 1 (47): 321-339.
Sufyarma. 2003. Kapita Selekta Manajemen Pendidikan, Cetakan Pertama. Bandung: Penerbit Alfabeta
Sumarto. 2009. Meningkatkan komitmen dan kepuasan untuk menyurutkan niat keluar. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 11 (2) September: 116-125.
Suwandi dan Indrianto, N. 1999. Pengujian model turnover pase- work dan strawser, studi empiris pada lingkungan akuntan publik. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 2 (2): 173-195.
Utami, I. 2009. Pengaruh job insecurity, kepuasan kerja, dan komitmen organisasional terhadap keinginan berpindah kerja. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 6 (1): 67-75.
Wening, N. 2005. Pengaruh ketidak amanan kerja (job insecurity) sebagai dampak restrukturisasi terhadap kepuasan kerja, komitmen organisasi dan intensi keluar survivor. Kinerja, 9 (2): 135-147.
Wexley, K. N., and Yukl, G.A. 1992. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Widodo, R. 2010. Analisis pengaruh keamanan kerja dan komitmen organisasional terhadap turnover intention serta dampaknya pada kinerja karyawan outsourcing; (studi pada PT. PLN Persero APJ Yogyakarta). Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Widoyoko, E. P. 2012. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Wijaya, E. F. 2010. Pengaruh job insecurity, komitmen karyawan dan kepuasan kerja terhadap intention to quit (studi pada PT. Bank Jatim Cabang Malang). Publikasi Ilmiah. Program Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Brawijaya.
Witasari, L. 2009. Analisis pengaruh kepuasan kerja dan komitmen organisasional terhadap turnover intentions (studi empiris pada Novotel Semarang). Tesis. Program Studi Magister Manajemen Universitas Diponegoro.
Yuliasia, Y., Santoso, I., dan Hidayat, A. 2012. Analisis variabel yang mempengaruhi keinginan berpindah (turnover intention) dengan structural equation modeling (SEM), studi kasus PT Wonokoyo Jaya Corporindo, Pasuruan. Jurnal Teknologi Pertanian, 13 (1): 61-66.
citizenship behavior, deviant behavior, and negative emotions of employees. International. Studies of Management. & Organization, 40 (1): 74-91.
Riyanto, M. 2008. Faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan karyawan berpindah kerja. Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora, 8 (3): 34-45.
Robinson, N.A. 2005. Pengaruh komitmen organisasi, kepuasan kerja, dan keperilakuan etis terhadap keinginan berpindah pada profesional bidang teknologi informasi. Jurnal Bisnis dan Manajemen, 5 (1): 20-31.
Robbins, S.P., Judge, T.A 2009. Perilaku Organisasi. Edisi keduabelas. Jakarta: Salemba Empat.
Rohman, A. 2009. Pengaruh komitmen organisasional terhadap kepuasan kerja dan keinginan berpindah (studi pada karyawan Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah). Jurnal Akuntansi FE Unsil, 4 (1): 21-31.
Salleh, R., Nair, M.S., dan Harun, H. 2012. Job satisfaction, organizational commitment, and turnover intention: a case study on employees of retail company in malaysia. World Academy of Science, Engineering and Technology, 72: 2012: 2022.
Schalkwyk, S., du Toit, D. H., Bothma, A.S., and dan Rothmann, S. 2010. Original Research, 8 (1): 1-7.
Stephanie, C. K. 2013. Pengaruh kontrak psikologis dan ketidakpuasan terhadap turnover intention. Tesis. Program Pendidikan Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Storseth, F. 2006. Changes at work and employee reactions: organizational elements, job insecurity, and short-term stress as predictors for employee health and safety. Scandinavian Journal of Psychology, 1 (47): 321-339.
Sufyarma. 2003. Kapita Selekta Manajemen Pendidikan, Cetakan Pertama. Bandung: Penerbit Alfabeta
Sumarto. 2009. Meningkatkan komitmen dan kepuasan untuk menyurutkan niat keluar. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 11 (2) September: 116-125.
Suwandi dan Indrianto, N. 1999. Pengujian model turnover pase- work dan strawser, studi empiris pada lingkungan akuntan publik. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 2 (2): 173-195.
Utami, I. 2009. Pengaruh job insecurity, kepuasan kerja, dan komitmen organisasional terhadap keinginan berpindah kerja. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 6 (1): 67-75.
Wening, N. 2005. Pengaruh ketidak amanan kerja (job insecurity) sebagai dampak restrukturisasi terhadap kepuasan kerja, komitmen organisasi dan intensi keluar survivor. Kinerja, 9 (2): 135-147.
Wexley, K. N., and Yukl, G.A. 1992. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Widodo, R. 2010. Analisis pengaruh keamanan kerja dan komitmen organisasional terhadap turnover intention serta dampaknya pada kinerja karyawan outsourcing; (studi pada PT. PLN Persero APJ Yogyakarta). Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Widoyoko, E. P. 2012. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Wijaya, E. F. 2010. Pengaruh job insecurity, komitmen karyawan dan kepuasan kerja terhadap intention to quit (studi pada PT. Bank Jatim Cabang Malang). Publikasi Ilmiah. Program Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Brawijaya.
Witasari, L. 2009. Analisis pengaruh kepuasan kerja dan komitmen organisasional terhadap turnover intentions (studi empiris pada Novotel Semarang). Tesis. Program Studi Magister Manajemen Universitas Diponegoro.
Yuliasia, Y., Santoso, I., dan Hidayat, A. 2012. Analisis variabel yang mempengaruhi keinginan berpindah (turnover intention) dengan structural equation modeling (SEM), studi kasus PT Wonokoyo Jaya Corporindo, Pasuruan. Jurnal Teknologi Pertanian, 13 (1): 61-66.
Deskripsi Variabel Keamanan Kerja
No. |
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rat rat | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | |||||
1. |
Saya memiliki karir masa depan yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini |
11 |
14 |
22 |
8 |
1 |
56 |
142 |
2,5 |
2. |
Saya memiliki keamanan kerja yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini. |
6 |
14 |
22 |
14 |
0 |
56 |
156 |
2,7 |
3. |
Saya tidak gelisah terhadap peristiwa yang akan mengancam, seperti dipindahkan ke unit lain |
0 |
12 |
15 |
22 |
7 |
56 |
192 |
3,4 |
4. |
Saya merasa nyaman tetap bekerja di tempat kerja ini |
0 |
6 |
7 |
31 |
12 |
56 |
217 |
3,8 |
Rata-rata skor |
3,1 |
Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rata-rata | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | ||||
Saya puas dengan pekerjaan yang dikerjakan di tempat kerja ini. |
0 |
7 |
5 |
31 |
13 |
56 |
218 |
3,89 |
Saya puas dengan kebijakan atasan atau pimpinan. |
0 |
4 |
11 |
27 |
14 |
56 |
219 |
3,91 |
Saya puas atas kompensasi yang diberikan oleh pimpinan di tempat kerja saat ini |
0 |
5 |
11 |
30 |
10 |
56 |
213 |
3,80 |
Saya puas bekerja dengan teman sekerja di tempat kerja saat ini. |
0 |
6 |
9 |
29 |
12 |
56 |
215 |
3,84 |
Saya puas diberikan kesempatan untuk maju atau diangkat menjadi PNS. |
0 |
9 |
15 |
16 |
16 |
56 |
207 |
3,70 |
Rata-rata Skor |
3,83 |
Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rata-rata | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | ||||
Saya puas dengan pekerjaan yang dikerjakan di tempat kerja ini. |
0 |
7 |
5 |
31 |
13 |
56 |
218 |
3,89 |
Saya puas dengan kebijakan atasan atau pimpinan. |
0 |
4 |
11 |
27 |
14 |
56 |
219 |
3,91 |
Saya puas atas kompensasi yang diberikan oleh pimpinan di tempat kerja saat ini |
0 |
5 |
11 |
30 |
10 |
56 |
213 |
3,80 |
Saya puas bekerja dengan teman sekerja di tempat kerja saat ini. |
0 |
6 |
9 |
29 |
12 |
56 |
215 |
3,84 |
Saya puas diberikan kesempatan untuk maju atau diangkat menjadi PNS. |
0 |
9 |
15 |
16 |
16 |
56 |
207 |
3,70 |
Rata-rata Skor |
3,83 |
Deskripsi Variabel Keamanan Kerja
No. |
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rat rat | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | |||||
1. |
Saya memiliki karir masa depan yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini |
11 |
14 |
22 |
8 |
1 |
56 |
142 |
2,5 |
2. |
Saya memiliki keamanan kerja yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini. |
6 |
14 |
22 |
14 |
0 |
56 |
156 |
2,7 |
3. |
Saya tidak gelisah terhadap peristiwa yang akan mengancam, seperti dipindahkan ke unit lain |
0 |
12 |
15 |
22 |
7 |
56 |
192 |
3,4 |
4. |
Saya merasa nyaman tetap bekerja di tempat kerja ini |
0 |
6 |
7 |
31 |
12 |
56 |
217 |
3,8 |
Rata-rata skor |
3,1 |
Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rata-rata | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | ||||
Saya puas dengan pekerjaan yang dikerjakan di tempat kerja ini. |
0 |
7 |
5 |
31 |
13 |
56 |
218 |
3,89 |
Saya puas dengan kebijakan atasan atau pimpinan. |
0 |
4 |
11 |
27 |
14 |
56 |
219 |
3,91 |
Saya puas atas kompensasi yang diberikan oleh pimpinan di tempat kerja saat ini |
0 |
5 |
11 |
30 |
10 |
56 |
213 |
3,80 |
Saya puas bekerja dengan teman sekerja di tempat kerja saat ini. |
0 |
6 |
9 |
29 |
12 |
56 |
215 |
3,84 |
Saya puas diberikan kesempatan untuk maju atau diangkat menjadi PNS. |
0 |
9 |
15 |
16 |
16 |
56 |
207 |
3,70 |
Rata-rata Skor |
3,83 |
Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rata-rata | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | ||||
Saya puas dengan pekerjaan yang dikerjakan di tempat kerja ini. |
0 |
7 |
5 |
31 |
13 |
56 |
218 |
3,89 |
Saya puas dengan kebijakan atasan atau pimpinan. |
0 |
4 |
11 |
27 |
14 |
56 |
219 |
3,91 |
Saya puas atas kompensasi yang diberikan oleh pimpinan di tempat kerja saat ini |
0 |
5 |
11 |
30 |
10 |
56 |
213 |
3,80 |
Saya puas bekerja dengan teman sekerja di tempat kerja saat ini. |
0 |
6 |
9 |
29 |
12 |
56 |
215 |
3,84 |
Saya puas diberikan kesempatan untuk maju atau diangkat menjadi PNS. |
0 |
9 |
15 |
16 |
16 |
56 |
207 |
3,70 |
Rata-rata Skor |
3,83 |
Deskripsi Variabel Keamanan Kerja
No. |
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rat rat | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | |||||
1. |
Saya memiliki karir masa depan yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini |
11 |
14 |
22 |
8 |
1 |
56 |
142 |
2,5 |
2. |
Saya memiliki keamanan kerja yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini. |
6 |
14 |
22 |
14 |
0 |
56 |
156 |
2,7 |
3. |
Saya tidak gelisah terhadap peristiwa yang akan mengancam, seperti dipindahkan ke unit lain |
0 |
12 |
15 |
22 |
7 |
56 |
192 |
3,4 |
4. |
Saya merasa nyaman tetap bekerja di tempat kerja ini |
0 |
6 |
7 |
31 |
12 |
56 |
217 |
3,8 |
Rata-rata skor |
3,1 |
Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rata-rata | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | ||||
Saya puas dengan pekerjaan yang dikerjakan di tempat kerja ini. |
0 |
7 |
5 |
31 |
13 |
56 |
218 |
3,89 |
Saya puas dengan kebijakan atasan atau pimpinan. |
0 |
4 |
11 |
27 |
14 |
56 |
219 |
3,91 |
Saya puas atas kompensasi yang diberikan oleh pimpinan di tempat kerja saat ini |
0 |
5 |
11 |
30 |
10 |
56 |
213 |
3,80 |
Saya puas bekerja dengan teman sekerja di tempat kerja saat ini. |
0 |
6 |
9 |
29 |
12 |
56 |
215 |
3,84 |
Saya puas diberikan kesempatan untuk maju atau diangkat menjadi PNS. |
0 |
9 |
15 |
16 |
16 |
56 |
207 |
3,70 |
Rata-rata Skor |
3,83 |
Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rata-rata | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | ||||
Saya puas dengan pekerjaan yang dikerjakan di tempat kerja ini. |
0 |
7 |
5 |
31 |
13 |
56 |
218 |
3,89 |
Saya puas dengan kebijakan atasan atau pimpinan. |
0 |
4 |
11 |
27 |
14 |
56 |
219 |
3,91 |
Saya puas atas kompensasi yang diberikan oleh pimpinan di tempat kerja saat ini |
0 |
5 |
11 |
30 |
10 |
56 |
213 |
3,80 |
Saya puas bekerja dengan teman sekerja di tempat kerja saat ini. |
0 |
6 |
9 |
29 |
12 |
56 |
215 |
3,84 |
Saya puas diberikan kesempatan untuk maju atau diangkat menjadi PNS. |
0 |
9 |
15 |
16 |
16 |
56 |
207 |
3,70 |
Rata-rata Skor |
3,83 |
Deskripsi Variabel Keamanan Kerja
No. |
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rat rat | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | |||||
1. |
Saya memiliki karir masa depan yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini |
11 |
14 |
22 |
8 |
1 |
56 |
142 |
2,5 |
2. |
Saya memiliki keamanan kerja yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini. |
6 |
14 |
22 |
14 |
0 |
56 |
156 |
2,7 |
3. |
Saya tidak gelisah terhadap peristiwa yang akan mengancam, seperti dipindahkan ke unit lain |
0 |
12 |
15 |
22 |
7 |
56 |
192 |
3,4 |
4. |
Saya merasa nyaman tetap bekerja di tempat kerja ini |
0 |
6 |
7 |
31 |
12 |
56 |
217 |
3,8 |
Rata-rata skor |
3,1 |
Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rata-rata | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | ||||
Saya puas dengan pekerjaan yang dikerjakan di tempat kerja ini. |
0 |
7 |
5 |
31 |
13 |
56 |
218 |
3,89 |
Saya puas dengan kebijakan atasan atau pimpinan. |
0 |
4 |
11 |
27 |
14 |
56 |
219 |
3,91 |
Saya puas atas kompensasi yang diberikan oleh pimpinan di tempat kerja saat ini |
0 |
5 |
11 |
30 |
10 |
56 |
213 |
3,80 |
Saya puas bekerja dengan teman sekerja di tempat kerja saat ini. |
0 |
6 |
9 |
29 |
12 |
56 |
215 |
3,84 |
Saya puas diberikan kesempatan untuk maju atau diangkat menjadi PNS. |
0 |
9 |
15 |
16 |
16 |
56 |
207 |
3,70 |
Rata-rata Skor |
3,83 |
Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rata-rata | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | ||||
Saya puas dengan pekerjaan yang dikerjakan di tempat kerja ini. |
0 |
7 |
5 |
31 |
13 |
56 |
218 |
3,89 |
Saya puas dengan kebijakan atasan atau pimpinan. |
0 |
4 |
11 |
27 |
14 |
56 |
219 |
3,91 |
Saya puas atas kompensasi yang diberikan oleh pimpinan di tempat kerja saat ini |
0 |
5 |
11 |
30 |
10 |
56 |
213 |
3,80 |
Saya puas bekerja dengan teman sekerja di tempat kerja saat ini. |
0 |
6 |
9 |
29 |
12 |
56 |
215 |
3,84 |
Saya puas diberikan kesempatan untuk maju atau diangkat menjadi PNS. |
0 |
9 |
15 |
16 |
16 |
56 |
207 |
3,70 |
Rata-rata Skor |
3,83 |
Deskripsi Variabel Keamanan Kerja
No. |
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rat rat | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | |||||
1. |
Saya memiliki karir masa depan yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini |
11 |
14 |
22 |
8 |
1 |
56 |
142 |
2,5 |
2. |
Saya memiliki keamanan kerja yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini. |
6 |
14 |
22 |
14 |
0 |
56 |
156 |
2,7 |
3. |
Saya tidak gelisah terhadap peristiwa yang akan mengancam, seperti dipindahkan ke unit lain |
0 |
12 |
15 |
22 |
7 |
56 |
192 |
3,4 |
4. |
Saya merasa nyaman tetap bekerja di tempat kerja ini |
0 |
6 |
7 |
31 |
12 |
56 |
217 |
3,8 |
Rata-rata skor |
3,1 |
Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rata-rata | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | ||||
Saya puas dengan pekerjaan yang dikerjakan di tempat kerja ini. |
0 |
7 |
5 |
31 |
13 |
56 |
218 |
3,89 |
Saya puas dengan kebijakan atasan atau pimpinan. |
0 |
4 |
11 |
27 |
14 |
56 |
219 |
3,91 |
Saya puas atas kompensasi yang diberikan oleh pimpinan di tempat kerja saat ini |
0 |
5 |
11 |
30 |
10 |
56 |
213 |
3,80 |
Saya puas bekerja dengan teman sekerja di tempat kerja saat ini. |
0 |
6 |
9 |
29 |
12 |
56 |
215 |
3,84 |
Saya puas diberikan kesempatan untuk maju atau diangkat menjadi PNS. |
0 |
9 |
15 |
16 |
16 |
56 |
207 |
3,70 |
Rata-rata Skor |
3,83 |
Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rata-rata | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | ||||
Saya puas dengan pekerjaan yang dikerjakan di tempat kerja ini. |
0 |
7 |
5 |
31 |
13 |
56 |
218 |
3,89 |
Saya puas dengan kebijakan atasan atau pimpinan. |
0 |
4 |
11 |
27 |
14 |
56 |
219 |
3,91 |
Saya puas atas kompensasi yang diberikan oleh pimpinan di tempat kerja saat ini |
0 |
5 |
11 |
30 |
10 |
56 |
213 |
3,80 |
Saya puas bekerja dengan teman sekerja di tempat kerja saat ini. |
0 |
6 |
9 |
29 |
12 |
56 |
215 |
3,84 |
Saya puas diberikan kesempatan untuk maju atau diangkat menjadi PNS. |
0 |
9 |
15 |
16 |
16 |
56 |
207 |
3,70 |
Rata-rata Skor |
3,83 |
Deskripsi Variabel Keamanan Kerja
No. |
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rat rat | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | |||||
1. |
Saya memiliki karir masa depan yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini |
11 |
14 |
22 |
8 |
1 |
56 |
142 |
2,5 |
2. |
Saya memiliki keamanan kerja yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini. |
6 |
14 |
22 |
14 |
0 |
56 |
156 |
2,7 |
3. |
Saya tidak gelisah terhadap peristiwa yang akan mengancam, seperti dipindahkan ke unit lain |
0 |
12 |
15 |
22 |
7 |
56 |
192 |
3,4 |
4. |
Saya merasa nyaman tetap bekerja di tempat kerja ini |
0 |
6 |
7 |
31 |
12 |
56 |
217 |
3,8 |
Rata-rata skor |
3,1 |
Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rata-rata | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | ||||
Saya puas dengan pekerjaan yang dikerjakan di tempat kerja ini. |
0 |
7 |
5 |
31 |
13 |
56 |
218 |
3,89 |
Saya puas dengan kebijakan atasan atau pimpinan. |
0 |
4 |
11 |
27 |
14 |
56 |
219 |
3,91 |
Saya puas atas kompensasi yang diberikan oleh pimpinan di tempat kerja saat ini |
0 |
5 |
11 |
30 |
10 |
56 |
213 |
3,80 |
Saya puas bekerja dengan teman sekerja di tempat kerja saat ini. |
0 |
6 |
9 |
29 |
12 |
56 |
215 |
3,84 |
Saya puas diberikan kesempatan untuk maju atau diangkat menjadi PNS. |
0 |
9 |
15 |
16 |
16 |
56 |
207 |
3,70 |
Rata-rata Skor |
3,83 |
Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rata-rata | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | ||||
Saya puas dengan pekerjaan yang dikerjakan di tempat kerja ini. |
0 |
7 |
5 |
31 |
13 |
56 |
218 |
3,89 |
Saya puas dengan kebijakan atasan atau pimpinan. |
0 |
4 |
11 |
27 |
14 |
56 |
219 |
3,91 |
Saya puas atas kompensasi yang diberikan oleh pimpinan di tempat kerja saat ini |
0 |
5 |
11 |
30 |
10 |
56 |
213 |
3,80 |
Saya puas bekerja dengan teman sekerja di tempat kerja saat ini. |
0 |
6 |
9 |
29 |
12 |
56 |
215 |
3,84 |
Saya puas diberikan kesempatan untuk maju atau diangkat menjadi PNS. |
0 |
9 |
15 |
16 |
16 |
56 |
207 |
3,70 |
Rata-rata Skor |
3,83 |
Deskripsi Variabel Keamanan Kerja
No. |
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rat rat | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | |||||
1. |
Saya memiliki karir masa depan yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini |
11 |
14 |
22 |
8 |
1 |
56 |
142 |
2,5 |
2. |
Saya memiliki keamanan kerja yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini. |
6 |
14 |
22 |
14 |
0 |
56 |
156 |
2,7 |
3. |
Saya tidak gelisah terhadap peristiwa yang akan mengancam, seperti dipindahkan ke unit lain |
0 |
12 |
15 |
22 |
7 |
56 |
192 |
3,4 |
4. |
Saya merasa nyaman tetap bekerja di tempat kerja ini |
0 |
6 |
7 |
31 |
12 |
56 |
217 |
3,8 |
Rata-rata skor |
3,1 |
Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rata-rata | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | ||||
Saya puas dengan pekerjaan yang dikerjakan di tempat kerja ini. |
0 |
7 |
5 |
31 |
13 |
56 |
218 |
3,89 |
Saya puas dengan kebijakan atasan atau pimpinan. |
0 |
4 |
11 |
27 |
14 |
56 |
219 |
3,91 |
Saya puas atas kompensasi yang diberikan oleh pimpinan di tempat kerja saat ini |
0 |
5 |
11 |
30 |
10 |
56 |
213 |
3,80 |
Saya puas bekerja dengan teman sekerja di tempat kerja saat ini. |
0 |
6 |
9 |
29 |
12 |
56 |
215 |
3,84 |
Saya puas diberikan kesempatan untuk maju atau diangkat menjadi PNS. |
0 |
9 |
15 |
16 |
16 |
56 |
207 |
3,70 |
Rata-rata Skor |
3,83 |
Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rata-rata | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | ||||
Saya puas dengan pekerjaan yang dikerjakan di tempat kerja ini. |
0 |
7 |
5 |
31 |
13 |
56 |
218 |
3,89 |
Saya puas dengan kebijakan atasan atau pimpinan. |
0 |
4 |
11 |
27 |
14 |
56 |
219 |
3,91 |
Saya puas atas kompensasi yang diberikan oleh pimpinan di tempat kerja saat ini |
0 |
5 |
11 |
30 |
10 |
56 |
213 |
3,80 |
Saya puas bekerja dengan teman sekerja di tempat kerja saat ini. |
0 |
6 |
9 |
29 |
12 |
56 |
215 |
3,84 |
Saya puas diberikan kesempatan untuk maju atau diangkat menjadi PNS. |
0 |
9 |
15 |
16 |
16 |
56 |
207 |
3,70 |
Rata-rata Skor |
3,83 |
Deskripsi Variabel Keamanan Kerja
No. |
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rat rat | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | |||||
1. |
Saya memiliki karir masa depan yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini |
11 |
14 |
22 |
8 |
1 |
56 |
142 |
2,5 |
2. |
Saya memiliki keamanan kerja yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini. |
6 |
14 |
22 |
14 |
0 |
56 |
156 |
2,7 |
3. |
Saya tidak gelisah terhadap peristiwa yang akan mengancam, seperti dipindahkan ke unit lain |
0 |
12 |
15 |
22 |
7 |
56 |
192 |
3,4 |
4. |
Saya merasa nyaman tetap bekerja di tempat kerja ini |
0 |
6 |
7 |
31 |
12 |
56 |
217 |
3,8 |
Rata-rata skor |
3,1 |
Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rata-rata | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | ||||
Saya puas dengan pekerjaan yang dikerjakan di tempat kerja ini. |
0 |
7 |
5 |
31 |
13 |
56 |
218 |
3,89 |
Saya puas dengan kebijakan atasan atau pimpinan. |
0 |
4 |
11 |
27 |
14 |
56 |
219 |
3,91 |
Saya puas atas kompensasi yang diberikan oleh pimpinan di tempat kerja saat ini |
0 |
5 |
11 |
30 |
10 |
56 |
213 |
3,80 |
Saya puas bekerja dengan teman sekerja di tempat kerja saat ini. |
0 |
6 |
9 |
29 |
12 |
56 |
215 |
3,84 |
Saya puas diberikan kesempatan untuk maju atau diangkat menjadi PNS. |
0 |
9 |
15 |
16 |
16 |
56 |
207 |
3,70 |
Rata-rata Skor |
3,83 |
Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rata-rata | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | ||||
Saya puas dengan pekerjaan yang dikerjakan di tempat kerja ini. |
0 |
7 |
5 |
31 |
13 |
56 |
218 |
3,89 |
Saya puas dengan kebijakan atasan atau pimpinan. |
0 |
4 |
11 |
27 |
14 |
56 |
219 |
3,91 |
Saya puas atas kompensasi yang diberikan oleh pimpinan di tempat kerja saat ini |
0 |
5 |
11 |
30 |
10 |
56 |
213 |
3,80 |
Saya puas bekerja dengan teman sekerja di tempat kerja saat ini. |
0 |
6 |
9 |
29 |
12 |
56 |
215 |
3,84 |
Saya puas diberikan kesempatan untuk maju atau diangkat menjadi PNS. |
0 |
9 |
15 |
16 |
16 |
56 |
207 |
3,70 |
Rata-rata Skor |
3,83 |
Deskripsi Variabel Keamanan Kerja
No. |
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rat rat | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | |||||
1. |
Saya memiliki karir masa depan yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini |
11 |
14 |
22 |
8 |
1 |
56 |
142 |
2,5 |
2. |
Saya memiliki keamanan kerja yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini. |
6 |
14 |
22 |
14 |
0 |
56 |
156 |
2,7 |
3. |
Saya tidak gelisah terhadap peristiwa yang akan mengancam, seperti dipindahkan ke unit lain |
0 |
12 |
15 |
22 |
7 |
56 |
192 |
3,4 |
4. |
Saya merasa nyaman tetap bekerja di tempat kerja ini |
0 |
6 |
7 |
31 |
12 |
56 |
217 |
3,8 |
Rata-rata skor |
3,1 |
Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rata-rata | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | ||||
Saya puas dengan pekerjaan yang dikerjakan di tempat kerja ini. |
0 |
7 |
5 |
31 |
13 |
56 |
218 |
3,89 |
Saya puas dengan kebijakan atasan atau pimpinan. |
0 |
4 |
11 |
27 |
14 |
56 |
219 |
3,91 |
Saya puas atas kompensasi yang diberikan oleh pimpinan di tempat kerja saat ini |
0 |
5 |
11 |
30 |
10 |
56 |
213 |
3,80 |
Saya puas bekerja dengan teman sekerja di tempat kerja saat ini. |
0 |
6 |
9 |
29 |
12 |
56 |
215 |
3,84 |
Saya puas diberikan kesempatan untuk maju atau diangkat menjadi PNS. |
0 |
9 |
15 |
16 |
16 |
56 |
207 |
3,70 |
Rata-rata Skor |
3,83 |
Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rata-rata | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | ||||
Saya puas dengan pekerjaan yang dikerjakan di tempat kerja ini. |
0 |
7 |
5 |
31 |
13 |
56 |
218 |
3,89 |
Saya puas dengan kebijakan atasan atau pimpinan. |
0 |
4 |
11 |
27 |
14 |
56 |
219 |
3,91 |
Saya puas atas kompensasi yang diberikan oleh pimpinan di tempat kerja saat ini |
0 |
5 |
11 |
30 |
10 |
56 |
213 |
3,80 |
Saya puas bekerja dengan teman sekerja di tempat kerja saat ini. |
0 |
6 |
9 |
29 |
12 |
56 |
215 |
3,84 |
Saya puas diberikan kesempatan untuk maju atau diangkat menjadi PNS. |
0 |
9 |
15 |
16 |
16 |
56 |
207 |
3,70 |
Rata-rata Skor |
3,83 |
Deskripsi Variabel Keamanan Kerja
No. |
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rat rat | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | |||||
1. |
Saya memiliki karir masa depan yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini |
11 |
14 |
22 |
8 |
1 |
56 |
142 |
2,5 |
2. |
Saya memiliki keamanan kerja yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini. |
6 |
14 |
22 |
14 |
0 |
56 |
156 |
2,7 |
3. |
Saya tidak gelisah terhadap peristiwa yang akan mengancam, seperti dipindahkan ke unit lain |
0 |
12 |
15 |
22 |
7 |
56 |
192 |
3,4 |
4. |
Saya merasa nyaman tetap bekerja di tempat kerja ini |
0 |
6 |
7 |
31 |
12 |
56 |
217 |
3,8 |
Rata-rata skor |
3,1 |
Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rata-rata | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | ||||
Saya puas dengan pekerjaan yang dikerjakan di tempat kerja ini. |
0 |
7 |
5 |
31 |
13 |
56 |
218 |
3,89 |
Saya puas dengan kebijakan atasan atau pimpinan. |
0 |
4 |
11 |
27 |
14 |
56 |
219 |
3,91 |
Saya puas atas kompensasi yang diberikan oleh pimpinan di tempat kerja saat ini |
0 |
5 |
11 |
30 |
10 |
56 |
213 |
3,80 |
Saya puas bekerja dengan teman sekerja di tempat kerja saat ini. |
0 |
6 |
9 |
29 |
12 |
56 |
215 |
3,84 |
Saya puas diberikan kesempatan untuk maju atau diangkat menjadi PNS. |
0 |
9 |
15 |
16 |
16 |
56 |
207 |
3,70 |
Rata-rata Skor |
3,83 |
Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rata-rata | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | ||||
Saya puas dengan pekerjaan yang dikerjakan di tempat kerja ini. |
0 |
7 |
5 |
31 |
13 |
56 |
218 |
3,89 |
Saya puas dengan kebijakan atasan atau pimpinan. |
0 |
4 |
11 |
27 |
14 |
56 |
219 |
3,91 |
Saya puas atas kompensasi yang diberikan oleh pimpinan di tempat kerja saat ini |
0 |
5 |
11 |
30 |
10 |
56 |
213 |
3,80 |
Saya puas bekerja dengan teman sekerja di tempat kerja saat ini. |
0 |
6 |
9 |
29 |
12 |
56 |
215 |
3,84 |
Saya puas diberikan kesempatan untuk maju atau diangkat menjadi PNS. |
0 |
9 |
15 |
16 |
16 |
56 |
207 |
3,70 |
Rata-rata Skor |
3,83 |
Deskripsi Variabel Keamanan Kerja
No. |
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rat rat | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | |||||
1. |
Saya memiliki karir masa depan yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini |
11 |
14 |
22 |
8 |
1 |
56 |
142 |
2,5 |
2. |
Saya memiliki keamanan kerja yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini. |
6 |
14 |
22 |
14 |
0 |
56 |
156 |
2,7 |
3. |
Saya tidak gelisah terhadap peristiwa yang akan mengancam, seperti dipindahkan ke unit lain |
0 |
12 |
15 |
22 |
7 |
56 |
192 |
3,4 |
4. |
Saya merasa nyaman tetap bekerja di tempat kerja ini |
0 |
6 |
7 |
31 |
12 |
56 |
217 |
3,8 |
Rata-rata skor |
3,1 |
Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rata-rata | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | ||||
Saya puas dengan pekerjaan yang dikerjakan di tempat kerja ini. |
0 |
7 |
5 |
31 |
13 |
56 |
218 |
3,89 |
Saya puas dengan kebijakan atasan atau pimpinan. |
0 |
4 |
11 |
27 |
14 |
56 |
219 |
3,91 |
Saya puas atas kompensasi yang diberikan oleh pimpinan di tempat kerja saat ini |
0 |
5 |
11 |
30 |
10 |
56 |
213 |
3,80 |
Saya puas bekerja dengan teman sekerja di tempat kerja saat ini. |
0 |
6 |
9 |
29 |
12 |
56 |
215 |
3,84 |
Saya puas diberikan kesempatan untuk maju atau diangkat menjadi PNS. |
0 |
9 |
15 |
16 |
16 |
56 |
207 |
3,70 |
Rata-rata Skor |
3,83 |
Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rata-rata | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | ||||
Saya puas dengan pekerjaan yang dikerjakan di tempat kerja ini. |
0 |
7 |
5 |
31 |
13 |
56 |
218 |
3,89 |
Saya puas dengan kebijakan atasan atau pimpinan. |
0 |
4 |
11 |
27 |
14 |
56 |
219 |
3,91 |
Saya puas atas kompensasi yang diberikan oleh pimpinan di tempat kerja saat ini |
0 |
5 |
11 |
30 |
10 |
56 |
213 |
3,80 |
Saya puas bekerja dengan teman sekerja di tempat kerja saat ini. |
0 |
6 |
9 |
29 |
12 |
56 |
215 |
3,84 |
Saya puas diberikan kesempatan untuk maju atau diangkat menjadi PNS. |
0 |
9 |
15 |
16 |
16 |
56 |
207 |
3,70 |
Rata-rata Skor |
3,83 |
Deskripsi Variabel Keamanan Kerja
No. |
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rat rat | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | |||||
1. |
Saya memiliki karir masa depan yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini |
11 |
14 |
22 |
8 |
1 |
56 |
142 |
2,5 |
2. |
Saya memiliki keamanan kerja yang pasti jika tetap bekerja di tempat kerja ini. |
6 |
14 |
22 |
14 |
0 |
56 |
156 |
2,7 |
3. |
Saya tidak gelisah terhadap peristiwa yang akan mengancam, seperti dipindahkan ke unit lain |
0 |
12 |
15 |
22 |
7 |
56 |
192 |
3,4 |
4. |
Saya merasa nyaman tetap bekerja di tempat kerja ini |
0 |
6 |
7 |
31 |
12 |
56 |
217 |
3,8 |
Rata-rata skor |
3,1 |
Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rata-rata | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | ||||
Saya puas dengan pekerjaan yang dikerjakan di tempat kerja ini. |
0 |
7 |
5 |
31 |
13 |
56 |
218 |
3,89 |
Saya puas dengan kebijakan atasan atau pimpinan. |
0 |
4 |
11 |
27 |
14 |
56 |
219 |
3,91 |
Saya puas atas kompensasi yang diberikan oleh pimpinan di tempat kerja saat ini |
0 |
5 |
11 |
30 |
10 |
56 |
213 |
3,80 |
Saya puas bekerja dengan teman sekerja di tempat kerja saat ini. |
0 |
6 |
9 |
29 |
12 |
56 |
215 |
3,84 |
Saya puas diberikan kesempatan untuk maju atau diangkat menjadi PNS. |
0 |
9 |
15 |
16 |
16 |
56 |
207 |
3,70 |
Rata-rata Skor |
3,83 |
Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja
Pernyataan |
Skala |
Jml |
Jml. Skor |
Rata-rata | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | ||||
Saya puas dengan pekerjaan yang dikerjakan di tempat kerja ini. |
0 |
7 |
5 |
31 |
13 |
56 |
218 |
3,89 |
Saya puas dengan kebijakan atasan atau pimpinan. |
0 |
4 |
11 |
27 |
14 |
56 |
219 |
3,91 |
Saya puas atas kompensasi yang diberikan oleh pimpinan di tempat kerja saat ini |
0 |
5 |
11 |
30 |
10 |
56 |
213 |
3,80 |
Saya puas bekerja dengan teman sekerja di tempat kerja saat ini. |
0 |
6 |
9 |
29 |
12 |
56 |
215 |
3,84 |
Saya puas diberikan kesempatan untuk maju atau diangkat menjadi PNS. |
0 |
9 |
15 |
16 |
16 |
56 |
207 |
3,70 |
Rata-rata Skor |
3,83 |
Deskripsi Variabel Intensi turnover
Pernyataan Skala Jml Jml. 1 2 3 4 5 Skor |
Rata-rata |
Saya sering berpikir untuk keluar dari 4 17 19 16 0 56 159 tempat kerja ini. |
2,84 |
Saya berkeinginan untuk mencari 4 14 20 18 0 56 164 pekerjaan pada organisasi lain |
2,93 |
Saya kemungkinan akan meninggalkan 4 15 16 21 0 56 166 tempat kerja ini. |
2,96 |
Saya meninggalkan tempat kerja ini bila 0 9 8 32 7 56 205 ada kesempatan lebih baik. |
3,66 |
Saya akan meninggalkan tempat kerja ini 9 21 16 10 0 56 139 dalam waktu dekat. |
2,48 |
Rata-rata Skor |
2,96 |
Deskripsi Variabel Intensi turnover
Pernyataan Skala Jml Jml. 1 2 3 4 5 Skor |
Rata-rata |
Saya sering berpikir untuk keluar dari 4 17 19 16 0 56 159 tempat kerja ini. |
2,84 |
Saya berkeinginan untuk mencari 4 14 20 18 0 56 164 pekerjaan pada organisasi lain |
2,93 |
Saya kemungkinan akan meninggalkan 4 15 16 21 0 56 166 tempat kerja ini. |
2,96 |
Saya meninggalkan tempat kerja ini bila 0 9 8 32 7 56 205 ada kesempatan lebih baik. |
3,66 |
Saya akan meninggalkan tempat kerja ini 9 21 16 10 0 56 139 dalam waktu dekat. |
2,48 |
Rata-rata Skor |
2,96 |
Deskripsi Variabel Intensi turnover
Pernyataan Skala Jml Jml. 1 2 3 4 5 Skor |
Rata-rata |
Saya sering berpikir untuk keluar dari 4 17 19 16 0 56 159 tempat kerja ini. |
2,84 |
Saya berkeinginan untuk mencari 4 14 20 18 0 56 164 pekerjaan pada organisasi lain |
2,93 |
Saya kemungkinan akan meninggalkan 4 15 16 21 0 56 166 tempat kerja ini. |
2,96 |
Saya meninggalkan tempat kerja ini bila 0 9 8 32 7 56 205 ada kesempatan lebih baik. |
3,66 |
Saya akan meninggalkan tempat kerja ini 9 21 16 10 0 56 139 dalam waktu dekat. |
2,48 |
Rata-rata Skor |
2,96 |
Deskripsi Variabel Intensi turnover
Pernyataan Skala Jml Jml. 1 2 3 4 5 Skor |
Rata-rata |
Saya sering berpikir untuk keluar dari 4 17 19 16 0 56 159 tempat kerja ini. |
2,84 |
Saya berkeinginan untuk mencari 4 14 20 18 0 56 164 pekerjaan pada organisasi lain |
2,93 |
Saya kemungkinan akan meninggalkan 4 15 16 21 0 56 166 tempat kerja ini. |
2,96 |
Saya meninggalkan tempat kerja ini bila 0 9 8 32 7 56 205 ada kesempatan lebih baik. |
3,66 |
Saya akan meninggalkan tempat kerja ini 9 21 16 10 0 56 139 dalam waktu dekat. |
2,48 |
Rata-rata Skor |
2,96 |
Deskripsi Variabel Intensi turnover
Pernyataan Skala Jml Jml. 1 2 3 4 5 Skor |
Rata-rata |
Saya sering berpikir untuk keluar dari 4 17 19 16 0 56 159 tempat kerja ini. |
2,84 |
Saya berkeinginan untuk mencari 4 14 20 18 0 56 164 pekerjaan pada organisasi lain |
2,93 |
Saya kemungkinan akan meninggalkan 4 15 16 21 0 56 166 tempat kerja ini. |
2,96 |
Saya meninggalkan tempat kerja ini bila 0 9 8 32 7 56 205 ada kesempatan lebih baik. |
3,66 |
Saya akan meninggalkan tempat kerja ini 9 21 16 10 0 56 139 dalam waktu dekat. |
2,48 |
Rata-rata Skor |
2,96 |
Deskripsi Variabel Intensi turnover
Pernyataan Skala Jml Jml. 1 2 3 4 5 Skor |
Rata-rata |
Saya sering berpikir untuk keluar dari 4 17 19 16 0 56 159 tempat kerja ini. |
2,84 |
Saya berkeinginan untuk mencari 4 14 20 18 0 56 164 pekerjaan pada organisasi lain |
2,93 |
Saya kemungkinan akan meninggalkan 4 15 16 21 0 56 166 tempat kerja ini. |
2,96 |
Saya meninggalkan tempat kerja ini bila 0 9 8 32 7 56 205 ada kesempatan lebih baik. |
3,66 |
Saya akan meninggalkan tempat kerja ini 9 21 16 10 0 56 139 dalam waktu dekat. |
2,48 |
Rata-rata Skor |
2,96 |
Deskripsi Variabel Intensi turnover
Pernyataan Skala Jml Jml. 1 2 3 4 5 Skor |
Rata-rata |
Saya sering berpikir untuk keluar dari 4 17 19 16 0 56 159 tempat kerja ini. |
2,84 |
Saya berkeinginan untuk mencari 4 14 20 18 0 56 164 pekerjaan pada organisasi lain |
2,93 |
Saya kemungkinan akan meninggalkan 4 15 16 21 0 56 166 tempat kerja ini. |
2,96 |
Saya meninggalkan tempat kerja ini bila 0 9 8 32 7 56 205 ada kesempatan lebih baik. |
3,66 |
Saya akan meninggalkan tempat kerja ini 9 21 16 10 0 56 139 dalam waktu dekat. |
2,48 |
Rata-rata Skor |
2,96 |
Deskripsi Variabel Intensi turnover
Pernyataan Skala Jml Jml. 1 2 3 4 5 Skor |
Rata-rata |
Saya sering berpikir untuk keluar dari 4 17 19 16 0 56 159 tempat kerja ini. |
2,84 |
Saya berkeinginan untuk mencari 4 14 20 18 0 56 164 pekerjaan pada organisasi lain |
2,93 |
Saya kemungkinan akan meninggalkan 4 15 16 21 0 56 166 tempat kerja ini. |
2,96 |
Saya meninggalkan tempat kerja ini bila 0 9 8 32 7 56 205 ada kesempatan lebih baik. |
3,66 |
Saya akan meninggalkan tempat kerja ini 9 21 16 10 0 56 139 dalam waktu dekat. |
2,48 |
Rata-rata Skor |
2,96 |
Deskripsi Variabel Intensi turnover
Pernyataan Skala Jml Jml. 1 2 3 4 5 Skor |
Rata-rata |
Saya sering berpikir untuk keluar dari 4 17 19 16 0 56 159 tempat kerja ini. |
2,84 |
Saya berkeinginan untuk mencari 4 14 20 18 0 56 164 pekerjaan pada organisasi lain |
2,93 |
Saya kemungkinan akan meninggalkan 4 15 16 21 0 56 166 tempat kerja ini. |
2,96 |
Saya meninggalkan tempat kerja ini bila 0 9 8 32 7 56 205 ada kesempatan lebih baik. |
3,66 |
Saya akan meninggalkan tempat kerja ini 9 21 16 10 0 56 139 dalam waktu dekat. |
2,48 |
Rata-rata Skor |
2,96 |
Deskripsi Variabel Intensi turnover
Pernyataan Skala Jml Jml. 1 2 3 4 5 Skor |
Rata-rata |
Saya sering berpikir untuk keluar dari 4 17 19 16 0 56 159 tempat kerja ini. |
2,84 |
Saya berkeinginan untuk mencari 4 14 20 18 0 56 164 pekerjaan pada organisasi lain |
2,93 |
Saya kemungkinan akan meninggalkan 4 15 16 21 0 56 166 tempat kerja ini. |
2,96 |
Saya meninggalkan tempat kerja ini bila 0 9 8 32 7 56 205 ada kesempatan lebih baik. |
3,66 |
Saya akan meninggalkan tempat kerja ini 9 21 16 10 0 56 139 dalam waktu dekat. |
2,48 |
Rata-rata Skor |
2,96 |
Deskripsi Variabel Intensi turnover
Pernyataan Skala Jml Jml. 1 2 3 4 5 Skor |
Rata-rata |
Saya sering berpikir untuk keluar dari 4 17 19 16 0 56 159 tempat kerja ini. |
2,84 |
Saya berkeinginan untuk mencari 4 14 20 18 0 56 164 pekerjaan pada organisasi lain |
2,93 |
Saya kemungkinan akan meninggalkan 4 15 16 21 0 56 166 tempat kerja ini. |
2,96 |
Saya meninggalkan tempat kerja ini bila 0 9 8 32 7 56 205 ada kesempatan lebih baik. |
3,66 |
Saya akan meninggalkan tempat kerja ini 9 21 16 10 0 56 139 dalam waktu dekat. |
2,48 |
Rata-rata Skor |
2,96 |
Deskripsi Variabel Intensi turnover
Pernyataan Skala Jml Jml. 1 2 3 4 5 Skor |
Rata-rata |
Saya sering berpikir untuk keluar dari 4 17 19 16 0 56 159 tempat kerja ini. |
2,84 |
Saya berkeinginan untuk mencari 4 14 20 18 0 56 164 pekerjaan pada organisasi lain |
2,93 |
Saya kemungkinan akan meninggalkan 4 15 16 21 0 56 166 tempat kerja ini. |
2,96 |
Saya meninggalkan tempat kerja ini bila 0 9 8 32 7 56 205 ada kesempatan lebih baik. |
3,66 |
Saya akan meninggalkan tempat kerja ini 9 21 16 10 0 56 139 dalam waktu dekat. |
2,48 |
Rata-rata Skor |
2,96 |
Discussion and feedback