HUBUNGAN ANTARA KOMITMEN ORGANISASIONAL DAN GAYA MANAJEMEN KONFLIK KARYAWAN BANK MILIK PEMERINTAH DAERAH TINGKAT II DI PROVINSI DIY
on
Heru Kristianto, Hubungan antara Komitmen Organisasi ... 1
HUBUNGAN ANTARA KOMITMEN ORGANISASIONAL DAN GAYA MANAJEMEN KONFLIK KARYAWAN BANK MILIK PEMERINTAH
DAERAH TINGKAT II DI PROVINSI DIY
Heru Kristanto
Fakultas Bisnis, Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta e-mail: heru1405@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan komitmen organisasional dan gaya manajemen konflik karyawan dengan obyek, situasi, dan kondisi di Indonesia. Responden dalam penelitian ini adalah 183 karyawan dari lima bank milik Pemerintah Daerah Tingkat II di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Data dianalisis dengan menerapkan Teknik Analisis Regresi Linier Berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang mempunyai kedua komitmen, yaitu pada masyarakat dan atasan, terindikasi menerapkan gaya manajemen konflik mengintegrasi dan menghindari. Karyawan yang mempunyai komitmen pada atasan, cenderung memprediksi gaya manajemen konflik mendominasi dan menuruti, sedangkan karyawan yang mempunyai komitmen pada masyarakat, cenderung memprediksi gaya manajemen konflik kompromi. Implikasi studi ini untuk penelitian selanjutnya adalah dilakukannya riset melalui studi longitudinal atau pendekatan eksperimen.
Kata kunci: gaya manajemen konflik, komitmen organisasional, longitudinal, eksperimen
ABSTRACT
The aim of this study is to examine the impact of employee commitment on conflict management style with object, circumstances, and conditions of Indonesia. The respondent of this study is 261 employees of government-owned banks from five regencies in the Province of Daerah Istimewa Yogyakarta. The data were analized by implementing Multiple Linear Regression Technique. The results show that there is an indication that employees who have both commitment to the community and to the supervisor tends to implement integrating and avoiding style. Employees who have a commitment to superior, tends to carry out dominating and obliging approach. Whereas, employees who have a commitment to society, tend to implementing compromising approach. Implication of this study for future research is carry out longitudinal or experimental study. Keywords: conflict management style, organizational commitment, longitudinal, experiment.
PENDAHULUAN
Di masa lalu, pihak-pihak yang berkepentingan dalam organisasi memandang konflik sebagai sesuatu yang mengganggu, bahkan dianggap sebagai faktor yang dapat menurunkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas, yang pada gilirannya dapat membahayakan kelangsungan hidup organisasi. Perilaku organisasional (PO) tradisional mengasumsikan bahwa konflik organisasional bersifat disfungsional serta mengganggu kepuasaan individu dan kinerja kelompok (Pondy, 1967, 2007), sehingga pandangan tentang konflik masih jatuh ke dalam spektrum untuk mengurangi, mengabaikan, atau meminimalkan konflik (Rahim, 2002). Pandangan tradisional hubungan manusiawi yang ditunjukkan melalui perpektif unitarisme menunjukkan bahwa konflik harus dicegah dan dihindari, meskipun disadari juga oleh kaum unitaris bahwa konflik di tempat kerja tidak dapat dihindari (Abbott, 2006).
Dalam kenyataannya, konflik juga tidak hanya menghasilkan kerusakan atau gangguan, melainkan
juga akan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat, merangsang gagasan inovatif dan meningkatkan produktivitas (Robbins, 1993:455). Dampak konflik mungkin lebih tergantung pada bagaimana menyelesaikannya daripada alasan mengapa konflik tersebut muncul (Thomas, 1976). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa konflik tidak harus dihindari, tetapi harus dikelola (Ohbuchi & Suzuki, 2003; Van de Vliert & De Dreu, 1994; Van de Vliert, et. al sedemikian rupa, sehingga tidak merugikan, melainkan memberikan manfaat bagi perkembangan organisasi.
Pertimbangan untuk mengelola konflik (conflict management) didasarkan pada asumsi bahwa kepentingan antara karyawan dengan manajer dapat disatukan dalam kaitannya dengan hubungan tugas dan interpersonal (Bendersky, 2003). Konflik yang dikelola secara konstruktif akan menjadi bermanfaat, sebaliknya, apabila ditangani secara destruktif, akan mengganggu atau merusak individu dan organisasi (Tjosvold & Tjosvold, 1995:185). Oleh karena itu,
studi-studi empiris cenderung berkaitan dengan rekasi terhadap konflik dan berbagai cara untuk mengatasinya (Balay, 2007).
Penelitian ini berkaitan dengan anteseden gaya manajemen konflik berupa sikap karyawan yang diwujudkan dalam komitmen (Balay, 2007; London & Howat, 1978; Zammuto, London, & Rowland, 1979). Gaya manajemen konflik yang diprediksi oleh komitmen, terakhir diteliti oleh Balay (2007). Penentuan komitmen sebagai anteseden gaya manajemen konflik berdasarkan pertimbangan bahwa penerapan manajemen konflik yang berbeda akan menjadi sesuatu yang lebih penting bagi penyelesaian konflik yang efektif (London & Howat, 1978). Penggunaan metode manajemen konflik yang berbeda membutuhkan waktu dan tenaga yang besar, serta komitmen yang tinggi ketika bekerja dengan orang lain (London & Howat, 1978; Zammuto et al., 1979). Sebagai konsekuensinya, komitmen karyawan seharusnya menjadi sesuatu yang penting dalam menentukan manajemen konflik yang akan diadopsi. Iklim persaingan bisnis yang ketat menuntut anggota organisasi meningkatkan komitmen di tempat kerja, sehingga mampu mengarahkan dan mengembangkan ketrampilannya dalam mengelola konflik secara efektif (Balay, 2007).
Sesuai dengan perspektif unitarisme, seluruh anggota organisasi (baik karyawan maupun manajer) merupakan suatu “tim kerja atau keluarga”, dan secara implisit menekankan nilai-nilai dan tujuan bersama (Fox, 1966). Konflik dianggap tidak rasional dan buruk, dan penyelesaian lebih menekankan pada saling bekerjasama dan berbagi tujuan. Komitmen terjadi ketika karyawan telah mengidentifikasi secara emosional ide-ide organisasinya yang konsisten dengan nilai-nilai dan aspirasinya (Hall et al., 1970; Mowday et al., 1979). Pendapat ini sesuai dengan model komitmen normatif dari Mayer dan Allen (1991) yaitu perasaan karyawan akan tanggungjawabnya pada organisasi berdasarkan internalisasinya dengan nilai-nilai dan tujuan organisasi. Dengan kata lain, komitmen sebagai konstruk yang merefleksikan tanggapan afektif pada organisasi secara keseluruhan dan menekankan kelekatan karyawan pada tujuan dan nilai organisasi (Mowday et al., 1979). Barang siapa yang memiliki komitmen lebih tinggi terhadap organisasinya, diasumsikan lebih produktif, berperilaku lebih bertanggungjawab dan mempunyai kesetiaan (Ulrich, 1998).
Selain mendasarkan pada isu tersebut studi ini meneliti ulang hubungan antara komitmen karyawan dengan gaya manajemen konflik yang secara khusus
menitikberatkan perbedaan dan persoalan dari hasil penelitian antara Balay (2007) dengan London dan Howat (1978). Penelitian London dan Howat (1978) menggunakan variabel komitmen karyawan yang berasal dari konsep Gouldner (1957, 1958) yang terdiri dari komitmen kepada organisasi, profesi, dan masyarakat. Secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara komitmen dan manajemen konflik tergantung pada jenis komitmen dan komposisi jenis kelamin yang berkaitan dengan atasan-bawahan. Gaya confronting (problem-solving dan integrating) dalam konflik berhubungan positif dengan komitmen organisasional para bawahan. Komitmen profesional dan organisasional para penyelia (supervisor) secara negatif berhubungan dengan penggunaan gaya forcing (memaksa). Komitmen kepada masyarakat secara negatif berhubungan dengan penggunaan gaya withdrawing (menarik diri).
Balay (2007) berusaha memperbaiki penelitian London dan Howat (1978) yaitu memprediksi strategi manajemen konflik melalui komitmen karyawan, dengan alasan bahwa peningkatan komitmen karyawan akan meningkatkan strategi manajemen konflik satunya dan menurunkan strategi manajemen konflik lainnya. Hal ini disebabkan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ketiga jenis komitmen karyawan (internalization, identification, dan compliance) sangat lemah dalam memprediksi kelima manajemen konflik dengan formulasi dari DUTCH (forcing, yielding, avoiding, problem-solving, dan compromising).
Partisipan penelitian Balay (2007) adalah guru sekolah dasar di sebuah kota di Turki. Penelitian ini merupakan pengembangan studi yang dilakukan oleh Balay melalui responden dengan profesi yang lain, dalam hal ini, karyawan bank. Pemilihan variabel komitmen karyawan ini disesuaikan dengan obyek penelitian yaitu industri perbankan milik pemerintah daerah (Pemda) Tingkat II, karena bank milik Pemerintah Daerah berfungsi dan berperan selaku Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang bertugas untuk (Kamaluddin, 2001):
-
1. Melaksanakan kebijakan Pemda di bidang ekonomi dan pembangunan.
-
2. Pemupukan dana bagi pembiayaan pembangunan daerah.
Dalam menjalankan perannya sebagai organisasi publik yang melayani masyarakat luas, bank BUMD memerlukan karyawan yang mempunyai komitmen kepada masyarakat, profesi, organisasi, serta atasan.
Sejalan dengan uraian tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menguji dan mengukur intensitas komitmen karyawan dalam memprediksi pilihan gaya manajemen konflik. Penelitian semacam ini jarang dilakukan, sejak pertama kali diteliti oleh London dan Howat (1978), diteruskan oleh Zammuto et al. (1979) hingga diteliti kembali oleh Balay (2007). Penelitian ini menggunakan variabel komitmen pada organisasi, profesi, dan masyarakat (London & Howat, 1978), serta komitmen pada atasan (Zammuto et al., 1979).
Dalam penelitian ini juga, gaya manajemen konflik yang digunakan adalah penanganan konflik interpersonal yang dikembangkan oleh Rahim (1983) yang terdiri dari mengintegrasi (integrating), menuruti (obliging), mendominasi (dominating), menghindari (avoiding), dan kompromi (compromising). Alasan menggunakan konsep dari Rahim adalah gaya manajemen konflik ini lazim digunakan dan telah diuji validitasnya. Selain itu, penggunaan kedua jenis variabel (komitmen karyawan dan gaya manajemen konflik) tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa kedua jenis variabel relatif bersifat generik, sesuai dengan situasi dan kondisi tempat kerja di Indonesia.
Kerangka Konseptual
Perspektif unitarisme
Rerangka rujukan unitarisme disampaikan oleh Fox pada tahun 1966 yang memandang bahwa manajemen sebagai pengarah dan pengendali tenaga kerja untuk mencapai tujuan ekonomi dan pertumbuhan (Armstrong, 1999). Sebagai pihak yang berwenang membuat peraturan, manajemen cenderung memandang perusahaan sebagai sistem kesatuan (baik nilai-nilai, kepentingan, dan tujuan) dengan satu sumber kewenangan dan fokus pada kesetiaan pada organisasi. Pandangan unitaris sesungguhnya bersifat otokratik yang diekspresikan dengan pernyataan “manajemen berhak mengelola”.
Filosofi ini menekankan bahwa komitmen dan hubungan kerja sama didasarkan pada pandangan unitaris. Semua anggota organisasi merupakan satu tim kerja atau keluarga yang harmonis dan secara implisit berusaha membagikan nilai-nilai dan tujuan bersama.
Pandangan unitarisme berawal dari asumsi bahwa konflik di tempat kerja antara pihak atasan dan bawahan merupakan hal yang tidak dapat dihindari (Fox, 1966). Konflik di antara kedua pihak akan muncul secara periodik, dan kejadian tersebut diyakini akan menimbulkan perselisihan, namun kemudian akan menjadi hubungan kerja sama. Manajer dan karyawan memiliki kepentingan bersama dalam kelangsungan hidup organisasi mereka, sehingga ketika konflik terjadi,
mereka tidak memanifestasikan dirinya ke titik yang akan membuat perusahaan bangkrut. Untuk menghindari kegagalan, manajer dan karyawan harus memperhatikan dengan cermat sumber-sumber konflik potensial dan mencari jalan keluarnya.
Gaya manajemen konflik
Skema konseptual pertama untuk mengklasifikasikan konflik secara sederhana berupa dikotomi kooperasi-kompetisi (Deutsch, 1949). Deutsch berpendapat bahwa dinamika dan outcome konflik tergantung dari apakah konflik diatasi secara kooperatif atau kompetitif.
Keraguan kemudian muncul atas kemampuan dikotomi Deutsch (1949) untuk merefleksikan kompleksitas persepsi perilaku individu dengan munculnya dua dimensi kisi baru untuk mengklasifikasikan gaya yang dikembangkan oleh Blake dan Mouton pada tahun 1964 (Ruble & Thomas, 1976). Blake dan Mouton mengelompokkan penanganan konflik interpersonal ke dalam lima jenis yaitu forcing, withdrawing, smoothing, compromising, dan problem solving. Pengelompokan ini berdasarkan titik perhatian individu (khususnya manajer) yakni pada produksi (tinggi/rendah) atau pada manusia (tinggi/rendah).
Konsep Blake dan Mouton kemudian dikembangkan oleh Thomas dan Kilmann (1975), Kilmann dan Thomas (1977), dan Renwick (1977) terutama dalam hal instrumen penelitian. Pengembangan model manajemen konflik tersebut berdasarkan perhatian pada perilaku assertive yaitu keinginan untuk memuaskan diri sendiri dan perilaku cooperative yakni keinginan untuk memuaskan pihak lain. Kedua perilaku tersebut membentuk lima gaya manajemen konflik yaitu competing, collaborating, avoiding, accomodating, dan compromising.
Perkembangan selanjutnya, Van de Vliert et al. (1999) mendiskusikan tentang validitas dan reliabilitas yang mengukur lima tipologi perilaku konflik yang diuraikan oleh berbagai pakar sebelumnya dan dibedakan menjadi forcing, yielding, avoiding, problem-solving, dan compromising, serta lebih dikenal sebagai the Dutch Test for Conflict Handling (DUTCH). Perbandingan dan padanan dalam mengidentifikasi gaya manajemen konflik yang dipergunakan oleh beberapa peneliti sebelumnya, dapat disimak pada Tabel 1.
Menurut Rahim dan Magner (1995) terdapat lima gaya manajemen konflik yang dikenal sebagai gaya mengintegrasi (integrating), menuruti (obliging), mendominasi (dominating), menghindari (avoiding), dan kompromi (compromising). Lima
Tabel 1. Perbandingan dan Padanan Lima Gaya Manajemen Konflik
Blake & Mouton Hall (1969) (1964) |
Thomas & Renwick Rahim: ROCI- Van de Vliert: Kilmann: TKI (1977) II (1979) DUTCH (1997) (1977) |
Forcing Win-lose Sharing Compromise Withdrawing Lose-leave Problem-solving Synergistic Smoothing Yield-lose |
Competing Forcing Dominating Forcing Compromising Compromising Compromising Compromising Avoiding Withdrawing Avoiding Avoiding Collaborating Confronting Integrating Problem-solving Accomodating Smoothing Obliging Yielding |
Sumber: kajian studi empiris
gaya manajemen konflik tersebut berasal dari dua dimensi dasar yaitu pertama, menyangkut perhatian untuk diri sendiri (concern for self) dan kedua, perhatian untuk orang lain (concern for others) (Rahim & Bonoma, 1979). Dimensi pertama menjelaskan derajat (tinggi atau rendah) usaha seseorang untuk memuaskan dirinya sendiri, sedangkan dimensi kedua (perhatian untuk orang lain) menjelaskan derajat (tinggi atau rendah) usaha seseorang untuk memuaskan orang lain. Kombinasi dua dimensi tersebut akan membentuk lima gaya manajemen konflik, seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Model Dua Dimensi Gaya Manajemen Konflik
Sumber: Rahim dan Bonoma (1979)
Gaya mengintegrasi (integrating style): gaya ini berhubungan dengan penyelesaian masalah dan melibatkan keterbukaan, berbagi informasi, mencari alternatif dan pengujian perbedaan untuk mencapai solusi efektif yang dapat diterima oleh dua pihak (Rahim, 2002). Dalam gaya mengintegrasi, setiap pihak akan belajar dan menggali konflik dari cara pandang pihak lain, sehingga mempertemukan tujuan masing-masing pihak.
Gaya menuruti (obliging style): gaya ini berhubungan dengan rendahnya perhatian pada diri sendiri dan tingginya perhatian pada pihak lain melalui usaha menurunkan perbedaan dan menekankan pada usaha memuaskan kebutuhan pihak lain.
Gaya kompromi (compromising style): gaya ini terletak di tengah antara perhatian bagi diri sendiri dan pihak lain. Gaya ini melibatkan situasi “memberi dan menerima” atau terkadang saling berkorban agar mencapai solusi yang disetujui bersama.
Gaya mendominasi (dominating style): gaya ini melibatkan perhatian untuk diri sendiri yang tinggi dan perhatian pada orang lain yang rendah dan dideskripsikan sebagai situasi menang-kalah (win-lose situation) (Rahim & Magner, 1995). Karyawan yang dominan selalu menganggap dirinya benar dan selalu berupaya untuk menang.
Gaya menghindari (avoiding style): gaya ini menunjukkan perhatian pada diri sendiri dan orang lain yang rendah, yang dihubungkan dengan penarikan diri dari suatu situasi. Seseorang dengan gaya ini gagal memuaskan dirinya dan pihak lain. Gaya ini akan cocok diterapkan ketika karyawan ingin mengurangi ketegangan, mengulur-ulur waktu, atau ketika berada dalam posisi kewenangan yang lebih rendah.
Komitmen Karyawan
Mottaz (1988) menyatakan bahwa komitmen organisasional adalah tanggapan afektif yang dihasilkan dari evaluasi kondisi kerja yang melekatkan individu pada organisasinya. Komitmen yang tinggi memberi manfaat bagi organisasi dan karyawan. Bagi organisasi, karyawan lebih menunjukkan perilaku kerja positif. Bagi karyawan, mereka akan mendapatkan identitas, status, prestise, serta tidak terlalu khawatir akan kehilangan pekerjaan (job security tinggi).
Allen dan Meyer (1990) mengusulkan tiga komponen model komitmen organisasional yaitu komitmen afektif, continuance, dan normatif. Komitmen afektif merujuk pada keeratan dengan
organisasi seperti tetap tinggal dalam organisasi, terlibat di dalamnya, dan menikmati sebagai anggota organisasi. Komitmen continuance mengacu pada tendensi untuk tetap tinggal dalam organisasi karena pertimbangan biaya jika harus meninggalkan organisasi. Komitmen normatif merujuk pada komitmen berdasarkan keyakinan dan kewajiban moral bahwa tetap tinggal dalam organisasi merupakan sesuatu yang benar dan bermoral. Studi Angle dan Lawson (1993) menyatakan bahwa komitmen normatif merupakan nilai personal yang membuat orang cenderung memiliki komitmen afektif dan continuance, sehingga jenis komitmen ini merupakan karakteristik yang cukup stabil. Studi lain yang dilakukan oleh Lee et al. (1992) menyatakan bahwa faktor situasional (pengalaman individu) dan kecenderungan berkomitmen berdampak pada bertahannya individu dalam organisasi.
Gouldner (1957,1958) memperluas gagasan komitmen, tidak hanya berorientasi organisasional atau “lokal”, melainkan termasuk berorientasi profesional atau “kosmopolitan”. Komitmen profesional didefinisi sebagai loyalitas pada ketrampilan dan identifikasi peran khusus dengan kelompok referensi di luar organisasi, misalnya salesman loyal pada pelanggannya, pengacara memiliki komitmen terhadap kliennya, politikus memperhatikan konstituennya, dan karyawan pelayanan sosial dekat dengan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, setidaknya terdapat tiga dimensi komitmen yaitu komitmen pada organisasi, profesi, dan masyarakat (commitment to the organization, commitment to the profession, dan commitment to the community) (London & Howat, 1978).
Konsep Kelman (1958); Becker et al. (1996); dan Gregersen (1993) fokus pada komitmen terhadap atasan dan mendefinisi dua dimensi: identifikasi dengan atasan dan internalisasi nilai-nilai atasan. Identifikasi terjadi ketika bawahan mengagumi atribut-atribut atasan. Bawahan merasa bangga apabila dihubungkan dengan atasan yang mempunyai atribut yang dikaguminya, sehingga bawahan menjadi loyal. Internalisasi terjadi ketika bawahan mengadopsi sikap dan perilaku atasan, karena sesuai dengan sistem nilai bawahan. Dengan kata lain, nilai-nilai yang dimiliki oleh atasan dan bawahan adalah sama.
Komitmen Karyawan:
-
1. Komitmen pada organisasi
-
2. Komitmen pada atasan
-
3. Komitmen pada profesi
-
4. Komitmen pada masyarakat
Hubungan antara komitmen karyawan dan strategi manajemen konflik mendasarkan pada asumsi perspektif unitarisme yang menyatakan bahwa keberadaan organisasi sangat harmonis (sempurna) dan seluruh konflik tidak diperlukan (Rose, 2008). Organisasi dipersepsikan sebagai sesuatu tim kerja serta keluarga yang terintegrasi dan harmonis, dimana seluruh anggota organisasi membagikan tujuan bersama dan menekankan kerja sama yang saling menguntungkan. Hal ini membuat seluruh anggota organisasi mempunyai komitmen untuk mengatasi konflik yang akan terjadi (Abbott, 2006). Berdasarkan uraian tersebut, diajukan model hubungan antara komitmen karyawan dengan pilihan gaya manajemen konflik seperti ditunjukkan pada Gambar 2.
Konflik
Komitmen setiap unsur kerja utama dikonseptualisasi sebagai dimensi bebas dari konstruk komitmen secara umum (London & Howat, 1978). Prediksi pada gaya manajemen konflik akan dinyatakan dalam lingkup konstruk komitmen umum dan diterapkan dengan cara yang sama untuk setiap dimensinya. Dimensi komitmen (terhadap organisasi, atasan, profesi, dan masyarakat) akan secara bebas berhubungan dengan gaya manajemen konflik. Dengan kata lain, kekuatan hubungan akan bervariasi di antara jenis komitmen. Mengacu pada uraian teoritis berdasarkan perspektif unitarisme, konsep penanganan konflik dari Blake dan Mouton (1964) serta penelitian London & Howat (1978), prediksi konstruk komitmen karyawan terhadap dimensi-dimensi strategi manajemen konflik dapat ditunjukkan sebagai berikut.
Gaya mengintegrasi
Gaya mengintegrasi mengacu pada usaha membawa permasalahan dan melaksanakan penyelesaiannya secara terbuka. Hal ini memerlukan kemauan (komitmen) untuk mencurahkan waktu dan tenaga guna membahas alasan perselisihan dan memperkecil kemungkinan terjadinya penyelesaian secara emosional yang akan menyakiti diri sendiri dan orang lain. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut:
Gaya Manajemen Konflik:
-
1. Mengintegrasi
-
2. Menuruti
-
3. Kompromi
-
4. Mendominasi
-
5. Menghindari
Gambar 2. Model Hubungan Antara Komitmen Karyawan dengan Pilihan Gaya Manajemen Konflik
H1: Komitmen karyawan (pada organisasi, atasan, profesi, dan masyarakat) memprediksi strategi mengintegrasi secara positif.
Gaya menuruti
Gaya menuruti dilakukan dalam kondisi terjadinya perbedaan, namun tetap menekankan kepentingan umum. Karyawan yang mengungkapkan komitmennya tetapi tidak ingin terlibat terlalu besar dalam konflik adalah orang yang berusaha untuk mencapai hubungan yang harmonis dan berusaha menerima segala pembicaraan dengan menghindari ketidaksetujuan. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut.
H2: Komitmen karyawan (pada organisasi, atasan, profesi, dan masyarakat) memprediksi strategi menuruti secara positif.
Gaya kompromi
Gaya kompromi adalah strategi menemukan jalan tengah di antara kepentingan yang berbeda. Penyelesaian masalah tidak akan memenuhi semua keinginan dari kedua belah pihak, tetapi akan lebih baik untuk melanjutkan penyelesaian dengan “saling memberi atau menerima”. Meskipun tindakan kompromi tidak berisiko, namun hal itu membutuhkan komitmen dan pengorbanan untuk mengambil tindakan. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut.
H3: Komitmen karyawan (pada organisasi, atasan, profesi, dan masyarakat) memprediksi strategi kompromi secara positif.
Gaya mendominasi
Gaya mendominasi berusaha menghilangkan konflik melalui kekuasaan. Pemimpin biasanya memiliki kontrol yang dipegang dalam jabatan/ posisinya dan memungkinkan melaksanakan atau mengancam hukuman untuk memperoleh kepatuhan dari bawahannya. Bawahan juga dapat memaksa dengan menyatakan bahwa mereka memiliki tanggung jawab tertentu yang didefinisi dalam deskripsi pekerjaan yang memungkinkan mereka untuk mengatur situasi seperti yang mereka inginkan. Individu yang cenderung mendominasi penyelesaian masalah, memiliki komitmen yang rendah. Keinginan untuk mencapai penyelesaian masalah dengan cara mendominasi akan membawa konsekuensi pada kesatupaduan atau iklim kerja kelompok.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut.
H4: Komitmen karyawan (pada organisasi, atasan, profesi, dan masyarakat) memprediksi strategi mendominasi secara negatif.
Gaya menghindari
Gaya menghindari mengacu pada usaha meninggalkan situasi tertentu baik secara langsung misalnya meninggalkan tempat, maupun tidak langsung dengan mengabaikan komunikasi, menolak untuk menanggapi, atau menanggapi dengan bicara yang tidak jelas. Ciri individu seperti ini tidak memiliki komitmen dan tidak menginginkan terlibat dalam penyelesaian konflik. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut.
H5: Komitmen karyawan (pada organisasi, atasan, profesi, dan masyarakat) akan memprediksi secara negatif strategi menghindari.
METODE
Penelitian ini menggunakan data primer melalui pendekatan survai para karyawan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) milik Pemerintah Daerah Tingkat II di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Instrumen penelitian berupa kuesioner yang berisikan pertanyaan tertutup dengan skala Likert.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan perbankan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Mengingat jumlah seluruh perbankan sangat banyak dan tidak diketahui secara pasti, data penelitian ini bersumber pada sampel. Pemilihan sampel menggunakan metoda purposive sampling, yaitu dengan memilih BPR milik pemerintah daerah yang pernah atau sedang menjalankan proses restrukturisasi dan reorganisasi berkaitan dengan perubahan dari bank pasar menjadi bank perkreditan rakyat yang berkembang lebih modern, profesional, dan jangkauan pelayanan yang lebih luas. Perubahan ini memungkinkan terjadinya potensi konflik atau pernah terjadi konflik di tempat kerja, sehingga sumber daya manusia di dalamnya mempunyai pengalaman dalam melakukan resolusi konflik.
Penentuan ukuran sampel berdasarkan rule of thumb ukuran sampel yang dikemukakan oleh Roscoe (1975) (dalam Sekaran, 2000:296), yang menyatakan bahwa penelitian analisis multivariat (termasuk analisis regresi berganda), ukuran sampel seharusnya beberapa kali (10 kali atau lebih) dari jumlah variabel. Dengan menggunakan acuan ini, dengan jumlah variabel sembilan, maka jumlah sampel minimum adalah 90
orang. Responden dalam penelitian ini adalah 261 karyawan pada BPR terpilih.
Variabel Penelitian dan Pengukuran
Pengukuran variabel komitmen pada organisasi, pada profesi, dan pada masyarakat diturunkan dari Gouldner (1957, 1958) oleh London & Howat (1978). Pengukuran variabel komitmen pada atasan diacu dari skala penelitian yang dilakukan oleh Becker et al. (1996); Gregersen (1993); dan Chen (2002). Keempat jenis komitmen diukur dengan 5 butir pertanyaan dan skala Likert 5 poin (skala 1 = sangat tidak setuju sampai skala 5 = sangat setuju).
Pengukuran tentang gaya manajemen konflik diambil dari Organizational Conflict Inventory II atau ROCI-II yang dikembangkan oleh Rahim (1983), terdiri dari mengintegrasi, menuruti, mendominasi, menghindari, dan kompromi. Kelima gaya manajemen konflik diukur dengan 7 butir pertanyaan.
Alat Analisis
Sebelum dilakukan analisis regresi, penelitian ini didahului dengan pengujian validitas dan reliabilitas. Tujuan dilakukan uji validitas adalah untuk menilai kesesuaian variabel-variabel yang dimasukkan dalam skala yang disajikan dengan definisi konsepnya. Pengujian validitas dilakukan terhadap 9 variabel utama yaitu komitmen pada organisasi, pada profesi, pada masyarakat, pada atasan; mengintegrasi, menuruti, mendominasi, menghindari, dan kompromi. Aturan (rules of thumb) penerimaan skor loading factor yaitu 0.5 (Hair et al., 2006: 129).
Uji reliabilitas dilakukan untuk menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya. Semakin tinggi reliabilitas suatu alat ukur, semakin tepat alat ukur tersebut. Hasil uji reliabilitas ditunjukkan oleh Cronbach’s Alpha (α) yang digunakan untuk menguji konsistensi responden dalam merespon seluruh butir pertanyaan. Menurut Hair et al. (2006: 137), batas bawah uji reliabilitas adalah α = 0,7 ; sedangkan α = 0,6 dapat diterima untuk penelitian eksploratori. Studi ini menggunakan batas nilai 0,6 karena dianggap sebagai pengembangan studi-studi sebelumnya.
Alat analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda untuk menguji besaran pengaruh dan arah hubungan keempat dimensi komitmen karyawan pada masing-masing dimensi gaya manajemen konflik. Pengujian validitas, reliabilitas, maupun analisis regresi dilakukan dengan program aplikasi Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi 11.01 for Windows.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Responden
Kuesioner yang dibagikan adalah sebanyak 261 eksamplar. Kuesioner yang kembali sebanyak 188 eksamplar (response rate 72%), sedangkan yang dapat digunakan sebanyak 183 eksamplar (use rate 70,1%). Hasil distribusi responden dijelskan sebagai berikut.
-
1. Jenis kelamin: pria (57,9%) dan wanita (42,1%). 2. Usia: 20-30 th (29,5%); 21-30 th (1,1%); 31-40 th (49,2%); 41-50 th (17,5%); 51 th ke atas (2,7%).
-
3. Pendidikan: SMU/ SMK (12,6%); Diploma (7,1%); S-1 (76%); S-2 (4,4%)
-
4. Masa kerja: kurang 5 th (25,7%); 5-11 th (50,3%); 12-18 th (13,7%); 19-25 th (7,7%); lebih dari 25 th (2,7%).
Hasil Uji Validitas
Berdasarkan hasil analisis faktor pada Tabel 2, terlihat bahwa loading factor indikator pada setiap konstruknya sebesar 0.5 yang merupakan nilai kecukupan pengukuran (Hair et al., 2006:779), sehingga indikator pada setiap konstruk dapat dikatakan mempunyai validitas yang baik dan dapat diterima (dicetak tebal). Hasil analisis faktor gaya manajemen konflik menunjukkan bahwa dari 35 butir instrumen yang diujikan, sebanyak 29 butir dinyatakan mempunyai validitas baik. Namun, sebanyak 3 item yaitu AV11, AV12, dan DO21 tidak dapat diikutsertakan ke dalam analisis selanjutnya, karena bersifat mendua (ambigu), yaitu mempunyai loading factor pada konstruk lain dengan rentang kurang dari 0,200. Dengan demikian, sebanyak 26 indikator dapat dinyatakan valid.
Berdasarkan hasil analisis faktor pada Tabel 3, terlihat loading factor indikator pada setiap konstruk pengukuran adalah 0.5. Maka, butir-butir pertanyaan pada setiap konstruk dapat dikatakan mempunyai validitas yang baik, sehingga dapat digunakan dalam analsisis selanjutnya (dicetak tebal). Hasil analisi faktor gaya manajemen konflik menunjukkan bahwa dari 21 indikator sebanyak 13 indikator dinyatakan mempunyai validitas baik karena memiliki loading factor 0.5. Namun, ada satu butir (KA17) tidak dapat diikutsertakan ke dalam analisis selanjutnya, karena bersifat mendua (ambigu) yaitu mempunyai loading factor pada konstruk lain dengan rentang kurang dari 0,200. Dengan demikian, indikator yang dinyatakan valid berjumlah 12.
Tabel 2. Hasil Uji Validitas Gaya Manajemen Konflik
Variabel |
Item |
Variabel | ||||
Mengintegrasi |
Menghindari |
Mendominasi |
Menuruti |
Kompromi | ||
Mengintegrasi |
IN1 |
0,645 | ||||
IN2 |
0,567 | |||||
IN3 |
0,716 | |||||
IN4 |
0,727 | |||||
IN5 |
0,725 | |||||
IN6 |
0,766 | |||||
IN7 |
0,781 | |||||
Menghindari |
AV8 |
0,734 | ||||
AV9 |
0,775 | |||||
AV10 |
0,791 | |||||
AV11 |
0,553 |
0,559 | ||||
AV12 |
0,473 |
0,528 | ||||
AV13 |
0,472 | |||||
AV14 |
0,722 | |||||
Mendominasi |
DO15 |
0,664 | ||||
DO16 |
0,733 | |||||
DO17 |
0,755 | |||||
DO18 |
0,587 | |||||
DO19 |
0,747 | |||||
DO20 |
0,640 | |||||
DO21 |
0,670 |
0,466 | ||||
Menuruti |
OB22 |
0,563 | ||||
OB23 |
0,373 | |||||
OB24 |
0,270 | |||||
OB25 |
0,540 | |||||
OB26 |
0,694 | |||||
OB27 |
0,378 | |||||
OB28 |
0,703 | |||||
Kompromi |
CO29 |
0,114 | ||||
CO30 |
0,686 | |||||
CO31 |
0,309 | |||||
CO32 |
0,607 | |||||
CO33 |
0,625 | |||||
CO34 |
0,710 | |||||
CO35 |
0,697 |
Sumber: data primer diolah
Hasil Uji Reliabilitas
Hasil uji reliabilitas konstruk ditunjukkan pada Tabel 4. Terlihat bahwa seluruh dimensi gaya manajemen konflik adalah reliabel, karena memenuhi kriteria nilai Cronbach’s α yaitu di atas 0,6. Konstruk komitmen karyawan hanya dua dimensi yang reliable (komitmen pada masyarakat dan komitmen pada atasan), sedangkan dua lainnya (komitmen pada organisasi dan komitmen pada profesi) tidak reliable karena nilai Cronbach’s α kurang dari 0,6.
Indikator dimensi mengintegrasi berkurang satu, karena nilai alpha if item deleted melebihi nilai Cronbach ’s α. Jika indikator tersebut tetap dipertahankan, akan mengurangi nilai Cronbach’s α total, atau dapat dikatakan bahwa nilai korelasi indikator tersebut terhadap seluruh indikator dalam satu konstruk menjadi rendah.
Tabel 4. menunjukkan nilai Cronbach’s α tiap dimensi sebelum dan sesudah indikator yang dianggap tidak reliabel, dibuang. Tampak bahwa dimensi komitmen pada organisasi dan komitemen pada profesi, tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan, sehingga untuk selanjutnya tidak digunakan dalam analisis. Variabel yang lain, yakni yang menunjukkan Cronbach’s α lebih dari 0,6 dapat diterima (dicetak tebal).
Pengujian Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini diuji melalui analisis regresi linier berganda. Pengujian ini dilakukan untuk menentukan pengaruh komitmen karyawan (pada masyarakat dan atasan) pada pemilihan gaya manajemen konflik. Hasil pengujian hipotesis ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 3. Hasil Uji Validitas Komitmen Karyawan
Variabel |
Item |
Variabel | |||||
Komitmen organisasi |
pada |
Komitmen pada profesi |
Komitmen masyarakat |
pada |
Komitmen pada atasan | ||
Komitmen |
pada KO1 |
0,563 | |||||
organisasi |
KO2 |
-0,340 | |||||
KO3 |
0,220 | ||||||
KO4 |
0,539 | ||||||
KO5 |
-0,175 | ||||||
Komitmen |
pada KP6 |
0,102 | |||||
profesi |
KP7 |
0,110 | |||||
KP8 |
0,540 | ||||||
KP9 |
0,761 | ||||||
KP10 | |||||||
Komitmen |
pada KM11 |
0,498 | |||||
masyarakat |
KM12 |
0,683 | |||||
KM13 |
0,644 | ||||||
KM14 |
0,753 | ||||||
KM15 |
0,551 | ||||||
Komitmen |
pada KA16 |
0,625 | |||||
atasan |
KA17 |
0,506 |
0,495 | ||||
KA18 |
0,706 | ||||||
KA19 |
0,694 | ||||||
KA20 |
0,667 | ||||||
KA21 |
0,445 |
Sumber: data primer diolah
Tabel 4. Hasil Uji Reliabilitas Gaya Manajemen Konflik dan Komitmen Karyawan
Variabel |
Jumlah Item |
Cronbach’s α |
Jumlah item dibuang |
Jumlah item sisa |
Cronbach’s α |
Mengintegrasi |
7 |
0,8431 |
1 |
6 |
0,8497 |
Menghindari |
4 |
0,8236 |
- |
- |
0,8236 |
Mendominasi |
6 |
0,8393 |
- |
- |
0,8393 |
Menuruti |
4 |
0,7599 |
- |
- |
0,7599 |
Kompromi |
5 |
0,7727 |
- |
- |
0,7727 |
Komitmen pada organisasi |
2 |
0,5688 |
- |
- |
0,5688 |
Komitmen pada profesi |
2 |
0,4846 |
- |
- |
0,4846 |
Komitmen pada masyarakat |
4 |
0,7573 |
- |
- |
0,7573 |
Komitmen pada atasan |
4 |
0,7128 |
- |
- |
0,7128 |
Sumber: data primer diolah
Hasil pengujian hipotesis 1 menunjukkan bahwa kedua dimensi komitmen karyawan (komitmen pada masyarakat dan pada atasan) memprediksi secara signifikan gaya manajemen konflik mengintegrasi dan hal ini ditunjukkan oleh nilai p di bawah 0,5 (0,000 dan 0,013). Namun komitmen pada atasan memprediksi secara negatif, atau dapat dikatakan bahwa semakin tinggi komitmen pada atasan maka semakin rendah pilihan gaya manajemen konflik mengintegrasi. Hasil pengujian menunjukkan bahwa hipotesis 1 terdukung secara parsial.
Hasil pengujian hipotesis 2 menunjukkan bahwa dari kedua konstruk komitmen karyawan (komitmen pada masyarakat dan pada atasan), hanya komitmen
pada atasan yang memprediksi secara positif dan signifikan gaya menuruti yang ditunjukkan oleh nilai p di bawah 0,5 (0,000). Sementara itu, komitmen pada masyarakat tidak signifikan pengaruhnya pada gaya menuruti karena nilai p di atas 0,5 (0,177). Berdasarkan hasil tersebut di atas, hipotesis 2 terdukung sebagian.
Hasil pengujian hipotesis 3 menunjukkan bahwa dari kedua konstruk komitmen karyawan (komitmen pada masyarakat dan pada atasan), hanya komitmen pada atasan yang memprediksi secara positif dan signifikan gaya mendominasi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai p di bawah 0,5 (0,000). Komitmen pada masyarakat tidak signifikan memprediksi gaya
Tabel 5. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Gaya Manajemen Konflik |
Komitmen Karyawan |
B |
ß |
p |
F(2,169) |
p |
Mengintegrasi |
Komitmen pada masyarakat |
0,379 |
0,353 |
0,000 |
13,740 |
0,000 |
Komitmen pada atasan |
-0,126 |
-0,178 |
0,013 | |||
Menghindari |
Komitmen pada masyarakat |
-0,295 |
-0,165 |
0,018 |
17,718 |
0,000 |
Komitmen pada atasan |
0,474 |
0,403 |
0,000 | |||
Mendominasi |
Komitmen pada masyarakat |
0,173 |
0,104 |
0,136 |
17,488 |
0,000 |
Komitmen pada atasan |
0,406 |
0,370 |
0,000 | |||
Menuruti |
Komitmen pada masyarakat |
0,145 |
0,094 |
0,177 |
17,072 |
0,000 |
Komitmen pada atasan |
0,375 |
0,371 |
0,000 | |||
Kompromi |
Komitmen pada masyarakat |
0,369 |
0,322 |
0,000 |
13,006 |
0,000 |
Komitmen pada atasan |
0,075 |
0,100 |
0,159 | |||
Mengintegrasi |
R = 0,364 |
R2 = 0,132 | ||||
Menghindari |
R = 0,406 |
R2 = 0,164 | ||||
Mendominasi |
R = 0,403 |
R2 = 0,163 | ||||
Menuruti |
R = 0,399 |
R2 = 0,159 | ||||
Kompromi |
R = 0,355 |
R2 = 0,126 |
Sumber: data primer diolah
mendominasi karena nilai p di atas 0,5 (0,136). Berdasarkan hasil tersebut, maka hipotesis 3 yang menyatakan bahwa komitmen pada organisasi, atasan, profesi, dan masyarakat memprediksi gaya mendominasi secara negatif dan signifikan, tidak terdukung.
Hasil pengujian hipotesis 4 menunjukkan bahwa kedua konstruk komitmen karyawan (komitmen pada masyarakat dan pada atasan) memprediksi secara signifikan gaya menghindari, yang ditunjukkan oleh nilai p di bawah 0,5 (0,018 dan 0,000), namun komitmen pada atasan tampak memprediksi gaya menghindari secara positif, bertentangan dengan hipotesis yang diajukan. Berdasarkan hasil tersebut, hipotesis 4 yang menyatakan bahwa komitmen pada organisasi, atasan, profesi, dan masyarakat memprediksi gaya menghindari secara negatif dan signifikan, terdukung sebagian.
Hasil pengujian hipotesis 5 menunjukkan bahwa dari kedua konstruk komitmen karyawan (komitmen pada masyarakat dan pada atasan), hanya komitmen pada masyarakat yang memprediksi gaya kompromi secara positif dan signifikan (nilai p di bawah 0,5). Namun, komitmen pada atasan tidak signifikan memprediksi gaya kompromi karena nilai p di atas 0,5 (0,159). Berdasarkan hasil tersebut, hipotesis 5 yang menyatakan bahwa komitmen pada organisasi, atasan, profesi, dan masyarakat memprediksi gaya kompromi secara positif dan signifikan, terdukung sebagian.
Analisis koefisien determinasi
Seluruh prediksi komitmen karyawan terhadap pemilihan gaya manajemen konflik mempunyai nilai R2 atau koefisien determinasi yang rendah (dibawah 0,2 atau 20%). Hal ini berarti komitmen karyawan (baik komitmen pada masyarakat dan pada atasan) hanya menjelaskan kurang dari 20% variansi pilihan gaya manajemen konflik atau kontribusi memprediksinya berada dibawah 20%.
Selebihnya (0,8 atau 80%), variansi atau kontribusi prediksi pilihan gaya manajemen konflik dijelaskan oleh variabel lain. Atau dapat dikatakan bahwa peran komitmen karyawan dalam memprediksi relatif kecil. Hal ini mirip dengan penelitian yang dilakukan oleh Balay (2007).
Pembahasan dan Diskusi
Komitmen dan gaya mengintegrasi
Komitmen pada masyarakat dan atasan, memprediksi secara signifikan variabel mengintegrasi, meskipun dengan tanda hubungan yang bertentangan dengan hipotesis. Prediksi positif komitmen karyawan pada masyarakat menunjukkan bahwa pelayanan masyarakat menjadi sesuatu yang penting karena tuntutan kompetisi dan masyarakat merupakan sumber pendapatan untuk kelangsungan hidup organisasi. Mengetahui pendapat masyarakat tentang keberadaan dan peran bank pasar di masyarakat merupakan suatu yang penting dan menjadi suatu kebutuhan bagi pihak bank, karena hal ini untuk mendorong peningkatan profesionalitas kerja dan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Dalam rangka mencapai profesionalitas kerja, para karyawan berusaha bekerja sama untuk menemukan jalan keluar dan keputusan yang disepakati bersama. Sebagai alat untuk meningkatkan kualitas keputusan, diperlukan integrasi ide-ide dan pertukaran informasi agar dapat memahami persoalan secara benar.
Prediksi negatif komitmen karyawan pada atasan menunjukkan bahwa komitmen pada atasan yang terlalu tinggi akan mengurangi kerjasama dan kedekatan di antara para karyawan. Kedekatan karyawan pada atasan secara pribadi akan menimbulkan persoalan hubungan kerja dengan rekan kerja lainnya, tatkala terjadi perbedaan pendapat antara atasan dengan rekan kerja lainnya. Hal ini akan menimbulkan berkurangnya kerja sama dan menghambat pertukaran ide dan informasi dalam meningkatkan kualitas pelayanan pada masyarakat (Balay, 2007).
Komitmen dan gaya menuruti
Di antara kedua komitmen karyawan, hanya komitmen pada atasan yang tampak memprediksi pemilihan gaya menuruti. Komitmen pada atasan yang didasarkan pada kesamaan nilai-nilai (values) membuat karyawan menaruh perhatian penuh dan memuaskan karyawan lain yang mempunyai kedekatan dengan pemimpin. Akibatnya, karyawan menjadi tidak tegas, tetapi lebih kooperatif terhadap rekan kerja yang mempunyai tujuan dan kesamaan nilai (pandangan) dengan atasannya dan dirinya. Karyawan akan mengakomodir kepentingan rekan kerja dan mengalah demi memuaskan mereka. Bahkan, terkadang karyawan akan menolong rekan kerja lainnya untuk membuat keputusan yang menyenangkan hati rekan kerjanya.
Komitmen dan gaya mendominasi
Sama dengan prediksi terhadap gaya menuruti, di antara kedua komitmen karyawan, hanya komitmen pada atasan yang memprediksi pemilihan gaya mendominasi. Komitmen pada atasan yang didasarkan pada dimensi identifikasi dengan atasan yaitu ketika karyawan mengagumi atribut atasan seperti sikap, perilaku, kepribadian atau kecakapan (O’Reilly & Chatman, 1986). Karyawan mungkin merasa bangga jika dihubungkan dengan atasan yang dipuji atributnya.
Selain itu, kesamaan nilai-nilai dan kedekatan dengan atasan membuat karyawan berusaha menggunakan pengaruhnya agar ide dan pemikirannya diterima oleh orang lain dalam berbagai forum. Kecenderungan komitmen pada atasan yang berlebihan
membuat karyawan memposisikan diri seolah-olah menjadi tangan kanan pemimpin yang berwenang dalam pengambilan keputusan, sehingga berusaha mendominasi pembicaraan agar tercapai keputusan sesuai dengan kepentingannya.
Komitmen dan gaya menghindari
Komitmen pada masyarakat dan atasan, keduanya memprediksi secara signifikan variabel menghindari, meskipun bertentangan tanda hubungannya dengan hipotesis. Prediksi negatif komitmen karyawan pada masyarakat terhadap variabel menghindari, menunjukkan bahwa semakin tinggi komitmen karyawan pada masyarakat, semakin sulit mereka menghindari interaksi dengan masyarakat dan pihak lain, khususnya nasabah. Karyawan harus menghadapi masyarakat/nasabah meskipun harus menyimpan ketidakenakan, perbedaan pendapat, atau ketidaksetujuan, karena mereka adalah “raja” yang harus dilayani dengan baik. Masyarakat/nasabah merupakan sumber pendapatan dan kelangsungan hidup bank, dan pada akhirnya akan berdampak pada kelangsungan hidup karyawan.
Prediksi positif komitmen karyawan pada atasan terhadap variabel menghindari terjadi tatkala kesesuaian nilai-nilai dirinya dengan atasan tidak perlu diperlihatkan pada orang lain dengan tujuan menjaga agar atasan/pemimpin tidak didiskreditkan oleh orang yang berbeda pendapat dengan dirinya. Selain itu, komitmennya pada atasan membuat karyawan berusaha menghindari pertemuan, diskusi, dan atau percakapan tentang perbedaan pendapat karyawan lain dengan atasannya. Untuk menghindari konflik dan ketidakenakan, karyawan berusaha menyimpan ketidaksetujuannya pada pendapat karyawan lain yang berbeda dengan atasannya.
Komitmen dan gaya kompromi
Di antara kedua komitmen karyawan, hanya komitmen pada masyarakat yang memprediksi pemilihan gaya kompromi. Tuntutan pemenuhan pelayanan kepada masyarakat dan pihak luar pada produk/jasa perbankan yang tidak kaku dan birokratis, membuat karyawan menjadi lebih fleksibel dalam menyelesaikan persoalan, sehingga berusaha memberi pelayanan yang lebih manusiawi kepada pelanggan/nasabah. Kondisi ini membuat karyawan berusaha meningkatkan kemampuan negosiasi, khususnya mencari jalan tengah dalam menyelesaikan persoalan yang timbul pada hubungan bank dengan masyarakat, nasabah, dan atau pihak di luar bank lainnya.
PENUTUP
Simpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh komitmen pada gaya manajemen konflik karyawan. Berdasarkan analisis data dan pembahasan, diperoleh simpulan sebagai berikut.
-
1. Komitmen karyawan pada masyarakat memprediksi gaya mengintegrasi secara positif dan signifikan, sedangkan komitmen karyawan pada atasan memprediksi gaya mengintegrasi secara negatif dan signifikan.
-
2. Komitmen karyawan pada masyarakat memprediksi gaya menghindari secara negatif dan signifikan, sedangkan komitmen karyawan pada atasan memprediksi gaya menghindari secara positif dan signifikan.
-
3. Komitmen karyawan pada atasan memprediksi gaya mendominasi secara positif dan signifikan.
-
4. Komitmen karyawan pada atasan memprediksi gaya menuruti secara positif dan signifikan.
-
5. Komitmen karyawan pada masyarakat memprediksi gaya kompromi secara positif dan signifikan.
Implikasi
Berdasarkan temuan dan simpulan yang telah diuraikan, diberikan beberapa informasi yang kiranya bermanfaat bagi perusahaan, sebagai berikut.
-
1. Hasil penelitian dapat dijadikan sumber informasi bagi pihak manajemen bank dalam memahami komitmen karyawan dan pengaruhnya pada pengelolaan konflik. Bagi kalangan tertentu, khususnya di budaya timur, konflik merupakan sesuatu yang harus dihindari. Padahal, konflik merupakan sesuatu yang wajar terjadi dimanapun. Konflik adalah fenomena sosial secara umum yang muncul di setiap aktivitas formal dan terlihat di setiap area, setiap bentuk, dan semua entitas perilaku aktivitas sosial manusia. Dalam penelitian ini, kondisi tersebut terlihat pada perbedaan dalam hal komitmen karyawan (pada masyarakat dan atasan). Hal yang penting untuk menjadi perhatian bukanlah konflik itu sendiri, melainkan pemahaman tentang penyebab konflik dan bagaimana menangani konflik yang terjadi.
-
2. Penelitian ini memberi gambaran bahwa terdapat perbedaan yang tidak dapat dihindarkan dalam organisasi berkaitan dengan perbedaan pemilihan komitmen dan gaya manajemen konflik karyawan yang disebabkan oleh perbedaan dalam pengalaman hidup, sikap, dan ekspektasian masing-masing individu.
-
3. Hasil penelitian ini hendaknya dapat mendukung tujuan organisasi, melalui usaha menggali pendapat para karyawan untuk melihat tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan prinsip-prinsip yang mereka acu, sehingga dapat diselaraskan dengan tujuan perusahaan.
Keterbatasan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa pemikiran bagi pengembangan pengetahuan, namun juga mempunyai keterbatasan yang perlu diperhatikan untuk penelitian selanjutnya, antara lain sebagai berikut.
-
1. Penelitian ini dilakukan hanya pada bank milik Pemda Tk II di wilayah DIY, sehingga diperlukan kehati-hatian terhadap generalisasi hasil penelitian.
-
2. Terdapat kemungkinan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini belum sesuai dengan kondisi di Indonesia, sehingga perlu dipertimbangan untuk mengadakan modifikasi terhadap instrumen yang diacu dari studi-studi empiris sebelumnya.
-
3. Rendahnya koefisien determinasi (R2) prediksi komitmen karyawan terhadap gaya manajemen konflik menunjukkan bahwa terdapat beberapa variabel lain yang mampu memprediksi pemilihan gaya manajemen konflik, misalnya; kepribadian (Park, & Antonioni, 2007; Wood & Bell, 2008), perilaku kewargaan organisasional (Salami, 2009), kecerdasan emosional (Shih & Susanto, 2010). Untuk itu, perlu pertimbangan terhadap variabel-variabel tersebut pada penelitian selanjutnya.
-
4. Studi ini menggunakan data cross sectional yang memotret situasi pada suatu saat tertentu, sehingga terdapat kemungkinan data tersebut tidak konsisten pada waktu yang berbeda.
-
5. Data berupa persepsi tentang pilihan gaya manajemen konflik, tidak mencerminkan suatu situasi konflik sehingga hasil penelitian ini kemungkinan bias apabila instrumen digunakan pada saat terjadi konflik interpersonal yang sesungguhnya.
Saran
-
1. Untuk meningkatkan generalisasi hasil penelitian dapat dilakukan dengan memperluas obyek penelitian misalnya bank umum, perusahaan di luar jasa keuangan, dan/atau memperluas wilayah penelitian di luar DIY.
-
2. Agar lebih dipahami oleh masyarakat Indonesia, diperlukan perbaikan dan penggantian instrumen yang sesuai dengan kondisi di Indonesia.
-
3. Penelitian selanjutnya perlu melibatkan variabel-variabel lain seperti budaya, kepribadian, dan kepemimpinan, agar lebih mampu menjelaskan pemilihan gaya manajemen konflik.
-
4. Agar hasil penelitian mempunyai konsistensi yang tinggi, penelitian lanjutan dapat dilakukan melalui longitudinal study atau pendekatan eksperimen.
REFERENSI
Abbott, K. 2006. A review of employment relations theories and their application. Problems and Perspectives in Management, 22: 187-199
Allen, N.J., and Meyer, J.P. 1990. The measurement and antecedents of affective, continuance and normative commitment to the organization. Journal of Occupational Psychology, 63:1-18.
Angle, H. L., and Lawson, M. 1993. Changes in affective and continuance commitment in times of relocation. Journal of Business Research, 26: 3-15.
Armstrong, M. 1999. The employee relations framework. A Handbook of Human Resource Management Practice. London: Kogan Page.
Balay, R. 2007. Predicting conflict management based on organizational commitment and selected demographic variables. Asia Pacific Education Review, 8 (2): 321-336.
Becker, T.E., Billings, R.S., Eveleth, D.M., and Gilbert, N.L. 1996. Foci and bases of employee commitment: implications for job performance. Academy of Management Journal, 39(2): 464482.
Bendersky, C. 2003 . Organizational dispute resolution systems: a complementarities model. Academy of Management Journal, 28(4): 643656.
Chen, G.M. 2002. The impact of harmony on Chinese conflict management. In G.M. Chen & R. Ma (Eds), Chinese Conflict Management and Resolution.Ablex: Westport, CT.
Deutsch, M. 1949. A theory of cooperation and competition. Human Relation, 2:129-151.
Fox, A.1966. Industrial Sociology and Industrial Relations. Research Paper 3, Royal Commission on Trade Unions and Employer Association. Her Majesty’s Stationary Office. London.
Gouldner, A.W. 1957. Cosmopolitans and locals: toward an analysis of latent social roles-I. Administrative Science Quarterly, 281-306.
Gouldner, A.W. 1958. Cosmopolitans and locals: toward an analysis of latent social roles-II. Administrative Science Quarterly, 444-480.
Gregersen, H.B. 1993. Multiple commitments at work and extrarole behavior during three stages of organizational tenure. Journal of Business Research, 26:31-47.
Hall. D. T., Schneider. B., and Nygren. H. T. 1970. Personal factors inorganizational identification. Administrutive Science Quarterly, 15: 176-189.
Hair, J.F., Black, W.C., Babin, B.J., Anderson, R.E., and Tatham, R.L. 2006. Multivariate Data Analysis. 6th ed. New Jersey: Pearson International Edition.
Kamaluddin, R. 2000. Peran dan Pemberdayaan BUMD dalam Rangka Peningkatan Perekonomian Daerah. http://www.bappenas. go.id/files/3913/5022/6047/rustian__200910 15125917 __ 2359__0.pdf
Kelman, H.C. 1958. Compliance, identification, and internalization three processes of attitude change. Journal of Conflict Resolution, 2:51-60.
Kilman, R.H., and Thomas, K.W. 1977. Developing a forced choice measure of conflict handling behavior: the MODE instrument. Education and Psychological Measurement, 37(2):309-325.
Lee, T.W., Ashford, S.J., Walsh, J.P., and Mowday, R.T. 1992. Commitment propensity, organizational commitment, and voluntary turnover: a longitudinal study of organizational entry processes. Journal of Management, 18:15-32.
London, M., and Howat, G. 1978. The relationship between employee commitment and conflict resolution behavior. Journal of Vocational Behavior, 13:1-14.
Meyer, J.P., and Allen, N.J. 1991. A three component conceptualization of organizational commitment. Human Relations. 1:61-89.
Mottaz, C.J. 1988. Determinants of organizational commitment. Human Relations, 41(6):467-482.
Mowday, R.T., Steers, R.M., and Porter, L.W. 1979. The measurement of organizational commitment. Journal of Vocational Behavior, 14:224-247.
Ohbuchi, K., and Suzuki, M. 2003. Three dimensions of conflict isues and their effects on resolution gayaes in organizational settings. The International Journal of Conflict Management, 14(1): 61-73.
O’Reilly, C.A. III., and Chatman, J. 1986. Organizational commitment and psychological attachment: the effects of compliance, identification, and internalization on prosocial behavior. Journal of Applied Psychology, 71(3):492-499.
Pondy, L.R.1967. Organizational conflict: concepts and models. Administrative Science Quarterly, 12:296-320.
Pondy, L.R. 2007. Reflections on organizational conflicts. Journal of Organizational Change Management, 2(2): 94-98.
Rahim, M.A.1983. A measure of styles of handling interpersonal conflict. Academy of Management Journal. 26(2): 368-376.
Rahim, M.A., and Bonoma, T.V.1979. Managing organizational conflict: A model for diagnosis and intervention. Psychological Reports, 44: 1323-1344.
Rahim, M.A., and Magner, N.R.1995. Confirmatory factor analysis of the styles of handling interpersonal conflict: first-order factor model and its invariance across groups. Journal of Applied Psychology, 80(1): 122-132.
Rahim, M.A. 2002. Toward a theory of managing organizational conflict. The International Journal of Conflict Management, 13(3): 206-235.
Renwick, P.A. 1977. The effects of sex differences on the perception and management of superiorsubordinate conflict: an exploratory study. Organizational Behavior and Human Performance, 19: 403-415.
Robbins, S.P. 1993. Organizational Behavior. 6th ed. New Jersey: Prentice hall International, Inc.
Rose, E.D. 2008. Employment Relations, 3rd ed. London: Pearson Education Ltd.
Ruble, T.L., and Thomas, K.W. 1976. Support for a two-dimensional model of conflict behavior. Organizational Behavior and Human Performance, 16:143-155.
Sekaran, U. 2000. Research methods for business: a skill-building approach. 3rd ed. London: John Wiley & Sons, Inc.
Tjosvold, D., and Tjosvold, M.M. 1995. Psychology for Leaders: Using Motivation, Conflict, and Power to Manage More Effectively. The Portable MBA Series.
Thomas, K.W., and Schmidt, W.H. 1976. A survey of managerial interests with respect to conflict. Academy of Management Journal, 19:315-318.
Ulrich, D. 1998. Intelectual capital = competence x commitment. Sloan Management Review: 1526.
Van de Vliert, E., and De Dreu, C. 1994. Optimizing performance by conflict stimulation. The International Journal of Conflict Management. 5: 211-222.
Van de Vliert, E., Nauta, A., Giebels, E., and Janssen, O. 1999. Constructive conflict at work. Journal of Organizational Behavior, 20: 475-491.
Zammuto, R.F., London, M., and Rowland, K.M. 1979. Effects of sex on commitment and conflict resolution. Journal of Applied Psychology, 64(2):227-231.
Discussion and feedback