Jurnal Matematika Vol. 3 No. 2, Desember 2013. ISSN: 1693-1394

Optimalisasi Harga Penjualan Perumahan dengan Metode Goal Programming (Studi Kasus: Golden Gindi Residence Kota Bima Nusa Tenggara Barat)

Lilik Ika Rahmawati

Jurusan Matematika FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran-Bali e-mail: ikha_qute88@yahoo.com

G. K. Gandhiadi

Jurusan Matematika FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran-Bali e-mail: gandhiadigk@yahoo.com

Ni Made Asih

Jurusan Matematika FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran-Bali e-mail: asihmath77@gmail.com

Abstract: This research aims to determine the minimum selling price of each type of house using the method of goal programming, so that the developer get profit in appropriate with the targets set. Goal Programming method is one of the method of solving linear programming to solve the problems that include multiple targets. The result of the research showed: (1) the minimum salling price type of house 36/150 is Rp. 56.371.450,-; (2) type 45/150 is Rp. 77.261.250,-; (3) type 52/150 is Rp.

84.221.445,56. To calculate monthly installment purchase of a home within 5 years and 10 years using Capital Recovery Factor (CRF) method with annual interest of 11.5%. In order to obtain the amount of monthly loan installments within 5 years with 60 time installments for the type 36/150 is Rp. 930.250 , type 45/150 is Rp. 1.275.000 and type 52/150 is Rp. 1.389.800. By using the same method obtained the amount of monthly installments within 10 years with 120 installments for the type 36/150 is Rp. 549.900, type 45/150 is Rp. 815.300 and type 52/150 is Rp. 888.800 . Optimal selling price obtained was lower than the selling price from the developer, so the developer need to consider again the results obtained for the salling price of homes. The calculation of credit installments depending on the amount of interest and repayment period, so not become burden for the customers.

Keywords: real estate, selling price of house, optimal selling price, goal programming, capital recovery factor.

  • 1.    Pendahuluan

Perumahan dan pemukiman adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan berkaitan erat dengan aktivitas ekonomi, industrialisasi dan pembangunan. Menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992, Perumahan adalah kelompok rumah yang

berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Sedangkan pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Pemukiman juga dapat diartikan sebagai perumahan atau kumpulan rumah dengan segala unsur serta kegiatan yang berkaitan dan yang ada di dalam pemukiman. Dalam pengertian yang luas, rumah tinggal bukan hanya sebuah bangunan (struktural), melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat kehidupan yang layak, dipandang dari berbagai segi kehidupan. Menurut Kurniasih [5], rumah memiliki empat fungsi pokok sebagai tempat tinggal yang layak dan sehat bagi setiap manusia, yaitu: (1) Rumah harus memenuhi kebutuhan pokok jasmani manusia, (2) Rumah harus memenuhi kebutuhan pokok rohani manusia, (3) Rumah harus melindungi manusia dari penularan penyakit, dan (4) Rumah harus melindungi manusia dari gangguan luar.

Dalam pemasaran proyek perumahan, pihak pengembang harus berlandaskan pada konsekuensi target pasar yang akan dilayani. Kenyataan menunjukkan bahwa pengembang tidak dapat mengesampingkan segmentasi pasar untuk target penjualan produknya. Segmentasi pasar sangat diperlukan untuk mengetahui kondisi pasar yang homogen (golongan yang ingin direkrut dalam penjualan produk) karena kebanyakan konsumen perumahan biasanya bersifat heterogen. Penetapan segmentasi pasar dalam bisnis properti (perumahan) baik perumahan sederhana, menengah maupun mewah sangat mempengaruhi kelancaran dan kesuksesan dalam pemasarannya (Sastra & Marlina [6]).

Karena pihak pengembang memiliki target penjualan yang tinggi tanpa mengesampingkan mutu dan hal lainnya maka dapat digunakan metode goal programming. Metode Goal Programming merupakan salah satu metode penyelesaian dari metode linear programming dalam menyelesaikan permasalahan yang mencakup banyak atau multi target. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan perhitungan harga penjualan minimum tiap tipe rumah dengan menggunakan metode goal programming sehingga pihak pengembang (developer) memperoleh keuntungan yang sesuai dengan target yang ditentukan.

Konsumen dapat membeli rumah dengan dua cara pembayaran yaitu secara tunai (cash) dan secara kredit dalam jangka waktu 5 tahun dan 10 tahun dengan besar angsuran bergantung pada besarnya bunga yang ditentukan oleh developer. Dalam hal ini penulis menggunakan metode Capital Recovery Factor untuk menghitung besarnya angsuran hutang yang harus dibayar oleh konsumen dengan besar bunga yang konstan tiap tahunnya.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: berapa harga penjualan minimum masing-masing tipe rumah dengan menggunakan metode goal programming? dan

bagaimana perhitungan angsuran kredit untuk jangka waktu pembayaran 5 tahun dan 10 tahun dengan menggunakan metode Capital Recovery Factor (CRF)?. Tujuan penelitian ini adalah menentukan harga penjualan minimum masing-masing tipe rumah dan perhitungan kredit untuk jangka waktu pembayaran 5 tahun dan 10 tahun.

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Jenis bahan material yang digunakan dalam memproduksi perumahan adalah sama dan biaya produksi sudah meliputi biaya material dan upah tenaga kerja; (2) Modal yang digunakan dalam pembangunan perumahan ini adalah modal pribadi; dan (3) Metode yang digunakan untuk mengoptimalkan harga penjualan tiap tipe rumah adalah metode goal programming dan untuk menghitung angsuran kredit menggunakan metode Capital Recovery Factor (CRF).

  • 2.    Kajian Pustaka

    2.1    Harga Penjualan

Harga jual adalah sejumlah kompensasi (uang ataupun barang) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi barang atau jasa. Perusahaan selalu menetapkan harga produknya dengan harapan produk tersebut laku terjual dan boleh memperoleh laba yang maksimal. Hansen dan Mowen (2001) mendefinisikan harga jual adalah jumlah moneter yang dibebankan oleh suatu unit usaha kepada pembeli atau pelanggan atas barang atau jasa yang dijual atau diserahkan.

Adapun perhitungan yang biasa digunakan oleh pihak pengembang untuk menentukan harga penjualan adalah sebagai berikut:

HJ = HT + HB                   (2.1)

Dimana : HJ = Harga Penjualan

HT = Harga Jual Tanah (per are)

HB = Harga Jual Bangunan (per m2)

  • 2.2    Risiko dan Biaya Produksi

Asiyanto [2] menjelaskan bahwa resiko adalah suatu kemungkinan terjadinya keadaan/peristiwa/kejadian, yang dapat dihindari atau dikurangi sekecil mungkin agar dampaknya sebatas toleransi yang diperkenankan. Pengertian risiko dalam konteks proyek dapat didefinisikan sebagai suatu penjabaran terhadap konsekuensi yang tidak menguntungkan, secara finansial maupun fisik, sebagai hasil dari keputusan yang diambil atau akibat kondisi lingkungan di lokasi suatu kegiatan. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa risiko adalah suatu kondisi yang timbul karena ketidakpastian dengan peluang kejadian tertentu yang jika terjadi akan menimbulkan konsekuensi tidak menguntungkan. Menurut Asiyanto [2] identifikasi risiko produksi dapat dirinci sebagai berikut: (a) Pembengkakan biaya pelaksanaan (cost overrun); (b) Keterlambatan

penyerahan pekerjaan, baik sebagian maupun secara keseluruhan (project delay); (c) Penyimpangan mutu pekerjaan terhadap persyaratan yang ada, ini biasanya sudah diatur dalam manajemen mutu; (d) Kecelakaan kerja, ini biasanya sudah diatur pada manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (safety management); dan (e) Ketidakpuasan pelanggan. Oleh karena itu pihak pengembang harus menyiapkan dana tak terduga untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Besarnya dana tak terduga biasanya 10% dari biaya produksi.

Biaya produksi tidak dapat dipisahkan dari proses produksi sebab biaya produksi merupakan masukan atau input dikalikan dengan harganya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ongkos produksi adalah semua pengeluaran atau semua beban yang harus ditanggung oleh perusahaan untuk menghasilkan suatu jenis barang atau jasa yang siap untuk dipakai konsumen.

Menurut Asiyanto [3], biaya produksi pada proyek konstruksi dibedakan menjadi dua jenis yaitu biaya langsung dan Biaya tidak langsung. Biaya langsung yaitu biaya yang berkaitan secara langsung dengan proses produksi. Biaya-biaya tersebut antara lain: bahan/material, upah tenaga, alat konstruksi, biaya subkontraktor, biaya persiapan dan penyelesaian, dan biaya administrasi/overhead proyek. Biaya tidak langsung yaitu biaya-biaya yang dibebankan kepada proyek atau biaya yang tidak terkait secara langsung dengan proses produksi. Contohnya: biaya overhead/administrasi dan umum perusahaan. Bagi proyek, biaya tidak langsung yang disediakan pada anggaran biaya pelaksanaan, pada dasarnya adalah cadangan dana untuk konstribusi proyek kepada perusahaan dimana realisasi dana tersebut di luar kendali pihak proyek.

  • 2.3    Tingkat Keuntungan/Laba

Pengertian laba yang dianut oleh struktur akuntansi sekarang ini adalah selisih pengukuran pendapatan dan biaya. Besar kecilnya laba sebagai pengukur kenaikan sangat bergantung pada ketepatan pengukuran pendapatan dan biaya. Laba atau rugi sering dimanfaatkan sebagai ukuran untuk menilai prestasi perusahaan atau sebagai dasar ukuran penilaian yang lain. Unsur-unsur yang menjadi bagian pembentukan laba adalah pendapatan dan biaya. Dengan mengelempokkan unsur-unsur pendapatan dan biaya, akan dapat diperoleh hasil pengukuran laba yang berbeda antara lain: laba kotor, laba operasional, laba sebelum pajak, laba bersih.

Adapun perhitungan keuntungan/laba yang biasa dipergunakan oleh pihak pengembang :

Laba bersih = (HB – HP) x Luas Bangunan (2.2) dimana: HB = Harga Jual Bangunan (per m2)

  • HP = Harga Produksi Bangunan (per m2)

Dari perhitungan di atas diperoleh persentase tingkat keuntungan yang diperoleh pihak pengembang adalah sebagai berikut:

Persentase Tingkat Keuntungan = (Keuntungan/Biaya Produksi) x 100%   (2.3)

  • 2.4    Faktor Angsuran Hutang (Capital Recovery Factor)

Menurut Sambodho [7], Capital Recovery Factor adalah faktor pengali (pengembalian modal) untuk menghitung jumlah dari setiap tingkat pembayaran (A) yang terjadi pada akhir dari setiap n periode untuk melunasi jumlah sekarang (P) pada akhir periode ke n pada tingkat bunga i.

dimana faktor pengali


i (1 + i)n (1 + i)n-1


i (1 + i) n

+i)n -


1


(2.4)


disebut dengan uniform series capital recovery factor


dengan simbol fungsional De Garmo ditulis A = P (A / P, i, n). Keterangan: A = tingkat pembayaran

P = jumlah sekarang n = periode angsuran i = tingkat suku bunga

  • 2.5    Goal Programming

Model Goal Programming (GP) merupakan perluasan dari model pemrograman linear (LP) sehingga seluruh asumsi, notasi, formulasi model matematis, prosedur perumusan model dan penyelesaiannya tidak berbeda. Perbedaan hanya terletak pada kehadiran sepasang variabel deviasional yang akan muncul di fungsi tujuan dan di fungsi-fungsi kendala. Variabel deviasional berfungsi untuk menampung penyimpangan atau deviasi yang akan terjadi pada nilai ruas kiri suatu persamaan kendala terhadap nilai ruas kanannya. Bila pada model pemrograman linear (LP), kendala-kendala fungsional menjadi pembatas bagi usaha pemaksimuman atau peminimuman fungsi tujuan, maka pada model Goal Programming (GP) kendala-kendala itu merupakan sarana untuk mewujudkan sasaran yang hendak dicapai. Sasaran-sasaran tersebut dinyatakan sebagai nilai konstan pada ruas kanan kendala atau disebut sebagai kendala tujuan. Goal Programming (GP) bertujuan untuk meminimumkan jarak (deviasi) antara target atau sasaran yang telah ditetapkan (Siswanto [8]).

  • 2.5.1    Variabel Deviasional

Variabel deviasional, sesuai dengan fungsinya, yaitu menampung deviasi hasil terhadap sasaran-sasaran yang dikehendaki, dibedakan menjadi dua yaitu:

  • 1.    Variabel deviasional untuk menampung deviasi yang berada di bawah sasaran yang dikehendaki. Sasaran itu tercermin pada nilai ruas kanan suatu kendala sasaran. Dengan kata lain, variabel deviasional ini berfungsi untuk menampung deviasi negatif yang disimbolkan dengan notasi DB. Karena variabel deviasional DB berfungsi untuk menampung deviasi negatif, maka:

n

ajX1= bi- DBi                      (25)

j =1

atau

n

ajXj + DBi = b                      (2.6)

j =1

dengan X merupakan variabel keputusan, a merupakan koefisien dari variabel keputusan, bi merupakan target yang diinginkan, i = 1,2,3,...,m dan j = 1,2,3,...,n. Sehingga DB akan selalu mempunyai koefisien +1 pada setiap kendala sasaran.

  • 2.    Variabel deviasional untuk menampung deviasi yang berada di atas sasaran. Dengan kata lain, variabel deviasional ini berfungsi untuk menampung deviasi positif yang disimbolkan dengan notasi DA. Karena variabel deviasional DA berfungsi untuk menampung deviasi positif, maka:

n

ajXj = b + DA,                 (2.7)

j =1

atau

n

a,jXj- DA,= b,                  (2.8)

j=1

Dengan X merupakan variabel keputusan, a merupakan koefisien dari variabel keputusan, bi merupakan target yang diinginkan, i = 1,2,3,...,m dan j = 1,2,3,...,n. Sehingga DA akan selalu mempunyai koefisien -1 pada setiap kendala sasaran (Siswanto [8]).

  • 2.5.2    Tiga Macam Kendala Sasaran

Pada dasarnya, penggunaan tersebut dapat dikelompokkan ke dalam empat macam cara, yaitu:

  • 1.    Untuk mewujudkan suatu sasaran dengan nilai tertentu.

Sasaran yang dikehendaki dituangkan ke dalam parameter b atau lebih dikenal dengan istilah nilai ruas kanan kendala. Agar sasaran ini tercapai, maka

penyimpangan di bawah dan di atas nilai b harus diminimumkan. Dalam hal ini kita membutuhkan variabel deviasional DA dan DB sehingga fungsi persamaan kendala sasaran dengan nilai tertentu adalah: n

a X ■ DB,- DA, = b,                  (2.9)

j=1

Agar DA dan DB pada persamaan di atas minimum, maka persamaan fungsi tujuan menjadi: n

Minimumkan DBi + DAi             (2.10)

i=1

Di dalam penyelesaian optimal:

  • a.    Bila DA > 0 maka DB = 0, dan bila DA = 0 maka DB > 0.

  • b.    Bila DA > 0 maka terjadi penyimpangan di atas nilai b dan ini berarti sasaran terlampaui. Dan sebaliknya DB > 0 maka terjadi penyimpangan di bawah nilai b dan dikatakan bahwa sasaran tidak tercapai.

  • 2.    Untuk mewujudkan suatu sasaran di bawah nilai tertentu.

Sasaran hendak dicapai dituangkan ke dalam b dan tidak boleh dilampaui. Oleh karena itu, penyimpangan di atas nilai b harus diminimumkan agar hasil penyelesaian tidak melebihi nilai b atau paling banyak sebesar b atau dengan kata lain, kita hanya membutuhkan variabel deviasional DA sehingga fungsi persamaan kendala sasaran di bawah nilai tertentu adalah:

n

ajXj -DA, = b,                (2.11)

j=1

Agar DA pada persamaan di atas minimum, maka persamaan fungsi tujuan menjadi: n

Minimumkan DAi             (2.12)

i=1

Di dalam penyelesaian optimal, bila DA ≤ 0 maka dikatakan bahwa sasaran tercapai, akan tetapi bila DA > 0 maka terjadi penyimpangan di atas b dan hal ini menunjukkan bahwa sasaran yang dikehendaki telah terlampaui.

  • 3.    Untuk mewujudkan suatu sasaran di atas nilai tertentu.

Kendala sasaran ini kebalikan dari butir dua. Di sini, penyimpangan di bawah nilai b harus diminimumkan agar hasil penyelesaian paling sedikit sama dengan b . Dengan demikian, jelas bahwa hanya membutuhkan kehadiran variabel deviasional DB sehingga fungsi persamaan kendala sasaran di atas nilai tertentu adalah:

n

alXi+ DB1= bi                    (2.13)

j =1

Agar DB minimum maka persamaan fungsi tujuan menjadi:

m

Minimumkan DBi                (2∙14)

i=1

di dalam penyelesaian optimal DB mungkin bernilai nol, artinya sasaran tercapai. Namun mungkin juga bernilai positif, artinya sasaran dikehendaki tidak tercapai (Siswanto [8]).

  • 2.5.3    Tujuan dengan Prioritas

Tujuan dengan prioritas dilakukan karena urutan peminimuman variabel deviasional akan menentukan urutan sasaran yang tercapai. Oleh karena itu, pengaturan prioritas sasaran yang hendak dicapai dapat dilakukan dengan mengendalikan urutan pemilihan variabel deviasional yang harus diminimumkan. Ada dua macam sasaran di dalam model goal programming, yaitu: a. Sasaran-sasaran dengan prioritas yang sama

Model ini menganggap bahwa semua sasaran sama pentingnya sehingga apabila terpaksa harus ada sasaran yang dikorbankan agar sasaran yang lain tercapai. Dalam hal ini, penentuan sasaran mana yang harus dikorbankan atau sasaran mana yang harus tercapai tidak begitu penting karena semua sasaran dianggap mempunyai prioritas yang sama dengan sasaran yang terpilih.

  • b. Sasaran-sasaran dengan prioritas yang berbeda

Pada model ini dipilih sasaran mana yang akan memperoleh prioritas dengan cara memilih variabel deviasional yang berkaitan dengan sasaran itu untuk diminimumkan pertama kali. Dengan demikian bentuk umum fungsi tujuan model goal programming dengan prioritas sasaran adalah:

m

Minimumkan Pi (DAi + DBi)           (2∙15)

i=1

dengan P menyatakan besarnya prioritas yang diinginkan (Siswanto [8]).

  • 2.5.4    Bentuk Umum Model Goal Programming

Secara umum model matematis goal programming dapat dirumuskan sebagai berikut:

m

Minimumkan DBi + DAi            (2∙16)

i=1

dengan batasan/kendala:

a11X1 + a12X2 +... + alnXn + DB1 - DA1 = b1 a21X1 + a22X2 + ∙.∙ + a2nXn + DB2 - DA2 = b2

.   .     .   ...

.       .           .       .     ..        (2.17)

.   .     .   ...

amiXi + am2X2 +...+ amnXn + DBm -DAn = bm

dan Xj,DAi, dan DBi0, untuk i = 1, 2, 3, .., m.

Keterangan: DBi = variabel deviasional negatif

DAi = variabel devasional positif

am n = koefisien kendala/tujuan

Xj = variabel keputusan bm = target/tujuan

  • 3.    Metode Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari Proyek Perumahan Golden Gindi Residence tahun 2008. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) Data tipe rumah yang akan dipasarkan. Tipe rumah yang dipasarkan adalah tipe rumah 36/150, tipe rumah 45/150, tipe rumah 52/150; (2) Data jumlah lahan yang diperuntukkan untuk

membangun perumahan Golden Gindi Residence; (3) Besarnya biaya produksi tiap tipe rumah yang dibangun; (4) Besarnya risiko produksi. Dalam hal ini besarnya resiko produksi untuk tiap tipe rumah adalah 10% dari harga produksi; (5) Jumlah maksimum tiap tipe rumah yang dibangun; (6) Besarnya tingkat keuntungan/laba yang diperoleh pihak pengembang dari penjualan perumahan Golden Gindi Residence.

Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah: (1) Mencari nilai setiap variabel penelitian yang akan digunakan; (2) Mencari nilai maksimum jumlah tipe rumah yang dibangun; (3) Menentukkan fungsi batasan/kendala sesuai dengan persamaan (2.9) sampai dengan (2.14) untuk mencari nilai harga jual minimum tiap tipe rumah; (4) Menentukan fungsi tujuan sesuai dengan persamaan (2.16); (5) Mencari nilai harga jual minimum tiap tipe rumah dengan menggunakan metode goal programming dengan bantuan software Excel Solver; (6) Menentukan nilai angsuran kredit perumahan untuk jangka waktu 5 dan 10 tahun sesuai dengan persamaan (2.4).

  • 4.    Hasil dan Pembahasan

    4.1    Biaya Produksi, Risiko Produksi, dan Tingkat Keuntungan

Data biaya produksi, risiko produksi dan tingkat keuntungan penjualan untuk masing-masing tipe rumah yang dibangun pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Biaya dan Risiko Produksi serta Tingkat Keuntungan Setiap Tipe Rumah

Tipe rumah

Biaya Produksi

Risiko Produksi

Tingkat Keuntungan

36/150

Rp 45.000.000,-

Rp. 4.500.000,-

40%

45/150

Rp 56.250.000,-

Rp. 5.625.000,-

40%

52/150

Rp 65.000.000,-

Rp. 6.500.000,-

40%

Berdasarkan tabel 4.1 terlihat bahwa biaya produksi untuk tipe rumah 36/150 adalah sebesar Rp. 45.000.000,- , tipe rumah 45/150 adalah sebesar Rp. 56.250.000- dan tipe rumah 52/150 adalah sebesar Rp. 65.000.000-. Biaya produksi sudah termasuk biaya upah tenaga kerja, biaya bahan/material dan biaya lainnya yang berkaitan dengan proyek perumahan tersebut. Biaya produksi rumah tipe 52/150 lebih besar dari biaya produksi rumah tipe 36/150 dan 45/150. Hal ini disebabkan oleh perbedaan luas bangunan.

Risiko produksi untuk tipe rumah 36/150 adalah sebesar Rp. 4.500.000,- , tipe rumah 45/150 adalah sebesar Rp. 5.625.000- dan tipe rumah 52/150 adalah sebesar Rp. 6.500.000-. Risiko produksi masing-masing tipe rumah sebesar 10% dari biaya produksi. Anggaran biaya ini digunakan untuk menutupi kekurangan biaya produksi perumahan. Sedangkan tingkat keuntungan untuk tipe 36/150, 45/150 dan 52/150 adalah sebesar 40%.

  • 4.2    Perhitungan Jumlah Rumah pada Masing-Masing Tipe Rumah

Berdasarkan luas lahan yang dialokasikan oleh pihak pengembang, diperoleh jumlah rumah untuk masing-masing tipe pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Luas Lahan dan Jumlah rumah Masing-masing Tipe Rumah

Tipe rumah

Luas masing-masing rumah

Luas keseluruhan lahan

Jumlah rumah (Unit)

36/150

150 m2

2500m2

16

45/150

150m2

1500m2

6

52/150

150m2

1000m2

10

Berdasarkan tabel 4.2 diperoleh jumlah rumah untuk tipe 36/150 adalah sebanyak 16 rumah, tipe 45/150 sebanyak 10 rumah, dan tipe 52/150 sebanyak 6 rumah. Terlihat perbedaan jumlah rumah yang diperoleh dengan data yang diperoleh dari pihak

pengembang. Hal ini disebabkan oleh masih ada lahan yang belum digunakan secara optimal diluar jalur penghijauan dan fasilitas umum.

  • 4.3    Pemodelan Harga Penjualan Minimum

Metode goal programming digunakan untuk menentukan harga penjualan minimum. Pada model ini digunakan beberapa asumsi sebagai berikut:

  • 1.    Modal yang dimiliki oleh pihak pengembang adalah sebesar Rp. 2.000.000.000,

  • 2.    Tingkat keuntungan/laba minimum adalah sebesar 40% dari harga produksi.

  • 3.    Konstanta b adalah total penjualan maksimum untuk masing-masing tipe rumah dan konstanta b adalah total biaya produksi. Sedangkan konstanta b ,b ,b adalah harga jual awal yang ditentukan oleh pihak pengembang. Dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 4.3 Jumlah Rumah, Biaya Produksi dan Harga Jual Awal Rumah

Tipe Rumah

Jumlah Rumah (Unit)

Biaya Produksi/unit

Harga Jual Awal/unit

36/150

16

Rp. 45.000.000,-

Rp. 63.000.000,-

45/150

10

Rp. 56.250.000,-

Rp. 78.750.000,-

52/150

6

Rp. 65.000.000,-

Rp. 91.000.000,-

Berdasarkan tabel 4.3 diperoleh total penjualan maksimum dari keseluruhan tipe rumah yang dipasarkan oleh pihak pengembang (b ) adalah sebesar Rp. 2.341.500.000,-dengan rincian sebagai berikut:

Total = (Jumlah rumah tipe 36/150 × Harga jual awal) + (Jumlah rumah tipe 45/150 × Harga jual awal) + (Jumlah rumah tipe 52/150 × Harga jual awal)

= (16 × Rp. 63.000.000) + (10 × Rp. 78.750.000) + (6 × Rp. 91.000.000)

= Rp. 2.314.500.000,-

Untuk total biaya produksi dari keseluruhan tipe rumah yang dibangun oleh pihak pengembang (b ) sebesar Rp. 1.672.500.000,- , dengan rincian sebagai berikut:

Total = (Jumlah rumah tipe 36/150 × Biaya produksi) + (Jumlah rumah tipe 45/150 × Biaya produksi) + (Jumlah rumah tipe 52/150 × Biaya produksi)

= (16 × Rp. 45.000.000) + (10 × Rp. 56.250.000) + (6 × Rp. 65.000.000)

= Rp 1.672.500.000,-

Sedangkan untuk harga jual tipe 36/150 (b ) sebesar Rp. 63.000.000, harga jual tipe 45/150 (b ) sebesar Rp. 78.750.000,- dan harga jual tipe 52/150 (b ) sebesar Rp. 91.000.000,- .

  • 4.    X ,X ,dan X adalah harga jual minimum untuk tipe 36/150, tipe 45/150, dan tipe 52/150.

  • 4.4    Pemodelan Kendala Sasaran

  • a.    Total maksimum penjualan rumah

Penentuan maksimum penjualan rumah, diperoleh batasan sebagai berikut:

α11Z1 + a12X2 + a13X3 + DB1 - DA = b1

(4.1)


16Xi +10X3 + 6X3 + DBi - DA1 = 2341500000

  • b.    Risiko produksi masing-masing tipe rumah.

Penentuan besarnya minimum risiko untuk masing-masing tipe rumah diperoleh batasan sebagai berikut:

α21X1 + a33X3 + a33X3 + DB3 - DA3 = 0.1 bl

(4.2)


0.1X1 + 0.1X2 + 0.1X3 + DB3 - DA3 = 234150000

  • c.    Keuntungan/laba yang diharapkan dari penjualan masing-masing tipe rumah.

Untuk menentukan keuntungan/laba dari penjualan masing-masing tipe rumah ditentukan dari persentase tingkat keuntungan/laba dikalikan dengan biaya produksi masing-masing tipe rumah, sehingga diperoleh batasan sebagai berikut:

a31X1 + a33X3 + a33X3 + DB3 - DA = 0.4b2

(4.3)


0.4X1 + 0.4X2 + 0.4X3 + DB3 - DA3 = 669000000

  • d.    Batas minimum penjualan rumah untuk masing-masing tipe.

Penentuan batas minimum penjualan rumah untuk masing-masing tipe rumah diperoleh dari peminimuman harga jual awal rumah, sehingga diperoleh batasan sebagai berikut:

X1 + DB4 - DA4 = b3(4.4)

X1 + DB4 - DA4] = 63000000

X2 + DB4 - DA4 = b4

2   444

X2 + DB42 - DA42 = 78750000

X3 + DB4 - DA4 = b(4.6)

3   445

X3 + DB4i - DA42 = 91000000

Berdasarkan batasan masalah, maka bentuk formulasi dari permasalahan ini adalah sebagai berikut:

  • a.    Fungsi Tujuan

Minimumkan (DAi + DA3 + DB3 + DA4 + DA4 + DAi )

1234 4 4

  • b.    Fungsi Kendala Sasaran

16 X1 +10 X2 + 6 X3 + DB1 - DA = 2341500000

0.1X1 + 0.1 X2 + 0.1 X3 + DB2 - DA2 = 234150000

0.4X1 + 0.4X2 + 0.4X3 + DB3 - DA3 = 669000000

X1 + DB41 - DA = 63000000

X2 + DB42 - DA2 = 78750000

X3 + DB42 - DA42 = 91000000

Xj,DAi, dan DBi0, untuk i = 1, 2, 3, _, m.

Dengan menggunakan program solver yang ada pada Microsoft Excel, diperoleh solusi optimal untuk harga penjualan minimum masing-masing tipe rumah yang dipasarkan sebagai berikut:

Tabel 4.4 Solusi Optimal Harga Jual Minimum Masing-masing Tipe Rumah

Variabel

Harga Jual Minimum

Tipe 36/150 (X1)

Rp. 56.371.445,76

Tipe 45/150 (X2)

Rp. 77.261.225,66

Tipe 52/150 (X3)

Rp. 84.221.445,56

Berdasarkan output yang dihasilkan dapat diketahui bahwa target untuk prioritas 1 yaitu harga penjualan minimum telah terpenuhi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai DA4 , DA42, dan DA42 ≤ 0 serta hasil penyelesaian tidak melebihi nilai harga jual awal, sehingga terjadi perbedaan harga penjualan masing-masing tipe rumah, dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 4.5 Selisih Harga Penjualan Masing-masing Tipe Rumah

Tipe Rumah

Harga Jual Awal

Harga Jual Setelah Optimasi

Selisih

36/150

Rp. 63.000.000

Rp. 56.371.445,76

Rp. 6.628.554,24

45/150

Rp. 78.750.000

Rp. 77.261.225,66

Rp. 1.488.774,34

52/150

Rp. 91.000.000

Rp. 84.221.445,56

Rp. 6.778.554,44

Prioritas kedua yaitu target keuntungan yang diharapkan minimum sebesar 40% dari biaya produksi juga dapat terpenuhi, bahkan terjadi over target yaitu sebesar Rp. 202.953.624,8 sehingga total keuntungan yang dapat diperoleh pihak pengembang sebesar Rp. 871.953.624,8. Hal ini, dapat terlihat dari nilai DB3 = 0. Prioritas ketiga yaitu target risiko yang diharapkan minimum sebesar 10% dari harga jual awal rumah dapat terpenuhi dimana nilai DB2 = 0, bahkan terjadi over target sebesar Rp. 16.161.593,79 sehingga besarnya risiko yang harus ditanggung oleh pihak pengembang jika memasarkan semua tipe rumah dengan harga minimum adalah sebesar Rp. 217.988.406,2.

  • 4.5 Perhitungan Angsuran Kredit

Untuk menghitung angsuran kredit dengan jangka waktu 5 tahun dan 10 tahun dengan rincian ketentuan angsuran kredit sebagai berikut:

Tabel 4.6 Rincian Ketentuan Angsuran Kredit Jangka Waktu 5 dan 10 Tahun

Tipe rumah

Harga jual

Uang muka (25% harga jual)

Sisa Angsuran (HJ - Uang Muka)

36/150

Rp 56.371.445,76

Rp. 14.092.861,44

Rp. 42.278.584,32

45/150

Rp. 77.261.225,66

Rp. 19.315.306,42

Rp. 57.945.919,25

52/150

Rp. 84.221.445,56

Rp. 21.055.361,39

Rp. 63.166.084,17

Berdasarkan tabel 4.6 akan dilakukan perhitungan angsuran kredit bulanan dengan

menggunakan metode Capital Recovery Faactor (CRF) sebagai berikut:

  • 1.    Jangka Waktu 5 tahun.

  • a.    Tipe 36/150 (i = 11,5% n = 60 dan P = Rp. 42.278.584,32)

    A = P


    i (1 + i)n


    (1 + i) n -1


    A = 42278584.32


0.115/12(1 + 0.115/12)60 (1 + 0.115/12)60 -1

A = 930240.86

Jadi angsuran setiap bulannya sebesar Rp. 930.240,86

  • b.    Tipe 45/150 (i = 11,5% n = 60 dan P = Rp. 57.945.919,25)

    A = P


    i (1 + i) n (1 + i) n -1


    A = 57945919.25


    0.115/12(1 + 0.115/12)60 (1 + 0.115/12)60 -1


    A = 1274963.74

    Jadi angsuran setiap bulannya sebesar Rp. 1.274.963,74


    c. Tipe 52/150 (i = 11,5% n = 60 dan P = Rp. 63.166.084,17)


    A = P


    i (1 + i) n

    (1 + i) n1


    A = 63166084.17


    0.115/12(1 + 0.115/12)60 (1 + 0.115/12)60 -1


    A = 1389821.19

    Jadi angsuran setiap bulannya sebesar Rp. 1.389.821,19

    • 2.    Jangka Waktu 10 tahun.

    • a. Tipe 36/150 (i = 11,5% n = 120 dan P = Rp. 42.278.584,32)


    A = P


    i (1 + i)n (1 + i) n -1


    A = 42278584.32


0.115/12(1 + 0.115/12)120 (1 + 0.115/12)120 -1

A = 549901.49

Jadi angsuran setiap bulannya sebesar Rp. 549.901,49

b. Tipe 45/150 (i = 11,5% n = 120 dan P = Rp. 57.945.919,25)

A = P


i (1 + i) n


(1 + i) n


1


A = 57945919.49


0.115/12(1 + 0.115/12)120 (1 + 0.115/12)120 -1

A = 815356.39

Jadi angsuran setiap bulannya sebesar Rp. 815.356,39

c. Tipe 52/150 (i = 11,5% n = 120 dan P = Rp. 63.166.084,17)

A = P


i (1 + i) n (1 + i) n -1


A = 63166084.17


0.115/12(1 + 0.115/12)120 (1 + 0.115/12)120 -1

A = 888809.27

Jadi angsuran setiap bulannya sebesar Rp. 888.809,27

Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh hasil angsuran kredit untuk masing-masing tipe rumah adalah sebagai berikut:

Tabel 4.7 Angsuran Rumah Perbulan Jangka Waktu 5 dan 10 Tahun

Tipe rumah

Angsuran bulanan dalam Jangka waktu 5 Tahun

Angsuran bulanan dalam Jangka waktu 10 Tahun

36/150

Rp. 930.240,86

Rp. 549.901,49

45/150

Rp. 1.274.963,74

Rp. 815.356,39

52/150

Rp. 1.389.821,19

Rp. 888.809,27

  • 5. Kesimpulan dan Saran

Dengan menggunakan metode goal programming dapat diketahui bahwa harga minimum penjualan rumah untuk rumah tipe 36/150 sebesar Rp. 56.371.450,-, rumah tipe 45/150 sebesar Rp. 77.261.250,- dan rumah tipe 52/150 sebesar Rp. 84.221.450,-

Hasil perhitungan angsuran kredit perbulan dalam jangka waktu 5 tahun sebanyak 60 kali angsuran dengan menggunakan metode Capital Recovery Factor

(CRF) untuk tipe 36/150 sebesar Rp. 930.250, tipe 45/150 sebesar Rp. 1.275.000,- dan tipe 52/150 sebesar Rp. 1.389.800 . Dengan menggunakan metode yang sama diperoleh besar angsuran kredit perbulan dalam jangka waktu 10 tahun sebanyak 120 kali angsuran untuk tipe 36/150 sebesar Rp. 549.900,-, tipe 45/150 sebesar Rp. 815.300,-dan tipe 52/150 sebesar Rp. 888.800,-.

Berdasarkan hasil penelitian, beberapa hal yang dapat disarankan adalah: (1) Batasan sasaran yang dipakai untuk menentukan minimum harga penjualan dengan menggunakan metode goal programming dalam tulisan ini bisa ditambah dengan batasan sasaran yang lain sehingga mampu memberikan hasil yang lebih optimal; (2) Harga jual optimal yang diperoleh oleh penulis lebih rendah dibandingkan harga jual dari pihak pengembang. Sehingga pihak pengembang perlu mempertimbangkan lagi hasil yang diperoleh oleh penulis untuk menetapkan harga jual rumah; dan (3) Perhitungan angsuran kredit bergantung pada besarnya bunga dan jangka waktu angsuran, sehingga tidak memberatkan konsumen.

Daftar Pustaka

  • [1]    Aminudin. 2005. Prinsip-prinsip Riset Operasi. Jakarta: Erlangga

  • [2]    Asiyanto. 2010. Manajemen Resiko dalam Proyek Konstruksi. Jakarta: ANDI.

  • [3]    Asiyanto. 2010. Manajemen Produksi Untuk Jasa Konstruksi. Jakarta: ANDI.

  • [4]    Bawono, Baju. 1999. Penyelesaian Permasalahan Optimasi dengan Metode Nonlinear Programming. Jurnal Teknologi Industri Vol III No 2.

  • [5]    Kurniasih, Sri. 2007. Usaha Perbaikan Pemukiman Kumuh di Petukangan Jakarta Selatan. Jurnal Teknik Arsitektur Universitas Budi Luhur.

  • [6]    Sastra, Suparno M dan Endy Marlina. 2005. Perencanaan dan Pengembangan Perumahan. Yogyakarta: ANDI.

  • [7]    Sumani, Sambodho. 2006. Ekonomi dan Manajemen Teknik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

  • [8]    Siswanto. 2006. Operations Research. Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

101