Pemodelan Pergerakan Mikroplastik di Selat Bali
on
Journal of Marine and Aquatic Sciences 6(2), 205-215 (2020)
Pemodelan Pergerakan Mikroplastik di Selat Bali
I Gede Dananjaya Bagaskara a*, Yulianto Suteja a, I Gede Hendrawan a
a Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Badung, Bali-Indonesia
* Penulis koresponden. Tel.: +62-812-3820-3446
Alamat e-mail: [email protected]
Diterima (received) 12 Oktober 2018; disetujui (accepted) 4 Desember 2020; tersedia secara online (available online) 4 Desember 2020
Abstract
The Bali Strait has an important role for the coastal society of East Java and Bali, because as a supplier of lemuru fish. However, the quality of lemuru fish is decrease due to the presence of plastic waste that flow into the Bali Strait. Plastic is a material that’s difficult to decompose, but by using oxidation or mechanical processes causing plastic break to micrometer. Microplastic will be more easily eaten and have a direct impact on the food chain and cause morphological damage or chemical effects that carried by plastic. Based on these problems, its important to conduct research on spatial and temporal microplastic movements in the Bali Strait. However, the wide area of the Bali Strait and the amount of time needed to collect data in the field directly, numerical modeling method was use to solve this problem by using the Finite Volume Ocean Coastal Model (FVCOM) modeled in 3-D and microplastic divided into 3 sizes (0.3 mm, 1 mm, 5 mm). Spatially the movement of microplastic with a size of 0.3 mm, 1 mm, and 5 mm has a relatively similar movement, but has different position based on depth. Temporally the highest total number of microplastic sites is in the potential area of Blimbing Sari catching in the third week, and the potential area for catching Bukit on second week. Whereas in the potential areas of capture Senggrong, Anyir, Watu Anyir and PangPang Bay were not found microplastic.
Keywords: microplastic; Bali Strait; FVCOM; lagrange; model; simulation
Abstrak
Selat Bali memiliki peranan penting bagi masyarakat pesisir Jawa Timur dan Bali, karena sebagai salah satu penyedia ikan lemuru namun, kualitas ikan lemuru dikhawatirkan menurun akibat adanya sampah plastik yang bermuara di Selat Bali. Plastik merupakan material yang sulit terurai namun dengan menggunakan proses oksidasi atau proses mekanikal menyebabkan plastik pecah hingga ukuran mikro. Mikroplastik akan lebih mudah dimakan oleh mahkluk hidup dan berdampak langsung pada rantai makanan yang menyebabkan kerusakan morfologi atau dampak kimia dari partikel yang dibawa oleh plastik. Berdasarkan permasalahan tersebut, penting dilakukan penelitian mengenai pergerakan mikroplastik secara spasial dan temporal di Selat Bali. Namun luasnya daerah Selat Bali dan banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk mengambil data di lapangan secara langsung, maka dalam penyelesaiannya digunakan metode pemodelan numerik Finite Volume Ocean Coastal Model (FVCOM) yang dimodelkan secara 3-D dan mikroplastik dibagi menjadi 3 ukuran (0.3mm, 1 mm, 5 mm). Secara spasial pergerakan mikroplastik dengan ukuran 0.3 mm, 1 mm, dan 5 mm memiliki pergerakan yang relatif sama, namun posisi yang berbeda berdasarkan kedalamannya. Secara temporal jumlah total mikroplastik yang paling banyak berada di daerah potensi penangkapan Blimbing Sari pada minggu ketiga, dan daerah potensi penangkapan Bukit pada minggu kedua. Sedangkan pada daerah potensi penangkapan Senggrong, Anyir, Watu Anyir dan Teluk Pang-Pang tidak ditemukan mikroplastik.
Kata Kunci: mikroplastik; Selat Bali; FVCOM; lagrange; model; simulasi
Selat Bali memiliki peranan penting bagi masyarakat sekitar Selat Bali, karena Selat Bali merupakan salah satu penyedia ikan lemuru yang
dominan dan ekonomis (Ridha dkk., 2013). Namun, kualitas ikan lemuru dikhawatirkan menurun akibat adanya sampah plastik yang masuk dari Daerah Aliran Sungai (DAS) yang bermuara di Selat Bali, khususnya musim Barat
(Mongabay, 2017). Hal ini diduga pada musim tersebut, intensitas sampah plastik yang masuk ke Selat Bali lebih besar, sehingga sampah plastik akan terbawa oleh arus permukaan dan tentunya akan berdampak kepada daerah sekitarnya (Baztan et al., 2014). Keberadaan sampah plastik di Selat Bali didukung dengan ditemukannya sampah plastik di Pesisir Barat Pantai Bali (Jimbaran hingga Seminyak) (Beritagar, 2017).
Plastik merupakan material yang sulit terurai (Foekema et al., 2013), namun dengan menggunakan proses oksidasi oleh sinar Ultra Violet (UV) atau proses-proses mekanikal dapat menyebabkan partikel plastik pecah hingga ukuran mikro (Wagner et al., 2014). Mikroplastik telah dianggap sebagai polutan (Ryan et al., 2009), seperti yang dinyatakan oleh Cole et al. (2011) dan Desforges et al. (2014) keberadaan mikroplastik di suatu perairan dapat diakibatkan oleh adanya aktifitas penangkapan ikan yang mengakibatkan degradasi monofilament dari jaring ikan, tali, dan aktivitas bongkar muat kapal. Selain dari pecahnya partikel, masuknya plastik yang berukuran mikro di perairan berasal dari microbeads yang terkandung dalam kosmetik dan kain (Browne et al., 2011).
National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) menyatakan bahwa mikroplastik memiliki ukuran kurang dari 5 mm (Wright et al., 2013), sehingga mikroplastik akan lebih mudah dimakan oleh mahkluk hidup dan akan terakumulasi pada tubuh organisme dan akan berdampak langsung pada rantai makanan (Cole et al., 2011). Mikroplastik yang termakan dapat menyebabkan kerusakan morfologi atau dampak kimia dari partikel yang dibawa oleh plastik (Teuten et al., 2009), karena plastik memiliki kandungan zat kimia sekaligus sebagai penyerap polutan organik dari air (Teuten et al., 2009).
Mengingat bahwa mikroplastik memiliki dampak yang sangat berbahaya bagi segala ekosistem, maka penelitian mengenai mikroplastik terus dilakukan. Penelitian oleh Lebreton et al, (2012) mendapatkan estimasi persebaran kelimpahan mikroplastik secara global, dimana hasil yang didapatkan konsentrasi tertinggi berada di pesisir Selatan Australia, Laut Mediteranian, dan di laut Asia. Penelitian yang dilakukan oleh Desforges et al. (2014) mengenai pergerakan distribusi spasial mikroplastik pada permukaan laut di Timur Laut Samudra Pasifik, dengan hasil yang didapatkan konsentrasi mikroplastik lebih
tinggi di dekat pesisir dibandingkan lepas pantai. Hasil penelitian dari Law et al. (2014) menunjukan bahwa pola persebaran mikroplastik yang paling luas di permukaan laut ditemukan pada gyres di daerah subtropis (Samudra Pasifik), ini terjadi karena arus permukaan laut yang konvergen memusat dan mempertahankan sampah pada waktu yang lama, hasil yang sama juga ditemukan oleh Collignon et al. (2012) di Laut Mediteranian. Penelitian lainnya tentang kelimpahan dan distribusi karakteristik mikroplastik pada permukaan laut di Incheon/Kyeonggi oleh Chae et al. (2015), dengan hasil korelasi yang tinggi antara kelimpahan dan distribusi yang didominasi oleh partikel cat kapal (alkyd resin polymer). Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Isobe et al. (2014) yang melakukan simulasi pergerakan partikel secara horizontal dan vertikal, dengan hasil pergerakan mikroplastik tergantung ukurannya. Iwasaki et al. (2017) melakukan simulasi pergerakan mikro dan mesoplastik secara spasial, dengan hasil partikel mesoplastik lebih banyak ditemukan di pesisir Jepang, dibandingkan dengan mikroplastik. Penelitian terkait mikroplastik di Selat Bali telah dilakukan, oleh Hendrawan yang menyatakan bahwa dari 50 ikan yang di tangkap di Selat Bali, 80% mengandung mikroplastik (Kompas, 2018). Namun penelitian terkait pergerakan mikroplastik belum pernah dilakukan di perairan Bali, khususnya Selat Bali.
Dari permasalahan tersebut, penting dilakukan penelitian mengenai pergerakan mikroplastik secara spasial dan temporal di Selat Bali. Namun dengan luasnya daerah Selat Bali dan banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk mengambil data di lapangan secara langsung, maka dalam penyelesaiannya digunakan metode pemodelan numerik Finite Volume Ocean Coastal Model (FVCOM)
Pengambilan data lapangan/primer dilaksanakan pada tanggal 7 Juli 2018 pada waktu 07:00 WITA hingga 11.00 WITA. Pengambilan data meliputi data pergerakan arus, lokasi pengambilan data lapangan dilakukan di perairan Selat Bali. Peletakan davis drifter pada titik tersebut untuk menghindari pengaruh dari longshore current. Untuk lebih jelas lihat pada gambar 1.
Gambar 1. Peta lokasi pengambilan data insitu di Selat Bali
-
2.2 Pengumpulan data
Selain data primer, pengambilan data sekunder juga dilakukan dalam penelitian ini. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data batimeri yang didapatkan dari DISHIDROS TNI AL, data kecepatan dan arah angin yang didapatkan dari European Centre for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF) dengan resolusi 0.125o, data elevasi pasang surut menggunakan elevasi pasang surut yang dikembangkan oleh Ocean Research Institute (ORI), Universitas Tokyo (ORI-Tide) (Matsumoto et al., 1995). Data suhu dan salinitas perairan Selat Bali menggunakan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Gordon (2003) pada bulan Januari sebagai perwakilan Musim Barat.
-
2.3 Desain Model
Dalam menjalankan simulasi, pemodelan numerik hidrodinamika di Selat Bali dilakukan bersamaan dengan pemodelan numerik pergerakan partikel The 3D Lagrangian Particle yang dijalankan selama satu bulan (30 hari). Domain model yang digunakan pada simulasi di Selat Bali menggunakan unstructured triangular grid yang terdiri dari dua batas, yaitu batas terbuka dan batas tertutup dengan jarak antar node sebesar 500m –1000m. Batas terbuka berada di atas dan di bawah, sedangkan pada batas tertutup yang bersinggungan langsung dengan daratan, seperti yang terlihat pada gambar 2. Perhitungan awal model dimulai dari batas terbuka, sedangkan batas tertutup dianggap 0. Model ini terdiri dari 10th sigma layer yang dibagi dengan kondisi uniform layer, menggunakan komponen elevasi pasang
surut berjumlah 4 komponen yang terdiri dari S2, M2, K1, dan O1. Data kecepatan angin menggunakan data meteorological selama 10 tahun, nilai suhu dan salinitas yang selalu konstan dengan nilai 27oC dan 32 ppt. Model dijalankan dalam waktu simulasi selama 1 bulan dengan langkah waktu 10 detik, dan menggunakan syarat stabilitas Courant Friedeich Levy (CFL).
Gambar 2. Domain model
-
2.4 Model Hidrodinamika
Pada penjalanan model hidrodinamika, pemodelan pola arus di Selat Bali, diasumsikan bahwa pergerakan arus dipengaruhi oleh pasang surut dan pergerakan angin pada ketinggian 10 (mdpl). Dalam hal ini kecepatan arus perairan laut akan didapatkan dengan menggunakan Finite Volume Coastal Ocean Model (FVCOM). FVCOM terdiri dari dua mode (eksternal dan internal) yang dihitung secara terpisah. Persamaan pembangun dalam model FVCOM terdiri dari persamaan momentum dan kontinuitas (1 hingga 3), suhu (4), salinitas (5), densitas (6) dan elevasi pasang surut (7) yang merupakan persamaan kontinuitas dan momentum.
+ u + v + w + fu
1 ∂P ∂ („ ∂ v ^
+ K + F.
ρ ∂y ∂z y ∂z J
(2)
∂ v
=- pg ∂ t
(1)
(3)
(4)
S T ∂ T ∂ T ∂ T
+ u + v + w ∂t ∂x ∂y ∂z
⅛ Kh dT)
∂z V ∂z J
+ F.
(5)
Ss ∂ t
∂s ∂s ∂s
+ u + v + w
∂x ∂y ∂z
■If Kh Ss 'l
∂z V ∂z J
+ Fs
(6)
No
Zo ■ Zo + ∑ ZiCos ω - θ.) (7)
-
■ 1
dimana , ,dan adalah variabel arah untuk timur dan barat, utara dan selatan, dan vertikal dalam sistem koordinat kartesian; u, v, dan ω adalah variabel kecepatan arus untuk arah x, y, σ (m/s); T adalah suhu (oC); S adalah salinitas (ppt); ρ adalah densitas akhir sedangkan adalah densitas awal (Pa); ƒ adalah variabel gaya coriolis (o); g adalah variabel gravitasi (m/s); Km adalah variabel vertical eddy viscosity (m2/s); dan Kh adalah variabel thermal vertical eddy diffusion coefficient (m2/s) Fx, Fy, Ft, dan Fs merepresentasikan dari friction arah x dan y, thermal, dan difusi salinitas (N); D adalah total kedalaman kolom perairan (m); Ĥ adalah penyerapan radiasi ke kolom perairan; ζ adalah tinggi elevasi permukaan perairan (m), dan ζ0 adalah rata-rata elevasi relatif untuk ketinggian air (m); ζi, ωi, dan θi mempresentasikan amplitude (m), frekuensi (s), fase dari pasang surut terbentuk (o), t adalah waktu (s).
secara vertical dipengaruhi oleh kombinasi dari kecepatan apung yang telah dilakukan oleh Reisser et al. (2015) dengan menggunakan persamaan 9.
w(t) ■ eδ (9)
dimana δ sebagai ukuran partikel dalam satuan millimeter dan e sebagai koefisien kecepatan apung sebesar 0.002 m/s dengan asumsi bahwa partikel yang didapatkan dilautan umumnya terbuat dari polyethylene dan polypropylene (Reisser et al., 2015) dan perbedaan densitas antara dua bahan tersebut relative kecil (~10%; Andrady, 2011).
Gambar 3. Lokasi pelepasan partikel
-
2.5 Model 3D- Lagrangian Partikel Tracking
Dalam pergerakan partikel, digunakan model 3D-Lagrangian Partikel Tracking, partikel dilepaskan pada daerah berwarna merah dan dilepaskan di permukaan sesuai dengan Gambar 3, dengan asumsi bahwa daerah pertama merupakan masuknya partikel dari Laut Bali dan pada daerah kedua dengan asumsi masuknya partikel yang berasal dari Samudra Hindia. Secara matematik, penelusuran jejak partikel dengan metode Lagrange pada FVCOM adalah dengan menyelesaikan persamaan differensial biasa dalam sistem non-linear dengan menggunakan persamaan 8 (Rowe et al., 2016).
dx
■ v (x (t), t t) dt
(8)
dimana x merupakan posisi partikel pada saat waktu t, dx/dt adalah perubahan posisi partikel terhadap waktu, dan v(x,(t),t) adalah medan kecepatan dalam 3-dimensi (x,y,z) yang dihasilkan dari dari model hidrodinamika. Untuk mengetahui pergerakan mikroplastik, pergerakan partikel
-
2.6 Analisis Spasial dan Temporal
Dalam melakukan analisis spasial, pergerakan mikroplastik dianalisis seluas domain model pada gambar 2. Partikel dilepaskan di permukaan pada daerah yang sama sesuai dengan gambar 3 dengan jarak antar partikel sejauh 500 meter, sehingga jumlah total partikel yang dilepaskan sebanyak 1208 partikel yang terdiri dari 90 partikel di daerah utara dan daerah selatan sejumlah 1118 partikel. Hasil pergerakan partikel ditampilkan setiap minggu selama satu bulan.
Dalam melakukan analisis temporal, data pergerakan partikel yang dilepaskan, pergerakan dan persentase partikel ditinjau sesuai dengan daerah penangkapan ikan lemuru berdasarkan Wudianto et al. (2013) dimana daerah I merupakan daerah potensi penangkapan untuk mewakili Karang Ente dan Tanjung, daerah II, mewakili daerah Senggrong, Anyir, Watu Layar, daerah III mewakili Teluk Pang-pang, daerah IV untuk mewakili daerah Blimbing Sari, dan daerah V dan
VI untuk mewakili daerah Pengambengan dan Bukit Analisis dilakukan dalam rentang waktu satu bulan pada bulan Januari 2018 yang dibagi berdasarkan daerah pelepasannya sesuai dengan gambar 4 dan waktu perhitungan persentase partikel tiap seminggu sekali yang mengacu pada Syaifullah (2015), dimana pada minggu keempat sebagai akhir dari simulasi model.
Gambar 4. Pembagian wilayah mikroplastik untuk analisis temporal
-
2.7 Validasi Data
-
2.7.1. Korelasi
-
Dalam memvalidasi data hasil model dan data validasi dilakukan dengan menghitung korelasi (r) untuk mengetahui hubungan antara data hasil model dan data validasi, dimana data yang divalidasi adalah pasang surut, kecepatan dan pergerakan arus, dengan menggunakan persamaan 10 (Maharta dkk., 2019):
∑ χy -
(∑ χ )(∑ y)
n
r =
I(∑ x2 - (∑⅛ )(∑ y2 - (∑y)2) nn
(10)
dimana r adalah koefisien korelasi; n adalah banyaknya sampel; adalah jumlah nilai untuk variabel x; Jumlah nilai item pertanyaan variabel y.
-
2.7.2. Root Mean Square Error
Data hasil model dan data lapangan selain dianalisis menggunakan analisis korelasi juga dianalisis menggunakan Root Mean Square Error (RMSE). Hal tersebut dilakukan untuk dapat mengetahui nilai error dari hasil model dengan
data validasi menggunakan persamaan 11. (Soliwoda, 2014):
RMSE =
IX
I =ι insitu ,∣
2 model, i )
(11)
n
dimana Xinsitu adalah nilai observasi dan Xmodel adalah nilai dari hasil model, dan n adalah jumlah data.
Hasil elevasi pasang surut simulasi dibandingkan dengan data lapangan dengan metode Root Mean Square Error (RMSE) yang menunjukan nilai sebesar 0.23 m, sedangkan nilai korelasi dari data simulasi dengan data lapangan dengan koefisien korelasi sebesar 0.97, hal ini menunjukan bahwa hasil simulasi dengan data lapangan berbanding lurus dan memiliki pola yang sama seperti yang ditunjukan pada Gambar 5.
-
3.2 Validasi Arus
Data pergerakan arus diverifikasi dengan data lapangan yang di ukur menggunakan data primer yang diambil pada 7 Juli 2018. Pengambilan data lapangan menggunakan metode Lagrangian yang dilakukan selama empat jam, karena kondisi gelombang di lapangan yang tidak memungkinkan. Berdasarkan hasil analisis, nilai kecepatan arus dilapangan berkisar antara 0.46 m/s hingga 0.74 m/s, sedangkan nilai kecepatan arus dari hasil model berkisar antara 0.45 m/s hingga 0.77 m/s. Hasil perbandingan data lapangan dan data model yang dihitung menggunakan metode RMSE mendapatkan nilai 0.017 m/s dengan korelasi 0.986 (gambar 6A). Berdasarkan arah pergerakannya, arah pergerakan arus antara lapangan dan model bergerak menuju Tenggara (gambar 6B). Berdasarkan hasil yang didapatkan, data model sudah cukup untuk merepresentasikan kondisi di lapangan. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat dikatakan cukup untuk merepresentasikan pergerakan mikroplastik di lapangan, karena menurut Shim et al. (2018) menyatakan bahwa angin dan arus merupakan salah satu faktor besar yang mempengaruhi pergerakan mikroplastik secara horizontal di permukaan air.
Gambar 5. Elevasi pasang surut
Gambar 6. (A) Grafik hasil model dengan data lapangan. (B) Pergerakan Arus model dengan lapangan
-
3.3 Analisis Spasial Mikroplastik di Selat Bali
Hasil simulasi pergerakan mikroplastik pada ukuran 0.3, 1, dan 5 mm memiliki pola persebaran yang berbeda tiap minggunya, namun secara umum pergerakan partikel dengan ukuran 0.3, 1, dan 5 mm memiliki pola persebaran yang sama, namun jarak yang ditempuh partikel berbeda-beda, ini terjadi karena perbedaan luas penampang dari ukuran mikroplastik, yang menyebabkan terjadinga perbedaan kecepatan penenggelaman. Ini menandakan semakin kecil ukuran partikel maka semakin mudah terbawa oleh arus, dan hasil yang didapatkan juga menunjukan bahwa semakin panjang ukuran partikel, maka benda akan berada semakin dalam (Gambar 7). Posisi kedalaman mikroplastik di utara memiliki hasil yang sama dengan penelitian Bagaev (2017)
dimana terlihat beberapa partikel yang menyentuh dasar laut sedangkan beberapa partikel tidak
menyentuh dasar hal ini diduga karena adanya turbulensi air.
-
3.4 Analisis Temporal Mikroplastik di Selat Bali
Berdasarkan hasil yang didapatkan dari pergerakan mikroplastik yang dilepaskan dari arah utara sebagai perwakilan dari masuknya mikroplastik yang berasal dari Laut Bali dan Laut Jawa menuju Selat Bali menunjukan bahwa, mikroplastik dengan panjang 0.3 mm (Gambar 8A) berada pada daerah potensi penangkapan IV dengan persentase berubah-ubah tiap minggunya, pada minggu pertama dengan persentase sebesar 1.1%, minggu kedua dengan persentase sebesar 3.3%, minggu ketiga dengan persentase 4.4%, dan minggu keempat dengan persentase 3.3%. Selain itu, partikel dengan panjang 0.3 mm mulai bergerak pada daerah potensi penangkapan V pada minggu ketiga dengan persentase 1.1% yang konstan hingga minggu keempat.
Berbeda halnya dengan mikroplastik dengan panjang 1 mm (Gambar 8B), ditemukan di daerah IV pada minggu pertama persentase yang didapatkan dengan persentase 1.1%, pada minggu kedua dengan persentase 2.2%, minggu ketiga dengan persentase 4.4% dan minggu terakhir dengan persentase sebesar 3.3%. Pada daerah V dengan persentase 1.1% yang dimulai pada minggu ketiga hingga keempat. Berbeda dengan
mikroplastik dengan panjang 0.3 mm, pada minggu kedua persentase mikroplastik di daerah IV dengan persentase sebesar 2.2%.
Sedangkan mikroplastik dengan panjang 5 mm (Gambar 8C) dari minggu pertama hingga minggu keempat hanya berada di daerah keempat dengan persentase yang fluktuatif tiap minggunya, dimana minggu pertama dengan nilai persentase
Gambar 7. (A) Perbedaan jarak dan kedalaman mikroplastik, (B) rata-rata beda kedalaman untuk masing-masing mikroplastik tiap minggu. (C) rata-rata beda kedalaman masing-masing mikroplastik pada minggu keempat.
sebesar 1.1%, pada minggu kedua dengan persentase sebesar 3.3%, minggu ketiga kembali dengan persentase tertinggi sebesar 5.56% dan pada minggu keempat kembali dengan persentase sebesar 4.4%.
Pola pergerakan mikroplatik yang didapatkan hanya bergerak di daerah potensi penangkapan terdekat yaitu daerah IV dan V. Jumlah
mikroplastik pada daerah potensi penangkapan ikan IV memiliki pola yang sama antara ukuran 0.3 mm hingga 5 mm, meningkatnya jumlah mikroplastik yang ditemukan dari minggu pertama hingga minggu ketiga pada daerah potensi penangkapan IV dikarenakan banyaknya mikroplastik yang masuk pada waktu tersebut,, dan turunnya dikarenakan mikroplastik
A
5.00%
4.00%
3.00%
2.00%
1.00%
0.00%
B
5.00%
I
I minggu 1 ■ minggu 2 ■ minggu 3 ■ minggu 4
C
5.00%
4.00%
3.00%
2.00%
1.00%
0.00%
Gambar 8. Persentase mikroplastik di daerah penangkapan ikan lemuru dengan pelepasan mikroplastik dari utara (A panjang 0.3 mm, B panjang 1 mm, C panjang 5 mm).
B
A
■ minggu 1 I minggu 2 ■ minggu 3 minggu 4
C
I minggu 1 ■ minggu 2 ■ minggu 3 minggu 4
■ minggu 1 ■ minggu 2 ■ minggu 3 minggu 4
Gambar 9. Persentase mikroplastik di daerah penangkapan ikan lemuru dengan pelepasan mikroplastik dari selatan (A panjang 0.3 mm, B panjang 1 mm, C panjang 5 mm).
mengalami pergerakan keluar dari daerah potensi penangkapan IV. Mikroplastik dengan ukuran 0.3 mm dan 1 mm yang ditemukan di daerah potensi penangkapan V memiliki jumlah yang sama namun pada ukuran 5 mm tidak ditemukan mikroplastik di daerah tersebut karena mikroplastik tidak berada di daerah potensi penangkapan V.
Berdasarkan hasil pergerakan mikroplastik yang dilepaskan di daerah selatan yang dianggap dari Samudra Hindia yang masuk menuju Selat Bali, umumnya memiliki pola pergerakan yang sama (Gambar 9), pada minggu pertama daerah potensi penangkapan I dengan persentase panjang 0.3 mm dan panjang 1 mm sebesar 3.31%, dan persentase dengan panjang 5 mm adalah 3.58%, dan pada daerah potensi penangkapan VI ditemukan persentase yang sama untuk ukuran 0.3 mm dan 1mm dengan nilai 4.1% sedangkan nilai terbesar adalah 4.2% untuk panjang 5mm.
Pada minggu kedua persentase mikroplastik di daerah I dan VI mengalami peningkatan 4.56% untuk panjang 0.3 mm, 4.38% untuk panjang 1 mm, dan 4.83% untuk panjang 5 mm. Sedangkan pada daerah VI persentase mikroplastik meningkat mencapai 13.77% untuk panjang 0.3 dan 1 m, dan 13.69% untuk panjang 5 mm. Peningkatan ini terjadi karena adanya mikroplastik yang masuk ke daerah I dan VI.
Pada minggu ketiga persentase mikroplastik mengalami penurunan untuk daerah potensi penangkapan I dan VI. Pada minggu ketiga persentase mikroplastik di daerah potensi penangkapan I sebesar 1.7% untuk untuk panjang 0.3 mm, dan 1.79% untuk panjang 1 mm, dan 1.43% untuk panjang 5 mm, sedangkan pada daerah potensi penangkapan VI persentase mikroplastik sebesar 0.98% untuk panjang 0.3 mm dan 1 mm, sedangkan 1.07% untuk panjang 5 mm.
Pada minggu keempat persentase di daerah potensi penangkapan I ditemukan sebesar 0.27% untuk panjang 0.3 mm dan 1 mm, dan 0.36% untuk panjang 5 mm. Penurunan mikroplastik di daerah potensi penangkapan I pada minggu ketiga dan keempat terjadi karena mikroplastik mengalami pergerakan keluar dari daerah potensi penangkapan. Pada daerah potensi penangkapan VI persentase mikroplastik dengan panjang 0.3 memiliki persentase yang sama dengan panjang 1 mm, dengan nilai sebesar 1.79%, dan sebesar 1.8% untuk panjang 5 mm. Peningkatan pada daerah
potensi penangkapan VI terjadi karena adanya mikroplastik yang bergerak masuk ke daerah tersebut. Pada minggu keempat ditemukan mikroplastik di daerah potensi penangkapan V dengan persentase sebesar 0.18% untuk panjang 0.3 mm dan 1 mm, dan 0.09% untuk panjang 5 mm.
Berdasarkan hasil yang telah didapatkan, dapat disimpulkan bahwa secara spasial pergerakan partikel mikroplastik dengan ukuran 0.3 mm, 1 mm, dan 5 mm memiliki sebaran yang relatif sama, namun memiliki kedalaman yang berbeda-beda. Secara temporal jumlah total mikroplastik yang paling banyak berada di daerah potensi penangkapan Blimbing Sari pada minggu ketiga, dan daerah potensi penangkapan Bukit pada minggu kedua. Sedangkan pada daerah potensi penangkapan Senggrong, Anyir, Watu Anyir dan Teluk Pang-Pang tidak ditemukan mikroplastik
Ucapan terimakasih
Terima kasih kepada kepala dan tim Laboratorium Komputasi, dan seluruh mahasiswa Fakultas Kelautan dan Perikanan yang telah membantu dalam penelitian ini.
Daftar Pustaka
Andrady, A. L. (2011). Microplastics in the marine environment. Marine pollution bulletin, 62(8), 1596
1605.
Bagaev, A., Mizyuk, A., Khatmullina, L., Isachenko, I., & Chubarenko, I. (2017). Anthropogenic fibres in the Baltic Sea water column: Field data, laboratory and numerical testing of their motion. Science of The Total Environment, 599, 560-571.
Baztan, J., Carrasco, A., Chouinard, O., Cleaud, M., Gabaldon, J. E., Huck, T., ... & Vanderlinden, J. P.
-
(2014) . Protected areas in the Atlantic facing the hazards of micro-plastic pollution: First diagnosis of three islands in the Canary Current. Marine Pollution Bulletin, 80(1-2), 302-311.
Beritagar. (2017). Musim Sampah di Pesisir Pulau Dewata. [online] Tersedia di: https://beritagar.id/media/galeri-foto/musim-sampah-di-pesisir-pulau-dewata [diakses: 26 November 2017].
Browne, M. A., Crump, P., Niven, S. J., Teuten, E., Tonkin, A., Galloway, T., & Thompson, R. (2011). Accumulation of microplastic on shorelines woldwide: sources and sinks. Environmental science & technology, 45(21), 9175-9179.
Chae, D. H., Kim, I. S., Kim, S. K., Song, Y. K., & Shim, W. J. (2015). Abundance and distribution characteristics of microplastics in surface seawaters of the Incheon/Kyeonggi coastal region. Archives of environmental contamination and toxicology, 69(3), 269278.
Cole, M., Lindeque, P., Halsband, C., Galloway, T. S. (2011). Microplastics as Contaminants In the Marine Environment: A review. Marine Pollution Bulletin, 62 (12), 2588-2597.
Collignon, A., Hecq, J. H., Glagani, F., Voisin, P., Collard, F., & Goffart, A. (2012). Neustonic microplastic and zooplankton in the North Western Mediterranean Sea. Marine Pollution Bulletin, 64(4), 861-864.
Desforges, J. P. W., Galbraith, M., Dangerfield, N., Ross, P. S. (2014). Widespread Distribution of Microplastics in Subsurface Seawater in the NE Pacific Ocean. Marine pollution bulletin, 79(1-2), 94-99.
Foekema, E. M., De Gruijter, C., Mergia, M. T., van Franeker, J. A., Murk, A. J., & Koelmans, A. A. (2013). Plastic in north sea fish. Environmental science & technology, 47(15), 8818-8824.
Gordon, A. L, Susanto, R. D, Vranes, K. (2003). Cool Indonesian Throughflow as a Consequence of Restricted Surface Layer Flow. Nature, 425, 824-828.
Isobe, A., Kubo, K., Tamura, Y., Nakashima, E., Fujii, N,. (2014). Selective Transport of Microplastics and Mesoplastics by Drifting in Coastal Waters. Marine pollution bulletin, 89(1-2), 324-330.
Iwasaki, S., Isobe, A., Kako, S. I., Uchida, K., & Tokai, T. (2017). Fate of microplastics and mesoplastics carried by surface currents and wind waves: A numerical model approach in the Sea of Japan. Marine pollution bulletin, 121(1-2), 85-96.
Kompas. (2018). Mikroplastik dalam Tubuh Ikan yang Ditangkap di Selat Bali. [online] Tersedia di: https://kompas.id/baca/humaniora/ilmu-pengetahuan-teknologi/2018/10/05/mikroplastik-dalam-tubuh-ikan-yang-ditangkap-di-selat-bali/, [diakses: 19 Desember 2018]
Law, K. L., Morét-Ferguson, S. E., Goodwin, D. S., Zettler, E. R., DeForce, E., Kukulka, T., &
Proskurowski, G. (2014). Distribution of Surface Plastic Debris in the Eastern Pacific Ocean from an 11-Year Data Set. Environmental Science & Technology, 48 (9), 4732-4738.
Lebreton LM, Greer SD, Borrero JC. 2012. Numerical Modelling of Floating Debris in The World’s Oceans. Marine Pollution Bulletin, 64(3), 653-661.
Maharta, I. P. R. F., Hendrawan, I. G., & Suteja, Y. (2019). Prediksi Laju Sedimentasi di Perairan Teluk Benoa Menggunakan Pemodelan Numerik. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 5(1), 44-54.
Matsumoto K, Ooe M, Sato T. (1995). Ocean Tide Model Obtained from TOPEX/POSEIDON altimetry data. Journal of Geophysical Research, 100(C12), 25319–25330.
Nusabali. (2017). Pantai Kuta dan Legian Darurat Sampah Kiriman. [online] Tersedia di:
http://www.nusabali.com/berita/21481/pantai-kuta-dan-legian-darurat-sampah-kiriman/, [diakses: 23
November 2017].
Reisser, J. W., Slat, B., Noble, K. D., Plessis, K. D., Epp, M., Proietti, M. C., ... & Pattiaratchi, C. (2015). The Vertical Distribution of Buoyant Plastics at Sea: An Observational Study in the North Atlantic Gyre. Biogeosciences, 12, 1249-1256.
Ridha, U., Muskananfola, M. R., Hartoko, A. (2013). Analisa Sebaran Tangkapan Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) Berdasarkan Data Satelit Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-A di Perairan Selat Bali. Diponegoro Journal of Maquares, 2(4), 53-60.
Rowe, M. D., Anderson, E. J., Wynne, T. T., Stumpf, R. P., Fanslow, D. L., Kijanka, K., ... & Davis, T. W. (2016). Vertical distribution of buoyant Microcystis blooms in a Lagrangian particle tracking model for short‐term forecasts in Lake Erie. Journal of Geophysical Research: Oceans, 121(7), 5296-5314.
Ryan, P. G., Moore, C. J., van Franeker, J. A., & Moloney, C. L. (2009). Monitoring the Abundance of Plastic Debris in the Marine Environment. Philosophical Transactions of the Royal Society B: Biological Sciences, 364(1526), 1999-2012.
Shim, W. J., Hong, S. H., Eo, S. (2018). Marine
Microplastics: Abundance, Distribution, and
Composition. Microplastic Contamination in Aquatic Environments. Elsevier, 1-26.
Soliwoda, J. (2014). Methods of Vessel Casualty Process Assessment. TransNav: International Journal on Marine Navigation and Safety of Sea Transportation, 8(2), 211216.
Syaifullah, M. D. (2015). Suhu Permukaan Laut Perairan Indonesia dan Hubungannya dengan Pemanasan Global. Jurnal Segara, 11(2), 103-113.
Teuten, E. L., Saquing, J. M., Knappe, D. R., Barlaz, M. A., Jonsson, S., Björn, A., ... & Ochi, D. (2009). Transport and Release of Chemicals from Plastics to the Environment and to Wildlife. Philosophical Transactions of the Royal Society of London B: Biological Sciences, 364(1526), 2027-2045.
Wagner, M., Scherer, C., Alvarez-Muñoz, D., Brennholt, N., Bourrain, X., Buchinger, S., ... & Rodriguez-Mozaz, S. (2014). Microplastics in Freshwater Ecosystems: What We Know and What We Need to Know. Environmental Sciences Europe, 26, 12.
Wright, S. L, Thompson, R. C., Galloway, T. S. 2013. The Physical Impacts of Microplastics on Marine Organisms: A Review. Environmental Pollution, 178, 483-492.
Wudianto, Purwanto, Satria, F., Dharmadi, Prasetyo, A. P., Sadiyah, L., Proctor, Craig, West, R. J., Milton, D. A., Indonesia, Kementerian Kelautan dan Perikanan, CSIRO, Australian National Centre for Ocean Resources and Security (ANCORS), University of
Wollongong, Australian Centre for International Agricultural Research. (2013). Bali Strait Lemuru Fishery - final report. Canberra, Australia: Australian Centre for International Agricultural Research.
© 2021 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).
J. Mar. Aquat. Sci. 6: 205-215 (2020)
Discussion and feedback