Journal of Marine and Aquatic Sciences 6(1), 22-26 (2020)

Valuasi Ekonomi Terumbu Karang Pasca Penetapan Kawasan Konservasi Laut Sawu Di Kabupaten Kupang

D. Umar Rahman a*, Fonny J. L. Risamasu a, H. M. D. Pua Upa a

a Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana, Universitas Nusa Cendana, Kelurahan Oesapa, Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur-Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +62-852-5324-6895

Alamat e-mail: [email protected]

Diterima (received) 8 Juni 2020; disetujui (accepted) 28 Agustus 2020; tersedia secara online (available online) 29 Agustus 2020

Abstract

This research has been carried out in the Savu Sea Waters. The method used in data collection through interviews and questionnaires. Data collected and analyzed in this study are Direct Use, Indirect, Option, Existence and Bequest Value. The types of benefits identified and quantified are coral reef resources in the Savu Sea, especially those in Kupang Regency Coastal Area for Use Value, the Direct, Indirect, Option, Bequest, and Existence Value. Then a comparison is made between the direct value of coral reefs consisting of capture fisheries, aquaculture and tourism. While the value of indirect of coral reefs includes abrasion, carbon sink, fish nursery, spawning and Feeding Ground. And Non Use Value which consists of Option Value, Bequest, and Existence. The results of the analysis show that the value of direct is Rp. 218,027,971,623, 69 / year, indirect is Rp. 20,795,211,891.89 / year, option value is Rp. 3,967,284,324.32 / year, the existence is Rp. 4,121,520,000 / year, and the value of inheritance is Rp. 4,087,245,405.41. The highest Direct Use Value is in the form of capture fisheries value, while the lowest is in the form of aquaculture. Furthermore, for the economic value of Indirect as a Feeding Ground is the highest value compared to the others and the value of research benefits is the lowest. Meanwhile, the highest Non Use Value is the Existence and the lowest is the Bequest.

Keywords: coral reefs; economic valuation; value of benefits

Abstrak

Penelitian ini dilakukan di Perairan Laut Sawu, Kabupaten Kupang bertujuan mengetahui nilai ekonomi terumbu karang. Metode yang digunakan yakni wawancara dan kuisioner. Data yang dianalisis yakni manfaat langsung terumbu karang (Direct Use Value), manfaat tidak langsung (Indirect Use Value), manfaat pilihan (Option Value), manfaat keberadaan (Existence Value) dan manfaat warisan (Bequest Value). Nilai manfaat langsung terdiri atas perikanan tangkap, perikanan budidaya dan nilai pariwisata. Sedangkan nilai manfaat tidak langsung terumbu karang diantaranya sebagai penahan abrasi (breakwater), nilai penyerap karbon, tempat Pemijahan Ikan (spawning ground), Pengasuhan Ikan (nursery ground) dan tempat ikan Mencari Makan (Feeding Ground). Dan nilai non kegunaan (Non Use Value) yang terdiri atas nilai Manfaat Pilihan (Option Value), Manfaat Warisan (Bequest Value), dan Manfaat Keberadaan (Existence Value). Hasil analisa menunjukan bahwa nilai manfaat langsung terumbu karang senilai Rp 218.027.971.623,69/tahun, nilai manfaat tidak langsung terumbu karang senilai Rp 20.795.211.891.89/tahun, nilai manfaat pilihan sebesar Rp 3.967.284.324,32/tahun, nilai manfaat keberadaan sebesar Rp 4.121.520.000/tahun, dan nilai manfaat warisan sebesar Rp 4.087.245.405,41. Nilai Manfaat Langsung (Direct Use Value) yang paling tinggi berupa nilai perikanan tangkap, sedangkan yang paling rendah berupa nilai perikanan budidaya. Selanjutnya untuk nilai ekonomi Manfaat Tidak Langsung (Indirect Use Value), nilai terumbu karang sebagai tempat ikan mencari makan (Feeding Ground) merupakan nilai tertinggi jika dibandingkan dengan yang lainnya dan nilai manfaat penelitian merupakan nilai yang paling rendah. Sementara itu, Nilai Non Kegunaan (Non Use Value) yang paling tinggi merupakan Nilai Keberadaan (Existence Value) dan yang paling rendah berupa Nilai Manfaat Warisan (Bequest Value).

Kata Kunci: terumbu karang; valuasi ekonomi; nilai manfaat

  • 1.    Pendahuluan

Terumbu karang merupakan ekosistem laut tropis yang paling kompleks dan produktif (Rangkuti dkk., 2017). Dilihat dari sisi ekologisnya, terumbu karang berfungsi sebagai tempat untuk mencari makan (Feeding Ground), daerah asuhan (nursery ground) dan daerah pemijahan (spawning ground) bagi sumberdaya ikan dan organisme pendukung lainnya yang hidup di ekosistem tersebut. Selain itu juga memiliki fungsi untuk menahan wilayah pesisir dari ancaman abrasi dan sebagai media penyerap karbon. Sehingga melakukan identifikasi dan menghitung nilai ekonomi merupakan salah perencanaan yang penting dalam melakukan pencegahan guna menjaga keberadaan ekosistem tersebut (Pascal et al., 2016).

Menurut Ramadhan dkk. (2016), ekosistem terumbu karang tidak hanya memiliki fungsi ekologi tetapi lebih dari itu memiliki fungsi ekonomi yakni sebagai tempat habitat dari ikan karang, udang karang, algae, teripang dan kerang mutiara; sebagai objek wisata; sebagai penghasil bahan kontruksi bangunan dan pembuatan kapur; sebagai penghasil bahan aktif untuk obat dan kosmetik serta sebagai laboratoium alam untuk penunjang pendidikan dan penelitian. Selain itu, interaksi yang terjadi antara sesama manusia dalam memanfaatkan dan mengelola ekosistem terumbu karang di suatu wilayah memberikan andil dalam suatu nilai budaya. Karena terumbu karang selain memiliki manfaat ekonomi, terumbu karang juga memiliki manfaat ekologis yakni memberikan manfaat barang dan jasa bagi manusia.

Menurut Nahib dkk. (2012), pada aspek ekonomi, terumbu karang memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi sektor perikanan. Secara alami, terumbu karang merupakan habitat bagi banyak spesies laut untuk melakukan pemijahan, peneluran, pembesaran anak, makan dan mencari makan (feeding & foragin), terutama bagi sejumlah spesies yang memiliki nilai ekonomis penting. Banyak spesies makhluk hidup yang dapat ditemukan, menjadikan terumbu karang sebagai gudang keanekaragaman hayati. Sebagai salah satu Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN), Laut Sawu sudah banyak dilakukan penelitian, diantaranya mengenai kondisi terumbu karang di Taman Nasional Perairan Laut. Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa kondisi terumbu karang di TNP Laut Laut Sawu yang berada di Kabupaten Kupang bervariasi dari kondisi baik

sekali hingga buruk sekali dengan nilai tutupan karang hidup sebesar 30 - 100% dan 5-40%

(Munasik dkk., 2017). Sementara, penelitian mengenai valuasi ekonomi masih sangat jarang. Sehingga peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dari aspek valuasi ekonomi.

Berdasarkan narasi diatas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai valuasi ekonomi terumbu karang di Kawasan Konservasi Perairan Nasional Laut Sawu yang selanjutnya disebut Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu guna mengetahui nilai ekonomi terumbu karang bagi baik dari aspek pertumbuhan ekonomi maupun dari aspek konservasinya. Melalui penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian mengenai terumbu karang dan sebgai bahan evaluasi bagi pemerintah terkait dengan program kegiatan yang berkaitan dengan konservasi terumbu karang di TNP Laut Sawu secara umum dan Kabupaten Kupang secara khusus.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian diambil di 3 (tiga) Desa di Kabupaten Kupang, yaitu Desa Tablolong, Desa Kuanheun dan Desa Bolok di Kecamatan Kupang Barat.

  • 2.2    Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel bertempat di 3 (tiga) desa yang telah ditentukan yakni Desa Tablolong, Desa Kuanheun dan Desa Bolok. Kemudiaan dilakukan wawancara kepada responden (nelayan dan masyarakat) dan juga membuat daftar pertanyaan (kuisisoner) untuk mengetahui pemahaman masyarakat mengenai terumbu karang dan besarnya pendapatan mereka serta kesediaan masyarakat dalam berkontribusi dalam menjaga kelestariaan ekosistem terumbu karang.

  • 2.3    Teknik Pengumpulan Data

  • a.    Teknik pengumpulan data primer untuk menghitung valuasi ekonomi untuk manfaat langsung terumbu karang dilakukan dengan wawancara langsung kepada masyarakat nelayan. Sedangkan untuk manfaat tidak langsung, manfaat pilihan, manfaat warisan dan manfaat keberadaan dilakukan dengan

cara membagikan daftar pertanyaan (kuisioner) kepada masyarakat nelayan di 3 (tiga) desa yang telah ditentukan yakni Desa Tablolong, Desa Kuanheun dan Desa Bolok.

  • b.    Teknik pengumpulan data sekunder diambil dari instansi terkait yang berhubungan dengan masalah penulisan.

  • 2.4    Teknik Analisis Data

Teknik analisis data untuk manfaat langsung terumbu karang untuk perikanan tangkap, dan perikanan budidaya digunakan pendekatan hasil perkalian antara produksi, harga dan pendapatan nelayan, dibagi dengan biaya operasional. Sedangkan untuk pariwisata digunakan pendekatan hasil perkalian antara jumah kunjungan dan biaya karcis wisata pantai di Desa Tablolong.

Perhitungan valuasi ekonomi manfaat tidak langsung terumbu karang, manfaat pilihan, manfaat warisan dan keberadaan digunakan pendekatan keinginan membayar (willingness to pay) oleh Dixon & Hufschmidt (1993) ; Nurwiana (2001) ; Dethan dan Pellokila (2014) sebagai berikut :

ni

TWP = n AWP P i 1      N

(1)


dimana TWP adalah Total willingness to pay (Rp/Tahun); AWP adalah kesediaan membayar responden (Rp/Bulan); ni adalah Jumlah responden yang bersedia membayar sebesar AWPi; N adalah banyaknya responden; P adalah Populasi nelayan di Wilayah Penelitian.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Nilai Ekonomi Manfaat Langsung

Berdasarkan Tabel 1 didapat Nilai ekonomi manfaat langsung terumbu karang di Wilayah Pesisir Kabupaten Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai perikanan tangkap lebih tinggi, jika dibandingkan dengan manfaat langsung terumbu karang untuk perikanan budidaya dan pariwisata Gambar 1.

Tabel 1

Perbandingan Nilai Ekonomi Manfaaat Langsung.

Nilai Ekonomi          Harga (Rp/Tahun)

Perikanan Tangkap         102.420.281.640,96

Perikanan Budidaya Pariwisata

Total Nilai Ekonomi

50.503.523.316,06

65.104.166.666,67

218.027.971.623,69


Ditinjau dari aspek ekonomi, terumbu karang memberikan kontribusi yang begitu besar bagi sektor perikanan. Menurut Tudang dkk. (2019), dengan adanya ekosistem terumbu karang pendapatan masyarakat nelayan bahkan lebih tinggi dari pada upah minimum regional (UMR) di wilayah Sulawesi Selatan. Sedangkan menurut Asadi dkk. (2017), terumbu juga sangat berpotensi dalam menaikan ekonomi masyarakat disektor pariwisata,yakni sebesar 60 % dari total economic value.

VALUASI ekonomi manfaat langsung

Gambar 1. Nilai Ekonomi Manfaat Langsung.


Penelitiaan lainnya dilakukan oleh Shafitri dan Sujarwo (2017), mengenai manfaat ekosistem terumbu karang untuk perikanan budidaya dalam hal ini budidaya rumput laut. Menurutnya, satu petakan dari budidaya rumput laut mampu menyerap tenaga kerja berkisar 3-5 orang. Sementara itu, jika pada musim panen rumput laut di Pulau Panjang, jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan mencapai 600-1000 orang. Hal ini tentu sangat prospek bagi perekonomiaan masyarakat nelayan di kawasan pesisir.

Tingginya nilai manfaat langsung terumbu karang di wilayah pesisir Kabupaten Kupang menunjukan bahwa ekosistem terumbu karang di wilayah tersebut masih terjaga keberadaanya meskipun banyak penelitian yang menunjukan bahwa terumbu karang di wilayah tersebut dalam kondisi sedang - buruk.

  • 3.2    Nilai Ekonomi Manfaat Tak Langsung

Nilai ekonomi manfaat tidak langsung terumbu karang di Wilayah Pesisir Kabupaten Kupang

Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai tempat ikan mencari makan (Feeding Ground) lebih tinggi, jika dibandingkan dengan nilai manfaat tidak langsung ekosistem terumbu karang yang lain (Tabel 2 dan Gambar 2).

Tabel 2

Perbandingan Nilai Ekonomi Manfaaat Tak Langsung.

Nilai Ekonomi

Harga (Rp/Tahun)

Penahan Abrasi

4.046.115.891,89

Penyerap Karbon

3.874.742.918,92

Spawning Ground

351.457.405,41

Nursery Ground

3.960.429.405,41

Feeding Ground

4.560.234.810,81

Penelitian

136.200.000,00

Total Nilai Ekonomi

20.795.211.891,89

Wilayah lain juga pernah dilakukan kajian mengenai valuasi ekonomi ekosistem terumbu karang untuk manfaat tidak langsung oleh Nahib dkk. (2012), di Perairan Karang Kelop Kabupaten Kendal. Dari hasil perhitungannya didapat nilai manfaat tak langsung terumbu karang adalah sebesar Rp. 576.733.500 atau 46,65 % dari nilai total ekosistem terumbu karang. Nilai ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai manfaat tak langsung terumbu karang di wilayah pesisir Kabupaten Kupang yang mencapai Rp. 20.795.211.891,89.

Gambar 2. Nilai Ekonomi Manfaat Tak Langsung.

Nilai ekonomi terumbu karang di wilayah pesisir Kabupaten Kupang yang begitu tinggi menandakan bahwa masyarakat memiliki persepsi yang tinggi akan keberadaan ekosistem terumbu karang guna menjaga wilayah pesisir dari ancaman degradasi yang dapat menyebabkan kerusakan

lingkungan dan menurunkan hasil pendapatan masyarakat nelayan.

  • 3.3    Nilai Ekonomi Non Kegunaan

Dalam menentukan nilai manfaat non kegunaan untuk ekosistem terumbu karang dilakukan pendekatan besarnya kemampuan nelayan atau responden dalam membayar guna menjaga keberadaan terumbukarang tersebut tetap lestari untuk generasi berikutnya.

Tabel 3

Perbandingan Nilai Ekonomi Non Kegunaan.

Nilai Ekonomi        Harga (Rp/Tahun)

Manfaat Pilihan

3.967.284.324,32

Manfaat Keberadaan

4.121.520.000,00

Manfaat Warisan

4.087.245.405,41

Total Nilai Ekonomi

12.176.049.729,73

Nilai Guna Pasif

Manfaat Ekonomi

Gambar 3. Nilai Ekonomi Non Kegunaan.

Dari grafik pada Gambar 3 tersebut menunjukan adanya respon positif dari nelayan untuk bersedia membayar untuk mempertahankan ekosistem terumbu karang dari ancaman degradasi. Nilai manfaat pilihan ekosistem terumbu karang di wilayah pesisir Kabupaten Kupang ternyata lebih besar dari pada di Taman Nasional Kepulauan Seribu. Dimana dengan pendekatan nilai keanekaragaman hayati, diperoleh nilai pilihan hanya berkisar Rp. 1.451.321.082 (Subekti dkk., 2013). Sedangkan berdasarkan perhitungan dari Zamdial dkk. (2019), nilai manfaat pilihan dan manfaat warisan ekosistem terumbu karang di Kabupaten Bengkulu Utara memang lebih kecil jika dibandingkan dengan di wilayah pesisir Kabupaten Kupang, tetapi untuk manfaat warisan dan keberadaan jauh lebih besar yakni Rp. 127.425.000 per tahun. Hal ini mengindikasikan

besarnya persepsi nelayan di Kabupaten Bengkulu Utara dalam menjaga keberadaan terumbu karang di wilayah tersebut.

  • 4.    Simpulan

Nilai ekonomi ekosistem terumbu karang di TNP Laut Sawu, khususnya di Wilayah Pesisir Kabupaten Kupang yang terdiri atas Nilai Manfaat Langsung (Direct Use Value) yang paling tinggi berupa nilai perikanan tangkap, sedangkan yang paling rendah berupa nilai perikanan budidaya. Selanjutnya untuk nilai ekonomi Manfaat Tidak Langsung (Indirect Use Value), nilai terumbu karang sebagai tempat ikan mencari makan (Feeding Ground)   merupakan nilai tertinggi jika

dibandingkan dengan yang lainnya dan nilai manfaat penelitian merupakan nilai yang paling rendah. Sementara itu, Nilai Non Kegunaan (Non Use Value) yang paling tinggi merupakan Nilai Keberadaan (Existence Value) dan yang paling rendah berupa Nilai Manfaat Warisan (Bequest Value).

Ucapan terimakasih

Terimakasih yang setulusnya buat masyarakat dan Pemerintah Desa Tablolong, Desa Kuanheun dan Desa Bolok yang telah membantu peneliti dalam mengambil data dilapangan

Daftar Pustaka

Asadi, M. A., & Andrimida, A. (2017). Economic

valuation of coral reefs ecosystem of Bangsring, Banyuwangi, Indonesia. ECSOFiM (Economic and Social of Fisheries and Marine), 4(2), 144-152.

Dethan, M. N., & Pelokilla, M. R. (2014). Volume sedimen dan valuasi ekonomi sumberdaya air embung di Kota Kupang. Jurnal Ilmu Lingkungan, 12(2), 118-128.

Munasik, Ardi, H., Wibowo, A. T. P., Kiswantoro, R., Fajariyanto, Y., & Sofyanto, H. (2011). Kondisi Terumbu Karang di Taman Nasional Perairan Laut Sawu Propinsi Nusa Tenggara  Timur. Dalam Prosiding Workshop

Sosilisasi Peraturan Gubernur tentang Pengelolaan Terumbu Karang Coremap II Propinsi Nusa Tenggara Timur 2011. Kupang, Indonesia, 25 Juli 2011 (pp. 111).

Nahib, I., Suwarno Y., & Arief, S., (2012). Pemetaan Terumbu Karang dan Nilai Ekonomi Berdasarkan Travel Cost Method : Studi Kasus di Taman Nasional Karimunjawa. Jurnal Bakorsutanal, 14(1), 7-16.

Pascal, N., Allenbach, M., Brathwaite, A., Burke, L., Le Port, G., & Clua, E. (2016). Economic valuation of coral reef ecosystem service of coastal protection: A pragmatic approach. Ecosystem Services, 21(A), 72-80.

Ramadhan, A., Lindawati, & Kurniasari, N. (2017). Nilai ekonomi ekosistem terumbu karang di Kabupaten Wakatobi. Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, 11(2), 133-146.

Rangkuti, A. M., Cordova, M. R., Rahmawati, A., Yulma, & Adimu, H. E. (2017). Ekosistem Pesisir dan Laut Indonesia. Jakarta, Indonesia: Bumi Aksara.

Shafitri, N., & Sujarwo, P. A. (2018). Potensi Dan Peluang Pengembangan Perikanan Budi Daya Di Kabupaten Kepulauan Anambas. Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, 7(2), 143-157.

Subekti, J., Saputra, S. W., & Triarso, I. (2013). Valuasi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan  Ekosistem

Terumbu Karang Pada Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta. Journal of Management of Aquatic Resources, 2(3), 104-108.

Tudang, E. M., Rembet, U. N., & Wantasen, A. S. (2019). Ecological Conditions And Economic Values Of Coral Reef Flats In Mattiro Deceng Village, Badi Island, Pangkajenne Kepulauan Regency, South Sulawesi. Jurnal Ilmiah Platax, 7(1), 142-148.

Zamdial, Hartono, D., Anggoro, A., & Muqsit, A. (2019). Valuasi Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Enggono, Kabupaten Bengkulu Utara, Propinsi Bengkulu. Jurnal Enggano, 4(2), 160-173.

© 2020 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).

J. Mar. Aquat. Sci. 6: 22-26 (2020)