Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Donor Transplan Karang Acropora hyacinthus Berdasarkan Ukuran Panjang Awal Fragmen yang Berbeda
on
Journal of Marine and Aquatic Sciences 7(2), 249-258 (2021)
Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Donor Transplan Karang Acropora hyacinthus Berdasarkan Ukuran Panjang Awal Fragmen yang Berbeda
AAK Aswan Deva a, IGN Putra Dirgayusa a, Widiastuti a*
a Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia
* Penulis koresponden. Tel.: +62 -361-701-954, 701-812
Alamat e-mail: [email protected]
Diterima (received) 26 September 2019; disetujui (accepted) 2 September 2021; tersedia secara online (available online) 1 Desember 2021
Abstract
Coral reefs play significant roles in both aspects of ecology and economy. However its status in Indonesian reefs is mainly moderate to poor condition. One of the alternative way to rehabilitate the damaged coral reef is coral transplantation. Acropora hyacinthus is one of export comodities for ornamental aquarium and important component of reef builder organisms. Studies showed that fragmentation causes stress on the coral donor as indicated by the excessive mucus production which in turn may affect the survival of the coral donors. This study aims to determine the growth and survival rates of donors based on the initial fragment sizes. A total of 5 coral donors of A. hyacinthus with relatively similar branch were fragmented into initial sizes of 30, 50 and 70 mm and the rests were controls. The growth was indicated by the increase in length which measured every two weeks for 12 weeks. The results showed that the absolute growth of coral donors were significantly different among initial sizes. The survival rate in the initial length of 30 mm (100%) was higher than those in 50 mm (80%) and 70 mm (80%).
Keywords: Acropora hyacinthus; coral transplantation; coral donor; growth; survival rate
Abstrak
Terumbu karang memiliki peranan yang signifikan baik untuk ekologi maupun ekonomi. Namun, kondisi terumbu karang di Indonesia didominasi dengan status cukup hingga buruk. Salah satu upaya untuk merehabilitasi kerusakan terumbu karang adalah transplantasi karang. Studi menunjukkan bahwa pemotongan fragmen karang dapat menyebabkan stres pada induk karang (donor) yang ditunjukkan dengan pengeluaran mucus sehingga dapat mempengaruhi kelangsungan hidup donor tersebut. Penelitian ini dilakukan pada Acropora hyacinthus yang merupakan salah satu komoditas ekspor karang hias dan penyusun terumbu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup donor berdasarkan ukuran awal panjang fragmen yang berbeda. Sebanyak 10 donor karang A. hyacinthus dengan ukuran pangkal batang relatif sama digunakan dalam penelitian ini, dimana 5 donor masing-masing dilakukan pemotongan fragmen dengan ukuran awal 30, 50, dan 70 mm, sedangkan 5 donor lainnya tidak dipotong (kontrol). Pertumbuhan fragmen ditunjukkan dengan pertambahan panjang yang diukur setiap dua minggu selama 12 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemotongan fragmen berpengaruh terhadap pertumbuhan fragmentasi donor karang A. hyacinthus dengan kontrol, pertumbuhan dengan ukuran awal fragmentasi 30, 50, dan 70 mm berbeda signifikan dan interaksi antara perlakuan pemotongan dan ukuran awal fragmentasi berpengaruh signifikan (Uji two-way ANOVA, p < 0,001). Rata-rata laju pertumbuhan semua ukuran awal panjang fragmen relatif tidak berbeda. Tingkat kelangsungan hidup ukuran awal panjang fragmen 30 mm merupakan tertinggi (100%) dibandingkan dengan 50 mm (80%) dan 70 mm (80%).
Kata Kunci: Acropora hyacinthus; transplantasi karang; karang donor; pertumbuhan; tingkat kelangsungan hidup
Luas terumbu karang Indonesia mencapai 39.583 km2 atau sekitar 45% dari total 86.503 km2 luas terumbu karang di wilayah segitiga karang dunia (Hafizt dkk., 2017). Terumbu karang memiliki bentuk dan struktur yang membuatnya unik sebagai salah satu ekosistem yang hidup di dalam laut. Ekosistem terumbu karang disusun oleh organisme karang dari Kelas Anthozoa, Ordo Scleractinia (Prameliasari dkk., 2012). Menurut Ramadhan dkk. (2016), terumbu karang memiliki peranan sebagai habitat biota laut yang bernilai ekonomis, memiliki nilai estetika yang dapat dimanfaatkan sebagai kawasan pariwisata, selain itu juga dapat berperan sebagai penghalang terjangan ombak serta menyediakan pasir untuk pantai. Namun saat ini terumbu karang menghadapi ancaman yang besar dari dampak berbagai kegiatan manusia, baik dari pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan, overfishing, maupun polusi (Prameliasari dkk., 2012).
Dampak tersebut kini telah mengarah pada kerusakan ekosistem terumbu karang secara global. Menurut Giyanto dkk. (2017), pada tahun 2017 terumbu karang di Indonesia memiliki total luas 2,5 juta hektar dengan kondisi terumbu karang yang masuk dalam katagori sangat baik sebesar 6,39%, katagori baik sebesar 23,40%, katagori cukup sebesar 35,06% dan katagori buruk sebesar 35,15%.
Oleh karena itu banyak usaha pemulihan terumbu karang yang telah dilakukan, salah satu upaya untuk menanggulangi kerusakan terumbu karang dapat dilakukan dengan transplantasi karang. Transplantasi karang adalah metode untuk memulihkan terumbu yang terdegradasi dengan teknik transplantasi (Kambey, 2013). Studi mengenai transplantasi karang antara lain telah dilakukan pada Acropora pulchra dan A. yongei (Romatzki, 2014), A. cervicornis (Mercado-Molina et al., 2015), dan A. secale (Nurcahyani dkk., 2018).
Karang genus Acropora merupakan jenis penyusun utama pada terumbu di perairan Indo-Pasifik tersebar menyeluruh di perairan Indonesia, perairan Australia dan perairan Madagaskar (Purnama, 2013). A. hyacinthus merupakan salah satu komoditas ekspor bernilai ekonomis tinggi dan telah memiliki izin untuk diperdagangkan (DITJEN PHKA, 2012). Budidaya karang jenis ini dengan cara transplantasi dapat mengurangi dan merehabilitasi kerusakan terumbu serta menambah pendapatan ekonomi nelayan pembudidaya.
Transplantasi karang pada prinsipnya adalah memotong ujung cabang karang dari karang hidup, lalu ditanam pada suatu daerah tertentu. Pemeliharaan donor dan fragmen karang transplan perlu memperhatikan faktor-faktor lingkungan yaitu antara lain: suhu, salinitas, kekeruhan, pH, kedalaman, sirkulasi arus, predasi serta kompetisi yang ada di alam (Muhlis, 2019). Dalam transplantasi perlu diperhatikan faktor yang memengaruhi tingkat keberhasilan transplantasi yakni: tipe substrat tempat fragmen ditransplantasikan, ukuran awal fragmen, dan jenis karang (Thamrin, 2006 in Herison dan Romdania, 2017). Proses pemotongan fragmen karang dapat menyebabkan stres pada donor karang yang ditunjukkan dengan pengeluaran mucus (Cohen and Dubinsky, 2015). Hal tersebut dapat mempengaruhi kelangsungan hidup donor karang transplan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk melihat pengaruh perbedaan pemotongan ukuran fragmen karang terhadap laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup donor pada karang A. hyacinthus.
Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan, yaitu dari Bulan Desember 2018 hingga Bulan Maret 2019. Pada bulan pertama dilakukan persiapan dan survei lokasi penelitian dan tiga bulan selanjutnya dilakukan kegiatan transplantasi dan pengamatan pertumbuhan dan tingkat kelangsunan hidup donor karang A. hyacinthus di Perairan Desa Patas, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali (Gambar 1).
Gambar 1. Peta lokasi penelitian.
-
2.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu Peralatan selam (SCUBA), jangka sorong (Sellery), kamera bawah air, label anti air, kabel ties, Tang, GPS (Global Positioning System), Sarung tangan, termometer, turbidimeter, floating droadge dan stopwatch, refraktometer, pHmeter. Kemudian bahan yang digunakan yaitu karang A. hyacinthus yang di peroleh dari hasil budidaya.
-
2.3 Metode Penelitian
-
2.3.1. Persiapan Pemotongan Karang
-
Tahap persiapan pada penelitian ini adalah penyiapan 10 donor karang A. hyacinthus dengan ukuran pangkal batang relatif sama. Kemudian 5 donor diberikan perlakuan pemotongan dengan ukuran awal fragmen 30, 50 dan 70 mm dan 5 lainnya sebagai kontrol pertumbuhan. Pemotongan fragmen donor karang yaitu dengan menggunakan tang potong pada bagian ujung (Gambar 2).
Gambar 2. Ilustrasi donor karang yang dipotong menjadi 3 ukuran panjang awal fragmen yang berbeda.
Panjang fragmen karang pada masing-masing donor yang dipotong yaitu 30, 50, dan 70 mm. Lima donor kontrol tidak dipotong tetapi diberi label pada ukuran perlakuan 30, 50, dan 70 mm dari bagian ujung fragmen sebagai kontrol pertumbuhan. Titik awal pengukuran
pertumbuhan dilakukan pada jarak 1 cm dibawah ujung bekas pemotongan karang yang ditandai dengan kabel ties. Seluruh karang donor diletakkan pada kedalaman 15 m.
-
2.3.2. Pengamatan Pertumbuhan Karang
Setelah pemotongan dilakukan, maka dilakukan pengamatan pertumbuhan donor karang transplan
serta parameter lingkungan setiap 2 minggu selama 12 minggu. Pengukuran pertumbuhan karang didasarkan atas pertumbuhan panjang karang. Pengukuran panjang menggunakan jangka sorong. Kemudian dilakukan pembersihan dari alga dan sedimen yang menempel di bagian substrat karang.
-
2.3.3. Pengukuran Parameter Lingkungan
Parameter lingkungan yang diukur dan dianalisis pada penelitian ini adalah suhu, salinitas, pH, kekeruhan, dan kecepatan arus. Pengukuran parameter dilakukan secara in situ. Proses pengukuran suhu perairan dilakukan dengan mencelupkan termometer ke dalam perairan (diatas donor karang), kemudian ditunggu selama ± 5 menit hingga air raksa menunjukan nilai suhu yang konstan, dan pembacaan nilai suhu dilakukan pada saat termometer masih dicelupkan di dalam air.
Pengukuran salinitas menggunakan refractometer yang menggunakan air sampel lokasi pengamatan. Sampel air diambil ± 50 cm diatas donor karang. Sampel air tersebut diteteskan pada refractometer kemudian arahkan refractometer kearah sinar matahari dan amati nilai salinitas pada skala ppt. Pengukuran pH dilakukan dengan mencelupkan pH meter (tipe pH-986) kedalam sampel air kemudian tunggu perubahan nilai pH hingga nilai konstan. Pengukuran kekeruhan air dengan mengambil sempel air menggunakan botol di dekat meja transplan dan dibawa kepermukaan kemudian diukur menggunakan alat TDS meter.
Parameter kecepatan arus dengan menggunakan alat sederhana yaitu menggunakan current drouge dan stopwatch. Pelampung dibiarkan bergerak mengikuti arus selama 60 detik dan dicatat jarak yang ditempuh. Kecepatan arus diperoleh dengan nilai jarak dibagi waktu tempuh V = L : T x m/det (Gemilang dkk., 2017)
-
2.4 . Analisis Data
Untuk menghitung pertumbuhan mutlak panjang karang yang ditransplantasikan dari data hasil pengukuran dilakukan dengan menggunakan persamaan (Sadarun, 1999 in Pratiwi dkk., 2019) (1) :
β = Lt - Lo
(1)
dimana β adalah pertambahan mutlak panjang karang (mm); Lt adalah rata-rata dari tinggi fragmen karang yang hidup per 2 minggu (mm); dan Lo adalah rata-rata dari tinggi fragmen karang pada awal transplantasi (mm).
Laju pertumbuhan pada donor karang yang ditransplantasikan dihitung menggunakan persamaan (Aziz, 2002 in Rizqika dkk., 2018) (2) :
α =
Li+1 Li
ti+1 - ti
(2)
dimana α adalah laju pertumbuhan donor karang transplantasi (mm/2 minggu); Li+1 adalah panjang fragmen donor pada waktu ke i+1; Li adalah panjang fragmen donor pada waktu ke-i; ti+1 ialah waktu ke i+1; dan ti adalah waktu ke-i.
Tingkat kelangsungan hidup donor karang dihitung dengan menggunakan persamaan (Effendie, 1979 in Sari dkk., 2015) (3) :
Nt
SR = — x100%
No
(3)
dimana SR adalah tingkat kelangsungan Hidup (Survival Rate) selama 12 minggu (%); Nt adalah jumlah fragmen donor karang yang hidup pada akhir penelitian; dan No adalah jumlah fragmen donor karang pada awal penelitian.
Pengaruh perbedaan ukuran awal panjang fragmen terhadap pertumbuhan donor karang A. hyacinthus dianalisa dengan uji two-way ANOVA. Sebelum dilakukan analisa tersebut, seluruh data pertumbuhan donor karang dengan ukuran pemotongan berbeda dilakukan uji Normalitas dan Homogenitas. Jika data terdistribusi normal dan homogen dilanjutkan dengan uji two-way ANOVA. Jika hasil analisa two-way ANOVA menunjukkan perbedaan yang signifikan, maka dilakukan uji lanjut (Post Hoc) Fisher Least Significant Difference (LSD) untuk mengetahui ukuran pemotongan awal yang berpengaruh signifikan. Perbedaan pertumbuhan mutlak antara masing-masing ukuran dan kontrol dianalisa dengan Uji T Independen. Seluruh uji statistik dilakukan dengan software SPSS trial version.
Kondisi lingkungan perairan dapat
mempengaruhi morfologi dan fisiologi hewan
karang. Hewan karang akan mampu hidup optimal pada kondisi lingkungan perairan laut tertentu. Hasil rata-rata pengukuran parameter fisik dan kimia perairan di lokasi pengamatan disajikan pada Tabel 1. Data yang diambil setiap 2 minggu yaitu salinitas, pH, suhu dan kekeruhan, sedangkan kecepatan arus diambil sebulan sekali.
Tabel 1
Rata-rata Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia di Lokasi Pengamatan
Minggu ke -Parameter
0 |
2 |
4 |
6 |
8 |
10 |
12 | |
Suhu (°C) |
26 |
27 |
26 |
26 |
28 |
28 |
27 |
Salinitas |
33 |
33 |
33 |
32 |
33 |
31 |
33 |
(ppt) pH |
8.4 |
8.5 |
8.4 |
8.3 |
8.3 |
8.4 |
8.2 |
5 |
2 |
5 |
8 |
3 |
8 |
2 | |
Kekeruhan |
2.5 |
2.6 |
2.6 |
2.5 |
2.4 |
2.3 |
2.4 |
(NTU) |
2 |
6 |
2 |
5 |
2 |
9 |
5 |
Kecepatan |
0.1 |
0.0 |
0.0 | ||||
Arus (m/s) |
2 |
2 |
1 |
Pertumbuhan karang sangat diprngaruhi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan salah satunya adalah suhu. Waktu dan cuaca pada saat pengukuran dilakukan sangat berpengaruh pada hasil pengukuran suhu di lokasi penelitian. Kondisi rata-rata suhu selama 12 minggu pengukuran berkisar antara 26 - 28°C. Suhu yang didapatkan masih sesuai dengan suhu pertumbuhan terumbu karang berkisar antara 28 -30°C (MNLH, 2004). Menurut Suharsono (1998), suhu terbaik untuk pertumbuhan karang keras adalah 25 - 31 °C.
Arus merupakan salah satu faktor pendukung kehidupan karang, dimana arus laut menyebabkan sirkulasi air yang sangat penting dalam suatu perairan bagi organisme karang. Pergerakan arus sangat berguna dalam pertumbuhan karang karena berhubungan dengan penyediaan oksigen terlarut dari laut lepas, pembawa makanan karang berupa plankton serta membersihkan bagian permukaan polip-polip karang dari endapan sedimen (Reid et al., 2011). Selama 12 minggu pengamatan, pengukuran parameter kecepatan arus di sekitar lokasi pengamatan dilakukan pada minggu ke-2 pada Bulan Januari, Februari dan
Maret. Nilai kecepatan arus tertinggi terjadi pada Bulan Januari (minggu ke-2) yakni 0,123 m/s.
Kekeruhan air laut merupakan salah satu parameter yang penting untuk dianalisis karena perannya yang signifikan terhadap ekosistem terumbu karang (Corvianawatie dan Abrar, 2018). Secara keseluruhan kondisi kekeruhan selama 12 minggu pengukuran masih berada di bawah baku mutu menurut MNLH (2004), yaitu <5 NTU. nilai kekeruhan di lokasi transplantasi berada pada nilai 2,39 – 2,66 NTU.
Selain mengukur faktor fisika perairan, penelitian ini juga mengukur beberapa faktor kimia perairan yaitu salinitas dan pH. Nilai salinitas yang diukur selama 12 minggu berkisar antara 31-33 ppt lebih rendah dari baku mutu pertumbuhan karang menurut MNLH (2004), sebesar 33 -34 ppt. Nilai pH yang diperoleh selama 12 minggu pengamatan berkisar 8,22 – 8,52 dimana nilai yang didapatkan sesuai baku mutu menurut MNLH (2004), sebesar 7 – 8,5.
-
3.2. Pertumbuhan Mutlak Fragmen Pada Karang Donor A. hyacinthus Dengan Ukuran Panjang Awal Berbeda
Hasil pengukuran pertumbuhan mutlak fragmen pada donor karang yang telah difragmentasi menunjukan adanya pertambahan panjang (pertumbuhan) dari awal pengamatan (minggu ke-0) hingga akhir (minggu ke-12). Pertumbuhan juga terlihat pada kabel ties yang menandai adanya fragmentasi (Gambar 3).
Minggu ke-0 Minggu ke-12
Gambar 3. Pertumbuhan panjang setelah 12 minggu
Pertumbuhan donor karang yang mendapat perlakuan pemotongan lebih lambat daripada donor karang yang tidak dipotong (kontrol) pada semua ukuran fragmentasi. Pertumbuhan mutlak fragmen pada donor dengan fragmentasi 30 mm memiliki nilai pertumbuhan mutlak lebih rendah sebesar 4,08 mm daripada pertumbuhan mutlak kontrol. Pertumbuhan mutlak fragmen pada donor
dengan fragmentasi 50 mm memiliki nilai pertumbuhan mutlak lebih rendah sebesar 4 mm daripada kontrol, sedangkan pertumbuhan mutlak fragmen pada donor dengan fragmentasi 70 mm memiliki nilai pertumbuhan mutlak lebih rendah sebesar 9,1 mm daripada kontrol (Gambar 4).
Gambar 4. Rata-rata pertumbuhan mutlak donor A.
hyacinthus dengan ukuran fragmentasi berbeda selama 12 minggu. Tanda “*” menunjukkan perbedaan yang signifikan (Uji T, P<0,05).
Hasil uji T menunjukkan fragmen donor dengan ukuran fragmentasi 30 mm (p < 0.001), 50 mm (p < 0.001), dan 70 mm (p < 0.001) memiliki pertumbuhan yang berbeda signifikan. Rendahnya pertumbuhan pada fragmen karang yang mengalami fragmentasi dibandingkan kontrol diduga terjadi karena faktor ekstrernal dan faktor internal. Faktor ekternal yang mempengaruhi yaitu sedimentasi. Kondisi ini disebabkan oleh terjadinya transportasi sedimen atau pengangkutan sumber material yang dilakukan oleh air kemudian mengendap di permukaan donor karang. Adaptasi terumbu karang terhadap sedimen yang menutupinya mengeluarkan lendir, sehingga terumbu karang mengalami turunnya daya kekebalan akibat terlalu banyak mengeluarkan lendir (Nirwanda dkk., 2017). Kecepatan arus yang rendah di lokasi penelitian (0.01 - 0,123 m/s) memungkinkan partikel tersuspensi dalam kolom air mengendap dan menutupi permukaan karang donor. Suhu di lokasi penelitian berkisar antara 26 – 28˚C dimana lebih rendah dari baku mutu menurut MNLH (2004). Selain faktor eksternal, faktor internal juga mempengaruhi pertumbuhan fragmen donor, yaitu karena stres yang terjadi akibat pemotongan yang menghasilkan bekas luka sehingga fragmen tersebut butuh waktu untuk melakukan proses
penutupan luka dengan mengeluarkan mucus (Massinai dkk., 2012). Pengeluaran mucus bermanfaat bagi karang untuk melindungi diri dari kondisi luar yang tak stabil dan akan kembali normal setelah pengaruh tersebut sudah hilang (Johan dkk., 2008). Pengengeluaran mucus yang berlebihan menyebabkan penurunan laju pertumbuhan dan kalsifikasi pada karang donor sesuai dengan hasil penelitian Prameliasari dkk. (2012) dan Nurman dkk. (2017).
-
3.3. Pengaruh Ukuran Fragmentasi Awal Terhadap Pertumbuhan Donor Karang A. hyacinthus
Pengaruh fragmentasi dengan ukuran berbeda terhadap pertumbuhan donor karang A. hyacinthus didapatkan dengan melakukan analisa statistik dengan uji two-way ANOVA.
■ Fragmentasi 30 mm
■ Kontiol 30 mm
■ Fragmentasi 50 mm
■ Kontrol 50 rmn
■ Fragmentasi 70 mm
■ Kontrol 70 mm
Gambar 5. Rata - rata pertumbuhan fragmentasi pada donor A. hyacinthus pada setiap dua minggu.
Hasil analisa statistik dengan uji two-way ANOVA menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara perlakuan pemotongan dan kontrol (p < 0,001), perbedaan ukuran fragmentasi (p < 0,001) dan interaksi antara perlakuan dan perbedaan ukuran fragmentasi (p < 0,001) terhadap pertumbuhan fragmen donor karang A. hyacinthus. Untuk mengetahui ukuran fragmentasi yang berbeda signifikan dilanjutkan dengan uji lanjut (post hoc) Fisher Least Significant Difference (LSD).
Tabel 2
Hasil Uji Lanjut LSD Antar Ukuran Awal Fragmentasi
Ukuran |
Nilai Rata-rata |
Notasi |
30 mm |
5,3404 |
a |
50 mm |
6,2769 |
b |
70 mm |
6,9196 |
c |
Hasil uji lanjut LSD (Tabel 2) menunjukkan bahwa pertumbuhan dengan ukuran fragmentasi dengan nilai rata-rata pertumbuhan yang memiliki notasi huruf yang sama dinyatakan tidak berbeda signifikan, sedangkan nilai rata-rata pertumbuhan yang memiliki notasi huruf yang berbeda dinyatakan berbeda signifikan (Tabel 2). Dalam penelitian ini ukuran awal fragmentasi 30, 50 dan 70 mm memiliki notasi huruf yang berbeda sehingga pertumbuhan antara ukuran fragmentasi berbeda signifikan. Perbedaan signifikan antar ukuran awal fragmentasi diduga terjadi karena faktor ekstrernal dan faktor internal. Faktor ekternal yang mempengaruhi yaitu kondisi linkungan di lokasi penelitian seperti kecepatan arus yang rendah (0,01 - 0,1 m/s), suhu yang rendah (26 - 28°C) dan salinitas (31 - 33 ppt) yang lebih rendah dari baku mutu menurut MNLH (2004). Selain faktor eksternal, faktor internal juga mempengaruhi pertumbuhan fragmen donor, yaitu karena stres yang terjadi akibat pemotongan yang menghasilkan bekas luka sehingga fragmen tersebut butuh waktu untuk melakukan proses penutupan luka dengan mengeluarkan mucus (Massinai dkk., 2012). Karena stres yang dialami pada masing masing ukuran akibat pemotongan fragmen sehingga donor karang fokus mengalihkan energi untuk penyembuhan luka yang mengakibatkan penurunan pertumbuhan pada donor karang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemotongan fragmen berpengaruh terhadap pertumbuhan fragmentasi donor karang A. hyacinthus dengan kontrol, pertumbuhan dengan ukuran awal fragmentasi 30, 50, dan 70 mm berbeda signifikan dan interaksi antara perlakuan pemotongan dan ukuran awal fragmentasi berpengaruh signifikan.
-
3.4. Laju Pertumbuhan Fragmen Pada Donor Karang A. hyacinthus Dengan Ukuran Awal Fragmentasi Berbeda
Pada penelitian ini, pengukuran laju pertumbuhan karang meliputi laju pertumbuhan panjang fragmen karang yang dihitung setiap 2 minggu. Laju Pertumbuhan fragmen pada Donor karang A. hyacinthus dengan ukuran fragmentasi berbeda ditampilkan pada gambar 6. Rata-rata laju pertumbuhan panjang donor A. hyacinthus fragmentasi ukuran 30 mm (gambar 6.a) memiliki nilai laju pertumbuhan sebesar 1,06 mm/2 minggu,
yang mana rata-rata tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan donor kontrol 30 mm yang tidak dipotong dengan laju pertumbuhan 1,40 mm/2 minggu. Dilihat dari perbandingan hasil laju pertumbuhan terhadap donor karang antara kelompok perlakuan dan kontrol ukuran 30 mm, laju pertumbuhan kelompok perlakuan lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol. Rata – rata laju pertumbuhan kelompok fragmentasi berturut -turut adalah 1,6 mm/2 minggu; 1,44 mm/2 minggu; 0,9 mm/2 minggu; 0.56 mm/2 minggu; 0.90 mm/2 minggu, dan 0,97 mm/2 minggu. Nilai rata – rata laju pertumbuhan kelompok kontrol berturut -turut adalah 1,83 mm/2 minggu; 1,88 mm/2 minggu; 1,88 mm/2 minggu; 1,47 mm/2 minggu; 0.69 mm/2 minggu, dan 0,66 mm/2 minggu.
Rata-rata laju pertumbuhan tinggi donor A. hyacinthus yang mendapat perlakuan pemotongan ukuran 50 mm (gambar 6.b) memiliki nilai pertumbuhan sebesar 1,05 mm/2 minggu, yang mana rata-rata tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan donor kontrol ukuran 50 mm yang tidak dipotong dengan laju pertumbuhan 1,38 mm/2 minggu. Dilihat dari perbandingan hasil laju pertumbuhan terhadap donor karang antara kelompok perlakuan dan kontrol ukuran 50 mm, laju pertumbuhan kelompok perlakuan lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol. Rata – rata laju pertumbuhan kelompok fragmentasi berturut - turut adalah 1,62 mm/2 minggu; 1,21 mm/2 minggu; 1,03 mm/2 minggu; 0,47 mm/2 minggu; 0.89 mm/2 minggu, dan 1,05 mm/2 minggu. Nilai rata – rata laju pertumbuhan kelompok kontrol berturut - turut adalah 1,82 mm/2 minggu; 1,13 mm/2 minggu; 1,13 mm/2 minggu; 1,66 mm/2 minggu; 1,4 mm/2 minggu, dan 1,13 mm/2 minggu.
Rata-rata laju pertumbuhan tinggi donor A. hyacinthus yang mendapat perlakuan pemotongan ukuran 70 mm (gambar 6.c) memiliki nilai pertumbuhan sebesar 0,77 mm/2 minggu, yang mana rata-rata tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan donor kontrol ukuran 70 mm yang tidak dipotong dengan laju pertumbuhan 1,53 mm/2 minggu. Dilihat dari perbandingan hasil laju pertumbuhan terhadap donor karang antara kelompok perlakuan dan kontrol ukuran 70 mm, laju pertumbuhan kelompok perlakuan lebih rendah
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Rata – rata laju pertumbuhan kelompok fragmentasi berturut - turut adalah 1,96 mm/2 minggu; 0,74 mm/2 minggu; 0,5 mm/2 minggu; 0,71 mm/2 minggu; 0.4 mm/2 minggu, dan 0,31 mm/2 minggu. Nilai rata – rata laju pertumbuhan kelompok kontrol berturut - turut adalah 2,37 mm/2 minggu; 1,08 mm/2 minggu; 1,08 mm/2 minggu; 2,32 mm/2 minggu; 1,4 mm/2 minggu, dan 0,92 mm/2 minggu.
a
—•—Perlakuan 30 —∙ Kontrol 30
—•—Perlakuan 70 —• Kontrol 70
Gambar 6. a. Rata-rata laju pertumbuhan fragmentasi dan kontrol 30 mm b. Rata-rata laju pertumbuhan fragmentasi dan kontrol 50 mm c. Rata-rata laju pertumbuhan fragmentasi dan kontrol 70 mm.
Secara umum, karang merupakan organisme yang rentan terhadap perubahan kondisi lingkungan yang dapat menyebabkan kematian pada hewan karang. Beberapa faktor ekternal dapat mengganggu pertumbuhan hingga
menyebabkan kematian pada koloni karang seperti peningkatan suhu (Furby et al., 2014), sedimentasi (Bartley et al., 2014). Laju pertumbuhan donor karang A. hyacinthus dipengaruhi oleh suhu perairan dimana suhu mempunyai hubungan linier dengan kecepatan kalsifikasi.
Selain suhu, sedimentasi juga merupakan gangguan kesehatan karang, kondisi ini disebabkan oleh terjadinya pengangkutan sumber material atau transportasi sedimen yang dilakukan oleh air kemudian mengendap di permukaan donor karang akibat rendahnya kecepatan arus di lokasi penelitian. Sedimentasi merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan stres yang terjadi pada karang dan dapat mengubah struktur komunitas karang baik secara fisik maupun secara biologis (Dedi dkk., 2016).
-
3.5. Tingkat Kelangsungan Hidup Donor Karang A. hyacinthus Dengan Ukuran Awal Fragmentasi Berbeda
Tingkat kelangsungan hidup menunjukkan tingkat keberhasilan setelah fragmen donor dilakukan fragmentasi selama masa pengamatan. Sebagian besar donor karang mampu bertahan hidup hingga akhir penelitian, hanya terdapat dua fragmentasi dalam satu donor karang yang mati pada penelitian ini, yaitu 1 fragmen ukuran awal 50 mm dan 1 fragmen ukuran awal 70 mm. Tingkat kelangsungan hidup donor A. hyacinthus ditampilkan pada Gambar 7.
Gambar 7. Tingkat Kelangsungan Hidup Donor A. hyacinthus Dengan Ukuran Fragmentasi Berbeda
Karang yang dikategorikan mati pada penelitian ini adalah fragmen karang yang mati dan hilang selama penelitian. Tingkat kelangsungan hidup donor karang A. hyacinthus pada fragmentasi dan kontrol ukuran 30 mm menunjukkan hasil yang sama yaitu 100%,
sedangkan pada fragmentasi dan kontrol ukuran 50 mm dan 70 mm menunjukkan hasil yang sama yaitu 80% hidup untuk kelompok fragmentasi dan 100% hidup untuk kelompok kontrol. Hal ini dikarenakan terdapat 1 fragmen karang donor yang mati pada fragmentasi 50 mm dan 1 fragmen karang donor yang mati pada fragmentasi 70 mm selama penelitian. Kematian pada fragmen donor fragmentasi diduga karena stres akibat salinitas, pemotongan dan predasi oleh organisme lain seperti kepiting dan gastropoda yang ditemukan di sekitar lokasi penelitian. Perubahan salinitas dapat menyebabkan sel-sel penting dari sistem perkembangan organisme karang yang berkembang secara fisiologis mengalami kerusakan yang dapat menyebabkan terjadinya pemutihan karang (coral bleaching) (Seveso et al., 2012). Stres yang terjadi pada karang dapat menyebabkan kematian pada karang yang ditandai dengan pemutihan karang secara menyeluruh. Karang yang putih mengindikasikan zooxanthella pada jaringan karang telah keluar/mati. Berkurangnya zooxanthella ini dapat berakibat berkurangnya suplai makanan sebagai hasil dari fotosistesis alga bersel satu ini untuk biota karang, sedangkan gangguan oleh organisme seperti kepiting dan gastropoda merupakan predator hewan karang yang dapat menyebabkan kematian pada donor karang jika dalam jumlah yang berlebihan. Tingkat kelangsungan hidup yang tinggi menunjukkan bahwa karang A. hyacinthus memiliki ketahanan hidup yang tinggi, seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Arifin dan Luthfi (2016), dengan membandingkan tiga spesies karang yaitu A. hyacinthus, A. formosa, dan A. secale. Pada penelitian tersebut didapatkan tingkat kelangsungan hidup 67% pada karang A. hyacinthus dan 100% pada karang A. formosa dan A. secale.
Adapun simpulan yang didapatkan adalah pemotongan fragmen berpengaruh terhadap pertumbuhan fragmentasi donor karang A. hyacinthus dengan kontrol, pertumbuhan dengan ukuran awal fragmentasi 30, 50, dan 70 mm berbeda signifikan dan interaksi antara perlakuan pemotongan dan ukuran awal fragmentasi berpengaruh signifikan. Rata-rata laju pertumbuhan semua ukuran awal panjang fragmen relatif tidak berbeda. Tingkat kelangsungan hidup ukuran awal panjang
fragmen 30 mm merupakan tertinggi (100%) dibandingkan dengan 50 mm (80%) dan 70 mm (80%).
Daftar Pustaka
Arifin, Z., & Luthfi, O. M. (2016). Studi Pertumbuhan Dan Survival Rate Pada Transplantasi Karang Acropora Sp. Di Pantai Kondang Merak Kabupaten Malang. Dalam Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan VI Tahun 2016. Malang, Indonesia, 4 Mei 2016 (pp. 556-561).
Bartley, R., Bainbridge, Z. T., Lewis, S. E., Kroon, F. J., Wilkinson, S. N., Brodie, J. E., & Silburn, D. M. (2014). Relating sediment impacts on coral reefs to
watershed sources, processes and management: A review. Science of the Total Environment, 468-469, 11381153.
Cohen, I., & Dubinsky, Z. (2015). Long term
photoacclimation responses of the coral Stylophora pistillata to reciprocal deep to shallow transplantation: photosynthesis and
calcification. Frontiers in Marine Science, 2, 1-13
Corvianawatie, C., & Abrar, M. (2018). Kesesuaian
Kondisi Oseanografi Dalam Mendukung Ekosistem Terumbu Karang Di Perairan Pulau Pari. Jurnal Kelautan Nasional, 13(3), 155-161.
Dedi, Zamani, N. P., & Arifin, T. (2016). Hubungan parameter lingkungan terhadap gangguan kesehatan karang di Pulau Tunda–Banten. Jurnal Kelautan
Nasional, 11(2), 105-118.
DITJEN PHKA. (2012). Buku Informasi Jenis-Jenis Karang Hias Hasil Transplantasi. Jakarta, Indonesia: Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.
Furby, K. A., Apprill, A., Cervino, J. M., Ossolinski, J. E., & Hughen, K. A. (2014). Incidence of lesions on Fungiidae corals in the eastern Red Sea is related to water temperature and coastal pollution. Marine environmental research, 98, 29-38.
Gemilang, A. S., Kunarso, & Handoyo, G. (2017). Pola Aruslaut Permukaan Sebelum Dan Sesudah Pembangunan Pelabuhan Tanjung Bonang Kabupaten Rembang. Journal of Oceanography, 6(2), 359-368.
Giyanto, Abrar, M., Hadi, T. A., Budiyanto, A., Hafizt, M., Salatalohy, A., & Iswari, M. Y. (2017). Status Terumbu Karang Indonesia 2017. Jakarta, Indonesia: Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI.
Hafizt, M., Iswari, M. Y., & Prayudha, B. (2017). Kajian Metode Klasifikasi Citra Landsat-8 untuk Pemetaan Habitat Bentik di Kepulauan Padaido,
Papua. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 2(1), 1-13.
Herison, A., & Romdania, Y. (2017). Bantuan
Penyuluhan dan Kegiatan Transplantasi Terumbu Karang di Pantai Ketapang Kabupaten
Pesawaran. Sakai Sambayan Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat, 1(1), 23-28.
Johan, O., Soedharma, D., & Suharsono. (2008). Tingkat Keberhasilan Transplantasi karang batu di Pulau Pari Kepulauan Seribu, Jakarta. Jurnal Riset
Akuakultur, 3(2), 289-300.
Kambey, A. D. (2013). The Growth of Hard Coral (Acropora sp.) Transplants in Coral Reef of Malalayang Waters, North Sulawesi,
Indonesia. Jurnal Ilmiah Platax, 1(4), 196-203.
Massinai, A., Rantetondok, A., Tahir, A., & Jompa, J. (2012). Prevalensi Penyakit Dan Gangguan Lain Kesehatan Karang Keras (Scleractinian) Di Pulaua Barrang Lompo Sulawesi Selatan. [online] UNHAS Repository, (http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/2270), [diakses: 27 Desember 2019].
Mercado-Molina, A. E., Ruiz-Diaz, C. P., & Sabat, A. M. (2015). Demographics and dynamics of two restored populations of the threatened reef-building coral Acropora cervicornis. Journal for Nature
Conservation, 24, 17-23.
MNLH. (2004). Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Tentang Baku Mutu Air Laut. Jakarta-Indonesia: Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Muhlis. (2019). Pertumbuhan Kerangka Karang Acropora di Perairan Sengigi Lombok. Jurnal Biologi Tropis, 19(1), 14-18.
Nirwanda, S., Adi, W., & Syari, I. A. (2017). Inventarisasi penyakit karang di Perairan Turun Aban Kabupaten Bangka. Akuatik: Jurnal Sumberdaya Perairan, 11(1), 1825.
Nurcahyani, L. P. A. D., Karang, I. W. G. A., & Karim, W. (2018). Laju Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Transplantasi Karang Acropora secale di Pantai Serangan dan Pantai Geger, Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 4(2), 297-303.
Nurman, F. H., Sadarun, B., & Palupi, R. D. (2017). Tingkat Kelangsungan Hidup Karang Acropora formosa Hasil Transplantasi Di Perairan Sawapudo Kecamatan Soropia. Jurnal Sapa Laut, 2(4), 119-125.
Prameliasari, R. T. A., Munasik, & Wijayanti, D. P. (2012). Pengaruh Perbedaan Ukuran Fragmen dan Metode Transplantasi Terhadap Pertumbuhan Karang Pocillopora damicornis di Teluk Awur, Jepara. Journal of Marine Research, 1(1), 159-168.
Pratiwi, D. B., Ramses, & Efendi, Y. (2019). Perbedaan Laju Pertumbuhan Dan Tingkat Kelangsungan Hidup Karang Jenis Montipora tuberculosa Berasal Dari Induk Transplantasi Dan Induk Dari Alam. SIMBIOSA, 8(1), 10-19.
Purnama, A. A. (2013). Struktur Komunitas Karang Di Perairan Pulau Pasumpahan. Jurnal Ilmiah Edu Research, 2(2), 103-110.
Ramadhan, A., Lindawati, & Kurniasari, N. (2016). Nilai ekonomi ekosistem terumbu karang di Kabupaten Wakatobi. Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, 11(2), 133-146.
Reid, C. S., Marshall, J., Logan, D., & Kleine, D.
-
(2011) . Coral reefs and climate change : the guide for education and awareness. Dalam Krisantini, Linda B. (Terj.), Terumbu karang dan perubahan iklim: panduan pendidikan dan pembangun kesadartahuan. CoralWatch, The University of Queensland. (Buku asli diterbitkan 1967).
Rizqika, C. N. A., Supriharyono, & Latifah, N. (2018). Laju Pertumbuhan Terumbu Karang Acropora formosa Di Pulau Menjangan Kecil, Taman Nasional Karimunjawa. Management of Aquatic Resources Journal, 7(4), 315-322.
Romatzki, S. B. C. (2014). Influence of electrical fields on the performance of Acropora coral transplants on two different designs of structures. Marine Biology Research, 10(5), 449-459.
Sari, S. P., Adibrata, S., & Rosalina, D. (2015). Ibm
Aplikasi Kelompok Nelayan Transplantasi Karang Untuk Meningkatkan Produksi Perikanan. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Bangka Belitung, 2(2), 26-31.
Seveso, D., Montano, S., Strona, G., Orlandi, I., Vai, M., & Galli, P. (2012). Up-regulation of Hsp60 in response to skeleton eroding band disease but not by algal overgrowth in the scleractinian coral Acropora muricata. Marine environmental research, 78, 34-39.
Suharsono. (1998). Condition of coral reef resources in Indonesia. Jurnal Pesisir dan Lautan, 1(2), 72-80.
© 2021 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).
J. Mar. Aquat. Sci. 7: 249-258 (2021)
Discussion and feedback