Journal of Marine and Aquatic Sciences 7(1), 121-128 (2021)

Struktur Komunitas Echinodermata pada Musim Barat dan Musim Peralihan I di Ekosistem Lamun Perairan Tanjung Benoa, Bali

Anak Agung Istri Candra Kirana a*, Elok Faiqoh a, I Wayan Gede Astawa Karang a

a Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Kampus UNUD Bukit Jimbaran, Bali 80361, Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +6287-887-920-197

Alamat e-mail: [email protected]

Diterima (received) 13 Agustus 2019; disetujui (accepted) 8 November 2019; tersedia secara online (available online) 9 November 2019

Abstract

Echinoderms in marine ecology have a role as deposit feeders. This shows the diversity of the Echinoderms phylum found in seagrass ecosystems. Seagrass beds serve as protection and a source of nutrients that maintain the food chain. Tanjung Benoa waters are located in the waters of South Bali which has a seagrass ecosystem. Echinoderms as invertebrate animals can be influenced by abiotic factors, namely salinity and temperature which are affected by the season. This study aims to determine changes in the structure of the Echinodermata community in the western and transitional seasons I in seagrass ecosystems and determine the environmental factors that influence the structure of the Echinoderms community in the waters of Tanjung Benoa. Echinoderms data collection method used is the Underwater Visual Census (UVC) method. Data is taken by using purposive sampling technique. The results showed that in both seasons, the western season and the transitional season I, the phylum of Echinoderms found consisted of 4 classes namely Holothuroidea, Ophiuroidea, Echinoidea and Asteroidea. The diversity index and uniformity of the Ecinodermal phylum found in both seasons shows stable diversity and uniformity. Based on the index of dominance there is one genus that dominates, namely the genus Diadema. Based on the analysis of PCA in the west season, the density of Echinoderms is influenced by phosphate, nitrate, DO, salinity, pH and temperature. Whereas in the transitional season I density is influenced by phosphate, salinity, temperature, nitrate and pH.

Keywords: echinoderms; community structure; season; seagrass

Abstrak

Echinodermata dalam ekologi laut memiliki peran sebagai deposit feeder. Hal ini menunjukkan keragaman filum Echinodermata terdapat pada ekosistem lamun. Padang lamun berfungsi sebagai perlindungan dan sumber nutrisi yang mempertahankan rantai makanan. Perairan Tanjung Benoa terletak di perairan Bali Selatan yang memiliki ekosistem lamun. Echinodermata sebagai hewan invertebrata dapat berpengaruh oleh faktor abiotik yaitu salinitas maupun suhu yang dipengaruhi oleh musim. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan struktur komunitas Echinodermata pada musim barat dan musim peralihan I di ekosistem lamun dan mengetahui faktor lingkungan yang berpengaruh pada struktur komunitas Echinodermata di perairan Tanjung Benoa. Metode pengambilan data Echinodermata yang digunakan adalah metode Underwater Visual Census (UVC). Data diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Faktor lingkungan yang diukur yakni suhu, pH, salinitas, DO, nitrat, dan fosfat. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada kedua musim yaitu musim barat dan musim peralihan I, filum Echinodermata yang ditemukan tediri dari 4 kelas yaitu Holothuroidea, Ophiuroidea, Echinoidea dan Asteroidea. Indeks keanekaragaman dan keseragaman filum Echinodermata yang terdapat pada kedua musim menunjukkan keanekaragaman dan keseragamanan yang stabil. Berdasarkan indeks dominansi terdapat satu genus yang mendominansi yaitu genus Diadema. Berdasarkan PCA pada musim barat, kepadatan Echinodermata dipengaruhi oleh fospat, nitrat, DO, salinitas, pH dan suhu. Sedangkan pada musim peralihan I kepadatan dipengaruhi oleh fosfat, salinitas, suhu, nitrat dan pH.

Kata Kunci: echinodermata; struktur komunitas; musim; lamun

  • 1.    Pendahuluan

Echinodermata memiliki arti hewan atau biota laut yang berkulit duri, yaitu berasal dari bahasa Yunani Echinos yang berarti duri dan derma berarti kulit. Biota laut ini memiliki kemampuan regenerasi bagian tubuhnya yang hilang, putus atau rusak (Katili, 2011). Echinodermata banyak ditemukan dipadang lamun karena merupakan sumber makanan bagi filum ini, terutama dari kelas Asteroidea (Rompis dkk., 2013). Padang lamun berfungsi sebagai perlindungan dan sumber nutrisi yang mempertahankan rantai makanan yang kompleks (Uneputty et al., 2017). Padang lamun juga menjadi tempat hidup dari filum Echinodermata dan ada juga yang membenamkan diri dalam pasir atau dibawah soft coral (Hartati dkk., 2018). Perairan Tanjung Benoa merupakan perairan yang berada di Bali Selatan yang memiliki ekosistem lamun (Faiqoh dkk., 2017). Filum Echinodermata terdiri atas lima kelas diantaranya yaitu kelas Asteroidea (Bintang laut), kelas Ophiuroidea (Bintang mengular), kelas Echinoidea (Bulu babi), kelas Crinoidea (lili laut) dan kelas Holothuroidea (Teripang laut) (Katili, 2011).

Biota Echinodermata merupakan salah satu biota yang sensitif akan perubahan karakteristik perairan. Karena sensifitasnya, Echinodermata sering dijadikan bioindikator terhadap kondisi ekologis suatu perairan (Wijaya dan Hariyati, 2011). Echinodermata sebagai hewan invertebrata dapat berpengaruh oleh faktor abiotik yaitu salinitas maupun suhu (Simatupang dkk., 2017). Perubahan salinitas dapat dipengaruhi oleh perubahan musim. Menurut Kusumaningtyas dkk. (2014), musim barat terjadi pada bulan Desember hingga Februari dan musim peralihan I terjadi pada bulan Maret hingga Mei. Pada perairan yang secara musiman dipengaruhi oleh curah hujan, salinitas merupakan salah satu faktor yang penting dalam perubahan sebaran dan kelimpahan Echinodermata.

Dengan adanya perubahan tersebut dan mengetahui peranan penting ekosistem lamun bagi Echinodermata maka penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui perubahan struktur komunitas Echinodermata dari musim barat dan musim peralihan I di ekosistem lamun. Maka dari itu penting dilakukan penelitian mengenai struktur komunitas Echinodermata sebagai salah satu biota laut yang memiliki sifat

bioindikator suatu perairan yang menghubungkannya dengan kondisi suatu perairan ketika musim barat dan musim peralihan I di ekosistem lamun yang merupakan sumber pakan dari Echinodermata.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari untuk mewakili musim barat dan bulan Maret 2019 untuk mewakili musim peralihan I, dilakukan wilayah Perairan Tanjung Benoa Nusa Dua, Jimbaran, Bali dengan mengambil 4 stasiun untuk mewakili perairan Tanjung Benoa. Dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian

  • 2.2    Pengambilan Data Echinodermata

Pengambilan data Echinodermata menggunakan metode purposive sampling dengan transek kuadran 2.5m x 2.5m. Metode pengambilan data Echinodermata dilakukan dengan menggunakan metode Underwater Visual Census (UVC) dan mendokumentasi dengan kamera. Selanjutnya diidentifikasi menggunakan buku “Monograph of Shallow-Water Indo-West Pacific Echinoderms” (Clark and Rowe, 1971).

  • 2.3    Pengambilan Data Parameter Lingkungan

    • 2.3.1.    Suhu

Pengukuran suhu perairan dilakukan dengan menggunakan thermometer raksa, ujung thermometer raksa dimasukkan kedalam wadah yang sudah terisi air laut. Perhitungan suhu

dimulai ketika air raksa yang berada di dalam thermometer konstan.

  • 2.3.2.    Nilai derajat keasaman (pH)

Nilai pH perairan diukur menggunakan pH meter dengan cara mencelupkannya ke dalam wadah yang berisi sampel air, lalu dicatat nilai yang muncul.

  • 2.3.3.    Salinitas air

Pengukuran salinitas perairan menggunakan refraktometer. Sampel air diteteskan pada refraktometer kemudian akan terukur salinitasnya.

  • 2.3.4.    Dissolved Oxygen (DO)

Pengambilan data DO perairan dilakukan dengan pengukuran oksigen. Sampel air dimasukan ke dalam wadah kemudian diukur dengan menggunakan DO meter.

  • 2.3.5.    Pengambilan Substrat

Pengambilan data substrat mengacu pada Muliawan dkk. (2016), dengan cara mengambil substrat menggunakan sekop yang diambil sedalam 30 cm. Diletakkan pada wadah lalu dikeringkan dan diayak di Laboratorium Tanah, Politeknik Negeri Bali.

  • 2.3.6.    Pengambilan Nitrat dan Fosfat

Pengambilan data nitrat dan fospat merujuk pada metode Laboratorium Kesehatan Provinsi Bali dengan cara mengambil sampel air yang diletakan pada botol berukuran 1500 ml.

  • 2.4    Analisis Data

    • 2.4.1.    Komposisi Jenis

Komposisi jenis Echinodermata digunakan rumus menurut (Yusron dan Susetiono, 2006) dapat dilihat pada persamaan (1):

KJ = nix100%                                (1)

dimana KJ adalah komposisi jenis (%); ni adalah individu suatu jenis (ind); dan N adalah jumlah total individu seluruh jenis (ind).

  • 2.4.2.    Indeks Kepadatan

Kepadatan adalah jumlah yang ditemukan pada suatu stasiun pengamatan per satuan luas transek pengamatan. Kepadatan Echinodermata dapat dihitung dengan rumus (Katili, 2011) dapat dilihat pada persamaan (2):

ni

Di =a                               (2

dimana Di adalah kepadatan individu spesies ke-i; ni adalah jumlah individu dari spesies ke-i; dan A adalah luasan transek pengamatan echinodermata yang diambil (m2).

  • 2.4.3.    Indeks Keanekaragaman

Untuk mengetahui indeks keanekaragaman jenis Echinodermata, maka digunakan rumus ShannonWiener, yakni pada persamaan (3) (Katili, 2011):

(H') = -Pi ln Pi

(3)

dimana Pi adalah ni/N; ni adalah nilai kepentingan tiap jenis (jumlah individu dari spesies ke-i); dan N adalah nilai kepentingan total (jumlah total semua individu).

Kisaran nilai indeks keanekaragaman adalah H’ ≤ 1,0 berarti keanekaragaman kecil, produktivitas sangat rendah sebagai indikasi adanya tekanan yang berat dan ekosistem tidak stabil; 1,0 ≤ H’ ≤ 3,322    berarti    keanekaragaman    sedang,

produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang, tekanan ekologis sedang; dan H’ ≥ 3,322 berarti keanekaragaman tinggi, stabilitas ekosistem mantap, produktivitas tinggi, tahan terhadap tekanan ekologis.

  • 2.4.4.    Indeks Keseragaman

Untuk mengetahui keseimbangan komunitas digunakan indeks keseragaman, yaitu ukuran kesamaan jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas. Rumus indeks keseragaman (e) diperoleh dari persamaan (4) (Katili, 2011):

H' e =

dimana H’ adalah indeks keanekaragaman; adalah jumlah spesies; dan e adalah indeks keseragaman.

Kriteria nilai indeks keseragaman adalah e ≥ 0,4 berarti keseragaman populasi kecil; 0,4 ≤ e ≤ 0,6 berarti keseragaman populasi sedang dan tidak stabil; dan e ≥ 0,6 berarti keseragaman populasi tinggi dan stabil.

  • 2.4.5.    Indeks Dominansi

Indeks dominasi dapat dihitung dengan menggunakan Indeks Dominasi dari Simpson yakni pada persamaan (5) (Sinaga et al., 2015):

C = (Pi) =(^ )2 (5)

dimana C adalah indeks dominansi; ni adalah jumlah individu dari speies ke-i; dan N adalah jumlah keseluruan dari individu.

Kisaran nilai indeks dominansi adalah 0,00 ≤ D ≤ 0,30 berarti dominansi rendah; 0,30 ≤ D ≤ 0,60 berarti dominansi sedang; dan 0,60 ≤ D ≤ 1,00 berarti dominansi tinggi.

  • 2.4.6.    Analisis Komponen Utama

Analisis komponen utama merupakan suatu teknik untuk menganalisis tentang saling ketergantungan dari beberapa variabel dengan tujuan untuk menyederhanakan dari bentuk hubungan antara beberapa variabel yang diteliti menjadi jumlah faktor yang lebih sedikit dari pada variabel yang diteliti (Ismunarti, 2013).

Penelitian ini menganalisis korelasi antara Echinodermata dengan parameter lingkungan. Analisis komponen utama ini diselesaikan dengan menggunakan aplikasi TIBCO (The Information Bus Company).

  • 2.4.7.    Persentase Tutupan Lamun

Persentase tutupan lamun diketahui untuk menentukan status padang lamun menurut MNLH (2004), dapat dilihat pada tabel berikut pada Tabel 1:

Tabel 1

Penilaian Persentase Tutupan Lamun dalam Kuadrat.

Kategori        Nilai Penutupan Lamun (%)

Penuh

100

¾ kotak

75

½ kotak

50

¼ kotak

25

Kosong

0

Sumber: LIPI (2014)

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Hasil

      • 3.1.1.    Struktur Komunitas Filum Echinodermata pada Musim Barat dan Musim Peralihan I

  • a.    Komposisi Jenis

Echinodermata di perairan Tanjung Benoa pada musim barat terdapat empat kelas diantaranya yaitu Echinoidea, Ophiuroidea, Asteroidea dan Holothuroidea. Dapat dilihat pada Gambar 2, Echinoidea memiliki komposisi jenis sebesar 18%, Ophiuroidea sebesar 29%, Asteroidea 29% dan Holothuroidea memiliki nilai komposisi jenis sebesar 24%. Asteroidea dan Holothuroidea memiliki nilai komposisi terbesar pada musim barat.

Gambar 2. Komposisi Jenis Filum Echinodermata

Perairan Tanjung Benoa pada musim barat

Echinodermata di perairan Tanjung Benoa pada musim peralihan I terdapat 3 kelas diantaranya yaitu Echinoidea, Asteroidea dan Holothuroidea. Dapat dilihat pada Gambar 3, Echinoidea memiliki komposisi jenis sebesar 33%, Asteroidea 22% dan Holothuroidea memiliki nilai komposisi jenis sebesar 45%. Holothuroidea memiliki nilai komposisi terbesar pada musim peralihan I.

Gambar 3. Komposisi Jenis Echinodermata Perairan Tanjung Benoa pada musim peralihan I

  • b.    Kepadatan

Hasil menunjukkan nilai indeks kepadatan Echinodermata dapat dilihat pada Gambar 4. musim barat yaitu dari M.1 (Minggu 1) hingga M.4 (Minggu 4) penelitian kepadatan tertinggi terdapat pada Minggu ke-4 sedangan pada musim peralihan I nilai tertinggi terdapat pada M.2. Pada grafik tersebut dapat dilihat nilai kepadatan mengalami peningkatan pada M.4 musim barat dan M.2 musim peralihan I.

Pada musim barat M.1 memiliki nilai kepadatan 92 individu dalam 100 m2, lalu pada M.2 memiliki nilai 92 individu dalam 100 m2, M.3 yaitu 108 individu dalam 100 m2, dan pada M.4 memiliki nilai 180 individu dalam 100 m2. Pada musim peralihan I nilai kepadatan yang diperoleh yaitu di M.1 dengan nilai yaitu 80 individu dalam 100 m2, M.2 yaitu 300 individu dalam 100 m2, pada M.3 memiliki nilai kepadatan sebesar 196 individu dalam 100 m2, dan pada M.4 memiliki nilai 284 individu dalam 100 m2.

Gambar 4. Kepadatan Echinodermata pada musim barat dan musim peralihan I

  • c.    Keanekaragaman

Hasil analisis keanekaragaman Echinodermata setiap minggu pada musim barat dan musim peralihan I dapat dilihat pada Gambar 5. Dapat dilihat keanekaragaman tertinggi di musim barat terdapat pada minggu ke-3 (M.3) yaitu sebesar 2.17. Pada musim peralihan I nilai keanekaragaman tertinggi terdapat pada minggu ke-1 (M.1) dengan nilai 2.06. Nilai keanekaragaman mengalami penururnan pada minggu ke-4 (M.4) musim barat dan minggu ke-2. (M.2) musim peralihan I.

Musim barat yang diwakili bulan Januari, memperoleh nilai keanekaragaman Echinodermata pada minggu 1 (M.1) sebesar 1.81, pada minggu 2 (M.2) yaitu 2.04, lalu pada minggu 3 (M.3)

memperoleh tingkat keanekaragaman sebesar 2.17 dan pada minggu 4 (M.4) yaitu 1.71. Pada musim peralihan I diperoleh nilai keanekaragaman Echinodermata yaitu pada M.1 memperoleh nilai 2.06, M.2 yaitu 0.99, pada M.3 memiliki nilai 1.34 dan pada M.4 yaitu 1.26.

Gambar 5. Keanekaragaman Echinodermata pada musim barat dan musim peralihan I

  • d.    Keseragaman

Nilai keseragaman Echinodermata per minggu pada musim barat dan musim peralihan I dapat dilihat pada Gambar 6. Tingkat keseragaman tertinggi pada musim barat di minggu 3 (M.3), sedangkan pada musim peralihan I nilai tertinggi terdapat pada penelitian minggu ke-1 (M.1). Nilai keseragaman mengalami penurunan pada minggu ke-4 (M.4) musim barat dan minggu ke-2 (M.2) musim peralihan I.

Minggu 1 (M.1) pada saat musim barat memperoleh nilai 0.87, lalu di minggu 2 (M.2) diperoleh nilai keseragaman sebesar 0.93, minggu 3 (M.3) yaitu 0.94 dan pada minggu 4 (M.4) yaitu 0.78. Musim peralihan I, M.1 memperoleh nilai keseragaman 0.94, M.2 yaitu 0.61, M.3 memiliki tingkat keseragaman sebesar 0.75 dan M.4 memperoleh nilai 0.65.

Gambar 6. Keseragaman Echinodermata pada musim barat dan musim peralihan I

  • e.    Dominansi

Dari penelitian yang dilakukan pada musim barat dan musim peralihan I, diperoleh hasil setiap minggunya, dapat dilihat pada Gambar 7. Nilai dominansi tertinggi pada musim barat diperoleh pada minggu 4 (M.4) yaitu dengan nilai 0.26, sedangkan nilai dominansi tertinggi pada musim peralihan I terdapat pada minggu 2 (M.2). Nilai dominansi mengalami peningkatan pada minggu ke-4 musim barat dan minggu ke-2 musim peralihan I.

Gambar 7. Dominansi Echinodermata pada musim barat dan musim peralihan I

Pada musim barat diperoleh nilai dominansi minggu 1 (M.1) yaitu 0.19, minggu 2 (M.2) yaitu 0.15, lalu pada minggu 3 (M.3) diperoleh nilai 0.13 dan pada minggu 4 (M.4) diperoleh nilai dominansi sebesar 0.26. Pada musim peralihan I di minggu 1 (M.1) diperoleh nilai dominansi sebesar 0.1, pada minggu 2 (M.2) yaitu sebesar 0.5, lalu minggu 3 (M.3) diperoleh nilai 0.3 dan pada

minggu 4 (M.4) diperoleh nilai sebesar 0.4.

  • 3.1.2.    Nilai Hasil Analisis Komponen Utama

  • a.    Musim Barat

Dari hasil analisis komponen utama (PCA) pada musim barat dapat mempresentasikan faktor hubungan sebesar 73.55% untuk faktor 1 dan 19.44% untuk faktor 2 (Gambar 8a). Dari faktor tersebut kepadatan memiliki nilai terbesar mendekati faktor yaitu -0.66 yang dipengaruhi oleh fosfat yaitu -0.96, nitrat -0.82, DO -0.92, salinitas 0.97, pH 0.65 dan suhu 0.75.

  • b.    Musim Peralihan I

Dari hasil analisis komponen utama (PCA) pada musim peralihan I mempresentasikan faktor hubungan sebesar 49.07% untuk faktor 1 dan 35.30% untuk faktor 2 (Gambar 8b). Dari faktor tersebut kepadatan memiliki nilai mendekati faktor yaitu -0.62 yang dipengaruhi oleh fosfat yaitu -0.74, salinitas yaitu -0.49, suhu 0.90, nitrat 0.60 dan pH dengan nilai 0.95. Keanekaragaman dan keseragaman dipengaruhi oleh suhu, pH, salinitas, nitrat dan fosfat.

  • 3.2    Pembahasan

Hasil komposisi jenis Echinodermata yang ada diekosistem lamun dapat dilihat pada Gambar 2 pada bulan Januari yang mewakili musim barat nilai komposisi tertinggi ditemukan pada kelas Asteroidea dan Ophiuroidea. Sedangkan pada musim peralihan I (Gambar 3) tidak terdapat

Gambar 8. Hasil Analisis Komponen Utama (PCA) Struktur Komunitas Echinodermata dengan Parameter Kualitas Perairan pada musim barat (a), hasil Analisis Komponen Utama (PCA) Struktur Komunitas Echinodermata dengan Parameter Kualitas Perairan pada musim peralihan I (b).


Ophiuroidea dengan kelas Holothuroidea memiliki komposisi tertinggi dan Asteroidea lebih sedikit dibandingkan dengan musim barat. Tidak adanya Ophiuroidea pada musim peralihan I ini diduga karena secara visual kondisi perairan keruh dan jenis Echinodermata dari kelas Ophiuroidea ini tertutup oleh sedimen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nurdiansah dan Supono (2017), dimana bintang mengular memiliki sifat fototaksis dan substrat dasar lunak serta perairan keruh memungkinkan bintang mengular untuk bersembunyi dengan cara mengubur diri saat intensitas matahari tinggi terutama saat surut terendah.

Keanekaragaman dan keseragaman berdasarkan kriteria indeks menunjukkan keanearagaman dan keseragaman yang sedang, dan dapat dilihat pada grafik keanekaragaman (Gambar 5) dan keseragaman (Gambar 6) pada stasiun penelitian diperairan Tanjung Benoa memiliki nilai yang stabil pada musim barat. Sedangkan pada musim peralihan I nilai keanekaragaman dan keseragaman filum Echinodermata tidak stabil. Hal ini diduga karena pada musim peralihan I terjadi tekanan secara ekologis. Tekanan ekologi yang dimaksud dapat berasal dari adanya aktifitas transfortasi, pemukiman maupun perikanan disekitar lokasi (Katili, 2011).

Berdasarkan hasil nilai dominansi pada wilayah perairan Tanjung Benoa memiliki nilai dominansi yang stabil pada musim barat sedangkan pada musim peralihan I terdapat satu genus dari filum Echinodermata yang mendominasi yaitu genus Diadema (Gambar 9), menurut Oktavianti dkk. (2014), apabila terdapat genus yang mendominansi mencerminkan kondisi struktur komunitas yang labil.

Gambar 9. Biota mendominansi (Genus Diadema)

Berdasarkan hasil analisis Komponen Utama (PCA) pada musim barat yang diwakili dengan bulan Januari dapat dilihat pada Gambar 8a bahwa kepadatan Echinodermata dipengaruhi oleh fospat, nitrat, DO, salinitas, pH dan suhu. Hal ini dikarenakan fosfat merupakan zat hara yang dibutuhkan untuk proses pertumbuhan dan organisme laut dalam menentukan kesuburan perairan (Affan, 2010), maka dari itu berarti pula apabila kandungan fosfat tinggi maka tingkat kepadatan juga tinggi. Nitrat mempengaruhi kepadatan Echinodermata ini dikarenakan menurut Padang dkk. (2015), nitrat mempercepat pertumbuhan Echinodermata. Begitu juga dengan nilai DO, apabila nilai DO rendah maka kepadatan Echinodermata juga akan rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Simanjuntak (2009), yang menyatakan bahwa penurunan oksigen terlarut akan menurunkan kegiatan fisiologis biota laut dalam air diantaranya terjadi penurunan pada nafsu makan dan pertumbuhan. Menurut Setiawan dkk. (2017), sebagian besar biota laut sensitive terhadap perubahan pH, karena pH menggambarkan keberadaan ion hidrogen yang terdapat pada suatu perairan.

Hasil analisis PCA pada musim peralihan I pada Gambar 8b menunjukkan kepadatan dipengaruhi oleh fosfat, salinitas, suhu, nitrat dan pH. Nilai kepadatan akan tinggi apabila nilai suhu rendah. Sebab nilai suhu yang tinggi akan menyebabkan metabolisme organisme terganggu dan perairan menjadi panas. Firmandana dkk. (2014), menyatakan suhu dapat berpengaruh terhadap pola kehidupan organisme perairan. Suhu mempengaruhi secara langsung aktivitas Echinodermata seperti pertumbuhan dan metabolisme. Menurut Katili (2011), penguapan yang tinggi akan menyebabkan tingginya salinitas. Hal ini menunjukkan suhu yang tinggi memungkinkan terjadi penguapan yang tinggi sehingga salinitas akan semakin tinggi pula. Hal ini dapat menyebabkan pengaruh yang negatif terhadap biota laut termasuk Echinodermata.

  • 4.    Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa struktur komunitas Echinodermata pada musim barat dengan musim peralihan I mengalami perubahan dimana pada musim barat struktur komunitas Echinodermata memiliki nilai yang stabil sedangkan pada musim peralihan I

memiliki nilai yang tidak stabil pada bulan Maret yang mewakili musim peralihan I. Serta faktor yang dapat mempengaruhi struktur komunitas Echinodermata di perairan Tanjung Benoa pada musim barat diantaranya adalah fosfat, nitrat, DO, salinitas, pH dan suhu. Sedangkan pada musim peralihan I dipengaruhi oleh fosfat, salinitas, suhu, nitrat dan pH.

Daftar Pustaka

Affan, J. M. (2010). Analisis Potensi Sumber Daya Laut Dan Kualitas Perairan Berdasarkan Parameter Fisika Dan Kimia Di Pantai Timur Kabupaten Bangka Tengah. Spektra, 10(2), 99-113.

Clark, A. M., & Rowe, F. W. E. (1971). Monograph of shallow-water Indo-West Pacific echinoderms. London, USA: Trustees of The British Museum.

Faiqoh, E., Wiyanto, D. B., & Astrawan, I. G. B. (2017). Peranan Padang Lamun Selatan Bali Sebagai Pendukung Kelimpahan Ikan di Perairan Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 3(1), 10-18.

Firmandana, T. C., Suryanti, & Ruswahyuni. (2014). Kelimpahan Bulu Babi (Sea Urchin) pada Ekosistem Karang dan Lamun di Perairan Pantai Sundak, Yogyakarta. Management of Aquatic Resources Journal, 3(4), 41-50.

Hartati, R., Meirawati, E., Redjeki, S., Riniatsih, I., & Mahendrajaya, R. T. (2018). Jenis-Jenis Bintang Laut Dan Bulu Babi (Asteroidea, Echinoidea: Echinodermata) Di Perairan Pulau Cilik, Kepulauan Karimunjawa. Jurnal Kelautan Tropis, 21(1), 41-48.

Ismunarti, D. H. (2013). Analisis Komponen Utama pada Hubungan    Distribusi    Spasial    Komunitas

Fitoplankton dan Faktor  Lingkungan.  ILMU

KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences, 18(1), 14-19.

Katili, A. S. (2011). Struktur Komunitas Echinodermata Pada Zona Intertidal Di Gorontalo. Jurnal Penelitian dan Pendidikan, 8(1), 51-61.

Kusumaningtyas, M. A., Bramawanto, R., Daulat, A., & Pranowo, W. S. (2014). Kualitas perairan Natuna pada musim transisi. DEPIK Jurnal Ilmu Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan, 3(1), 10-20.

LIPI. (2014). Panduan Monitoring Padang Lamun. Jakarta, Indonesia: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

MNLH. (2004). Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 200 Tahun 2004 Tentang Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penelitian Status Padang Lamun. Jakarta-Indonesia:  Menteri Negara Lingkungan

Hidup.

Muliawan, R., Dewiyanti, I., & Karina, S. (2016). Struktur Komunitas Makrozoobenthos Dan Kondisi Substrat

Pada Kawasan Mangrove Di Pesisir Pulau Weh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan Perikanan Unsyiah, 1(2), 297-306.

Nurdiansah, D., & Supono. (2017). Keanekaragaman

Bintang Mengular Ophiuroidea di Perairan Pulau Talise, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 9(2), 709-716.

Oktavianti, R., Suryanti, & Purwanti, F. (2014). Kelimpahan Echinodermata pada Ekosistem Padang Lamun di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, Jakarta. Management of Aquatic Resources Journal, 3(4), 243-249.

Padang, A., Lukman, E.,  & Sangadji, M. (2015).

Pertumbuhan dan Kelulusan Hidup Teripang Pasi (Holothuria scabra) yang Dipelihara di Kurungan Tancap. BIMAFIKA: Jurnal MIPA, Kependidikan dan Terapan, 7(1), 782-786.

Rompis, B. R., Langoy, M. L. D., Katili, D. Y., & Papu, A. (2013). Diversitas Echinodermata di Pantai Meras, Kecamatan Bunaken, Sulawesi Utara. Jurnal Bios Logos, 3(1), 26-30.

Setiawan, B. P., Suryanti, & Sulardiono, B. (2017). Preferensi Habitat dan Kebiasaan Makan Teripang (Holothuroidae) di Perairan Pulau Menjangan Kecil, Karimunjawa, Jepara. Management of Aquatic Resources Journal, 6(4), 401-408.

Simanjuntak, M. (2009). Hubungan Faktor Lingkungan Kimia, Fisika Terhadap Distribusi Plankton Di Perairan Belitung Timur, Bangka Belitung. Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada, 11(1), 31-45.

Simatupang, M. Y. C., Sarung, M. A., & Ulfah, M. (2017). Keanekaragaman Echinodermata Dan Kondisi Lingkungan Perairan Dangkal Pulau Pandang Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan Perikanan Unsyiah, 2(1), 97103.

Sinaga, R. D. R., Tanjung, A., & Ikhwan, Y. (2015). The Abundance and Diversity of Echinoder in Tidal Zone of Cingkuak Islafnd and Pasumpahan Island West Sumatra. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, 2(1), 1-15.

Uneputty, P. A., Tuapattinaja, M. A., & Pattikawa, J. A. (2017). Density and diversity of echinoderms in seagrass bed, Baguala Bay, Maluku, Eastern Indonesia. International Journal of Fisheries and Aquatic Studies, 5(2), 311-315.

Wijaya, T. S., & Hariyati, R. (2011). Struktur komunitas Fitoplankton sebagai Bio indikator Kualitas Perairan Rawapening Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Anatomi Fisiologi, 19(1), 55-61.

Yusron, E., & Susetiono. (2006). Komposisi Species

Ekhinodermata Di Perairan Tanjung Pai, Padaido, Biak Numfor – Papua. Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada, 8(2), 282–289.

© 2021 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).

J. Mar. Aquat. Sci. 7: 121-128 (2021)