Logam Berat Timbal (Pb) pada Air dan Plankton di Teluk Benoa, Badung, Bali
on
Journal of Marine and Aquatic Sciences 6(1), 133-139 (2020)
Logam Berat Timbal (Pb) pada Air dan Plankton di Teluk Benoa, Badung, Bali
Ade Riestiari Sudarmawan a*, Yulianto Suteja a, Widiastuti a
a Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Kampus UNUD Bukit Jimbaran, Bali 80361, Indonesia
* Penulis koresponden. Tel.: +6281-237-217-889 Alamat e-mail: yuliantosuteja@unud.ac.id
Diterima (received) 17 Juli 2019; disetujui (accepted) 23 September 2020; tersedia secara online (available online) 23 September 2020
Abstract
Benoa Bay is the center of estuary of the six rivers in Bali Island. One of the sources of pollution is the input from the river to the waters, especially the liquid waste from the textile industry that contains heavy metals particulary Lead. Moreover, Benoa Bay is a busy area with shipping activities. Shipping activities could direct and indirectly contaminate the waters with Lead from its oil waste. The purposes of this research are to examine the Lead concentration in the surface waters and plankton, and to determine lead bioaccumulation in plankton in the Benoa Bay. The samplings were conducted on May 2018. Lead concentration in the waters and plankton were analized using Inductively Coupled Plasma Emission (ICPE) with wet destruction method. The result shows that Benoa Bay is heavily contaminated by Lead. According to the Decree of the Minister Environment No. 51 of 2004 about Sea Water Quality Standards, concentration of lead in sea waters is <0.008 mg/L. Concentration of lead in Benoa Bay water surface is 0.001 to 0.053 mg/L and in plankton is 0.001 to 9.287 mg/Kg. It is found that the bioconcentration factor (BCF) of plankton is 593.45. This study emphasize that plankton are able to bioaccumulate Lead.
Keywords: Benoa Bay; heavy metal; ollution; plankton; bioaccumulation
Abstrak
Teluk Benoa merupakan perairan yang menjadi muara dari enam sungai yang ada di Bali. Masukan dari sungai ke perairan menjadi salah satu sumber pencemaran, khususnya logam berat yang berasal dari limbah cair tekstil dan sablon. Selain itu Teluk Benoa adalah perairan dengan aktivitas perkapalan yang padat. Aktivitas perkapalan secara langsung dan tidak langsung dapat mencemari perairan dengan timbal yang berasal dari air ballast dan bongkar muat kapal limbah minyak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi timbal pada permukaan perairan dan plankton di Teluk Benoa serta bioakumulasi timbal oleh plankton. Pengambilan sampel air permukaan dan plankton dilaksanakan pada bulan Mei 2018. Sampel logam berat pada air dan plankton dianalisis pada Laboratorium Analitik Universitas Udayana menggunakan Inductively Coupled Plasma Emission (ICPE) dengan metode pengabuan basah. Hasil analisis menunjukkan bahwa perairan Teluk Benoa telah tercemar oleh timbal. Berdasarkan MNLH (2004) mengenai Baku Mutu Air Laut, menyebutkan konsentrasi timbal pada perairan sebesar <0.008 mg/L. Hasil konsentrasi timbal yang terkandung pada air permukaan Teluk Benoa berkisar antara 0.001 - 0.053 mg/l dengan rata-rata 0.0153 mg/L. Sedangkan konsentrasi timbal pada plankton berkisar antara 0.001 - 9.287 mg/Kg. Hasil analisis faktor biokonsentrasi (BCF) plankton terhadap timbal sebesar 593.45. Hasil ini menunjukkan bahwa plankton memiliki kemampuan bioakumulasi yang tinggi terhadap timbal.
Kata Kunci: Teluk Benoa; logam berat; pencemaran; plankton; bioakumulasi
Timbal (Pb) merupakan salah satu logam berat dengan toksisitas tinggi (Safrianti dkk., 2012). Titik lebur yang rendah, mudah dibentuk dan memiliki
sifat kimia aktif menyebabkan logam ini sering digunakan untuk campuran logam lain (Darmono, 1995 dalam Adhani dan Husaini, 2017). Timbal dapat ditemukan pada minyak sebagai pendongkrak nilai oktan bahan bakar dan sebagai
pencegah ledakan atau antiknock pada pembakaran dalam mesin (Patil et al., 2016). Selain minyak, timbal juga ditemukan pada pewarna atau cat yang berfungsi sebagai pigmen pemberi warna terang (Ismawati dkk., 2015). Timbal juga berfungsi sebagai agen anti-korosi yang digunakan untuk menghambat pengkaratan pada logam sehingga banyak digunakan sebagai cat badan kapal (Antara, 2017).
Teluk Benoa di Kabupaten Badung merupakan perairan yang padat akan aktivitas keluar masuknya kapal-kapal di pelabuhan Benoa. Selain itu banyak terdapat kapal nelayan dan juga watersport yang beroperasi tiap harinya. Aktivitas perkapalan ini secara langsung maupun tidak langsung dapat menghasilkan limbah minyak di perairan (Taguge dkk., 2014). Limbah minyak tersebut dapat berasal dari buangan air ballast dan aktivitas bongkar muat kapal bermotor (Anisyah dkk., 2016). Teluk Benoa merupakan pusat muara dari enam sungai besar yang ada di Bali (Risuana dkk., 2017). Sungai-sungai ini membawa buangan limbah khususnya limbah cair dari industri tekstil dan percetakan yang berkembang disepanjang sungai (Suteja, 2017). Kontaminasi logam berat khususnya Pb pada limbah cair tekstil berasal dari proses pewarnaan dimana pada proses pewarnaan dicampurkan timbal merah (Pb3O4) untuk pewarna merah dan timbal putih (Pb(OH)2.2Pb CO3) untuk pewarna putih (Latifah dkk., 2014).
Logam berat sebagai zat polutan yang masuk ke perairan menimbulkan pencemaran terhadap perairan (Adhani dan Husaini, 2017) dan dapat terakumulasi pada makhluk hidup di dalamnya (Tao et al., 2012). Timbal merupakan logam berat non esensial dimana logam berat ini tidak dapat terdegradasi di alam dan tidak berubah bentuk (BPOM, 2010). Tidak terdegradasinya logam berat dapat menyebabkan terjadinya bioakumulasi pada makhluk hidup salah satunya plankton (Yudo, 2006).
Berdasarkan penelitian Franchini et al. (2015), kemampuan plankton dalam mengakumulasi logam berat sangat tinggi. Plankton terutama fitoplankton merupakan produsen primer yang berada pada tingkat trofik terendah (Frederiksen et al., 2006). Jika plankton sebagai produsen primer terpapar dan mengakumulasi logam berat Pb maka Pb dapat masuk ke dalam rantai makanan dan tingkat trofik yang lebih tinggi (Lasut, 2009).
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu (Suprihatin dkk., 2014; Suwandewi dkk., 2013; Mardani dkk., 2018) pada beberapa daerah di Teluk Benoa telah terjadi pencemaran. Dengan demikian perlu diketahui konsentrasi logam berat timbal (Pb) pada air dan plankton, serta bioakumulasi logam berat tersebut pada plankton di perairan Teluk Benoa.
Pengambilan sampel penelitian dilaksanakan pada 15-17 Mei 2018. Penelitian tersebut bertempat di Teluk Benoa, Badung, Bali dengan 30 titik pengambilan sampel berupa air laut dan plankton yang ditunjukkan pada Gambar 1. Analisis sampel dilakukan di Lab Analitik Universitas Udayana.
Gambar 1. Peta Penelitian
-
2.2 Pengambilan Sampel Air
Koordinat titik pengambilan sampel sebelumnya telah diinput pada GPS. Sampel air permukaan diambil sebanyak 330 mL air pada setiap titik penelitian menggunakan botol plastik lalu disimpan pada suhu <4°C merujuk pada Risuana dkk. (2017).
-
2.3 Pengambilan Sampel Plankton
Sampel plankton diambil menggunakan plankton net dengan mesh size 30 µm, diameter mulut jaring 0.5 m dan panjang jaring 1.5 meter. Penarikan plankton net dilakukan pada permukaan perairan sedangkan pada sungai plankton net ditarik berlawanan arus sungai sehingga air sungai langsung tersaring. Sampel air yang berisi
plankton diambil sebanyak 330 ml kemudian disimpan pada suhu <4°C merujuk pada Risuana dkk. (2017).
-
2.4 Analisis Data
-
2.4.1. Analisis Logam Berat
-
Analisis logam berat dilakukan pada Laboratorium Analitik Universitas Udayana. Metode yang digunakan adalah metode pengabuan basah atau destruksi basah dengan analisis Inductively Coupled Plasma Emission (ICPE) merujuk pada APHA Standard Method 22nd Edition. Pengabuan basah menggunakan asam nitrat untuk mendestruksi agar mengindari hilangnya mineral dalam proses penguapan.
-
2.4.2. Logam Berat pada Air
Preparasi sampel merujuk pada APHA Standard Method 22nd Edition. Logam berat pada air dianalisis dengan menambahkan asam nitrat (HNO3) sebanyak 15 ml pada 250 ml sampel air laut pada gelas beaker. Larutan tersebut lalu dipanaskan dengan hotplate pada suhu 420°C. Pemanasan dilakukan selama 5-10 menit sampai larutan tersisa 25 ml. Larutan hasil pemanasan dimasukkan pada botol polyethylene kemudian dianalisis kandungan logam berat Pb dengan ICPE.
-
2.4.3. Logam Berat pada Plankton
Pengukuran logam berat pada plankton merujuk pada prosedur Putri dan Purwiyanto (2016). Plakton terlebih dahulu dipisahkan dengan material lain dengan pemberian larutan gula. Larutan gula dibuat dengan mencampurkan gula 30% dan aquades 70%. Sampel plankton dimasukkan pada 2-liter larutan gula kemudian diaduk dan ditunggu hingga 1.5-2 jam, plankton yang mengapung pada permukaan air disedot dengan selang berukuran 0.5 cm. Selanjutnya plankton disaring dengan sterile membrane filters cellulose nitrate Whatman pore size 0.45 μm yang sudah ditimbang terlebih dahulu. Kertas saring yang berisi plankton diberikan label sesuai titik penelitian kemudian di keringkan dalam oven dan ditimbang kembali untuk mengetahui berat kering dari plankton.
Kertas saring dimasukkan pada gelas beaker dan ditambahkan 10 ml H2SO4 dan 10 ml HNO3. Campuran tersebut kemudian dipanaskan dengan
suhu 420°C dan secara bertahap ditambahkan 1-2 ml HNO3 dalam pemanasan 5-10 menit sampai larutan tidak gelap. Aquades ditambahkan sebanyak 10 ml dan dipanaskan kembali hingga mendidih. Larutan didiamkan hingga dingin kemudian diencerkan dengan aquades hingga menjadi 25 ml. Larutan ditempatkan pada botol polyethylene lalu dianalisa kandungan logam berat menggunakan ICPE.
-
2.4.4. Bioakumulasi Logam Berat Pb
Bioakumulasi logam berat Pb pada plankton dianalisis menggunakan BCF (Bioconcentration Factor) atau faktor biokonsentrasi dilakukan dengan perbandingan konsentrasi logam Pb pada plankton dengan konsentrasi logam Pb pada air. Faktor biokonsentrasi dihitung dengan rumus (Connel and Miller, 2006):
BCF = KB
CW
(1)
dimana BCF adalah faktor biokonsentrasi; KB merupakan konsentrasi logam berat Pb pada plankton; dan CW merupakan konsentrasi logam berat pada air.
Nilai BCF akan menunjukkan kemampuan organisme dalam mengakumulasi logam berat. Kemampuan akumulasi dikatakan tinggi jika nilai BCF >1 sedangkan nilai BCF <1 maka kemampuan akumulasi logam berat rendah (Franchini et al., 2015).
-
2.4.5. Analisis Distribusi Spasial
Data logam berat Pb di perairan dan di plankton yang telah diperoleh kemudian dianalisis secara spasial menggunakan software QGIS dengan metode interpolasi IDW. Metode IDW dirumuskan sebagai berikut (Azpurua and Ramos, 2010):
N
Z = ∑ ωiZi i-1
(2)
dimana Zi (I = 1, 2, 3,…N) adalah data ketinggian yang selanjutnya akan diinterpolasi dengan total titik; dimana ωi dirumuskan sebagai berikut:
hi- p ω. =-----i-------
in
∑ j=0 hJ p
(3)
dimana p adalah power parameter; dan hj adalah jarak sebaran dari titik ke titik interpolasi yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
hi = (xχ - χi )2+(y - yi )2 (4)
dimana (x,y) adalah koordinat interpolasi; dan (xi,yi) merupakan koordinat dari semua titik.
Berdasarkan hasil analisis konsentrasi timbal pada permukaan perairan di 30 titik diperoleh hasil berkisar dari 0.001 - 0.053 mg/L dengan rata-rata 0.0153 mg/L dapat dilihat pada Gambar 2. Hasil ini lebih besar jika dibandingkan dengan penelitian Kusuma dkk. (2015) di Teluk Jakarta, dimana konsentrasi timbal berkisar antara 0.006 – 0.016 mg/L dengan rata-rata 0.011 mg/L dan Arifin (2011) di Teluk Kelabat sebesar 0.003 – 0.005 mg/L. Hal ini diduga disebabkan oleh karakteristik Teluk Benoa yang memiliki pertukaran masa air laut yang rendah (Hendrawan and Asai, 2014). Rendahnya pertukaran masa air diduga menyebabkan logam berat yang masuk ke perairan Teluk Benoa memiliki waktu tinggal lebih lama.
Konsentrasi timbal tertinggi ditemukan pada titik satu yang mewakili muara Sungai Loloan sebesar 0.053 mg/L. Tingginya konsentrasi timbal pada muara Sungai Loloan diduga diakibatkan oleh tingginya buangan limbah pada lokasi tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian Suteja dan Dirgayusa (2018), yang mengungkapkan bahwa daerah Sungai Loloan mendapatkan masukan limbah yang intens dari darat. Selain itu lokasi ini memiliki bahan organic terlarut yang sangat tinggi (Yuspita dkk., 2018). Maslukah (2013), menyatakan bahwa logam berat sangat mudah berikatan dengan bahan organik. Logam berat berikatan dengan bahan organik menyebabkan logam berat semakin cepat turun ke sedimen. Material yang terendapkan dapat teresuspensi ke permukaan akibat dari topografi yang dangkal (Hendrawan dkk., 2016)
Pada bagian tengah teluk terlihat konsentrasi timbal tinggi, hal ini diduga diakibatkan oleh kondisi pengambilan sampel saat pasang menuju surut sehingga partikel terbawa ke tengah teluk. Daerah muara Sungai Badung juga merupakan lokasi yang memiliki konsentrasi timbal yang tinggi, tingginya konsentrasi pada titik ini diduga diakibatkan oleh minyak yang banyak terdapat di permukaan perairan pada lokasi ini berdasarkan
observasi visual pada saat pengambilan sampel. Minyak mengandung timbal dalam bentuk tetraethyl lead yang berfungsi sebagai pendongkrak nilai oktan bahan bakar dan sebagai pencegah ledakan atau antiknock pada pembakaran dalam mesin (Patil et al., 2016).
Analisis konsentrasi logam berat pada sungai menunjukkan bahwa masukan dari sungai juga mempengaruhi konsentrasi timbal di perairan Teluk Benoa dimana konsentrasi timbal pada sungai berkisar antara 0.001 - 0.008 mg/L. Konsentrasi ini termasuk rendah dibandingkan dengan perairan teluk, hal ini diduga disebabkan oleh sungai yang merupakan perairan tawar sehingga massa jenis logam berat yang jauh lebih besar menyebabkan molekul logam berat lebih cepat turun ke sedimen. Pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian (Mwanuzi and Smedt, 1999), yang menyatakan bahwa distribusi logam berat dipengaruhi oleh salinitas.
Konsentrasi timbal yang mewakili perairan permukaan di pelabuhan berkisar antara 0.014 -0.027 mg/L. Nilai ini telah melebihi baku mutu yang ditetapkan oleh MNLH (2004), tentang baku mutu air laut pada air laut untuk biota laut hidup di dalamnya yaitu sebesar 0.008 mg/L. Namun masih dibawah baku mutu perairan pelabuhan sebesar 0.05 mg/L oleh peraturan yang sama. Berdasarkan penelitian Siaka (2016), sumber masukan timbal pada Pelabuhan Benoa terjadi di lokasi bersandarnya kapal, dimana timbal dihasilkan dari cat badan kapal, kegiatan marina dan sisa gas pembakaran solar.
Logam berat cenderung berikatan dengan partikel sehingga sedikit ditemukan logam berat pada kondisi terlarut. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Najamuddin et al. (2017), yang menunjukkan bahwa timbal dalam bentuk partikel lebih tinggi konsentrasinya dibandingkan dengan timbal terlarut. Hidayat (2012), menyatakan bahwa logam berat memiliki kemampuan yang tinggi untuk menyerap atau berikatan dengan partikel. Hal ini diduga menjadi penyebab rendahnya konsentrasi timbal di beberapa bagian di perairan Teluk Benoa. Dimana Teluk Benoa merupakan perairan dengan konsentrasi TSS yang cukup tinggi. Hal ini didukung oleh penelitian Risuana dkk. (2017), dengan hasil mencapai 403.33 mg/L pada perairan teluk dan 261.33 mg/L pada sungai yang bermuara di Teluk Benoa.
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa konsentrasi timbal pada air permukaan di Teluk Benoa telah melebihi ambang baku mutu. Dimana
hasil rata-rata konsentrasi timbal pada Teluk Benoa sebesar 0.0153 mg/L sedangkan nilai baku mutu logam berat timbal yang ditetapkan oleh MNLH (2004), sebesar 0.008 mg/l pada air laut untuk biota laut hidup di dalamnya.
Gambar 2. Konsentrasi Timbal di Permukaan Perairan
-
3.2 Konsentrasi Timbal pada Plankton
Berdasarkan hasil analisis konsentrasi timbal pada plankton menunjukkan konsentrasi timbal di perairan Teluk Benoa berkisar antara 0.001 - 9.287 mg/Kg dapat dilihat pada Gambar 3. Hasil analisis menunjukkan konsentrasi timbal pada plankton dominan lebih tinggi jika dibandingkan dengan konsentrasi timbal pada air. Hasil ini sesuai dengan penelitian Wahyuni dkk. (2013), yang menunjukkan konsentrasi timbal pada plankton lebih tinggi dibandingkan dengan perairan. Konsentrasi timbal dalam plankton lebih tinggi dibandingkan dengan perairan mengindikasikan perpindahan dan akumulasi timbal dari air ke tubuh plankton (Chen et al., 2000). Keadaan ini juga diduga karena adanya peningkatan konsentrasi timbal di luar titik penelitian sehingga proses bioakumulasi mencapai titik jenuh sel pada plankton (Prasetio dkk., 2016).
Konsentrasi timbal pada plankton di area sungai berkisar antara 0.189 – 1.151 mg/Kg nilai ini relatif sama dengan penelitian Putri dan Purwiyanto (2016), yang menemukan konsentrasi timbal pada plankton di Sungai Musi sebesar 0.673 – 1.283 mg/Kg. Plankton yang terdapat pada muara sungai memiliki konsentrasi timbal yang lebih tinggi dibandingkan plankton pada area yang lain. Plankton pada muara sungai di Teluk Benoa memiliki konsentrasi yang tinggi mencapai 2.323 – 9.287 mg/Kg, nilai ini jauh lebih besar jika dibandingkan dengan penelitian konsentrasi
timbal di muara Sungai Banyuasin pada plankton Prasetio dkk. (2016), hanya berkisar antara 0.03 – 0.07 mg/Kg sedangkan pada muara sungai di Teluk Benoa konsentrasi timbal pada plankton mencapai 2.323 – 9.287 mg/Kg.
Sedangkan plankton pada sekitar pelabuhan memiliki konsentrasi timbal yang paling rendah jika dibandingkan dengan daerah lain di Teluk Benoa. Pergerakan plankton yang sangat dipengaruhi oleh arus dan gelombang menjadi salah satu faktor perbedaan konsentrasi logam berat pada plankton di Teluk Benoa. Penelitian Maharta dkk. (2019), menunjukkan pola arus di Teluk Benoa dominan bergerak keluar teluk dan kedalam teluk.
Gambar 3. Konsentrasi Timbal pada di Plankton
-
3.4 Bioakumuluasi Timbal oleh Plankton
Hasil analisis faktor bioakumulasi (BCF) timbal oleh plankton di Teluk Benoa sebesar 593.45. Mengacu pada Franchini et al. (2015), nilai ini dapat menunjukkan kemampuan organisme dalam mengakumulasi logam berat. Kemampuan akumulasi dikatakan tinggi jika nilai BCF >1 sedangkan nilai BCF <1 maka kemampuan akumulasi logam berat rendah. Dengan begitu dapat diketahui bahwa plankton memiliki kemampuan akumulasi yang sangat baik terhadap logam berat timbal (Pb). Hasil analisis bioakumulasi timbal oleh plankton di Teluk Benoa berbeda dengan hasil penelitian Prasetio dkk. (2016), dimana nilai BCF<1 yang menunjukkan bahwa kemampuan akumulasi timbal oleh plankton rendah. Namun hasil ini sejalan dengan penelitian Wahyuni dkk. (2013), yang menyatakan bahwa plankton memiliki kemampuan akumulasi yang sangat tinggi dengan nilai nilai BCF >1.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa konsentrasi timbal pada perairan Teluk Benoa berkisar antara 0.001 – 0.053 mg/L dengan rata-rata sebesar 0.0153 mg/L. Sedangkan konsentrasi logam berat timbal pada plankton ditemukan dalam jumlah lebih tinggi yaitu berkisar antara 0.001 - 9.287 mg/Kg. Nilai ini telah melebihi ambang baku yang ditetapkan oleh Surat MNLH (2004) sebesar 0.008 mg/L. Nilai faktor biokonsentrasi sebesar 593.45, yang menunjukkan kemampuan plankton dalam mengakumulasi logam berat sangat tinggi.
Ucapan terimakasih
Penulis mengucapkan terimakasih kepada reviewer atas saran dan pendapat yang membangun dalam tulisan ini. Terimaksih penulis ucapkan kepada Universitas Udayana yang telah membiayai penelitian ini dengan nomor surat 383/UN.14.2.13.II/LT/2018.
Daftar Pustaka
Adhani, R., & Husaini. (2017). Logam Berat Sekitar
Manusia. Banjarmasin, Indonesia: Lambung
Mangkurat University Press.
Anisyah, A. U., Joko, T., & Nurjazuli. (2016). Studi
Kandungan dan Beban Pencemaran LogamTimbal (Pb) pada Air Ballast Kapal Barang dan Penumpang di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 4(4), 843-851.
Antara, N. L. (2017). Pencegahan Akibat Terjadinya karat pada pipa boiler (studi kasus). Logic: Jurnal Rancang Bangun dan Teknologi, 13(3), 117-123.
Arifin, Z. (2011). Konsentrasi Logam Berat di Air, Sedimen dan Biota di Teluk Kelabat, Pulau Bangka. Jurnal Ilmu dan Teknik Kelautan Tropis, 3(1), 104-114.
Azpurua, M. A., & Ramos, K. D. (2010). A comparison of spatial interpolation methods for estimation of average electromagnetic field magnitude. Progress In Electromagnetics Research M, 14, 135-145.
BPOM. (2010). Mengenal Logam Beracun. Jakarta, Indonesia: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Chen, C. Y., Stemberger, R. S., Klaue, B., Blum, J. D., Pickhardt, P. C., & Folt, C. L. (2000). Accumulation of heavy metals in food web components across a gradient of lakes. Limnology and Oceanography, 45(7), 1525-1536.
Franchini, I. R., Hernandez, M. L., Espinosa, M. G. R., & Martinez, R. R. (2015). Bioaccumulation of Metals
Arsenic, Cadmium, and Lead in Zooplankton and Fishes from the Tula River Watershed, Mexico. Water, Air, & Soil Pollution, 227(5), 1-12.
Frederiksen, M., Edwards, M., Richardson, A. J., Halliday, N. C., & Wanless, S. (2006). From plankton to top predators: bottom‐up control of a marine food web across four trophic levels. Journal of Animal Ecolog, 75(6), 1259-1268.
Hendrawan, I. G. & Asai, K. (2014). Numerical Study on Tidal Current and Seawater Exchange in The Benoa Bay, Bali, Indoneisa. Acta Oceanol Sinica, 33(3),90-100.
Hendrawan, I. G., Uniluha, D., & Maharta, I. P. R. F. (2016). Karakteristik Total Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid) dan Kekeruhan (Turbidity) Secara Vertikal Di Perairan Teluk Benoa, Bali. Journal of Marine and Aquatic Science, 9(2), 29-33.
Hidayat, D. (2012). Kajian Sebaran Logam Berat Pb Pada Sedimen Di Muara Sungai Way Kuala Bandar Lampung. Jurnal Sains MIPA Universitas Lampung, 17(3), 115-119.
Ismawati, Y., Brosche, S., Clark, S., Emeritus, J. W., & Denney, V. (2015). Timbal dalam Cat Enamel Rumah Tangga di Indonesia. Laporan Nasional. Bali,
Indonesia: Bali Fokus Foundation.
Kusuma, A. H., Prartono, T., Atmadipoera, A. S., Arifin, T. (2015). Sebaran Logam Berat Terlarut dan
Terendapkan di Perairan Teluk Jakarta pada Bulan September 2014. Jurnal Teknologi Perikanan dan
Kelauran, 6(1), 41-49.
Lasut, M. T. (2009). Proses bioakumulasi dan biotransfer merkuri (Hg) pada organisme perairan di dalam wadah terkontrol. Jurnal Matematika dan Sains, 14(3), 89-95.
Latifah, R. N., Ernia, R., Yulianto E. R., Pramono E. (2014). Pemanfaatan Α – Keratin Bulu Ayam Sebagai Adsorpsi Ion Pb Dalam Limbah Tekstil. ALCHEMY jurnal penelitian kimia, 10(1), 11-21
Maharta, I. P. R. F., Hendrawan, I. G., & Suteja, Y. (2019). Prediksi Laju Sedimentasi di Perairan Teluk Benoa Menggunakan Pemodelan Numerik. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 5(1), 44-54.
Mardani, N. P. S., Restu, I. W., & Sari, A. H. W. (2018). Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Badan Air dan Ikan di Perairan Teluk Benoa, Bali. Current Trends in Aquatic Science, I(I), 104111.
Maslukah, L. (2013). Hubungan antara Konsentrasi Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn dengan Bahan Organik dan Ukuran Butir dalam Sedimendi Estuari Banjir Kanal Barat, Semarang. Buletin Oseanografi Marina, 2(3), 55–62.
MNLH. (2004). Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut. Jakarta-Indonesia: Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Mwanuzi, F., & Smedt, F. D. 1999. Heavy metal
distribution model under estuarine mixing. Hydrological Processes, 13(5), 789-804.
Najamuddin, Prartono, T., Sanusi, H. S., & Nurjaya, I. W. (2017). Fate of Heavy Metals Pb and Zn in the West Season at Jeneberang Estuary, Makassar. Indonesian Journal of Marine Sciences, 22(3), 126-136.
Patil, A. R., Ragit, S. S., & Kundu, K. (2016). Study of Gasoline Fuel blended with Composite Additive by Chemical Analysis. International Journal of Latest Trends in Engineering and Technology (IJLTET), 7(2), 9397.
Prasetio, H., Purwiyanto, A. I. S., & Agussalim, A. (2016). Analisis Logam Berat Timbal (Pb) dan Tembaga (Cu) dalam Plankton di Muara Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Maspari Journal, 8(2), 73-82.
Putri, W. A. E., & Purwiyanto, A. I. S. (2016).
Konsentrasi Cu dan Pb dalam Air dan Plankton di Sungai Musi Bagian Hilir. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 8(2), 773-780.
Risuana, I. G. S., Hendrawan, I. G., & Suteja, Y. (2017). Distribusi Spasial Total Padatan Tersuspensi Puncak Musim Hujan Di Permukaan Perairan Teluk Benoa, Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 3(2), 223232.
Safrianti, I., Wahyuni, N., & Zaharah, T. A. (2012). Adsorpsi timbal (II) oleh selulosa limbah jerami padi teraktivasi asam nitrat: pengaruh pH dan waktu
kontak. Jurnal Kimia Khatulistiwa, 1(1), 1-7.
Siaka, I. M. (2016). Korelasi Antara Kedalaman Sedimen di Pelabuhan Benoa dan Konsentrasi Logam Berat Pb dan Cu. Jurnal Kimia, 2(2), 61-70.
Suprihatin, I. E., Manurung, M., & Mayangsari, D. (2014). Logam Kromium (Cr) dan Seng (Zn) dalam Akar, Batang, dan Daun Tumbuhan Mangrove Rhizophora apiculata di Muara Sungai Badung. Jurnal Kimia, 8(2), 178-182.
Suteja, Y. (2017). Muara Tukad Mati Darurat Pencemaran Logam Berat Kromium. [online] Scientific News
Magazine Unud,
(https://scimag.unud.ac.id/posts/muara-tukad-mati-darurat-pencemaran-logam-berat-kromium), [diakses: 9 September 2018]
Suteja, Y., & Dirgayusa, I. G. N. P. (2018). Detection of Eutrophication in Benoa Bay- Bali. Omni-Akuatika, 14(3), 18-25.
Suwandewi, A. A. S. I. A., Suprihatin, I. E., & Manurung, M. (2013). Akumulasi Logam Kromium (Cr) dalam Sedimen, Akar, dan Daun Mangrove Avicenia marina di Muara Sungai Badung. Jurnal Kimia, 7(2), 181-185.
Taguge, A., Olii, A. H., & Panigoro, C. (2014). Studi Status Kandungan Logam Berat Timbal di Perairan Sekitar Pelabuhan Kota Gorontalo. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, II(1), 1-17.
Tao, Y., Yuan, Z., Xiaona, H., & Wei, M. (2012).
Distribution and bioaccumulation of heavy metals in aquatic organisms of different trophic levels and potential health risk assessment from Taihu lake, China. Ecotoxicology and Environmental Safety, 81, 55– 64.
Wahyuni, H., Sasongko, S. B., & Sasongko, D. P. (2013). Konsentrasi logam berat di perairan, sediment dan biota dengan faktor biokonsentrasinya di Perairan Batu Belubang, Kab Bangka Tengah. Media Komunikasi Rekayasa Proses dan Teknologi Tepat Guna, 9(2), 8-18.
Yudo, S. (2006). Kondisi pencemaran logam berat di perairan sungai DKI Jakarta. Jurnal Air Indonesia, 2(1), 1-15.
Yuspita, N. L. E., Putra, I. D. N. N., & Suteja, Y. (2018). Bahan Organik Total dan Kelimpahan Bakteri di Perairan Teluk Benoa, Bali. Journal of Marine and Aquatic Science, 4(1), 129-140.
© 2020 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).
J. Mar. Aquat. Sci. 6: 133-139 (2020)
Discussion and feedback