Journal of Marine and Aquatic Sciences 6(1), 36-42 (2020)

Kajian Kualitas Air Muara Sungai Musi Sumatera Selatan

Wike Ayu Eka Putri a*, Melki a

a Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas MIPA, Universitas Srwijaya, Jl. Raya Palembang-Prabumulih Km. 32, Inderalaya, Sumatera Selatan, Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +62-85263697676

Alamat e-mail: [email protected]

Diterima (received) 7 Februari 2019; disetujui (accepted) 29 Agustus 2020; tersedia secara online (available online) 30 Agustus 2020

Abstract

The Musi River Downstream filled with a variety of activities that potential to cause degradation of environmental quality. This condition can be seen from the color of the waters that tend to be cloudy. This condition can be an indicator that there has been polluted. This study was aimed to explore information about the quality waters of Musi River Estuary from several chemical parameters. Water sampling was conducted in July 2011 at the Musi River Estuary which was divided into 7 research stations. The results showed that nitrate concentrations during tides and lows ranged from 0.01-0.0.9 mg / L, phosphate 0.13-0.14 mg L-1, TSS 30-185 mg L-1, ammonia 0.03-0, 11 mg L-1, TOM 9,48-18,96 mg L-1 and dissolved oxygen 3,32-11,60 mg L-1. Ammonia, dissolved oxygen and TOM parameters are still good and feasible for organism while nitrate, phosphate and TSS have exceeded the permissible threshold for marine life.

Keywords: ammonia; Musi River estuary; nitrate; phosphate; water quality

Abstrak

Sungai Musi bagian hilir dipadati oleh beragam aktivitas masyarakat yang berpotensi menyebabkan terjadinya degradasi kualitas lingkungan. Hal ini terlihat dari warna perairan yang cenderung keruh yang dapat menjadi indikator telah terjadi tekanan terhadap ekosistem. Tujuan penelitian ini adalah menggali informasi tentang kualitas perairan Muara Sungai Musi dilihat dari beberapa parameter kimia. Pengambilan sampel air dilakukan bulan Juli 2011 di Muara Sungai Musi yang dibagi menjadi 7 stasiun penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi nitrat saat pasang dan surut berkisar antara 0,01-0,09 mg/L, fosfat 0,13-0,14 mg/L, TSS 30-185 mg/L, amonia 0,03-0,11 mg/L, TOM 9,48-18,96 mg/L dan oksigen terlarut 3,32-11,60 mg/L. Parameter amonia, oksigen terlarut dan Bahan Organik Total (TOM) masih baik dan layak untuk kehidupan organisme sedangkan nitrat, fosfat dan total padatan tersuspensi (TSS) telah melebihi ambang batas yang diperkenankan untuk kehidupan biota laut.

Kata Kunci: amonia; fosfat; kualitas air; Muara Sungai Musi; nitrat

  • 1.    Pendahuluan

Sungai Musi merupakan salah satu sungai terbesar di Provinsi Sumatera Selatan yang membentang sejauh 670 km, melewati dua provinsi yaitu Provinsi Bengkulu dan Sumatera Selatan. Ragam kegiatan pemanfaatan kawasan dapat kita jumpai di sepanjang aliran sungai, mulai dari kegiatan pertanian dan perkebunan di daerah hulu, kegiatan penambangan emas dan pasir di bagian tengah hingga aktivitas industri, pelabuhan, transportasi dan pemukiman yang memadati kawasan hilir terutaman Kota Palembang hingga darah muara.

Ragam aktivitas tersebut dikhawatirkan memberikan dampak terhadap penurunan kualitas lingkungan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kehidupan organisme didalamnya. Utamanya adalah terhadap sumberdaya perikanan yang menjadi sumber protein masyarakat. BRPPU (2010) menyebutkan bahwa Sungai Musi mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi dengan jenis organisme air yang bernilai ekonomis antara lain ikan, krustasea, moluska, reptil, dan lain sebagainya. Menurut Utomo dkk. (2007), jenis ikan yang terdapat di sungai Musi sekitar 125 jenis yang tersebar dari hulu hingga hilir. Seluruh jenis ikan

tersebut mendiami berbagai tipe habitat perairan umum di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi mulai dari rawa banjiran, anak sungai, danau, estuaria dan sungai utama. Lebih lanjut dan rinci, menurut Husnah dkk. (2008), jumlah jenis ikan yang terdapat di Sungai Musi bagian hilir termasuk estuaria sebanyak 98 jenis.

Potensi sumberdaya ikan yang tinggi di Sungai Musi disebabkan karena memiliki anak sungai yang banyak dan rawa banjiran yang luas. Demikian juga dengan kawasan muara, ragam organisme estuaria ditemukan dalam jumlah berlimpah. Oleh sebab itu kawasan muara yang terletak di Pesisir Banyuasin juga dipadati oleh aktivitas penangkapan ikan, baik penangkapan ikan secara aktif maupun pasif. Ratusan nelayan menggantungkan hidupnya pada kegiatan menangkap ikan dan organisme ekonomis lainnya. Bahkan Pesisir Banyuasin Menjadi sentra penangkapan ikan di Provinsi Sumatera Selatan.

Maraknya kegiatan pemanfaatan lahan di sepanjang aliran sungai dikhawatirkan menjadi penyebab menurunnya kualitas air sehingga pada akhirnya akan berdampak terhadap menurunnya hasil tangkapan nelayan. Oleh karena itu menjadi penting untuk menjaga dan memelihara kondisi kualitas air agar kehidupan organisme di dalamnya juga terpelihara dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk menggali informasi tentang kualitas air Sungai Musi bagian hilir dilihat dari parameter kimia perairan yaitu nitrat, fosfat,

amonia, Bahan Organik Total (TOM), oksigen terlarut (DO) dan total padatan tersuspensi (TSS). Selain menjadi tambahan referensi, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi acuan bagi pengelolaan lingkungan perairan pada masa-masa yang akan datang.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Tempat

Pengambilan sampel dilakukan pada musim kemarau di Muara Sungai Musi yang dibagi menjadi tujuh stasiun. Stasiun 1 terletak di dalam Sungai Musi (daerah Upang) yang merupakan daerah padat penduduk dan aktivitas perkapalan. Stasiun 2-4 berada di muara Sungai Musi (daerah Sungsang) dan stasiun 5-7 mengarah ke laut di sekitar Tanjung Carat (Gambar 1).

  • 2.2    Prosedur Pengumpulan dan Analisa Data

Parameter kualitas air yang diukur dalam penelitian ini adalah nitrat, amonia, fosfat, TOM, oksigen terlarut dan TSS. Pengambilan sampel dilakukan saat pasang dan surut. Pengukuran oksigen terlarut dilakukan saat pengambilan sampel menggunakan DO meter. Pengukuran parameter lainnya, sampel air diambil pada lapisan permukaan masing-masing sebanyak 250 ml dan disimpan pada suhu 40 C untuk selanjutnya di analisa di laboratorium merujuk. Pengukuran

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian


konsentrasi nitrat dilakukan sesuai prosedur metode uji Clescerl et al. (1999), Section 4500-NO3 dengan panjang gelombang 220 nm dan 275 nm, pengukuran konsentrasi fosfat sesuai prosedur Clescerl et al. (1999), Section 4500 PB.5 & 4500-PD pada panjang gelombang 702,8 nm. Adapun penentuan kadar amonia dilakukan dengan metode spektrofotometer secara fenat (SNI 06-6989.30-2005) dengan panjang gelombang 640 nm demikian juga dengan pengukuran konsentrasi TOM dilakukan sesuai prosedur metode uji SNI 06-6989.22.2004. Terakhir adalah TSS yang merujuk pada SNI 066989.3-2004.

Data yang didapatkan selama penelitian ditabulasikan dalam tabel dan gambar, untuk mengetahui status lingkungan perairan Sungai Musi bagian hilir dilakukan analisis dengan cara membandingkannya dengan nilai standar baku mutu air laut untuk biota laut (MNLH, 2004).

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

Kualitas air merupakan faktor penting dalam keberlanjutan suatu ekosistem. Kerusakan suatu ekosistem dapat berawal dari menurunnya kualitas air yang berdampak terhadap organisme yang mendiami ekosistem tersebut. Parameter yang dapat mengukur kualitas perairan diantaranya adalah oksigen, unsur hara, bahan organik dan TSS. Berikut disajikan konsentrasi parameter kualitas air selama penelitian (Tabel 1).

  • 3.1    Konsentrasi Nitrat (NO3)

Senyawa nitrogen merupakan senyawa yang sangat penting bagi organisme karena diperlukan dalam sintesis molekul-molekul protein kompleks.

Senyawa nitrogen yang ditemukan melimpah di perairan adalah nitrat, menyusul nitrit dan ammonia. Hasil penelitian (Gambar 2) menunjukkan bahwa konsentrasi nitrat selama penelitian berkisar antara 0,01 (Stasiun 1)-0,08 mg/L (Stasiun 7) saat pasang dan 0,003 (Stasiun 1 dan 2)0,008 mg/L (Stasiun 7) saat surut. Angka ini lebih kecil dibandingkan hasil penelitian BRPPU (2010) yang menyebutkan bahwa kandungan nitrat di Sungai Musi Bagian hilir hingga muara berkisar antara 1,97-3,13 mg/L. Secara umum terlihat bahwa konsentrasi nitrat bervariasi antara stasiun penelitian dan terdapat kecenderungan peningkatan konsentrasi pada stasiun yang mengarah ke laut. Pada periode pasang dan surut, tidak ditemukan variasi konsentrasi nitrat.

Gambar 2. Konsentrasi nitrat saat pasang dan surut

Berdasarkan MNLH (2004) konsentrasi nitrat yang sesuai untuk kehidupan biota laut adalah kecil dari 0,008 mg/L sehingga dapat disimpulkan bahwa konsentrasi nitrat di Muara Sungai Musi telah melebihi baku mutu yang diperkenankan. Terdapat beberapa hal yang memicu tingginya konsentrasi nitrat di kolom perairan diantaranya adalah masukan dari limbah antropogenik.

Tabel 1

Konsentrasi bahan organik, unsur hara, oksigen dan TSS di Muara Sungai Musi

No.

Parameter (mg/L)

Kondisi Pasang Surut

Stasiun

1

2

3

4

5

6

7

1

NO3

Pasang

0,01

0,03

0,05

0,03

0,10

0,05

0,08

Surut

0,03

0,03

0,05

0,05

0,05

0,06

0,08

2

NH3

Pasang

0,08

0,05

0,06

0,05

0,03

0,07

0,03

Surut

0,10

0,03

0,05

0,06

0,10

0,04

0,04

3

PO

Pasang

0,14

0,14

0,14

0,14

0,14

0,13

0,14

Surut

0,14

0,14

0,14

0,14

0,14

0,13

0,14

4

TOM

Pasang

10,74

10,79

10,74

9,48

16,43

18,96

11,37

Surut

14,53

12,64

12,64

15,8

18,96

16,43

15,80

5

DO

Pasang

7,20

7,80

8,76

5,15

8,56

11,6

10,11

Surut

7,50

6,69

3,32

6,84

3,99

7,50

5,20

6

TSS

Pasang

130

70

40

40

60

70

30

Surut

110

145

185

120

75

80

60


Beberapa kegiatan yang diduga berperan dalam meningkatkan konsentrasi nitrat di Sungai Musi adalah aktivitas pabrik pupuk dan kegiatan pertanian serta perkebunan yang terdapat di sepanjang aliran DAS Musi. Nasir dkk. (2018), menyebutkan bahwa kegiatan pertanian, rumah tangga dan pertambakan telah memberikan banyak pasokan nutrien (N-P) di sepanjang aliran Sungai Pangkep Sulawesi Selatan. Konsentrasi nitrat di perairan Muara Sungai Musi ditemukan lebih rendah dibandingkan beberapa perairan muara lainnya di Indonesia. Hasil penelitian Oktaviani dkk. (2015), menemukan konsentrasi nitrat di Perairan Muara Sungai Banjir Kanal Barat Semarang berkisar antara 0,3076 mg/L-0,6145 mg/L dan penelitian Simbolon (2016) di Perairan Pesisir Tangerang menemukan konsentrasi nitrat rata-rata 0,007 mg/L. Hasil penelitian Raharjo dkk. (2016), menemukan konsentrasi nitrat di perairan Pantai Slamaran Pekalongan berkisar 0,3325-0,6821 mg/L. Lebih lanjut disebutkan bahwa hal ini mengindikasikan perairan Pantai Slamaran telah mengalami pengkayaan nitrogen atau nitrat yang disebabkan oleh aktivitas masyakarat Kota Pekalongan yang banyak membuang limbah mengandung nitrat ke Sungai Banger.

  • 3.2    Konsentrasi Amonia (NH3)

Selain nitrat, senyawa nitrogen lain yang bersifat toksik adalah amonia yang banyak terdapat dalam proses produksi urea, industri bahan kimia serta industri bubur kertas. Sumber amonia di perairan adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air yang berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) oleh mikroba dan jamur yang dikenal dengan istilah amonifikasi (Effendi, 2003). Gambar 3 menunjukkan konsentrasi amonia saat pasang berkisar 0,03 (Stasiun 7)-0,08 mg/L (Stasiun 1), dan 0,03 (Stasiun 2)-0,10 mg/L (Stasiun 1) saat surut.

Gambar 3. Konsentrasi amonia saat pasang dan surut.

Amonia bersifat toksik bagi biota yang hidup di perairan karena akan mengganggu proses pengikatan oksigen oleh darah. Secara keseluruhan terlihat kandungan amonia di Perairan Muara Sungai Musi ini masih memenuhi baku mutu air laut yaitu kecil dari 0,3 mg/L (MNLH, 2004). The European Inland Fisheries Advisory Comission (1973 dalam Boyd, 1982) menyebutkan bahwa konsentrasi amonia yang bersifat toksik bagi sebagian besar biota perairan berkisar 0,6-2 mg/L. Hasil penelitian BRPPU (2010) menemukan konsentrasi amonia yang lebih tinggi di sepanjang aliran Sungai Musi bagian hilir yang berkisar antara 0,63-3,09 mg/L. Adapun Windusari dan Sari (2015) menemukan konsentrasi amonia di Sungai Musi (sekitar Kota Palembang) berkisar antara 0,8-0,9 mg/L. Demikian juga dengan hasil penelitian Prianto dkk. (2017), di Muara Banyuasin, bahwa konsentrasi amonia berkisar antara 1,75-4,25 mg/L (bulan April); 0,025-0,27 mg/L (bulan Juni) dan 0,310,48 mg/L (bulan Agustus). Fluktuasi konsentrasi amonia di kolom perairan dapat disebabkan oleh perbedaan waktu pengambilan sampel, selain itu musim dan curah hujan diduga berperan penting melarutkan sejumlah komponen kimia di perairan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa peningkatan konsentrasi amonia ini disebabkan dengan kegiatan pertanian, perkebunan, industri dan pemukiman yang terdapat di sekitar kawasan tersebut.

  • 3.3    Konsentrasi Fosfat (PO4)

Fosfor adalah unsur hara yang diperlukan oleh tumbuhan untuk berfotosintesis selain nitrogen. Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi fosfat saat pasang dan surut relatif homogen antar stasiun pengamatan dan antar periode pasang dan surut yaitu berkisar antara 0,13-0,14 mg/L (Gambar 4). Berdasarkan MNLH (2004), kandungan fosfat yang sesuai dengan baku mutu air laut untuk biota laut adalah kecil dari 0,015 mg/L sehingga dapat disimpulkan konsentrasi fosfat di Perairan Muara Sungai Musi sudah tidak sesuai dan layak bagi kehidupan biota didalamnya. Angka ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian BRPPU (2010) yang menemukan konsentrasi fosfat di Sungai Musi bagian hilir berkisar antara 0-1 mg/L, demikian juga dengan hasil penelitian Windusari dan Sari (2015) yang menemukan konsentrasi fosfat di Sungai Musi (yang melintasi Kota Palembang) berkisar antara 0,4-0,93 mg/L. Chester (1990) menyatakan bahwa fosfat di perairan sungai dan estuari bersumber dari

pengikisan mineral kerak bumi dan kegiatan antropogenik seperti limbah perkotaan dan pertanian serta polifosfat yang terdapat pada deterjen.

Gambar 4. Sebaran fosfat saat pasang dan surut.

  • 3.4    Konsentrasi Bahan Organik Total (TOM)

Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi rata-rata TOM relatif seragam antar stasiun penelitian dengan kisaran rata-rata saat pasang adalah 9,4818,96 mg/L. Nilai tertinggi ditemukan di Stasiun 6 dan terendah di Stasiun 4. Pada saat surut, kisaran rata-rata TOM adalah 12,64-18,96 mg/L dengan nilai tertinggi ditemukan di Stasiun 5 dan terendah di Stasiun 2 dan 3. Secara umum terlihat konsentrasi TOM bervariasi antara pasang dan surut pada semua stasiun penelitian.

ιl ι∣ Ihl ll Ihl -

1       2       3       4       5       6       7

Stasiun

Gambar 5. Sebaran TOM saat pasang dan surut.

Pencemaran bahan organik dapat menurunkan kadar oksigen terlarut secara drastis sehingga mengakibatkan kematian biota sekitarnya. Secara prinsip, pencemaran perairan oleh limbah organik yang mudah terurai tidak menimbulkan masalah yang berarti seandainya didukung oleh daya asimilasi perairan yang baik seperti kondisi hidrodinamika yang dinamis (proses percampuran massa air dan pembilasan berjalan baik).

  • 3.5    Konsentrasi Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen adalah salah satu gas terlarut di perairan alami dengan kadar bervariasi yang dipengaruhi

oleh suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer. Selain diperlukan untuk kelangsungan hidup organisme di perairan, oksigen juga diperlukan dalam proses dekomposisi senyawa-senyawa organik menjadi senyawa anorganik.

Gambar 6 menunjukkan sebaran oksigen terlarut saat pasang dan surut di Perairan Muara Sungai Musi hampir seragam. Konsentrasi rata-rata oksigen terlarut saat pasang berkisar 5,16 (Stasiun 4)-11,60 (Stasiun 6) mg/L dan saat surut berkisar 3,32 (Stasiun 3)-7,50 mg/L (Stasiun 6). Secara umum konsentrasi oksigen terlarut bervariasi antar stasiun penelitian dan antar pasang dan surut. Nilai oksigen terlarut lebih tinggi saat pasang dibandingkan surut namun variasinya masih dalam kisaran normal. Bervariasinya nilai oksigen terlarut bisa disebabkan oleh banyak faktor seperti keberadaan bahan organik, proses difusi dari atmosfer, kekeruhan dan keberadan fitoplankton. Clingan and Norton (1987), menyebutkan bahwa proses dekomposisi bahan-bahan organik menjadi bahan anorganik mampu mereduksi jumlah oksigen terlarut di perairan selain juga dapat menimbulkan terjadinya pengkayaan nutrien (enrichment) di perairan. Faktor kekeruhan juga berpengaruh terhadap kandungan oksigen, tingkat kekeruhan yang tinggi menyebabkan proses fotosintesis berlangsung terbatas dan oksigen yang dihasilkan juga sedikit.

■ Pasang

■ Surut

Gambar 6. Sebaran DO saat pasang dan surut.

Berdasarkan baku mutu air laut untuk biota laut, secara keseluruhan oksigen terlarut di sekitar Perairan Sungsang masih memenuhi syarat untuk kehidupan biota yaitu > 5 mg/L (MNLH, 2004). Ditambahkan oleh Clingan and Norton (1987), bahwa level kritis untuk oksigen terlarut adalah dibawah 2 mg/L yang dinamakan kondisi hypoxic.

  • 3.6    TSS

Keberadaan total padatan tersuspensi (TSS) di perairan mempengaruhi intensitas cahaya matahari

ke dalam badan air. Persoalan kekeruhan sering menimbulkan permasalahan di estuaria karena peran estuari sebagai daerah peralihan dan pertemuan antara dua massa air yang berbeda. Konsentrasi rata-rata TSS di Perairan Muara Sungai Musi saat pasang berkisar 30 (Stasiun 7)-130 mg/L (Stasiun 1). Saat surut, konsentrasi rata-rata TSS berkisar 60 (Stasiun 7)-185 mg/L (Stasiun 3) (Gambar 7). Hasil pengukuran padatan tersuspensi menunjukkan bahwa kandungan bahan tersuspensi di Perairan Sungsang sudah melebihi baku mutu air laut yang diperkenankan untuk biota laut (< 20 mg/L) (MNLH, 2004).

Gambar 7. Sebaran TSS saat pasang dan surut.

Secara umum terlihat kandungan TSS lebih tinggi saat surut dibandingkan pasang. Saat surut, massa air yang mendominasi kawasan muara atau estuaria adalah massa air sungai yang membawa banyak muatan tersuspensi yang mengakibatkan kekeruhan meningkat. Kondisi ini sesuai dengan yang dikemukakan Chester (1990) yang menyatakan bahwa konsentrasi bahan tersuspensi pada daerah estuaria dan pantai lebih bervariasi dibandingkan laut terbuka (open ocean). Variasi ini disebabkan oleh adanya masukan dari daratan sekitar melalui sungai berupa limbah penduduk, industri dan aktivitas lainnya yang berkontribusi terhadap peningkatan nilai TSS. Peningkatan konsentrasi TSS dapat menurunkan kecerahan suatu perairan yang padaakhirnya dapat mengganggu aktivitas fotosintesis di kolom air. Angka ini jauh lebih tinggi dibanding hasil penelitian Windusari dan Sari (2015) menemukan konsentrasi TSS di Sungai Musi yang melewati Kota Palembang berkisar antara 18,6-31 mg/L. Hal ini dapat disebabkan perbedaan lokasi pengambilan sampel yang terletak di badan Sungai Musi yang melewati Kota Palembang. Adapun pada penelitian ini titik pengambilan sampel berada di kawsan muara sungai yang sangat dipengaruhi oleh aktivitas pasang dan surut.

  • 4.    Simpulan

Hasil analisa terhadap parameter nitrat, fosfat dan TSS menunjukkan bahwa ketiga parameter tersebut telah melebihi baku mutu yang diperkenankan oleh MNLH (2004). Sedangkan parameter amonia, oksigen terlarut dan TOM masih baik dan layak untuk kehidupan biota di Perairan Muara Sungai Musi.

Ucapan terimakasih

Terimakasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UNSRI karena telah memberikan kepercayaan melakukan penelitian ini. Terimakasih kepada nelayan (Pak Hendra) dan mahasiswa yang turut serta membantu selama penelitian (Theresia dan Susan Sembiring) serta Akhdia Besta Sari atas layout petanya.

Daftar Pustaka

Boyd, C. E. (1982). Water quality management for pond fish culture. Amsterdam, Netherland: Elsevier Scientific Publishing Co.

BRPPU. (2010). Perikanan Perairan Sungai Musi Sumatera Selatan. Palembang, Indonesia: Balai Riset Perikanan Perairan Umum, Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Chester, R. (1990). Marine Geochemistry. London, UK: Unwin Hyman Ltd.

Clescerl, L. S., Greenberg, A. E., & Eaton, A. D. (1999). Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater. 20th Edition. WAshington DC, USA: American Public Health Association.

Clingan, T., & Norton, M. G. (1987). Wastes in marine environment. Washington DC, US: Government Printing Office.

Effendi, H. (2003). Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Yogyakarta , Indonesia: Kanisius.

Husnah, Nurhayati, E., & Suryati, N. K. (2008). Diversity Morphological Characters and Habitat of Fish in Musi River Drainage Area, South Sumatra. Jakarta, Indonesia: Research Institute For Inland Fisheries.

MNLH. (2004). Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut. Jakarta-Indonesia:  Menteri Negara Lingkungan

Hidup.

Nasir, A., Baiduri, M. A., Hasniar. (2018). Nutrien N-P Di Perairan Pesisir Pangkep, Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 10(1), 135-141.

Oktaviani, A., Yusuf, M., & Maslukah, L. (2015). Sebaran Konsentrasi Nitrat dan Fosfat di Perairan Muara Sungai Banjir Kanal Barat, Semarang. Journal of

Oceanography, 4(1), 85-92.

Prianto, E., Husnah, H.,  &  Aprianti,  S. (2017).

Karakteristik fisika kimia perairan dan struktur komunitas zooplankton di estuari sungai banyuasin, Sumatera Selatan. BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap, 3(3), 149-157.

Raharjo, M., Muslim, & Maslukah, L. (2016). Sebaran Konsentrasi Nitrat, Fosfat Dan Klorofil-a Di Perairan

Pantai Slamaran Pekalongan. Journal of Oceanography, 5(4), 462-469.

Simbolon, A. R. (2016). Pencemaran Bahan Organik Dan Eutrofikasi Di Perairan Cituis, Pesisir Tangerang. ProLife, 3(2), 109-118.

Utomo, A. D., Muflikah, N., Nurdawati, S., Rahardjo, M. F., & Makmur, S. (2007). Ichtiofauna di Sungai Musi Sumatera Selatan. Palembang, Indonesia: Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang.

Windusari, Y., & Sari, N. P. (2015). Kualitas Perairan Sungai Musi Di Kota Palembang Sumatera Selatan. Bioeksperimen: Jurnal Penelitian Biologi, 1(1), 1-5.

© 2020 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).

J. Mar. Aquat. Sci. 6: 36-42 (2020)