Journal of Marine and Aquatic Sciences 6(1), 51-58 (2020)

Pengaruh Indian Ocean Dipole (IOD) Terhadap Produksi Penangkapan Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) di Perairan

Selat Bali

I Dewa Gede Alit Sujana a*, I Dewa Nyoman Nurweda Putra a, Ni Luh Ria Puspitha a

a Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Kampus UNUD Bukit Jimbaran, Bali 80361, Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +62-896-9905-1612

Alamat e-mail: alit_sujana@rocketmail.com

Diterima (received) 23 April 2018; disetujui (accepted) 3 September 2020; tersedia secara online (available online) 10 September 2020

Abstract

Indonesia is one of tropical country which is very vulnerable to extreme phenomena in its water, such as Indian Ocean Phenomena (IOD) that occurred in Indian Ocean. The Bali Strait is directly adjacent to the Indian Ocean in the south area. Bali Strait is a region in Indonesia that has a high potential fishery resources namely, lemuru (Sardinella lemuru). The purpose of this study is to observe correlation and influence of IOD on lemuru production in Bali Strait between 2012 - 2016. The data used in this research are lemuru data was collected from 3 fish landing base namely PPP Muncar, PPN Pengambengan and PPI Kedonganan and IOD data used Dipole Mode Index (DMI) monthly from 2012 – 2016. The calculation used correlation equation, regression of second order polynomial. The highest lemuru production during 5 years, from 2012 untill 2016 was in 2015, accounted of 27,144,784 kg and the lowest production was in 2012 accounted of 5,644,146 kg. Based on that results, the highest yield of lemuru in the transition period II (September -November) of 31,938,833 kg with an average yield of 2,129,256 kg and the lowest was in east season (June - August) of 9,216,230 with average yield of 614,415 kg. The influence of IOD Index with lemuru production in Bali Strait has a determination value (R2) of 0.0558 and has a correlation of 17.40% with a positive influence (directly proportional). It was categorized as very weak.

Keywords: Bali Strait; IOD; lemuru.

Abstrak

Indonesia merupakan negara yang sangat rentan terhadap fenomena ekstrim di perairannya. Fenomena ekstrim yang terjadi di Indonesia salah satunya adalah Fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) yang terjadi di Samudera Hindia. Selat Bali merupakan perairan yang berbatasan langsung dengan Samudra Hindia di bagian selatan. Selat Bali merupakan perairan di Indonesia yang memiliki potensi perikanan tangkap yang cukup tinggi dengan sumberdaya perikanan yaitu ikan lemuru (Sardinella lemuru). Tujuan dari penelitian ini, yaitu mengetahui hubungan dan pengaruh IOD terhadap produksi penangkapan ikan lemuru di perairan Selat Bali selama tahun 2012 - 2016. Data yang dipergunakan dalam penelitian yaitu Data ikan lemuru yang didapat dari 3 pelabuhan yaitu PPP Muncar, PPN Pengambengan dan PPI Kedonganan dan Data IOD menggunakan Dipole Mode Indek (DMI) bulanan. Perhitungan yang digunakan yaitu persamaan korelasi, regresi polynomial orde dua. Total produksi hasil tangkapan ikan lemuru selama 5 tahun dari tahun 2012 – 2016 yaitu tertinggi terdapat pada tahun 2015 sebesar 27.144.784 kg dan produksi terendah terdapat pada tahun 2012 sebesar 5.644.146 kg. Berdasarkan musiman, total hasil produksi ikan lemuru tertinggi pada musim peralihan II (September - November) sebesar 31.938.833 kg dengan rata-rata hasil sebesar 2.129.256 kg dan terendah pada musim timur (Juni - Agustus) sebesar 9.216.230 dengan rata-rata hasil sebesar 614.415 kg. Pengaruh indeks IOD dengan Produksi Penangkapan Ikan Lemuru di perairan Selat Bali memiliki nilai determinasi (R2) sebesar 0.0558 dan memiliki hubungan sebesar 17.40 % dengan pengaruh positif (berbanding lurus) dikategorikan sangat lemah.

Kata Kunci: Selat Bali; IOD; lemuru

  • 1.    Pendahuluan

Indonesia merupakan Negara Kepulauan yang memiliki luas perairan yaitu 5,9 juta km2, terdiri atas 3,2 juta km2 perairan teritorial dan 2,7 km2 perairan Zona Ekonomi Eksklusif (Lasabuda, 2013). Lokasi Indonesia sangat strategis yaitu berada diantara benua Asia dan benua Australia serta Samudera Hindia dan Samudera Pasifik (Santoso, 2015). Melihat wilayah Indonesia yang didominasi oleh perairan dibandingkan dengan daratan, tentunya Indonesia sangat rentan terhadap fenomena ekstrim di perairannya.

Fenomena ekstrim yang terjadi di Indonesia salah satunya adalah Fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) yang terjadi di Samudera Hindia. Fenomena IOD terbentuk oleh dua kutub anomali SPL, antara perairan selatan Jawa dan barat Sumatera dengan perairan Afrika (Rao et al., 2002). Fenomena ini memiliki periode yang bergantian, oleh karena itu jika terjadi perubahan pada fenomena IOD (positif dan negatif) akan dapat mengakibatkan perubahan sistem perairan di lautan Indonesia dan juga musim di Indonesia terutama pada wilayah di sekitar Samudera Hindia timur (Saji et al., 1999).

Perairan Selat Bali juga merupakan perairan yang berbatasan langsung dengan Samudra Hindia di bagian selatan (Ridha dkk., 2013). Fenomena ekstrim yaitu IOD maka akan berdampak secara langsung maupun tidak langsung pada kondisi perairan dan biota laut seperti ikan lemuru yang ada di perairan Selat Bali. Perairan Selat Bali memiliki produktivitas primer yang tinggi akibat adanya fenomena upwelling yang terjadi secara musiman yang berhubungan dengan Samudera Hindia. (Yuniarti dkk., 2013). Perairan Selat Bali merupakan suatu wilayah perairan dengan potensi tangkapan ikan pelagis terbesar, salah satunya ikan lemuru (Sardinella lemuru) (Setyohadi, 2009). Ikan lemuru yang ditemui di Selat Bali memiliki perbedaan dibandingkan ikan sejenisnya, sehingga disebut dengan nama spesies Sardinella lemuru karena hanya ditemukan di perairan Selat Bali (Susilo, 2015).

Sumberdaya perikanan lemuru merupakan komoditas perikanan yang dominan di perairan Selat Bali yang secara ekonomis bernilai tinggi dan paling banyak ditangkap oleh nelayan di kawasan tersebut (Ridha dkk., 2013). Ikan ini merupakan sumberdaya perikanan yang mempunyai peran sangat strategis, antara lain sebagai: 1) sumber pendapatan utama masyarakat nelayan setempat;

  • 2)    mobilisasi aktivitas ekonomi wilayah khususnya dalam penyerapan tenaga kerja dalam berbagai bidang usaha yakni usaha penangkapan, industri pengolahan, industri jasa transportasi dan pemasaran hasil perikanan; 3) penyedia bahan baku industri pengolahan; 4) sumber pendapatan asli daerah (PAD) (Simbolon dkk., 2011).

Berdasarkan dari permasalahan yang sudah dipaparkan, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh IOD terhadap produksi penangkapan ikan lemuru (Sardinella lemuru) di perairan Selat Bali” dengan menganalisis hubungan indeks IOD terhadap produksi penangkapan ikan lemuru di perairan Selat Bali.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Tempat

Penelitian ini dimulai dari bulan Januari 2017 sampai dengan bulan Maret 2017. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di perairan Selat Bali yang mengambil titik koordinat 8,030 LS - 8,940 LS dan 114,170BT - 115,250BT (Gambar 1).

  • 2.2    Alat dan Bahan

Dalam penelitian ini menggunakan peralatan berupa QGIS 2.14.15 untuk membuat peta penelitian dan Microsoft Excel 2010 untuk mengolah data penelitian menjadi grafik. Data yang dipergunakan dalam penelitian 5 tahun (2012 – 2016) yaitu data ikan lemuru yang didapat dari 3 pelabuhan yaitu Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Muncar, Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pengambengan dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Kedonganan dan data IOD menggunakan Dipole Mode Indek (DMI) bulanan yang didapat dari situs Japan Agency for Marine-Earth Science and Technology (JAMSTEC).

  • 2.3    Metode Pengolahan Data

    • 2.3.1.    Hasil Tangkapan Lemuru (Sardinella lemuru)

Data hasil tangkapan ikan lemuru (Sardinella lemuru) diperoleh dari hasil tangkapan yang didaratkan di tiga pelabuhan (PPP Muncar, PPN Pengambengan, dan PPI Kedonganan). Data tersebut diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 untuk mengetahui fluktuasi bulanan hasil produksi tangkapan ikan lemuru Selat Bali. Data hasil tangkapan akan ditampilkan berupa

Gambar 1. Lokasi Penelitian.


grafik time series berdasarkan jumlah tertinggi dan terendah hasil produksi tangkapan ikan bulanan.

  • 2.3.2.    Dipole Mode Indek (DMI)

Data IOD menggunakan data Dipole Mode Indek (DMI) yang diperoleh dari Japan Agency For - Marine Earth Science And Technology (JAMSTEC). Data yang diperoleh berupa indeks bulanan selama 5 tahun dari bulan Januari 2012 sampai Desember 2016. Ketika data memiliki nilai indek > 0,35 digolongkan IOD (+) sedangkan nilai indeks > -0,35 digolongkan IOD (-) (Tjasyono dkk., 2008).

  • 2.4    Analisis Data

    • 2.4.1.    Analisis Anomali

Analisis anomali produksi penangkapan ikan lemuru didapatkan dari data produksi penangkapan ikan lemuru bulan ke-i dikurangi produksi penangkapan ikan lemuru rata – rata bulan ke-i selama 5 tahun (Januari 2012 – Desember 2016).

  • 2.4.2.    Analisis Hubungan IOD dengan Hasil Produksi Penangkapan Ikan Lemuru (Sardinella lemuru)

Hubungan antara IOD dan produksi penangkapan ikan lemuru dapat dilakukan dengan analisis korelasi sederhana. Adapun rumus korelasi sederhana dapat dilihat pada persamaan 1 (Walpole, 1995) :

v  _ (χ )(y)

χyn

r = i

L 2 (χ)2      2  (y)2 ^

χ -

VI           n Jl           n J

dimana r adalah koefisien korelasi; x adalah variabel bebas (iod); dan y adalah variabel terikat (produksi penangkapan ikan lemuru).

  • 2.4.3.    Analisis Pengaruh IOD terhadap Produksi Penangkapan Ikan Lemuru (Sardinella lemuru)

Keterkaitan antara pengaruh IOD terhadap hasil produksi penangkapan ikan lemuru dilakukan dengan menggunakan analisis regresi polinomial orde 2. Bentuk umum persamaan regresi polinomial orde 2 dapat dilihat pada persamaan 2 (Walpole, 1995) :

2

Y - a Q + a 1 x + a 2 x                         (2)

dimana a0 adalah konstanta; a1a2 adalah koefisien-kofisien korelasi; Y adalah variabel terikat (produksi penangkapan); dan x adalah variabel bebas (IOD).

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Produksi Penangkapan Ikan Lemuru (Sardinella lemuru)

Total produksi hasil tangkapan ikan lemuru tertinggi terdapat pada tahun 2015 sebesar 27.144.784 kg dan produksi tangkapan ikan lemuru

terendah terdapat pada tahun 2012 sebesar 5.644.146 kg (Gambar 2). Pada musim barat (Desember – Februari) tahun 2012-2016 yaitu total hasil tangkapan ikan lemuru sebesar 23.275.916 dengan rata-rata hasil sebesar 1.551.728 kg. Pada musim peralihan I (Maret – Mei) tahun 2012 sampai 2016 yaitu total hasil tangkapan ikan lemuru sebesar 17.055.025 dengan rata-rata hasil sebesar 1.137.002 kg. Pada musim timur (Juni – Agustus) tahun 2012-2016 yaitu total hasil tangkapan ikan lemuru sebesar 9.216.230 dengan rata-rata hasil sebesar 614.415 kg. Pada musim peralihan II dari (September – November) tahun 2012-2016 yaitu total hasil tangkapan ikan lemuru sebesar 31.938.833 dengan rata-rata hasil sebesar 2.129.256 kg. Pada Gambar 3, menunjukan produksi penangkapan ikan lemuru terjadi peningkatan diatas rata-rata normal yaitu pada bulan Oktober -Desember 2014, bulan Februari – November 2015, dan bulan Januari– Juli 2016 sedangkan terjadinya penurunan dibawah rata- rata normal yaitu pada bulan Februari 2012 – Juli 2013, bulan Februari – Juni 2014, dan bulan Agustus – Desember 2016.

Dari hasil perhitungan anomali pada produksi penangkapan ikan lemuru di perairan Selat Bali pada setiap musim selama tahun 2012-2016 mengalami fluktuasi (Gambar 3). Rata – rata total hasil produksi penangkapan lemuru tertinggi pada musim peralihan II dan terendah pada musim timur (Gambar 2). Pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian dari Wujdi dkk. (2016), menyatakan produksi ikan tinggi pada musim peralihan II (bulan September hingga November) yang ditandai oleh puncak penangkapan ikan lemuru pada bulan November.

Tingginya rata-rata hasil tangkapan ikan lemuru pada musim peralihan II di perairan Selat Bali diiringi oleh peningkatan konsentrasi klorofil-a di perairan (Putra dkk., 2012). Klorofil-a merupakan salah satu pigmen fotosintesis yang paling penting bagi tumbuhan yang ada di perairan. Klorofil-a merupakan pigmen yang paling umum terdapat pada fitoplankton sehingga hasil pengukuran kandungan klorofil-a sering digunakan untuk menduga biomassa fitoplankton suatu perairan (Semedi dan Hadiyanto, 2013). Secara horizontal

Gambar 2. Total Hasil Produksi Penangkapan Ikan lemuru di perairan Selat Bali, Januari 2012 – Desember 2016


Gambar 3. Anomali Produksi Penangkapan Ikan lemuru di perairan Selat Bali, Januari 2012 – Desember 2016


kandungan klorofil-a lebih banyak ditemukan pada lapisan permukaan yang berada dekat dengan daratan karena daratan banyak memberi masukan nutien kedalam perairan yang menyebabkan suburnya perairan yang akhirnya bermanfaat bagi fitoplankton untuk melakukan aktivitas fotosintesis (Fitriya dkk., 2011). Selain itu, Menurut Setiawati dkk. (2015), menyatakan tingginya hasil tangkapan ikan lemuru karena adanya pengaruh fenomena upwelling yang terjadi perairan selatan jawa dan Selat Bali. Fenomena upwelling menyebabkan terjadinya penurunan SPL dan tingginya kandungan unsur hara yang kaya akan nutrien (nitrat dan fosfat) menuju ke permukaan perairan, sehingga nutrien dalam jumlah yang tinggi akan diikuti dengan meningkatnya kandungan klorofil-a (fitoplankton) pada daerah perairan tersebut (Kemili dan Putri, 2012).

Pada tahun 2012 – 2013 menunjukkan Anomali produksi penangkapan ikan lemuru cenderung berfluktuasi rendah dibandingkan tahun berikutnya (Gambar 3). Rendahnya hasil tangkapan ikan lemuru pada tahun tersebut diduga karena adanya pengaruh upaya penangkapan ikan yang berlebihan pada tahun sebelumnya. Menurut Listiani dkk. (2017), menyatakan pada tahun 2012 – 2013 nilai Catch Per Unit Effort (CPUE) pada ikan lemuru mengalami penurunan dikarenakan adanya upaya penangkapan pada tahun sebelumnya sangat tinggi sehingga sumberdaya ikan yang didapatkan menurun dan rendahnya nilai CPUE juga terjadi karena adanya pengaruh dari penambahan dan pengurangan baik dalam penggunaan alat tangkap maupun trip penangkapan (effort). Selain itu, menurut Prayoga dkk. (2017), dimana rendahnya hasil tangkapan

ikan diakibatkan oleh faktor alam seperti cuaca yang buruk yang mempengaruhi maupun keterbatasan alat tangkap dan sarana prasarana yang dimiliki nelayan semakin menyulitkan untuk dilakukannya proses penangkapan.

  • 3.2    Fenomena IOD (tahun 2012 – 2016)

Berdasarkan dari data Indeks IOD menunjukan bahwa selama 5 tahun dari januari 2012 – 2016 (Gambar 4) pada setiap tahunnya mengalami keadaan yang berbeda. Pada tahun-tahun tertentu nilai IOD sebagian besar mengalami fase IOD positif (indeks > 0.35), dan fase IOD negatif (indeks > –0.35) (Tjasyono dkk., 2008). Pada tahun 2012, terlihat fase IOD positif pada bulan Juli - Oktober, dan bulan Desember memiliki nilai indek berkisar 0.49 - 0.95. Pada tahun 2013, terlihat fase IOD positif ditemukan pada bulan Februari, November dan Desember yang memiliki nilai indeks 0.37 - 0.46. Pada tahun 2014, terlihat fase IOD positif ditemukan pada bulan Oktober yang memiliki nilai indeks 0.51. Pada tahun 2015, terlihat fase IOD positif pada bulan Mei – Desember memiliki nilai indek berkisar 0.46 - 0.86. Pada tahun 2016, terlihat fase IOD positif ditemukan pada bulan Januari yang memiliki nilai indeks 0.44. Pada tahun 2016 ditemukan juga fase IOD negatif pada bulan Juli yang memiliki nilai indeks -0.43.

Berdasarkan Gambar 4, menunjukan terjadinya fenomena IOD positif pada setiap tahunnya dari tahun 2012 - 2016. Anomali SPL negatif yang terjadi di perairan selatan Jawa hingga perairan barat Sumatera merupakan salah satu tanda terjadinya upwelling pada daerah tersebut pada saat fenomena IOD positif (Saji et al., 1999). Menurut


Hafizhurrahman dkk. (2015), yaitu IOD positif mengakibatkan peningkatan upwelling di selatan Bali. Menurut Safitri dkk. (2014), adanya pembangkitan upwelling membawa kandungan klorofil–a dan nitrat yang tinggi dan SPL yang rendah diduga karena pengaruh massa air yang lebih rendah dari lapisan bawah perairan. Pada tahun 2016 dapat dikatakan terjadi fenomena IOD negatif dengan nilai indek -0.43.

Menurut Hafizhurrahman dkk. (2015), Fenomena IOD negatif menyebabkan meningkatnya kondisi SPL di perairan Indonesia. Fenomena IOD negatif dicirikan dengan munculnya anomali SPL di Samudera Hindia bagian barat lebih rendah dari pada bagian timur (Saji et al., 1999). Fenomena IOD negatif juga menyebabkan melemahnya intensitas upwelling di perairan sehingga terjadi peningkatan konveksi dan mengakibatkan massa udara berkumpul di wilayah Indonesia, termasuk massa udara dari Pasifik Ekuator Timur.

Fenomena tersebut mengakibatkan curah hujan jauh di atas normal (Fitria dan Pratama, 2013). Selain itu juga, menurut Prayoga dkk. (2017), yaitu IOD negatif menyebabkan curah hujan tinggi yang menghalangi sinar matahari masuk ke perairan sehingga mengurangi efektivitas fitoplankton dalam melakukan fotosintesis.

Hal tersebut menyebabkan terjadinya penurunan produktifitas primer di suatu perairan.

Di dalam rantai makanan di laut, Fitoplankton merupakan sumber makanan bagi zooplankton dan ikan kecil. Ikan lemuru merupakan jenis ikan pemakan zooplankton. Oleh karena itu, rendah tingginya kelimpahan fitoplankton dan zooplankton di perairan tentu akan mempengaruhi kelimpahan ikan lemuru (Panjaitan, 2009).

  • 3.3    Pengaruh dan Hubungan IOD dengan Produksi Penangkapan Ikan Lemuru di Perairan Selat Bali pada Tahun 2012-2016

Berdasarkan Gambar 5, hubungan IOD dengan produksi ikan lemuru di perairan Selat Bali, diperoleh persamaan regresi polinomial y = (-2E + 06x2) + (2E + 06x) + (1E + 06) dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.0558. Hasil tersebut menunjukkan bahwa besar keterkaitan antara indeks IOD dengan produksi ikan lemuru di perairan Selat Bali yaitu 5.58%. Nilai koefisien korelasi yang diperoleh yaitu sebesar 0.1740 (berbanding lurus) yang berarti hubungan indeks IOD dengan produksi ikan lemuru di perairan Selat Bali hanya sebesar 17.40 % dengan pengaruh positif (berbanding lurus) dimana pada saat terjadinya fenomena IOD positif maka akan diikuti dengan meningkatnya produksi ikan lemuru atau saat terjadinya fenomena IOD negatif maka akan diikuti dengan menurunnya produksi ikan lemuru.

Hubungan indeks IOD dengan produksi ikan lemuru termasuk dalam kategori sangat lemah di

Gambar 5. Regresi indeks IOD dengan Produksi Ikan Lemuru di Perairan Selat Bali Januari 2012 – Desember 2016


perairan Selat Bali karena diduga dipengaruhi oleh massa air yang datang dari Samudera Hindia dan bentuk perairan Selat Bali yang lebar pada bagian selatan (Panjaitan, 2009). Menurut Hafizhurrahman dkk. (2015), menyatakan Fenomena IOD negatif juga dapat mempengaruhi karena menyebabkan intensitas upwelling yang melemah mengakibatkan kadar nutrient turun karena transport massa air yang membawa nutrient ke permukaan sangat kecil sehingga mempengaruhi perkembangan produktifitas fitoplankton. Penurunan konsentrasi klorofil-a (fitoplankton) umumnya terjadi setelah melewati puncak upwelling (Kunarso dkk., 2011).

Menurut Kemili dan Putri (2012) menyatakan IOD positif juga dapat menyebabkan durasi upwelling mengalami peningkatan sehingga produktivitas perairan Indonesia menjadi tinggi Fenomena upwelling mempengaruhi kelimpahan, komposisi, dan distribusi fitoplankton karena adanya kandungan nitrat yang relatif tinggi sehingga dapat dikatakan perairan yang subur (Barata dkk., 2014). Daerah upwelling merupakan daerah yang kaya akan zat hara. Melimpahnya kandungan konsentrasi klorofil-a pada perairan akan meningkatan produktifitas plankton, sehingga terjadinya rantai makanan yang menunjang produktifitas ikan di perairan (Saba et al., 2011; Sadly et al., 2009). Fitoplankton merupakan sumber makanan bagi zooplankton dan ikan kecil. Ikan lemuru merupakan jenis ikan pemakan zooplankton. Oleh karena itu, kelimpahan fitoplankton dan zooplankton yang tinggi di perairan meningkatkan kelimpahan ikan lemuru (Panjaitan, 2009).

  • 4.    Simpulan

Total produksi hasil tangkapan ikan lemuru selama 5 tahun dari tahun 2012 – 2016 yaitu tertinggi terdapat pada tahun 2015 sebesar 27.144.784 kg dan produksi terendah terdapat pada tahun 2012 sebesar 5.644.146 kg. Berdasarkan musiman, total hasil produksi ikan lemuru tertinggi pada musim peralihan II sebesar 31.938.833 kg dengan rata-rata hasil sebesar 2.129.256 kg dan terendah pada musim timur sebesar 9.216.230 dengan rata-rata hasil sebesar 614.415 kg. Pengaruh indeks IOD dengan Produksi Penangkapan Ikan Lemuru di perairan Selat Bali memiliki nilai determinasi (R2) sebesar 0.0558 dan memiliki hubungan sebesar 17.40 % dengan pengaruh positif (berbanding lurus) dikategorikan sangat lemah.

Ucapan terimakasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kepala pelabuhan (PPP Muncar, PPN Pengambengan, dan PPI Kedonganan) yang telah bersedia membantu dan memberikan data produksi ikan lemuru di perairan Selat Bali. Terima Kasih juga kepada teman saya yaitu Adi Swastana dan Gung Wis yang membantu memberikan saran dalam penyelesaian jurnal ilmiah ini.

Daftar Pustaka

Barata, R. B. Y., Setyono, H., & Harsono, G. (2014). Dinamika upwelling dan downwelling berdasarkan variabilitas suhu permukaan laut dan klorofil-a di perairan Selatan Jawa. Jurnal Oseanografi, 3(1), 57-66.

Fitria, W., & Pratama, M. S. (2013). Pengaruh fenomena El Nino 1997 dan La Nina 1999 terhadap curah hujan di Biak. Jurnal Meteorologi dan Geofisika, 14(2), 65-74.

Fitriya, N., Surbakti, H., & Aryawati, R. (2011). Pola Sebaran Fitoplankton serta Klorofil-a pada Bulan November di Perairan Tambelan, Laut Natuna. Maspari Journal, 3(2), 1-8.

Hafizhurrahman, I., Kunarso, & Suryoputro, A. A. D. (2015). Pengaruh IOD (Indian Ocean Dipole) Terhadap Variabilitas Nilai Serta Distribusi Suhu Permukaan Laut Dan Klorofil-a Pada Periode Upwelling Di Perairan Sekitar Bukit Badung Bali. Journal of Oceanography, 4(2), 423-433.

Kemili, P., & Putri, M. R. (2012). Pengaruh Durasi dan intensitas upwelling berdasarkan anomali suhu permukaan laut terhadap variabilitas produktivitas primer di Perairan Indonesia. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 4(1), 66-79.

Kunarso, Hadi, S., Ningsih, N. S., & Baskoro, M. S. (2011). Variabilitas suhu dan klorofil-a di daerah upwelling pada variasi kejadian ENSO dan IOD di perairan selatan Jawa sampai Timor. ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences, 16(3), 171-180.

Lasabuda, R. (2013). Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan dalam Perspektif Negara Kepulauan Republik Indonesia. Jurnal Ilmiah Platax, 1(2), 92-101.

Listiani, A., Wiajayanto, D., & Jayanto, B. B. (2017). Analisis CPUE (Catch Per Unit Effort) Dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Lemuru (Sardinella Lemuru) Di Perairan Selat Bali. Jurnal Perikanan Tangkap: Indonesian Journal of Capture Fisheries, 1(01), 1-9.

Panjaitan, A. (2009). Variabilitas Konsentrasi Klorofil-A Dan Suhu Permukaan Laut Dari Citra Satelit Aqua Modis Serta Hubungannya Dengan Hasil Tangkapan Ikan Lemuru Di Perairan Selat Bali. Skripsi. Bogor, Indonesia. Departemen Ilmu Dan Teknologi Kelautan. Fakultas

Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Prayoga, I. M. S., Putra, I. D. N. N., & Dirgayusa, I. G. N. P. (2017). Pengaruh Sebaran Konsentrasi Klorofil-a Berdasarkan Citra Satelit Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tongkol (Euthynnus sp) di Perairan Selat Bali. Universitas Udayana-Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 3(1), 30-46.

Putra, E., Gaol, J. L., & Siregar, V. P. (2012). Hubungan konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut dengan hasil tangkapan ikan pelagis utama di perairan Laut Jawa dari citra satelit MODIS. Jurnal teknologi perikanan dan kelautan, 3(2), 1-10.

Rao, S. A., Behera, S. K., Masumoto, Y., & Yamagata, T. (2002). Interannual subsurface variability in the tropical Indian Ocean with a special emphasis on the Indian Ocean dipole. Deep Sea Research Part II: Topical Studies in Oceanography, 49(7-8), 1549-1572.

Ridha, U., Hartoko, A., & Muskanonfola, M. R. (2013). Analisa sebaran tangkapan ikan lemuru (Sardinella lemuru) berdasarkan data satelit suhu permukaan laut dan klorofil-a di perairan Selat Bali. Management of Aquatic Resources Journal, 2(4), 53-60.

Saba, V. S., Friedrichs, M. A. M., Antoine, D., Armstrong, R. A., Asanuma, I., Behrenfeld, M. J., Ciotti, A. M., Dowell, M., Hoepffner, N., Hyde, K. J. W., Ishizaka, J., Kameda, T., Marra, J., Melin, F., Morel, A., O’Reilly, J., Scardi, M., Smith Jr., W. O., Smyth, T. J., Tang, S., Uitz, J., Waters, K., & Westberry, T. K. (2011). An evaluation of ocean color model estimates of marine primary productivity in coastal and pelagic regions across the globe. Biogeosciences, 8(2), 489-503.

Sadly, M., Hendiarti, N., Sachoemar, S. I., & Faisal, Y. (2009). Fishing ground prediction using a knowledgebased expert system geographical information system model in the South and Central Sulawesi coastal waters of Indonesia. International journal of remote sensing, 30(24), 6429-6440.

Safitri, W., Hariadi & Sugianto, D. N. (2014). Analisa hubungan nitrat terhadap distribusi khlorofil-a di perairan selatan Selat Bali pada musim timur. Journal of Oceanography, 3(1), 7-15.

Saji, N. H., Goswami, B. N., Vinayachandran, P. N., & Yamagata, T. (1999). A dipole mode in the tropical Indian Ocean. Nature, 401(6751), 360-363.

Santoso, M. I. (2015). Applying interactive planning on public service leadership in the directorate general of immigration Indonesia. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 169, 400-410.

Semedi, B., & Hadiyanto, A. L. (2013). Forecasting the fishing ground of small pelagic fishes in Makassar Strait using moderate resolution Image Spectroradiometer Satellite Images. Journal of Applied Environmental and Biological Sciences, 3(2), 29-34.

Setiawati, M. D., Sambah, A. B., Miura, F., Tanaka, T., & As-syakur, A. R. (2015). Characterization of bigeye tuna habitat in the Southern Waters off Java–Bali using remote sensing data. Advances in Space Research, 55(2), 732-746.

Setyohadi, D. (2009). Studi potensi dan dinamika stok ikan lemuru (Sardinella lemuru) di Selat Bali serta alternatif penangkapannya. Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada, 11(1), 78-86.

Simbolon, D., Wiryawan, B., Wahyuningrum, P. I., & Wahyudi, H. (2011). Tingkat pemanfaatan dan pola musim penangkapan Ikan Lemuru di Perairan Selat Bali. Buletin PSP, 19(3), 293-307.

Susilo, E. (2015). Variabilitas Faktor Lingkungan pada Habitat Ikan Lemuru di Selat Bali Menggunakan Data Satelit Oseanografi dan Pengukuran Insitu. Omni Akuatika, 14(20), 13-22.

Tjasyono, B., Lubis, A., Juaeni, I., Ruminta, & Harijono, S. W. B. (2008). Dampak variasi temperatur samudera pasifik dan hindia ekuatorial terhadap curah hujan di indonesia. Jurnal Sains Dirgantara, 5(2), 83-95.

Walpole, E. (1995). Pengantar Statistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Wujdi, A., Suwarso, S., & Wudianto, W. (2016). Beberapa parameter populasi ikan lemuru (Sardinella Lemuru Bleeker, 1853) di perairan Selat Bali. BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap, 4(3), 177-184.

Yuniarti, A., Maslukah, L., & Helmi, M. (2013). Studi variabilitas suhu permukaan laut berdasarkan citra satelit aqua MODIS tahun 2007-2011 di Perairan Selat Bali. Journal of Oceanography, 2(4), 416-421.

© 2020 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).

J. Mar. Aquat. Sci. 6: 51-58 (2020)