Journal of Marine and Aquatic Sciences 7(1), 57-67 (2021)

Analisis Vegetasi Mangrove dan Kelimpahan Biota (Crustacea) yang Berasosiasi di Pantai Selatan Kabupaten Manggarai Timur

Rifaldus Dani a*, I Wayan Arthana a, Ni Made Ernawati a

a Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali 80361, Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +62-82340112293

Alamat e-mail: [email protected]

Diterima (received) 06 Februari 2018; disetujui (accepted) 22 Oktober 2021; tersedia secara online (available online) 25 Oktober 2021

Abstract

Mangrove is a typical forest and grows along the coast or river estuaries that are affected by tidal of sea water. The aims are to determine the mangrove vegetation and abundance of associated (Crustacea) in the South Coast of East Manggarai Regency. Important value, density relative, frequency relative, index uniformity and diversity obtained from vegetation analysis used as indicators to describe vegetation structure and mangrove forest diversity as well as the abundance of associated Crustaceans. This research was conducted in mangrove forest in South Beach of East Manggarai Regency in February until March 2017. To support the research, water quality measurement on mangrove forest was conducted. Measurement of water quality is done in situ (temperature, pH and salinity). Methods used in this study the quantitative descriptive. Determination of the sampling done by means of purposive sampling. A kind of the mangrove found to consist of 7 species that Avicennia lanata, Rhizophora mucronata, Ceriops decandra, Bruguiera gymnorrhiza, Sonneratia alba, Sonneratia casiolaris, And Xylocarpus granatum. The diversity category in a low and index mangrove uniformity category in a high. While the Important Value Analysis shows that Avicenia Lanata species have the highest importance compared to other species. The water quality in the South Coast of East Manggarai Regency are still worth to support life and development mangrove. Abundance Crustacea higher at the station I by abundance of 7,6 ind / m2.

Keywords: mangrove vegetation; abundance of Crustacea; east manggarai

Abstrak

Mangrove merupakan tipe hutan yang khas dan tumbuh disepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Analisis vegetasi bertujuan untuk mengetahui vegetasi mangrove dan kelimpahan biota (Crustacea) yang berasosiasi di Pantai Selatan Kabupaten Manggarai Timur. Nilai penting, kerapatan relatif, frekuensi relatif, indeks keseragaman dan keanekaragaman yang diperoleh dari analisis vegetasi digunakan sebagai indikator untuk menggambarkan struktur vegetasi dan keanekaragaman hutan mangrove serta kelimpahan Crustacea yang berasosiasi. Penelitian ini dilakukan di hutan mangrove di Pantai Selatan Kabupaten Manggarai Timur pada bulan Februari sampai Maret 2017. Untuk menunjang penelitian tersebut dilakukan pengukuran kualitas air (suhu, pH dan salinitas) secara in situ pada hutan mangrove. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif kuantitatif. Penentuan titik sampling dilakukan dengan cara purposive sampling. Jenis mangrove yang ditemukan terdiri dari 7 spesies yaitu Avicennia lanata, Rhizophora mucronata, Ceriops decandra, Bruguiera gymnorrhiza, Sonneratia alba, Sonneratia casiolaris, dan Xylocarpus granatum. Indeks Keanekaragaman termasuk dalam kategori rendah dan indeks keseragaman mangrove termasuk dalam kategori tinggi. Sedangkan Analisis Nilai Penting menunjukan bahwa Spesies Avicenia Lanata memiliki Nilai Penting yang paling tinggi dibandingkan dengan spesies yang lain. Kondisi kualitas air di Pantai Selatan Kabupaten Manggarai Timur tergolong masih layak untuk mendukung kehidupan dan perkembangan mangrove. Kelimpahan Crustacea tertinggi di stasiun I dengan kelimpahan sebesar 7,6 ind/m2.

Kata Kunci: vegetasi mangrove; kelimpahan Crustacea; manggarai timur

  • 1.    Pendahuluan

Ekosistem mangrove merupakan ekosistem hutan dengan faktor fisik yang ekstrim, seperti habitat tergenang air dengan salinitas tinggi di pantai dan sungai dengan kondisi tanah berlumpur (Heriyanto dan Subiandono, 2012). Hutan mangrove memiliki nilai ekonomis dan ekologis yang tinggi. Fungsi ekonomi hutan mangrove di antaranya sebagai penyedia kayu, daun-daunan sebagai bahan baku obat-obatan dan lain-lain. Fungsi ekologis tempat pemijahan dan asuhan bagi berbagai macam biota, menyediakan kebutuhan makanan bagi ikan, udang dan kepiting sehingga biota tersebut dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada ekosistem mangrove (Setiawan, 2013).

Besarnya manfaat yang ada pada ekosistem mangrove menjadikannya sangat rentan terhadap eksploitasi yang berlebihan dan degradasi lingkungan yang cukup parah, sehingga mengakibatkan berkurangnya luasan ekosistem mangrove untuk setiap tahunnya. Pengembangan ekosistem mangrove sangat diperlukan untuk meningkatkan baik pendapatan ekonomi maupun kondisi sosial masyarakat (Hidayatullah dan Pujiono, 2014).

Berdasarkan data Direktorat Jendral Rehabilitas Lahan dan PerEkosisteman Sosial, luas ekosistem mangrove di Indonesia pada tahun 1999 diperkirakan mencapai 8,60 juta hektar akan tetapi sekitar 5,30 juta hektar dalam keadaan rusak. Sedangkan data luas ekosistem mangrove di Indonesia pada tahun 2001 mencapai 8,6 juta hektar (Alwidakdo dkk., 2014).

Ekosistem mangrove merupakan habitat yang mendukung bagi kehidupan biota perairan salah satunya adalah Crustacea. Apabila mikrohabitat yang tersedia lebih bervariasi maka jumlah spesies yang ditemukan lebih beragam (Adis dkk., 2014). Kepadatan pohon mangrove memiliki hubungan yang besar terhadap kepadatan Crustacea. Hal ini dikarenakan pohon mangrove memiliki jumlah daun yang besar yang berpengaruh terhadap jumlah makanan yang tersedia karena sumber makanan yang terjadi di ekosistem mangrove adalah guguran daun dan ranting yang membusuk (Setiawan, 2013).

Crustacea sangat penting bagi ekosistem mangrove. Secara ekologis Crustacea memiliki peranan yang besar dalam kaitannya dengan rantai makanan komponen biotik di kawasan hutan mangrove, karena disamping sebagai pemangsa

detritus, Crustacea juga berperan dalam merobek atau memperkecil serasah yang jatuh. Sebagai organisme yang memiliki pergerakan lambat dan cenderung menetap pada suatu ekosistem, Crustacea dapat dijadikan sebagai indikator ekologis untuk mengetahui kondisi ekosistem (Marmita dkk., 2013).

Luas ekosistem mangrove di Nusa Tenggara Timur (NTT) mencapai 40,695 juta hektar, sebagian besar dari jumlah tersebut telah mengalami kerusakan dengan kategori kerusakan yang beragam dari rendah sampai berat (Lio dan Stanis, 2017).

Kecamatan Borong Kabupaten Manggarai Timur memiliki ekosistem mangrove yang sampai saat ini keberadaanya kurang diperhatikan oleh pemerintah setempat. Meskipun memiliki ekosistem mangrove yang cukup luas, namun sejauh ini ketersediaan data yang terkait dengan mangrove masih sangat minim, termasuk yang terkait dengan vegetasi dan biota (Crustacea) yang berasosiasi di wilayah tersebut. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui struktur vegetasi mangrove dan kelimpahan Crustacea yang berasosiasi dengan mangrove di Pantai selatan Kabupaten Manggarai Timur.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Lokasi Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2017. Penelitian dilakukan di kawasan ekosistem mangrove Kelurahan Rana Loba, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pengambilan sampel penelitian menggunakan metode purposive sampling. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

  • 2.2    Alat dan Bahan

Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah tali raffia, refractometer, kertas pH, digital camera, buku indentifikasi mangrove, alat tulis, laptop, vegetasi mangrove, Crustacea, dan thermometer.

  • 2.3    Parameter Penelitian

Parameter utama dalam penelitian ini adalah vegetasi mangrove dan kelimpahan Crustacea yang berasosiasi pada mangrove. Parameter pendukung dalam penelitian ini adalah kualitas air yang meliputi suhu, pH (derajat keasaman), salinitas (kadar garam).

Data vegetasi mangrove di Pantai selatan Kecamatan Borong Kabupaten Manggarai Timur yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan selanjutnya dianalisis sebagai berikut:

  • 1.    Kerapatan Jenis (Di)

Kerapatan Jenis i (Di) adalah Jumlah tegakan jenis i dalam suatu unit area (Bengen, 2002).

ni

Di = —

A

(1)


dimana Di adalah kerapatan jenis (tegakan/m2); ni adalah jumlah total tegakan jenis i; dan A adalah luas daerah sampling (m2).

Kerapatan Relatif Jenis (RDi) adalah perbandingan antara jumlah tegakan jenis i (ni) dan jumlah total tegakan seluruh jenis (Ʃn), dengan rumus (Bengen, 2002).

RDi =--× 100%

n

(2)


dimana RDi adalah kerapatan relatif; ni adalah jumlah total tegakan jenis i; dan ∑n adalah jumlah total tegakan seluruh jenis.

  • 2.    Frekuensi Jenis (Fi)

Frekuensi jenis (Fi) adalah peluang ditemukannya jenis i dalam plot yang diamati (bengen, 2002).

pi

Fi =---

P

(3)


dimana Fi adalah frekuensi jenis i; Pi adalah jumlah jumlah plot yang ditemukan jenis i; dan ∑p adalah jumlah plot yang diamati.

Frekuensi Relatif Jenis (RFi) adalah perbandingan antara frekuensi jenis i (Fi) dan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis (ƩF) dengan rumus (Bengen, 2002).

Fi
RFi =---× 100%
F

(4)


dimana RFi adalah frekuensi relatif jenis i; Fi adalah frekuensi jenis i; dan ∑f adalah jumlah frekuensi untuk seluruh jenis.

  • 3.    Dominansi jenis

Dominansi (Di) adalah luas penutupan jenis i dalam suatu unit area (English et al., 1997).

n∙ ∑ BA

Di =TA

(5)


dimana Di adalah dominansi jenis i; BA adalah Basal area; dan ∑A adalah Luas total area pengambilan contoh (plot).

Dominansi relatif jenis (DRi) adalah perbandingan antara jumlah dominansi suatu jenis dengan jumlah dominansi seluruh jenis (English et al.,1997).

Di

DRi =---× 100%

D

(6)


dimana DRi adalah dominansi relatif jenis i; Di adalah dominansi jenis ke-i; dan ∑D adalah Luas total area pengambilan contoh (plot).

  • 4.    Indeks Nilai Penting

Indeks Nilai Penting (INP) adalah jumlah nilai kerapatan relatif jenis (KR), frekuensi relatif jenis (RF), dan dominasi relatif jenis (DR), dihitung dengan persamaan:

INP = RDi + RFi + DRi (7)

dimana INP adalah Indeks Nilai Penting; RDi adalah Kerapatan Relatif; RFi adalah Frekuensi Relatif; dan DRi adalah Dominasi Relatif.

  • 5.    Indeks Keseragaman

Untuk menghitung keseragaman, maka digunakan indeks keseragaman sebagai petunjuk pengelolaan data dengan menggunakan rumus Evennes-Indeks (Odum,1993).

H'

E =---

LnS

(8)


dimana E adalah Indeks keseragaman jenis; H’ adalah Indeks keanekaragaman jenis; dan S adalah Jumlah jenis.

  • 6.    Indeks Keanekaragaman

Indeks Keanekaragaman merupakan karakteristik dari suatu komunitas yang menggambarkan kategori keanekaragaman spesies dari organisme yang terdapat dalam komunitas tersebut.

H=-∑( nl) Log (n1)

NN


(9)


dimana H’ adalah Indeks Keanekaragaman Jenis; n1 adalah Nilai penting dari suatu jenis; dan N adalah Nilai penting dari seluruh jenis.

  • 7.    Indeks Dominansi

Indeks Dominansi dihitung dengan menggunakan rumus indeks dominansi dari Simpson (Odum,1993)).

ni

D = ∑(-)2

N

10)


dimana D adalah Indeks Dominansi Simpson; ni adalah Jumlah Individu tiap spesies; dan N adalah Jumlah Individu seluruh spesies.

  • 8.    Kelimpahan Jenis Crustacea

Kelimpahan biota yang berasosiasi (Crustacea) dihitung berdasarkan jumlah individu persatuan luas (ind/m2), dengan menggunakan rumus Shannon-Wiener.

N =


n


(11)


a


dimana N adalah Kelimpahan Crustacea; ∑n adalah jumlah individu; dan a adalah luas daerah sampling (m2).

  • 3.    Hasil

    • 3.1    Struktur Vegetasi Mangrove di Pantai Selatan Kabupaten Manggarai Timur

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan ada 7 spesies mangrove. Terdapat perbedaan jumlah spesies yang ditemukan di masing – masing stasiun penelitian. Pada stasiun I ditemukan 6 spesies dan pada stasiun II dan stasiun III masing masing ditemukan 4 spesies.

Tabel 1

Komposisi spesies mangrove pada masing – masing stasiun penelitian

No

Spesies

Stasiun

Stasiun

Stasiun

I

II

III

1

Avicenia lanata

2

Rizopora mucronata

X

X

3

Bruguiera gymnorrhiza

X

X

4

Ceriop decandra

X

5

Sonneratia alba

6

Sonneratia casiolaris

7

Xylocarpus granatum

X

X

TOTAL SPESIES

6

4

4


  • 3.2    Struktur Vegetasi Mangrove Kategori Pohon

Hasil perhitungan vegetasi mangrove kategori pohon di Pantai Selatan Kabupaten Manggarai Timur dapat dilihat pada Tabel 2.

Nilai frekuensi relatif vegetasi mangrove untuk kategori pohon di Pantai Selatan Kabupaten Manggarai Timur secara keseluruhan menunjukan bahwa, spesies Avicenia lanata memiliki nilai frekuensi relatif tertinggi dengan nilai sebesar 29% kemudian diikuti dengan spesies Sonneratia casiolaris dengan nilai 25%, Ceriops decandra 15%, Sonneratia alba 16% dan spesies terendah adalah Rizopora mucronata, Bruguiera gymnorrhiza, dan Xylocarpus granatum dengan nilai frekuensi relatif masing – masing sebesar 5% (Gambar 1).

Gambar 1. Frekuensi relatif kategori pohon di Pantai Selatan Kabupaten Manggarai Timur


Kerapatan vegetasi mangrove di Pantai Selatan Kabupaten Manggarai Timur menunjukan bahwa spesies Avicenia lanata memiliki kerapatan relatif yang tertinggi dengan nilai 45,09%, Sonneratia

casiolaris 21,03%, Sonneratia alba 13,01%, Ceriops decandra 9,09%, dan spesies yang memiliki kerapatan relatif terendah adalah Xylocarpus granatum, Bruguiera gymnorrhiza, Rizopora mucronata dengan nilai kerapatan relatif masing - masing sebesar 3,92% (Gambar 2).

Gambar 2. Kerapatan relatif kategori pohon di Pantai Selatan Kabupaten Manggarai Timur

Avicenia lanata merupakan spesies yang paling sering dijumpai pada tiap – tiap stasiun untuk kategori pohon dengan kondisi substrat yang berlumpur. Dari 7 spesies (Gambar 3) Avicenia lanata memiliki nilai dominansi relatif tertinggi sebesar 27,71%, Sonneratia alba 23,78%, Sonneratia

casiolaris 17,28%, Ceriops decandra 13,39%, Bruguiera gymnorrhiza 8,01%, Rizopora mucronata 6,03% dan Xylocarpus granatum dengan nilai 3,74%.

Gambar 3. Dominansi relatif kategori pohon di Pantai Selatan Kabupaten Manggarai Timur

Nilai penting dari tiga stasiun menunjukan (Gambar 4) bahwa, spesies Avicenia lanata merupakan spesies yang memiliki nilai penting tertinggi dibandingkan dengan spesies yang lain dengan nilai penting sebesar 101,4%, diikuti dengan spesies Sonneratia casiolaris dengan nilai penting sebesar 63,59%, Sonneratia alba 52,67%, Ceriops decandra dengan nilai penting 37,94%, Bruguiera gymnorrhiza 16,87%, Rizopora mucronata 14,89% dan Xylocarpus granatum dengan nilai penting sebesar 12,6%.

Tabel 2

Hasil Analisis Vegetasi Mangrove Kategori Pohon.

NO

Nama Jenis

Stasiun I

FR

(%)

KR

(%)

DR (%)

NP

(%)

H'

E

D

1

Avicenia lanata

18.52

35.29

20.69

74.50

2

Rizopora mucronata

14.81

11.76

18.09

44.67

3

Bruguiera gymnorrhiza

14.81

11.76

24.05

50.63

1.68

0.93

0.21

4

Sonneratia alba

18.52

11.76

11.92

42.20

5

Sonneratia casiolaris

18.52

17.65

14.08

50.25

6

Xylocarpus granatum

14.81

11.76

11.24

37.82

Total

100

100

100

300

Stasiun II

1

Avicenia lanata

27.27

45.45

23.546

96.27

2

Sonneratia alba

9.09

9.09

38.653

56.84

1.24

0.89

0.32

3

Sonneratia casiolaris

27.27

27.27

11.129

65.67

4

Ceriops decandra

36.36

18.18

26.581

81.13

Total

100

100

100

300

Stasiun III

1

Avicenia lanata

40

54.55

38.905

133.45

2

Ceriops decandra

10

9.09

13.607

32.70

1.16

0.84

0.37

3

Sonneratia alba

20

18.18

20.799

58.98

4

Sonneratia casiolaris

30

18.18

26.668

74.85

Total

100

100

100

300

Keterangan: FR = Frekuensi Relatif, KR = Kerapatan Relatif, NP = Nilai Penting, H’ = Indeks keanekaragaman, E = Indes

keseragaman, D = Indeks Dominansi


Gambar 4. Nilai penting kategori pohon di Pantai Selatan Kabupaten Manggarai Timur


  • 3.3    Struktur Vegetasi Mangrove Kategori Anakan

Struktur vegetasi mangrove kategori anakan di Pantai Selatan Kabupaten Manggarai Timur terdiri dari beberapa jenis. Di stasiun I ditemukan jenis Avicenia lanata, Sonneratia alba, Sonneratia casolaris, dan Rizopora mucronata. Di stasiun II ditemukan jenis Avicenia lanata, Ceriops decandra, dan Sonneratia alba. Dan di stasiun III ditemukan jenis Avicenia lanata, Sonneratia alba, Sonneratia casiolaris, dan Ceriops decandra (Tabel 3). Vegetasi mangrove kategori anakan di masing – masing stasiun memiliki nilai frekuensi relatif, kerapatan relatif, nilai penting, indeks keanekaragaman, dan indeks keragaman yang bervariasi.

Vegetasi mangrove untuk kategori anakan menunjukan bahwa dari tiga stasiun ditemukan 5 spesies mangrove, dengan nilai frekuensi relatif yang berbeda. Frekuensi relatif trtinggi dimiliki oleh spesies Avicenia lanata dengan nilai 44%, Sonneratia alba 20%, Sonneratia casiolaris 12%, Ceriops decandra 18% dan terendah adalah spesies Rizopora

mucronata dengan nilai Frekunsi relatif sebesar 6% (Gambar 5).

Gambar 5. Frekuensi relatif kategori anakan di Pantai

Selatan Kabupaten Manggarai Timur


Spesies yang banyak ditemukan untuk kategori anakan di Pantai Selatan Kabupaten Manggarai Timur secara keseluruhan menunjukan bahwa spesies Avicenia lanata dengan nilai kerapatan relatif tertinggi yaitu 42,96%, kemudian diikuti dengan spesies Ceriops decandra dengan nilai kerapatan relatif 27,7%, Sonneratia alba 14,44%, Sonneratia casiolaris 11,11% dan Rizopora mucronata 3,70% (Gambar 6).

Tabel 3

Hasil Analisis Vegetasi Mangrove Kategori Anakan.

Stasiun I

NO

Nama Jenis

FR F

KR

NP

H'

E

D

(%)

(%)

(%)

1

Avicenia lanata

45.45

44.44

89.90

2

Sonneratia alba

18.18

22.22

40.40

3

Sonneratia casiolaris

18.18

22.22

40.40

1.27

0.91

0.30

4

Rizopora mucronata

18.18

11.11

29.29

Total

100

100

200

Stasiun II

1

Avicenia lanata

45.45

40.00

85.45

2

Ceriops decandra

36.36

50.00

86.36

0.94

0.85

0.42

3

Sonneratia alba

18.18

10.00

28.18

Total

100

100

200

Stasiun III

1

Avicenia lanata

41.67

44.44

86.11

2

Ceriops decandra

16.67

33.33

50.00

3

Sonneratia alba

25.00

11.11

36.11

1.21

0.87

0.33

4

Sonneratia casiolaris

16.67

11.11

27.78

Total

100

100

200


Gambar 6. Kerapatan relatif kategori anakan di Pantai Selatan Kabupaten Manggarai Timur

Spesies Avicenia lanata merupakan spesies yang memiliki nilai penting tertinggi dibandingkan dengan spesies yang lain. Nilai penting yang dimiliki oleh spesies Avicenia lanata yaitu 87,15%, Ceriops decandra 45,45%, Sonneratia alba 34,89%, Sonneratia casiolaris 22,72% dan Rizopora mucronata 9,7% (Gambar 7).

Gambar 7. Nilai penting kategori anakan di Pantai

Selatan Kabupaten Manggarai Timur

  • 3.4    Struktur Vegetasi Mangrove Kategori Semai

Vegetasi mangrove kategori semai menunjukan bahwa di stasiun I terdapat dua spesies yaitu Avicenia lanata dan Sonneratia casiolaris. Di stasiun II ditemukan tiga jenis yaitu Avicenia lanata, Ceriops decandra dan Sonneratia alba. Dan di stasiun III ditemukan dua spesies yaitu Avicenia lanata dan Ceriops decandra (Tabel 4).

Frekuensi relatif kategori semai menunjukan bahwa spesies Ceriops decandra memiliki nilai frekuensi relatif tertinggi dengan nilai 45%, kemudian diikuti dengan spesies Aviceni lanata dengan nilai frekuensi relatif 26.11%, Sonneratia casiolaris 22,22%, dan terendah adalah spesies Sonneratia alba dengan nilai frekuensi relatif 6,66%. Nilai frekuensi relatif dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8. Frekuensi relatif kategori semai di Pantai Selatan Kabupaten Manggarai Timur

Nilai kerapatan relatif kategori semai menunjukan bahwa spesies Ceriops decandra merupakan spesies yang paling sering ditemukan pada lokasi penelitian dengan nilai kerapatan relalif sebesar 45%. Kemudian diikuti dengan spesies Avicenia lanata dengan nilai kerapatan relatif 26%, Sonneratia casiolaris 22% dan Sonneratia alba 6,66% (Gambar 9).

Gambar 9. Kerapatan relatif kategori semai di Pantai Selatan Kabupaten Manggarai Timur

Vegetasi mangrove kategori semai (Gambar 10) meggambarkan adanya regenerasi spesies membaik. Gambar 10 menggambarkan spesies Ceriops decandra merupakan spesies yang dominan

Tabel 4

Hasil Analisis Vegetasi Mangrove Kategori Semai.

NO

Nama Jenis

Stasiun I

F

K

FR

(%)

KR

(%)

NP

(%)

H'

E

1

Avicenia lanata

0.2

0.2

33.33

33.33

66.67

0.63

0.91

2

Soneratia casiolaris

0.4

0.4

66.67

66.67

133.33

Total

0.6

0.6

100

100

200

Stasiun II

1

Avicenia lanata

0.2

0.2

20.00

20.00

40.00

0.95

0.86

2

Ceriop decandra

0.6

0.6

60.00

60.00

120.00

3

Soneratia alba

0.2

0.2

20.00

20.00

40.00

Total

1.0

1.0

100

100

200

Stasiun III

1

Avicenia lanata

0.2

0.2

25.00

25.00

50.00

0.56

0.81

2

Ceriop decandra

0.6

0.6

75.00

75.00

150.00

Total

0.8

0.8

100

100

200


untuk kategori semai dengan NP sebesar 90%, Avicenia lanata 52,22%, Sonneratia casiolaris 44,44% dan Sonneratia alba 13,33%. Nilai penting kategori semai dapat dilihat pada gambar 10.

Gambar 10. Nilai penting kategori semai di Pantai Selatan Kabupaten Manggarai Timur.

  • 3.5    Kualitas Air

Kualitas air memegang peranan penting bagi kehidupan mangrove maupun biota yang berasosiasi untuk menunjang kehidupannya. Pengamatan kualitas air dilakukan pagi hari dan sore hari pada tiap -tiap stasiun. Hasil pengukuran kualitas air tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5.

Pengukuran Kualitas Air

Kualitas Air

Stasiun I

Stasiun II

Stasiun III

Suhu

27

28

27.8

Salinitas

17.5

18

18

pH

6

7

7

  • 3.6    Kelimpahan Biota (Crustacea) yang Berasosiasi pada Mangrove

Kelimpahan biota pada hutan mangrove di Pantai Selatan Kabupaten Manggarai Timur sangat rendah. Pada stasiun I dengan substrat berlumpur dan berhadapan langsung dengan muara sungai terdapat kelimpahan sebesar 7,6 ind/m2. Pada stasiun II dengan substrat berlumpur terdapat kelimpahan sebesar 3,6 ind/m2. Sedangkan pada stasiun III terdapat 3,2 ind/m2 dengan substrat yang sama yaitu berlumpur. kelimpahan Crustacea pada hutan mangrove dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Kelimpahan biota yang berasosiasi di Pantai Selatan Kabupaten Manggarai Timur.

  • 4.    Pembahasan

    • 4.1    Struktur Vegetasi Mangrove di Pantai Selatan Kabupaten Manggarai Timur

Vegetasi mangrove pada stasiun I terdapat jenis Avicennia lanata yang berinteraksi langsung dengan daratan, dan ditemukan juga jenis Sonneratia alba, Sonneratia casiolaris, Bruguiera gymnorriza, Rhizophora mucronata, Ceriops decandra dan Xylocarpus granatum, akan tetapi dalam jumlah sedikit jika dibandingkan dengan jenis Avicenia lanata. Banyaknya spesies Avicennia lanata ini diduga karena kondisi lingkungan di lokasi penelitian mendukung penyebaran dan pertumbuhan dari spesies Avicennia lanata seperti lumpur berpasir dan salinitas rata - rata berkisar antara 17 - 18 ppt. Selain itu Avicennia lanata memiliki batas toleransi yang cukup tinggi terhadap perairan, serta mampu beradaptasi dengan substrat yang berlumpur dan berhadapan langsung dengan muara sungai. Sedikitnya ditemukan spesies diduga karena faktor lingkungan dan manusia.

Alih fungsi lahan menjadi area tambak serta tidak berjalannya program rehabilitasi juga merupakan faktor yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan mangrove. Hidayatullah dan Pujiono (2014) mengatakan bahwa, faktor penyebab kerusakan ekosistem mangrove di Indonesia adalah konversi untuk pemukiman, konversi untuk tambak, pengambilan kayu dan pencemaran. Perubahan hutan mangrove menjadi areal tambak mengakibatkan berkurangnya jumlah vegetasi mangrove yang ada, termasuk hilangnya salah satu spesies. Hal ini tampak pada stasiun I yang lebih banyak ditemukan spesies Avicenia lanata (Tabel 2)

dan stasiun III yang tidak ditemukan spesies Rizopora mucronata.

  • 4.2    Kerapatan Mangrove

Secara umum kawasan hutan mangrove di Pantai Selatan Kabupaten Manggarai Timur cukup memperihatinkan, ini dilihat dari kerapatan serta keanekaragaman yang ditemukan. Kerapatan merupakan parameter untuk menduga kepadatan jenis mangrove pada suatu komunitas. Tinggi rendahnya kerapatan mangrove disebabkan oleh matahari yang dibutuhkan untuk berfotosintesis, selain itu kerapatan jenis juga dipengaruhi oleh jenis vegetasi mangrove yang toleran terhadap kondisi lingkungan (Supardjo, 2007 dalam Usman dkk., 2013).

Pada lokasi penelitian memperlihatkan nilai regenarasi dari spesies Ceriops decandra memiliki nilai kerapatan relatif 45% (Gambar 9) dan nilai penting sebesar 45%. Jamili dkk. (2009) mengatakan bahwa, keberhasilan proses regenerasi sangat tergantung pada kondisi lingkungan yang mendukung, faktor ombak yang kuat akibat tiupan angin yang cukup kencang juga berpengaruh terhadap keberhasilan propagul menjadi semai.

Kerapatan sangat dipengaruhi oleh jumlah ditemukannya spesies dalam daerah penelitian. Semakin banyak suatu spesies, maka kerapatan relatifnya semakin tinggi. Dari 15 plot yang diambil pada 12 plot diperoleh spesies Avicenia lanata, hal ini yang menyebabkan spesies tersebut memiliki nilai kerapatan tertinggi, hal itu disebabkan karena habitat yang cocok dan kemampuan tumbuhan mangrove tersebut dalam beradaptasi pada lingkungan (Ontorael dkk., 2012).

  • 4.3    Frekuensi

Frekuensi suatu jenis menunjukan penyebaran suatu jenis dalam suatu areal. Tinggi rendahnya nilai frekuensi relatif disebabkan oleh terjadinya kompetisi yang tidak seimbang antar jenis mangrove yang menempati suatu habitat yang sama, sehingga kurang kompetitif dalam memperoleh unsur hara (Pramudji, 2000 dalam Kaunang dan Kimbal, 2009). Jenis yang menyebar secara merata mempunyai nilai frekuensi yang besar, sebaliknya jenis-jenis yang mempunyai nilai frekuensi yang kecil mempunyai daerah sebaran yang kurang luas. Meratanya penyebaran spesies Avicenia lanata dan Ceriops decandra disebabkan

karena habitat dan kondisi lingkungan di lokasi penelitian mendukung penyebaran dan pertumbuhan dari spesies ini sehingga proses adaptasi berjalan dengan baik.

  • 4.4    Dominansi dan Indeks Dominansi

Lokasi yang berbeda dapat berpengaruh pada jenis yang mendominasi dilokasi tersebut. Nilai indeks dominansi menunjukan bahwa, di Pantai Selatan Kabupaten Manggarai Timur tidak ada spesies yang mendominasi, dengan nilai indeks dominansi pada ketiga stasiun yaitu kurang dari 1. Indeks dominansi berkisar antara 0 sampai 1, dimana semakin kecil nilai indeks dominansi maka menunjukan bahwa tidak ada spesies yang mendominasi sebaliknya semakin besar indeks dominansi maka menunjukan ada spesies tertentu yang mendominansi di wilayah tersebut (Odum,1993).

  • 4.5    Nilai Penting

Berdasarkan analisis nilai penting diperoleh bahwa jenis Avicenia lanata memiliki nilai penting yang paling tinggi dibandingkan dengan spesies yang lain. Di stasiun I, spesies Avicenia lanata memiliki nilai penting sebesar 74,50%, di stasiun II 96,27% dan di stasiun III spesies Avicenia lanata memiliki nilai penting sebesar 133,45% (Tabel 2). Parmadi dkk. (2016) mengemukakan bahwa, Kisaran indeks nilai penting untuk tingkat pohon yakni 0 - 300%, sedangkan kisaran indeks nilai penting untuk anakan dan semai yakni 0 - 200%. Nilai penting juga digunakan dalam menginterpretasi komposisi dari suatu komunitas tumbuhan.

  • 4.6    Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman

Nilai indeks keanekaragaman vegetasi mangrove di Pantai Selatan Kabupaten Manggarai Timur berkisar antara 1,0 – 1,6 (Tabel 2). Dari kisaran nilai tersebut, berdasarkan kriteria pembobotan kualitas lingkungan vegetasi, maka vegetasi mangrove rata-rata berada pada kategori kurang baik atau rendah (H' < 1).

Rendahnya keanekaragaman mangrove di Pantai Selatan Kabupaten manggarai Timur disebabkan oleh aktifitas manusia, seperti penebangan, maupun pemanfaatan lokasi sekitar mangrove sebagai area tambak. Tingginya tingkat eksploitasi, habitat yang tidak cocok, dan adanya interaksi antara spesies dapat menyebabkan

rendahnya frekuensi kehadiran jenis mangrove di suatu lokasi (Kepel et al., 2012).

Nilai indeks keseragaman pada lokasi penelitian berkisar antara 0,84 – 0,93 (Tabel 2). Berdasarkan kriteria (Maguran, 1998 dalam Marpaung, 2013), ini menunjukan bahwa kemerataan jenis mangrove kategori pohon pada lokasi penelitian tergolong tinggi, karena nilai indeks keseragaman lebih dari 0,6.

  • 4.7    Kondisi Kualitas Air pada Mangrove

Kualitas perairan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan mangrove. Parameter kualitas air yang diamatai di Pantai Selatan Kabupaten Manggarai Timur yaitu suhu,salinitas dan pH. Suhu merupakan faktor yang sangat penting dalam ekosistem mangrove, Suhu sangat berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem mangrove seperti fotosintesis dan respirasi. Suhu juga mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme (Rizal dkk., 2017). Berdasarkan hasil pengukuran langsung pada wilayah mangrove di Pantai Selatan Kabupaten Manggarai Timur diperoleh suhu pada masing-masing stasiun yang berkisar antara 270C -280C. Kisaran suhu pada masing-masing stasiun pengamatan masih tergolong normal dan cocok untuk pertumbuhan mangrove yaitu berkisar antara 270C - 280C.

Nilai pH pada setiap stasiun penelitian diperoleh kisaran antara 6 - 7. Nilai kisaran pH masih pada batas toleransi pertumbuhan mangrove dan kelangsungan hidup Crustacea, secara umum mangrove dapat hidup pada pH berkisar 5 – 9 (Pratiwi, 2012). Nilai pH air merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas perairan, dimana perairan dengan pH 6,5 – 7,5 termasuk perairan yang produktif, perairan dengan pH 7,5 – 8,5 adalah perairan yang memiliki produktivitas yang sangat tinggi, dan perairan dengan pH yang lebih besar dari 8,5 dikategorikan sebagai perairan yang tidak produktif lagi (De Jesus, 2012).

Salinitas pada ketiga stasiun penelitian tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, karena masih berada pada kisaran 17,5 ppt – 18 ppt. Salinitas di kawasan mangrove Pantai Selatan Kabupaten Manggarai Timur masih berada pada kisaran yang cocok untuk pertumbuhan mangrove. Setiap komponen komunitas mempunyai kemampuan hidup pada taraf tertentu pada setiap faktor-faktor lingkungannya.

  • 4.8    Kelimpahan Biota (Crustacea) yang Berasosiasi pada Mangrove

Struktur fisik vegetasi mangrove dengan akar-akar tunjang yang saling membelit dan padat serta cabang yang memanjang ke bawah mengakibatkan mangrove menjadi habitat yang baik bagi kehidupan biota khusnya Crustacea. Kelimpahan yaitu jumlah tepat individu suatu takson yang terdapat di dalam sebuah kawasan, populasi atau komunitas tertentu. Rendahnya kepadatan mangrove akan berpengaruh terhadap kelimpahan biota yang ada di kawasan tersebut, karena ekosistem mangrove dapat berfungsi sebagai daerah perbesaran (nursery ground), pemijahan (spawning ground) dan mencari makan (feeding ground) bagi biota (Setiawan, 2013). Pada stasiun I, Crustacea yang berasosiasi memiliki kelimpahan Oyang lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun II dan III yaitu 7,6 ind/m2. Kelimpahan yang lebih tinggi ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah letak stasiun yang berada pada muara sungai. Muara sungai ini merupakan jalur keluar masuk Crustacea. Bahan organik yang terbawa arus sungai juga mengendap pada muara sungai ini, sehingga menyediakan makanan bagi biota yang ada. Pola penyebaran berhubungan dengan pola atau cara makan, dimana spesies-spesies akan mengelompok pada daerah-daerah yang tersedia sumber makanan yang melimpah, selain itu juga dipengaruhi oleh faktor reproduksi secara eksternal dan karakteristik substrat (Sirante 2011).

  • 5.    Kesimpulan

Terdapat 7 spesies mangrove yaitu Avicennia lanata, Rhizopora mucronata, Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops decandra, Sonneratia alba, Sonneratia casiolaris dan Xylocarpus granatum. Indeks nilai penting tertinggi ditempati oleh spesies Avicenia lanata dengan indeks nilai penting 133,45%. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner (H’) vegetasi mangrove untuk semua kategori menunjukkan kisaran nilai 0,56 – 1,68 termasuk kategori rendah. Indeks keseragaman (E) vegetasi mangrove untuk semua kategori berkisar antara 0,81 – 0,93, dimana hal ini menunjukkan secara umum keseragaman di daerah penelitian termasuk tinggi. Kelimpahan Crustacea lebih tinggi di stasiun I (dekat dengan pasar) dimana banyak mendapat pasokan hara dari serasah mangrove dan dari daratan yang terendapkan di muara sungai dengan kelimpahan

sebesar 7,6 ind/m2, dibandingkan dengan yang dekat pemukiman dan yang tidak terpengaruh oleh aktifitas masyarakat.

Daftar Pustaka

Adis, M. A., Setyawati, T. R., & Yanti, A. H. (2014). Keragaman Jenis Ikan Arus Deras di Aliran Riam Banangar Kabupaten Landak. Protobiont, 3(2), 209-217.

Alwidakdo, A., Azham, Z., & Kamarubayana, L. (2014). Studi pertumbuhan mangrove pada kegiatan rehabilitasi hutan mangrove di Desa Tanjung Limau Kecamatan Muara Badak Kabupaten Kutai Kartanegara. Jurnal AGRIFOR, 13(1), 11-18.

Bengen, D. G. (2002). Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip Pengelolaannya. Bogor, Indonesia: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor.

English, S. S., Wilkinson, C. C., & Baker, V. V. (1997). Survey manual for tropical marine resources. Townsville, Australia: Australian Institute of Marine Science.

Hidayatullah, M., & Pujiono, E. (2014). Struktur Dan Komposisi Jenis Hutan Mangrove Di Golo Sepang– Kecamatan Boleng Kabupaten Manggarai Barat. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, 3(2), 151-162.

Heriyanto, N. M., & Subiandono, E. (2012). Komposisi dan struktur tegakan, biomasa, dan potensi kandungan karbon hutan mangrove di Taman Nasional Alas Purwo. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, 9(1), 023-032.

Jamili, J., Setiadi, D., Qayim, I., & Guhardja, E. (2009). Struktur dan Komposisi Mangrove di Pulau Kaledupa Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Ilmu Kelautan: Indonesian Journal of Marine Sciences, 14(4), 197-206.

De Jesus, A. (2012). Kondisi ekosistim mangrove di sub district Liquisa Timor-Leste. Depik, 1(3), 136-143.

Kaunang, T. D., & Kimbal, J. D. (2009). Komposisi dan struktur vegetasi hutan mangrove di Taman Nasional Bunaken Sulawesi Utara. Jurnal Agritek, 17(6), 139-148.

Kepel, R. C., Lumingas, L. J. L., & Lumimbus, H. B. A. (2012). Komunitas Mangrove di Pesisir Namano dan Waisisil, Provinsi Maluku. Pasific Journal, 2(7), 13501353.

Lio, F. X. S., & Stanis, S. (2017). Partisipasi Masyarakat Dalam Pelestarian Hutan Mangrove Di Kelurahan Oesapa Barat Kota Kupang. Jurnal Kawistara, 7(3), 226237.

Marpaung, A. A. F. (2013). Keanekaragaman Makrozoobenthos di Ekosistem Mangrove Silvofishery dan Mangrove Alami Kawasan Ekowisata Pantai Boe Kecamatan Galesong Kabupaten  Takalar.  Skripsi.

Makassar, Indonesia: Program Studi Ilmu Kelautan, Universitas Hasanuddin.

Marmita, R., Siahaan, R., Koneri, R., & Langoy, M. L. (2013). Makrozoobentos Sebagai Indikator Biologis Dalam Menentukan Kualitas Air Sungai Ranoyapo, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Sains, 13(1), 57-61.

Odum, E. P., (1993). Fundamentals of Ecology – 3rd Ed. Dalam Samingan, T., (Terj.) Dasar-Dasar Ekologi Edisi ke III. Yogyakarta, Indonesia: Penerbit Gadjah Mada Press. (Buku asli diterbitkan 1971).

Parmadi, E. H., Dewiyanti, I., & Karina, S. (2016). Indeks Nilai Penting Vegetasi Mangrove di Kawasan Kuala Idi, Kabupaten Aceh Timur. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan Perikanan Unsyiah, 1(1), 82-95.

Pratiwi, R. (2012). Asosiasi Krustasea di ekosistem padang lamun perairan Teluk Lampung. Ilmu Kelautan: Indonesian Journal of Marine Sciences, 15(2), 66-76.

Rizal, M., Febriyanti, D., Damarwati, W., & Isfaeni, H. (2017). Struktur Komunitas Uca Spp. Di Kawasan Hutan Mangrove, Bedul Utara, Taman Nasional Alas Purwo, Jawa Timur. PARAMETER: Jurnal Pendidikan Universitas Negeri Jakarta, 29(1), 30-38.

Sirante, R. (2011). Studi Struktur Komunitas Gastropoda Di Perairan Kawasan Mangrove Kelurahan Lappa dan Desa Tongke-Tongke, Kabupaten Sinjai. J Biol Indon, 6(01), 1-7.

Setiawan, H. (2013). Status ekologi hutan mangrove pada berbagai tingkat ketebalan. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, 2(2), 104-120.

Usman, L., Syamsuddin, & Hamzah, S. N. (2013). Analisis vegetasi mangrove di Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara. NIKe: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 1(1), 11-17.

© 2021 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).

J. Mar. Aquat. Sci. 7: 57-67 (2021)