JURNAL KEPARIWISATAAN DAN HOSPITALITAS

Vol. 2, No. 2, November 2018.

Keinginan untuk maju: strategi desa ranuklindungan dalam mewujudkan desa wisata

Lisa Meyliani1), Mohammad Rizky A. Nugraha2)

Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Jember, Jalan Kalimantan No. 37, Kampus Tegalboto, Sumbersari, Jember, 68121 Telp/Fax: (0331) 330-224, E-mail: humas@unej.ac.id

email: Lisameyliani02@gmail.com

Abstrak

Konsep Community Based Tourism (CBT) merupakan contoh dari upaya desa membangun, masyarakat sebagai pelaku pembangunan diharapkan mampu bekerja dan aktif dalam kegiatan perekonomiannya tanpa harus menunggu uluran tangan dari pemerintah. Pada penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif, kemudian dianalisis menggunakan teori yang relevan. Hasil dari penelitian diharapkan dapat menjadi acuan untuk pemerintah daerah dan referensi peneliti lain dalam mengembangkan potensi alam dan sumber daya manusia guna pengembangan konsep desa wisata. Desa Ranuklindungan yang memiliki potensi alam yaitu danau Ranu Grati dan secara ekologi merupakan daerah dataran sedang, serta memiliki sumber daya manusia yang memadai. Dengan potensi alam dan luas wilayah tersebut dapat dimanfaatkan masyarakat sebagai destinasi wisata berbasis alam ataupun lingkungan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah konstruksi sosial (sosial construction) menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya ( Peter L. Berger & Thomas Lukhmann) dan juga perilaku sosial masyarakat wisata (Gavin Jack & Allison Phillips). Bagaimana dalam proses pembangunan mulai dari Studi banding dan pemetaan wilayah, proses pembangunan desa wisata memiliki tantangan untuk mengkonstruksi masyarakat agar dapat diajak untuk berpartisipasi. Saat ini desa wisata Ranuklindungan sudah berjalan, perilaku masyarakat desa untuk menjaga keberlanjutan desa ini juga bagian dari focus penelitian. Bagaimanapun di Ranuklindungan ada beberapa perilaku masyarakat yang mencerminkan dari konsep desa wisata, namun juga ada beberapa perilaku yang bertentangan dengan konsep desa wisata.

Kata kunci: Desa Wisata, Strategi Pembangunan, Perilaku, Tantangan

Abstract

The concept of Community Based Tourism (CBT) is an example of village development efforts, the community as development actors are expected to be able to work and be active in their economic activities without having to wait for a helping hand from the government. In this study using a qualitative approach method, then analyzed using relevant theories. The results of the study are expected to be a reference for local governments and other researchers' references in developing natural and human resources potential for the development of tourism village concepts. Ranuklindungan village which has natural potential is Ranu Grati Lake and ecologically is a medium plains area, and has adequate human resources. With the natural potential and wide area, the community can be used as a natural or environment-based tourist destination. The theory used in this study is social construction (social construction) describes the social process through its actions and interactions (Peter L. Berger & Thomas Lukhmann) and also the social behavior of the tourist community (Gavin Jack & Allison Phillips). How in the development process starting from comparative studies and area mapping, the tourism village development process has the challenge of constructing communities so that they can be invited to participate. At the moment the tourism village of Ranuklindungan is already running, the behavior of the village community to maintain the sustainability of the village is also part of the research focus. However in Ranuklindungan there are some community behaviors that reflect the concept of a tourist village, but there are also some behaviors that are contrary to the concept of a tourist village.

Keyword: Village Tourism, Development Strategy, Behavior, Challenges

  • 1.    PENDAHULUAN

Isu-isu Pembangunan pada negara dunia ketiga (negara berkembang) masih menjadi hal yang menarik untuk diperbincangkan, selain itu pembangunan masih terus digalangkan hingga saat ini. Indonesia sebagai negara berkembang akan terus dengan gencar-gencarnya melakukan pembangunan. Berbagai sektor dikembangkan untuk menunjang peningkatan perekonomian baik itu SDM, aksesabilitas, dan juga infrastuktur. Program pemerintah salah satunya adalah proyek mengenai pembangunan jalan tol Trans Jawa. Proyek ini bertujuan untuk memberikan infrastuktur berupa jalan tol yang nantinya akan membelah Jawa, mulai dari Jawa Barat sampai Jawa Timur dan memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses ke daerah lain lebih cepat. Kemudian dengan adanya pembangunan tol akan diharapkan pula dapat memberikan peningkatan perekonomian terhadap negara. Namun dalam hal ini juga harus bisa melihat dampak dari adanya pembangunan jalan tol bagi masyarakat.

Pembangunan jalan tol yang dilakukan oleh pemerintah memang akan memberikan dampak bagi masyarakat sekitar. Dimana akan banyak lahan-lahan masyarakat yang digunakan untuk membangun tol tersebut, atau bisa dibilang lahan hijau dan produktif yang berada di jalur proyek tol ini. Lahan pertanian merupakan lahan yang menjadi sasaran utama untuk pembangunan, banyak lahan pertanian yang dibeli untuk kepentingan para penguasa. Tidak hanya itu saja banyak permasalahan yang timbul didalam masyarakat seperti lingkungan akan mengalami kerusakan karena adanya pembangunan. Sedangkan dampak sosial masyarakatnya sendiri ialah akan terjadi konflik, kecemburuan/kesenjangan sosial, persediaan pangan berkurang, dan sebagainya.

Selain wacana pembangunan nasional diatas, lokasi penelitian ini juga membangun desa Ranuklindungan dusun Bandilan ini menjadi desa wisata. Dalam wacana desa wisata tersebut telah ada realisasi mengenai desa wisata, bagaimana dusun Bandilan ini telah disulap menjadi kampung warna yang diharapkan seperti yang ada di Malang (http://pasuruankab.go.id). Memberikan nuansa desa wisata dengan corak yang beraneka ragam yang tergambar di bagian dinding-dinding rumah desa. Agenda dari pemerintahan mencoba untuk bercampur dengan pemahaman-pemahaman mengenai posisi masyarakat lokal sendiri atau kedaulatan masyarakat lokal (Robbins, 2010: 266), khususnya dalam kasus ini adalah posisi masyarakat desa Bandilan dalam wacana pembangunan. Munculnya ide desa wisata selalu ada yang menggagas wacana tersebut. Dengan adanya hal tersebut masyarakat telah mencapai titik dimana subjektifitas mereka mulai melemah, sehingga memunculkan penguasa (pemerintah) yang hadir untuk memengaruhi subjektifitas mereka. Dimana subjektifitas untuk membangun sebuah desa wisata dan jadilah desa wisata di dusun Bandilan kabupaten pasuruan.

Dilihat dari sisi geografis, desa Ranuklindungan, kecamatan Grati kabupaten Pasuruan memiliki sumber daya yang banyak menghidupi masyarakat yang bermukim disekitarnya. Sumber daya yang banyak dimanfaatkan masyarakat antara lain dari sektor pertanian, perikanan, peternakan dan kini dari sektor pengembangan pariwisata alam danau Ranu Grati dan pariwisata berbasis lingkungan juga mulai dikembangkan oleh masyarakat desa tersebut. Potensi alam dan sumber daya manusia yang memadai menjadikan desa Ranuklindungan dicanangkan oleh pemerintah daerah kabupaten Pasuruan pada tahun 2012 sebagai Desa Wisata Ranuklindungan. Program ini sangat positif, karena potensi yang ada haruslah dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah daerah melalui pemberdayaan masyarakat sekitar lingkungan guna mengembangkan potensi sumber daya alam yang ada sebagai upaya penciptaan lapangan pekerjaan baru, perbaikan perekonomian dan

kesejahteraan masyarakat, dan upaya pembangungan perekonomian daerah dari penerimaan devisa pengelolaan potensi destinasi wisata daerah.

Perkembangan pemerintahan saat ini, dapat terlihat melalui adanya pelimpahan wewenang pemerintah oleh pemerintahan pusat kepada pemerintahan daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya sendiri yang disebut dengan desentralisasi. Tujuan dari desentralisasi ini adalah pengembangan perencanaan serta pelaksanaan pelayanan publik, meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintah, serta peningkatan aspirasi dan partisipasi masyarakat. Pelaksanaan otonomi daerah tercantum pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah. Pembangunan ekonomi daerah harus disesuaikan dengan keadaan, permasalahan dan peluang yang ada pada daerah yang bersangkutan. Corak yang berbeda antar daerah menyebabkan adanya penanganan yang berbeda dalam menentukan arah perencanaan pembangunannya. Proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi tidak dapat berjalan secara maksimal apabila proses pembangunan tidak disesuaikan dengan potensi yang dimiliki daerah. (Kuswandoro, Wawan Edi, 2016)

Wilayah desa Ranuklindungan secara ekologi merupakan daerah dataran sedang yang memiliki luas wilayah 103.813 Ha. Desa ini terbagi menjadi lima dusun yaitu Bandilan I, Bandilan II, Magersari, Bebekan Lor, dan Bebekan Kidul. Dan secara administratif terbagi menjadi lima Rukun Warga (RW) yang mewilayahi 23 Rukun Tetangga (RT). Desa Ranuklindungan juga memiliki wilayah dari danau Ranu Grati yang saat ini menjadi daya tarik utama destinasi wisata daerah. Letak dari danau ini berada di sebelah selatan wilayah kabupaten Pasuruan. Persisnya danau Ranu Grati ini sendiri dihimpit oleh beberapa wilayah 3 desa yaitu desa Sumberdawesari, desa Ranuklindungan, dan desa Gratitunon. Danau Ranu Grati memiliki potensi kekayaan alam yang sangat berlimpah dan juga memiliki pesona keindahan alam sebagai destinasi wisata daerah Pasuruan. Degan luas sekitar 198 Ha, danau Ranu Grati juga dimanfaatkan untuk mengembangkan potensi pertanian tambak ikan air tawar. Hasil komoditi ikan tambak di danau Ranu Grati yang dapat di hasilkan antara lain ikan mujaer, ikan patin, ikan nila, ikan wader dan lain-lain. Ada salah satu ikan endemik di danau ini yang biasa disebut masyarakat dengan ikan Lempuk. Ukuran ikan ini sangat kecil dan biasanya dimanfaatkan sebagai komoditi olahan ikan krispi yang dijadikan salah satu oleh-oleh khas bagi siapapun yang berkunjung ke danau Ranu Grati tersebut.

Salah satu hal penting dalam pembangunan ekonomi daerah adalah proses identifikasi sektor ekonomi potensial. Proses identifikasi dibutuhkan dalam sebuah siklus proyek pembangunan. Dalam usaha pengembangan potensi daerah, desa Ranuklindungan memanfaatkan danau Ranu Grati dan wilayah desa yang memadai untuk pengembangan sektor pariwisata berbasis lingkungan sebagai destinasi wisata yang ditawarkan kepada masyarakat. Dalam penelitian saya kali ini, saya akan berfokus kepada strategi pemerintah daerah atau desa dalam membangun konstruksi pengetahuan masyarakat mengenai konsep desa wisata dan proses pengembangan potensi wilayahnya. Potensi lain seperti perikanan dari tani keramba di danau Ranu dan di sepanjang aliran sungai di lingkungan masyarakat sangatlah mempunyai nilai perekonomian yang potensial. Potensi perikanan tersebut juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai peningkatan pendapatan mereka serta dapat dijadikan suatu produk ekonomis yang khas dari desa Ranuklindungan yang hal ini tentunya dapat menjadikan nilai tambah dalam mendukung pengembangan sektor ekonomi potensial dari desa wisata.

Dalam konteks ini, maka fokus permasalahan yang dibahas dalam artikel ini yaitu mengenai bagaimana strategi dalam membangun konstruksi pengetahuan masyarakat mengenai desa wisata. Kemudian dampak apa yang dirasakan oleh masyarakat setelah adanya pengembangan konsep desa wisata di daerah ini. Sehubungan dengan rumusan masalah yang dikemukakan, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana metode atau pendekatan dalam membangun konstruksi pengetahuan masyarakat pada proses pengembangan masyarakat di desa wisata Ranuklindungan. Serta mengetahui perubahan apa yang terjadi di masyarakat baik dari sektor ekonomi, sosial, dan lingkungan sebagai dampak dari usaha pengembangan desa wisata di desa Ranuklindungan.

Tinjauan Teori

a.    Pengembangan Masyarakat (community development)

Pengembangan masyarakat (community development) merupakan suatu proses swadaya masyarakat yang diintegrasikan dengan usaha-usaha pemerintah setempat guna meningkatkan kondisi masyarakat di bidang ekonomi, sosial, politik dan cultural, serta untuk mensinergikan gerakan untuk kemajuan dan kemakmuran bangsa. Sebagai suatu metode atau pendekatan, pengembangan masyarakat menekankan adanya proses pemberdayaan, partisipasi dan peranan langsung warga komunitas dalam proses pembangunan di tingkat komunitas dan antar komunitas (Nasdian, 2014). Pengembangan masyarakat juga dapat membantu menanggulangi masalah dan isu-isu penting terkait kesejahteraan masyarakat. Dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat kemudian pemerintah daerah membuat suatu program dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada diciptakan program pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan desa wisata di desa Ranuklindungan. Hal ini terlihat dari dicanangkannya desa Ranuklindungan menjadi desa wisata oleh pemerintah daerah kabupaten Pasuruan pada tahun 2012.

Dalam buku Tania Murray Li yang berjudul The Will To Improve, kehendak untuk memperbaiki terletak di gelanggang kekuasaan yang oleh Foucault (1997) disebut “kepengaturan”. Kepengaturan adalah “pengarahan perilaku” yakni upaya untuk mengarahkan perilaku manusia dengan serangkaian cara yang telah dikalkulasi sedemikian rupa. Kepengaturan berkepentingan dengan meningkatkan kesejahteraan orang banyak. Tujuannya adalah untuk menjamin “kesejahteraan masyarakat, perbaikan keadaan hidup mereka, peningkatan kemakmuran, usia harapan hidup, kesehatan, dll” (Li, 2007). Kepengaturan yang diciptakan untuk mengarahkan masyarakat yaitu dengan member pendampingan dan pengarahan kepada kelompok sadar lingkungan dan seluruh masyarakat desa oleh Forum Komunikasi Peduli Lingkungan atau FKPL dari dinas Pariwisata daerah. FKPL disini bertugas member pendampingan dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia mengenai konsep desa wisata.

  • b.    Mengkonstruksi sadar wisata

Untuk mensukseskan konsep pengembangan masyarakat dalam usaha membangun desa wisata, diperlukan pula konsep membangun konstruksi sosial masyarakat untuk menciptakan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya tindakan untuk menghadapi realitas sosial yang baru dan perubahan dalam usaha membangun desa wisata. Pengetahuan merupakan konstruksi dari individu yang mengetahui dan tidak dapat ditransfer kepada individu lain yang pasif karena itu konstruksi harus dilakukan sendiri olehnya terhadap pengetahuan itu, sedangkan lingkungan dan eksternal yang lain adalah sarana terjadinya konstruksi itu. Teori konstruksi sosial (sosial construction) menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, dimana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif ( Peter L. Berger & Thomas

Lukhmann, 1990). Usaha yang dilakukan pemerintah desa yaitu dengan memfasilitasi masyarakat dalam berbagai hal, seperti melakukan kunjungan studi banding ke beberapa desa percontohan lain, member pendampingan dalam upaya peningkatan kualitas SDM, membangun komunikasi harmonis di semua lini, untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam usaha membangun desa wisata Ranuklindungan.

Menurut Berger dan Luckmann, terdapat dua obyek pokok realitas yang berkena dengan pengetahuan, yakni realitas subyektif dan realitas obyektif. Realitas subyektif berupa pengetahuan individu. Disamping itu, realitas subyektif merupakan konstruksi definisi realitas yang dimiliki individu dan dikonstruksi melalui proses internalisasi. Realitas subyektif yang dimilik masing-masing individu merupakan basis untuk melibatkan diri dalam proses eksternalisasi, atau proses interaksi sosial dengan individu lain dalam sebuah struktur sosial. Melalui proses eksternalisasi itulah individu secara kolektif berkemampuan melakukan obyektivikasi dan memunculkan sebuah konstruksi realitas obyektif yang baru ( Peter L. Berger & Thomas Lukhmann, 1990).

Setelah berhasil dalam membangun konstruksi pengetahuan masyarakat maka selanjutnya masyarakat sudah dapat di ajak untuk berpartisipasi. Partisipasi dalam pengembangan masyarakat harus menciptakan peran serta yang maksimal dengan tujuan agar semua orang dalam masyarakat tersebut dapat dilibatkan secara aktif pada proses dan kegiatan masyarakat. Dengan mengikuti pemikiran ini, maka kegiatan pemberdayaan merupakan kegiatan yang menyatu dengan kegiatan pembangunan (desa) dan merujuk pada satu tujuan atau misi bersama yakni kemampuan dan kemandirian. Pemberdayaan (kemampuan dan kemandirian) merupakan kunci dan prasyarat dari aktivitas desa membangun.

  • 2.    METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk memperoleh data yang tepat dalam mengetahui strategi membangun desa wisata di kawasan danau Ranu Grati, Desa RanuKlindungan, Kecamatan Grati, Pasuruan. Alasan yang mendasari mengapa metode kualitatif yang diguakan dalam penelitian ini adalah agar diperoleh gambaran data yang komprehensif dan mendalam mengenai strategi pemerintah daerah membangun konstruksi pengetahuan masyarakat desa Ranuklindungan dalam usaha pengembangan potensi daerah desa Ranu Klindungan yang memanfaatkan danau Ranu Grati dan lingkungan desa sebagai sektor pariwisata. Penelitian kualitatif dilakukan pada objek yang alamiah, yaitu objek yang berkembang apa adanya, tidak ada manipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak mempengaruhi dinamika objek tersebut.

Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data memang menjadi bagian yang penting dalam melakukan penelitian. Dengan teknik pengumpulan data akan membawa peneliti lebih mudah dalam pencarian data. disini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yakni observasi, interview dan data visual. Pada riset awal melakukan penelitian, peneliti melihat fenomena-fenomena yang sedang terjadi didalam setting sosial masyarakat Dusun Bandilan, dengan menggunakan observasi sebagai teknik awal dalam pengumpulan data yang mana dalam pengumpulan data peneliti juga mencari data Visual yang nantinya menunjukan sudut pandang peneliti saat melakukan observasi. Selama observasi peneliti tidak hanya diam saja, namun peneliti ikut masuk kedalam ruang masyarakat dusun Bandilan ini. Sedangkan teknik pengumpulan data Interview bertujuan untuk memperoleh data lisan yang disampaikan oleh informan. Bukan hanya sekedar interview yang biasanya lebih ke introgasi, namun peneliti lebih mengharapkan dialog 2 arah yang memudahkan peneliti

untuk menganalisa makna yang terkandung dalam ucapan sang Informan baik itu gesture dan intonasi suaranya. Untuk menganalisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Dimana hasil dari pencarian data dilapangan dapat digambarkan secara jelas dan dapat dimengerti oleh orang lain. Setelah dilakukan pemetaan dari data yang diperoleh untuk mempermudah dalam proses menganalisis. Selanjutnya setelah melakukan pemetaan di analisis menggunakan teori yang sudah ditentukan dan terakhir ditarik kesimpulan sebagai penutup.

  • 3.    HASIL DAN PEMBAHASAN

Berbicara mengenai desa wisata, yang pertama kali terbersit dalam pikiran adalah suasana desa dengan segala keramahannya dan suasana kultural begitu terasa di udara. Namun berbeda ketika memasuki kawasan desa wisata Bandilan yang terasa perkampungan kota-nya dan juga keindahan hiasan / dekorasi mural-mural dibeberapa bagian desa yang menunjukan era modernitasnya. Melalui pengembangan desa wisata, masyarakat di pedesaan ‘dibuka’ wawasannya agar mereka mengerti dan menyadari bahwa lingkungan pedesaan tempat mereka tinggal yang dianugerahi keindahan alam/keunikan budaya1. Memang begitu menguntungkan bagi masyarakat sekitar, karena hal ini akan berdampak pada perekonomian yang dimana awalnya memiliki tingkat ekonomi rendah namun dengan adanya desa wisata perekonomian menjadi meningkat dibandingkan dengan sebelum adanya desa wisata.

Ada beberapa macam dari konsep suatu desa wisata, mulai dari wisata budaya, wisata alam, wisata kreatif. Sama halnya desa wisata di Bali yang menonjolkan unsur budaya dan religi masyarakat Bali. Kampong warna yang ada di kota Malang, ini merupakan desa wisata kreatif buah tangan dari masyarakat dan seniman kota malang. Desa wisata masih banyak dari kita memahami desa wisata adalah bagian dari program pembangunan desa, bukan suatu program yang bertujuan untuk desa membangun (Sregip, Buku Panduan Pengembangan Desa Wisata Hijau: 15). Kita pahami desa wisata tidak serta merta keberadaannya langsung terbentuk, tentunya terdapat sesosok individu-individu atau komunitas tertentu yang mengawalinya. Dari adanya ide atau kreatifitas itulah yang menyebabkan ingin mencoba untuk melakukan sesuatu yang baru, namun hal ini juga tidak akan pernah lepas dari adanya suatu konstruksi pengetahuan dari luar. Konstruksi yang masuk kedalam mereka ini menyebabkan rasa tertarik dan mencoba untuk melakukan hal yang sama seperti membangun desa wisata. Pemikiran atau ide desa wisata tentunya tidak akan datang sendirian akan ada lantaran didalamnya, desa Bandilan kabupaten pasuruan salah satu contohnya. Desa wisata didaerah tersebut pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan desa wisata yang berada di daerah malang, adanya pembangunan desa wisata didaerah Bandilan tidak lepas dari adanya perjalanan atau studi banding ke malang. Hal ini bertujuan untuk memberikan contoh atau pengetahuan terhadap mereka mengenai desa wisata, sehingga akan semakin menumbuhkan sikap atau kesadaran bagi mereka yang sedang berproses menuju desa wisata.

Desa Wisata Ranuklindungan

Pemberdayaan senantiasa berkaitan dengan penggalian dan pengembangan potensi masyarakat, yang menurut Kartasasmita bahwa setiap manusia dan masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan, sehingga pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu dengan mendorong, memberikan motivasi dan membangkitkan

kesadaran akan potensi yang dimiliki serta untuk mengembangkannya.2 Desa wisata Ranuklindungan merupakan desa yang memiliki potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang sangat potensial. Letak desa ini yang dekat dengan jalur lintas provinsi semakin memudahkan akses desa untuk membangun desa wisata. Desa Ranuklindungan yang memiliki potensi alam yaitu danau Ranu Grati dan secara ekologi merupakan daerah dataran sedang yang memiliki luas wilayah 103.813 Ha serta memiliki sumber daya manusia yang memadai tentunya sangat pantas dicanangkan sebagai desa wisata oleh pemerintah daerah kabupaten Pasuruan. Namun dalam proses implementasi program di masyarakat, keterlibatan masyarakat masih sangatlah minim disini. Berawal dari inisiatif yang melihat bahwa desa Ranuklindungan telah di cap sebagai desa wisata, maka beberapa aktor penggerak awal masyarakat terasa tergugah untuk menjadikan desa wisata Ranuklindugan menjadi pilihan destinasi wisata yang tidak hanya memiliki danau Ranu namun juga memiliki wisata berbasis lingkungan yang ramah dan asri.

“Sebenarnya title desa wisata itu karena adanya destinasi wisata danau ranu grati ini pada awalnya. Yang belum pernah ada perhatian dari pemerintah pada saat itu. Berangkat dari situ ada sebuah kelompok atau komunitas yang peduli tentang itu. Nama kelompoknya kelompok sadar wisata. Sebetulnya awalnya namanya yaitu kelompok peduli lingkungan lah namanya, namun karena hal itu ditangkap oleh pemerintah maka kelompok itu berubah menjadi kelompok sadar wisata. Diawali dari situ, memang pada saat itu di danau ranu grati itu sudah dibangun pendopo, tapi fasilitas-fasilitas wisata yang lain belum, kemudian kelompok sadar wisata ini berusaha semaksimal mungkin agar danau ranu grati ini bisa di minati pada saat itu.”

Ketika saya melakukan wawancara dengan pak Rahmat beliau merupakan salah satu penggerak masyarakat sekaligus ketua dari kelompok sadar wisata dan menanyakan tentang asal mula di canagkannya desa Ranuklindungan ini menjadi desa wisata beliau menjawab: “Desa itu sejak tahun 2012 dicanangkan menjadi desa wisata, kami lalu melakukan studi banding ke beberapa kota sejak 2016. Sejak saat itu kami mulai bergerak untuk membina mensosialisasikannya.” Ketika saya bertanya kepada masyarakat mengenai latar belakang masyarakat disini juga beragam dari sisi mata pencaharian. “Disini kebanyakan PNS guru, ya ada petani juga, alhamdulillah warga sini kerjanya ya lumayan lah SDMnya sudah maju semua”.

Danau Ranu Grati memang sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat pada zaman dahulu hingga sekarang. Keberadaannya di tengah-tengah masyarakat menjadi berkah tersendiri bagi masyarakat sekitar. “Saya dari kecil tidak mempunyai sawah, sawah saya ya di ranu itu. Saya cari ikan. njolo, njaring sembarang aku. itu untuk menambah penghasilan. Berapa seh gaji pegawai negeri hehehe”. Namun sayangnya keadaan danau ranu sendiri yang dijadikan ujung tombak utama destinasi di desa wisata Ranuklindungan ini kondisinya sekarang ini tidak terawat dengan baik dan kurang memberi dampak yang siknifikan terhadap pendapatan daerah dari sector pariwisata yang pada tahun 2012 sangat di gencar-gencarkan oleh pemerintah daerah kabupaten pasuruan.

“Dulu itu air danau ranu bening sekali dek, istilahnya kalau kita mau ambil air di minum langsung masih kolu. Kalau sekarang ya kotor tercemar gini dek. Mau mandi aja pikir-pikir kalo sekarang. Jadi ini terkena pengaruh dari

pakan-pakan ikan sama pupuk cair dari Samsung. Jadi sisa-sisa untuk mempupuk tebu, jadi di atas sana kan areal tebu. Jadi limbah dari Samsung itu dimanfaatkan untuk pupuk tebu, sebenarnya untuk rendemen tebu juga tidak begitu bagus. Nah terus kena hujan lama-lama ngalir ke ranu.”

Akibat lain dari kerusakan lingkungan tersebut juga berdampak pada pendapatan masyarakat yang memiliki karamba ikan di danau dan disepanjang aliran sungai yang di aliri air danau ranu itu sendiri. mereka menjelaskan bahwa pencemaran lingkungan tersebut juga mempengaruhi aktifitas pertanian karamba mereka. “Ya andaikan tidak terkena limbah ya tambah banyak ikannya, dulu itu macem-macem tapi sekarang tinggal beberapa jenis saja. Soalnya kan jenis-jenis ikan juga beda-beda. Ada yang kuat ada yang tidak.” Pengembangan potensi desa wisata Ranuklindungan ini awalnya berpusat pada pengembangan potensi danau Ranu, namun kemudian program itu tidak berjalan dengan baik oleh karena berbagai faktor. Hal ini menjadikan masyarakat mencoba menggali potensi lain dari sisi lingkungan dan sumber daya manusia yang mereka miliki. Kemudian desa wisata Ranuklindungan ini pada akhirnya memiliki destinasi wisata lain yang berbasis lingkungan desa mereka.

“Jadi setelah di ranu itu kurang ada dukungan dari pemerintah, dalam hal ini dukungan penuh dari dinas pariwisata. Maksutnya kalau dukungan ada, tapi kalau dukungan penuh itu masih belum ada sehingga desa sendiri perlu dalam hal ini dari kelompok tadi itu perlu inovasi-inovasi karena desa kita sudah dikenal orang , dicap lah sebagai desa wisata, maka tidak menutup kemungkinan untuk mengembangkan wisata-wisata selain dari wisatau danau ranu itu sendiri. nah.. di antaranya mulai dari gerakan ijo royo-royo ini juga dimulai dari komunitas yang peduli lingkungan. Gerakan ijo royo-royo ini dengan jargonnya ENDANG SUKARNI.”

CBT Desa Ranuklindungan

Pada dasarnya dalam setiap wacana desa wisata memiliki penggerak atau penggagas pertama kali baik dari individu, pemerintahan, komunitas, atau masyarakat itu sendiri. Dalam setiap periwisata yang berdiri atau dibangun tentunya akan memiliki kriteria tersendiri sehingga nantinya akan dapat dikategorikan kedalam suatu bentuk yang bagaimanakah desa wisata tersebut dalam tata cara pengelolaannya. Community Based Tourism (CBT) merupakan salah satu bentuk pengelolaan dari adanya pembangunan desa wisata. Peran CBT sendiri untuk mengelola wisata agar dapat semakin maju dan berkembang. Menurut Nicole Hausler (dalam Nurhidayati dan Fandeli, 2012:37) CBT ialah suatu wadah yang dimana lebih mementingkan masyarakat local sebagai pemegang dalam pengembangan pariwisata, sehingga masyarakat disini diberikan ruang atau kesempatan untuk mengelola wisata tersebut, basis dari komunitas ini ialah masyarakat. CBT lebih menekankan pada masyarakat, masyarakat diberikan kepercayaan untuk mengelola dan dapat terlibat langsung didalamnya, semua yang memegang kendali ialah masyarakat. Masyarakat memegang peranan yang besar didalam memajukan dan mengembangkan wisata tersebut (Urmila dkk, 2013:132), maka dari itu disinilah tantangan masyarakat dimulai karena mereka harus benar-benar bisa membawa kedalam suatu perkembangan untuk wisata tersebut.

Dengan adanya pengelolaan yang berbasis CBT memang akan membawa kelebihan tersendiri bagi kehidupan masyarakat sekitar atau masyarakat yang menjalankan desa wisata. Perekonomian, sesuatu hal yang akan sangat nampak perkembangannya, dalam desa wisata sendiri juga akan sangat menguntukan terutama dalam permasalahan ekonomi (APEC, 2010). Ekonomi secara perlahan akan meningkat dan hal ini akan terdapat perbedaan dari sebelum dan sesudah adanya desa wisata tersebut. Konsep yang

dicanangkan desa wisata Bandilan ini hampir sama dengan konsep ekowisata indonesia milik UNESCO dengan bertumpu pada lima konsep dasar yaitu pelestarian, pendidikan, pariwisata, perekonomian, dan partisipasi masyarakat setempat. Hal ini akan di kaitkan dengan konsep desa wisata di daerah Bandilan pasuruan, pertama mengenai pelestarian dimana para masyarakat juga selalu melakukan kegiatan rutin untuk tetap melestarikan seperti pengadaan bank sampah dan shodaqoh sampah. Dalam hal pendidikan desa wisata tersebut juga terdapat kegiatan yang mengarah pada bidang pendidikan seperti edukasi tentang tanaman toga atau obat-obatan. Selanjutnya mengenai pariwisata, sudah terlihat jelas bahwa di desa tersebut memang sedang mengembangkan pariwisata atau desa wisata dengan berbasis lingkungan. Perekonomian, dalam mendirikan suatu usaha dibidang pariwisata tentunya tidak akan pernah lepas dari adanya faktor untuk meningkatkan perekonomian didaerah tersebut. Terakir tentang partisipasi masyarakat sekitar memang sudah terlihat jelas dari sejak awal desa wisata dicanangkan hal ini terlihat dari antusias mereka.

Strategi Membangun Desa Wisata Ranuklindungan

Melakukan Studi Banding

Bermodal dari kesadaran beberapa orang yang tergabung di dalam kelompok sadar wisata, kemudian desa sebagai fasilitator kemudian memberi fasilitas berupa mengajak masyarakat untuk studi banding ke beberapa kota yang sudah lebih dahulu mengembangkan konsep desa wisata berbasis lingkungan. “Pada 2016 itu kita studi banding pertama ke Lumajang, ke Trunan. Disana ada sebuah kampung di lewati sungai, di tengah-tengah sungai dibuat taman. Dan itu juga digunakan untuk budidaya ikan. Selain itu kita juga belajar mengenai bank sampah, segala macam kerajinan, disana dulu pernah di ajari. Selanjutnya pada 2017 saat tol mulai di bangun kami merasa resah dan gelisah. Akhirnya kami juga mengadakan studi banding lagi ke Gelintung Kota Malang, yang sebelumnya tanggal 5 oktober 2017 kita melauncing GIRRR yaitu Gerakan Ijo Royo-Royo Ranuklindungan. Kemudian hal itu ditindak lanjuti dengan kita studi banding ke Gelintung Go Green, Godowangi, dan Pujon Kidul di café sawah Malang.”

Dari proses strategi memberikan edukasi dan contoh langsung kepada masyarakat tersebut kemudian secara tidak langsung memberikan mimpi kepada masyarakat untuk ingin memiliki desa yang ramah lingkungan dan sekaligus guna desatinasi wisata pilihan selain wisata danau Ranu tersebut. Setelah diberikan pengetahuan dengan studi banding di beberapa desa percontohan di luar kota tersebutlah sedikit demi sedikit masyarakat mulai menerapkan ilmu yang diperolehnya dan mulai berproses bersama-sama. Salah satu warga desa menjawab pertanyaan saya mengenai bagaimana masyarakat bisa sadar tentang pengembangan lingkungan ini beliau menjawab: “Oo dari anu, dari perangkat desa mengajak study banding ke Batu Malang sana. Terus dilihat-lihat ini kok patut di contoh terus akhirnya kita rapat, rapat, rapat akhire masyarakat itu sadar. Kalau hidup bersih itu enak.”

Pemetaan Wilayah dalam Pemberdayaan

Pemetaan pengembangan juga di dasarkan oleh potensi-potensi yang ada pada lingkungan tersebut. Untuk mempermudah terciptanya konstruk pengetahuan dan menjadikan masyarakat desa Ranuklindungan menjadi masyarakat sadar wisata, maka setelah adanya program dan sosialisai maka pemetaan program tersebut juga disesuaikan dengan potensi SDM mereka masing-masing. Walaupun dalam pelaksanaan yang serentak, pentingnya pemetaan potensi sumber daya disini adalah untuk mempermudah berjalannya program. “Yak arena program ini dari desa maka pelaksanaannya serentak. Kalau di RW 2 Bandilan 2 disana sejak dicanangkannya program ini karena pemudanya di sana banyak

yang hobi ngecat dan ada yang bisa menggambar mural itu jadi mereka langsung. Jadi dari desa itu pemmbagiannya, di lihat dari minat masyarakatnya mangkanya di bagi seperti itu tadi. kelompok disini sebagai wakil masyarakat dan desa disini sebagai pendukung dan yang memfasilitasi seperti membuatkan SK, surat, tentunya desa mendapat masukan dari kelompok itu tadi.”

Perilaku masyarakat dalam menjaga keberlanjutan desa wisata Bandilan

Pendidikan Masyarakat mengenai ekowisata

Konsep desa wisata Bandilan menganut konsep ekowisata yang mana dalam praktiknya wisata yang menggunakan pariwisata berbasis pelestarian lingkungan dan meningkatkan partisapasi pengelolaan masyarakat terkait lingkungan. Kondisi desa Bandilan sendiri memiliki suasana hijau karna tanaman toga, bunga, sayuran, dan tanaman hias lainnya sebagai hiasan pinggiran jalan, dan juga lahan hijau bersih dari adanya sampah plastic yang menjadikan pemandangan lebih indah dan bersih. Dengan adanya sikap masyarakat peduli terhadap lingkungan ini menunjukan bahwa masyarakat sendiri ikut andil bagian dalam menjaga keberlanjutan desa wisata, sebagai mana dijelaskan oleh UNESCO (2009) terkait Konsep Ekowisata Indonesia yang terdapat pelestarian, pendidikan, pariwisata, perekonomian, dan partisipasi masyarakat setempat. Pelestarian menjadi salah satu yang tergolong dalam perilaku yang sudah dijalankan oleh masyarakat desa Bandilan.

Pendidikan ini juga muncul dalam sikap yang dijalankan masyarakat desa wisata baik secara factual dan nonfactual. Secara factual pendidikan mengenai ekowisata diperlihatkan dengan adanya tanaman Toga yang sekaligus manfaatnya untuk pengobatan, juga slogan-slogan yang mengajarkan nilai luhur yang peduli terhadap kelestarian lingkungan. Secara non factual dapat dirasakan oleh anak-anak masyarakat desa Bandilan sendiri yang mana ketika proses pembangunan desa wisata juga ikut bekerja untuk membersihkan sampah dilingkungan sekitar, sehingga menumbuh rasa peduli tersebut pada anak-anak asli desa Bandilan sendiri. Untuk pariwisata di desa Bandilan ini menyediakan bentuk kerajinan dan produk asli dari buah tangan masyarakat sendiri, antara lain Minuman sehat tanaman Toga, kerajian tangan berupa pernak pernik dan lampion hias.

Perekonomian ini dikhususkan kepada warga yang memiliki warung atau toko jajanan yang bisa dijadikan tempat singgah para pengunjung. Perilaku ekonomi ini juga menjadi giat masyarakat yang sebagian hasilnya/pendapatannya juga akan berbalik sebagai biaya perawatan untuk desa wisata. Partisipasi masyarakan merupakan hal yang paling utama untuk keberlanjutan desa wisata ini, dimana sikap masyarakat/warga asli Bandilan yang bersikap ramah terhadap pengunjung atau orang singgah, hal ini memberikan kesan yang diterima oleh pengunjung sebagai suatu hal yang akan dirindukan. Ini menjadi salah satu modal untuk tetap mempertahankan desa wisata, jika masyarakat sekitar dapat bertindak ramah terhadap setiap orang yang berkunjung maka konsekuensinya ialah mereka (para pengunjung) akan tetap mau berwisata kembali ke desa tersebut, semua tidak lebih dari bentuk pertukaran (Ritzer, 2013). Pariwisata hanyalah sekedar relasi komoditas (Jack & Phipps, 2005).

Partisipasi masyarakat dalam keberlanjutan desa disata

Berbicara mengenai partisipasi masyarakat untuk mengembangkan desa wisata akan banyak menjumpai beberapa cara yang digunakan untuk tetap mempertahankan atau melanjutkan wisata tersebut. Selain memiliki keramah tamahan, disini mereka juga rutin melakukan hal yang dapat meningkatkan solidaritas mereka seperti melakukan kerja bakti

untuk membangun desa, rutin mengikuti program kegiatan yang diberikan kepada masyarakat. Program kegiatan tersebut ialah shodaqoh sampah dilakukan dalam setiap dua minggu sekali, sedangkan untuk bank sampah sendiri dilakukan satu minggu sekali setiap hari jum’at. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi mereka tidak hanya dalam bentuk tenaga yang dikeluarkan, tapi ketika mereka dimintai untuk menyumbangkan suatu barang yang sekiranya sudah tidak dipakai lagi. Shodaqoh sampah dan bank sampah, sebutan yang digunakan masyarakat untuk mengumpulkan sampah. Sekilas akan terlihat berbeda dari kedua kegiatan tersebut, namun pada dasarnya kedua program tersebut memiliki makna yang sama.

Tujuan dari adanya bank dan shodaqoh sampah sendiri ialah untuk mengumpulkan sampah-sampah yang tidak digunakan lagi selain itu hal ini pula untuk tetap menjaga lingkungan dalam artian menjaga lingkungan agar tetap bersih, karena konsep dari ekowisata sendiri mengenai keindahan dan kebersihan maka dari itu upaya-upaya yang dilakukan untuk menjada agar tetap indah dan bersih akan terus dilakukan salah satunya yaitu dengan cara tersebut. Selanjutnya ialah sebagai penambah pemasukan untuk kas dengan cara dibuat untuk kerajinan tangan atau yang lain, kemudian dapat digunakan sebagai biaya perawatan untuk lingkungan tersebut. Dari hal ini dapat menimbulkan partisipasi masyarakat karena dengan adanya kegiatan tersebut masyarakat juga ikut andil dalam pengembangan desa wisata, lingkungan agar tetap indah maka apa yang disarankan oleh penggerak maka akan dilakukan.

Dari adanya dua kegiatan rutin tersebut secara tidak langsung akan menumbuhkan rasa sadar akan pentingnya untuk tetap menjaga lingkungan. Dimana mereka akan terbiasa dengan membuang sampah pada tempatnya, dan kebiasaan lama seperti membuang sampah secara sembarang akan dapat diminimalisir. Hal ini juga mendatangkan keuntungan tersendiri selain kesadaran masyarakat mulai muncul dan keuntungan dari segi material pun akan didapatkan. Namun hal ini tetap memunculkan suatu pertanyaan apakah mereka benar-benar memahami konsep tentang keindahan atau kebersihan yang hanya dilihat dari partisipasi yang mereka lakukan? Partisipasi memang perlu dilakukan terlebih tujuan dari adanya partisipasi masyarakat sendiri ialah untuk bergotong royong dalam mengembangkan desa wisata, namun hal ini juga harus pandai melihat kondisi atau kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar sebelum adanya desa wisata. Analisis seperti ini perlu dilakukan karena dalam mengembangkan desa wisata tidak hanya memperlukan suatu tindakan yang harus masyarakat lakukan, namun harus mampu membaca apa yang telah menjadi kebiasaan masyarakat sejak dulu.

Kesadaran dalam berperilaku

Kesadaran akan menentukan perilaku selanjutnya apakah pernyatan tersebut memang benar pada kenyataannya? Masyarakat desa bandilan memang tengah gencar-gencarnya melakukan pengembangan desa wisata, maka dari itu segala upaya akan dilakukan untuk tetap menjaga dan mengembangkan wisata tersebut. Banyak cara yang dilakukan salah satunya dengan membentuk program, setelah program kegiatan sudah jadi maka langkah selanjutnya ialah menjalankan program tersebut. Sasaran dari adanya program tersebut ialah masyarakat, dimana masyarakat yang menjalankan tanpa mengetahui apakah tujuan yang sebenarnya dari adanya program tersebut. Menumbuhkan suatu kesadaran akan cinta lingkungan tidak semudah yang dibayangkan, banyak masyarakat yang berbicara bahwa mereka telah sadar mengenai lingkungan namun hal ini tidak sesuai dengan tindakan atau perilaku masyarakat sehari-sehari. Kesadaran seperti

apakah yang mencoba mereka bangun? Jika perilaku mereka masih menunjukkan bahwa kesadaran belum sepenuhnya mereka capai.

Keresahan semacam ini tengah terjadi pada masyarakat dusun bandilan masyarakat desa wisata. Tanpa disadari mereka telah dibingungkan akan kesadaran mereka sendiri, kesadaran yang timbul karena dibentuk oleh sekelompok tertentu dan ini pun akan menjadi suatu hal yang bertentangan dengan kebiasaan yang mereka lakukan. Kebiasaan yang dilakukan akan selamanya tetap menjadi kebiasaan, meskipun telah menunjukkan perubahan namun suatu kebiasaan akan sulit untuk dihilangkan, seperti halnya perilaku masyarakat desa wisata dusun bandilan. Perilaku mereka seolah-olah sangat bertentangan dengan dari adanya konsep desa wisata, yang dimana lebih menenkankan pada keindahan dan kebersihan tapi pada realitas yang ada perilaku masyarakat belum mampu mencerminkan apa yang ada didalam konsep desa wisata. Perilaku yang telah menjadikan kebiasaan mereka ialah mencuci pakaian disungai, mandi disungai, dan hal-hal yang masih berkaitan dengan sungai. Desa wisata yang sudah berjalan kurang lebih satu tahun ini, perilaku masyarakat seperti mencuci dan sebagainya menandakan bahwa mereka belum begitu sadar sepenuhnya mengenai lingkungan. Ketika mereka dihadapakan pada suatu kondisi dimana mereka harus menjaga kebersihan mereka akan mengikuti apa yang telah disampaikan, namun ketika mereka dihadapkan pada sebuah kebiasaan seketika kesadaran mengenai lingkungan dan keindahan seakan mereka lupa dengan kata-kata sadar lingkungan yang telah masuk kedalam pikiran mereka. Perilaku yang masih sering mereka lakukan ini belum bisa mencerminkan bahwa mereka benar-benar sadar mengenai apakah desa wisata yang berbasis lingkungan tersebut.

  • 4.    KESIMPULAN

Desa wisata saat ini menjadi sektor ekonomi yang menjanjikan keuntungan dalam hal perekonomian. Hal inilah yang mendoronga masyarakat untuk gencar dalam membangun desa wisata. Sebelum dilakukan pembangunan perlu diadakannya pemberdayaan masyarakat untuk mempermudah dalam proses pembangunan. Menurut Kieffer (1981), pemberdayaan mencakup tiga dimensi yang meliputi kompetensi kerakyatan, kemampuan sosiopolitik, dan kompetensi partisipatif (Suharto, Edi, 2005). Parsons et.al juga mengajukan tiga dimensi pemberdayaaan yang merujuk pada:

  • a.    Sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individual yang kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan sosial yang lebih besar.

  • b.    Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri, berguna dan mampu mengendalikan diri dan orang lain.

  • c.    Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan sosial, yang dimulai dari pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan kemudian melibatkan upaya-upaya kolektif dari orang-orang lemah tersebut untuk memperoleh kekuasaan dan mengubah struktur-struktur yang masih menekan.

Pengembangan masyarakat dan keberhasilan membangun konstruksi pengetahuan masyarakat dengan berbagai langkah-langkah pemerintah desa dalam mengajak dan memfasilitasi warganya untuk bersama-sama berubah. Buah dari keberhasilan lainnya juga masyarakat kemudian mempunyai harapan baru demi kemajuan hidup mereka. Namun sebenarnya bukanlah pembangunannya yang menjadi tantangan dalam desa wisata, tapi hal yang tidak kalah menantang adalah menjaga bagaimana desa wisata ini tetab berkelanjutan. Proses demi proses untuk menjaga desa wisata agaknya mudah dalam kebutuhan finansialnya/pelestarian fisik dari desa wisata, tapi perilaku yang mencerminkan masyarakatnya berada dalam lokasi desa wisata adalah hal yang sangat cultural bagi

masyarakatnya. Bagaimana kebiasaan sebelum dan sesudah wacana desa wisata ini dibangun akan berbenturan dengan konsep desa wisata.

Beberapa kebiasaan yang sering dilakukan oleh masyarakat dusun Bandilan ini yang menjadi perilaku yang menjadi kebiasaan/cultural adalah mencuci baju di area sungai. Hal ini menjadi kontradiksi dengan konsep desa wisata yang berbasis lingkungan atau Ekowisata. Kurangnya penanaman kesadaran diri pada masyarakat dusun Bandilan ini menjadi nilai minus dari adanya wacana desa wisata lingkungan. Mengacu pada konsep desa wisata (Ekowisata) dari UNESCO, terdapat beberapa unsur dari yang perlu diterapkan dalam destinasi pariwisata: Aman, Tertib, Bersih, Indah, Ramah dan Kenangan. Dengan adanya perilaku cultural semacam ini yang masih mengakar, selayaknya perlu adanya pemantapan kesadaran untuk masyarakat desa Bandilan.

DAFTAR PUSTAKA

Andriyani, A. A., Martono, E., & Muhamad. (2017). Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Desa Wisata Dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Sosial Budaya Wilayah (Studi Di Desa Wisata Penglipuran Bali). JURNAL KETAHANAN NASIONAL, 1-16.

APEC. (2010). Effective Community Based Tourism: A Best Practice Manual. Australia: Sustainable Tourism CRC.

Foucault, M. (1997). Bengkel Individu Modern Disiplin Tubuh di Sadur oleh Petrus Sunu Hardiyanto. Yogyakarta: LKiS.

Jack, G., & Phipps, A. (2005). Tourism and Intercultural Exchange. England: Channel View Publications.

Kemenpar. (2011). Pengembangan Ekonomi Kerakyata Melalui Pengembangan Desa Wisata. Jakarta: Kementrian Kepariwisataan.

Kuswandoro, Wawan Edi. (2016). Strategi Pemberdayaan Masyarakat Desa Berbasis Partisipasi (Pendekatan Good Village Governance Untuk Implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa di Jawa Timur).

Nasdian, Fredian Tonny. (2014). Pengembangan Masyarakat. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Nurhidayati, S. E., & Fandeli, C. (2012). Penerapan Prinsip Community Based Tourism (CBT) Dalam Pengembangan Agrowisata Di Kota Batu, Jawa Timur. Jejaring Administrasi Publik, 36-46.

Pemerintah, Indonesia. (2009). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10.TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN. LEMBARAN NEGARA RI TAHUN 2009, NO.11. SEKRETARIAT NEGARA. Jakarta.

Peter L. Berger & Thomas Lukhmann. (1990). Tafsir Sosial atas Kenyataan"Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan". Jakarta: LP3ES.

Robbins, J. (2010). A nation within? Indigenous peoples, representation and sovereignty in Australia. Ethnicities, 257–274.

SREGIP. (n.d.). Buku Panduan Pengembangan Desa Wisata Hijau. Jakarta: Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia.

Suharto, E. (1997). Pembangunan, Kebijakan Sosial, dan Pekerjaan Sosial: Spektrum Pemikiran. Bandung: Lembaga Studi Pembangunan STKS (LSP-STKS).

Suharto, Edi. (2005). Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial. Bandung: PT Refika Aditama.

Syahyuti. (2014). iMAU INI APA ITU? Komparasi Konsep, Teori, dan Pendekatan dalam Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: (125 versus 125). Jakarta: PT. Nagakusuma Media Kreatif.

Tania Murray Li. (2007). The Will to Improve: Governmentality, Development, and the Practice of Politics. Amerika Serikat: Duke University Press,.

UNESCO. (2009). Ekowisata: Panduan Dasar Pelaksanaan. Jakarta: UNESCO Office.

Urmila, M. H., Fandeli, C., & Baiquni, M. (2013). PENGEMBANGAN DESA WISATA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT LOKAL DI DESA WISATA JATILUWIH TABANAN, BALI. KAWISTARA, 129-139.

Zubaedi. (2013). PENGEMBANGAN MASYARAKAT: Wacana dan Praktik. Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GRUP.

http://pasuruankab.go.id

m.timesindonesia.co.id

76