JURNAL KEPARIWISATAAN DAN HOSPITALITAS

Vol. 2, No. 3, November 2018.

Pola interaksi antara trainee dengan karyawan di InterContinental Bali Resort

Novandi Indra Perwira1), Nyoman Ariana2), Irma Rahyuda3)

1)Diploma IV Pariwisata, Fakultas Pariwisata, Univesitas Udayana, Jl. Dr. R. Goris No. 7, Dangin Puri Klod, Denpasar Timur, Kota Denpasar, Bali 80114

Telp/Fax : (0361) 223798, E-mail : infopar@unud.ac.id

Abstrak

Pemagangan merupakan hal penting dilakukan oleh lembaga pendidikan agar setiap peserta didiknya mendapat pengalaman secara langsung di dunia kerja. Penerimaan peserta magang juga penting dilakukan oleh industri pariwisata agar dapat menambah tenaga kerja dan mencari tenaga kerja baru. Namun dalam pelaksanaannya, kegiatan magang menghadapi beberapa kendala yang salah satunya adalah proses interaksi. Penelitian ini bertujuan untuk membahas pola interaksi antara trainee dengan karyawan di InterConntinental Bali Resort (ICBR). Pengumpulan data dilakukan dengan cara kuesioner, wawancara, observasi, dokumentasi dan studi kepustakaan. Sementara, penentuan sampel mengunakan rumus slovin yang diambil berdasarkan kuota. Sedangkan, penentuan informan menggunakan teknik purposive random sampling dengan mengacu pada informan pangkal serta informan kunci. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan statistik deskriptif dan deskriptif kualitatif. Pola interaksi di ICBR dikategorikan menjadi dua, yaitu pola interaksi asosiatif dan disosiatif. Pola interaksi asosiatif meliputi kerja sama (cooperation), akomodasi (accommodation) atau adaptasi dan asimilasi (assimilation). Sementara, pola interaksi disosiatif meliputi persaingan (competition), kontravensi (contravention), dan pertentangan atau pertikaian atau konflik (conflict). Pola interaksi yang dominan terjadi di ICBR adalah pola interaksi asosiatif dengan ketiga sub indikatornya yaitu kerja sama (cooperation), akomodasi (accommodation) atau adaptasi dan asimilasi (assimilation) terkategori baik. Sementara, dua dari tiga sub indikator interaksi disosiatif, yaitu kontravensi (contravention) dan pertentangan atau pertikaian atau konflik (conflict) masuk dalam kategori kecil dan sangat kecil. Akan tetapi sub indikator yang pertama dari interaksi disosiatif, yaitu persaingan (competition) terkategori sedang. Oleh karena itu, Saran dari hasil penelitian ini adalah sebaiknya InterContinental Bali Resort lebih memperhatikan bentuk-bentuk pola interaksi disosiatif khususnya persaingan (competition) agar pelayanan di InterContinental Bali Resort dapat ditingkatkan.

Kata Kunci : Pola Interaksi, Interaksi Asosiatif, Interaksi Disosiatif, Trainee dan Karyawan.

Abstract

Internship is an essential program to implement by educational institutions since through internship students can have direct experience in the working world. Acceptance of trainee in the tourism industry is necessary because it could help to increase work force as well as to select candidates to employ as new workers. However, in practice, internship program faces some obstacles, and one of them is the interaction process between the interns and existing workers. Considering this problem, this study will discuss patterns of interaction between trainees and employees at the InterConntinental Bali Resort. Data were collected through questionnaire, interview, observation, and literature review. The sampling technique follows Slovin’s quota based formula, while base informants and key informants were determined through purposive random sampling technique. Questionaire was analyzed with statistical and qualitative descriptive methods. The interaction pattern in the InterContinental Bali Resort could be classified into two categories, namely associative and dissociative. The associative pattern includes cooperation, accommodation, adaptation and assimilation, while dissociative involves competition, contravention and conflict. The dominant pattern in the InterContinental Bali Resort is the associative pattern of interaction, with its three sub indicators, namely cooperation, accommodation or adaptation and assimilation, are categorized as fine. Meanwhile, two out three sub indicators of dissociative interaction, that is contravention and conflict, could be categorized as minor and quite insignificant. However, the first sub indicator of dissociative interaction, namely competition, is categorized as medium. As such, this study would like to advice the InterContinental Bali Resort to pay more attention to the dissociative pattern of interaction, especially Competition, in order that service in InterContinental Bali Resort can be enhanced.

Keywords : Interaction Patterns, Associative Interaction, Dissociative Interaction, Trainee and Employee

  • 1.    PENDAHULUAN

Saat ini, hampir semua lembaga pendidikan pariwisata, khususnya jurusan perhotelan menerapkan sistem magang atau training/internship bagi siswa atau mahasiswanya. Namun, lembaga pendidikan dan mahasiswa seringkali mengalami kesulitan dalam mencari tempat untuk magang. Hal ini dikarenakan adanya beberapa hotel yang tidak menerima peserta magang. Dalam proses pemagangan, sering juga ada keluhan dari karyawan bahwa keberadaan beberapa trainee tidak memberikan keuntungan bagi hotel. Sebaliknya, dari sisi trainee ada yang mengeluh bahwa kegiatan magang dirasa kurang bermanfaat bagi pengembangan pengetahuan. Padahal, di sisi lain berdasarkan kebijakan APINDO-ILO (2015:13-14, 16) tersirat secara jelas bahwa program magang dapat memberi manfaat bagi trainee maupun hotel.

Manfaat kegiatan magang bagi trainee adalah: (1) Trainee mendapatkan kesempatan untuk menerima pelatihan, bukan hanya untuk mengasah ketrampilan yang sesuai dengan standar industri/perusahaan, namun juga untuk mendapatkan secara langsung pelatihan teknikal dan ketrampilan kerja inti yang dapat meningkatkan kinerja mereka. (2) Trainee mendapatkan kesempatan untuk dapat mengasah soft skill mereka dalam tempat kerja atau industri nyata. (3) Trainee memperoleh fasilitas keselamatan dan kesehatan kerja selama mengikuti kegiatan magang. (4) Trainee memperoleh perlindungan dalam bentuk asuransi kecelakaan kerja dan kematian. (5) Trainee memperoleh uang transport dan/atau uang saku. (6) Trainee mendapatkan sertifikat magang apabila dinyatakan lulus. (APINDO-ILO 2015:13-14, 16)

Sementara, manfaat kegiatan magang bagi perusahaan adalah: (1) Perusahaan dapat memperoleh tenaga kerja sesuai dengan standar industri dan kebutuhan perusahaan masing-masing. (2) Perusahaan dapat mendorong inovasi para pekerja di perusahaan yang bersangkutan. (3) Perusahaan dapat mengambil manfaat dari hasil kerja trainee. (APINDO-ILO 2015:13-14, 16)

InterContinental Bali Resort (ICBR) merupakan salah satu hotel di Bali yang menerima peserta magang atau trainee dengan proses seleksi. Saat ini ICBR juga telah menjalin kerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan pariwisata untuk program magang. Program kerja sama tersebut dinamakan InterContinental Hotels Group (IHG) Academy. Lembaga-lembaga pendidikan yang menjalin kerja sama dengan ICBR dalam IHG Academy ada yang berstatus sekolah menengah kejuruan, sekolah tinggi, hingga universitas baik negeri maupun swasta. Lembaga-lembaga tersebut tersebar di daerah lokal, nasional maupun internasional.

Program magang di ICBR sangat beragam karena terbagi atas 11 departemen dengan 36 bagian/outlet. Adapun departemen di ICBR yang menerima trainee adalah front office, housekeeping, food and beverage service, food and beverage kitchen, sales and marketing, finance, conference and event, recreation, engineering, quality and continuous improvement, dan human resources. Dan total kuota trainee di ICBR adalah 81 orang.

Setiap departemen menerima trainee sesuai dengan kuota masing-masing, sehingga trainee dapat belajar dan mengembangkan kemampuannya dengan baik. Kuota trainee pada tiap departemen atau outlet ditentukan berdasarkan kebutuhan dan permintaan tiap departemen. Setiap calon trainee dapat mengajukan program training pada salah satu departemen untuk periode tertentu. Setiap trainee diwajibkan melakukan program training minimal 3 bulan, untuk mendapatkan sertifikat training.

Setiap trainee diberikan Learning Check List sebagai panduan belajar dan mengembangkan kemampuan. Learning Check List yang diberikan disesuaikan dengan department/outlet trainee masing-masing. Pada akhir periode magang, setiap trainee akan diujikan melalui exit interview.

ICBR juga sudah memiliki standar operasional prosedur (SOP) bagi setiap trainee. Beberapa SOP di ICBR ada yang bertentangan dengan maanfaat yang seharusnya diterima oleh trainee menurut APINDO-ILO (2015:13-14, 16), yaitu trainee seharusnya memperoleh perlindungan dalam bentuk asuransi kecelakaan kerja atau kematian dan uang transport atau uang saku. Namun, berdasarkan hasil observasi dan wawancara singkat dengan beberapa trainee, tidak banyak trainee yang mengeluhkan hal tersebut, karena menurut mereka hotel-hotel lainpun banyak yang memiliki SOP yang sama dengan ICBR dan ICBR sudah melaksanakan progam magang dengan baik.

Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa InterContinental Bali Resort sudah melaksanakan program magang dengan baik. Namun dalam prosesnya, ternyata masih ada beberapa karyawan hotel

yang mengeluh tentang kehadiran trainee. Adapun keluhan karyawan tersebut berkaitan dengan kurangnya pengetahuan dan kemampuan kerja, ketidak-disiplinan serta rendahnya etika bekerja para trainee tersebut, seperti lambatnya trainee dalam bekerja, seringnya trainee datang terlambat atau bahkan tidak masuk kerja tanpa izin, trainee sering izin sakit dengan alasan kelelahan bekerja atau belum terbiasa dengan pekerjaan dan ada juga trainee yang sulit dinasihati atau bahkan melawan senior serta atasannya.

Sebaliknya, ada juga keluhan dari trainee yang menyatakan bahwa kurangnya bimbingan dari karyawan dalam melaksanakan program magang. Kegiatan magang tersebut dianggap kurang memberi manfaat karena trainee seringkali hanya dimanfaatkan untuk pekerjaan-pekerjaan yang kurang bermanfaat bagi perkembangan kemampuan trainee tersebut dan sering disalahkan.

Beberapa kejadian yang memperlihatkan adanya permasalahan antara trainee dengan karyawan dalam periode November 2015 – Juli 2016 dapat dipaparkan sebagai berikut: (1) Karyawan housekeeping department menyampaikan bahwa ada salah satu trainee membawa pulang barang tamu yang tertinggal di kamar hotel. Pada saat tamu kembali untuk mengambil barangnya, barang tersebut tidak ditemukan oleh bagian lost and found hotel. Berdasarkan penjelasan trainee yang bersangkutan, hal itu terjadi karena karyawan tidak menegur trainee tersebut saat mengambil barang tamu. (2) Manager Food and Beverage Service Department mengeluhkan salah satu trainee-nya sering tidak masuk dengan alasan sakit. Setelah diselidiki, memang ada trainee yang kondisinya tidak kondusif. (3) Chef di Bakery Department mengeluhkan salah satu trainee-nya sering datang terlambat dan pulang lebih cepat tanpa seizin karyawan. Trainee tersebut berargumen bahwa hal itu terjadi karena santainya pekerjaan dan adanya contoh dari karyawan yang juga bekerja tidak sesuai dengan jam kerja. (4) Para karyawan Food and Beverage Kitchen Department pernah kebingungan ketika salah satu trainee mereka menghilang saat jam kerja. Dari penjelasan trainee tersebut, diketahui bahwa memang kurangnya minat dan semangat kerja dari trainee yang bersangkutan. (5) Trainee pada Food and Beverage Kitchen Department merasa pekerjaannya kurang bermanfaat bagi pengembangan kemampuan dirinya dalam industri perhotelan. (6) Trainee bagian Reservasi menggunakan gadget saat jam kerja dan tidak bisa dinasihati. Menurut trainee tersebut, hal itu terjadi karena pekerjaan yang dilakukannya membosankan dan kurang bermanfaat bagi pengembangan pengetahuan dalam bidang perhotelan, di samping adanya contoh dari karyawan hotel yang menggunakan gadget pada saat jam kerja. (7) Trainee bagian Public Relation menangis dan mengeluh karena merasa kurang dibimbing dalam pekerjaan dan sering dimarahi oleh atasannya. (8) Berdasarkan pengalaman dan hasil observasi peneliti sendiri, director dan manager bagian training beberapa kali mengeluhkan para trainee-nya yang kurang bersemangat, kurang perhatian, sering menunda pekerjaan dan datang terlambat saat bekerja. Sebaliknya para trainee terlihat kesulitan dan kelelahan dalam bekerja, karena banyaknya pekerjaan dan besarnya tekanan dalam pekerjaan.

Adanya berbagai kejadian di atas memunculkan dugaan tentang interaksi yang kurang baik antara trainee dengan karyawan. Oleh karena itu dalam studi ini diteliti proses interaksi antara trainee dengan karyawan dan pola interaksi yang dominan di InterContinental Bali Resort.

  • 2.    METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini menggunakan 2 jenis data, yaitu data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif adalah data yang bersifat terstruktur dan ragam data yang diperoleh dari sumbernya cenderung tertata, misalnya data pendapatan karyawan. Data ini mudah dibaca oleh peneliti lain. (Istijanto 2005:33). Sementara, data kualitatif bersifat tidak tersruktur dan vasiasi data dari sumbernya sangat beragam karena para partisipan diberi kebebasan mengutarakan pendapat. Contoh data ini adalah pendapat, katakata atau kalimat yang diungkapkan para karyawan. (Istijanto 2005:32).

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini dibagi lagi menjadi 2 berdasarkan sumbernya, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data asli/utama yang dikumpulkan untuk menjawab masalah (Istijanto 2005:32). Data Primer dalam penelitian ini diperoleh dari pihak InterContinental Bali Resort. Responden yang menjadi sasaran adalah responden memahami objek penelitian. Dan data sekunder adalah data yang tidak berasal dari sumbernya secara langsung, melainkan telah dikumpulkan oleh pihak lain untuk tujuan lain (Istijanto 2005:27). Data sekunder dalam penelitian ini adalah data dari pihak atau sumber lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) Kuesioner yang

merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden (Sugiyono 2014:225). Sugiyono juga menambahkan bahwa “kuesioner dapat berupa pernyataan/pertanyaan tertutup maupun terbuka dan dapat diberikan secara langsung maupun melalui pos atau internet”. (2) Wawancara Semi Terstruktur, dimana Esterberg (2002) mengungkapkan dalam Sugiyono (2014:231) bahwa “interview is a meeting of two persons to exchange information and idea through questions and responses, resulting in communicating and joint construction of meaning about a particular topic”, yang artinya wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Esterberg (2002) menambahkan dalam Sugiyono (2014:233) bahwa ada 3 (tiga) macam wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semi terstruktur, dan tidak terstuktur. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis wawancara semi terstruktur, dimana dalam wawancara ini pewawancara mengarahkan pembicaraan namun pewawancara tidak mengajukan persoalan berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Topik atau isu-isulah yang akan menentukan arah pembicaraan (Surwanto 2014:50). (3) Observasi, dimana Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan dalam Sugiyono (2014:145) bahwa “observasi adalah suatu proses yang kompleks. Proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua yang terpenting adalah proses pengamatan dan ingatan”. Sementara, Nasution (1988) mengungkapkan dalam Sugiyono (2014:226) bahwa “observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai kenyataan dunia yang diperoleh melalui observasi”. (4) Dokumentasi yang berarti pengumpulan, pemilihan, pengolahan dan penyimpanan informasi di bidang pengetahuan serta pemberian atau pengumpulan bukti dari keterangan seperti gambar, kutipan, guntingan koran dan bahan referensi lain (kamus besar bahasa Indonesia (KBBI)). (5) Studi kepustakaan yang dilakukan oleh peneliti dengan tujuan utama untuk mencari dasar pijakan/fondasi dalam memperoleh dan membangun landasan teori, kerangka pikir dan menentukan hipotesis (Anikwidiastuti 2016).

Informan dalam penelitian ini ditentukan dengan teknik purposive random sampling dan dibagi menjadi dua kategori informan, yaitu informan pangkal dan informan kunci. Informan pangkal yaitu orang yang memberikan informasi umum mengenai InterContinental Bali Resort (ICBR) dan memberitahukan informan kunci yang akan membantu dalam mendapatkan informasi yang lebih mendalam. Informan pangkal dalam penelitian ini adalah Bapak Komang Wirawan selaku Training and Development Manager di ICBR. Sedangkan, informan kunci adalah seseorang yang mengetahui informasi mengenai permasalahan dalam penelitian ini secara mendalam. Informan kunci dalam penelitian ini adalah karyawan di setiap departemen yang menerima trainee dan trainee yang sedang maupun yang sudah menyelesaikan kegiatan magangnya di ICBR.

Dalam penelitian ini digunakan rumus Slovin untuk menentukan jumlah sampel yang diambil dan kemudian dikuotakan berdasarkan teknik kuota. Wirartha (2006:243) menyatakan bahwa teknik kuota adalah teknik pengambilan sampel dengan memberikan jatah atau quotum tertentu pada setiap kelompok yang berkedudukan sebagai sub populasi.

Pada penelitian ini, yang akan menjadi sampel adalah karyawan dan trainee di ICBR. Jumlah populasi karyawan adalah 427 orang, sementara jumlah populasi trainee adalah 130 orang. Dari hasil perhitungan menggunakan rumus Slovin didapat jumlah sampel yang harus diambil adalah 306 orang dengan terbagi menjadi 207 orang karyawan dan 99 orang trainee. Sampel tersebut juga dikuotakan per departemen untuk seluruh departemen yang menerima trainee di ICBR. Namun, departemen recreation tidak termasuk karena tidak adanya trainee yang bergabung pada depertemen tersebut selama periode November 2015 hingga Juni 2017. Adapun sampel yang diambil per departemen adalah front office 30 karyawan dan 6 trainees, housekeeping 35 karyawan dan 6 trainees, food and beverage service 27 karyawan dan 23 trainees, food and beverage kitchen 27 karyawan dan 27 trainees, sales & marketing 20 karyawan dan 10 trainees, finance 17 karyawan dan 4 trainees, conference and events 6 karyawan dan 5 trainees, engineering 25 karyawan dan 1 trainee, quality and continuous improvement 17 karyawan dan 11 trainees, serta human resource 3 karyawan dan 6 trainees.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif kuantitatif atau statistik deskriptif dan deskriptif kualitatif Analisis deskriptif adalah analisis yang bertujuan mengubah kumpulan data mentah menjadi bentuk yang mudah dipahami, dalam bentuk informasi yang lebih ringkas (Istijanto 2005:90). Dan analisis kuantitatif adalah analisis yang menggunakan dasar pendekantan angka (Istijanto 2005:88). Dalam penelitian ini untuk menganalisis kuesioner akan

digunakan Skala Likert 5 agar didapatkan gambaran yang jelas tentang interaksi antara trainee dengan karyawan di InterContinental Bali Resort. Skala Likert 5 yang dimaksud adalah permberian skor atau nilai terhadap jawaban kuesioner yang diajukan, dengan nilai tertinggi adalah 5 untuk jawaban yang mendukung sub indikator dan skor terendah 1 untuk jawaban yang tidak mendukung sub indikator. Sedangkan, analisis kualitatif adalah analisis yang memaparkan hasil temuan secara mendalam melalui pendekatan bukan angka atau nonstatistik (Istijanto 2005:85).

  • 3.    HASIL DAN PEMBAHASAN

  • a.    Interaksi Asosiatif

    i.    Kerja Sama (Cooperation)

Di ICBR, staff sering kali kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaan mereka, terutama saat musim liburan atau high season. Kehadiran trainee tentu sangat membantu staff hotel. Namun tidak jarang, trainee yang belum berpengalaman justru malah mempersulit pekerjaan staff. Hal tersebut dapat terjadi karena trainee belum bisa bekerja sama secara baik. Oleh karena itu, kerja sama merupakan hal yang penting dalam menunjang terjadinya interaksi yang baik antara trainee dengan karyawan.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan proses kerja sama antara trainee dengan karyawan di ICBR sudah baik. Hal ini dibuktikan dengan total skor untuk sub indikator ini adalah 4,05. Hasil tersebut juga didukung oleh pendapat beberapa department head (Ibu S., Bapak G.J., Bapak Ad. dan Bapak J.R.) yang mengatakan bahwa “kerja sama sudah berjalan dengan baik”.

Trainee maupun karyawan sudah dapat menyamakan kepentingan dan saling memiliki kemampuan dalam bekerja. Hal ini berdasarkan pada pendapat Charles H. Cooley mengatakan dalam Soekanto dan Sulistyowati (2014:66), “Kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerja sama yang berguna”.

  • ii.    Akomodasi (Accommodation) atau Adaptasi

Dalam pekerjaan, karyawan maupun trainee harus bisa saling memahami dan mengerti satu sama lain, baik saat bekerja maupun bercanda. Suasana kerja yang kondusif akan memberikan semangat kerja yang lebih baik. Oleh karena itu, setiap karyawan dan trainee yang baru bergabung dalam pekerjaan perlu diakomodasi agar dapat beradaptasi dengan baik dan cepat. Akomodasi atau adaptasi merupakan faktor penting untuk menciptakan interaksi asosiatif antara trainee dengan karyawan.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan proses akomodasi atau adaptasi antara trainee dengan karyawan di ICBR juga sudah baik. Hal ini dibuktikan dengan total skor untuk sub indikator ini adalah 4,13. Hasil di atas juga didukung oleh beberapa department head (Ibu S., Bapak G.J., Bapak Ad., Bapak J.R. dan Bapak Al.) yang mengatakan bahwa “trainee sudah dapat beradaptasi dengan baik”.

Bapak G.J., Bapak J.R. dan Bapak Al. juga menambahkan bahwa “memang rata-rata trainee sudah dapat beradaptasi dengan baik, namun tidak semua. Masih ada beberapa trainee yang tidak dapat beradaptasi”. Informan lainnya (Bapak W.) juga mendukung pernyataan tersebut dengan mengatakan bahwa “trainee memiliki kemampuan adaptasi yang berbeda-beda. Dalam proses adaptasi, trainee juga menghadapi berbagai macam kendala, seperti perbedaan usia, tingkat pendidikan, pengalaman, bahasa, latar belakang budaya hingga agama”.

Trainee dengan karyawan sudah dapat menciptakan keseimbangan atau kestabilan dalam hubungan interaksi. Kedua pihak tersebut juga sudah dapat menghindari atau menyelesaikan pertentangan yang mungkin terjadi. Hal ini berdasarkan pada pendapat Soekanto dan Sulistyowati (2014:68), “Akomodasi memiliki dua arti, yaitu menunjuk pada suatu keadaan dan menunjuk pada suatu proses. Akomodasi menunjuk pada suatu keadaan berarti adanya keseimbangan (equilibrium) pada interaksi antar orang-perorangan atau antar kelompok-kelompok manusia dalam kaitan dengan norma dan nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Akomodasi sebagai seuatu proses menunjuk pada usaha-usaha manusia dalam meredakan suatu pertentangan dan

mencapai kestabilan”.

  • iii.    Asimilasi (Assimilation)

Proses akomodasi atau adaptasi membuat karyawan dan trainee menjadi lebih nyaman bekerja bersama. Hal tersebut dapat mendukung terjadinya proses asimilasi. Akhirnya, trainee dan karyawan dapat bekerja dengan tujuan yang sama serta saling berbagi pengetahuan. Asimilasi merupakan faktor penting dalam interaksi asosiatif antara trainee dengan karyawan.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan proses asimilasi antara trainee dengan karyawan di ICBR juga baik. Hal ini dibuktikan dengan total skor untuk sub indikator ini adalah 3,79.

  • b.    Interaksi disosiatif

    i.    Persaingan (Competition)

Kata persaingan merupakan hal yang umum terjadi dalam dunia kerja. Persaingan sering kali diciptakan agar karyawan terpacu untuk bekerja lebih baik. Namun jika persaingan tersebut tidak disikapi dengan baik, hal ini justru menciptakan suasana kerja yang tidak nyaman bahkan keributan. ICBR juga tentu menghadapi permasalahan tersebut. Oleh karena itu, persaingan merupakan bagian yang penting untuk diperhatikan sebagai salah satu faktor dalam interaksi disosiatif.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan persaingan antara trainee dengan karyawan di ICBR masuk dalam kategori sedang. Hal ini dibuktikan dengan total skor untuk sub indikator ini adalah 2,76. Hasil tersebut tidak sejalan dengan pendapat beberapa department head (Ibu S., Bapak Ad., Bapak J.R. dan Bapak Al.). Mereka mengatakan bahwa “sangat minim bahkan tidak ada persaingan”. Sementara, informan lain (Bapak G.J.) mendukung pendapat karyawan dan trainee. Bapak G.J. mengatakan bahwa “memang terkadang ada persaingan, namun persaingan sehat”.

Dalam wawancara dengan informan lainnya (Bapak W.), dijelaskan bahwa “memang adanya bentuk-bentuk potensi persaingan dalam pekerjaan tersebut, namun hal ini dapat dikatakan tidak ada karena tidak proporsional jika membandingkan karyawan yang sudah bekerja dengan trainee yang baru melakukan kegiatan magang di hotel ini. Justru yang dirasakan jika banyak trainee yang bergabung adalah karyawan akan sangat merasa terbantu”.

Berdasarkan yang diungkapkan oleh Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowai (2014:85-86). “Proses persaingan memang dapat menimbulkan masalah atau bersifat disosiatif. Akan tetapi, jika proses ini dapat ditanggapi dengan benar, masalah yang terjadi dapat dicegah. Sebaliknya proses persaingan juga dapat menciptakan interaksi yang asosiatif. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil dari persaingan adalah kepribadian seseorang, kemajuan, solidaritas dan disorganisasi”. Jadi dapat diketahui bahwa Karyawan dan trainee di ICBR telah menanggapi proses persaingan yang terjadi dengan baik sehingga tidak menimbulkan pertentang, sebaliknya menciptakan semangat kerja, kemajuan dan keserasian.

  • ii.    Kontravensi (Contravention)

Dampak disosiatif dari persaingan yang tidak disikapi dengan benar adalah kontravensi. Ciri-ciri hal tersebut adalah adanya perasaan tidak suka, kesal dan benci terhadap lawan saing. Hal ini juga dapat memicu tindakan saling menjatuhkan, seperti penolakan, menggangu dan menyebar fitnah. Kontravensi juga merupakan salah satu faktor interaksi disosiatif.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan kontravensi antara trainee dengan karyawan di ICBR masuk dalam kategori kecil. Hal ini dibuktikan dengan total skor untuk sub indikator ini adalah 2,00. Hasil tersebut didukung oleh department head (Ibu S., Bapak G.J., Bapak Ad., Bapak J.R. dan Bapak Al.) yang mengatakan bahwa “tidak ada ketegangan atau perdebatan antara trainee dengan karyawan”.

Beberapa informan lain (Bapak W. dan Ibu M.P.) juga memperjelas dengan mengatakan bahwa “ketegangan pernah terjadi, namun hal tersebut sangat jarang. Ketegangan juga hanya terjadi di beberapa departemen atau outlet”. Pernyataan di atas menegaskan bahwa proses kontravensi masih berkategori kecil dan belum menjadi sangat kecil.

  • iii.    Konflik (Conflict)

Kontravensi selanjutnya dapat mengakibatkan adanya pertentangan atau pertikaian atau konflik. Konflik tentu sangat tidak diharapkan terjadi, termasuk di ICBR. Oleh karena itu, konflik merupakan faktor yang penting untuk dibahas pada penelitian ini sebagai salah satu sub indikator dari interaksi disosiatif.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan konflik antara trainee dengan karyawan di ICBR masuk dalam kategori sangat kecil. Hal ini dibuktikan dengan total skor untuk sub indikator ini adalah 1,49. Hasil tersebut juga didukung oleh pendapat beberapa department head (Ibu S., Bapak G.J., Bapak Ad., Bapak J.R. dan Bapak Al.) yang mengatakan bahwa “tidak ada perkelahian antara trainee dengan karyawan”.

Beberapa informan lain (Bapak W. dan Ibu M.P.) menegaskan bahwa “ketegangan memang ada, namun perkelahian tidak ada”. Pernyataan di atas menegaskan bahwa proses konflik memang sudah berkategori sangat kecil.

  • c.    Pola Interaksi Dominan Yang Terjadi Dalam Hubungan Trainee dan Karyawan di InterContinental Bali Resort

Setiap interaksi memiliki pola yang dominan dan dalam hubungan kerja tentunya setiap industri mengharapkan pola interaksi asosiatif yang mendominasi. Tabel 4.5 menunjukan pola interaksi asosiatif dan tabel 4.6 menunjukan pola interaksi disosiatif berdasarkan total skor ketiga sub indikatornya.

Tabel 4.31. Pola Interaksi Asosiatif

Sub Indikator

Total Skor

Kategori

Kerja Sama (Cooperation)

4,05

Baik

Akomodasi (Accommodation) atau Adaptasi

4,13

Baik

Asimilasi (Assimilation)

3,79

Baik

Total Skor Pola Interaksi Asosiatif

3,99

Besar

Sumber: Data diolah, 2017

Tabel 4.32. Pola Interaksi Disosiatif

Sub Indikator

Total Skor

Kategori

Persaingan (Competition)

2,76

Sedang

Kontravensi (Contravention)

2,00

Kecil

Pertentangan atau Pertikaian atau Konflik (Conflict)

1,49

Sangat Kecil

Total Rata-rata Pola Interaksi Disosiatif

2,08

Kecil

Sumber: Data diolah, 2017

Dari kedua tabel di atas dapat dilihat bahwa pola interaksi asosiatif dengan ketiga sub indikatornya yaitu kerja sama (Cooperation), akomodasi (Accommodation) atau adaptasi dan asimilasi (Assimilation) masuk dalam kategori baik. Akumulasi dari ketiga sub indikator ini menunjukan total skor pola interaksi asosiatif, yaitu 3,99 dan masuk dalam kategori besar.

Sebaliknya pola interaksi disosiatif masuk dalam kategori kecil dengan total skornya adalah 2,08. Ketiga sub indikator pola interaksi disosiatif, yaitu persaingan (Competition), kontravensi (Contravention) dan pertentangan atau pertikaian atau konflik (Conflict) secara berurut masuk dalam kategori sedang, kecil dan sangat kecil.

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pola interaksi antara trainee dengan karyawan yang dominan terjadi di ICBR adalah pola interaksi asosiatif dengan kategori baik. Hal tersebut menunjukan bahwa interaksi antara trainee dengan karyawan di ICBR sudah baik. Di bawah ini adalah diagram 4.1. tentang pola interaksi di ICBR baik dari sudut pandang trainee maupun karyawan.

Diagram 4.1.

Pola Interaksi

Diagram di atas memperlihatkan pola interaksi antara trainee dengan karyawan di ICBR. Interaksi yang terjadi di ICBR terbagi menjadi 2 pola tergantung pada karakter trainee yang ada. Pada umumnya trainee masuk dalam pola interaksi asosiatif, dimana saat melakukan kegiatan magang, trainee dapat bekerja sama dengan karyawan. Dalam proses kerja sama, trainee juga diakomodasi oleh karyawan dan hotel untuk dapat beradaptasi dengaan karyawan serta pekerjaan pada departemen/outlet masing”. Dalam proses adaptasi, trainee dengan karyawan saling berbagi pengetahuan dan pengalaman sehingga terjadi asimilasi, dimana trainee dengan karyawan dapat bekerja dengan baik untuk tujuan yang sama. Walaupun, dalam proses kerja sama, adaptasi atau akomodasi dan asimilasi sangat mungkin terjadi persaingan.

Sebaliknya ada juga trainee yang masuk dalam pola interaksi disossiatif. Dimana saat melakukan kegiatan magang, trainee merasa bersaing dengan karyawan dan berkembang menjadi kontravensi bahkan konflik. Akan tetapi penanganan di ICBR sudah sangat baik, yang mana proses persaingan sudah ditangani dengan baik sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya kontravensi ataupun konflik. Proses persaingan, kontravensi dan konflik sudah diakomodasi dengan baik, sehingga trainee dapat kembali bekerja sama, beradaptasi dan berasimilasi dengan karyawan.

Namun, sub indikator persaingan dalam indikator pola interaksi disosiatif masih dalam kategori sedang. Walaupun saat ini tidak menjadi masalah karena trainee maupun karyawan di IBCR dapat menanggapinya dengan baik. Akan tetapi faktor ini tetap harus diperhatikan dan terus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan kontravensi dan konflik di kemudian hari.

  • 4.    KESIMPULAN

Interaksi pasti terjadi dimanapun, termasuk di InterContinental Bali Resort (ICBR). Keenam sub indikator interaksi terjadi di hotel ini, namun interaksi yang terjadi sudah berjalan baik dan menuju asosiatif.

Hal ini terbukti dari hasil analisis kuesioner untuk interaksi asosiatif. Ketiga sub indikatornya yaitu kerja sama (Cooperation), akomodasi (Accommodation) atau adaptasi dan asimilasi (Assimilation) masuk dalam kategori baik. Sebaliknya, interaksi disosiatif masuk dalam kategori kecil. Ketiga sub indikator interaksi ini, yaitu persaingan (Competition), kontravensi (Contravention) dan pertentangan atau pertikaian atau konflik (Conflict) secara berurut masuk dalam kategori sedang, kecil dan sangat kecil.

Sehingga dapat dilihat juga pola interaksi antara trainee dengan karyawan di ICBR. Pada umumnya trainee masuk dalam pola interaksi asosiatif, dimana saat melakukan kegiatan magang, trainee dapat bekerja sama dengan karyawan. Dalam proses kerja sama, trainee juga diakomodasi oleh karyawan dan hotel untuk dapat beradaptasi dengaan karyawan serta pekerjaan pada departemen/outlet masing”. Dalam proses adaptasi, trainee dengan karyawan saling berbagi pengetahuan dan pengalaman sehingga terjadi asimilasi, dimana trainee dengan karyawan dapat bekerja dengan baik untuk tujuan yang sama. Walaupun, dalam proses kerja sama, adaptasi atau akomodasi dan asimilasi sangat mungkin terjadi persaingan.

Sebaliknya ada juga trainee yang masuk dalam pola interaksi disossiatif. Dimana saat melakukan kegiatan magang, trainee merasa bersaing dengan karyawan dan berkembang menjadi kontravensi bahkan konflik. Akan tetapi penanganan di ICBR sudah sangat baik, yang mana proses persaingan sudah ditangani dengan baik sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya kontravensi ataupun konflik. Proses persaingan, kontravensi dan konflik sudah diakomodasi dengan baik, sehingga trainee dapat kembali bekerja sama, beradaptasi dan berasimilasi dengan karyawan.

Namun, sub indikator persaingan dalam indikator pola interaksi disosiatif masih dalam kategori sedang. Sehingga faktor ini tetap harus diperhatikan dan dikelola dengan baik agar menimbulkan kontravensi dan konflik di kemudian hari.

Ucapan terimakasih

Pembuatan laporan akhir ini tentu tidak terlepas dari bantuan serta dukungan berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya atas segala dukungan, bantuan dalam penyelesaian laporan akhir ini.

  • 5.    DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2015. Pedoman Untuk Pengusaha Program Pemagangan Indonesia. APINDO-ILO, Jakarta.

Anwar, Yesmil dan Adang. 2008. “Pengantar Sosiologi Hukum”. PT Grasindo, Jakarta.

Ahmadi, Abu. 2009. Psikologi Sosial. PT Rikena Cipta, Jakarta.

Bagyono. 2014. Pariwisata dan Perhotelan. Alfabeta, Bandung.

Bartono dan Ruffino. 2010. “Hotel Supervision”. Penerbit Andi, Jakarta.

Bungin, Burhan. 2014. Sosiologi Komunikasi Teori, Paradima dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Kencana Prenadamedia Group, Jakarta.

Daryanto dan Muljo Rahardjo. 2016. Teori Komunikasi. Penerbit Gava Media, Yogyakarta.

Dayakisni, Tri dan Hudaniah. 2012. Psikologi Sosial. UMM Press, Malang.

Hasibuan, Malayu. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi. PT Bumi Aksara, Jakarta.

Istijanto. 2005. Riset Sumber Daya Manusia Cara Praktis Mendeteksi Dimensi-Dimensi Kerja Karyawan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

Maunah, Binti. 2016. “Sosiologi Pendidikan”. Media Akdemik, Yogyakarta.

Morissan. 2013. Teori Komunikasi Individu Hingga Massa. Kencana Prenadamedia Group, Jakarta.

Nurudin. 2016. Ilmu Komunikasi Ilmiah dan Populer. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Rumekso. 2004. Housekeeping Hotel. Andi Offset, Yogyakarta.

Simamora, Henry. 2014. Managemen Sumber Daya Manusia Edisi III. Bagian Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, Yogyakarta.

Soekanto, Soerjono dan Budi Sulistyowati. 2014. Sosiologi Suatu Pengantar. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta, Bandung.

Wardiyanta. 2010. Metode Penelitian Pariwisata. Andi Offset, Yogyakarta.

Wirartha, Made. 2006. Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Andi Offset, Yogyakarta.

Sumber lain:

Amirin, Tatang M. 2009. “Populasi dan Sampel Penelitian 3: Pengambilan Sampel Dari Populasi Tak-Terhinga dan Tak-Jelas”. Dalam https://tatangmanguny.wordpress.com/2009/06/ 30sampel-sampling-dan-populasi-penelitian-bagian-ii-teknik-sampling-ii/ diakses pada 22 Juni 2018.

Anikwidiastuti. “Kajian Pustaka”. Dalam http://staffnew.uny.ac.id/upload/ 1984111820081 22004/ pendidikan/PENELITIAN+4+KAJIAN+PUSTAKA.pdf diakses pada 16 Mei 2017.

Anonim. 2016. “5 Pengertian Sumber Daya Manusia Menurut Para Ahli”. Dalam http://

humancapitaljournal.com/pengertian-sumber-daya-manusia/ diakses pada 15 Agustus 2016.

Fathurrohman. “Pengertian Konsep, Nilai, Moral, dan Norma Dalam Pembelajaran PKn SD”. Dalam http://staffnew.uny.ac.id/ upload/ 132313272/pendidikan/NORMA+DAN+MORAL. pdf diakses pada 16 Mei 2017.

Martadiputra, Bambang Avip Priatna. 2014. “Populasi dan Sampel”. Dalam http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/196412051990031https: //adityasetyawan.files.wordpress.com/2014/03/tinjauan-pustaka-kerangka-teori-dan-kerangka-konsep_2014.pdf-

BAMBANG_AVIP_PRIATNA_M/MENENTUKAN_UKURAN_SAMPEL.pdf diakses pada 16 Mei 2017.

Setyawan, Dodiet Aditya. 2014. “Metodologi Research Menyusun Tinjauan Teori Kerangka Teori dan Kerangka Konsep Penelitian”. Dalam https://adityasetyawan.files.wordpress.com/ 2014/ 03/tinjauan-pustaka-kerangka-teori-dan-kerangka-konsep_2014.pdf diakses pada 16 Mei 2017.

11