JURNAL KEPARIWISATAAN DAN HOSPITALITAS

Vol. 2, No. 3, November 2018.

Studi aksesibilitas bagi tamu disabilitas di nusa dua beach hotel & spa

Degas Elang Paksi 1, I Gusti Ngurah Widyatmaja 2, Irma Rahyuda 3

DIV Pariwisata Fakultas Pariwisata, Universitas Udayana Jl.Dr.R.Goris No.7 Denpasar Telp/fax : (0361) 223798

E-mail: degasdanudjaja@gmail.com

Abstrak

Nusa Dua Beach Hotel & Spa merupakan Hotel tertua yang di bangun di kawasan ITDC (indonesia Tourism Development Corporation). Hotel tersebut memiliki kamar khusus yang disediakan bagi tamu difabel (penyandang disabilitas, ibu hamil dan manula termasuk di dalamnya) sebagai salah satu aksesibilitas yang disediakan oleh hotel. Okupensi dari kamar tersebut yang cukup tinggi sejalan dengan kunjungan tamu difabel di hotel tersebut. Standar Aksesibilitas menjadi sangat penting demi kenyamanan tamu difabel di hotel. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat aksesibilitas bagi tamu disabilitas di Nusa Dua Beach Hotel & Spa dilihat dari sudut pandang European Commission (Westcott, 2004) dan disesuaikan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui kendala dan upaya yangdihadapi pihak hotel dalam melakukan pengadaan, pembaharuan dan perawatan aksesibilitas. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif guna menganalisa tingkat aksesibilitas bagi tamu disabilitas serta kendala dan upaya dalam pengadaan, pembaharuan dan perawatan aksesibilitas tersebut. Hasil penelitian ini menemukan bahwa tidak semua aksesibilitas yang ada pada Nusa Dua Beach Hotel & Spa aksesibel. Hotel tidak memiliki lahan parkir khusus penyandang disabilitas dan jalur pemandu pada jalan setapak yang dimiliki hotel. Kendala dan upaya dalam pengadaan dan pembaharuan aksesibilitas tersebut didominasi oleh kendala internal. Kendala tersebut berpusat pada kendala finansial dan kendala perijinan dari pihak manajemen chain hotel yaitu Brunei Investment Agency. Upaya preserfatif dalam perawatan aksesibilitas tersebut sudah maksimal sehingga pada saat penelitian dilaksanakan kondisi aksesibilitas yang dimiliki oleh hotel dalam kondisi baik.

Kata Kunci : Aksesibilitas, hotel, Disabilitas, Tamu Disabilitas

Abstract

Nusa Dua Beach Hotel & Spa is the oldest hotel built in ITDC (indonesia Tourism Development Corporation). The hotel has unique rooms which provided for disabled guests (persons with disabilities, pregnant woman and senior included) as one of the accessibel facilities offered by the hotel. The occupancy of the room is quite high in line with the visit of disabled guests at the hotel. Accessibility standards are essential for the convenience of disabled guests at the hotel. The purpose of this study was to determine the accessibility level for disabled guests at Nusa Dua Beach Hotel & Spa in a view from the viewpoint of the European Commission (Westcott, 2004) and adjusted to Ministry of Public Works Regulation No.30 / PRT / M / 2006. In addition, this study aims to determine the constraints faced by the hotel in conducting procurement, renewal and maintenance of accessibility as well as hotel efforts in that regard. This research uses descriptive method with qualitative approach to analyze the accessibility level of the hotel's accessibility for disabled guests, as well as the constraints and efforts to procure accessibility and maintenance of the accessibility. The results of this study found that not all accessibility in Nusa Dua Beach Hotel & Spa is accessible. The hotel does not have a dedicated parking area for persons with disabilities and a guidelines on the hotel's walkways. Internal constraints dominate the obstacles in procurement and renewal of the accessibility. The constraint centered on financial constraints and licensing issues from the chain management of the hotel, Brunei Investment Agency. The Preserative efforts in the maintenance of the accessibility has been maximal so that at the time of the research carried out the condition of the availability owned by the hotel in a excellent condition.

Keywords : Accessibility, Hotel, Disability, Disabled Guest.

  • 1.    PENDAHULUAN

Pariwisata merupakan hak bagi setiap manusia. Namun pembangunan pariwisata di Indonesia belum dapat dikatakan adil. Hal ini dikarenakan adanya kelompok masyarakat difabel atau yang biasa disebut penyandang disabilitas dan merupakan bagian dari masyarakat Indonesia, belum bisa menikmatinya dengan maksimal. Rawls (1971) mengatakan dalam keadilan dengan segala kejujuran dalam berpendapat dan berkeputusan tanpa ada diskriminasi dan ketidak-jujuran (Justice as fairness) adalah antara lain persamaan kesempatan. Akan tetapi apabila terpaksa harus melakukan politik perbedaan (discriminating policy) hanya boleh dilakukan demi keuntungan bagi yang paling kurang beruntung (for advantage for the least advantage). Kendati yang di maksud Rawls di sini merupakan masyarakat miskin dan terbelakang, akan tetapi penyandang disabilitas dapat juga masuk kedalamnya, seperti yang tercantum dalam UU RI NO.8 2016 (Pertimbangan poin b) bahwa “ sebagian besar penyandang disabilitas di Indonesia hidup dalam kondisi rentan, terbelakang, dan/atau miskin disebabkan masih adanya pembatasan, hambatan, kesulitan, dan pengurangan atau penghilangan hak penyandang disabilitas”. Dalam hal ini kesempatan yang sama dalam pariwisata bagi penyandang disabilitas.

Dalam UU No.8 Tahun 2016 banyak sekali perkembangan dari UU terdahulu yang dinilai kurang berperspektif hak asasi manusia. Hal ini menjadi dasar jaminan dan perlindungan terhadap hak- hak penyandang disabilitas. Hak-hak tersebut mencakup hampir semua aspek kehidupan, antara lain hak hidup, hak privasi, hak kebudayaan dan pariwisata, hak politik, hak aksesibilitas hak stigma dan lain sebagainya. Dalam pariwisata penyandang disabilitas memiliki hak untuk memperoleh kesempatan dalam pariwisata dan mendapatkan akomodasi dan aksesibilitas yang layak sebagai wisatawan ( UU No.8 Pasal 16 Hak Kebudayaan dan Pariwisata). Maka dari itu daerah yang menjadi destinasi para wisatawan tersbut seharusnya menyediakan aksesibilitas tersebut secara maksimal. Pulau Bali yang menjadi salah satu destinasi pariwisata seharusnya juga sudah siap dengan aksesibilitas tersebut. Kunjungan wisatawan baik domestik maupun asing ke Bali dari tahun 2010 sampai tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1.1Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Bali Tahun 2010-2015

Tahun

Wisatawan

Jumlah (Orang)

Pertumbuhan (%)

Asing (Orang)

Domestik (Orang)

2010

2.385.122

4.646.343

7.031.465

-

2011

2.756.579

5.675.121

8.431.700

2,51

2012

2.892.019

6.063.558

8.955.577

0,93

2013

3.278.598

6.976.536

10.255.134

2,34

2014

3.766.638

6.392.460

10.159.098

-0,18

2015

4.001.833

7.147.100

11.1487.935

1,77

Total

19.080.791

36.905.965

55.986.765

7,37

Rata-rata

3.180.132

6.150.994

9.311.127

1,47

Sumber : Dinas Pariwisata Provinsi Bali, 2016.

Berdasarkan Tabel 1.1, dapat dilihat bahwa kunjungan wisatawan ke Bali memiliki angka pertumbuhan rata- rata mencapai 1,47 % terhitung dari tahun 2010 sampai tahun 2015 yang mencapai total 55.986.765 yang terdiri dari 19.080.791 untuk wisatawan asing dan 36.905.965 untuk wisatawan domestik. Hal ini tidak menutup kemungkinan diantaranya merupakan wisatawan disabilitas yang melakukan perjalanan tersebut. Kebutuhan mereka yang melakukan perjalanan pun akan berbeda-beda terlebih bagi wisatawan disabilitas yang pastinya memiliki kebutuhan khusus dalam kehidupan sehari- harinya.

Usaha untuk meningkatkan aksesibilitas di Bali khususnya sudah mulai dapat dilihat dengan adanya Indonesia Tourism Development Center (ITDC) yang sudah membangun area perhotelan di daerah Nusa Dua yang memenuhi kebutuhan wisatawan baik penyandang disabilitas maupun wisatawan lainnya yang berkunjung. ITDC menyediakan 19 hotel berbintang di area tersebut yang terdiri dari 4 hotel berbintang empat dan 15 hotel berbintang lima. Hotel-hotel tersebut diharapkan menjadi pintu yang menghubungkan pariwisata di Indonesia, khususnya di Bali dengan wisatawan

penyandang disabilitas maupun wisatawan lainnya untuk turut dapat menikmatinya. Keadaan pariwisata Bali yang terus berkembang dan jumlah kedatangan wisatawan domestik maupun asing yang meningkat mengharuskan hotel- hotel di Bali bisa mengakomodir kebutuhan wisatawan– wisatawan tersebut. Bentuk dari ragam kebutuhan wisatawanpun berbagai macam. Termasuk informasi mengenai aksesibilitas terhadap kepariwisataan tersebut, baik dalam fasilitas hotel, restoran, cafe, bar dan fasilitas-fasilitas lainnya seperti tourist infomation Centre maupun destinasi pariwisata bersangkutan. Sudah seharusnya Hotel sebagai jendela penghubung kepariwisataan di bali menyediakan kamar khusus bagi wisatawan disabilitas untuk menginap. Ketersediaan kamar khusus disabilitas tersebut dapat dilihat dalam Tabel 1.2 berikut ini.

Tabel 1.2 Hotel di Kawasan ITDC Berdasarkan Jumlah Kamar Disabilitas

No

Nama Hotel

Total Kamar

Kamar

Khusus Disabilitas

1

Inaya Putri Bali

460 Kamar

4 Kamar

2

Melia Bali

494 Kamar

2 Kamar

3

Sofitel Hotels & Resort

415 Kamar

2 Kamar

4

Grandhyatt Bali

636 Kamar

2 Kamar

5

Nusa Dua Beach Hotel & Spa

382 Kamar

2 Kamar

6

Ayodya Resort

541 Kamar

2 Kamar

7

Courtyard By Marriot

244 Kamar

1 Kamar

8

The St. Regis Bali Resort

123 Kamar

1 Kamar

9

Mercure Bali Nusa Dua

198 Kamar

1 Kamar

10

Clubmed Bali

400 Kamar

1 Kamar

11

The Westin Resort Nusa Dua Bali

442 Kamar

1 Kamar

12

The Laguna

287 Kamar

1 Kamar

Sumber : Dokumentasi Peneliti

Dalam Tabel 1.2 diatas, dapat dilihat bahwa hotel yang menyediakan kamar khusus disabilitas hanya 12 hotel saja. Apabila kita melirik peraturan yang ada di Indonesia yaitu Peraturan Mentri Pekerjaan Umum PRT/M/2006 pada Bab III dalam ketentuan penutup bahwa jenis bangunan hotel, penginapan dan bangunan sejenis diharuskan memiliki paling sedikit 1(satu) kamar tamu/tidur dari setiap 200 kamar tamu yang ada dan kelipatan darinya harus aksesibel. Pada Tabel diatas dapat dilihat bahwa hotel yang menyediakan kamar khusus melebihi dari aturan yang ada hanya ada 2 hotel saja yaitu hotel Inaya Putri Bali dengan 4 kamar khusus dari jumlah total kamar 460 kamar dan Nusa Dua Beach Hotel & Spa yang memiliki 2 Kamar khusus disabilitas dari total kamar 382 kamar. 7 dari 19 hotel yang ada di ITDC tidak menyediakan kamar khusus disabilitas 7 hotel sesuai dengan peraturan tersebut (Melia Bali, Sofitel Hotels & Resort, Ayodya Resort, Courtyard By Marriot, The St. Regis Bali Resort, Mercure Bali Nusa Dua,dan The Laguna). Hotel yang masih belum sesuai dengan peraturan tersebut ada 3 yaitu Grand Hyatt Bali yang hanya menyediakan 1 kamar khusus dari 636 total kamar, Clubmed Bali yang menyediakan 1 kamar khusus dari 400 total kamar, dan The Westin Resort Nusa Dua Bali yang menyediakan 1 kamar khusus dari 442 total kamar.

Nusa Dua Beach Hotel & Spa merupakan hotel pertama yang berdiri di area ITDC. Hotel tersebut merupakan hotel yang di kelola oleh BIA ( Brunei Investment Agency ), sebuah perusahaan investasi milik negara dibawah Menteri keuangan Brunei Darussalam. Hotel tersebut memiliki dua buah kamar khusus yang diperuntukkan bagi wisatawan disabilitas. Kamar Premiere Handicap tersebut disediakan untuk mempermudah keseharian wisatawan disabilitas untuk lebih nyaman berada dalam kamar yang didesain secara khusus bagi mereka. Berdasarkan pengakuan dari pihak Marketing Communication dari Nusa Dua Beach Hotel & Spa, kamar tersebut hanya bisa digunakan oleh tamu dengan kategori handicap atau disabilitas dan juga orang tua (manula). Tingkat okupensi kamar tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.3 berikut ini.

Tabel 1.3 Status Kamar Premiere Handicap (Kamar 2004 dan Kamar 2014) Tahun 2013-2017

Tahun Okupensi Orang

2013

219

355

2014

335

634

2015

290

531

2016

286

543

2017 (jan-oct)

303

596

Sumber : Room Type Statistic, 2017


Pada Tabel 1.3 dapat dilihat dengan jelas bahawa tingkat okupensi kamar Premiere Handicap dari tahun 2013 sampai tahun 2017 memuncak pada tahun 2014 dengan jumlah okupensi dari kedua kamar khusus tersebut mencapai angka 335 dengan jumlah tamu sebanyak 634 orang. Tabel tersebut menunjukkan bahwa okupensi kamar Premiere Handicap (kamar 2004 dan kamar 2014) dari tahun 2013 sampai 2016 mencapai angka 515,75. Maka rata- rata jumlah tamu disabilitas yang menginap dan menggunakan kamar Premiere Handicap di hotel Nusa Dua Beach Hotel & Spa mencapai 516 orang per tahunnya.

Dalam penelitian ini, tema penelitiaan yang diangkat adalah mengenai aksesibilitas bagi penyandang disabilitas. Tema tersebut penting untuk diteliti dikarenakan semenjak keluarnya Undang-Undang No.8 Tahun 2016, Indonesia sudah mulai menyiapkan diri dengan membuat perangkat hukum mengenai disabilitas. Indonesia diharapkan akan menjadi bagian dari negara-negara yang aksesibel baik bagi wisatawan pada umumnya maupun wisatawan disabilitas. Hotel sebagai fasilitas kepariwisataan, akan menjadi jendela penghubung antara wisatawan baik domestik maupun mancanegara dengan destinasi- destinasi pariwisata Bali yang sudah mendunia. Pada penelitian ini aksesibilitas hotel akan menjadi pembahasan utama. Diharapkan dengan adanya penelitian yang dilakukan akan meningkatkan kualitas aksesibilitas jendela penghubung kepariwisataan yang ada di Bali.

Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan, yaitu: Bagaimana tingkat aksesibilitas bagi tamu disabilitas di Nusa Dua Beach Hotel & Spa? dan Apa kendala dan upaya yang dilakukan dalam Pengadaan, pembaharuan dan perawatan aksesibilitas bagi tamu disabilitas di Nusa Dua Beach Hotel & Spa?

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Nusa Dua Beach Hotel & Spa. Hotel ini merupakan salah satu hotel berbintang lima yang berada pada kawasan ITDC dan terletak pada semenanjung selatan pulau Bali. Hotel ini dapat dicapai kurang lebih 15 menit dari Bandara Internasional Ngurah Rai melalui Jalan tol Bali Mandara. Ada beberapa alasan yang mendasari penulis memilih melakukan penelitian di hotel antara lain :

  • 1)    Nusa Dua Beach Hotel & Spa merupakan hotel pertama di kawasan ITDC

  • 2)    Nusa Dua Beach Hotel & Spa memiliki kamar khusus disabilitas (Premiere Handicap Room).

  • 3)    Tamu disabilitas yang menggunakan kamar tersebut cukup tinggi (516 orang pertahunnya dari 2013 – tahun 2016.

  • 4)    Nusa Dua Beach Hotel & Spa Memiliki fasilitas dan aksesibilitas bagi tamu disabilitas

Definisi Operational Variabel digunakan untuk membatasi permasalahan yang akan di teliti agar Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat- sifat hal yang didefinisikan yang dapat diamati (diobservasi). Konsep yang dapat diamati atau dapat diobservasi merupakan hal yang sangat penting, karena hal yang dapat diamati tersebut membuka kemungkinan bagi orang lain melakukan hal serupa sehingga apa yang dilakukan oleh peneliti terbuka untuk diuji kembali oleh orang lain.

Definisi Operaional Variabel digunakan untuk membatasi permasalahan yang akan diteliti untuk lebih terfokus pada permasalahan yang akan diteliti. Penelitian ini akan menggunakan dua sumber sebagai standar ukuran aksesibilitas bagi Tamu Disabilitas di Nusa Dua Beach Hotel & Spa dengan mengacu pada Improving Information on Accessible Tourism for Disabled People oleh Jacqueline Westcott (2004) yang di publikasikan oleh European Commisson dan menggunakan Persyaratan Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.30 PRT/M/2006. Penelitian yang dilakukan dibatasi dengan menggunakan factsheet dari Westcott tersebut sebagai acuan.

Aksesibilitas yang dimaksud dalam penelitian ini dibatasi pada lingkup aksesibilitas fisik saja sehingga penelitian yang dilakukan dapat lebih terperinci dan juga karena keterbatasan ijin yang di peroleh dari pihak manajemen hotel bersangkutan. Variabel yang mengacu pada Westcott terdiri dari 4 variabel yaitu how to get there, getting in, using the facility, getting out in an emergency. Pada Variabel how to get there memiliki 3 buah indikator yaitu advertising and booking information, accessible public transport routes, Designated parking. Pada Indikator Getting in memiliki 3 buah indikator yaitu widht of pathway, widht of doors, dan lenght and gradient of ramp. Pada indikator Using the Facility memiliki 7 buah indikator yaitu accomodation, accessible WCs and Bathroom, restourants, cafés and bars, shops, conference facilities/audio or visual presentations, exhibitions and outdoor attraction, dan details of routes around the facilities. Pada indikator Getting out in emergency terbagi menjadi 2 buah indikator yaitu signage dan alarm.

Tabel 1.4 Definisi Operasional Variabel Berdasarkan Westcott

Sumber

Variabel

Indikator

Improving Information on Accessible Tourism for Disabled People

Jacqueline Westcott (2004)

How to get there (Bagaimana menuju ke hotel)

Advertising and Booking

Information

(Informasi pemesanan dan periklanan)

Accessible Public Transport routes

(Jalur Transportasi Umum)

Designated Parking (Parkir yang ditentukan)

Getting In (Masuk ke hotel)

Widht of Pathway (lebar jalan)

Widh of Doors

Length and Gradient of ramp (panjang dan gradien ram)

Using the Facility (Penggunaan Fasilitas hotel)

Accomodation Room (Akomodasi Kamar)

Accessible WCs and Bathroom (Toilet dan Kamar Mandi yang Aksesibel)

Restourant, Café and Bars (Restoran, Kafe, dan Bar)

Shop (Toko)

Conference Facilities/audio or visual Presentation (Fasilitas Konfrensi atau Presentasi Audio/Visual)

Exhibition and outdoor attractions

(Pameran dan Atraksi)

Details of routes around the facility

(Rincian Rute disekitar Fasilitas)

Getting Out in an

Emergency

(Keluar dalam Keadaan

Darurat)

Signage (Signage)

Alarm (Alaram)

Pada masing- masing indikator yang ada akan dijelaskan berdasarkan kriteria dan ukuran aksesibilitas dari Westcott (2004) dan Peraturan Mentri Pekerjaan Umum Nomor 30


PRT/M/2006.

Kendala yang dimaksudkan dalam penelitian ini merupakan hambatan (yang menghalangi) hotel dalam pengadaan, pembaharuan, dan perawatan aksesibilitas bagi tamu disabilitas baik yang belum maupun sudah dimiliki oleh hotel. Upaya yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah suatu bentuk usaha yang dilakukan maupun akan dilakukan dalam mengatasi kendala yang ada berkenaan dalam pengadaan, pembaharuan dan perawatan aksesibilitas bagi tamu disabilitas di hotel.

Tabel 1.5 Definisi Operasional Variabel Kendala dan Upaya

Sumber

Variabel

Indikator

Kendala: The Constraint Theory Hansen and Mowen (2016)

Internal

Pengadaan, pembaharuan, dan perawatan aksesibilitas bagi tamu disabilitas di hotel

Upaya:

(Soeharto, 2002; Soekamto, 1984 dalam Astina 2014)

Preserfatif

Pengadaan ,pembaharuan, dan perawatan aksesibilitas bagi tamu disabilitas di hotel

Tamu disabilitas

Pengertian dari tamu disabilitas dalam penelitian ini adalah semua wisatawan asing maupun domestik yang memiliki keterbatasan atau perbedaan kemampuan dan keperluan (fisik, mental-intelektual, sensori, dan alergi) dalam melakukan kegiatan kesehariannya baik sejak lahir maupun sementara, termasuk lansia dan ibu hamil yang menginap di hotel bersangkutan.

  • 2 PEMBAHASAN

  • 2.1    Tingkat Aksesibilitas Bagi Tamu Disabilitas

Pengisian terhadap accessible factsheet dari Jacqueline Westcott (2004) di Nusa Dua Beach Hotel & Spa diawasi dan di temani oleh Ibu Mashaning Purwitasari yang menjabat sebagai Marketing Communications Manager. Menurut keterangan dari Ibu Mashaning Purwitasari, Nusa Dua Beach Hotel & Spa Belum pernah mengikuti standar aksesibilitas tertentu.

  • 2.2    Bagaimana Mencapai Hotel (How to Get There)

Informasi umum hotel, seperti lokasi, harga, servis yang diberikan oleh hotel dan lain sebagainya dapat diakses oleh tamu melalui sejumlah media seperti telepon, email, dan fax. Informasi tersebut juga tersedia dengan bentuk teks standar berupa brochure, akan tetapi informasi tersebut tidak tersedia dalam bentuk teks tercetak dengan tulisan yang besar, dan cetakan huruf braile.

Untuk informasi moda transportasi yang dapat mencapai hotel dapat terlihat pada factsheet bahwa hotel hanya bisa di capai dengan menggunakan taxi dan kendaraan pribadi. Bis bisa mencapai hotel namun bis tersebut merupakan bis pesanan khusus bukan merupakan transportasi umum. Pada kawasan ITDC sendiri menyediakan transportasi khusus (Shuttle Bus) yang dapat menghantarkan tamu baik menuju tempat di sekitar kawasan ITDC hingga ke lobby hotel.

Nusa dua Beach Hotel & Spa Memiliki lahan parkiran yang cukup luas, akan tetapi parkiran tersebut tidak menyediakan parkiran khusus bagi pengemudi disabilitas. Menurut kriteria dari Westcott bahwa hotel sekurang-kurangnya memiliki 1 lahan parkir untuk penyandang disabilitas dan yang terbaik adalah 6% dari total lahan parkir yang tersedia.

Berdasarkan pemaparan kondisi dilapangan, hotel memenuhi kriteria penyediaan informasi pada reservasi dan periklanan karena memeiliki beberapa alternatif penyediaan informasi dan layanan reservasi. Akan tetapi hotel tidak bisa menyediakan hal tersebut melalui internet yang aksesibel dan penyediaan form dalam bentuk huruf braile. hotel tidak memenuhi kriteria dari Westcott dimana transportasi yang tersedia di kawasan ITDC tidak aksesibel karena tidak memudahkan pengguna kursi roda untuk menaiki transportasi tersebut.

Dari segi tempat parkir yang disediakan oleh hotel, juga tidak memenuhi kriteria dari

Westcott dimana jumlah lahan parkir untuk disabilitas minimal 1 buah dan yang terbaik adalah 6% dari total lahan parkir yang tersedia. Selain tidak memenuhi standar aksesibilitas dari Westcott, hotel juga tidak memenuhi aturan standar aksesibilitas dari Peraturan Mentri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006 (nasional) bahwa tempat parkir khusus disabilitas tersedia minimal 1 dari setiap kelipatan 25 dan apabila tersedia 501- 1000 lahan parkir maka harus menyediakan 2% dari total lahan parkir.

  • 1.    Getting In (Memasuki Hotel)

Jalanan menuju lobby hotel terdapat orientation strip yang berupa paving block yang berbeda posisi sebagai pembatas ataupun jalanan tersebut berbeda tekstur maupun warna. Jalanan tersebut memiliki lebar lebih dari 1200 mm yang sudah melebihi aturan yang tertera pada Westcott, bahwa yang terbaik adalah melebihi 1200 mm. Ukuran tersebut juga sesuai dengan aturan nasional dimana lebar jalur pedestrian adalah 120 cm. Jalan menuju lobby tersebut stabil, kuat, tahan cuaca dan bertekstur halus namun tidak licin akan tetapi jalanan tersebut tidak memiliki tepi pengaman.Treshold yang terdapat pada lobby area merupakan flush threshold yaitu 0 mm.

Ramp yang terdapat pada sisi kanan dan kiri lobby area sama ukurannya yang memiliki Panjang 3970 mm dengan kemiringan 4010 mm maka penghitungan gradien dan tinggi ramp adalah sebagai berikut :

a2 + b2 = c2 a2 = c2 — b2             gradien = a : b

a2 = 4012 — 3972                   gradien = 56.5 : 397

a2 = 3192                             g'radie'n = 1 : 6.5

a = √3192

a = 56.5

Ramp dengan gradien 1 : 6.5 tersebut tidak mencukupi batasan dari Westcott yaitu ramp tidak boleh melebihi dari 8% dengan perbandingan 1 : 12. Terlihat dengan jelas bahwa ramp yang terdapat di sisi kanan dan kiri lobby hotel sudah memiliki area istirahat. Ramp tersebut juga tidak sesuai dengan aturan nasional bahwa ramp di luar bangunan maksimum 6°,dengan perbandingan antara tinggi dan kelandaian 1:10. Ramp tersebut juga sudah dilengkapi handrail dengan ketinggian 65-80 cm dari permukaan tanah.

Terdapat beberapa tangga berada di area lobby. Antara lain tempat menaikkan dan menurunkan penumpang yang hanya terdapat kurang dari 5 anak tangga dan tangga menuju ke lantai bawah yang memiliki 26 anak tangga. Tangga di hotel memiliki tinggi anak tangga yang sama yaitu 160 mm. Ukuran tersebut sudah sesuai dengan ukuran berdasarkan Westcott (2004) yang menganjurkan tinggi anak tangga terendah adalah 150 mm dan tertinggi 180 mm. Ukuran tersebut sudah sesuai dengan peraturan dari Permen PU dimana tinggi anak tangga 15 – 19 cm dan tangga di lengkapi dengan pegangan rambat minimum pada salah satu sisi tangga dengan ketinggian 65 – 80 cm. Anak tangga tersebut juga sudah dilengkapi dengan nosing anti selip. Area lobby tidak memiliki pintu, turnstile ataupun gerbang.

Tinggi meja untuk information yaitu 850 mm. Ukuran tersebut sesuai dengan Westcott dimana tinggi ruang bebas di bawah meja adalah 700 mm, dan aturan dari Permen PU dimana tinggi ruang gerak di bawah meja adalah 65 cm dan tinggi maksimal meja adalah 86 cm.

  • 2.    Penggunaan Fasilitas (Using the Facility)

Pengisian accessible factsheet yang diberikan kepada Nusa Dua Beach Hotel & Spa dilakukan terhadap beberapa fasilitas yang di miliki oleh hotel yaitu terhadap 2 buah kamar Premiere Handicap, 2 buah kamar mandi, 2 buah kamar kecil, 2 buah restoran, 1 buah toko, 1 buah fasilitas konfrensi, 1 buah atraksi outdoor. Uraian mengenai aksesibilitas yang dimiliki fasilitas tersebut adalah sebagai berikut :

C 1.      Akomodasi : 2 kamar Premiere Handicap (kamar 2004 dan 2104)

Nusa Dua Beach Hotel & Spa memiliki 2 buah kamar khusus untuk tamu disabilitas. Kamar tersbut disebut dengan premiere handicap room. Kamar tersebut memiliki jenis kasur yang berbeda, kamar 2104 memiliki kasur twin bed sedangkan kamar 2004 memiliki kasur king sized bed. Berikut uraian dari masing- masing kamar :

a Kamar 2104

Kamar 2104 yang memiliki jenis kasur twin bed, tidak memiliki nomor kamar

berwarna kontras dari warna pintunya (coklat). Berdasarkan observasi yang dilakukan di kamar tersebut, kamar tersebut tidak memiliki televisi dengan teletext karena hotel tidak menyediakan kamar dengan teletext di seluruh jenis kamar.

Setiap kamar memiliki telepon, akan tetapi hotel tidak menyediakan kamar dengan telepon yang memiliki inductive coupler. Berdasarkan permen PU keterjangkauan telepon sudah dipertimbangkan dengan baik bagi pengguna kursi roda, telepon tersebut terletak dengan ketinggian diantara 80 – 100 cm. Semua kamar di hotel tidak memperkenankan tamu untuk merokok di kamar. Hotel tidak memperkenankan untuk membawa binatang peliharaan. Semua kasur yang tersedia di hotel bukan merupakan kasur yang bebas alergi. Kasur tersebut memiliki tinggi 50 cm dari permukaan lantai yang sesuai dengan aturan dari Permen PU (50cm) dan Westcott ( 450-500 mm ). Untuk jenis kamar dengan twin bed hanya tersedia 1 buah saja yang di khususkan bagi tamu disabilitas. Kamar tersebut bisa di pesan pada saat pemesanan kamar.

Kamar 2104 memiliki threshold dengan ketebalan 15 mm pada jalur masuknya. Ukuran tersebut sudah sudah sesuai dengan aturan dari Westcott ( 0 – 25 mm ). Lebar pintu masuk kamar adalah 930 mm dan pintu tersebut membuka kearah luar untuk memudahkan tamu disabilitas. Pintu tersebut sudah sesuai dengan ukuran dari Westcott dimana ukuran pintu terbaik adalah 900 mm yang juga sesuai dengan aturan dari PermenPU yaitu 90 cm. Akan tetapi pintu tersebut tidak memiliki plat tendang yang dianjurkan oleh PermenPU.

Pada sisi kasur terdapat area untuk perpindahan selebar 800 mm di sisi kiri sedangkan sisi kanan kasur selebar 750 mm. Lebar area perpindahan tidak sesuai dengan pedoman dari PermenPU yaitu 110 cm, akan tetapi sudah mencukupi aturan dari Westcott dimana lebar minimum 750 mm dan yang terbaik adalah 950 mm atau lebih. Kamar tersebut memiliki tinggi master switch dan tombol lampu hampir sejajar dengan tinggi gagang pintu yakini 940 mm. Ukuran tersebut sesuai dengan ukuran yang dianjurkan oleh PermenPU dimana tombol ( kontrol ) harus memiliki tinggi diantara 60 – 100 cm, dan juga sesuai dengan aturan dari Westcott yaitu diantara 850 – 1200 mm. Kamar tersebut memiliki area sirkulasi yang luas selebar 1670 mm dan lorong yang cukup luas sebagai jalur masuk, selebar 1430 mm. Area sirkulasi dan lorong sebagai jalur masuk sesuai dengan Westcott dimana diameter area sirkulasi tersebut diantara 1200 – 1800 mm dan lebar lorong adalah diantara 900 – 1200 mm. Lebar lorong tersebut juga sudah sesuai dengan PermenPU dimana lorong setidaknya memiliki lebar 110 cm.

Kamar tersebut di lengkapi dengan prabotan seperti meja dan kursi. Tinggi ruang kosong di bawah meja adalah 650mm. Ukuran tersebut tidak sesuai dengan Westcott dimana tinggi ruang bebas di bawah meja adalah 700 mm. Akan tetapi ukuran tersebut sudah sesuai dengan aturan dari Permen PU dimana tinggi ruang gerak di bawah meja adalah 65 cm. Kamar tersebut juga dilengkapi dengan kamar mandi khusus untuk disabilitas.

b Kamar 2004

Kamar 2004 yang memiliki jenis kasur king sized bed, tidak memiliki nomor kamar berwarna kontras dari warna pintunya (coklat). Berdasarkan observasi yang dilakukan di kamar tersebut, kamar tersebut tidak memiliki televisi dengan teletext karena hotel tidak menyediakan kamar dengan teletext di seluruh jenis kamar.

Setiap kamar memiliki telepon, akan tetapi hotel tidak menyediakan kamar dengan telepon yang memiliki inductive coupler. Berdasarkan PermenPU keterjangkauan telepon sudah dipertimbangkan dengan baik bagi pengguna kursi roda, telepon tersebut terletak dengan ketinggian diantara 80 – 100 cm. Semua kamar di hotel tidak di perkenankan untuk merokok. Hotel tidak memperkenankan tamunya untuk membawa binatang peliharaan. Semua kasur yang tersedia di hotel bukan merupakan kasur yang bebas alergi. Kasur tersebut memiliki tinggi 50 cm dari permukaan lantai yang sesuai dengan aturan dari PermenPU (50cm) dan Westcott ( 450-500 mm ). Untuk jenis kamar dengan king sized bed hanya tersedia 1 buah saja yang di khususkan bagi tamu disabilitas. Kamar tersebut bisa di pesan pada saat pemesanan kamar.

Kamar tersebut memiliki threshold dengan ketebalan 20 mm pada jalur masuknya. Ukuran tersebut sudah sudah sesuai dengan aturan dari Westcott ( 0 – 25 mm ). Lebar pintu

masuk kamar adalah 930 mm dan pintu tersebut membuka kearah luar untuk memudahkan tamu disabilitas. Pintu tersebut sudah sesuai dengan ukuran dari Westcott dimana ukuran pintu terbaik adalah 900 mm yang juga sesuai dengan aturan dari PermenPU yaitu 90 cm. Akan tetapi pintu tersebut tidak memiliki plat tendang yang dianjurkan oleh PermenPU.

Pada sisi kasur terdapat area untuk perpindahan selebar 800 mm di sisi kiri sedangkan sisi kanan kasur selebar 770 mm. Lebar area perpindahan tidak sesuai dengan pedoman dari PermenPU yaitu 110 cm, akan tetapi sudah mencukupi aturan dari Westcott dimana lebar minimum 750 mm dan yang terbaik adalah 950 mm atau lebih. Kamar tersebut memiliki tinggi master switch dan tombol lampu hampir sejajar dengan tinggi gagang pintu yakini 940 mm. Ukuran tersebut sesuai dengan ukuran yang dianjurkan oleh PermenPU dimana tombol ( kontrol ) harus memiliki tinggi diantara 60 – 100 cm, dan juga sesuai dengan aturan dari Westcott yaitu diantara 850 – 1200 mm. Kamar tersebut memiliki area sirkulasi selebar 1000 mm dan lorong yang cukup luas sebagai jalur masuk, selebar 1320 mm. Area sirkulasi belum sesuai dengan Westcott dimana diameter area sirkulasi diantara 1200 – 1800 mm hal ini disebabkan pada kamar 2004 memiliki kursi dan meja tambahan di samping meja yang ada pada kamar 2104 yang tidak dimiliki kamar 2004 ( Gambar 4.19 ). akan tetapi lebar lorong sudah seuai dengan Westcott yaitu diantara 900 – 1200 mm. Lebar lorong tersebut juga sudah sesuai dengan PermenPU dimana lorong setidaknya memiliki lebar 110 cm.

Kamar tersebut di lengkapi dengan prabotan seperti meja dan kursi. Tinggi ruang kosong di bawah meja adalah 650 mm. Tinggi ruang kosong di bawah meja adalah 650mm. Ukuran tersebut tidak sesuai dengan Westcott dimana tinggi ruang bebas di bawah meja adalah 700 mm. Akan tetapi ukuran tersebut sudah sesuai dengan aturan dari PermenPU dimana tinggi ruang gerak di bawah meja adalah 65 cm. Kamar tersebut juga dilengkapi dengan kamar mandi khusus untuk disabilitas.

C 2. Toilet dan kamar mandi : 2 buah kamar mandi khusus yang terdapat dalam kamar Premiere Handicap dan 2 buah toilet umum untuk tamu yang terdapat dekat dengan lobby (pria dan wanita). Berikut uraian dari masing- masing bagian

a Kamar Mandi Kamar 2004

Kamar mandi yang tersedia pada kamar 2004 tidak melalui tangga untuk memasuki kamar mandi tersebut. Treshold yang tersedia untuk memasuki kamar mandi tersebut setebal 15 mm. Ukuran tersebut sudah mencukupi aturan dari Westtcott (0 – 20 mm). Kamar mandi tersebut memiliki pintu geser selebar 940 mm. Ukuran pintu tersebut sudah sesuai dengan ukuran dari Westcott (minimal 750 mm dan terbaik 900 mm atau lebih). Walaupun lebar bukaan pintu tersebut sudah sesuai juga dengan PermenPU (90 cm) penggunaan dari pintu geser tidak dianjurkan pada PermenPU. Area untuk sirkulasi yang tersedia memiliki lebar yang cukup luas yaitu 1500 mm. Ukuran tersebut sudah sesuai dengan Westcott bahwa lebar area sirkulasi adalah antara 1200 – 1800 mm. Akan tetapi apabila dilihat dengan aturan yang ada dari PermenPU, maka ukuran tersebut tidak sesuai karena dalam PermenPU, Ukuran minimal dari area atau ruang bebas minimal adalah 160 cm. Peralatan kontrol pada kamar mandi tersebut memiliki tinggi 850 mm dari lantai. Ukuran tersebut sudah sesuai dengan Westcott (850 – 1200 mm) dan PermenPU (60 – 100 cm). Di sisi kiri toilet tersedia ruang untuk perpindahan selebar 1090 mm sedangkan toilet duduk tersebut memiliki tinggi 450 mm dari lantai. Ukuran kloset tersebut sudah sesuai dengan Westcott (450 – 500 mm) dan juga PermenPU (45 – 50 cm). Begitu juga ukuran ruang untuk perpindahan. Ukuran tersebut sudah sesuai dengan Westcott (750 – 950 mm atau lebih) dan PermenPu (minimal jarak titik tengah kloset dengan tembok adalah 114 cm). Pada tembok dekat dengan toilet tersedia pegangan rambat horizontal dan vertikal.

Wastafel yang tersedia memiliki tinggi 770 mm dan ruang bebas di bawahnya setinggi 670 mm. Ukuran tersebut tidak sesuai dengan Westcott (ruang bebas di bawah meja adakah 700mm). Akan tetapi sesuai dengan PermenPU yaitu tinggi maksimal wastafel adalah 85cm dengan area bebas di bawahnya maksimal 63 cm. Wastafel tersebut dilengkapi dengan jenis kran pengungkit sesuai yang dianjurkan pada PermenPU. Kamar mandi tersebut dilengkapi dengan bak rendam yang memiliki pegangan rambat pada sisi kiri dan

kanan. Pada bilik pancuran memiliki flush threshold yang berukuran 0 mm. Pada pancuran terdapat temapt duduk lipat dengan ketinggian 450 dari lantai. Ukuran tersebut sesuai dengan Westcott (450 – 500 mm) dan PermenPu (Miniman 45 cm). Kamar mandi tersebut tidak dilengkapi dengan emergency cord ataupun sistem alaram lainnya yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat seperti yang dianjurkan pada PermenPU.

b Kamar Mandi Kamar 2104

Kamar mandi yang tersedia pada kamar 2104 tidak melalui tangga untuk memasuki kamar mandi tersebut. Treshold yang tersedia untuk memasuki kamar mandi tersebut setebal 15 mm. Ukuran tersebut sudah mencukupi aturan dari Westtcott ( 0 – 20 mm).

Kamar mandi tersebut memiliki pintu geser selebar 940 mm. Ukuran pintu tersebut sudah sesuai dengan ukuran dari Westcott ( minimal 750 mm dan terbaik 900 mm atau lebih ). Walaupun lebar bukaan pintu tersebut sudah sesuai juga dengan PermenPU ( 90 cm ) penggunaan dari pintu geser tidak dianjurkan pada PermenPU. Area untuk sirkulasi yang tersedia memiliki lebar yang cukup luas yaitu 1500 mm. Ukuran tersebut sudah sesuai dengan Westcott bahwa lebar area sirkulasi adalah antara 1200 – 1800 mm. Akan tetapi apabila dilihat dengan aturan yang ada dari PermenPU, maka ukuran tersebut tidak sesuai karena dalam PermenPU ukuran minimal dari area atau ruang bebas minimal adalah 160 cm. Peralatan kontrol pada kamar mandi tersebut memiliki tinggi 940 mm dari lantai. Ukuran tersebut sudah sesuai dengan Westcott (850 – 1200 mm) dan PermenPU (60 – 100 cm). Di sisi kiri toilet tersedia ruang untuk perpindahan selebar 1090 mm sedangkan toilet duduk tersebut memiliki tinggi 450 mm dari lantai. Ukuran kloset tersebut sudah sesuai dengan Westcott (450 – 500 mm) dan juga PermenPU (45 – 50 cm). Begitu juga ukuran ruang untuk perpindahan. Ukuran tersebut sudah sesuai dengan Westcott (750 – 950 mm atau lebih) dan PermenPU (minimal jarak titik tengah kloset dengan tembok adalah 114 cm). Pada tembok dekat dengan toilet tersedia pegangan rambat horizontal dan vertikal.

Wastafel yang tersedia memiliki tinggi 770 mm dan ruang bebas di bawahnya setinggi 670 mm. Ukuran tersebut tidak sesuai dengan Westcott (ruang bebas di bawah meja adakah 700mm). Akan tetapi sesuai dengan PermenPU yaitu tinggi maksimal wastafel adalah 85cm dengan area bebas di bawahnya maksimal 63 cm. Wastafel tersebut dilengkapi dengan jenis kran pengungkit sesuai yang dianjurkan pada PermenPU. Kamar mandi tersebut dilengkapi dengan bak rendam yang memiliki pegangan rambat pada sisi kiri dan kanan. Pada bilik pancuran memiliki flush threshold yang berukuran 0 mm yang sudah sesuai dengan Westtcott ( 0 – 20 mm). Pada pancuran terdapat temapt duduk lipat dengan ketinggian 450 dari lantai. Ukuran tersebut sesuai dengan Westcott ( 450 – 500 mm) dan PermenPU (Miniman 45 cm). Kamar mandi tersebut tidak dilengkapi dengan emergency cord ataupun sistem alaram lainnya yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat seperti yang dianjurkan pada PermenPU.

c Toilet Umum Pria

Toilet umum pria terletak di area lobby bersebrangan dengan toilet wanita. Untuk memasuki toilet pria tersebut tidak perlu melalui tangga. Ketebalan threshold yang terdapat pada pintu masuk toilet khusus adalah 10 mm yang sudah sesuai dengan Westtcott ( 0 – 20 mm) dan lebar pintu tersebut berukuran 940 mm. Ukuran pintu tersebut sudah sesuai dengan ukuran dari Westcott ( minimal 750 mm dan terbaik 900 mm atau lebih ). Handel pintu memiliki tinggi 850 mm dari permukaan lantai. Ukuran tersebut sudah sesuai dengan Westcott dimana tinggi peralatan kontrol yang terbaik diantara 850 – 1200 mm dan Permen Pu (maksimal 110 cm). Untuk berpindah ke toilet, tersedia ruang gerak selebar 800 mm di sebelah kiri toilet. Ukuran tersebut sudah sesuai dengan Westcott dimana lebar ruang gerak untuk berpindah minimum adalah 750 mm dan yang terbaik adalah 950 mm atau lebih. Pada toilet tersebut tidak tersedia pegangan rambat dan wastafel. Toilet tersebut tidak untuk mandi sehingga tidak tersedia pancuran dan bathtub. Pada toilet tidak tersediia emergency cord ataupun sistem alaram lainnya yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat seperti yang dianjurkan pada Permen Pu.

d Toilet Umum Wanita

Toilet umum wanita terletak di area lobby bersebrangan dengan toilet pria. Untuk

memasuki toilet wanita tersebut tidak perlu melalui tangga. Pada pintu terdapat rambu penyandang disabilitas.

Ketebalan threshold yang terdapat pada pintu masuk toilet khusus adalah 10 mm yang sudah sesuai dengan Westtcott ( 0 – 20 mm) dan lebar pintu tersebut berukuran 940 mm. Ukuran pintu tersebut sudah sesuai dengan ukuran dari Westcott ( minimal 750 mm dan terbaik 900 mm atau lebih ). Handel pintu memiliki tinggi 850 mm dari permukaan lantai. Ukuran tersebut sudah sesuai dengan Westcott dimana tinggi peralatan kontrol (termasuk pegangan pintu) yang terbaik diantara 850 – 1200 mm dan Permen Pu (maksimal 110 cm). Untuk berpindah ke toilet, tersedia ruang gerak selebar 800 mm di sebelah kiri toilet. Ukuran tersebut sudah sesuai dengan Westcott dimana lebar ruang gerak untuk berpindah minimum adalah 750 mm dan yang terbaik adalah 950 mm atau lebih.

Pada toilet tersebut tersedia pegangan rambat pada sisi kanan toilet. Tersedia wastafel dengan ruang bebas di bawahnya yang berukuran 700 mm yang sudah sesuai dengan Westcott (700 mm). Toilet tersebut tidak untuk mandi sehingga tidak tersedia pancuran dan bathtube. Pada toilet tidak tersediia emergency cord ataupun sistem alaram lainnya yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat seperti yang dianjurkan pada PermenPU. C 3. Restoran, Kafe dan Bar: 2 buah restoran untuk perbandingan restoran yang tidak aksesibel dan yang aksesibel

Raja’s Balinese cuisine memiliki jarak antara meja dan kursi satu dengan lainnya selebar 900mm. Ukuran tersebut sudah sesuai dengan Westcott dimana lorong jarak antara meja harus cukup lebar untuk pengguna kursi roda melaluinya ketika meja dan kursi di gunakan orang dengan jarak 900 – 1200 mm. Semua meja dan kursi di restoran tersebut tidak permanen sehingga bisa di pindah- pindahkan.

Jarak ruangan bebas di bawah meja dengan lantai adalah 650 mm. Ukuran tersebut tidak sesuai dengan westcott (650 mm) akan tetapi sesuai dengan Permen Pu (65 cm). Pada restoran tersebut tersedia area bebas asap rokok. Apabila ada tamu yang alergi ataupun memiliki penyakit tertentu yang berhubungan dengan makanan, maka tamu dapat memesannya secara khusus. Pemesanan makanan khusus tersebut meliputi makanan dengan kadar gula rendah, tidak mengandung laktosa, tidak mengandung protein gluten (biasanya terkandung dalam gandum dan jelai), dan makanan yang tidak mengandung kacang-kacangan.

Restoran Wedang Jahe memiliki jarak antara meja-kursi satu dengan lainnya selebar 720 mm. Ukuran tersebut tidak sesuai dengan Westcott dimana lorong jarak antara meja harus cukup lebar untuk pengguna kursi roda melaluinya ketika meja dan kursi di gunakan orang dengan jarak 900 – 1200 mm. Meja dan kursi di restoran tersebut bukan merupakan meja dan kursi yang permanen sehingga dapat di pindah- pindahkan.

Jarak ruang bebas di bawah meja dengan lantai adalah 650 mm. Restoran tersebut menyediakan area bebas rokok. Restoran tersebut hanya digunakan untuk breakfast yang penyajiannya presmanan, sehingga untuk tamu yang alergi dengan makanan tertentu harus memesan makan yang bebas alergi terlebih dahulu.

C 4. Toko : 1 buah toko yang dimiliki oleh Hotel

Hotel memiliki memiliki beberapa toko yang bisa dikunjungi oleh tamu, akan tetapi hotel hanya memiliki 1 buah toko yang kepemilikan toko tersebut dimiliki oleh Nusa Dua Beach Hotel & Spa. Toko – toko yang lain di sewakan kepada beberapa brand ternama dan bahkan di gunakan sebagai bank.

Meja yang digunakan sebagai meja kasir memiliki tinggi 1100 mm dengan ruang bebas yang ada di bawah counter meemiliki tinggi 880 mm. Ukuran tersebut tidak sesuai dengan Westcott dimana tinggi ruang bebas di bawah meja adalah 700 mm dengan tinggi meja terbaik adalah 750 mm, dan aturan dari Permen PU dimana tinggi ruang gerak di bawah meja adalah 65 cm dan tinggi maksimal meja adalah 86 cm. Jarak antara rak barang yang di jual satu dan lainnya selebar 1000 mm. Ukuran tersebut tidak sesuai dengan Westcott dimana lorong jarak antara meja harus cukup lebar untuk pengguna kursi roda melaluinya ketika meja dan kursi di gunakan orang dengan jarak 900 – 1200 mm.

C 5. Fasilitas Konfrensi : 1 buah ruangan konfrensi


Hotel Memiliki 7 buah ruangan untuk MICE dan semuanya memiliki tempat duduk tidak permanen yang di susun berdasarkan dari pesanan pengguna fasilitas tersebut.

Keraton Ballroom adalah ruangan yang dimiliki oleh hotel sebagai salah satu ruang indoor untuk MICE terbesar. Keraton Ballroom tidak memiliki tempat duduk permanen sehingga penempatan tempat duduk untuk penyandang disabilitas dapat tempatkan dimana saja berdasarkan pemesanan yang diterima oleh hotel. Hotel tidak menyediakan induction loop sebagai sarana untuk presentasi akan tetapi hotel menyediakan alat presentasi dengan sistem infra merah berdasarkan permohonan dari pengguna ruangan tersebut.

C 6. Exhibisi : tidak memiliki pameran

Hotel memiliki fasilitas outdoor sebagai tempat pertunjukan seni tari. Tempat tersebut biasa digunakan sebagai tempat pertujukan tari legong. Hotel tidak memiliki kendaraan sebagai alat mobilitas di lingkungan hotel (mobil buggy), sehingga fasilitas yang ada di lingkungan hotel hanya bisa dicapai dengan berjalan kaki. Pada Budaya Open Theater tidak tersedia kursi permanen. Tamu disabilitas yang hendak menonton tari legong akan di tempatkan di bagian terdepan fasilitas tersebut (gambar kanan). Bagi tamu yang menginginkan site plan atau rencana penempatan kursi di lokasi tersebut dapat memintanya terlebih dahulu karena hotel tidak menyediakannya karena kursi yang ada di lokasi tidak

permanen.

C 7. Rincian jalur fasilitas sekitar

Threshold maksimal yang berada di seluruh area hotel adalah threshold yang berada

di kamar 2004 yang berukuran 20 mm. Ukuran tersebut sudah mencukupi aturan dari

Westtcott ( 0 – 20 mm). Ram yang tersedia yang diperuntukkan buat tamu ada 3 yang

tercuram. Penjelasan ukuran ramp yang tersedia di hotel antara lain :

Ramp 1 (lokasi Menuju Wedang Jahe) a2 + b2 = c2 a2 = c2 - b2 a2 = 1732 - 1722 α2 = 345 a =√345 a = 18.6

gradien = a : b

gradien = 18.6 : 172

gradien = 1 : 9.3


gradien = a : b gradien = 66.7 : 442 gradien = 1 : 6.6


g,radien = a : b gradien = 51.2 : 326 gradien = 1 : 6.4


Ramp 2 (Lokasi: menuju kamar) a2 + b2 = c2 , a2 = c2 - b2

a2 = 4472 -442

a2 =4445

a =√4445

a =66.7

Ramp 3 (Lokasi Budaya Open Theater) a2 + b2 = c2 a2 = c2 - b2 a2 = 3302 - 3262 a2 = 2624 a =√2624 a = 51.2

Berdasarkan penghitungan ramp diatas maka dapat disimpulkan bahwa ramp tercuram memiliki gradien 1:6.4 dengan panjang maksimal 4470 mm. Yang berlokasi di dekat panggung budaya open theater. Ramp tersebut tidak mencukupi batasan dari Westcott yaitu ramp tidak boleh melebihi dari 8% dengan perbandingan 1 : 12 . Ramp tersebut juga tidak sesuai dengan aturan Permen Pu bahwa ramp di luar bangunan maksimum 6°,dengan perbandingan antara tinggi dan kelandaian 1:10.

Tangga yang tersedia di seluruh hotel paling banyak memiliki 26 anak tangga yang berlokasi di area lobby untuk menuju lantai bawah (selain tangga darurat). Ukuran tinggi anak tangga maksimal adalah 160 mm. Ukuran tersebut sudah sesuai dengan ukuran berdasarkan Westcott (2004) yang menganjurkan tinggi anak tangga terendah adalah 150 mm dan tertinggi 180 mm. Ukuran tersebut sudah sesuai dengan peraturan dari Permen PU dimana tinggi anak tangga 15 – 19 cm dan tangga di lengkapi dengan pegangan rambat

minimum pada salah satu sisi tangga dengan ketinggian 65 – 80 cm. Anak tangga tersebut juga sudah dilengkapi dengan nosing anti selip. Tangga tersebut memiliki warna yang kontras untuk membedakan anak tangga. Lebar pintu minimum adalah 930 mm. Pintu tersebut sudah sesuai dengan ukuran dari Westcott dimana ukuran pintu terbaik adalah 900 mm yang juga sesuai dengan aturan dari PermenPU yaitu 90 cm.dan lebar lorong minimum adalah 1690 mm yang terletak di lantai dasar menuju ke arah pantai.

Lift yang di miliki hotel memiliki lebar pintu 820 mm. Ukuran tersebut sesuai dengan ukuran dari Westcott dimana lebar pintu 750 – 900 mm atau lebih, akan tetapi ukuran tersebut tidak sesuai dengan aturan dari Permen PU yang mengahruskan lebar pintu minimal adala 100 cm. Ukuran ruang lift adalah 900 x 1200 mm. Ukuran tersebut sudah sesuai dengan aturan dari Westcott yang mengharuskan luas ruang lif minimum adalah 900 x 1200 mm, akan tetapi ukuran tersebut tidak memenuhi syarat jika dilihat dari aturan dari Permen PU dimana ruang lif minimal adalah 140 x 140 cm. Tinggi tombol kontrol lift adalah 1200 mm. Panel kontrol tersebut sudah memenuhi syarat dari Westcott ( 850 -1200 mm) dan juga Permen Pu (minimum 1200cm).Tombol kontrol tersebut tidak memiliki huruf braile. Lift tersebut dilengkapi dengan indikator visual saja dan tidak terdapat indikator audio yang menunjukkan posisi lif.

  • 3.    Evakuasi Darurat (Getting Out in Emergency)

Hotel tidak memiliki prosedur untuk memberitahukan mengenai prosedur evakuasi darurat pada saat kedatangan tamu, akan tetapi semua karyawan sudah memiliki prosedur sendiri dan terlatih untuk menuntun tamu ke tempat aman yang sudah di tunjuk (asemmbly point). Hotel memiliki alarm suara hampir di setiap sudut bangunan. pada kamar premiere handicap tersedia alaram visual, alaram tersebut selain bersuara alaram tersebut akan menyala, akan tetapi tidak tersedia alaram getar.

Hotel memiliki 3 tempat yang dijadikan tempat berkumpul untuk pengungsi apabila terjadi sesuatu. Tempat tersebut dibedakan menjadi tempat pengungsian kebakaran, tsunami dan gempa bumi. Lokasi untuk kebakaran adalah di dekat pantai, tsunami ada di lantai 4 dan gempa bumi berlokasi di parkiran.

Untuk tangga darurat (tangga yang di gunakan sebagai jalur evakuasi) tersedia minimal satu di setiap bagian gedung, kurang lebih 4 tangga di 4 bangunan yang di miliki hotel.

  • 4.    Persentase Pedoman Aksesibilitas

Berdasarkan kondisi di lapangan pada saat penelitian dilakukan maka prosentase pada setiap bagian dari pedoman aksesibilitas adalah sebagai berikut ini.

  • a)    How to get there = 33,3%

  • b)    Getting in = 56%

  • c)    Using The Facility = 67,2 %

  • a)    Getting Out in Emergency = 66,7%

  • 5.    Kendala dan Upaya dalam Pengadaan, Pembaharuan, dan Perawatan

    Kendala

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, kendala yang ada di dominasi dengan kendala internal khususnya pada pengadaan dan pembaharuan aksesibilitas bagi tamu disabilitas di Nusa Dua Beach Hotel & Spa. Berikut akan dipaparkan hasil penelitian pada variabel kendala berdasarkan Hansen dan Mowen (2016) yaitu kendala internal hotel dalam pengadaan, pembaharuan, dan perawatan aksesibilitas bagi tamu disabilitas

  • a.    Pengadaan :

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, ditemukan masih adanya aksesibilitas bagi tamu disabilitas yang tidak ada. Sebagai contohnya tempat parkir dan jalur pemandu. Belum adanya aksesibilitas tersebut dikarenakan adanya hambatan dari segi financial yang cukup besar. Sebagai salah satu chain hotel perlu mendapatkan ijin dari pihak terkait agar dapat mengeluarkan biaya untuk renovasi hotel, dalam hal ini BIA ( Brunei Investment Agency) agar dapat di proses lebih lanjut.

Pihak hotel juga belum menemukan waktu yang tepat untuk melakukan renovasi, karena dikhawatirkan akan mengganggu kenyamanan tamu yang sedang menginap.

  • b.    Pembaharuan :

Berdasarkan penelitan yang dilakukan, ditemukan masih adanya aksesibilitas yang belum memenuhi standar dari Westcott (2004) maupun Peraturan Mentri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006 seperti ram ,perabot dan lif. Pihak hotel menegaskan kendala utama memang didominasi dengan kendala financial dan perijinan dari BIA. Apabila memang sudah mendapatkan ijin dan memiliki biaya yang cukup, pihak hotel dapat dengan mudah mengestimasikan lama pengerjaan renovasi agar bisa menentukan kapan hal tersebut akan dilaksanakan. Sehingga mengurangi resiko ketidaknyamanan tamu hotel.

  • c.    Perawatan :

Hotel tidak memiliki kendala dalam melakukan perawatan terhadap aksesibilitas bagi tamu disabilitas yang berada di lingkungan hotel. Hal tersebut terlihat jelas pada kondisi aksesibilitas yang ada berada dalam kondisi yang sangat baik dan terawat. Kinerja pegawai hotel yang sudah menjalankan SOP pada setiap departemen yang bersangkutan dengan perawatan aksesibilitas tersebut menjadikan kondisi dari aksesibilitas tersebut dalam kondisi prima. Hal ini di dukung dengan adanya kontrol dari pihak manajemen secara berkala dengan waktu yang tidak menentu. Terkadang pihak manajemen melakukan inspeksi secara tidak langsung yaitu dengan melalui pegawai lainnya sehingga akan menimbulkan rasa waspada terhadap pada setiap saat.

Upaya

Berikut akan dipaparkan upaya preserfatif hotel dalam pengadaan, perawatan dan perawatan aksesibilitas bagi tamu disabilitas :

  • a.    Pengadaan :

Upaya Nusa Dua Beach Hotel & Spa dalam pengadaan aksesibilitas berdasarkan kepada kondisi hotel dan ragam tamu yang menginap termasuk di dalamnya tamu disabilitas dan dalam standar internasional yang mengacu pada hukum yang berlaku di Indonesia. Berdasarkan hasil observasi yang didapatkan maka didapatkan bukti fisik yang jelas mengenai aksesibilitas yang dimiliki hotel. Aksesibilitas tersebut merupakan upaya yang dilakukan pihak manajemen hotel dalam mengakomodir kebutuhan tamu disabilitas termasuk didalamnya lansia pengguna kursi roda akan aksesibilitas tersebut.

Hotel mengetahui dengan baik arti dari aksesibilitas, dan hal ini sangat berpengaruh dengan Excellent Service yang merupakan standart international dalam pelayanan hotel bintang lima. Termasuk didalamnya pengadaan fasilitas kebutuhan lainnya seperti kursi roda dan kruk.

  • b.    Pembaharuan :

Hotel sedang mengupayakan rekondisi kesesuaian kondisi dari semua aksesibilitas yang belum sesuai tersebut, tetapi pihak hotel juga menegaskan untuk penggantian bathtube pada kamar khusus yang lebih aksesibel, lift yang memiliki huruf braile, lahan parkir khusus disabilitas dan juga jalur pedestrian yang memiliki jalur pemandu, membutuhkan biaya yang cukup besar dan persetujuan dari General Manager dan itupun harus dengan persetujuan ajudan Sultan yang mengurus hotel- hotel yang dimiliki BIA ( Brunei Investment Agency), sehingga waktu yang di butuhkan untuk itu cukup lama. Selain itu apabila sampai terhambat pengerjaan rekondisi aksesibilitas tersebut maka dikhawatirkan akan mengganggu kenyamanan tamu. Sehingga mengharuskan pihak hotel untuk memikirkan dengan seksama rencana untuk perbaikan aksesibilitas tersebut. Akan tetapi renovasi yang dilakukan dari pihak hotel lebih mengutamakan kondisi kamar hotel yang masih belum sesuai standar yang dimiliki hotel terlebih dahulu. Dengan mengupayakan service khusus kepada tamu disabilitas diharapkan bisa mengurangi kebutuhan akan aksesibilitas fisik yang belum terpenuhi dari pihak hotel.

  • c.    Perawatan :

Pihak hotel menegaskan bahwa tidak ada kendala dalam perawatan dan kontrol terhadap aksesibilitas dan fasilitas tambahan (kruk dan kursi roda) yang dimiliki hotel. Perawatan tersebut dilakukan setiap saat dan kontrol berkala yang tidak terduga. Dengan kontrol (inspeksi) yang tidak terduga maka akan membuat karyawan akan selalu waspada dengan kondisi aksesibilitas fisik dan fasilitas tambahan tersebut. Sehingga pada saat aksesibilitas fisik dan fasilitas tersebut akan digunakan selalu berada pada kondisi siap pakai.

  • 3. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan mengenai aksesibilitas bagi tamu disabilitas dengan menggunakan factsheet dari European commission ( Westcott, 2004 ) dan disesuaikan dengan aturan dari Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30 PRT/M/2006 di Nusa Dua Beach Hotel & Spa dapat disimpulkan sebagai berikut :

  • 1.    Aksesibilitas yang dimiliki oleh Nusa Dua Beach Hotel & Spa sudah cukup aksesibel. Terutama aksesibilitas yang terdapat pada kamar Premiere Handicaped. Untuk askesibilitas yang berada di luar kamar tersebut belum semuanya aksesibel dan bahkan ada beberapa aksesibilitas yang tidak ada seperti lahan parkir khusus untuk tamu disabilitas, dan jalur pemandu pada jalan setapak yang dimiliki oleh hotel. Berdasarkan prosentase pedoman akesibilitas maka rata-rata keseluruan aksesibilitas yang dimiliki hotel adalah 55,8 % prosentase dari setiap variabel dalam pedoman aksesibilitas adalah sebagai berikut :

  • a)    How to get there = 33,3%

  • b)    Getting in = 56%

  • c)    Using The Facility = 67,2 %

  • d)    Getting Out in Emergency = 66,7%

  • 2.    Kendala dalam pengadaan dan pembaharuan aksesibilitas bagi tamu disabilitas didominasi pada kendala internal. Kendala internal pada pengadaan lahan parkir dan jalur pemandu selain memiliki kendala waktu pengerjaan, kendala finansial dan kendala ijin dari pihak Brunei Investment Agency menjadi kendala utama dalam pengadaan aksesibilitas tersebut. Kendala internal dalam pembaharuan aksesibilitas yang belum aksesibel ( ramp, perabot, dan lift ) juga memiliki kendala internal pada finansial dan perijinan dari pihak Brunei Investment Agency. Upaya preserfatif yang dilakukan pihak hotel dalam perawatan sudah maksimal. Akan tetapi upaya dalam pengadaan dan pembaharuan aksesibilitas yang belum ada ataupun belum aksesibel bersinggungan dengan kendala internal pada finansial dan perijinan dari pihak Brunei Investmen Agency.

Saran

Berdasarkan hasil analisis diatas maka dapat disarankan sebagai berikut :

  • 1.    Tamu disabilitas dapat menjadi salah satu pangsa pasar bagi hotel. Untuk itu aksesibiltas yang belum dimiliki hotel maupun yang belum aksesibel sebaiknya diadakan dan diperbaharui, sehingga dapat meningkatkan kenyamanan tamu disabilitas selama berada di lingkungan hotel.

  • 2.    Factsheet mengenai aksesibilitas tersebut dapat dimasukkan kedalam web yang dimiliki oleh hotel, sehingga dapat menjadi salah satu nilai plus bagi tamu yang ingin menginap di hotel, terutama tamu disabilitas dalam menentukan hotel pilihannya.

  • 3.    Bagi lembaga yang membawahi perhotelan di Indonesia dapat melakukan penelitian serupa dengan cakupan hotel yang lebih luas. Sehingga semua hotel yang ada memiliki standar aksesibilitas secara terdata yang akan mempermudah tamu disabilitas untuk menentukan pilihan hotelnya.

Ucapan Terimakasih

Puji syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Jurnal dengan judul “Studi Aksesibilitas Bagi Tamu Disabilitas Di Nusa Dua Beach Hotel & Spa” ini tepat pada waktunya. Dalam penyusunan jurnal ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan banyak masukan. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya yang telah mendukung penulisan jurnal ini dan membantu pelaksanaan penelitian, baik orang tua, kekasih, adik tercinta, teman-teman, serta staf dan dosen pembimbing Fakultas Pariwisata UNUD yang sudah membantu baik materi maupun materil.

  • 4.    DAFTAR PUSTAKA

Adiningrat, Gede Pradiva dan dkk. 2015. Kualitas Pelayanan Bagi Tamu Berkebutuhan Khusus (Disabilitas) Di Hotel Berbintang Lima (studi pada Hotel Berbintang Lima Di Kota Denpasar, Provinsi Bali).

Bagyono, 2014, Pariwisata dan Perhotelan. Bandung: Alfabeta.

Center for Excellence in Universal Design , Building fo Everyone: A Universal Design Approach Building Types, Universaldesign.ie, diakses 24 November 2017

Danujaya, Budiarto. 2012. Demokrasi Disesnsus: Politik Dalam Paradoks, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Handoko, Aksesibilitas Publik Bagi Penyandang Cacat di Indonesia. Tangerang: Universitas Pelita Harapan.

Lubis, Hendra Arif K.H, 2008, Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, Medan: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Peraturan   Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia No.

PM53/HM.001/MPEK/2013

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia No. 30/PRT/M2006

Rawls, John, 2000, A Theory of Justice. Oxford: Oxford University Press

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sumayang, Lalu. 2003. Dasar-Dasar Produksi dan Operasi. Jakarta: Salemba Empat.

Suwithi, Ni Wayan. 2010. Pengelolaan Hotel Training. Bandung: Alfabeta.

Suwena, I Ketut dan I Gst Ngr Widyatmaja. 2010. Pengetahuan Dasar Ilmu Pariwisata. Denpasar: Udayana University Press.

Tarmoezi, Trizno dan Heldin Manarung. 2000. Professional Hotel Front Liner (Hotel Front Office). Jakarta: Kesaint Blanc.

Undang-Undang No. 9 Tahun 2010 Tentang Kepariwisataan.

Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disablilitas.

Utama, I Gede Bagus Rai dan Ni Made Eka Mahadewi. 2012. Metodologi Penelitian Pariwisata & Perhotelan. Yogyakarta: CV Andi Offset.

Westcott, Jacqueline. 2004. Improving Information on Accessible Tourism for Disabled People. Luxembourg: European Commission.

Zakiyah, Ummi dan Rahmawati Husein. 2016. Pariwisata Ramah Penyandang Disabilitas Studi Ketersediaan Fasilitas Dan Aksesibilitas Pariwisata Untuk Disabilitas Di Kota Yogyakarta”.

http://m.republika.co.id/amp_version/oi9ruf384 Indonesia memiliki 12 persen penyandang disabilitas

102