56 Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis, Vol. 14, No. 1, Januari 2019, hal 56-69

Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility pada Nilai Perusahaan dengan Manajemen Laba sebagai Variabel Moderasi

Kalvarina Sabatini1

I Putu Sudana2

1,2Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Udayana, Indonesia

e-mail: kalvaririn@gmail.com

DOI: https://doi.org/10.24843/JIAB.2019.v14.i01.p06

ABSTRAK

Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis

(JIAB)

https://ojs.unud.ac.id/ index. php/jiab/user/profile

Volume 14

Nomor 1

Januari 2019

Halaman 56-69

p-ISSN 2302-514X

e-ISSN 2303-1018

INFORMASI ARTIKEL

Tanggal masuk:

26 September 2018

Tanggal revisi:

02 Desember 2018

Tanggal diterima:

01 Januari 2019


Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh pengungkapan Corporate Social Responsibility pada nilai perusahaan dan mengetahui manajemen laba memoderasi pengaruh pengungkapan Corporate Social Responsibility pada nilai perusahaan. Grand theory yang digunakan dalam penelitian adalah agency theory. Populasi pada penelitian adalah perusahaan yang terdaftar pada Indeks Bisnis 27 periode 2014-2016 yang terdapat di Bursa Efek Indonesia. Sampel penelitian diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik Moderated Regression Analysis (MRA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Corporate Social Responsibility berpengaruh negatif signifikan pada nilai perusahaan serta manajemen laba tidak berpengaruh signifikan dalam pengaruh Corporate Social Responsibility pada nilai perusahaan. Implikasi teoritis penelitian menunjukkan temuan penelitian sejalan dengan signalling theory tetapi tidak sejalan dengan agency theory. Disisi lain, implikasi praktis penelitian dapat menjadi bahan pertimbangan bagi calon investor maupun investor dalam mengambil keputusan dengan melihat informasi CSR yang diungkapkan oleh perusahaan.

Kata Kunci: CSR, manajemen laba, nilai perusahaan

The Effect of Corporate Social Responsibility Disclosure on Firm Value and Earnings Management as Moderation Variable

ABSTRACT

The study aims to determine the effect of Corporate Social Responsibility disclosure on firm value and to determine earnings management moderate the effect of Corporate Social Responsibility disclosure on firm value. Agency theory used in this research as the grand theory. The population in this study are companies listed in the Business Index 27 in 2014–2016, which are listed on Indonesia Stock Exchange. Sample in this study was taken using purposive sampling technique. The analysis technique used in this study is moderated regression analysis technique. The results show that Corporate Social Responsibility has negative and significant effect on firm value. In addition earnings management has no significant effect on Corporate Social Responsibility disclosure on firm value. Theoretical implication shows that these results are in line with the signaling theory but contradictory with agency theory. On the other hand, practical implications of this research can be taken into consideration for potential investors and investors in making decisions by looking at CSR information which disclosed by the company. Keywords: CSR, earnings management, firm value

PENDAHULUAN

Pada prinsipnya Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial merupakan suatu komitmen berkelanjutan dari perusahaan untuk bertanggung jawab secara ekonomi, sosial, dan lingkungan atau ekologis kepada masyarakat, lingkungan, serta para pemangku kepentingan (stakeholders). Tanggung jawab tersebut meliputi pencegahan dari dampak negatif yang ditimbulkan perusahaan terhadap pihak lain dan lingkungan serta meningkatkan kualitas masyarakat termasuk karyawan, pemasok, pelanggan, dan lingkungan sekitar perusahaan (Yusrianti, 2013). Menurut Awuy (2016) perusahaan yang menjalankan aktivitas CSR akan memperhatikan dampak operasional perusahaan terhadap kondisi sosial dan lingkungan dan berupaya agar dampaknya positif. Sehingga dengan adanya CSR diharapkan kerusakan lingkungan yang terjadi di dunia, mulai dari penggundulan hutan, polusi udara dan air, hingga perubahan iklim dapat dikurangi.

Corporate Social Responsibility sebagai sebuah gagasan bahwa perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja. Tetapi, tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines. Bottom lines lainnya selain finansial adalah sosial dan lingkungan. Karena kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable). Keberlanjutan perusahaan akan terjamin apabila perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. Sudah menjadi fakta bagaimana resistensi masyarakat sekitar, di berbagai tempat dan waktu muncul ke permukaan terhadap perusahaan yang dianggap tidak memperhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi dan lingkungan hidupnya (Nurlela, 2008). Pemahaman mengenai CSR ini dapat dijalankan melalui 3 pilar penting, yaitu profit, people, dan planet (3P). Konsep ini berisikan sebuah pemahaman bahwa tujuan bisnis tidak hanya untuk memperoleh keuntungan atau mencari laba (profit), tetapi juga menyejahterakan orang (people), dan menjaga kelestarian dan kelangsungan hidup dari planet ini (Nugroho, 2007).

Perkembangan dunia bisnis saat ini mengalami kemajuan yang pesat serta persaingan yang ketat. Saat perusahaan semakin berkembang, maka tingkat kesenjangan sosial dan kerusakan lingkungan juga semakin tinggi karena adanya aktivitas perusahaan

yang tidak terkendali terhadap berbagai sumber daya untuk meningkatkan laba perusahaan. Selain pihak yang terkait langsung dengan perusahaan, masyarakat dan lingkungan sekitar perusahaan juga merasakan dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas operasi perusahaan. Hal ini disebabkan masih lemahnya penegakan peraturan tentang CSR. Secara umum di Indonesia, pelaporan CSR telah terakomodasi dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 Tahun 2013 tentang Penyajian Laporan Keuangan. Berdasarkan PSAK No.1 Tahun 2013 tentang Penyajian Laporan Keuangan paragraf 12 dinyatakan bahwa: “Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting.”

Dari pernyataan standar akuntansi keuangan tersebut menjelaskan perusahaan belum diwajibkan dalam menyampaikan pengungkapan CSR sehingga dalam prakteknya sekarang, pengungkapan CSR masih bersifat sukarela. Menurut Anggraini (2006) perusahaan akan mempertimbangkan biaya dan manfaat yang akan diperoleh ketika mereka memutuskan untuk mengungkapkan informasi sosial.

Menurut Majalah Buku Bisnis dan CSR (2007) tiga lembaga internasional independen, Eviroics International (Kanada), Conference (AS) dan Prince of Wales Business Leader Forum (Inggris) melakukan survey tentang hubungan citra perusahaan. Survey yang dilakukan terhadap 25 ribu konsumen di 23 negara yang dituangkan dalam The Millenium Pollon CSR pada tahun 1999 menghasilkan 40% responden mengancam akan menghukum perusahaan yang tidak melakukan CSR dan setengah responden berjanji tidak akan mau membeli produk perusahaan yang mengabaikan CSR. Lebih jauh, mereka akan merekomendasikan hal ini kepada konsumen lain.

Fenomena yang terjadi di Indonesia mengenai kasus pelanggaran CSR adalah PT Unilever Indonesia Tbk. Perusahaan manufaktur ini bergerak dalam bidang produksi sabun, deterjen, margarin, minyak sayur dan makanan yang terbuat dari susu, es krim, makanan dan minuman dari teh dan produk-produk kosmetik. Pada tahun 2014, salah satu pemasok bahan baku untuk produk Unilever yaitu minyak kelapa sawit (CPO) dari PT SMART Tbk

yang mendapat laporan dari Greenpeace bahwa adanya pelanggaran perluasan lahan perkebunan sawit yang mengakibatkan perusakan hutan. PT Unilever Tbk ini akhirnya terlibat dalam kasus pencemaran lingkungan yang dampaknya dari penyalahgunaan sumber daya dan energi serta pembuangan limbah cair dan sampah sembarangan dilingkungan sekitar yang juga disebabkan oleh kerusakan hutan tersebut. Berdasarkan kasus ini, pihak Unilever dikenakan sanksi pencemaran lingkungan oleh Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) dan dituntut untuk lebih memperhatikan keadaan lingkungan sekitar dalam proses produksinya (Antaranews. com). Banyaknya pencemaran lingkungan yang merugikan masyarakat disekitar perusahaan menimbulkan klaim masyarakat terhadap keberadaan perusahaan.Klaim masyarakat tersebut mendorong perusahaan untuk aktif berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat meningkatkan kesejahteraan sosial dan memberikan informasi yang transparan atas tanggung jawabnya terhadap aktivitas lingkungan yang dilakukan (Anggraini, 2006).

Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi pada hakekatnya menyajikan keterangan, catatan, gambaran baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan dan bagaimana pasaran efeknya. Informasi yang lengkap, relevan, akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan investasi. Jika pelaku pasar (investor) menganggap informasi tersebut sebagai informasi yang baik (good news) maka akan ada reaksi investor yang tercermin melalui peningkatan harga saham maupun volume perdagangan saham. Pengungkapan CSR dalam laporan tahunan diharapkan akan dianggap sebagai sebuah informasi yang baik (good news) oleh pasar dan direspon oleh investor (Listiyanti, 2011). Hal ini sejalan dengan stakeholder theory yang menyatakan bahwa kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan stakeholder. Semakin powerful stakeholder, maka semakin besar usaha perusahaan untuk beradaptasi. Pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian dari dialog antara perusahaan dengan stakeholder-nya (Gray, R., R. Kouhy, 1995).

Menurut Jogiyanto (2000) informasi yang dipublikasikan sebagai suatu pengumuman akan memberikan sinyal bagi investor dalam pengambilan

keputusan investasi, sehingga kelengkapan pengungkapan laporan keuangan sangat berhubungan dengan pengambilan keputusan investasi dari pihak luar (investor dan kreditur) perusahaan. Signalling theory menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal. Hal ini karena terdapat asimetri informasi antara perusahaan dan pihak luar karena perusahaan mengetahui lebih banyak mengenai perusahaan dan prospek yang akan datang daripada pihak luar. Kurangnya informasi bagi pihak luar mengenai perusahaan menyebabkan mereka melindungi diri mereka dengan memberikan harga yang rendah untuk perusahaan. Perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan mengurangi informasi asimetri (Arifin, 2005).

Hubungan signalling theory dengan penelitian ini menunjukkan bahwa ketika perusahaan mengungkapkan laporan mengenai pelaksanaan CSR yang tercermin dari harga pasar saham dan laba perusahaan akan menarik minat investor untuk menanam saham dan meningkatkan nilai perusahaan. Dengan adanya praktik CSR yang baik, diharapkan nilai perusahaan akan dinilai dengan baik oleh investor (Nurlela, 2008).

Sebuah perusahaan yang baik harus mampu mengontrol potensi finansial maupun potensi non finansial di dalam meningkatkan nilai perusahaan untuk eksistensi perusahaan dalam jangka panjang. Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting artinya bagi suatu perusahaan, karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan tujuan utama perusahaan (Agustina, 2013). Nilai perusahaan menggambarkan seberapa baik atau buruk manajemen mengelola kekayaannya, hal ini bisa dilihat dari pengukuran kinerja keuangan yang diperoleh (Rahayu, 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Hill et al. (2007) menyatakan bahwa beberapa perusahaan di Amerika Serikat, Eropa dan Asia yang melakukan praktik CSR lalu menghubungkannya dengan nilai perusahaan yang diukur dari nilai saham perusahaan-perusahaan membuktikan bahwa dalam jangka pendek (3-5 tahun) nilai saham perusahaan tidak mengalami kenaikan yang signifikan namun dalam jangka panjang (10 tahun) perusahaan-perusahaan yang berkomitmen terhadap CSR mengalami kenaikan nilai saham yang signifikan dibandingkan dengan

perusahaan-perusahaan yang tidak melakukan praktik CSR.

Penelitian-penelitian terdahulu mengenai pengaruh Corporate Social Responsibility pada nilai perusahaan menunjukkan hasil yang inkonsisten. Rosiana (2013), Umbara (2014), Putra (2015), Ratnadewi (2016) dalam penelitiannya menyatakan hasil bahwa pengungkapan Corporate Social Responsibility berpengaruh positif pada nilai perusahaan. Hasil penelitian tersebut inkonsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustine (2014), Puspaningrum (2017), Stacia (2015), Putri (2016) yang menunjukkan bahwa Corporate Social Responsibility bepengaruh negatifpada nilai perusahaan.Dari uraian di atas terlihat inkonsistensi hasil dalam penelitian-penelitian sebelumnya dan menjadikan dorongan untuk diteliti kembali dengan menambahkan manajeman laba sebagai variable moderasi.

Manajemen selaku pengelola perusahaan memiliki informasi tentang perusahaan lebih banyak dan lebih dahulu daripada principal sehingga terjadi asimetri informasi yang memungkinkan manajemen bersikap oportunistik dengan cara melakukan praktek akuntansi yang berorientasi pada laba untuk mencapai suatu kinerja tertentu. Asimetri informasi juga memberi peluang pada manajer untuk melakukan praktek manajemen laba (Farida et al., 2010). Tindakan manajemen laba akan mengakibatkan kualitas laba yang dilaporkan menjadi rendah. Kualitas laba dapat dikatakan rendah jika laba yang disajikan tidak sesuai dengan laba yang sebenarnya, sehingga informasi yang diperoleh dari laporan laba menjadi bias dan dampaknya menyesatkan investor dan kreditor dalam pengambilan keputusan (Siallagan, 2006).

Manajemen laba diduga muncul atau dilakukan oleh manajer atau para pembuat laporan keuangan dalam proses pelaporan keuangan suatu organisasi karena mereka mengharapkan suatu manfaat dari tindakan yang dilakukan. Manajemen laba memberikan gambaran akan perilaku manajer dalam melaporkan kegiatan usahanya pada suatu periode tertentu, yaitu adanya kemungkinan munculnya motivasi tertentu yang mendorong mereka untuk mengatur data keuangan yang dilaporkan (Wulandari, 2010).

Jika dikaitkan dengan peningkatan nilai perusahaan, ketika terdapat asimetri informasi, manajer dapat memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada investor guna memaksimalkan

nilai saham perusahaan.Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan (disclosure) informasi akuntansi (Rahmawati et al., 2006). Manajemen laba yang tinggi akan merugikan perusahaan dalam jangka panjang apabila terdeteksi dan perusahaan akan kehilangan kepercayaan dari para investor dan stakeholder. Hal ini akan berpengaruh buruk pada nilai perusahaan. Pendapat tersebut didukung dengan adanya penelitian oleh Herawaty (2008), Ridwan dan Ardi (2013), dan Lesmana (2017) menunjukkan bahwa manajemen laba berpengaruh negatif pada nilai perusahaan serta Rahmawati dan Putri (2011) yang menyatakan bahwa manajemen laba berpengaruh negatif pada kinerja keuangan.

Menurut Jensen dan Meckling (1976) hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa, kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Dengan kewenangan yang dimilikinya ini, mungkin saja agen tidak bertindak yang terbaik untuk kepentingan pemilik karena adanya perbedaan kepentingan (conflict of interest).Adanya conflict of interest antara agen dengan pemilik mengakibatkan agen dapat bertindak yang hanya menguntungkan dirinya sendiri dengan mengabaikan kepentingan pemilik.Selain itu, agen dianggap memiliki informasi yang lebih mengenai perusahaan dibandingkan pemilik atau yang disebut dengan asimetri informasi, sehingga memungkinkan agen untuk memanipulasi informasi yang dapat menguntungkan agen. Manipulasi yang dilakukan manajemen perusahaan membuat investor kehilangan kepercayaan atas investasinya, sehingga menyebabkan investor melakukan penarikan dana yang telah di investasikan sebelumnya. Hal ini disebut sebagai masalah keagenan (Sintyawati, 2014).

Manajemen laba merupakan manipulasi yang paling aman karena kegiatan manajemen laba merupakan hal yang legal dan tidak melanggar prinsip akuntansi diterima umum.Walapun legal dan terlihat aman, tetapi manajemen laba memiliki dampak yang merugikan bagi perusahaan bila perusahaan ketahuan melakukan kegiatan tersebut. Konsekuensi bila manajer melakukan manajemen laba bagi perusahaan adalah adanya ancaman tindakan yang tidak menyenangkan dari karyawan, kesalah pahaman dari pelanggan, tekanan dari investor, pemutusan hubungan dari rekan kerja perusahaan, tuntutan hukum dari aparat, boikot dari aktivis, pandangan sinis

dari masyarakat, dan pengungkapan dari media yang pada akhirnya akan menghancurkan reputasi perusahaan (Fombrun et al., 2000).

Pengungkapan Corporate Social Responsibility muncul sehubungan dengan manajemen laba yang dilakukan oleh manajer. Pengungkapan CSRdigunakan oleh manajer sebagai suatu strategi pertahanan diri (entrenchment strategy) untuk mengantisipasi ketidakpuasan stakeholder ketika manajer mengelola laba perusahaan dan melaporkan kinerja perusahaan yang kurang memuaskan.Strategi pertahanan diri manajer tersebut sebagai upaya untuk tetap mempertahankan reputasi perusahaan dan melindungi karier manajer secara pribadi (Fombrun et al., 2000). Menurut Scott (2000) praktek manajemen laba dinilai dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan. Dengan semakin menurunnya kepercayaan masyarakat, maka hal ini dapat menurunkan nilai perusahaan karena banyak investor yang akan menarik kembali investasi yang telah mereka tanamkan dan memberikan informasi yang tidak relevan bagi investor.

Perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Indeks Bisnis 27 dipilih sebagai sampel penelitian karena memiliki saham aktif yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia, ketersediaan dan kualitas informasi yang dimilikinya serta kemampuan untuk mengungkapkan CSR secara baik. Setiap perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Bisnis 27 adalah perusahaan yang potensial sesuai dengan periode yang paling baru, sehingga para pelaku bisnis saham maupun investor bisa membuat keputusan yang akurat berdasarkan kondisi iklim bisnis dan investasi terbaru di Indonesia. Indeks bisnis 27 terdiri dari 27 saham yang dipilih berdasarkan kriteria fundamental dan teknikal. Kriteria fundamental yang dipertimbangkan dalam pemilihan saham-saham yang masuk dalam perhitungan Indeks Bisnis 27 adalah laba usaha, laba bersih, Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE) dan Debt to Equity Ratio (DER). Khusus untuk emiten di sektor perbankan, dipertimbangkan juga faktor Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Capital Adequacy Ratio (CAR). Selain itu, kriteria teknikal dipertimbangan dalam pemilihan saham-saham yang masuk dalam perhitungan Indeks Bisnis 27 adalah nilai, volume, dan frekuensi transaksi serta jumlah hari transaksi dan kapitalisasi pasar (idx.co.id).

Signalling theory mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan

memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain (Jamaan, 2008). Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaaan. Nilai perusahaan akan terjamin tumbuh secara berkelanjutan (sustainable) apabila perusahaan memperhatikan dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan hidup karena keberlanjutan merupakan keseimbangan antara kepentingan-kepentingan ekonomi, lingkungan dan masyarakat (Kusumadilaga, 2011). Dimensi tersebut terdapat di dalam penerapan Corporate Social Responsibility yang dilakukan perusahaan sebagai bentuk pertanggungjawaban dan kepedulian terhadap lingkungan di sekitar perusahaan.

Survei yang dilakukan Booth-Harris Trust Monitor (2001) menunjukkan bahwa mayoritas konsumen akan meninggalkan suatu produk yang mempunyai citra buruk atau diberitakan negatif. Banyak manfaat yang diperoleh perusahaan dengan pelaksanan Corporate Social Responsibility, antara lain produk semakin disukai oleh konsumen dan perusahaan diminati investor. Pengungkapan Corporate Social Responsibility akan meningkatkan nilai perusahaan dilihat dari harga saham dan laba perusahaan (earning) sebagai akibat dari para investor yang menanamkan saham di perusahaan. Nurlela dan Islahuddin (2008) menyatakan bahwa dengan adanya praktik Corporate Social Responsibility yang baik, diharapkan nilai perusahaan akan dinilai dengan baik oleh investor. Pendapat ini didukung oleh penelitian-penelitian terdahulu seperti penelitian yang dilakukan Rosiana (2013), Umbara (2014), Putra (2015), Ratnadewi (2016) yang dalam penelitiannya menyatakan hasil bahwa pengungkapan Corporate Social Responsibility berpengaruh positif pada nilai perusahaan. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti menduga bahwa pengungkapan Corporate Social Responsibilty berpengaruh positif pada nilai perusahaan. Sehingga hipotesis pertama penelitian yang akan diuji adalah sebagai berikut:

H1: Pengungkapan CorporateSocial Responsibilty berpengaruh positif pada nilai perusahaan.

Menurut Jensen dan Meckling (1976) agency theory merupakan hubungan agensi yang muncul ketika satu orang atau lebih (principal)

mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa, kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Pengelola perusahaan yaitu manajer tentu saja memiliki lebih banyak informasi dibandingkan dengan prinsipal sehingga manajer mempunyai kewajiban untuk menyampaikan informasi yang berkaitan dengan kondisi perusahaan kepada investor.

Manajemen laba timbul karena sifat oportunis manajer yang ingin menyajikan informasi yang lebih baik dari yang sebenarnya seperti mengelola laba. Agar dapat mengurangi ketidakpuasan atau kecurigaan dari stakeholder maka manajer menggunakan CSR sebagai tameng. Manajemen laba yang tinggi akan merugikan perusahaan dalam jangka panjang apabila terdeteksi dan perusahaan akan kehilangan kepercayaan dari para investor dan stakeholder. Hal ini akan menurunkan citra positif yang sudah dibangun perusahaan dengan mengungkapkan CSR dan membuat nilai perusahaan terlihat buruk.tercermin di pasar saham akan meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Herawaty (2008), Ridwan dan Ardi (2013), dan Lesmana (2017) menunjukkan bahwa manajemen laba berpengaruh negatif pada nilai perusahaan serta Rahmawati dan Putri (2011) yang menyatakan bahwa manajemen laba berpengaruh negatif pada kinerja keuangan. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti menduga bahwa manajemen laba memperlemah hubungan antara pengungkapan Corporate Social Responsibility pada nilai perusahaan. Sehingga hipotesis kedua penelitian yang akan diuji adalah sebagai berikut:

H2: Manajemen laba memperlemah hubungan pengungkapan Corporate Social Responsibility pada nilai perusahaan.

METODE PENELITIAN

Desain penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang dijelaskan menggunakan metode asosiatif. Dimana dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengungkapan Corporate Social Responsibility pada nilai perusahaan dengan manajemen laba sebagai variabel moderasi.

Penelitian ini dilakukan pada perusahaan yang terdaftar di Indeks Bisnis 27 karena perusahaan yang terdaftar di Indeks Bisnis 27 memiliki saham aktif yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia, ketersediaan dan kualitas informasi yang dimilikinya serta kemampuan untuk mengungkapkan CSR

dengan baik. Terdapat 27 perusahaan observasian yang memenuhi kriteria selama periode 2014-2016. Perusahaan yang terdaftar di Indeks Bisnis 27 dapat diakses melalui Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan situs resmi www.idx.co.id. Data yang didapatkan berupa laporan tahunan perusahaan secara berturut-turut pada periode 2014-2016.

Variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah Corporate Social Responsibility. Pengukuran pengungkapan CSR dilakukan dengan metode content analysis. Metode ini digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha untuk menemukan karekteristik pesan, dan dilakukan secara objektif dan sistematis (Moleong, 2010: 163). ISO 26000 digunakan sebagai pengukuran pengungkapan CSR karena meskipun ISO 26000 merupakan pedoman pelaksanaan CSR tetapi pengungkapan CSR di Indonesia masih bersifat sukarela (voluntary) maka dari itu peneliti menggunakan ISO 26000 untuk membuktikan apakah pengungkapan CSR yang dilaporkan perusahaan sudah sesuai dengan pedoman pelaksanaanya. Pengukuran ISO 26000 menggunakan variabel dummy, yaitu setiap kategori informasi pengungkapan Corporate Social Responsibility dalam instrumen penelitian diberi skor 1 jika kategori informasi yang diungkapkan ada dalam laporan tahunan, dan nilai 0 jika kategori informasi tidak diungkapkan di dalam laporan tahunan. Pengukuran CSR dalam penelitian ini menggunakan rumus sebagai berikut:

CSRDI =


Jumlah item informasi CSR yang diungkapkan

Jumlah item informasi CSR menurut ISO 26000

(1)


Variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah nilai perusahaan.Variabel nilai perusahaan dihitung dengan menggunakan perhitungan Tobin’s Q yang mengacu pada rumus Chung dan Pruitt pada tahun 1994.Rasio Q merupakan rasio nilai pasar aset perusahaan (diukur dengan nilai pasar dari saham yang beredar ditambah dengan utang perusahaan) terhadap replacement cost aset perusahaan. Ketika nilai Tobin’s Q berada di bawah 1, hal tersebut memiliki arti bahwa nilai pasar perusahaan lebih kecil dari nilai ganti aset perusahaan. Pasar akan menilai investasi dalam perusahaan belumlah menarik. Nilai Tobin’s Q berada di atas 1, maka nilai ganti aset perusahaan lebih kecil dari nilai pasar perusahaan dan akan menciptakan investasi baru (Herawaty, 2008). Rumus Tobin’s Q dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

, MVE + DEBT

τ0bins Q =----Ta----

.....………..(2)


Keterangan:

MVE : Market Value of Equity/nilai pasar ekuitas saham

DEBT : Total utang perusahaan

TA : Total aktiva

Variabel moderasi dalam penelitian ini adalah manajemen labayang diukur dengan proksi Discretionary Accrual Modified Jones Model.Rumus perhitungan manajemen laba dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Menghitung total akrual (Herawaty, 2008; Febriani 2014; Susanto dan Christiawan, 2016 dalam Lesmana, 2017).

TAit = NIit – CFOit .......................................(3)

Keterangan:

TAit = Total Akrual perusahaan i pada periode t Niit = Laba Bersih perusahaan i pada periode ke t CFOit=Aliran Kas dari Aktivitas Operasi perusahaan i pada periode ke t

Menentukan koefisien dari regresi total akrual (Dechow et al., 1995 dalam Lesmana, 2017). TAit/Ait-1 = β1(1/Ait-1)+β2((ΔREVit-DRECit)/

Ait-1)+β3(PPEit/Ait-1)+ε…..… (4)

Keterangan:

Tait = Total Akrual Perusahaan i pada periode t

Ait-1 = Total Aset Perusahaan i pada periode t-1

ΔREVit = Perubahan Pendapatan Perusahaan i pada periode ke t

ΔRECit = Perubahan Piutang Perusahaan i pada periode ke t

PPEit =Aset Tetap Perusahaan i pada periode ke t

ε = error term perusahaan i pada periode ke t

α = koefisien regresi

Menentukan Non Discretionary Accruals (NDA) dari koefisien regresi (Lesmana, 2017). NDAit= α1(1/Ait-1)+β2((DREVit-DRECit)/Ait-

1)+β3(PPEit/Ait-1)+ε.……............…...(5)

Keterangan:

NDAit =Non Discretionary Accruals

Perusahaan i pada periode t

Ait-1 = Total Aset Perusahaan i pada periode t-1

ΔREVit = Perubahan Pendapatan Perusahaan i pada periode ke t

ΔRECit = Perubahan Piutang Perusahaan i pada periode ke t

PPEit = Aset Tetap Perusahaan i pada periode ke t

ε = error term perusahaan i pada periode ke t

α = koefisien regresi

Menentukan Discretionary Accruals (DA) (Lesmana, 2017).

ΔAit= (TAit/Ait-1) – NDAit......................(6)

Keterangan:

ΔAit  = Discretionary Accruals Perusahaan i pada

periode ke t

TAit = Total Akrual Perusahaan i pada periode ke t

Ait-1 = Total Aset Perusahaan i pada periode t-1

NDAi = Non Discretionary Accruals Perusahaan i pada periode ke t

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar pada Indeks Bisnis 27 periode 20142016 yang terdapat di Bursa Efek Indonesia. Sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini yaitu dengan menggunakan teknik Moderated Regression Analysis (MRA) dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution). Uji MRA digunakan karena variabel pengungkapan Corporate Social Responsibility (X) dan nilai perusahaan (Y) dimoderasi oleh manajemen laba (X‚ ). Tahapan analisis dalam penelitian ini yaitu: Uji Asumsi Klasik, UjiModerated Regression Analysis (MRA), Analisis Koefisien Determinasi, Uji Signifikan Simultan (Uji-F), dan Uji Signifikan Parsial (Uji-t). Secara sistematis persamaan regresi yang diperoleh yakni:

Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + ε…...........….(7)

Keterangan:

Y =Nilai Perusahaan α =Konstanta β1-β3 =Koefisien Regresi X =Corporate Social Responsibility X‚ =Manajemen Laba

ε =Error Term, yaitu tingkat kesalahan penduga dalam penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Populasi yang digunakan dalam penelitian adalah sebanyak 33 perusahaan selama tiga tahun periode pengamatan dengan total observasian sebanyak 99 data observasian. Terdapat 6 perusahaan observasian atau sebanyak 18 data yang datanya tidak terdistribusi dengan normal atau tidak lolos dalam uji normalitas. Data yang tidak terdistribusi dengan normal ini membuat analisis terhadap serangkaian data menjadi bias dan tidak mencerminkan fenomena yang sebenarnya, maka dari itu Uji Casewise Diagnostics digunakan dalam penelitian ini untuk mengeliminasi data observasian yang muncul dengan nilai-nilai ekstrim atau disebut dengan data outlier.Penelitian ini menggunakan jenis data time series dimana ketika data outlier dieliminasi, peneliti harus menghapus data satu perusahaan.Untuk selanjutnya, jumlah data observasian yang menjadi bahan analisis pada periode pengamatan tahun 2014-2016 adalah sebanyak 81 data atau 27 perusahaan.

Statistik deskriptif disajikan untuk memberikan informasi mengenai karakteristik variabel-variabel penelitian, yaitu jumlah sampel, nilai maksimum, nilai minimum, nilai rata-rata (mean), dan standar deviasi (deviation standard).Hasil statistik deskriptif penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Hasil uji statistik deskriptif pada Tabel 1 didapatkan informasi bahwa Variabel pengungkapan CSR yang di proksi dengan CSRDI menunjukkan hasil bahwa sampel dalam penelitian berjumlah 81. Variabel pengungkapan CSR (X) memiliki nilai minimum adalah sebesar 0,11 yaitu pengungkapan CSR dari PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) tahun 2014. Nilai maksimum pengungkapan CSR adalah sebesar 0,54 yaitu pengungkapan CSR dari PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) tahun 2015. Mean (rata-rata) dari pengungkapan CSR adalah 0,3415 menunjukkan bahwa perusahaan yang terdaftar pada Indeks Bisnis 27 rata-rata

mengungkapkan 34% atau sebanyak 12 item pengungkapan CSR dari 37 item indikator pengungkapan dengan pedoman ISO 26000. Standar deviasi sebesar pengungkapan CSR sebesar 0,10929.

Variabel nilai perusahaan yang diproksikan dengan Tobin’s Q menunjukkan hasil bahwa sampel dalam penelitian berjumlah 81. Variabel nilai perusahaan (Y) mempunyai nilai minimum 0,32 yaitu PT Vale Indonesia (Persero) Tbk (INCO) tahun 2015 dan nilai maksimum 3,82 yaitu PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) tahun 2016. Mean (rata-rata) nilai perusahaanadalah 1,5061 dari 81 sampel perusahaan yang terdaftar pada Indeks Bisnis 27 pada tahun 2014-2016, yang berarti jika rasio Q berada diatas 1 menunjukkan investasi dalam aset menghasilkan laba bernilai tinggi dan hal ini merangsang investasi baru. Standar deviasi nilai perusahaan adalah sebesar 0,68420.

Variabel manajemen laba yang diproksikan dengan discretionary accruals menunjukkan hasil bahwa bahwa sampel dalam penelitian berjumlah 81. Variabel manajemen laba (Z) memiliki nilai minimum sebesar -6,13 yaitu PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) tahun 2014 memiliki arti bahwa ada perusahaan yang melakukan manajemen laba dengan menurunkan labanya sebanyak -613%. Nilai maksimum sebesar 8,70 yaitu PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) tahun 2015 memiliki arti bahwa ada perusahaan yang melakukan manajemen laba dengan meningkatkan labanya sebanyak 870%. Mean (rata-rata) dari manajemen laba adalah 1,2284 atau 122,84% mengindikasikan bahwa rata-rata manajemen laba yang terdeteksi berada diantara batas minimum dan maksimum manipulasi laba. Standar deviasi untuk manajemen laba sebesar 2,92553.

Analisis regresi sangat memerlukan bagian asumsi agar model dapat digunakan sebagai alat prediksi baik. Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji multikolinieritas, dan uji autokolerasi yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1 . Hasil Uji Statistik Deskriptif

N

Minimum

Maximum

Mean

Std. Deviation

CSR

81

0.11

0.54

0.3463

0.10929

Manajemen Laba

81

-6.13

8.70

1.2284

2.92553

CSR_Man Laba

81

-2.48

4.30

0.4983

1.09836

Nilai Perusahaan

81

0.32

3.82

1.5061

0.68420

Valid N (listwise)

81

Sumber: Data sekunder diolah, 2018

Tabel 2 . Rangkuman Uji Asumsi Klasik

Uji Normalitas

Variabel

Uji Multikolinieritas

Uji Heteroskedastisitas

Uji Autokorelasi

Tolerance

VIF

Signifikansi =

CSR

0,911

1,098

0,967

DW = 1,815

0,200

Manajemen Laba

0,104

9,580

0,175

du = 1,664

CSR_Manajemen Laba

0,101

9,877

0,331

4–du= 2,336

Sumber: Data sekunder diolah, 2018

Berdasarkan hasil uji normalitas yang telah dilakukan, taraf signifikansi untuk persamaan regresi moderasi adalah sebesar 0,200 dengan taraf signifikansi > 0,05 menunjukkan bahwa data penelitian ini berdistribusi normal.

Berdasarkan hasil uji multikolinearitas untuk persamaan regresi moderasi menunjukkan tolerance> 0,10 dan nilai VIF < 10 untuk semua variabel bebas. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tidak adanya multikolinearitas antar variabel bebas dalam moderasi regresi. Untuk mengetahui apakah variabel manajemen laba mampu memoderasi pengaruh variabel Corporate Social Responsibility pada nilai perusahaan, maka digunakan model pengujian interaksi (Moderated Regression Analysis-MRA). Model ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel moderasi mampu mempengaruhi hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat, dimana dalam persamaan regresinya mengandung unsur interaksi.

Berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas pada Tabel 2 dapat disimpulkan bahwa data terbebas dari

heteroskedastisitas. Hal itu ditunjukkan dengan keseluruhan nilai variabel bebas berada pada tingkat signifikansi > 0,05.

Berdasarkan hasil uji autokorelasi, persamaan regresi moderasi memiliki nilai DW sebesar 1,815. Jumlah sampel sebanyak 81 dan terdapat 1 variabel bebas, maka nilai du sebesar 1,6639 dan nilai 4 – du adalah 2,3361. Dapat disimpulkan bahwa tidak adanya gejala autokorelasi pada data penelitian ini karena nilai dw berada di antara nilai du dan 4 – du. Oleh karena semua uji asumsi klasik telah memenuhi syarat maka uji Moderated Regression Analysis (MRA) dapat dilanjutkan.

Uji Moderated Regression Analysis (MRA) bertujuan untuk menguji interaksi antar variabel penelitian. Pengolahan data uji Moderated Regression Analysis (MRA) menggunakan program SPSS. Berikut adalah hasil dari uji Moderated Regression Analysis (MRA) yang disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji Moderated Regression Analysis (MRA)

Unstandardized Coefficients

Model                       B     Std. Error

Standardized

Coefficients

Beta           t        Sig

1 (Constant)                  1,977       0,197

CSR                     -1,898      0,564

Manajemen Laba         -0,107     0,067

CSR_Manajemen Laba    0,333      0,198

10,059    0,000

-0,373         -3,366     0,001

-0,519         -1,585    0,117

0,559        -1,684    0,096

Adjusted R² = 0,106

F Hitung   = 4,167

Sig F      = 0,009

Sumber: Data sekunder diolah, 2018

Maka dapat disimpulkan hasil persamaan regresi sebagai berikut.

Y = 1,977 + -1,898X1 + -0, 107X2 + 3,333X1.X2 +

ε …......................................................… (8)

Hasil persamaan regresi diatas menunjukkan nilai konstanta sebesar 1,977 memiliki arti bahwa apabila pengungkapan CSR, manajemen laba, dan

hubungan antara pengungkapan CSR dengan manajemen laba konstan, maka nilai perusahaan akan meningkat sebesar 1,977 persen. Nilai koefisien regresi CSR sebesar -1,898 memiliki arti bahwa apabila pengungkapan CSR meningkat sebesar 1 persen, maka nilai perusahaan akan menurun sebesar 1,898 persen. Nilai koefisien regresi manajemen laba sebesar -0,107 memiliki arti bahwa apabila

manajemen laba meningkat sebesar 1 persen, maka nilai perusahaan akan menurun sebesar 0,107 persen. Nilai koefisien moderasi antara pengungkapan CSR dengan manajemen laba memiliki nilai sebesar 3,333yang artinya bahwa apabila setiap interaksi pengungkapan CSR dengan manajemen laba mengalami peningkatan 1 persen, maka nilai perusahaan akan meningkat sebesar 3,333 dengan asumsi variabel independen lainnya konstan.

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat nilai koefisien determinasi (R²), uji kelayakan model (uji F), dan uji hipotesis (uji t).Koefisien determinasi (R²) diukur untuk mengetahui persentase pengaruh variabel independen terhadap perubahan variabel dependen. Pada Tabel 3 nilai adjusted R² sebesar 0,106 atau 10,6 persen. Hal ini berarti bahwa 10,6 persen perubahan (naik/turun) pada nilai perusahaan dipengaruhi atau dijelaskan oleh pengungkapan CSR sedangkan sisanya sebesar 89,4 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model.

Uji kelayakan model (Uji F) digunakan untuk mengetahui apakah model Moderated Regression Analysis (MRA) dalam penelitian ini layak digunakan. Pada Tabel 3 nilai F hitung sebesar 4,167 dengan nilai signifikansi F adalah sebesarr 0,009. Nilai signifikansi F tersebut lebih kecil dari level signifikansi 0,05 (F < a). Jadi dapat disimpulkan bahwa model Moderated Regression Analysis (MRA) layak digunakan.

Uji hipotesis (Uji t) digunakan untuk menguji signifikansi masing-masing variabel secara parsial. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa variabel pengungkapan CSR memiliki nilai signifikansi 0,001 lebih kecil dari level signifikansi a = 0,05 dan arah koefisien negatif. Artinya, pengungkapan CSR berpengaruh negatif signifikan pada nilai perusahaan. Dengan demikian, H1 yang menyatakan bahwa pengungkapan CSR berpengaruh positif pada nilai perusahaan ditolak. Sedangkan hasi variabel pengungkapan CSR dengan manajemen laba memiliki nilai signifikansi 0,096 lebih besar dari level signifikansi a = 0,05. Artinya, manajemen laba tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam hubungan antara pengungkapan CSR pada nilai perusahaan dengan kata lain manajemen laba tidak mampu memoderasi pengaruh pengungkapan CSR terhadap nilai perusahaan. Dengan demikian, H2 yang menyatakan bahwa manajemen laba memperlemah pengaruh pengungkapan CSR pada nilai perusahaan ditolak.

Pengaruh pengungkapan Corporate Social Responsibility pada nilai perusahaan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pengungkapan CSR berpengaruh negatif signifikan pada nilai perusahaan. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis yang diharapkan sehingga H1 ditolak. Arah koefisien regresi pengungkapan CSR yang negatif menunjukkan bahwa semakin banyak pengungkapan CSR maka akan menurunkan nilai perusahaan.

Pengungkapan CSR berpengaruh negatif pada nilai perusahaan terjadi karena perusahaan belum dapat menyampaikan pengungkapan CSR secara tepat kepada investor sehingga investor juga belum menangkap sebagai sesuatu yang perlu diperhatikan. Menurut Ramona (2017) besar kecilnya luas pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan, tidak dapat mempengaruhi peningkatan nilai perusahaan. Karena sebagian besar perusahaan hanya berfokus pada faktor keuangan. Perusahaan kurang peduli terhadap faktor lingkungan dan sosial, terbukti dengan pengungkapan yang dilakukan perusahaan masih jauh dari standar yang telah ditetapkan dan juga dibuktikan dengan tidak konsistennya perusahaan dalam setiap periode untuk mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaannya kepada masyarakat dan pemangku kepentingan. Alasan lainnya dapat disebabkan karena investor masih memandang sebelah mata terhadap konten dari pengungkapan CSR perusahaan tersebut karena informasi yang diberikan masih belum informatif dan relevan dengan fakta yang sebenarnya.

Hasil dari penelitian ini sejalan dengan signalling theory yang menyatakan bahwa perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan informasi keuangan dan non-keuangan kepada pihak investor sebagai sinyal untuk menunjukkan pertanggung jawaban kinerja keuangan, sosial dan lingkungan yang kredibilitasnya baik sehingga dapat direspon positif oleh stakeholder serta untuk menghindari asimetri informasi antara perusahaan dengan stakeholder. Sinyal yang dikirim oleh perusahaan berupa pengungkapan CSR melalui annual report dapat diterima oleh stakeholder namun tidak dapat direspon dengan baik dan tidak sepenuhnya berhasil menjadi media penilaian stakeholder untuk menginvestasikan modalnya pada perusahaan. Namun, hasil dari penelitian ini tidak sejalan dengan stakeholder theory yang menyebutkan bahwa organisasi akan memilih secara sukarela mengungkapkan informasi tentang kinerja lingkungan,

sosial dan intelektual mereka, melebihi dan diatas permintaan wajibnya untuk memenuhi ekspektasi sesungguhnya atau yang diakui oleh stakeholders. Kecilnya nilai perusahaan pada perusahaan-perusahaan sampel penelitian yang melakukan pengungkapan CSR tersebut, menunjukkan bahwa faktanya pasar lebih berfokus pada faktor keuangan saja. Temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cardamone et al. (2012) yang menyatakan bahwa pengungkapan CSR berpengaruh negatif pada nilai perusahaan. Namun penelitian ini bertentangan dengan penelitian dari Putri (2013) yang menyatakan bahwa pengungkapan CSR berpengaruh positif pada nilai perusahaan.

Pengaruh manajemen laba memoderasi pengungkapan Corporate Social Responsibility pada nilai perusahaan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa manajemen laba tidak berpengaruh signifikan dalam hubungan pengaruh pengungkapan CSR pada nilai perusahaan. Manajemen laba belum mampu memoderasi hubungan pengaruh pengungkapan CSR pada nilai perusahaan, ini berarti manajemen laba tidak dapat memperkuat ataupun memperlemah hubungan pengaruh pengungkapan CSR pada nilai perusahaan. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis yang diharapkan sehingga H2 ditolak.

Tidak ada pengaruh signifikan antara manajemen laba dengan tingkat CSR antara lain disebabkan oleh masih banyak perusahaan di Indonesia yang tergolong perusahaan ekonomis. Seperti yang dijelaskan Suharto (2007), perusahaan ekonomis adalah perusahaan yang memiliki laba tinggi tapi anggaran CSR-nya rendah. Dengan demikian masih banyak perusahaan di Indonesia yang belum memanfaatkan kegiatan CSR secara maksimal untuk tujuan pemberdayaan maupun sebagai sarana promosi yang ampuh sehingga belum ada keinginan atau ide untuk menggunakan CSR sebagai entrenchment startegy untuk meningkatkan nilai perusahaan.

Selain itu, temuan ini tidak sejalan dengan agency theory yang menunjukan bahwa perbedaan kepentingan antara agent dan principal membuat manajer berusaha untuk memanfaatkan CSR sebagai alat untuk menutupi praktik manajemen laba. Menurut Hong and Andersen (2011) dalam Grougiou et al. (2014), manajer melakukan manajemen laba sebagai kegiatan untung-untungan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan manajemen laba tidak dapat memperkuat atau memperlemah hubungan anatara pengungkapan CSR pada nilai perusahaan.

Temuan ini sejalan dengan penelitan yang dilakukan oleh Haryudanto (2011) yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh signifikan antara manajemen laba terhadap tingkat CSR dan nilai perusahaan. Namun, hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian Kusuma (2013) yang menyatakan bahwa manajemen laba memperlemah hubungan pengungkapan CSR pada kinerja keuangan perusahaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa CSR berpengaruh negatif pada nilai perusahaan. Hal ini dapat disebabkan karena belum tentu perusahaan-perusahaan yang terdapat di Indeks Bisnis 27 menggunakan ISO 26000 sebagai pedoman (guideline) dalam pelaporan CSR. ISO 26000 merupakan pedoman bagi perusahaan dalam pelaporan CSR, dimana ketika perusahaan tidak menggunakan ISO 26000 sebagai pedoman pelaporan CSR di dalam perusahaannya, hal ini tidak menjadi masalah karena terdapat berbagai macam standar CSR yang dapat diterapkan oleh perusahaan dalam mengungkapkan informasi CSR. Selain itu, keputusan dari investor jangka pendek juga berdampak terhadap pengaruh negatif pengungkapan CSR pada nilai perusahaan karena pada dasarnya investor jangka pendek mengharapkan return yang tinggi dari investasi yang dilakukannya dalam jangka waktu yang pendek. Sedangkan, ketika perusahaan melaksanakan dan melaporkan aktivitas CSR akan memerlukan biaya tambahan yang dianggap akan merugikan investor jangka pendek.

Hasil penelitian ini juga menujukkan bahwa manajemen laba tidak mampu memoderasi dengan memperlemah ataupun memperkuat hubungan pengungkapan CSR pada nilai perusahaan. Jika dilihat dalam kriteria-kriteria fundamental Indeks Bisnis 27 seperti laba usaha, laba bersih, ROA, ROE, dan DER yang menunjukkan bahwa perusahaan memiliki pergerakan saham yang stabil di pasar modal. Hal ini membuat investor lebih memilih investasi yang aman dan memperhitungkan return yang akan diterima. Maka dari itu, investor tidak melihat manajemen laba sebagai hal penting yang harus dipertimbangkan dalam menanamkan modalnya pada perusahaan yang terdaftar di Indeks Bisnis 27, meskipun hasil pengujian statistik deskriptif menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan melakukan manajemen laba dengan pola income increasing.

Implikasi kebijakan bagi pihak perusahaan adalah bahwa perusahaan perlu merumuskan strategi dalam pengungkapan CSR seperti meningkatkan

kesadaran, kinerja, fungsi, peran, wewenang, dan tanggungjawab serta perusahaan juga perlu menerapkan pedoman sebagai standar dalam melaksanakan dan mengungkapkan CSR yang sesuai dengan karakteristik perusahaan, lingkungan bisnis yang dihadapi serta dapat diterima dan direspon dengan baik oleh stakeholder.

Hasil penelitian ini pun dapat menjadi bahan pertimbangan bagi calon investor maupun investor dalam mengambil keputusan investasi dengan melihat informasi CSR yang diungkapkan oleh perusahaan.

Manajemen laba di dalam perusahaan juga harus ditelaah kembali oleh investor sebab perilaku manajemen laba baik dengan tujuan efisiensi maupun oportunistik sejatinya akan mengurangi kualitas laba yang dilaporkan. Pihak investor hendaknya memperhatikan pula faktor-faktor lain dalam berinvestasi karena dilihat dari kecilnya nilai koefisien determinasi penelitian ditunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi nilai perusahaan.

SIMPULAN

Simpulan yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan yaitu variabel pengungkapan Corporate Social Responsibility berpengaruh negatif signifikan pada nilai perusahaan yang terdaftar di Indeks Bisnis 27 periode 2014-2016 dan manajemen laba tidak mampu memoderasi pengaruh Corporate Social Responsibility pada nilai perusahaan yang terdaftar di Indeks Bisnis 27 periode 2014-2016.

Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan yaitu perusahaan diharapkan dapat meningkatkan konten pengungkapan CSR walaupun CSR berpengaruh negatif pada nilai perusahaan, karena perusahaan tetap harus bertanggungjawab terhadap dampak yang ditimbulkan.

Saran bagi penelitian selanjutnya, diharapkan dapat menggunakan variabel kontrol lainnya seperti ukuran perusahaan yang diduga dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Hal ini karena ukuran perusahaan merupakan variabel yang banyak digunakan untuk menjelaskan pengungkapan sosial yang dilakukan perusahaan dalam laporan tahunan yang dibuat. Secara umum perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil, karena perusahaan besar akan menghadapi risiko politis yang lebih besar dibanding perusahaan kecil. Pengungkapan sosial yang lebih besar merupakan pengurangan biaya politis bagi

perusahaan (Hasibuan, 2001). Peneliti juga dapat menggunakan jenis perusahaan dan industri yang berbeda sehingga tidak terbatas pada perusahaan yg terdaftar dalam Indeks Bisnis 27 saja. Karena penelitian ini hanya menggunakan periode pengamatan sebanyak 3 tahun maka untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat menambah periode pengamatan penelitian agar mendapatkan sampel yang lebih banyak untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Peneliti selanjutnya juga diharapkan dapat meneliti investor jangka pendek yang ada di pasar saham karena keputusan dari investor jangka pendek berdampak terhadap pengaruh negatif pengungkapan CSR pada nilai perusahaan.3

REFERENSI

Agustina, S. (2013). Pengaruh Profitabilitas dan Pengungkapan Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Artikel Penelitian Universitas Negeri Padang.

Agustine, I. (2014). Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan. Jurnal Universitas Kristen Petra, 2(1), 42–47.

Anggraini, F. . (2006). Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di BEI). Simposium Nasional Akuntansi IX.

Arifin, Z. (2005). Teori Keuangan dan Pasar Modal. Yogyakarta: Ekonisia.

Awuy, P. V. (2016). Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap Earnings Response Coefficient (ERC) (Suatu Studi Empiris pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada Tahun 2010-2013). Jurnal Akuntansi Dan Keuangan Universitas Jember, 18(1), 15–26.

Booth-Harris Trust Monitor. (2001). When Consumer Trust Goes, So Do Customers; The Booth/Hariss Trust Monitor Finds Service is Key to Maintaining Consumer Loyalty. http:// www.thefreelibrary.com. Diakses 27 Agustus 2017

Cardamone, P., Carnevale, C. and Giunta, F. (2012). The Value Relevance of Social Reporting: Evidence from Listed Italian Companies. Emeraal Journal of Applie Accounting Research, 13 (3), 255-269.

Deegan, C., Rankin, M. and Voght, P. (2000). Firms’ Disclosure Reactions to Social Incidents: Australian Evidence. Accounting Forum, 24 (1), 120.

Eisenhardt, K. M. (1986). Agency Theory: An Assessment and Review. The Academy of Management Review, 14 (1), 57-74.

Farida, Y. N., Prastyo, Y. dan H. (2010). Pengaruh Penererapan Corporate Governance terhadap timbulnya Earnings Management dalam Menilai Kinerja Keuangan pada Perusahaan Perbankan di Indonesia. Jurnal Bisnis Dan Akuntansi.

Fombrun, C., Gardberg, N., & Barnett, M. (2000). Opportunity Platforms and Safety Nets: Corporate Citizenship and Reputational Risk. Business and Society Review, 105 (7), 85-106.

Freeman, R.E. (1984). Strategic Management: A Stakeholders Approach. Boston: Fitman

Gray, R., R. Kouhy, S. L. (1995). No Corporate Social and Environmental Reporting. A Review of the Literature and a Longitudinal Study of UK Disclosure. Accounting, Auditing and Accountability Journal, 8(2), 47–44.

Grougiou, Vassiliki, Stergios Leventis, Emmanouil Dedoulis, Stephen Owusu- Ansah. (2014). Corporate Social Responsibility and Earnings Management in U.S. Banks. Accounting Forum, 39 (3), 155-169.

Haryudanto, Danang. (2011). Pengaruh Manajemen Laba terhadap Tingkat Corporate Social Responsibility dan Nilai Perusahaan. E-Journal Undip.

Herawaty, Vinola. (2008). Peran Praktik Corporate Governance sebagai Moderating Variabel dari Pengaruh Earnings Management terhadap Nilai Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi XI.

Hill, Ronald P., Ainscough, Thomas, Shank, Todd and Manullang, D. (2007). Corporate Social Responsibility and Socially Responsible Investing: A Global Perspective. Journal of Business Ethics, 70, 165–174.

Jogiyanto, H. M. (2000). Teori Portfolio dan Analisis Investasi Edisi 2. Yogyakarta: BPFE.

Jensen, M.C. dan W. H. Meckling. (1976). Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, 305-306.

Listiyanti, A. (2011). Pengaruh Tanggung Jawab Sosial Perusahaan terhadap Reaksi Investor: Studi pada Perusahaan Manufaktur yang

Terdaftar di BEI periode tahun 2008-2009. Universitas Diponegoro, Semarang.

Kusuma, Destia. (2013). Analisis Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan dengan Manajemen Laba sebagai Variabel Pemoderasi. Diponegoro Journal of Accounting, 3 (1), 1-13.

Kusumadilaga, Rimba. (2010). Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan dengan Profitabilitas sebagai Variabel Moderating. Skripsi. Universitas Diponegoro

Lesmana, I Putu Adi Surya. (2017). Perbedaan Pendekatan Kuantitatif dengan

Pendekatan Kualitatif dalam Metode Penelitian. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 19 (2), 1060-1087.

Nugroho, Y. (2007). Dilema Tanggung Jawab Korporasi, Kumpulan Tulisan. Retrieved July 27, 2017, from http://www.unisoedem.org

Nurlela, R. dan I. (2008). No Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan dengan Prosentase Kepemilikan Manajemen sebagai Variabel Moderating. Simposium Nasional Akuntansi XI Pontianak.

Puspaningrum, Y. (2017). Pengaruh Corporate Social Responsibility dan Kepemilikan Manajerial terhadap Nilai Perusahaan dengan Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris pada Perusahaan Pertambangan di Bursa Efek Indonesia). Jurnal Profita Edisi 2.

Putra, I. G. A. N. B. D. (2015). Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility pada Nilai Perusahaan dengan Profitabilitas sebagai Pemoderasi. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 13(2), 461–475.

Putri, A. K. (2016). Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan dengan Ukuran Perusahaan dan Jumlah Dewan Komisaris sebagai Variabel Pemoderasi (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar Bursa Efek Indonesia). Jurnal Aplikasi Manajemen (JAM) Universitas Brawijaya, 14(2).

Putri, Hanni Chyntia Maita. (2013). Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan dengan Kepemilikan Manajerial sebagai Variabel Moderating. Diponegoro Journal of Accounting, 2 (3).

Rahayu, S. (2010). Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan dengan

Pengungkapan Corporate Social Responsibility dan Good Corporate Governance sebagai Variabel Pemoderasi. Universitas Diponogoro, Semarang.

Rahmawati dan Putri Septia Dianita. (2011). Analysis of the Effect of Corporate Social Responsibility on Financial Performance with Earnings Management as a Moderating Variable. Journal Modern of Accounting and Auditing, 7 (10), 1034-1045.

Ramona, Suci. (2017). Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan dengan Profitabilitas sebagai Variabel Moderating. Jurnal Mahasiswa Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi, 3 (1).

Ratnadewi, P. A. (2016). Mekanisme Corporate Governance sebagai Variabel Pemoderasi Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility pada Nilai Perusahaan. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 14(1), 548– 574.

Ridwan, Mochammad dan Ardi Gunardi. (2013). Peran Mekanisme Corporate Governance sebagai Pemoderasi Praktik Earning Management terhadap Nilai Perusahaan. Trikonomika, 12 (1), 49-60.

Rosiana, G. A. M. E. (2013). Pengaruh Pengungkapan CSR terhadap Nilai Perusahaan dengan Profitabilitas sebagai Variabel Pemoderasi. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 5(3), 723–738.

Siallagan, H. dan M. M. (2006). Mekanisme Corporate Governance, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi IX Padang.

Sintyawati, Erica Adelia. (2014). Pengaruh Manajemen Laba terhadap Nilai Perusahaan: Pengaruh Isu Lingkungan sebagai Variabel Pemoderasi.Skripsi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia, Surabaya.

Stacia, E. dan J. (2015). Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan di Sektor Pertambangan. Business Accounting Review Universitas Kristen Petra, 3(2), 81–90.

Suharto, Edi. (2007). Corporate Social Responsibility: What is and Benefit for Corporate. http:// www.policy. hu/suharto. Diakses 23 Maret 2018.

The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD). Corporate Social Responsibility (CSR).http://old.wbcsd.org/ work-program/business role/previous-work/corporate-socialresponsibility. aspx. Diakses 24 September 2017.

Umbara, D. M. B. (2014). Pengaruh Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial pada Nilai Perusahaan. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 9(2), 410–424.

Yusrianti, H. (2013). No Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility Perusahaan Pertambangan yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya, 11(3).

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Pasal 74, Ayat 1-4.http://bapepam.go.id. Diakses 30 Juli 2017.

Wulandari, Dwi Ratna. (2010). Analisis Pengaruh Manajemen Laba terhadap Kinerja Keuangan pada Perusahaan yang Melakukan SEO (Studi pada Perusahaan Manufaktur di BEJ 20002006). Skripsi Sarjana Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Zahra, S. A., Priem, R. L., & Rasheed, A. A. (2005).The Antecedents and Consequences of Top Management Fraud. Journal of Management, 31 (9), 803-828.