p-ISSN 2302-514X

e-ISSN 2303-1018

Rahmawati dan Susanti, Kajian Kualitas ... 85

KAJIAN KUALITAS STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN BAGI ENTITAS MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

Mia Ika Rahmawati1

Susanti2

1,2Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya, Jawa Timur, Indonesia email: miaikarahmawati@stiesia.ac.id

ABSTRAK

Penyusunan laporan keuangan yang akurat dan baku akan membantu Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam upaya pengembangan usaha mereka dan akses pendanaan pada lembaga keuangan (perbankan). Kehadiran Standar Akuntansi Keuangan bagi Entitas Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) diharapkan dapat membantu para pelaku UMKM di Indonesia dalam menyusun laporan keuangan yang membantu UMKM lebih mandiri, kuat dan maju. Kajian ini difokuskan pada tingkat pemahaman dan pengetahuan UMKM terhadap keberadaan laporan keuangan yang disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku. Metode pengumpulan data melalui in-depth interview. Hasilnya menunjukkan semua informan kurang memahami dan tidak memiliki pengetahuan tentang terbitnya SAK EMKM yang menjadi dasar UMKM dalam pembuatan laporan keuangan. Sehingga perlunya sosialisasi, pelatihan dan workshop untuk membantu pelaku UMKM memiliki pengetahuan, memahami dan mengaplikasi SAK EMKM dalam laporan keuangannya.

Kata Kunci : SAK EMKM, persepsi, perilaku, UMKM

THE STUDY OF QUALITY OF FINANCIAL ACCOUNTING STANDARD FOR THE MICRO, SMALL, AND MEDIUM ENTERPRISES

ABSTRACT

The preparation of accurately and generally accepted financial statement encourage UMKM in developing and widening capital access for their business. The presence of financial accounting standard for UMKM in Indonesia is expected to help UMKM in preparing their financial report. This study focusing on the level of their comprehension and knowing on the presence of financial accounting standard for UMKM. The data is collected through in-depth interview. The study shows all respondents are less comprehend and does not have knowledge relate to the accounting standards of the preparation of UMKM financial statement. Therefore, socialization, training, and workshops are absolutely needed in enhancing their knowledge for the preparation of UMKM financial report.

Keyword: SAK EMKM, perception, behavior, UMKM DOI: https://doi.org/10.24843/JIAB.2018.v13.i02.p02

PENDAHULUAN

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran penting dan strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, seperti peningkatan pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan hasil-hasil pembangunan. Jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang terus meningkat pesat di Indonesia sangat membantu peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB). Diperkirakan jumlah UMKM saat ini di Indonesia telah mencapai 57.895.721 yang sangat besar kontribusinya dalam peningkatan Produk Domestik Bruti (PDB). Berdasarkan data yang dimiliki oleh Menteri Negara

Koperasi dan UMKM menunjukkan UMKM di Indonesia mampu menyumbang sebesar 56,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan menampung lebih kurang sejumlah 97% tenaga kerja. (http:// www.depkop.go.id). Bahkan Narsa et al., (2012) menyatakan Pengembangan UMKM merupakan langkah strategis untuk memerangi kemiskinan pada masyarakat dan ketergantungan pada sektor ekonomi yang lain.

Namun demikian masih banyak keterbatasan dan kendala yang dimiliki UMKM dan memenuhi persayaratan dalam memperoleh pendanaan dari

sindikasi perbankan. Hal ini disebabkan UMKM masih lemah dalam membuat kelayakan usaha, pemasaran produkdan belum ketersediaan laporan keuangan yang memadai serta perencanaan pengembangan usaha (business plan) yang berdampak pada lemah akses keuangan pada perbankan. Narsa et al. (2012) menyatakan kendala-kendala UMKM tidak mempunyai Laporan Keuangan (Financial Statement) yang sesuai dengan SAK ETAP adalah pertamatidak memiliki catatan transaksi yang tertib dan baik, kedua, sebagian besar UMKM tidak memahami bentuk catatan transaksi keuangan yang memadai, ketiga, mempersepsikan catatan laporan keuangan sangat rumit dan sulit untuk diterapkan pada usaha yang mereka tekuni, ke-empat, adanya persepsi individu yang menyatakan bahwa tanpa laporan keuangan usaha mereka tetap jalan dan memberikan penghasilan.

Bahkan, Andriani et al., (2014), dalam penelitiannya menyatakan UMKM belum mampu menerapkancatatan keuangan berdasarkan SAK ETAP atau bahkan sama sekali tidak membuat catatan akuntansi dalam setiap terjadinya aktivitas usaha. Ada dua penyebab utama pelaku UMKM tidak melakukan pencatatan akuntansi adanya faktor dari dalam individu UMKM dan faktor diluar. Fakta ini menunjukkan bahwa pelaku UMKM belum mengimplementasikan manajemen yang memadai. Kondisi ini tentunya menyebabkan UMKM sangat membutuhkan pemahaman dan pembekalan laporan keuangan sederhana yang baku.

Selama ini UMKM dalam pencatatan pembukuan sangat sederhana dan cenderung mengabaikan kaidah-kaidah standar keuangan baku. Penelitian dilakukan Saragih dan Surikayanti (2015) menyatakan penyajian laporan keuangan yang andal dan informatif bagi penggunanya menjadi jalan bagi UMKM untuk dapat mengakses pembiayaan dan pendanaan. Baas dan Schrooten (2006) menyatakan hampir di seluruh dunia UMKM mengalami kesulitan dalam mendapatkan kredit perbankan. Salah satu penyebabnya adalah adanya keterbatasan informasi bersifat publik untuk diberikan oleh UMKM kepada pihak eksternal. Hasil kajian Muartiasari (2015) menunjukkan bahwa UKM memiliki akses rendah terhadap sumber dana karena rendahnya kemampuan menyusun laporan keuangan dan business plan secara komprehensif.

Baas dan Schrooten (2006) menyatakan bahwa perbankan dalam penyaluran kreditnya kepada UMKM menggunakan teknik soft information & hard information. Soft information menggunakan teknik relatonship lending yakni penyaluran kredit

atas dasar sistem kepercayaan dan hubungan yang telah terbina baik antara bank dengan pengusaha, sehingga informasi dapat diakses lebih mudah oleh bank. Hard information diantaranya menggunakan a) financial statement lending, yakni dengan menggunakan laporan keuangan yang telah sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku sebagai sumber informasi untuk pemberian kredit, b) assets based lending yakni dengan menggunakan informasi terkait aset-aset yang dijadikan jaminan, c) credit scoring menggunakan data-data keuangan yang tersedia dari sekelompok pengusaha untuk diberikan penilaian atas nilai kreditnya. Baas dan Schrooten berkesimpulan hampir di seluruh dunia UMKM mengalami kesulitan dalam mendapatkan kredit perbankan. Salah satu penyebabnya adalah adanya keterbatasan informasi yang bersifat publik yang mampu diberikan oleh UMKM kepada pihak eksternal.Hal ini menunjukan laporan keuangan sangat penting dalam memperoleh pendanaan dari Bank. Narsa et al., (2012) menyatakan salah satu penunjang kemajuan UMKM adalah mengakses kredit dengan baik dengan dukungan laporan keuangan yang berkualitas sesuai standar akuntansi keuangan yang berlaku bagi UMKM.

Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) telah menerbitkan 4 (empat) pilar SAK yang menjadi dasar pencatatan dan penyajian entitas usaha di Indonesia yaitu, pertama SAK berbasis IFRS merupakan standar akuntansi keuangan yang mengatur perlakuan akuntansi untuk transaksi-transaksi yang dilakukan oleh entitas dengan akuntabilitas publik signifikan. Kedua, SAK ETAP merupakan standar akuntansi keuangan digunakan oleh entitas tanpa akuntabilitas publik yang signifikan namun menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum bagi pemakainya. Ketiga, SAK Syariah digunakan transaksi berdasarkan bisnis syariah. Keempat, SAK EMKM digunakan untuk Entitas Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang efektif berlaku per 01 Januari 2018.

Keberadaan SAK EMKM karena UMKM menghadapi kendala dalam menyusun laporan keuangan berbasis SAK ETAP yang sebelumnya menjadi dasar dalam menyusun Laporan Keuangan. UMKM merasa bahwa SAK ETAP masih terlalu rumit untuk dipelajari dan dijalankan (Narsa et al., 2012). UMKM juga menyadari bahwa SAK ETAP tidak memberikan aksesbilitas yang signifikan terhadap lembaga keuangan (Azis et al., 2015). Pelaporan keuangan yang disusun oleh UMKM pada kenyataannya hanya sebatas laporan bisnis sesuai dengan pemahaman dan kebutuhan UMKM tetapi

UMKM belum menyadari manfaat yang mereka dapat dengan mempelajari SAK ETAP (Alfitri et al., 2014). Padahal ada hubungan yang erat antara perilaku UMKM terhadap kebutuhan sistem akuntansi yang baik. Penelitian Mohammed dan Hanafi (2013) menyatakan persepsi pelaku UMKM berhubungan erat dengan pentingnya sistem akuntansi yang baik dan rekrutmen staf bagian akuntansi yang profesional berhubungan erat dengan sistem akuntansi yang baik.

Berdasarkan permasalahan tersebut SAK EMKM diharapkan memberikan solusi bagi kendala yang dihadapi oleh UMKM. SAK EMKM jauh lebih sederhana dibandingkan dengan SAK ETAP. SAK EMKM memfasilitasi UMKM dalam menyusun laporan keuangan yang lebih komprehensif untuk memenuhi persyaratan pembiayaan lembaga keuangan dengan melakukan dan memelihara pencatatan dan/atau pembukuan keuangan sesuai dengan SAK yang berlaku (Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang No 1 Tahun 2013). Keberadaaan SAK EMKM yang lebih sederhana dibanding SAK ETAP sangat dibutuhkan oleh pelaku UMKM untuk memberikan solusi dalam menyusun laporan keuangan yang lebih sederhana dan bankable sehingga mudah untuk mendapatkan akses pendanaan dari dunia perbankan. Pengelolaan UMKM dapat dilaksanakan dengan manajemen profesional sehingga perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menjadi lebih besar. Untuk itu perlu kajian realitas dengan menggali informasi secara mendalam dengan melakukan in-depth interview tentang pemahaman, pengetahuan, kemampuan dan perilaku UMKM terhadap terbitnya SAK EMKM yang telah berlaku efektif pada 01 januari 2018.

Penelitian ini akan mengkonfirmasi Theory Planned Behavior (TPB) yang diperkenalkan oleh Ajzen (1995) menyatakan niat berperilaku seseorang (behavioral intention) dipengaruhi oleh dua hal, yaitu sikap terhadap perilaku (attitude towards behavioral) dan norma subjektif (subjective norm), serta oleh pengendalian keperilakuan dirasakan (perceived behavioral control). Pengendalian keperilakuan dirasakan sangat ditentukan oleh pengalaman masa lalu dan prediksi seseorang mengenai sulit atau tidaknya untuk melakukan perilaku tertentu.

Menurut theory of planned behavior (TPB), seseorang dapat bertindak berdasarkan niatnya, jika mereka memiliki kontrol terhadap perilakunya. Teori ini tidak hanya menekankan pada rasionalitas dari tingkah laku manusia, tetapi juga pada belief bahwa

target tingkah laku berada di bawah kontrol kesadaran individu tersebut. Sikap terhadap perilaku (attitude toward behavior) menjelaskan tentang sikap individu terhadap suatu perilaku diperoleh dari keyakinan terhadap konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut, yang diistilahkan dengan behavioral beliefs (keyakinan terhadap perilaku). Berdasarkan TPB, seseorang percaya bahwa menampilkan perilaku tertentu akan mengarahkan pada hasilyang positif akan memiliki sikap favorable terhadap perilakunya, sedangkan orang yang percaya bahwa menampilkan tingkah laku tertentu akan mengarahkan pada hasil yang negatif, maka ia akan memiliki sikap unfavorable. Secara umum attitude toward behaviorberkaitan dengan sikap dasar seorang (person in nature) yang berpengaruh terhadap berperilaku dan berhubungan dengan norma subjektif danperceived behavioral control.

Norma subjektif adalah faktor dari luar individu tentang persepsi orang lain untuk menyetujui atau tidak menyetujui tingkah laku yang kita tampilkan (Baron & Byrne, 2000: 97). Norma subjektif sangat ditentukan oleh adanya keyakinan normatif (normative belief) dan keinginan untuk mematuhi (motivation to comply) (Ajzen,2005:38). Dalam TPB, norma subjektif diidentikan dengan kepercayaan seseorang tentang reaksi seseorang/ pendapat orang lain/kelompok tentang perlu, harus atau tidak bolehnya seseorang berperilaku dan motivasi individu untuk mengikuti pendapat orang lain (Delamater et al., 2005).

Persepsi pengendalian perilaku dideskripsikan tentang perasaan self efficacy atau kemampuan seseorang dalam berperilaku. Ismail dan Zain (2008: 62) menyatakan persepsi pengendalian perilaku adalah persepsi individu tentang pengendalian yang dimiliki individu berhubungan dengan perilaku tertentu.Persepsi pengendalian perilaku ditentukan oleh pengalaman masa lalu indvidu dan perkiraan individu tentang seberapa sulit atau mudahnya seseorang untuk melakukan sesuatu. Ada dua faktor yang menentukan persepsi pengendalian perilaku, yaitu control beliefs (kepercayaan tentang kemampuan dalam mengendalikan) dan perceived power (persepsi tentang kekuasaan yang dimiliki individu untuk berperilaku). TPB mempelajari tentang sikap terhadap perilaku danpenentu terpenting seseorang adalah intensi untuk berperilaku, yaitu gabungan dari sikap terhadap perilaku dan norma subjektif. Seseorang akan berperilaku positif atau negative untuk menampilkan perilaku tertentu sehingga memunculkan niat perilaku yang ditentukan oleh sikap. Ada faktor dari luar individu, yaitu

persepsi dan keyakinan seseorang untuk menerima atau menolak tindakan yang dilakukannya. Apabila individu menyakini apa yang menjadi norma kelompok, maka individu akan patuh dan membentuk perilaku sesuai dengan kelompok. Kemampuan invidu dalam melakukan suatu perilaku tergantung pengalaman masa lalu dan perkiraan individu tetntang seberapa sulit atau mudanya untuk melakukan perilaku yang informasinya didapatkan dari orang lain.

Persepsi diartikan sebagai tanggapan langsung terhadap sesuatu atau merupakan proses seseorang mengetahui beberapa hal dengan panca indranya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008:674). Pada prinsipnya masing-masing orang memiliki persepsinya sendiri-sendiri atas suatu peristiwa, sehingga setiap individu berbeda satu dengan lainnya. Penelitian yang berhubungan dengan persepsi memberikan hasil yang konsisten bahwa setiap individu yang berbeda dapat melihat sesuatu yang sama tetapi memahaminya berbeda. Pada kenyataannya tidak seorang pun yang dapat melihat realitas, yang dilakukannya hanya mempersepsikan apa yang dilihat dan menyebutnya sebagai realitas.

Setiap individu memiliki persepsi tentang suatu objek atau peristiwa sangat tergantung pada kerangka ruang dan waktu yang berbeda. Ada dua faktor yang menyebabkan adanya perbedaan, yaitu dalam diri seseorang itu sendiri dan faktor dari luar. Persepsi suatu objek sangat mungkin memiliki perbedaan dengan persepsi individu yang lain terhadap objek yang sama (Robbins, 2007). Fenomena ini muncul disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah pemberi kesan/pelaku persepsi

Apabila individu memandang suatu objek dan mencoba untuk menginterpretasikan apa yang dilihatnya sangat dipengaruhi oleh karakteristik si penilai atau yang sang pemberi kesan seperti sikap, motif, kepentingan, pengalaman dan harapan dari si pemberi kesan. Karakteristik pada sasaran objek yang sedang diamati dapat mempengaruhi persepsi. Contohnya sesuatu yang baru, gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang kedekatan dari objek yang diamati.

Situasi atau konteks dimana melihat suatu kejadian/objek juga penting seperti waktu dan tempat. Ada faktor yang bekerja dalam membentuk persepsi dan membiaskan persepsi. Faktor tersebut terletak pada individu yang mempersepsikan objek atau konteks dimana persepsi itu dibuat. Pada saat indvidu melihat sasaran dan berusaha menginterpretasikan tentang apa yang dilihat sangat dipengaruhi oleh karakteristik individual yang mempengaruhi persepsi, yaitu sikap, kepribadian, motif, kepentingan dan

pengalaman masa lalu serta harapan. Sama halnya dengan karakteristik sasaran yang diobservasi dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Faktor seberapa penting sistem baru sistem baru dan seberapa mudah diterapkan. Persepsi sangat bergantung pada rangsangan fisik dan kecederungan individu tersebut. Rangsangan fisik merupakan input yang dihubungkan dengan perasaan. Kecenderungan individu meliputi keyakinan, pendidikan, sikap dan kebutuhan.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian bertujuan untuk memperoleh pemahaman dan pengetahuan tentang keberadaan SAK EMKM. Berdasarkan tujuan tersebut maka metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian (misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan) secara holsitik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2005). Tujuan penelitian dalam riset kualitatif diarahkan untuk memahami suatu fenomena sosial.

Paradigma penelitian yang digunakan adalah paradigma interpretatif. Paradigma interpretatif yaitu paradigma yang lebih menekankan pada makna atau interpretasi seseorang terhadap sebuah simbol. Tujuan paradigma interpretatif adalah memaknai tindakan individu dapat dilihat sebagai kumpulan simbol-simbol yang mengandung arti atau makna (Berg, 2004).

Pendekatan penelitian yang dilakukan adalah fenomenologi, yaitu dengan mendeskripsikan tentang pengalaman hidup beberapa individu tentang sebuah konsep atau fenomena. Kasali (2008) menyatakan pendekatan fenomenologi adalah gagasan mengenai dunia kehidupan, pemahaman bahwa realitas masing-masing individu itu berbeda, dan bahwa tindakan masing-masing individu itu berbeda, dan bahwa tindakan masing-masing individu dapat dipahami melalui pemahaman terhadap kehidupan individu sekalgus melalui prespektif mereka bersama.

Metode pengumpulan data melalui wawancara dan observasi melalui in-depth interview kepada para pelaku UMKM yang menjadi informan dalam penelitian ini.Proses pengumpulan data dan informasi melalui informan kunci.Informan kunci yang melakukan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Surabaya.Informan dipilih atas dasar kesengajaan berdasarkan kriteria (Bungin, 2003:54),

yang dimaksud informan kunci adalah merupakan individu yang cukup lama beraktivitas sebagai pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sasaran penelitian. Informan kunci tidak hanya sekedar tahu dan paham dalam memberikan informasi dan secara sungguh-sungguh serta keterlibatannya cukup lama dalam bergelut pada usaha mikro kecil dan menengah. Analisis dan pengumpulan informasi dilaksanakan 2018 melakukan indept interview baik secara terstruktur dan tidak terstruktur, sehingga informasi yang diperoleh dapat memberikan informasi yang benar-benar akurat dan memiliki validitas yang tinggi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berlakunya SAK EMKM yang secara efektif pada tanggal 01 Januari 2018, diharapkan dapat menjadi penguat eksistensi pelaku UMKM dalam menjalankan bisnisnya, sehingga perlu mengetahui lebih jauh tentang pemahaman, pengetahuan dan kemampuan serta perilaku terhadap keberadaan SAK EMKM. Untuk itu perlu informasi yang mendalam tentangrealitas pemahaman, pengetahuan, perilaku UMKM terhadap SAK EMKM. Berdasarkan hasil indept interview pada 2 (dua) informan kunci (Rachmah pemilik kedai Rahmah dan Etty Ariaty Soraya creative director Kalyana Leather Handbags).

Pemahaman dan pengetahuan terhadap SAK EMKM.Pelaku UMKM pada prinsipnya memahami pentingnya catatan keuangan berdasarkan Standar Keuangan yang berlaku (SAK EMKM) agar credible dalam mencari modal pada sindikasi perbankan sehingga penting untuk merekrut pegawai khusus menangani bagian akuntansi dan pelaporan keuangan. Hal itu tidak dilakukan karena keterbatasan modal yang dimiliki. Meskipun mereka menyadari menyajikan laporan keuangan yang disusun sesuai dengan SAK EMKM akan meningkat usaha mereka lebih besar dan kuat. Kenyataan menunjukkan semua pelaku UMKM yang menjadi informan menyatakan tidak memahami dan memiliki pengetahuan cukup tentang Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro, Kecil dan Menengah (SAK EMKM) yang khusus diperlakukan untuk UMKM dan berlaku sejak 1 Januari 2018. Hasil wawancara dari kedua infoman adalah:

Saya tidak paham dan tidak tahu SAK EMKM, yang penting bagi kami adalah dibuatkan contoh konkrit laporan keuangan sederhana dan langkah-langkah dalam pembuatannya” (Rachmah-Kedai Rachmah).

Saya tidak tahu dan paham apa itu SAK EMKM apalagi membuat laporan keuangan yang sesuai dengan SAK EMKM” (Etty Ariaty Soraya-Creative Director Kalyana Leather Handbags).

Pernyataan kedua informan menunjukkan mereka benar-benar tidak memahami dan cukup pengetahuan tentang keberadaan SAK EMKM. Bahkan mereka menyatakan tidak memperdulikan dengan terbitnya SAK EMKM. Penting bagi mereka adalah bagaimana membuat laporan yang mudah dan sederhana untuk dipahami dan diterapkan.Pelaku UMKM sepakat bahwa laporan keuangan yang sederhana dan dapat dipraktekkan dengan mudah jika ingin SAK EMKM dapat dilaksanakan dengan baik oleh UMKM.

Perilaku UMKM terhadap SAK EMKM. Ketidakpahaman dan pengetahuan pelaku UMKM terhadap SAK EMKM bukan berarti mereka acuh dan tidak mau untuk memahami dan menerapkan SAK EMKM. Mereka merespon positif terbitnya SAK EMKM dengan memberikan masukan pentingnya lampiran atau buku panduan yang berisi contoh konkrit implementasi penyajian laporan keuangan yang didasarkan pada SAK EMKM.

“Jika memungkinkan buku SAK EMKM ini ada satu buku tambahan yang memuat contoh dan cara pengerjaan yang real dengan contoh-contoh soal yang sering dihadapi oleh pelaku UMKM Sehingga kami pelaku UMKM dapat dengan mudah menjalankan penyusunan laporan keuangan ini” (Rachmah-Kedai Rachmah).

SAK EMKM ini bagus untuk panduan kami, akan tetapi kiranya perlu sosialisasi dari pihak terkait bagaimana menggunakan SAK EMKM tersebut”, Saya bukan orang Akuntansi, jadi membaca buku SAK EMKM ini tanpa pendampingan, saya kira kurang mengerti” (Etty Ariaty Soraya-Creative Director Kalyana Leather Handbags).

Hal ini berarti yang tertanam dalam pikiran pelaku UMKM adalah keberadaaan SAK EMKM masih dirasakan masih sulit untuk dipahami utamanya sebagai dasar menyajikan laporan keuangan, sehingga dianggap sangat sulit dan ribet. Anggapan ini didasarkan karena pelaku belum mengetahui manfaat dari pencatatan/pembukuan bagi perkembangan bisnis yang dilakukan. Selain itu, kurangnya kesadaran pelaku bisnis untuk melakukan

pembukuan karena kurangnya pengetahuan tentang pembukuan sesuai SAK EMKM. Namun, hal ini juga tidak disertai dengan pemenuhan sumber daya untuk menjalankan kegiatan akuntansi bisnis tersebut.

Kelemahan UMKM menerapkan SAK EMKM. Ada beberapa hambatan pelaku UMKM dalam menerapkan SAK EMKM dalam penyajian laporan keuangan. Mindset pembuatan laporan keuangan adalah sesuatu yang sulit. Pelaku UMKM masih memiliki mindset bahwa penyajian laporan keuangan adalah sesuatu yang sulit dan membutuhkan waktu yang lama dan tidak disiplin dalam melakukan pencatatan setiap terjadi transaksi ekonomi. Pemilik juga menyatakan bahwa usahanya dapat berjalan dengan lancar tanpa menyajikan catatan laporan keuangan yang sesuai dengan SAK EMKM.

“Kekurangan saya adalah bagaimana merubah mindset saya dan juga teman-teman pelaku UMKM lain bahwa mencatat segala pengeluaran dan pendapatan adalah penting, menjadi satu dengan bisnis itu sendiri dan perlu dilakukan secara tertib yang selama ini sulit untuk dipraktekkan” (Rachmah-Kedai Rachmah).

“Bagi saya yang penting catatan harian pendapatan dan pengeluaran harian sudah cukup…..sehingga tidak pernah terpikir bagaimana menyajikan laporan keuangan usaha saya yang sesuai dengan SAK EMKM”. (Etty Ariaty Soraya-Creative Director Kalyana Leather Handbags).

Jawaban pelaku UMKM menunjukkan bahwa sulitnya merubah mindset para pelaku UMKM bahwa pencatatan keuangan dilakukan dengan tertib, maka bisnis yang ia jalankan akan lebih solid. Adanya pemikiran yang telah tertanam di benak pelaku UMKM adalah betapa sulitnya merubah pemahaman jika melakukan pencatatan adalah suatu kewajiban yang tidak dapat ditinggalkan dan dilakukan dengan disiplin.Padahal Pencatatan transaksi sangat penting sebagai bahan untuk menyusun laporan keuangan.

Semua Pekerjaan dilakukan Sendiri. Kelemahan lain dari pelaku UMKM melaksanakan fungsi yang begitu banyak dalam waktu bersamaan seperti melaksanakan fungsi pembelian bahan produksi, memproduksi, memasarkan, menghitung pendapatan dan biaya semuanya dilakukan sendiri, sehingga dengan banyaknya fungsi tersebut sangat sulit untuk dapat konsisten melakukan pencatatan keuangan yang sesuai dengan SAK EMKM.

“Dengan banyaknya hal yang saya harus kerjakan secara bersama-sama, dan walaupun saya dibantu oleh 2 karyawan saya, tetap saja saya kesulitan untuk disiplin melakukan pencatatan keuangan”. (Rachmah-Kedai Rahmah).

“Dalam menjalankan bisnis semua fungsi saya kerjakan sendiri mulai memilih bahan, mendesain, sampai memasarkan sedangkan untuk urusan catatan harian akuntansi meminta tolong teman”.(Etty Ariaty Soraya-Creative Director Kalyana Leathers Handbags)

Jawaban Informan menunjukkan pelaku UMKM sangat sibuk dengan rutinitas mulai membuat produk, menjual, memasarkan, dan mengelola keuangan sendiri sehingga sudah tidak terpikirkan bagaimana menyajikan dan membuat laporan keuangan sesuai dengan SAK EMKM. Padahal penyajian laporan keuangan yang andal dan bankablememberikan peluang UMKM untuk mendapatkan dana dari pihak luar demi pengembangan usahanya. Oleh karena itu, dibutuhkan staf khusus yang andal dibidang akuntansi untuk mempersiapkan laporan keuangan sesuai dengan SAK EMKM, sehingga keberadaan SAK EMKM dapat dirasakan manfaatnya bag pelaku UMKM.

Tidak Memiliki Tenaga Ahli Akuntansi. Keterbatasan modal usaha yang dimiliki oleh para pelaku UMKM sehingga tidak mampu membayar jasa tenaga ahli akuntansi untuk menyajikan laporan keuangan yang sesuai dengan SAK EMKM. Mereka hanya memiliki tenaga administrasi yang ikut serta membantu administrasi keuangan hanya mencatat penjualan harian.

Saya tidak mempunyai karyawan yang secara khusus mengerjakan laporan keuangan. Saya dibantu oleh beberapa teman saya yang mempunyai keahlian di bidang Akuntansi untuk membantu kami untuk urusan keuangan”.(Etty Soraya-Creative Director Kalyana Leathers Handbags).

Jawaban informan menunjukkan pelaku UMKM belum memiliki tenaga yang professional dibidang akuntansi. Padahal keberadaan tenaga ahli akuntansi dapat membantu UMKM dalam menyajikan laporan keuangan dan sistem akuntansi yang baik sehingga laporan keuangan dapat diterima secara umum.Tentu saja hal ini menjadi salah satu halangan bagi pelaku UMKM yang kurang memahami bagaimana

penyusunan laporan keuangan yang sesuai dengan SAK EMKM. Perlu disadari bahwa jika laporan keuangan dapat disusun dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku (SAK EMKM), maka usaha yang dijalankan dapat menjadi besar dan kuat.

Para pelaku UMKM menyadari bahwa SAK EMKM sangat berguna bagi para pelaku UMKM karena mempunyai panduan yang jelas. Pelaku UMKM menyatakan buku SAK EMKM ini kurang mudah dipahami karena kalimat yang tertuang masih terlalu baku sehingga pelaku UMKM merasa kesulitan karena merasa bukan orang akuntansi. Untuk itu perlu pendampingan untuk memahami SAK EMKM. Informan juga mengusulkan perlu adanya buku tambahan atau pendamping dari buku SAK EMKM ini yang dapat dimengerti dan diimpelementasi oleh masyarakat atau pelaku UMKM lainnya dengan mudah dan cepat.

Hasil dari dua informasi yang diperoleh dari informan kunci menunjukkan mereka belum membuat laporan keuangan sederhana yang bankeable apalagi mengetahui dan memahami keberadan SAK EMKM. Hal ini sesuai dengan dinyatakan Narsa et al.,(2012) bahwaUMKM belum membuat catatan akuntansi dan laporan keuangan yang tertib dan baik.Pelaku UMKM tidak memahami bentuk catatan transaksi keuangan. Pelaku UMKM mempersepsikan pencatatan akuntansi dan laporan keuangan adalah sesuatu yang rumit dan sulit untuk mengaplikasikannya. Berpikir jangka pendek, meskipun tanpa membuat catatan akuntansi yang tertib dan memadai. UMKM tetap mendapatkan penghasilan dan usahanya tetap berjalan.Hal ini bertentangan dengan pernyataan Mohammed dan Hanafi (2013) bahwa persepsi pelaku UMKM dan rekruitmen tenaga ahli akuntansi sangat berhubungan dengan sistem akuntansi yang baik.

Perilaku UMKM sulit merubah mindset betapa pentingnya kedisiplinan pencatat keuangan dan menganggap dirinya bukan orang akuntansi menunjukkan perilaku tersebut tertentu sesuai dengan theory of planned behavior (TPB) yang dikembangkan oleh Fishbein dan Ajzen (1975) bahwa perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh pengendalian keperilakuan dirasakan (perceived behavioral control). Persepsi Pengendalian perilaku sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu dan perkiraan UMKM tentang sulit atau tidaknya sesuatu dikerjakan, seperti kekurang pahaman dan pengetahuan tentang SAK EMKM menumbuhkan persepsi tentang keberadaan catatan akuntansi dan laporan keuangan dianggap sesuatu sulit dan rumit untuk diaplikasikan pada UMKM.

Perilaku sikap yang terbuka pelaku UMKM terhadap keberadaan SAK EMKM sebenarnya hal yang positif dengan catatan adanya tuntunan atau bentuk konkrit (contoh) membuat laporan keuangan yang sesuai dengan SAK EMKM. Hal ini sesuai dengan theory of planned behavior bahwa sikap individu terhadap suatu perilaku diperoleh dari keyakinan terhadap konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut, yang diistilahkan dengan behavioral beliefs (keyakinan terhadap perilaku). Seseorang yang percaya bahwa menampilkan perilaku tertentu akan mengarahkan pada hasilyang positif akan memiliki sikap favorable. Tentunya sikap atau keyakinan terhadap perilaku yang positif harus didukung dengan adanya pelatihan-pelatihan atau workshop tentang pembuatan laporan keuangan yang didasarkan SAK EMKM, sehingga keberadaan SAK EMKM benar-benar menjadi acuan bagi UMKM dalam membuat laporan keuangan. SAK EMKM keberadaan jangan hanya sebagai standar pembuatan laporan keuangan UMKM tetapi tidak banyak UMKM yang mengimplementasikannya dengan mudah dan tepat.

SIMPULAN

Penelitian menyimpulkan bahwa dua informan yaitu ibu Rachmah dan ibu Etty kurang memahami dan tidak memiliki pengetahuan tentang terbitnya Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Mikro, kecil dan Menengah (SAK EMKM) yang berlaku efektif pada 01 Januari 2018 dan menjadi dasar UMKM dalam pembuatan laporan keuangan.Untuk itu perlu adanya dukungan pihak-pihak yang berwenang untuk lebih mensosialisasikan keberadaan SAK EMKM melalui pelatihan-pelatihan atau workshop kepada UMKM agar keberadaan SAK EMKM benar-benar menjadi acuan bagi UMKM dalam membuat laporan keuangan usahanya. Saran yang dapat di berikan adalah perlunya di terbitkan salah satu buku pendamping SAK EMKM yang berisikan akan contoh-contoh kasus dan disertai jawaban ataupun tahapan-tahapan penyelesaian kasus akuntansi tersebut. Sehingga informan atau pelaku UMKM dapat dengan mudah menjalankan SAK EMKM tersebut.

REFERENSI

Alfitri, A, Ngadiman & Sohidin. (2014). Penerapan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP) pada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Perajin Mebel

Desa Gondangsari Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten. Jupe UNS, 2(2), 135 -147. Andriyani L, A.T. Atmadja, & N. K. Sinarwati,

(2014), Analisis Penerapan Pencatatan Keuangan Berbasis SAK ETAP Pada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)., Sebuah Studi Intepretatif pada Peegy Salon), e-Journal, 2(1), 1-12

Azis, A, E. B. Riyanto, T. Renaningsih & S. Sriwahyuni.

(2015). Peran Penerapan SAK ETAP terhadap Akses UMKM dengan Lembaga Keuangan. Sustainable Competitive Advantage (SCA). 5(1). Proceeding Seminar Nasional dan Call for Papers (SCA 5).

Baas, T & M. Schrooten. (2006). Relationship Banking and SMEs : A Theoretical Analysis. Small Business Economic, 27.

Berg, Bruce L. (2004). Qualitative Research Methodes for the Sosial Science. USA Omegatype Typography Inc.

Bungin, Burhan. (2007). Analisis Data Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Delamater, J. D, H.A., Michener & J. Myers, (2005), Psicologia Social. Thomson Pioneira.

http://www.depkop.go.id’ Perkembangan data Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Diakses 9 Juni 2017

Ikatan Akuntan Indonesia. (2009). Standar akuntansi keuangan entitas tanpa akuntabilitas publik. Dewan Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta.

Fisgbein, M., & Ajzen, I., (1975). Belief, Attitude, Intention, and Behavior: An Introduction to Theory and Research, Reading MA. Addison-Wesley.

Ikatan Akuntan Indonesia, (2016)., Standar Akuntansi Keuangan Enititas Mikro, Kecil dan Menengah.

Kasali, Rhenald. (2008). Metode-metode riset kualitatif. Bandung: Mizan mediautama

Mohammed. Z & H. B. M. H. Omar (2013).The Perception of Small and Medium Sized Enterprises on the important of a proper Accounting System. Journal Modern Accounting and Auditing. 9(10). 1302-1321.

Murtiasari, Eka, (2015). Pengembangan UKM Berdaya saing Berbasis pada Elijibilitas (Kemamputerapan) SAK ETAP dan Aturan Penyaluran Kredit Perbankan. JABPI, 23(1).

Narsa, M. I., S.Widodo, & S. Kurnianto. (2012). Mengungkap kesiapan UMKM dalam mengimplementasi standar akuntansi keuangan entitas tanpa akuntabilitas publik (PSAK ETAP) untuk meningkatkan akses modal perbankan, Majalah Ekonomi, cetakan XXII, 03 Desember 2012.

Robbins SP, (2007). Perilaku Organisasi, Jakarta: Salemba Empat

Rudjito. (2003). Strategi pengembangan UMKM berbasis sinergi bisnis, makalah yang disampaikan dalam peran perbankan dalam memperkokoh ketahanan nasional kerjasama kemhanas RI dengan BRI. April 2003.

Pinasti M., (2017) Pengaruh Penyelenggaraan dan Penggunaan informasi akuntansi terhadap persepsi pengusaha kecil atas informasi akuntansi: suatu riset eksperimen, Simposium Akuntansi X, Universitas Hasaundin, 26-28.

Saragih.F & Surikayanti. (2015). Analisis Penerapan Akuntansi dan Kesesuaianya dengan SAK ETAP pada UKM Medan Perjuangan.SNEMA Universitas Negeri Padang, ISBN: 978-60217129-5-5.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008., tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Zahro F., S. D. Wahyundaru, (2015). Determinan Kebutuhan SAK ETAP Bagi UKM. Studi Empiris pada UKM Makanan di kota Semarang, 2nd Conference in Business, Accounting and Management.