p-ISSN 2302-514X

e-ISSN 2303-1018

Sutaryo. Determinan Efektivitas.... 1

DETERMINAN EFEKTIVITAS AUDIT INTERNAL DI INSPEKTORAT PROVINSI JAWA TIMUR

Sutaryo1

1Universitas Sebelas Maret, Jawa Tengah, Indonesia email: sutaryo@staff.uns.ac.id

ABSTRAK

Penelitian efektivitas audit internal yang dilakukan di Inspektorat Daerah di lingkungan pemerintah se-Provinsi Jawa Timur. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas audit internal yang dilakukan oleh Inspektorat Daerah. Data yang digunakan di dalam penelitian ini berasal dari kuesioner yang didapat dari 159 responden. Variabel dependen penelitian ini yang digunakan ialah efektivitas audit internal, sedangkan variabel independen yang digunakan ialah keahlian profesional, kualitas pekerjaan audit, karir dan penjenjangan, dukungan dari pimpinan, dan lingkup pekerjaan audit internal. Pengolahan data menggunakan bantuan aplikasi SPSS versi 23, dengan model regresi linier berganda. Berdasarkan hasil penelitian kualitas pekerjaan audit, dukungan dari pimpinan dan lingkup pekerjaan audit internal mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap efektivitas audit internal, sedangkan keahlian profesional dan karir dan penjenjangan tidak berpengaruh terhadap efektivitas audit internal di lingkungan Inspektorat seProvinsi Jawa Timur.

Kata kunci: Efektivitas audit internal, keahlian profesional, kualitas audit, dukungan pimpinan, lingkup pekerjaan

DETERMINANT OF INTERNAL AUDIT EFFECTIVENESS IN EAST JAVA PROVINCIAL INSPECTORY

ABSTRACT

This effectiveness of internal audit conducted by the Local Government Inspectorate of East Java Province. The purpose of the research conducted is to obtain empirical evidence on the factors that affect the effectiveness of internal audits conducted by the Local Government Inspectorate. The data used in this study comes from questionnaires obtained from 159 respondents. This study, the dependent variable used is the effectiveness of internal audit, while the independent variables used are professional expertise, quality of audit work, career and promotion, support from leadership, and scope of internal audit work. Based on the results of the research note that the quality of audit work, support from the leadership and the scope of internal audit work has a significant influence on the effectiveness of internal audit, while professional and career skills and promotion have no effect on the effectiveness of internal audit in the Local Government Inspectorate of East Java Province.

Keywords: Effectiveness of internal audit, professional expertise, quality of audit work, support from leadership, and scope of internal audit work.

DOI: https://doi.org/10.24843/JIAB.2018.v13.i01.p01

PENDAHULUAN

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan pemerintah untuk mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) secara efisien, efektif, ekonomis, dan transparan. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

perlu melakukan pengawasan dan pengendalian untuk dapat mengelola APBN maupun APBD secara efisien, efektif dan ekonomis. Pengawasan dan pengendalian yang dilakukan oleh pemerintah dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern

Pemerintah (SPIP). Pelaksanaan SPIP di pemerintah ditandai dengan adanya Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jendral di kementerian, dan Inspektorat Daerah untuk pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten kota. Keseluruhan lembaga tersebut menjalankan fungsi audit internal bagi instansi pemerintah bersangkutan.

Tujuan audit internal adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi (Eden dan Moriah, 1996). Komponen utama audit internal adalah verifikasi pencatatan laporan, analisis terhadap peraturan, evaluasi terhadap standar prosedur untuk menjamin efisiensi, dan memberikan masukan serta rekomendasi untuk meningkatkan kinerja manajemen. Sarens et.al., (2006) menyatakan bahwa audit internal memiliki empat dimensi berupa evaluasi, diagnosa, penyampaian informasi, dan rekomendasi.

Audit internal merupakan salah satu komponen yang penting dari struktur organisasi di dalam pemerintahan (Coram et. al., 2008). Menurut Asare (2009), dengan menjalankan fungsi dari audit internal secara baik, hal ini dapat menjadi faktor penting dalam jalannya pemerintahan dan meningkatkan akuntabilitas dari organisasi sektor publik melalui efektivitas atas pengendalian organisasi, tata kelola, dan proses manajemen risiko. Audit internal juga memiliki kaitan erat dengan pencegahan korupsi. Halbouni (2015) mengungkapkan bahwa audit internal mempunyai peran penting dalam pencegahan, pendekteksian dan pelaporan fraud yang ada di dalam organisasi dengan tujuan untuk membangun kepercayaan dari publik. Audit internal juga merupakan sebuah bentuk usaha dalam pencegahan terjadinya penyalahgunaan aset pemerintahan (Salsabila dan Prayudiawan, 2011).

PP Nomor 60 Tahun 2008 menyatakan bahwa SPIP dilaksanakan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Secara umum APIP terdiri atas Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal Kementerian/ Lembaga, dan Inspektorat Provinsi/Kabupaten/ Kota. Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI) menyusun Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia untuk menjaga mutu hasil audit intern dan supaya peran APIP yang efektif dapat terwujud. Untuk dapat menjalankan perannya dengan efektif, APIP setidaknya perlu melakukan tiga hal di dalam organisasinya, yaitu assurance activities, anti corruption activities, dan consulting activities.

Peranan dari audit internal belum terlalu efektif, khususnya di lingkungan pemerintah daerah. Data dari situs kpk.go.id menunjukkan bahwa 34 dari 89 kasus korupsi yang ditangani KPK pada tahun 2016 terjadi di lingkungan pemerintah daerah, sedangkan hasil

dari pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK terhadap 533 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2015, ditemukan sebanyak 6.150 kelemahan di dalam Sistem Pengendalian Intern (SPI). Hal ini menunjukkan bahwa peran APIP untuk melakukan assurance activities, anti corruption activities, dan consulting activities belum berjalan efektif. Dengan demikian efektivitas audit internal yang dilakukan APIP menjadi penting untuk dikaji.

Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan efektivitas audit internal telah dilakukan Al-Twaijry et.al., (2003) menjelaskan tentang hubungan antara independensi organisasi, keahlian profesional, lingkup pekerjaan dan manajamen organisasi auditor internal terhadap efektivitas audit internal. Cohen dan Sayaq (2010) mengungkapkan faktor - faktor yang mempengaruhi efektivitas audit internal ialah kepemilikan entitas audit internal (publik atau privat), keahlian profesional dari auditor internal, kualitas audit internal, independensi organisasi audit internal, peluang karir dan dukungan dari manajemen.

Beberapa penelitian tersebut di atas dilakukan di luar negeri, untuk di Indonesia, belum banyak penelitian yang dilakukan. Penelitian ini efektivitas internal auditor pemerintah daerahsebagai variabel dependen dengan keahlian profesional (Al-Twaijry et.al., 2003 dan Cohen dan Sayaq, 2010), kualitas pekerjaan audit internal (Cohen dan Sayaq, 2010), karir dan penjenjangan (Cohen dan Sayaq, 2010), dukungan dari pimpinan (Cohen dan Sayaq, 2010), lingkup pekerjaan audit internal (Al-Twaijry et. al., 2003) sebagai variabel independen. Penelitian ini penting untuk dilakukan mengingat efektivitas internal auditor merupakan hal penting dalam pelaksanaan peran dan fungsi inspektorat daerah sebagai internal auditor pemerintah daerah. Internal auditor yang efektif dalam pelaksanaan pekerjaanya akan mampu menjaga keamanan aset, memastikan pelaksaanaan sesuai dengan peraturan perundangan dan meningkatkan realibilitas informasi laporan keuangan pemerintah sebagaimana tercantum dalam PP No. 60 Tahun 2008.

Penelitian memberikan manfaat kepada Inspektorat Daerah dalam mengambil keputusan guna meningkatkan efektivitas audit internalnya terkait dengan faktor-faktor berupa keahlian profesional, kualitas pekerjaan audit, karir dan penjenjangan, dukungan dari pimpinan, dan lingkup pekerjaan audit internal, sehingga Inspektorat Daerah mampu melakukan peningkatan atas faktor-faktor tersebut untuk peningkatan efektivitas dalam menjalankan fungsi audit internalnya. Selain itu, penelitian ini juga mampu memberikan kontribusi terhadap pengembangan teori audit internal, khususnya pada

organisasi pemerintah yang masih membutuhkan pengembangan.

Agency theory (teori agensi) merupakan teori yang menggambarkan hubungan antara pihak yang bertindak sebagai agent yang beraktivitas atas kepentingan pihak lainnya sebagai principal (Jensen dan Meckling, 1976). Dalam hubungan keagenan tersebut dapat memunculkan agency problem berupa asimetri informasi (information asymmetry) dan konflik kepentingan (conflict of interest) (Messier et.al,, 2005). Asimetri informasi merupakan kondisi manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak dari pemilik tentang posisi keuangan maupun operasi entitas, sedangkan konflik kepentingan merupakan kondisi yang terjadi ketika tindakan manajemen tidak sesuai dengan kepentingan pemilik.

Upaya untuk mengatasi agency problem yang terjadi, principal dan agent akan menanggung biaya keagenan (agency cost). Menurut Jensen dan Meckling (1976), agency cost dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis; pertama, biaya pengawasan (monitoring cost), merupakan biaya yang harus ditanggung oleh principal sebagai upaya untuk melakukan pengawasan atas segala aktivitas yang dilakukan oleh agent. Kedua, biaya bonding (bonding cost), merupakan biaya yang ditanggung agent sebagai upaya untuk agent bertindak dan mematuhi mekanisme sehingga agent akan bertindak untuk kepentingan principal. Ketiga, biaya kerugian residu (residual loss), merupakan nilai uang yang ekuivalen dengan berkurangnya kemakmuran principal yang terjadi karena perbedaan keputusan agent dan keputusan principal.

Pada sektor publik, hubungan keagenan tersebut terjadi ketika pemerintah selakuagen bertindak atas kepentingan masyarakat selaku principal (Lane, 2003). Menurut Halim dan Abdullah (2010), pemerintah selaku eksekutif merupakan agen bagi legislatif dan publik (dual accountability) dan legislatif merupakan agen bagi publik. Sama halnya dalam sector privat, masalah keagenan juga muncul dalam sektor publik. Di tingkat legislatif, permasalahan keagenan berupa perilaku oportunistik dapat terjadi pada dua posisi, yaitu legislatif sebagai prinsipal dan juga agen. Sebagai prinsipal, legislatif berpotensi mengusulkan kebijakan yang tidak berhubungan langsung dengan pelayanan publik maupun fungsi legislatif. Sebagai agen, legislatif dapat mengusulkan kegiatan yang tidak membela kepentingan pemilihnya atau mengakomodasi kebutuhan publik (Halim dan Abdullah, 2010).

Tingkat eksekutif, sebagai agen dari legislative dan publik, permasalahan keagenan berupa adverse selection dan moral hazard dapat muncul sekaligus.

Permasalahan tersebut dapat muncul ketika eksekutif cenderung menjadi budget maximize untuk anggaran belanja dan budget minimizer untukanggaran pendapatan. Hal tersebut akibat dari keunggulan informasi yang dimiliki oleh eksekutif dibandingkan legislatif/publik (asimetri informasi) (Halim dan Abdullah, 2010). Dalam konteks pemerintahan, salah satu cara meminimalisir agency cost adalah dengan melakukan pengawasan (monitoring). Untuk menjalankan fungsi pengawasan, salah satu intitusi nya adalah inspektorat daerah. Hal tersebut sejalan dengan tujuan pembentukan inspektorat daerah sebagai internal auditor pemerintah daerah sebagaimana tercantum dalam PP Nomor 60 tahun 2008.

Audit internal pada masa kini telah mengalami perkembangan. Abuazza et. al., (2015) mendefinisikan audit internal sebagai aktivitas independen, objektif, dan mampu memberi jasa konsultan yang dibentuk dalam rangka memberi nilai tambah dan meningkatkan operasi dari organisasi. Selain itu audit internal diharapkan dapat membantu organisasi dalam mencapai tujuannya melalui pendekatan yang sistematis dalam mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas dari manajemen risiko, pengendalian internal dan tata kelola organisasi yang baik. Ahmad et. al., (2015) menjelaskan audit internal sebagai aktivitas penilaian yang diciptakan untuk memberi pelayanan bagi suatu organisasi yang meliputi pengujian, evaluasi, dan memonitor kecukupan serta efektivitas dari pengendalian internal. Atas dasar paparan tersebut dapat disimpulkan peran audit internal pada saat ini tidak hanya berfungsi sebagai watch dog, tetapi juga diharapkan mampu menjadi konsultan yang dapat memberi nilai tambah bagi suatu organisasi dan memberikan keyakinan bahwa tujuan organisasi dapat dicapai. Peran audit internal sebagai watch dog dapat dikatakan menjadi solusi untuk jangka pendek dengan segala rekomendasi yang diberikan atas suatu permasalahan, sedangkan peran audit internal sebagai konsultan yang secara jangka panjang diharapkan mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi.

Berdasarkan Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia yang dikeluarkan oleh Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI, 2013) peran audit internal yang efektif dapat diwujudkan dalam bentuk: memberi keyakinan yang memadai terhadap ketataatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintahan (assurance activities), memberi peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintahan (anti corruption activities), dan

memberi masukan yang mampu memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintahan (consulting activities).

Auditor internal yang kompeten diwajibkan untuk memiliki pendidikan, pengetahuan, keahlian dan keterampilan, pengalaman, serta kompetensi lain yang dibutuhkan dalam menjalankan tanggung jawabnya. Auditor internal diharapkan mampu menunjukkan keahliannya melalui sertifikasi dan kualifikasi profesi auditor internal. Mihret dan Yismaw (2007) menjelaskan bahwa auditor internal harus selalu meningkatkan kompetensi secara terus-menerus untuk dapat menghasilkan fungsi audit internal yang efektif dan efisien kepada stakehorders. Keahlian profesional merupakan kompetensi teknis, yang berarti kompetensi yang wajib dimiliki oleh setiap auditor pada umumnya dalam bidang auditing, akuntansi, administrasi pemerintahan, dan komunikasi. Di samping itu, auditor internal diharapkan memiliki pengetahuan lain yang mampu mendukung audit. Salsabila dan Prayudiawan (2011) mengungkapkan bahwa pengetahuan yang dimiliki seoarang auditor dapat berpengaruh dalam mengeliminasi kesalahan dan mendeteksi risiko yang muncul selama proses audit, sehingga mampu memberikan hasil audit yang baik untuk bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

Salsabila dan Prayudiawan (2011) menjelaskan bahwa kualitas pekerjaan audit dapat dinilai dari seberapa banyak auditor memberi respon yang sesuai atas audit yang dilaksanakan. Pekerjaan audit internal yang berkualitas mampu memberi rekomendasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Standar Audit yang dikeluarkan oleh AAIPI (2013) mewajibkan setiap APIP untuk bertanggung jawab terhadap kualitas hasil audit intern yang dilakukan dengan mengacu kepada standar audit yang berlaku. D’Onza et. al., (2015) mengungkapkan bahwa pelaksanaan audit internal yang mengacu kepada standar audit yang berlaku dapat memberikan nilai tambah bagi pemilik kepentingan. Mihret dan Yismaw (2007) mengungkapkan bahwa kualitas pekerjaan audit internal diwujudkan dalam bagaimana cara audit internal mampu menghasilkan saran maupun rekomendasi yang berguna bagi suatu organisasi.

Faktor karir dan penjenjangan merupakan wujud dari bagaimana peluang karir seorang auditor internal di dalam organisasi. Goodwin dan Yeo (2001) mengungkapkan bahwa fungsi dari entitas audit internal saat ini lebih ke arah sebagai pijakan bagi personil organisasi yang ingin promosi menjadi manajer dibandingkan diisi oleh auditor internal karir. Auditor internal sebagai batu pijakan untuk menjadi

manajer dinilai penting. Cohen dan Sayag (2010) menjelaskan bahwa seorang manajer yang pernah menduduki posisi sebagai auditor internal akan mempunyai kepedulian lebih terhadap pentingnya pengendalian internal. Di sisi lain, Goodwin dan Yeo (2001) berpendapat bahwa manajer yang pernah merasakan menjadi auditor internal memiliki pengalaman kerja dan pengetahuan yang mendalam terhadap organisasi, sehingga lebih mengetahui tentang kebutuhan organisasi.

Dukungan dari pimpinan dan pihak manajerial penting dalam mewujudkan keberhasilan atas program dan proses yang dijalankan suatu organisasi. Fungsi audit internal yang baik dapat berjalan apabila manajemen suatu organisasi mendukung dan berkomitmen secara penuh atas adanya fungsi dari audit internal (Ahmad et. al., 2009). Al-Shbail dan Turki (2017) juga menekankan pentingnya pengetahuan dari manajemen puncak akan audit internal, sehingga manajemen bisa memberikan dukungan yang dibutuhan oleh auditor internal. Bentuk dari dukungan manajemen dapat berupa perekrutan personil yang memiliki kompetensi, memberikan pelatihan yang berkelanjutan, pemenuhan peralatan yang menunjang audit, dan lain-lain. Standar audit yang dikeluarkan oleh AAIPI (2013) secara kongkrit mensyaratkan dukungan pemerintah terhadap APIP dalam bentuk piagam audit (audit charter). Piagam ini berisi tentang visi, misi, tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab APIP. Pimpinan instansi audit internal juga diwajibkan untuk mendukung APIP dalam rangka meningkatkan kompetensinya dan ikut bertanggung jawab atas keberhasilan program yang dijalankan.

Selain menjadi watch dog, fungsi dari audit internal sekarang diharapkan mampu menjadi assurance dan consultant. Al-Twaijry et. al., (2003) mengungkapkan bahwa audit internal seharusnya tidak hanya berfokus pada keandalan pencatatan dan akuntansi keuangan, ketataan terhadap peraturan, dan evaluasi terhadap sistem pengendalian internal, tetapi juga perlu memperhatikan dan mengevaluasi efektivitas, efisiensi dan ekonomis sumber daya yang digunakan. Standar audit yang dikeluarkan oleh AAIPI (2013) membagi ruang lingkup audit internal menjadi dua, yaitu kegiatan quality assurance yang meliputi audit terhadap aspek keuangan tertentu, audit kinerja, audit dengan tujuan tertentu, evaluasi, review, dan monitoring, serta kegiatan konsultasi (consulting activities) berupa pemberian jasa konsultasi, sosialisasi dan asistensi.

Standar Audit yang dikeluarkan AAIPI (2013) mensyaratkan APIP untuk memiliki kecermatan

profesional dan kompetensi yang memadai dalam melaksanakan tanggung jawabnya. Hasil dari audit internal yang efektif dapat diwujudkan berupa saran maupun rekomendasi yang mampu memberikan nilai tambah atau perbaikan atas masalah yang dialami suatu organisasi. Dengan auditor internal memiliki keahlian profesional yang semakin tinggi, maka audit internal yang dilaksanakan akan lebih efektif. Auditor internal yang memiliki keahlian profesional yang tinggi menjadi kunci dari efektivitas audit internal (Al-Twaijry et. al., 2003). Pernyataan ini didukung oleh Cohen dan Sayag (2010) bahwa auditor harus memenuhi sertifikasi profesi dan pendidikan yang memadai untuk menghasilkan audit internal yang efektif. Dengan demikian auditor inspektorat daerah yang mempunyai keahlian profesional yang memadai akan dapat mencapai efektifitas audit internal yang tinggi. Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang dapat dirumuskan ialah sebagai berikut ini.

H1: Keahlian profesional auditor internal berpengaruh positif terhadap efektivitas audit internal pada Inspektorat Daerah.

Pekerjaan audit internal harus dilaksanakan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Standar Audit yang disusun oleh AAIPI (2013) disusun untuk digunakan sebagai ukuran mutu minimal dalam melaksanakan tugasnya agar menghasilkan audit internal yang efektif. Dengan memenuhi standar audit, diharapkan hasil audit yang dilaksanakan menjadi efektif, yang diwujudkan dalam rekomendasi maupun saran yang dapat digunakan untuk bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan sehigga audit internal memberi nilai tambah bagi Instansi Pemerintahan. Dengan fungsi audit internal yang semakin efektif, maka kepercayaan stakeholders kepada auditor internal akan semakin meningkat.

Mihret dan Yismaw (2007) mengungkapkan bahwa kualitas audit internal ditentukan dengan seberapa bergunanya temuan dan rekomendasi yang dihasilkan oleh audit internal. Temuan dan rekomendasi yang berguna dari audit internal akan memberi nilai tambah bagi organisasi dan mewujudkan audit internal yang efektif. George et. al., (2015) juga mengungkapkan bahwa tindak lanjut dari rekomendasi yang dihasilkan audit internal berpengaruh terhadap efektivitas audit internal. Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang dapat dirumuskan ialah sebagai berikut ini.

H2: Kualitas pekerjaan audit berpengaruh positif terhadap efektivitas audit internal pada Inspektorat Daerah.

Auditor internal dalam menjalankan tugasnya akan menemui berbagai macam aktivitas dan permasalahan di dalam Instansi Pemerintahan. Dengan banyaknya tugas dan permasalahan yang pernah dihadapi, menjadikan auditor internal memiliki pengetahuan lebih terhadap kekurangan yang ada di Instansi Pemerintahan dan memahami pentingnya fungsi audit internal. Hal ini dapat dimanfaatkan bagi pengambil kebijakan untuk menjadikan posisi auditor internal sebagai batu loncatan dalam mempromosikan pegawainya ke posisi manajerial. Dengan peluang untuk menduduki posisi manajerial diharapkan akan memberikan dampak bagi auditor internal untuk meningkatkan motivasinya dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, sehingga mampu menghasilkan audit internal yang efektif.

Goodwin dan Yeo (2001) mengungkapkan bahwa posisi auditor internal sebagai batu pijakan untuk menduduki posisi manajerial sudah lazim dijalankan di Singapura. Cohen dan Sayag (2010) berpendapat bahwa peluang seorang auditor internal untuk menduduki posisi manajerial mampu meningkatkan efektivitas audit internal. Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang dapat dirumuskan ialah sebagai berikut ini.

H3: Karir dan penjenjangan berpengaruh positif terhadap efektivitas audit internal pada Inspektorat Daerah.

Keberhasilan suatu program atau kegaitan yang dilaksanakan oleh pemerintah tentunya tidak lepas dari dukungan yang diberikan oleh manajemen. Standar audit yang dikeluarkan AAIPI (2013) mewajibkan kepada pimpinan lembaga audit internal untuk menyatakan dukungannya dengan wujud piagam audit (audit charter). Selain itu, dukungan dalam bentuk sumber daya ekonomi dan manusia juga harus mencukupi agar dapat menghasilkan audit internal yang efektif. Dengan dukungan yang semakin tinggi dari pimpinan instansi, diharapkan hasil audit internal yang dihasilkan dapat memberikan nilai tambah dan perbaikan atas masalah yang dihadapi Instansi Pemerintah, yang berarti efektivitas dari audit internal juga semakin baik.

Ahmad et. al., (2009) juga menekankan tentang dukungan dan komitmen dari pimpinan untuk dapat menghasilkan audit internal yang efektif. Cohen dan Sayag (2010) menyatakan bahwa efektivitas audit internal dipengaruhi oleh dukungan manajemen dalam bentuk sumber daya manusia yang mumpuni. Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang dapat dirumuskan ialah sebagai berikut ini.

H4: Dukungan dari pimpinan berpengaruh positif terhadap efektivitas audit internal pada Inspektorat Daerah.

Standar audit yang dikeluarkan oleh AAIPI (2013) mewajibkan auditor internal berperan sebagai quality assurance sekaligus juga memiliki peran consulting di dalam pemerintahan. Peran auditor internal sebagai quality assurance dan consulting ini dijalankan di setiap kegiatan dan aktivitas pemerintahan. Dengan meningkatkan fokus auditor internal dalam melaksanakan setiap tanggung jawabnya yang menjadi lingkup pekerjaan auditor, maka efektivitas audit internal dapat tercapai, yang berarti audit internal mampu untuk berpartisipasi dalam meningkatkan risiko manajemen, pengendalian internal, tata kelola pemerintahan, dan juga sebagai pencegahan awal terjadinya fraud.

Al-Twaijry et. al., (2003) mengungkapkan bahwa lingkup pekerjaan auditor internal mempunyai pengaruh terhadap efektivitas audit internal. Hal ini didukung oleh Abuazza et. al., (2015) bahwa

pemenuhan lingkup pekerjaan audit internal mampu memberikan nilai tambah suatu organisasi. Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang dapat dirumuskan ialah sebagai berikut ini.

H5: Lingkup pekerjaan audit internal berpengaruh positif terhadap efektivitas audit internal pada Inspektorat Daerah.

METODE PENELITIAN

Berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Timur yang merupakan instansi yang mempunyai fungsi pembinaan APIP di lingkungan Pemerintah Daerah, jumlah populasi APIP Inspektorat Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur sebanyak 378 orang. Kerangka sampel dalam penelitian ini ialah pegawai yang bekerja pada Inspektorat Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur yang memiliki Jabatan Fungsional Auditor (JFA) pada tahun 2017. Teknik pengambilan sampel yang digunakan di dalam penelitian ini ialah metode purposive sampling. Kriteria dalam

Tabel 1.

Pengukuran Variabel


Variabel

Akronim

Dimensi

Total

Pertanyaan

Referensi

Dependen:

Efektivtas Internal Audit

EFEK

Kualitas audit (20 pertanyaan), evaluasi auditi (10 pertanyaan), kontribusi tambahan dari audit internal (4 pertanyaan)

34

pertanyaan

Cohen dan

Sayag (2010)

Independen:

Keahlian Profesional

AHLI

Pelatihan dan pendidikan (2 pertanyaan)

2 pertanyaan

Cohen dan

Sayag (2010)

Kualitas Pekerjaan Audit Internal

KUAL

Perencanaan dan ruang lingkup kegiatan audit internal (5 pertanyaan), respon auditi terhadap audit internal (1 pertanyaan)

6 pertanyaan

Cohen dan

Sayag (2010)

Karir dan Penjenjangan

KARP

Pelatihan pegawai, promosi, dan pengembangan karir auditor internal (3 pertanyaan)

3 pertanyaan

Cohen dan

Sayag (2010)

Dukungan Pimpinan

DUKP

Dukungan pimpinan, sumber daya manusia dan anggaran (4 pertanyaan)

4 pertanyaan

Cohen dan

Sayag (2010)

Lingkup      Pekerjaan

Audit Internal

LINP

Keandalan pelaporan keuangan (2 pertanyaan), sistem pengendalian internal (2 pertanyaan), kepatuhan terhadap peraturan (3 pertanyaan), efektivitas dan efisiensi (2 pertanyaan), pencegahan kecurangan (1 pertanyaan)

10

pertanyaan

Al Twaijry, et al. (2003)

Sumber: Data diolah, 2017


penentuan sampel yang digunakan ialah pegawai Inspektorat Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur, yang memiliki sertifikasi sebagai Pejabat Fungsional Auditor (PFA).

Penelitian ini menggunakan data primer yang didapat melalui kuesioner yang disebarkan kepada responden, yaitu PFA pada Inspektorat Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan kusioner yang mengacu kepada penelitian yang dilakukan oleh Cohen dan Sayag (2010), serta Al-Twaijry et. al., (2003) dengan penyesuaian kondisi dan standar yang berlaku di lingkungan Pemerintahan Indonesia.

Variabel dependen yang digunakan adalah efektivitas audit internal, dengan variabel independen berupa keahlian professional, kualitas pekerjaan audit internal, karir dan penjenjangan, dukungan dari pimpinan, serta lingkup pekerjaan audit internal. Variabel dependen dan independen diukur dengan

menggunakan skala likert 4.

Penelitian ini menguji hipotesis dengan menggunakan analisis regresi linier berganda dengan tujuan untuk memprediksi kekuatan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Persamaan regresi linier berganda pada penelitian ini dirumuskan dengan:

EFEK = α + β1AHLI + β2KUAL + β3KARP +

β4DUKP + β5LINP + ε…..(1)

Keterangan:

EFEK

α

β1, β2, ..., β5

AHLI

KUAL

KARP DUKP

LINP


= Efektivitas audit internal

= Konstanta

= Koefisien regresi

= Keahlian profesional

= Kualitas pekerjaan audit internal

= Karir dan penjenjangan

= Dukungan dari pimpinan

= Lingkup pekerjaan audit internal

Tabel 2.

Gambaran Umum Responden


No.

Uraian

Kategori

Keterangan

n

Komposisi

Persentase

1.

Jenis kelamin

Laki-laki

159

120

75,5

Perempuan

39

24.5

2.

Jabatan auditor

Auditor Pelaksana

1

0,6

Auditor Pelaksana

Lanjutan

159

1

0,6

Auditor Pertama

118

74,2

Auditor Muda

24

15,1

Auditor Madya

15

9,5

3.

Pendidikan terakhir

D III

3

1,9

D IV / S1

159

133

83,7

S2

23

14,4

4.

Pengalaman kerja

0 – 5 tahun

7

4,4

6 – 10 tahun

67

42,1

11 – 15 tahun

159

56

35,2

16 – 20 tahun

17

10,7

lebih dari 20 tahun

12

7,6

5.

Sertifikasi (selain

ada

159

23

14,5

sertifikasi JFA)

tidak ada

136

85,5

Sumber: Data diolah, 2017


HASIL DAN PEMBAHASAN

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer yang diperoleh langsung dari responden, dengan menggunakan kuesioner. Mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah sebanyak 120 orang atau sebesar 75,5 persen. Dari segi jabatan yang dimiliki oleh PFA, mayoritas responden merupakan auditor pertama dengan jumlah 118 orang atau 74,2 persen. Mayoritas responden memiliki pendidikan terakhir berupa S1 dengan jumlah sebanyak 133 orang atau 83,7 persen. Mayoritas PFA yang menjadi responden memiliki pengalaman kerja selama 6 sampai dengan 10 tahun dengan jumlah 67 orang atau 42,1 persen. Selanjutnya mayoritas responden dalam penelitian ini tidak memiliki sertifikasi profesi selain sertifikasi JFA yang dapat digunakan untuk menunjang auditor internal dengan jumlah sebanyak 136 orang atau 85,5 persen.

Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan korelasi bivariate (Pearson Correlation), sedangkan uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan

uji statistik Chronbach Alpha (α). Hasil uji validitas menunjukkan terdapat satu item pertanyaan pada variabel efektivitas audit internal yang tidak valid sehingga harus dihapus dari pengujian hipotesis. Sementara hasil uji reliabilitas menunjukkan nilai Cronbach’s alpha seluruh variabel dependen dan independen berkisar di antara 0,711 - 0,968 atau lebih dari 0,70. Sehingga, dapat dikatakan reliabel untuk pengujian hipotesis.

Pengujian asumsi klasik yang dilakukan adalah uji normalitas dan uji multikolonieritas. Pengujian normalitas data dilakukan dengan menggunakan One-Sample Kolmogorov-Smirnov, sedangkan pengujian multikolonieritas dengan mencari nilai tolerance dan VIF. Hasil pengujian menunjukkan bahwa data telah terbebas dari asumsi klasik. Hasil uji koefisien determinasi (adjusted R2) pada tabel 2 menunjukkan bahwa nilai adjusted R2 yang dihasilkan sebesar 0,493. Hal ini menunjukkan bahwa 49,3 persen variabel efektivitas audit internal dapat dijelaskan oleh variabel independen. Hasil uji statistik F menunjukkan bahwa nilai F hitung yang dihasilkan sebesar 31,708 dengan nilai sig. sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi

Tabel 3.

Hasil Regresi Berganda

Model

Expected Sign

β

t

Sig.

Konstanta

30,567

4,897

0,000

AHLI

+

-0,249

-0,363

0,717

KUAL

+

1,981

5,355

0,000a

KARP

+

0,170

0,425

0,672

DUKP

+

1,256

3,919

0,000a

LINP

+

0,583

3,182

0,002a

R Square

0,509

Adjusted R

0,493

Square

F-value

31,708

Sig.

0,000a

Sumber: Data diolah, 2017

dalam penelitian ini dapat digunakan/layak (fit) untuk melakukan pengujian data.

Hasil uji statistik t pada tabel 3 menunjukkan bahwa kualitas pekerjaan audit, dukungan dari pimpinan, dan lingkup pekerjaan audit internal berpengaruh positif terhadap efektivitas audit internal, sedangkan keahlian professional dan karir dan penjenjangan tidak berpengaruh terhadap efektivitas audit internal. Proses kualifikasi di Indonesia yang menjadikan auditor internal sebagai

auditor ahli ketika memiliki pendidikan terakhir berupa D IV atau S1 pada saat mengikuti ujian sertifikasi auditor internal, tanpa menilai jurusan atau fokus bidang pendidikannya. Hal ini menyebabkan banyaknya jumlah auditor ahli di lingkungan Inspektorat Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur, tetapi dengan pemahaman terhadap proses audit internal yang kurang dikarenakan latar belakang pendidikannya yang tidak menunjang. Dengan kurangnya pemahaman dari auditor internal terhadap

proses audit internal yang baik, mengakibatkan keahlian profesional dari auditor internal pada Inspektorat Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur tidak berpengaruh terhadap efektivitas audit internal yang dilakukan.

Kualitas pekerjaan audit internal dilihat dari kepatuhan terhadap standar dan respon dari auditi atas audit yang dilaksanakan. Audit internal yang memiliki kualitas yang baik tentunya perlu diawali dengan perencanaan yang baik. Selain itu kualitas pekerjaan audit internal yang baik akan menghasilkan temuan dan rekomendasi dari auditor internal tentu mendapat respon positif dari auditi. Dengan kualitas pekerjaan audit internal yang semakin tinggi, tentu akan menjadikan efektivitas audit internal tercapai dengan baik. Hal ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Cohen dan Sayag (2010).

Berbagai hal yang mengakibatkan karir dan penjenjangan tidak mempengaruhi efektivitas audit internal, khususnya di lingkungan Inspektorat Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Mosii (2017) menjelaskan bahwa adanya stigma negatif yang melekat pada inspektorat sebagai tempat penampungan bagi pegawai-pegawai daerah yang tidak disenangi oleh pimpinan. Ahmad et. al., (2009) juga mengungkapkan bahwa jarang ada pegawai di dalam pemerintahan yang memiliki keinginan untuk menjadi seorang auditor internal. Untuk mencapai efektivitas audit internal, diperlukan dukungan dari pimpinan. Dukungan dari pimpinan dapat diwujudkan dalam bentuk sumber daya ekonomi maupun sumber daya manusia. Selain itu juga ada dukungan dalam bentuk tidak nyata berupa kewenangan, anggaran waktu, dan rasa aman bagi auditor internal dalam menjalankan tugas-tugasnya. Hal ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Cohen dan Sayag (2010).

Saat ini auditor internal diharapkan mampu untuk hadir sebagai assurance, consultant, dan pendeteksi dini terjadinya fraud pada lingkungan pemerintah. Audit internal juga diharapkan mampu untuk mengevaluasi seluruh kegiatan yang dilakukan di lingkungan pemerintah. Fungsi audit internal saat ini bukan hanya untuk menjamin keandalan laporan keuangan, memastikan ketaatan terhadap peraturan, dan mengevaluasi sistem pengendalian intern, tetapi juga perlu memperhatikan dan melakukan evaluasi atas efektivitas, efisiensi, dan ekonomis dari sumber daya yang digunakan oleh auditi dalam menjalankan setiap kegiatannya.

SIMPULAN

Penelitian ini menyimpukan bahwa kualitas pekerjaan audit internal, dukungan dari pimpinan, dan lingkup pekerjaan audit internal berpengaruh efektivitas audit internal. Inspektorat daerah dengan kualitas pekerjaan yang baik, mendapatkan komitmmen dan dukungan yang memadai dari pimpinan dan lingkup pekerjaan yang jelas mampu mencapai efektifitas dalam menjalankan fungsi internal auditnya. Sementara itu, keahlian profesional dan karir dan penjenjangan tidak terbukti mempengaruhi efektivitas audit internal pada inspektorat daerah di Jawa Timur. Kepala daerah perlu untuk terus meningkatkan dukungannya terhadap entitas audit internal, baik dukungan yang berwujud maupun tidak berwujud atau dukungan berupa sumber daya ekonomi maupun manusia juga perlu untuk selalu ditingkatkan. Sedangkan entitas audit internal perlu untuk terus memperhatikan kualitas audit internal yang dilaksanakan dan selalu meningkatkan pemahamannya terhadap lingkup pekerjaan audit internal.

Penelitian ini menggunakan kuesioner untuk memperoleh data yang memungkinkan terjadinya bias atas pemahaman peneliti dan responden, sehingga penting bagi penelitian berikutnya untuk mengendalikan bias tersebut dengan melakukan wawancara langsung dengan responden, melakukan pilot project sebelum seluruh kuesioner disebarkan agar dapat meminimalisasi bias. Saran untuk penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan menambahkan sampel penelitian agar mempunyai daya generalisasi yang lebih baik. Selain itu juga dapat ditambahkan faktor lain, baik faktor keuangan seperti; anggaran pemerintah daerah yang menjadi objek pengawasan internal auditor pemerintah daerah, maupun faktor non keuangan lain, seperti; politik, umur, dan tipe atau jenis pemerintah daerah.

REFERENSI

AAIPI. (2013). Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia. Asosiasi Audit Internal Pemerintah Indonesia (AAIPI).

Abuazza, Wahid Omar, Dessalegn Getie Mihret, Kieran James, & Peter Best. (2015). The Perceived Scope of Internal Audit Function in Libyan Public Enterprises. Managerial Auditing Journal, 30(6), 560-581.

Ahmad, Halimah Nasibah, Radiah Othman, Rohana Othman, & Kamaruzaman Jusoff. (2009). The Effectiveness of Internal Audit in Malaysian

Public Sector. Journal of Modern Accounting and Auditing, 5(9), 53-62.

Al-Shbail, Awn Metlib, dan Turki A. A., Turki. (2017). A Theoritical Discussion of Internal Audit Effectiveness in Kuwaiti Industrial SMEs. Internanational Journal of Academic Research in Accounting, Finance and Management Sciences, 7(1), 107-116.

Al-Twaijry, Abdulrahman A. M., John A., Brierley, & David R. Gwilliam. (2003). The Development of Internal Audit in Saudi Arabia: An Institutional Theory Perspective. Critical Perspectives on Accounting, 14, 507-531.

Asare, & Tomas, (2009). Internal Auditing in The Public Sector: Promoting Good Governance and Performance Improvement. International Journal on Governmental Financial Management, 9(1), 15-28.

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (2016). Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2016, www.bpk.go.id

Cohen, Aaron, & Gabriel Sayag. (2010). The Effectiveness of Internal Auditing: An Empirical Examination of its Determinants in Israeli Organisations. Australian Accounting Review, 20(54), 296-307.

Coram, Paul, Colin Ferguson, & Robyn Moroney. (2008). InternalAudit,AlternativeInternal Audit Structures and The Level of Misappropriation of Assets Fraud. Accounting and Finance, 48, 543-559.

D’Onza, Giuseppe, George M. Selim, Rob Melville, & Marco Allegrini. (2015). A Study on Internal Auditor Perceptions of the Function Ability to Add Value. International Journal of Auditing, 19(3), 182-194.

Eden, Dov, & Leah Moriah. (1996). Impact of Internal Auditing on Branch Bank Performance: A Field Experiment. Organizational Behavior and Human Decision Processes, 68(3), 262-271.

George, Drogalas, Karagiorgos Theofanis, & Arampatzis Konstantinos. (2015). Factors Associated with Internal Audit Effectiveness: Evidence from Greece. Journal of Accounting and Taxation, 7(7), 113-122.

Goodwin, Jenny, & Teck Yeow Yeo. (2001). Two Factors Affecting Internal Audit Independence and Objectivity: Evidence from Singapore. International Journal of Auditing, 5(2), 107125.

Halbouni, & Sawsan Saadi. (2015). The Role of Auditors in Preventing, Detecting, and Reporting Fraud: the Case of the United Arab Emirates (UAE). International Journal of Auditing, 19(2), 117-130.

Halim, A., & Abdullah, S. (2010). Hubungan dan Masalah Keagenan di Pemerintah Daerah. Jurnal Akuntansi Pemerintah, 2(1).

Jensen, M. C., & Meckling, W. H. (1976). Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure. Journal of financial economics, 3(4), 305-360.

Komisi Pemberantasan Korupsi. (2016). Laporan Tahunan KPK 2016, https://www.kpk.go.id/

Lane, J.-E. (2003). Management and Public Arganization: The Principal-Agent framework.

Messier, F., Glover, V., & Prawitt, F. (2005). Jasa Audit dan Assurance: Suatu Pendekatan Sistematis. Jakarta: Salemba Empat.

Mihret, Dessalegn Getie, & Aderajew Wondim Yismaw. (2007). Internal Audit Effectiveness: An Ethiopian Public Sector Case Study. Managerial Auditing Journal, 22(5), 470-484.

Mosii, Sjafrudin. 2017. Penguatan Inspektorat Daerah untuk Berantas Korupsi. https://www.kpk.go.id

Republik Indonesia. 2003. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.

Republik Indonesia. 2008. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.

Salsabila, Ainia & Hepi Prayudiawan. (2011). Pengaruh Akuntabilitas, Pengetahuan Audit dan Gender Terhadap Kualitas Hasil Kerja Auditor Internal (Studi Empiris Pada Inspektorat Wilayah Provinsi DKI Jakarta). Jurnal Telaah dan Riset Akuntansi, 4(2), 155-175.

Sarens, Gerrit, & Ignace De Beelde.( 2006). The Relationship Between Internal Audit and Senior Management: A Qualitative Analysis Of Expectations and Perceptions. International Journal of Auditing, 10, 219-241.