PENGARUH IMPLEMENTASI

SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) TERHADAP PENERAPAN GOOD GOVERNANCE

JAJANG BADRUZAMAN1

IRNA CHAIRUNNISA

Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi, Tasikmalaya

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk membahas (1) sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah pada 14 Dinas Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ciamis, (2) penerapan good governance pada 14 Dinas Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ciamis, dan (3) pengaruh implementasi sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah terhadap penerapan good governance pada 14 Dinas Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ciamis. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan sensus. Metode analisis yang digunakan adalah analisis koefisien korelasi dan analisis koefisien determinasi untuk memproses yang yang dikumpulkan dengan survey kuesioner. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa (1) penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah pada 14 Dinas Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ciamis adalah baik, (2) penerapan good governance pada 14 Dinas Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ciamis adalah baik, dan (3) implementasi sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah berkorelasi kuat dengan penerapan good governance pada 14 Dinas Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ciamis.

Kata kunci: sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, good governance, Pemerintah Kabupaten Ciamis

ABSTRACT

This research aims to study (1) the implementation of accountability system of government institution performance in 14 Local Departments in Ciamis Government Regency, (2) the aplication of good governance in 14 Local Departments in Ciamis Government Regency, and (3) the influence of implementation of accountability system of government institution performnace on the aplication of good governance in 14 Local Departments in Ciamis Government Regency. The research method used is descriptive method with cencus approach. Analysis method used is correlations coefficient analysis and determination coefficient analysis to process data collected using questionnairy survey. The result shows that (1) the implementation of accountability system of government institution performance in 14 local

departments in Ciamis Government Regency is good, (2) the aplication of good governance in 14 local departments in Ciamis Government Regency is good, and (3) the implementation of accountability system of government institution performance has a strong correlations with the aplication of good governance in 14 local departments in Ciamis Government Regency.

Keywords: accountability system of government institution performance, good governance, Ciamis Government Regency

  • I.    PENDAHULUAN

Istilah governance sebenarnya istilah lama yang dipopulerkan kembali oleh Bank Dunia pada tahun 1992 dalam report-nya yang berjudul “Governance and Development”. Bank Dunia menggarisbawahi bahwa pemerintah adalah sumber kegagalan pembangunan. Pemerintahan yang besar akan menghasilkan bad governance. “Big government is bad governance”. Disimpulkan bahwa “Good governance is less government, good goveranance is better government”.

Gerakan good goveranance mulai digelindingkan pada awal tahun 1990-an sebagai bentuk perlawanan terhadap konsep government yang dinilai memiliki banyak kelemahan karena meremehkan kekuatan atau minimnya partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Konsep ini masuk ke Indonesia melalui program “good goveranance” yang dipelopori oleh lembaga donor, seperti Bank Dunia, ADB, IMF, dan lain-lain pada akhir tahun 1990-an. Program ini menyatu dalam program bantuan/pinjaman, termasuk bantuan teknis kepada pemerintah dan civil society yang kemudian disambut oleh lembaga nonpemerintah untuk revitalisasi diri dan oleh lembaga pemerintah untuk menghadang delegitimasi yang kemudian mendominasi arah reformasi birokrasi pemerintah.

Sebelum wacana good governance mendominasi arah reformasi birokrasi pemerintahan di Indonesia, terminologi seperti “Less Government,

Enterpreneurial Government” dan sejenisnya sempat menjadi wacana yang ditulis oleh Ted Gaebler dan David Osborne (1992), yaitu “Reinventing Government” yang kemudian populer dengan “Enterpreneurial Government” (Pemerintahan Wirausaha). Hal tersebut telah menjadi rujukan penting bagi birokrasi pemerintahan di Indonesia dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan.

Dalam buku “Reinventing Government” terdapat pendapat bahwa kegagalan utama pemerintahan adalah karena kelemahan manajemennya. Masalahnya tidak terletak pada apa yang dikerjakan pemerintah, tetapi bagaimana cara pemerintah mengerjakannya. Buku ini dianggap sebagai awal dari kampanye ”good governance”. Kemudian pada tahun 1996, Plastrik dan Osborne menerbitkan judul “Banishing Bureaucracy” menyarankan agar birokrasi dipangkas supaya menjadi lebih efektif dan efisien. Prinsipnya adalah “The least government is the best government”. Konsep dan prinsip-prinsip tersebut begitu cepat meluas ke berbagai negara, termasuk ke Indonesia.

Di Indonesia sejak tahun 1998 ada kerja sama dengan UNDP, yaitu program untuk lebih memberdayakan governance dan menerapkan prinsip-prinsip good governance. Program tersebut dikenal dengan “Partnership to Support Governance Reform in Indonesia” dari UNDP, World Bank, dan Asian Development Bank (ADB). Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan di Indonesia atau “Partnership for Governance Reform in Indonesia” yang merupakan kerja sama antara UNDP, World Bank, ADB beserta negara-

negara sahabat, masyarakat madani dan pemerintah Indonesia. Melalui

program inilah “good governance” menjadi semakin populer di Indonesia.

Terselenggaranya pemerintahan yang baik merupakan prasyarat bagi pemerintahan dalam mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai cita-cita bangsa dan negara. Untuk itu diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang terukur dan legitimate sehingga penyelengaraan pemerintah dan pembangunan berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bersih, dan bertanggung jawab serta bebas dari budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Upaya pengembangan tersebut sejalan dengan TAP MPR No. XI/MPR/1988 tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Dalam pasal 3 TAP MPR tersebut dinyatakan bahwa asas-asas umum penyelenggaraan negara meliputi asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas.

Bentuk dan cermin akuntabilitas dalam penyelengaraan pemerintah daerah, yaitu dengan dikeluarkannya beberapa peraturan, seperti Undang-Undang Nomor 32, Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan beberapa Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari undang-undang dimaksud, antara lain Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 105, Tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 108, Tahun 2000.

Dalam UU Nomor 32, Tahun 2004 dinyatakan bahwa untuk menyelenggarakan pemerintah, gubernur selaku penyelenggara eksekutif daerah di bidang otonomi daerah bertanggung jawab pada Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi. Di samping itu, dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat di daerah bertanggung jawab kepada presiden. Sebaliknya, dalam penyelenggaraan pemerintah di kabupaten/kota, bupati atau wali kota bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota sebagai perwujudan kedaulatan rakyat dan berkewajiban memberikan laporan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri dalam rangka pembinaan dan pengawasan.

Dikaitkan dengan masalah akuntabilitas dalam artian pertanggungjawaban, maka di dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 secara tegas dikemukakan dalam beberapa pasal berikut: Pasal 27 ayat (2) Selain mempunyai kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepala daerah mempunyai kewajiban juga untuk memberikan laporan penyelengaraan pemerintah daerah kepada pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPR, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintah daerah kepada masyarakat ; ayat (3) Laporan penyelenggaraan pemerintah daerah kepada pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk Gubernur, dan Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur untuk untuk Bupati / Walikota 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun; Ayat (4) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) digunakan pemerintah sebagai dasar melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah dan sebagai bahan pembinaan lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sebagai penjabaran lebih lanjut telah dikeluarkan serangkaian Peraturan Pemerintah dan yang berkaitan dengan pertanggungjawaban

(baca akuntabilitas), terutama tercermin dalam PP Nomor 108, Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah dan PP Nomor 105, Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. PP Nomor 108, Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah merupakan kewajiban pemerintah daerah untuk menjelaskan kinerja penyelenggaraan pemerintah kepada masyarakat. Dalam penjelasan PP Nomor 108 ini dikemukakan bahwa untuk menjaga kesinambungan penyelenggaraan pemerintah daerah, pada prinsipnya masa jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah lima tahun. Pertanggungjawaban akhir tahun anggaran Kepala Daerah kepada DPRD bukan merupakan wahana untuk menjatuhkan Kepala Daerah, melainkan merupakan wahana untuk penilaian dan perbaikan kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah.

Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD tidak semata-mata dimaksudkan sebagai upaya untuk menentukan kelemahan pelaksanaan pemerintah daerah, tetapi juga untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, produktivitas, dan akuntabilitas penyelengaraan pemerintah daerah serta fungsi pengawasan DPRD terhadap jalannya pemerintahan.

Selanjutnya beberapa pasal dalam PP Nomor 108, Tahun 2000 yang berkaitan dengan pertanggungjawaban dan menarik untuk dikemukakan adalah sebagai berikut. Pasal (1) butir-butir: Rencana strategik atau dokumen perencanaan daerah lainnya yang disahkan oleh DPRD dan Kepala Daerah yang selanjutnya disebut Renstra adalah rencana lima tahunan yang menggambarkan misi, visi, tujuan, strategi, program, dan kegiatan daerah. Pertanggungjawaban akhir tahunan anggaran adalah pertanggungjawaan

Kepala Daerah kepada DPRD atas penyelenggaraan pemerintah daerah selama satu tahu anggaran yang merupakan pertangungjawaban pelaksanaan APBD berdasarkan tolok ukur Renstra.

Dari gambaran mekanisme dan substansi LPJ ini maka pertanggungjawaban ini pada hakikatnya merupakan akuntabilitas horizontal. Kepala Daerah kepada masyarakat melalui DPRD, mekanisme dan substansi pertanggungjawaban telah dimulai pada saat pengesahan Renstra oleh DPRD, yang selanjutnya Renstra ini merupakan tolok ukur bagi akuntabilitas Kepala Daerah. Kemudian secara lebih mendalam substansi dari LPJ dan periodisasinya meliputi petangungjawaban akhir tahun anggaran; pertanggungjawaban akhir masa jabatan; dan pertangungjawaban untuk hal tertentu. Selanjutnya secara substansial dikemukakan bahwa pertangungjawaban akhir tahun anggaran merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dalam bentuk perhitungan APBD berikut penilaian kinerja berdasarkan tolok ukur Renstra. Pertangungjawaban akhir masa jabatan merupakan pertanggungjawaban atas tugas-tugas umum pemerintahan dan pembantuan yang merupakan kinerja Kepala Daerah dengan masa jabatan Kepala Daerah berdasarkan tolok ukur Renstra.

Dikaitkan dengan akuntabilitas keuangan (pertangungjawaban keuangan daerah) dalam PP Nomor 105, Tahun 2000 dalam Bab VI, “Pertangungjawaban Keuangan Daerah”, maka secara tegas dalam Pasal 37 ayat (1) Pemerintah Daerah menyampaikan laporan triwulanan pelaksanaan APBD kepada DPRD; ayat (2) Laporan triwulanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan paling lama 1 (satu) bulan sekali setelah

berakhirnya triwulanan yang bersangkutan. Kemudian dalam pasal 38, dikemukakan bahwa Kepala Daerah menyusun laporan pertangungjawaban keuangan yang terdiri atas laporan perhitungan APBD; Nota perhitungan APBD; Laporan Aliran Kas; dan Neraca Daerah.

Wujud dari pertanggungjawaban tersebut saat ini adalah dengan dikembangkannya satu sistem pertanggungjawaban yang disebut Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang implementasinya dimulai sejak penyusunan Renstra sampai dengan pertanggungjawaban kinerja dalam bentuk LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) yang merupakan hasil inisiatif Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada tahun 2000.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

  • (1)    Bagaimana implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) pada 14 Dinas Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ciamis?

  • (2)    Bagaimana penerapan good governance pada 14 Dinas Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ciamis?

  • (3)    Berapa besar pengaruh implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) terhadap penerapan good governance pada 14 Dinas Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ciamis?

  • II.    KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah pada pokoknya adalah instrumen yang digunakan instansi pemerintah dalam memenuhi kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalaan pelaksanaan misi organisasi (LAN & BPKP, 2000: 63). Pelaksanaan SAKIP itu sendiri terdiri atas lima unsur dengan penjabaran sebagai berikut.

  • (1)    Rencana Strategis/Renstra

INPRES No. 7, Tahun 1999 menyebutkan bahwa perencanaan strategik merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu satu sampai dengan lima tahun dengan memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang ada dan mungkin timbul. Rencana strategik mengandung visi, misi, tujuan, dan sasaran. Cara mencapai tujuan dan sasaran yang meliputi kebijaksanaan, program kegiatan yang realistis dengan mengantisipasi perkembangan masa depan. (2) Rencana Kinerja

Perencanaan kinerja merupakan proses penyusunan rencana kinerja sebagai penjabaran dasar dari sasaran dan program yang telah ditetapkan dalam rencana strategik, yang akan dilaksanakan oleh instansi pemerintah melalui berbagai kegiatan secara tahunan. Dalam rencana kinerja ditetapkan target kinerja tahunan untuk seluruh indikator kinerja yang ada pada tingkat sasaran. Kegiatan rencana kinerja ini disusun setiap awal tahun anggaran dan merupakan komitmen bagi instansi untuk mencapainya dalam suatu periode tahunan.

  • (3)    Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas dalam rangka menilai keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kegiatan/program/kebijaksanaan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan misi dan visi instansi pemerintah (LAN, 2000: 47).

  • (4)    Evaluasi Kinerja

Evaluasi kinerja merupakan kegiatan untuk menilai atau melihat keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi atau unit kerja dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang dibebankan kepadanya. Evaluasi kinerja merupakan analisis dan interpretasi keberhasilan atau kegagalan pencapaian kinerja. Dalam melakukan evaluasi kinerja, hasilnya dikaitkan dengan sumber daya (input) yang berada di bawah wewenangnya, seperti sumber daya manusia, dana/keuangan, sarana-prasarana, metode kerja, dan hal lainnya yang berkaitan (LAN, 2000: 1) (5) Analisis Akuntabilitas Kinerja

Analisis pencapaian akuntabilitas kinerja pada dasarnya menggambarkan muatan substansi akuntabilitas kinerja, terutama ditujukan untuk mendapatkan gambaran yang memadai mengenai hakikat dari akuntabilitas itu sendiri, yaitu mengenai kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak utuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.

Penerapan Good Governance

Good governance adalah penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan demokratisasi pasar dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi yang langka dan pencegahan korupsi, baik secara politik maupun administratif. Di samping itu, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaann legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan (OECD dan World Bank dalam LAN, 2004).

Prinsip-prinsip good governance yang dikembangkan oleh UNDP adalah partisipasi, taat hukum/rule of law, transparansi, responsif, kesetaraan, efektivitas dan efisiensi, akuntabilitas, serta visi strategik.

Kerangka Pemikiran

Sebagai sebuah organisasi, instansi pemerintah semakin dituntut untuk memperlihatkan pencapaian keberhasilan tugas pokok dan fungsinya. Keberhasilan sebuah organisasi akan banyak dipengaruhi oleh kemampuannya untuk menyampaikan informasi secara terbuka, seimbang, dan merata bagi semua pihak berkepentingan (stakeholders). Dengan penguasaan informasi yang seimbang, pihak-pihak yang terkait dengan organisasi dapat mengambil keputusan yang wajar. Instansi pemerintah diwajibkan untuk menyiapkan, menyusun, dan menyampaikan informasi kinerja secara tertulis, periodik, dan melembaga sebagai perwujudan normatif pertanggungjawaban.

Penyampaian kinerja ini dimaksudkan sebagai pengungkapan/komunikasi capaian kinerja instansi pemerintah berdasarkan komitmen yang telah ditetapkan, yaitu fokus organisasi untuk mencapai tingkat kinerja yang tertuang dalam rumusan tujuan dan sasaran. Instansi pemerintah yang bersangkutan harus mempertanggungjawabkan dan menjelaskan keberhasilan dan kegagalan tingkat kinerja yang dicapainya. Berbagai pengungkapan ini dituangkan dalam dokumen-dokumen SAKIP (Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah).

SAKIP pada pokoknya merupakan instrumen yang digunakan pemerintah dalam memenuhi kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi organisasi (LAN dan BPKP, 2000: 63). Unsur-unsur yang terdapat pada SAKIP itu sendiri, terdiri dari rencana strategis, rencana kegiatan, pengukuran kinerja, evaluasi kinerja, dan analisis akuntabilitas kinerja.

Akuntabilitas suatu instansi yang diwujudkan melalui implementasi SAKIP sangat penting terhadap penerapan prinsip-prinsip good governance, yaitu untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa tujuan suatu usaha atau kegiatan yang spesifik akan dapat dicapai dan dapat mencegah hilangnya sumber daya.

Sementara itu good governance mengandung makna tata kepemerintahan yang baik, pengelolaan pemerintahan yang baik, pengelenggaraan pemerintahan yang baik, dan penyelenggaraan administrasi negara yang baik. Institusi dari governance memiliki tiga domain yaitu state (negara/pemeritah), private sector (sektor swasta atau

dunia usaha), dan society (masyarakat) yang saling menjalankan fungsinya masing-masing. Sementara itu menurut UNDP terdapat delapan prinsip good governance, yaitu partisipasi, taat hukum, transparansi, resposif, kesetaraan, efektifitas dan efisiensi, akuntabilitas, dan visi strategik.

Mengingat dewasa ini good governance merupakan salah satu topik pembahasan atau isu penting, maka hal ini menimbulkan pertanyaan tentang kapasitas good governance di instansi pemerintah. Hal tersebut dapat dicapai salah satunya dengan mengimplementasikan SAKIP pada instansi pemerintah. Dengan demikian, tidak hanya memastikan peningkatan kinerja, tetapi juga menciptakan suatu lingkungan akuntabilitas yang didorong dan dimonitor.

Implementasi SAKIP dan penerapan good govrnance memiliki keterkaitan yang sangat erat berdasarkan pertimbangan bahwa pelaporan SAKIP merupakan metode reformasi yang tipikal, SAKIP sebagai instrumen pertanggungjawaban/tanggung gugat/kewajiban memberikan jawaban (LAN dan BPKP, 2000: 10); SAKIP sebagai salah satu sarana untuk perwujudan good governance; SAKIP sebagai jawaban atas tantangan Akuntansi Sektor Publik dalam mewujudkan akuntabilitas publik; serta good governance merupakan tujuan akhir SAKIP (LAN dan BPKP, 2000: 13).

Berdasarkan konsep yang telah diuraikan, maka untuk mengetahui penerapan good governance dapat diukur sesuai dengan komponen-komponen yang mendasari Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP).

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah “Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah (SAKIP) berpengaruh terhadap penerapan good governance”.

  • III.    METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis dengan pendekatan sensus. Metode deskriptif adalah mengumpulkan data, menganalisis secara kritis atas data-data tersebut, dan menyimpulkannya berdasarkan fakta-fakta pada masa penelitian berlangsung atau pada masa sekarang (Sugiama, 2008: 37). Sebaliknya, sensus adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan apabila jumlah populasi relatif kecil, yaitu kurang dari 30 orang (Sugiyono, 2006: 78).

Metode Analisis

(1)    Uji Kualitas Data

  • a.    Pengujian Validitas Alat Ukur (Test Of Validity)

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang digunakan mengukur apa yang perlu diukur valid atau tidak. Suatu alat ukur yang validitasnya tinggi akan mempunyai tingkat kesalahan yang kecil sehingga data yang terkumpul merupakan data yang memadai.

  • b.    Pengujian Reliabilitas Alat Ukur (Test Of Realibility)

Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah alat pengumpul data yang digunakan konsisten dalam mengungkapkan fenomena tertentu dari sekelompok individu meskipun dilakukan dalam waktu yang berbeda (Nur Indriantoro: 2002).

  • (2)    Analisis Koefisien Korelasi

Analisis ini digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesis hubungan dua variabel bila data kedua variabel berbentuk interval dan sumber data dari dua variabel atau lebih tersebut adalah sama

(Sugiyono, 2007: 228). Berikut ini dikemukakan rumus koefisien Korelasi

Produk Moment dari Pearson.

r xy


nXY-(X )(Y)

√ (nX 2-(X∏nY2-(Y )2)

Keterangan :

r = Koefisien korelasi

X = Variabel independen

Y = Variabel dependen n = Jumlah responden

  • IV.    HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen Pengukuran

Uji validitas alat ukur terhadap instrumen penelitian menunjukkan bahwa terdapat satu pertanyaan untuk variabel implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dan tiga pertanyaan untuk variabel penerapan good governance yang tidak valid dengan nilai t-hitung kurang dari 0,388. Di samping itu, semua pertanyaan dinyatakan reliabel karena nilai koefisien cronbach alpha kedua instrumen penelitian tersebut lebih besar daripada 0,70.

Hasil Penelitian

Variabel implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dalam klasifikasi baik. Hal tersebut berarti bahwa responden, yaitu 14 Dinas Daerah di Kabupaten Ciamis telah membuat dokumen-dokumen dalam SAKIP (Rencana Strategis/Renstra, Rencana Kinerja, Pengukuran Kinerja, Analisis Akuntabilitas Kinerja, Evaluari Kinerja) dengan baik. Variabel penerapan good governance juga dalam klasifikasi baik. Hal tersebut berarti bahwa prinsip partisipasi, taat hukum, transparansi, daya tanggap, kesetaraan, efektivitas dan efisiensi, akuntabilitas, dan visi strategik di 14 Dinas Daerah Pemerintah Kabupaten Ciamis sudah diterapkan dengan baik.

Pembahasan

  • (1)    Analisis Koefisien Korelasi

Berdasarkan hasil perhitungan paket program statistik SPSS 16.0 submenu Correlate diketahui bahwa nilai korelasi antara kedua variabel

adalah 0.781. Angka tersebut berarti bahwa kedua variabel memiliki hubungan yang kuat. Dengan demikian dapat diartikan bahwa variabel implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dan penerapan good governance mempunyai hubungan yang kuat.

  • (2)    Analisis Koefisien Determinasi

Perhitungan koefisien determinasi dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) terhadap penerapan good governance dijelaskan sebagai berikut.

Kd = r2 x 100 % ..............(Sudjana, 2002: 246)

Kd = (0,781)2 x 100 %

Kd = 60,9961 % ≈ 61 %

Berdasarkan perhitungan koefisien determinasi diketahui bahwa nilai Kd = 61%. Ini berarti sebesar 61 % penerapan good governance dipengaruhi oleh implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti.

  • V. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai pengaruh implementasi SAKIP terhadap penerapan good governance, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

  • (1)    Berdasarkan hasil analisis deskripsi, diketahui bahwa implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) pada 14 Dinas Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ciamis termasuk dalam klasifikasi baik. Penilaian tersebut diukur mengunakan indikator perencanaan stratejik, rencana kinerja, pengukuran kinerja, evaluasi kinerja, dan analisis akuntabilitas kinerja.

  • (2)    Berdasarkan hasil analisis deskripsi, diketahui bahwa penerapan good governance pada 14 Dinas Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ciamis termasuk dalam klasifikasi baik. Penilaian tersebut diukur mengunakan indikator partisipasi, taat hukum, transparansi, daya tanggap, kesetaraan, efektivitas dan efisiensi, akuntabilitas, dan visi strategik.

  • (3)    Berdasarkan hasil perhitungan koefisien korelasi, diketahui bahwa implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dan penerapan good governance memiliki hubungan kuat. Selain itu berdasarkan perhitungan koefisien determinasi diketahui bahwa 61 % dari penerapan good governance dipengaruhi oleh implementasi SAKIP, sedangkan sisanya dipengaruhi faktor lain yang tidak diteliti.

Saran

Berdasarkan simpulan di atas, dapat diberikan saran sebagai berikut.

  • (1)    Setiap Dinas Daerah disarankan memiliki e-mail dan website khusus untuk mempublikasikan dokumen-dokumen SAKIP dalam rangka penerapan good governance.

  • (2)    Mengubah ataupun menambah variabel dalam penelitian selanjutnya yang kemudian dapat diperbandingkan dengan hasil penelitian ini.

  • (3)    Memperbanyak subjek penelitian supaya hasil penelitian lebih komprehensif.

DAFTAR PUSTAKA

Asmawi, Rewansyah. 2010. Reformasi Birokrasi dalam Rangka Good Governance. Jakarta: Yusaintanas Prima.

Bayu, Nurzaman. 2010. Pengaruh Audit Internal terhadap Good Governance. Skripsi yang Tidak Dipublikasikan, Universitas Siliwangi Tasikmalaya.

BPS dan Bappeda Kabupeten Ciamis. 2009. Ciamis Regency in Figures 2009 (Kabupaten Ciamis dalam Angka Tahun 2009). BPS: Kabupaten Ciamis.

Deddi, Noordiawan. 2008. Akuntansi Pemerintahan. Jakarta: Salemba Empat.

Donald Cooper and Willian Emory. 1996. Metode Penelitian Bisnis. Edisi 5. Jakarta: Erlangga.

Gima, Sugiama. 2008. Metode Riset Bisnis dan Manajemen. Edisi Pertama. Bandung: Gordaya Intimarta.

Halimi, Firdausi. 2009. ”Pengaruh Pengendalian Intern terhadap Penerapan Prinsip-prinsip Good Governance”. Skripsi yang Tidak Dipublikasikan, Konsentrasi Akuntansi Pemerintahan, Universitas Padjajaran Bandung.

Harun, Al Rasyid. 1998. “Teknik Penarikan Sampel dan Penyusunan Skala”. Tidak Dipublikasikan, Program Pascasarjana Universitas Padjajaran Bandung.

Indra, Bastian. 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.

Jana, Rustia Permana. 2008. ”Hubungan Penerapan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dengan Peningkatan Kinerja Instansi Pemerintah”. Skripsi yang tidak dipublikasikan, Konsentrasi Akuntansi Pemerintahan, Universitas Padjajaran Bandung.

Joko, Widodo. 2001. Good Governance, Telaah dari Dimensi: Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Surabaya: Insan Cendikia.

LAN dan BPKP. 2000. Akuntabilitas dan Good Governance (Modul Sosialisasi Sistem AKIP). Modul 1 dari 5. Jakarta: LAN.

_______. 2000. Perencanaan Strategik Instansi Pemerintah (Modul Sosialisasi Sistem AKIP). Modul 2 dari 5. Jakarta: LAN.

_______. 2000. Pengukuran Kinerja Instansi Pemerintah (Modul Sosialisasi Sistem AKIP). Modul 3 dari 5. Jakarta: LAN.

_______. 2000. Evaluasi Kinerja Instansi Pemerintah (Modul Sosialisasi Sistem AKIP), Modul 4 dari 5. Jakarta: LAN.

_______.  2000. Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Modul Sosialisasi Sistem AKIP). Modul 5 dari 5. Jakarta : LAN.

Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Edisi Empat. Yogyakarta: ANDI.

_______. 2001. ”Pengawasan, Pengendalian, dan Pemeriksaan Kinerja Pemerintah Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah”. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Trisakti, Vol. 3 No. 2.

_______. 2007. Serial Otonomi Daerah: Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Edisi Dua. Yogyakarta: ANDI.

Masri, Singarimbun. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.

Mudrajat, Kuncoro. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah (Reformasi, Strategi dan Peluang). Jakarta: Erlangga.

_______. 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: Erlangga.

Nisa, Noor Wahid. 2004. ”Pengaruh Siklus Anggaran dan Pengawasan Intern terhadap Good Governance”. Skripsi yang Tidak Dipublikasikan, Universitas Siliwangi Tasikmalaya.

Nur, Indriantoro dan Bambang Supomo. 2002. Metodologi Penelitian untuk Akuntansi dan Manajemen. Edisi Pertama. Yogjakarta: BPFE.

Pemerintah Kabupaten Ciamis. 2010. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kabupaten Ciamis Tahun 2009. Ciamis : Pemerintah Kabupaten Ciamis.

P2KP I-LAN. 2007. Model Pengukuran Pelaksanaan Good Governance di Pemerintah daerah Kabupaen/Kota.  Jakarta: Pusat Kajian,

Pendidikan dan Pelatihan Aparatur I LAN (PKP2A I LAN).

Rukaesih. 2004. ”Peranan Implementasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) terhadap Peningkatan Kinerja Instansi Pemerintah Daerah”. Skripsi yang Tidak Dipublikasikan, Konsentrasi Akuntansi Pemerintahan, Universitas Padjajaran Bandung.

Sambas Ali Muhidin dan Maman Abdurahman. 2007. Analisa Korelasi Regresi dan Jalur dalam Penelitian. Bandung: Pustaka Setia.

Sugiyono. 2006. Metodologi Penelitian Bisnis. Bandung: Alfa-Beta.

Suharsini Arikunto. 2000. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V. Jakarta: PT. Bineka Cipta.

Suliyanto. 2005. Analisis Data dalam Aplikasi Pemasaran. Bogor: Ghalia Indonesia.

Uma, Sekaran. 2006. Research Method For Business. Buku 1 dan 2. Edisi Empat. Jakarta: Salemba Empat.

Wanalia, Wulan. 2008. ”Pengaruh Audit Intern terhadap Good Corporate Governance”. Skripsi yang Tidak Dipublikasikan, Universitas Siliwangi Tasikmalaya.

Wilfrid J. Dixon and Frank J.Massey, Jr. 1997. Pengantar Analisis Statistik. Edisi Keempat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Peraturan dan Perundang-undangan

Instruksi Presiden RI Nomor 7, Tahun 1999. Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

Peraturan Pemerintah Nomor 105, Tahun 2000. Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 108, Tahun 2000. Tata Cara Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.

Surat Keputusan Kepala LAN Nomor 239/IX/6/8/2003. Pedoman Penyusunan dan Pelaporan Kinerja Instansi Pemerintah.

Tap MPR RI Nomor XI/MPR/1998. Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 17, Tahun 2008. Organisasi Perangkat Daerah.

Peraturan Pemerintah Repuplik Indonesia Nomor 38, Tahun 2007. Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota

Undang-Undang Nomor 32, Tahun 2004. Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 28, Tahun 1999. Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

22