IMPLEMENTASI AKUNTANSI SOSIAL DAN LINGKUNGAN DI INDONESIA
on
IMPLEMENTASI AKUNTANSI SOSIAL DAN LINGKUNGAN DI INDONESIA
AGUNG SUARYANA
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Udayana
ABSTRACT
There has been a remarkable attention on social and environmental accounting recently. It informs us about social and environmental impact on operating activity of a company. Traditional accounting report only includes economic information for investors and creditors’ interests. Social and environmental accounting has been developed by various organizations in many countries. Accounting standard in Indonesia has ruled it, however, there is a lack in the implementation, especially in reporting prevention and maintenance of environmental activities.
To improve the implementation, there are several steps that must be done by the regulator. Firstly is to set standard of sustainability reporting (SR) and mandate the implementation for companies doing environmentally related activities. Secondly, is to mandate companies to prepare SR in accordance to the existing guidelines, such as those issued by Global Reporting Initiative (GRI). Thirdly, is to award companies that have been implemented SR. Fourthly, is to conduct environmental audit to improve credibility of SR. Finally, is to develop GCG mechanism to protect the interests of all stakeholders.
Keywords: social and environmental accounting
Akuntansi sosial dan lingkungan telah lama menjadi perhatian akuntan. Akuntansi ini menjadi penting karena perusahaan perlu menyampaikan informasi mengenai aktivitas sosial dan perlindungan terhadap lingkungan kepada stakeholder perusahahaan. Perusahaan tidak hanya menyampaikan informasi mengenai keuangan kepada investor dan kreditor yang telah ada
serta calon investor atau kreditor perusahaan, tetapi juga perlu memperhatikan kepentingan sosial di mana perusahaan beroperasi.
Bentuk tanggung jawab perusahaan dan kepada siapa perusahaan bertanggung jawab dapat dijelaskan oleh beberapa teori. Dengan demikian, tangung jawab perusahaan tidak hanya kepada investor atau kepada kredior, tetapi juga kepada pemangku kepentingan lain, misalnya karyawan, konsumen, suplier, pemerintah, masyarakat, media, organisasi industri, dan kelompok kepentingan lainnya.
Sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan, akuntansi berfungsi untuk memberikan informasi untuk pengambilan keputusan dan pertangungjawaban. Selama ini, laporan keuangan hanya difokuskan kepada kepentingan investor dan kreditor sebagai pemakai utama laporan keuanga. Hal ini tertuang mulai dari Standar Financial Accounting Concepts (SFAC) No.1. Kalau diperhatikan, pemakai informasi tidak hanya pihak-pihak tersebut. Banyak pihak lain yang juga memerlukan informasi keuangan, yang selayaknya mendapatkan perhatian yang sama. Selama ini perusahaan hanya menyampaikan informasi mengenai hasil operasi keuangan perusahaan kepada pemakai, tetapi mengabaikan eksternalitas dari operasi yang dilakukannya, misalnya polusi udara, pencemaran air, pemutusan hubungan kerja, dan lainnya. Akhir-akhir ini banyak sekali ditemukan berita di surat kabar mengenai dampak operasi perusahaan yang tidak memperhatikan
lingkungan di mana mereka beroperasi. Misalnya berita di harian
Kompas 25 Juni 2010 mengenai eksploitasi batu bara yang kurang
memperhatikan daya dukung kawasan terus mengancam kelestarian lingkungan Hal ini akan mengancam kehidupan masyarakat pada masa mendatang. Berita yang menjadi isu penting akhir-akhir ini adalah mengenai kecelakaan yang berasal dari tabung gas yang telah merenggut beberapa korban. Berita lainnya menyangkut kesejahteraan karyawan atau pemutusan hubungan kerja. Seharusnya bidang akuntansi memperhatikan hal seperti ini dan berperan dalam mengatasi masalah sosial dan lingkungan sebagai bentuk pertanggung-jawaban sosial perusahaan terhadap pemangku kepentingan.
Makalah ini membahas mengenai perlunya laporan pertanggungjawaban sosial dan lingkungan, bentuk laporan pertanggungjawaban sosial dan lingkungan, dan penerapannya di Indonesia. Laporan pertanggungjawaban sosial dan lingkungan tidak hanya bermanfaat bagi stakeholders, tetapi juga bagi perusahaan. Karena semakin pentingnya laporan ini selayaknya mendapatkan perhatian dari regulator. Selama ini belum banyak pengaturan yang dilakukan oleh regulator. Pengaturan yang dilakukan hanya bersifat persuasif.
-
II. KAJIAN PUSTAKA
Tanggung Jawab Perusahaan
Tanggung jawab perusahaan merupakan suatu hal yang penting untuk dibahas sebelum pembahasan mengenai laporan
pertanggungjawaban. Akan tetapi, sebelum membahas tanggung jawab perusahaan perlu kiranya membahas perusahaan bisnis. Ada beberapa teori yang dapat menjelaskan keberadaan perusahaan, antara lain concession theory dan agency theory.
Menurut pandangan concession theory, pada dasarnya perusahaan eksis karena konsesi atau hak istimewa yang diberikan oleh negara (Deegan, 2004:193). Dengan demikian, perusahaan ada karena negara memberikan hak atau konsesi untuk menjalankan usaha di suatu negara, dampaknya adalah kepentingan individu atau kelompok tertentu berada di bawah kepentingan publik. Hal ini mempengaruhi tanggung jawab perusahaan. Perusahaan bertanggung jawab tidak hanya kepada pemilik dan kreditor, tetapi juga kepada publik.
Teori kedua yang menjelaskan keberadaan perusahaan adalah theory keagenan. Perusahaan merupakan kumpulan kontrak antara berbagai pihak yang berkepentingan. Dalam hal ini perusahaan tidak dapat dipandang sebagai entitas yang terpisah dengan berbagai pihak yang berkepentingan. Hal ini berdampak terhadap tanggung jawab yang dipikul oleh perusahaan. Perusahaan bertanggung jawab terhadap pihak-pihak yang berkepentingan dengan keberadaan perusahaan.
Berdasarkan pembahasan teori di atas, berbagai dimensi tanggung jawab perusahaan dapat diidentifikasi. Perusahaan
sebagai konsesi dari negara dan sebagai kumpulan kontrak antara berbagai pihak berkepentingan mempunyai tanggung jawab kepada berbagai pihak yang terkait dengan perusahaan. Investor dan kreditor merupakan pihak yang selama ini mendapat perhatian utama (SFAC No. 1). Namun, berdasarkan penjelasan dua teori di atas perusahaan juga bertanggung jawab kepada pihak lain, yaitu karyawan, pemasok, konsumen, pemerintah, dan organisasi lain yang berkepntingan terhadap keberadaan perusahaan.
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
Dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah revolusi industri perkembangan perusahaan semakin cepat. Hal ini ditunjukan dengan adanya pabrik-pabrik yang menggunakan teknologi baru untuk meningkatkan produktivitasnya. Penggunaan sumber daya masusia dan alam juga semakin besar. Dalam usaha untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, perusahaan mengambil berbagai tindakan, antara lain menggunakan teknologi modern dalam berproduksi, melakukan akuisisi, penggunaan sumber daya yang lebih murah, pengurangan biaya, dan usaha lainnya untuk meningkatkan produktivitas. Semuanya dilakukan untuk memberikan hasil yang lebih banyak kepada pemegang saham.
Tindakan perusahaan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, di satu sisi akan meningkatkan produktivitas perusahaan,
tetapi di sisi lain mungkin akan merugikan pihak-pihak yang berkepentingan, antara lain karyawan, konsumen, dan masyarakat. Dalam usaha untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi sering kali mengakibatkan perusakan lingkungan, berupa pencemaran air, penggundulan hutan, pencemaran udara, dan lainnya. Perusahaan menganggap semua yang dilakukannya sebagai eksternalitas dari usaha meningkatkan produktivitas dan efisiensi perusahaan.
Berdasarkan pembahasan teori sebelumnya, keberadaan perusahaan tidak terlepas dari kepentingan berbagai pihak. Investor berkepentingan terhadap sumber daya yang diinvestasikan di perusahaan. Kreditor berkepentingan terhadap pengembalian pokok dan bunga pinjaman. Pemerintah berkepentingan terhadap kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku agar kepentingan masyarakat secara umum tidak terganggu (Satyo, 2005). Namun, yang tak kalah pentingnya adalah pihak-pihak yang selama ini kurang mendapat perhatian, yaitu karyawan, pemasok, pelanggan, dan masyarakat di sekitar perusahaan. Karyawan perlu mendapatkan penghasilan dan jaminan sosial yang layak. Bila memungkinkan, karyawan memerlukan pendidikan dan pelatihan teknis untuk meningkatkan keahlian sehingga dapat meningkatkan karier di perusahaan. Pemasok berkepentingan terhadap pelunasan utang dagang. Pelanggan berkepentingan terhadap kualitas produk
perusahaan. Terakhir, masyarakat yang tinggal di sekitar perusahaan berkepentingan terhadap dampak sosial dan lingkungan
yang berasal dari aktivitas perusahaan.
Perusahaan bertanggung jawab terhadap berbagai pihak yang berkepentingan. Selama ini perusahaan cenderung untuk mementingkan kepentingan investor, sedangkan kepentingan pihak lain, seperti karyawan dan masyarakat diabaikan, dianggap sebagai eksternalitas untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi perusahaan. Misalnya untuk meningkatkan persaingan nilai upah ditekan untuk meningkatkan daya saing perusahaan dan tidak ada jaminan kelanggengan bekerja bagi buruh harian lepas (Kompas, 2 Juli 2010). Pengurangan upah buruh dan ketiadaaan jaminan kerja akan menguntungkan pihak pemilik perusahaan. Masalah kualitas produk, masalah lingkungan yang ditimbulkan dari kegiatan operasi perusahaan berupa perusakan lingkungan dari perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan. Eksploitasi batu bara yang kurang memperhatikan daya dukung kawasan terus mengancam kelestarian lingkungan (Kompas, 25 Juni 2010).
Berdasarkan contoh dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan operasi perusahaan, maka tanggung jawab perusahaan tidak terbatas pada investor, yaitu memberikan pengembalian yang maksimal kepada investor. Kepentingan publik dan lingkungan juga perlu mendapat perhatian perusahaan sebagai dukungan atas operasi perusahaan. Pelestarian lingkungan di samping bermanfaat
bagi masyarakat di sekitar juga bermanfaat bagi perusahaan khususnya perusahaan yang memanfaatkan lingkungan dan mendapatkan keuntungan dari lingkunganya. Misalnya, perusahaan di bidang perhotelan. Hotel perlu memelihara lingkungan untuk memberikan perasaaan nyaman kepada wisatawan yang menginap.
Teori yang Mendukung Laporan Pertanggungjawaban Sosial dan Lingkungan
Salah satu tujuan pelaporan keuangan dalam SFAC No. 1 adalah untuk pertanggungjawaban atas penggunaan sumber daya. Terkait dengan laporan pertanggungjawaban sosial dan lingkungan, selama ini memang belum ada pengaturan yang mewajibkan pelaporannya di Indonesia dan beberapa negara Asia, kecuali di Eropa (Basyit, 2005). Akan tetapi, beberapa teori mendukung insentif perusahaan untuk melaporkannya kepada publik. Beberapa teori yang mendukung penyampaian laporan pertanggungjawaban sosial dan lingkungan adalah legitimacy theory dan stakeholder theory (Deegan, 2004: 292).
Legitimacy Theory
Legitimacy theory menjelaskan bahwa organisasi secara
kontinu akan beroperasi sesuai dengan batas-batas dan nilai yang
diterima oleh masyarakat di sekitar perusahaan dalam usaha untuk mendapatkan legitimasi. Norma perusahaan selalu berubah mengikuti perubahan dari waktu ke waktu sehingga perusahaan harus mengikuti perkembangannya. Usaha perusahaan mengikuti perubahan untuk mendapatkan legitimasi merupakan suatu proses yang dilakukan secara berkesinambungan.
Proses untuk mendapatkan legitimasi berkaitan dengan kontrak sosial antara yang dibuat oleh perusahaan dengan berbagai pihak dalam masyarakat. Kinerja perusahaan tidak hanya diukur dengan laba yang dihasilkan oleh perusahaan, tetapi ukuran kinerja lainnya yang berkaitan dengan berbagai pihak yang berkepentingan. Untuk mendapatkan legitimasi perusahaan memiliki insentif untuk melakukan kegiatan sosial yang diharapkan oleh masyarakat di sekitar kegiatan operasional perusahaan. Kegagalan untuk memenuhi harapan masyarakat akan mengakibatkan hilangya legitimasi dan kemudian akan berdampak terhadap dukungan yang diberikan oleh masyarakat kepada perusahaan.
Pengungkapan perusahaan melalui laporan keuangan tahunan merupakan usaha perusahaan untuk mengkomunikasikan aktivitas sosial yang telah dilakukan oleh perusahaan untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat sehingga kelangsungan hidup perusahaan terjamin. Perusahaan akan menunjukkan bahwa
perusahaan mampu memenuhi kontrak sosial dengan masyarakat di sekitarnya.
Stakeholder Theory
Stakeholder theory mempertimbangkan berbagai kelompok (stakeholders) yang terdapat dalam masyarakat dan bagimana harapan kelompok stakeholder memiliki dampak yang lebih besar (lebih kecil) terhadap strategi perusahaan. Teori ini berimplikasi terhadap kebijakan manajemen dalam mengelola harapan stakeholder. Stakeholder perusahaan pada dasarnya memiliki ekspektasi yang berbeda mengenai bagaimana perusahaan dioperasikan. Perusahaan akan berusaha untuk mencapai harapan stakeholder yang berkuasa dengan penyampaikan pengungkapan, termasuk pelaporan aktivitas sosial dan lingkungan.
Akuntansi Sosial dan Lingkungan
Berdasarkan teori yang telah dikemukan pada bagian sebelumnya, akuntansi sosial dan lingkungan menjadi perhatian perusahaan karena perusahaan berusaha memenuhi harapan pihak-pihak terkait dalam upaya mendapatkan legitimasi. Stakeholder theori menjelaskan bahwa perusahaan akan memenuhi harapan stakeholder perusahaan sehingga perusahaan akan berupaya untuk menyampaikan laporan yang menyajikan informasi mengenai upaya perusahaan untuk memenuhi tanggung jawab
sosial dan lingkungan. Akuntansi sosial dan lingkungan yang dikenal selama ini berbentuk corporate social responsibility (CSR) dan sustainability reporting (SR). Selain itu, akuntansi sosial dan lingkungan juga dapat diterapkan dalam bidang akuntansi manajemen dan auditing.
Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial dan Lingkungan
Akuntansi pertanggungjawaban sosial dan lingkungan berada dalam koridor akuntansi keuangan. Bentuk akuntansi pertanggungjawaban sosial selama ini dikenal dengan istilah corporate social responsibility (CSR) dan sustainability reporting (SR). Laporan akuntansi pertanggungjawaban sosial dapat dilaporkan pada annual report atau sebagai laporan terpisah dari annual report. Akuntansi CSR dan SR menjadi perhatian perusahaan sesuai dengan teori legitimasi dimana perusahaan berusaha untuk memenuhi harapan berbagai pihak yang terkait dalam upaya mendapat dukungan dan kepercayaan dari masyarakat. Akuntansi CSR didefinisikan sebagai proses seleksi variable-variabel kinerja sosial tingkat perusahaan, ukuran, dan prosedur pengukuran, yang secara sistematis mengembangkan informasi yang bermanfaat untuk mengevaluasi kinerja sosial perusahaan dan mengkomunikasikan informasi tersebut kepada kelompok sosial yang tertarik, baik di dalam maupun di luar perusahaan (Angraini, 2006: 5). SR merupakan isu baru yang kemudian berkembang terkait dengan
pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan berkesinambungan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan dunia sekarang tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya. Hal ini terkait dengan kebutuhan untuk memproteksi lingkungan (Gaffikin, 2008 : 206). SR tidak sekadar melaporkan bagaimana menjaga kelestarian lingkungan, pembuangan limbah, dampak sosial atas operasi perusahaan, tetapi mencakup pula bagaimana program dan kinerja perusahaan atas pengembangan masyarakat (community development) terutama di daerah operasi perusahaan (Laily, 2005).
Menurut Gaffikin (2008 : 201), ide pertanggungjawaban sosial perusahaan bisnis sudah ada pada zaman Yunani Klasik. Perusahaan bisnis diharapkan untuk menerapkan standar yang tinggi mengenai moralitas dalam perdagangan. Pada zaman pertengahan di Eropa, Gereja mewajibkan industri dan perusahaan bisnis berperilaku sesuai dengan kode moral Gereja. Isu ini kemudian menjadi hangat di Amerika Serikat pada tahun 1960. Pada tahun 2000 perhatian serupa diberikan oleh Global Reporting Initiative (GRI), sebagai bagian dari program lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang memberikan pedoman SR yang meliputi tiga elemen, yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial yang selanjutnya direvisi pada tahun 2002 (Satyo, 2005).
Pedoman GRI meliputi bagian-bagian sebagai berikut (GRI, 2002).
-
1. Bagian pengantar memberikan informasi mengenai overview tentang sustainability reporting.
-
2. Bagian pertama memberikan definisi isi, kualitas, dan batasan laporan.
-
3. Bagian kedua memberikan petunjuk mengenai standar pengungkapan dalam SR. Pengungkapan dalam SR meliputi pengungkapan informasi yang relevan dan material mengenai organisasi yang menjadi perhatian berbagai stakeholder. Standar pengungkapan meliputi tiga bagian yaitu, sebagai berikut.
-
a. Strategi dan profil perusahaan.
-
b. Pendekatan manajemen.
-
c. Indikator kinerja yang meliputi ekonomi, lingkungan, dan sosial.
Pedoman pelaporan yang tertuang dalam Sustainability Reporting GRI 2000—2006 dapat dilihat pada Gambar 1.
Pedoman pengungkapan GRI telah memberikan rerangka pelaporan yang lebih menyeluruh mengenai kinerja perusahaan. SR GRI berbeda dengan laporan keuangan yang selama ini digunakan, terutama dalam pelaporan kinerja perusahaan yang hanya melaporkan kinerja ekonomi perusahaan, tetapi mengabaikan kinerja sosial dan lingkungan.
Pelaporan informasi sosial dan lingkungan ternyata bermanfaat bagi perusahaan. Bewley dan Magnes (2008)
menemukan bahwa perusahaan mengungkapkan perusahaan menggunakan pengungkapan lingkungan untuk membedakan perusahaan dengan perusahaan lain. Pengungkapan merupakan signal mengenai informasi keuangan perusahaan pada masa depan. Mahoney et al. (2008) menemukan laporan CSR secara positif mempengaruhi Return on Asset Perusahaan.
Gambar 1 Sustainability Reporting Guidelines GRI
Optionsfor Reporting
Sumber: Sustainability Reporting Guidelines (GRI, 2002)
Akuntansi Manajemen Lingkungan
Akuntansi lingkungan tidak terbatas akuntansi keuangan, tetapi juga diterapkan pada akuntansi manajemen. Akuntansi manajemen lingkungan digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi efisiensi penggunaan sumber daya, mengurangi dampak lingkungan dari operasi perusahaan. Sesuai dengan pembahasan teori sebelumnya, stakeholder theory, Arfan (2008: 112) mengidentifikasi manfaat manajemen lingkungan bagi perusahaan, pemerintah, dan masyarakat.
Audit Sosial
Salah satu bagian dari akuntansi sosial adalah audit sosial. Tujuan audit sosial adalah untuk menilai kinerja perusahaan dalam hubungannya dengan harapan dan kebutuhan masyarakat (Deegan, 2004:322). Hasil audit sosial digunakan sebagai bahan pertimbangan perusahaan untuk mengungkapkan kegiatan sosial perusahan dan sebagai dasar untuk kegiatan dialog dengan masyarakat.
-
III. PEMBAHASAN
Beberapa perusahaan telah menerapkan akuntansi
lingkungan di Indonesia. Berikut ini dibahas mengenai penerapannya pada perusahaan publik di Bursa Efek Indonesia.
Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial dan Lingkungan
Regulasi mengenai akuntansi pertanggungjawaban sosial di Indonesia telah diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 57 yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Akuntansi dampak lingkungan dari aktivitas perusahaan juga telah diatur SAK. PSAK No. 1 paragraf 9 telah memberikan penjelasan mengenai penyajian dampak lingkungan sebagai berikut.
“…Perusahaan menyajikan laporan tambahan mengenai lingkungan hidup (atau nilai tambah), khususnya bagi industri dengan sumber daya utama terkait dengan lingkungan hidup (atau karyawan dan stakeholder lainnya sebagai pengguna laporan keuangan penting)”.
PSAK No. 1 belum mengatur dengan tegas, tetapi mengatur pengungkapan dampak lingkungan. Perlakuan akuntansi dampak lingkungan juga diatur di dalam PSAK No. 32 mengenai Akuntansi Kehutanan dan PSAK No. 33 tentang Akuntansi Pertambangan Umum. PSAK No. 32 dan 33 semestinya sudah memadai untuk mengatur perlakuan akuntansi lingkungan.
Tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur oleh pemerintah melalui Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal dan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas telah mengatur
upaya dalam kewajiban perusahaan dalam melestarikan lingkungan.
Pasal 17, Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25, Tahun
2007 tentang Penanaman Modal misalnya menyatakan sebagai berikut.
“Penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup, yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Tanggung jawab sosial dan lingkungan tertuang dengan jelas pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40, Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 74 menyatakan sebagai berikut.
-
(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang
dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
-
(2) Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
-
(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
-
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan
lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah.
Tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan telah diatur dengan tegas dalam peraturan perundang-undangan. Demikian pula SAK telah menuangkannya dalam bentuk petunjuk perlakuan akuntansi tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Aplikasi akuntansi pertanggungjawaban sosial dan lingkungan yang selama ini dipubikasikan antara lain Anggraini (2006) dan Ja’far dan Arifah (2006). Penelitian Anggraini (2006) bertujuan untuk mengetahui sejauh mana perusahaan menunjukkan tanggung jawabnya terhadap kepentingan masyarakat. Evaluasi dilakukan terhadap laporan keuangan tahunan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Perusahaan yang terdaftar di BEI sebagian besar telah mengungkapkan kinerja ekonomi berupa tanggung jawab perusahaan terhadap karyawannya, yaitu dalam bentuk pemberian uang pesangon, pensiun, dan bonus. Pengungkapan ini dilakukan karena adanya tekanan dari pemerintah dan profesi akuntan, berupa surat keputusan No. Kep-150/Men/2000 tentang penyelesaian pemutusan hubungan kerja dan penetapan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan ganti kerugian di perusahaan, serta PSAK No. 57 yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Sebagian besar perusahaan perbankan dan asuransi (lebih dari 50%) mengungkapkan informasi
mengenai praktik kerja, yaitu informasi yang berkaitan dengan tanggung jawab perusahaan dalam pengembangan sumber daya manusia. Selain itu, perusahaan juga sudah mengungkapkan kegiatan-kegiatan sosial, berupa pemberian sumbangan, serta tanggung jawab perusahaan terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Hal ini dilakukan untuk memenangi persaingan yang semakin ketat. Namun, masih sedikit perusahaan yang melaporkan kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan.
Penelitian lain yang dilakukan dalam konteks akuntansi lingkungan dilakukan oleh Ja'far S. dan Arifah (2006). Ja'far S. dan Arifah (2006) meneliti perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Berdasrkan jawaban kuesioner, mereka menemukan adanya tindakan proaktif pihak manajemen untuk melakukan manajemen lingkungan dan rata-rata kinerja lingkungan mereka cukup tinggi. Sementara itu manajer mempersepsikan bahwa dorongan manajemen lingkungan yang dilakukan pihak eksternal berada pada level sedang. Dari 53 perusahaan sampel, 20 perusahaan menerbitkan environmental disclosure dalam annual report.
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut beberapa perusahaan telah mengungkapkan aktivitas sosial karena dorongan persaingan yang semakin ketat dan adanya peraturan yang mewajibkan. Namun, pengungkapan aktivitas lingkungan masih sedikit dilakukan. Suharto (2004) menyebutkan beberapa kesulitan
manajemen keuangan untuk melaporkan kewajiban lingkungan, yaitu sebagai berikut.
-
a. Permintaan atas pengungkapan informasi lingkungan dalam pelaporan keuangan belum ada secara tegas.
-
b. Biaya dan manfaat dalam rangka menyajikan informasi lingkungan dalam laporan keuangan dirasakan tidak seimbang oleh perusahaan.
-
c. Pengenalan kewajiban bersyarat.
-
d. Kesulitan dalam mengidentifikasi biaya-biaya lingkungan.
Satyo (2005) memberikan tiga kendala pelaporan SR, yaitu (1) rendahnya political will dari manajemen tingkat atas, (2) tidak adanya standar pelaporan SR, dan (3) tidak adanya pengukuran kinerja SR. Gray (2008) menyatakan bahwa akuntansi sosial belum terorganisasi dalam area koheren atau aktivitas.
Penerapan akuntansi sosial dan lingkungan belum sepenuhnya diterapkan oleh perusahaan publik di Indonesia. Khususnya akuntansi lingkungan, berdasarkan hasil penelitian perusahaan publik di Indonesia, masih sedikit perusahaan yang melaporkannya dalam annual report sehingga perlu dicari jalan keluarnya untuk meningkatkan penerapannya.
Usaha Meningkatkan Pelaporan Akuntansi Sosial dan Lingkungan
Dampak aktivitas perusahaan perlu dilaporkan sebagai
perwujudan tanggung jawab perusahaan kepada pemangku
kepentingan. Rendahnya kesadaran pelaporan dampak lingkungan disebabkan oleh beberapa kendala pelaporannya. Karena pentingnya akuntansi sosial dan lingkungan yang dikenal dengan SR, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan penerapannya. Berikut ini dibahas beberapa upaya yang dapat diterapkan.
Penyusunan Standar Akuntansi Lingkungan
Dalam upaya untuk memiliki pedoman SR, IAI diharapkan menyusun pedoman SR. Adanya standar yang baku dan bersifat mandatory mengatur SR akan meningkatkan pelaporan SR untuk perusahaan yang aktivitasnya mempengaruhi masyarakat dan lingkungan. Aras dan Crowther (2008) menyatakan bahwa kebutuhan standar dalam menganalisis dan mengukur sustainability dan memberikan petunjuk model yang lengkap mengenai impikasi distribusi dan dikembangkan menjadi model yang dapat dioperasionalkan. Kebutuhan standar pelaporan juga terkait dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25, Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40, Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang mengatur upaya dalam kewajiban perusahaan dalam melestarikan lingkungan. Usaha ini mungkin akan menemukan kendala terkait dengan pengukuran dan hambatan dalam proses
penyusunanya karena standar akuntansi sosial dan lingkungan berkaitan dengan konsekuensi ekonomi perusahaan. Masalah
pengukuran dapat diatasi dengan pelaporan nonkeuangan.
Mewajibkan untuk Menerapkan Pedoman Pelaporan yang Sudah Ada
Pelaporan akuntansi triple bottom GRI telah diwajibkan di negara Eropa. Indonesia mungkin dapat mewajibkan pelaporan GRI untuk perusahaan yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya alam dan aktivitasnya berdampak terhadap sosial dan lingkungan di sekitar perusahaan.
Memberikan Penghargaan atas Perusahaan yang Telah Menyelenggarakan SR
Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Manajemen telah menyelenggarakan Indonesia Sustainability Reporting Award (ISRA), yaitu penghargaan yang diberikan kepada perusahaan yang telah menerapkan SR dengan baik. Dampak dari penghargaan ini diharapkan akan meningkatkan reputasi perusahaan dan kemudian kesadarannya dalam melaporkan apa saja yang telah mereka lakukan untuk memberikan nilai tambah untuk sosial dan lingkungan.
Audit Sosial dan Lingkungan
Adanya pelaporan lingkungan harus disertai dengan audit sosial dan lingkungan. Tujuan audit adalah untuk meningkatkan
kredibilitas SR. Pelaksana audit dapat diserahkan kepada akuntan independen.
Mengembangkan Mekanisme Good Corporate Governance (GCG) untuk Memastikan Penerapan Kewajiban Sosial dan Lingkungan
Untuk memastikan penerapan tanggung jawab sosial dan lingkungan diperlukan mekanisme GCG. Mekanisme GCG yang selama ini hanya melindungi investor khususnya, di pasar modal. Mekanisme GCG dapat diperluas, yaitu untuk melindungi seluruh pemangku kepentingan misalnya pemerintah, pelanggan, pemasok, dan masyarakat. Dalam aplikasinya peran komisaris independen dapat diperluas yang sebelumnya hanya melindungi kepentingan pemegang saham minoritas diperluas untuk melindungi kepentingan seluruh pemangku kepentingan. Perusahaan juga harus mempublikasi laporan akuntansi sosial dan lingkungan kepada seluruh pemangku pepentingan melalui media massa, sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan kepada seluruh pemangku kepentingan. Untuk menjamin kredibilitas laporan akuntansi sosial dan lingkungan, laporan perlu diaudit oleh akuntan.
-
IV. SIMPULAN
Akuntansi sosial dan lingkungan telah menjadi topik yang
perlu mendapat perhatian akuntan. Isu ini menjadi penting karena
perusahaan perlu mempertanggungjawabkan dampak aktivitas operasinya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Akuntansi tradisional hanya memberikan informasi ekonomi terutama yang bersifat keuangan kepada investor dan kreditor untuk pengambilan keputusan. Sehubungan dengan itu, perlu dikembangkan ukuran kinerja lebih luas untuk memperbaiki ukuran yang kinerja yang telah ada. Ukuran kinerja tradisional dipandang kurang memadai untuk tujuan sustainability development.
Akuntansi pertanggungjawaban sosial dan lingkungan telah diterapkan oleh perusahaan di Indonesia. Namun khususnya penerapan akuntansi lingkungan masih kurang karena adanya kendala dalam penerapannya. Akuntan perlu mencari jalan keluar untuk meningkatkan penerapnnya. Pertama, dengan pembuatan standar pelaporan sustainability reporting (SR). Standar yang baku dan mewajibkan penerapannya khusus bagi perusahaan yang aktivitasnya berdampak pada lingkungan. Kedua, mewajibkan perusahaan untuk menyusun SR dengan pedoman yang telah ada, misalnya pedoman SR yang dikeluarkan oleh GRI. Ketiga, memberikan penghargaan bagi perusahaan yang telah menerapkan SR dengan baik. Keempat, audit lingkungan untuk meningkatkan kredibilitas SR. Terakhir, mekanisme GCG perlu dikembangkan untuk melindungi seluruh kepentingan pemangku kepentingan.
DAFTAR PUSTAKA
Angraini. 2006. ”Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan yang Terdaftar Bursa Efek Jakarta)”. Disampaikan di Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang.
Aras, Guler dan Crowther, David. 2008. “Evaluating Sustainability: a Need for Standards”. Issues in Social and Enviromental Accounting. Vol. 2, No. 1, June 2008, pp. 19—35.
Basyit. 2005. “Eropa: Sustainability Reporting Sudah Menjadi Kewajiban”. Akuntansi, Edisi 47, Tahun XII, Juli 2005. Hal. 18-19.
Bewley. 2008. “The Impact of A Change in Regulation on Environmental Disclosure: SAB92 and the US Chemical Industry”. Issues in Social and Enviromental Accounting. Vol. 2, No. 1, June 2008, pp. 61—88.
Deegan, Craig. 2004. Financial Accounting Theory. Australia: McGraw-Hill
Financial Accountant Standard Board. 1996. Standard of Financial Accounting Concepts . Norwalk: John Wiley & Sons Inc.
Gaffikin, Michael. 2008. Accounting Theory Research, Regulation and Accounting Practice. N.S.W.: Pearson Education.
Global Reporting Initiative. 2002. Sustainability Reporting Guidelines.
Gray, Rob. 2008. “Social and Eviromental Accounting and Reporting: From Ridicule to Revolution? From Hope to Hubris? – A Personal Review of Field”. Issues in Social and Enviromental Accounting. Vol. 2, No. 1, June 2008, pp. 3—18.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
Ja'far S., Muhammad dan Arifah, Dista Amalia. 2006. ”Pengaruh Dorongan Manajemen Lingkungan, Manajemen Lingkungan Proaktif dan Kinerja Lingkungan terhadap Public Environmental Reporting. Disampaikan di Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang.
Kompas, 2 Juli 2010. “Bercermin pada Sejarah Kelam”. Hal 17.
Kompas, 25 Juni 2010. “Kepala Daerah Turut Terlibat Merambah”. Hal 27.
Lily. 2005. “Indonesia Sustainability Reporting Award”. Akuntansi. Edisi 47. Tahun XII, Juli 2005. Hal. 17.
Mahoney, Lois, LaGore, W., dan Scazzero, J. A. 2008. “Corporate Social Performance, Financial Performance for Firm that Restate Earnings”. Issues in Social and Enviromental Accounting. Vol. 2, No. 1, June 2008, pp. 104—130.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25, Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
______. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40, Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Satyo. 2005. “Perlu Political Will yang Kuat”. Akuntansi. Edisi 47. Tahun XII, Juli 2005. Hal. 10—11.
____. 2005. “Sustainability Reporting: Paradigma Baru Pelaporan Perusahaan”. Akuntansi. Edisi 47. Tahun XII, Juli 2005. Hal. 5—9.
Suharto, Harry. 2004. “Standar Akuntansi Lingkungan: Kebutuhan Mendesak”. Akuntansi. Edisi 42. Tahun XI, Juli 2004. Hal. 4— 5.
26
Discussion and feedback