KECUKUPAN PSAK 18 TENTANG AKUNTANSI DANA PENSIUN DALAM MENGAKOMODASI KEBUTUHAN STANDAR AKUNTANSI INVESTASI TANAH DAN BANGUNAN
on
KECUKUPAN PSAK 18 TENTANG AKUNTANSI DANA PENSIUN DALAM MENGAKOMODASI KEBUTUHAN STANDAR AKUNTANSI INVESTASI TANAH DAN BANGUNAN
A. A. N. B. DWIRANDRA
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi, Universitas Udayana
ABSTRACT
Accounting has power to control organization and social activities through numbers stated on the financial report. One way to produce these magnificent numbers is through the match of accounting treatment with accounting standard. This article criticizes whether the need of accounting standard on property investment of the pension fund has sufficiently been accommodated by PSAK 18. This study is motivated by an expectation that PSAK 18 does not provide sufficient support on the matter, because firstly, management of pension fund does not use PSAK 18 as the only basis for financial reporting; secondly, pension fund transactions is unique and develop rapidly thus the existing standard is not sufficient.
The result shows that PSAK 18 has not been able to sufficiently accommodate the need of accounting standard on property investment related to measurement concept and presentation of the following transactions (1) jointly acquired investment asset; (2) the appropriate and inappropriate investment according to investment direction; (3) differences in investment status; and (4) notes on financial report. It is recommended to revise PSAK 18 by adjusting sentences and adding clauses.
Keywords: PSAK, investment asset, pension fund accounting.
IAI (1994) menekankan latar belakang penyusunan PSAK 18 karena ditinjau dari misi dan kegiatan usahanya, yaitu dana pensiun mempunyai kekhususan yang berbeda dengan suatu perusahaan sehingga informasi keuangan pokok yang perlu disajikan dalam laporan keuangan juga mempunyai kekhususan. Diharapkan standar ini akan menghindari salah saji dan ketidakseragaman perlakuan transaksi dana pensiun. Sementara Subianto (1994) dalam sambutan pengesahan PSAK 18, yang dihasilkan oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) menekankan pentingnya dana pensiun sebagai suatu lembaga yang mandiri dan mendapatkan kepercayaan untuk mengelola dana milik peserta program pensiun, membuat laporan tertentu sehubungan dengan pertanggungjawabannya. Laporan keuangan yang disajikannya
menjadi lebih andal dan dapat diperbandingkan dengan berlakunya Standar Akuntansi Keuangan untuk Dana Pensiun (PSAK 18). Petikan lebih terperinci dari sambutan beliau adalah sebagai berikut.
Dana pensiun sebagai suatu lembaga yang mandiri dan mendapatkan kepercayaan untuk mengelola dana milik peserta program pensiun haruslah dikelola secara profesional. Sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, pengurus dana pensiun secara berkala berkewajiban untuk membuat laporan tertentu sehubungan dengan pertanggung-jawabannya. Salah satu laporan penting adalah laporan keuangan. Mengingat bahwa misi dan kegiatan dana pensiun adalah berlainan dengan perusahaan, maka sudah jelas perlu disusun standar akuntansi secara khusus sebagai pedoman bagi dana pensiun dalam penyusunan laporan keuangan. Kami sangat gembira bahwa Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dengan tanggap telah mengisi kebutuhan tersebut dengan berhasil menyusun Standar Akuntansi Keuangan untuk dana pensiun. Dengan berlakunya Standar Akuntansi Keuangan tersebut diharapkan agar laporan keuangan dana pensiun dapat menyajikan informasi keuangan yang signifikan secara lebih andal dan dapat diperbandingkan sehingga dapat meningkatkan keamanan dan kredibilitas dana pensiun.
Perkembangan dana pensiun begitu pesat terutama bagi dana pensiun yang mengelola program
Pensiun manfaat pasti. Kondisi ini diakselerasi terutama oleh penerapan secara konsekwen perundangan dana pensiun yang menekankan pemisahaan organisasi pengelola dana pensiun dengan pemberi kerjanya (perusahaan di mana peserta program pensiun bekerja). Faktor lain yang sangat signifikan adalah sebagai berikut. Pertama, pemenuhan kecukupan pendanaan untuk pembayaran manfaat pensiun dari pemberi kerjanya. Kedua, pengelola dana pensiun dituntut mampu mencapai tingkat hasil investasi agar mencapai kebutuhan pendanaan yang diperlukan pada berbagai jenis investasi yang sesuai dengan arahan investasi (Keputusan Menteri Keuangan No. 78/KMK.017/1995 tentang Investasi Dana Pensiun).
Pada kenyataannya sebagian besar pengelola dana pensiun memeliki jenis investasi yang tidak sesuai dengan arahan investasi. Disamping itu, penyajian laporan keuangannya menunjukkan ketidakseragaman satu dengan yang lainnya sehingga menyulitkan pihak otoritas dana pensiun melakukan kontrol. Kondisi ini juga menyulitkan pihak atau profesi terkait lainnya seperti akuntan publik, aktuaris, dan appraisal. Terkait dengan hal ini Dirjen Lembaga Keuangan menerbitkan beberapa surat keputusan terkait dengan pedoman penyusunan laporan investasi dan laporan keuangan dana pensiun.
Studi ini dilakukan didasari oleh dugaan ketidakcukupan PSAK 18 mengakomodasi kebutuhan standar akuntansi dana pensiun dengan adanya fenomena berikut. Pertama, pengelola dana pensiun tidak hanya menggunakan PSAK 18 sebagai acuan standar penyusunan dan pelaporan.
Kedua, transaksi dana pensiun memiliki keunikan dan berkembang pesat sehingga standar akuntansi keungan yang ada diduga tidak cukup memadai.
Artikel ini mengkritisi apakah kebutuhan standar akuntansi keuangan aktiva investasi tanah dan bangunan dana pensiun telah cukup diakomodasi dalam PSAK 18. Ketidakcukupan standar dalam mengakomodasi kebutuhan praktik akan membuka peluang kekeliruan dan ketidakseragaman penyajian atas aktiva investasi sehingga nilai kandungan informasi (information content) laporan keuangan menjadi berkurang sebagai akibat salah saji dan atau kehilangan daya banding (comparabiltity). Kajian ini diharapkan dapat memetakan kesenjangan PSAK 18 dalam memenuhi kebutuhan praktik akuntansi dana pensiun sekaligus usulan penyempurnaannya.
-
II. TINJAUAN TEORI
Jenis Investasi dan Isu Kontroversinya
Aktiva investasi sesuai dengan paragraf 3 PSAK 13 adalah suatu aktiva yang digunakan perusahaan untuk pertumbuhan kekayaan (accretion of wealth) melalui distribusi hasil investasi (seperti bunga, royalti, dividen, dan uang sewa) untuk apresiasi nilai investasi atau untuk manfaat lain bagi perusahaan yang berinvestasi seperti manfaat yang diperoleh melalui hubungan perdagangan. Jenis investasi dana pensiun di Indonesia sesuai dengan Kepmen No. 231/KMK.017/1993, adalah sebagai berikut.
-
(1) Deposito berjangka dan sertifikat deposito pada bank, (2) saham, obligasi, dan surat berharga lain yang tercatat di bursa efek di Indonesia, kecuali opsi dan warrant, (3) surat berharga pasar uang (SPBU) yang diterbitkan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia, (4) penempatan langsung pada saham atau surat pengakuan utang berjangka waktu lebih dari 1 tahun yang diterbitkan oleh badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia, (5) tanah dan bangunan di Indonesia.
Jenis aktiva investasi yang sesuai dengan keputusan menteri tersebut dikategorikan sebagai investasi yang sesuai dengan arahan investasi. Sebaliknya, yang tidak sesuai dengan arahan investasi dikategorikan sebagai investasi yang tidak sesuai dengan arahan investasi. Derivasi dari pengategorian ini menjadikan praktik akuntansinya cukup kontroversial. Hal ini terjadi karena walaupun tidak diatur dalam Keputusan Dirjen Lembaga Keuangan No. KEP-2344/LK/2003, ada konvensi (antara pengelolaan dana pensiun yang tergabung dalam Asosiasi Dana Pensiun dan otoritas pengendali dana pensiun) yang menetapkan bahwa jenis investasi yang tidak sesuai dengan arahan digolongkan sebagai aktiva lain-lain dan hasil investasinya diperlakukan sebagai pendapatan noninvestasi. Hasil investasi yang tidak sesuai dengan arahan investasi merupakan objek pajak penghasilan.
Sebaliknya, hasil investasi yang sesuai dengan arahan investasi bukan merupakan objek pajak. Di samping itu, dalam dana pensiun tidak dikenal adanya akun laba ditahan atau akun modal sehingga bagaimana mencatat akun ini saat penutupbukuan adalah suatu hal yang unik sekaligus menarik dalam konteks perlakuan akuntansi.
Silang pendapat lain terkait dengan perlakuan atas aktiva investasi ini adalah sebagai berikut. (1) Perlakuan atas aktiva investasi berupa tanah dan bangunan yang diperoleh secara gabungan. (2) Perlakuan atas aktiva investasi berupa tanah dan bangunan yang tidak sesuai dengan arahan investasi. (3) Perlakuan atas perbedaan hak kepemilikan investasi atas tanah dan bangunan, antara hak milik, HGB (hak guna bangunan, dan HGU (hak guna usaha). (4) Cara pemisahan nilai investasi tanah dan bangunan yang diperoleh gabungan. (5) Pengukuran dan pencatatan hasil investasi tanah dan bangunan. (6) Informasi tambahan yang perlu diungkap dalam catatan atas laporan keuangan.
-
III. PEMBAHASAN
Pentingnya Ketepatan Perlakuan Akuntansi dan Kesesuaiannya dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan atau Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
Bagaimanakah Akuntansi Investasi Tanah dan Bangunan Menurut PSAK 18?
Paragraf 28 PSAK 18 menyebutkan sebagai berikut.
"……….Investasi pada tanah dan bangunan dilaporkan berdasarkan nilai appraisal sebagai hasil penilaian independen……..”
Bila suatu aktiva, misalnya gedung digunakan sebagian untuk investasi dan sebagian untuk kegiatan operasional, penggolongan aktiva sebagai investasi atau aktiva operasional ditentukan berdasarkan yang mana yang lebih signifikan.
Uraian paragraf 28 di atas merupakan pengaturan khusus, sedangkan pengaturan umum sebagaimana lazimnya aktiva investasi tanah dan bangunan dapat mengacu pada paragraf lain pada PSAK terkait, seperti yang disebutkan dalam paragraf 22 PSAK 18, yaitu sebagai berikut.
Aktiva dana pensiun dinilai sesuai dengan SAK yang berlaku, namun mengingat tujuan dana pensiun dan kekhususan informasi yang diperlukan maka dalam neraca untuk aktiva tertentu di samping
nilai historis perlu ditentukan pula nilai wajarnya. Selisih antara nilai historis dan nilai wajar disajikan sebagai selisih penilaian investasi.
Berdasarkan narasi di atas dapat dikatakan sebagai berikut. (1) Paragraf ini belum menjelaskan perlu tidaknya pemisahan penyajian nilai tanah dan bangunan yang diperoleh secara gabungan. (2) Paragraf ini belum mengatur tentang penggolongan investasi tanah dan bangunan dan hasil investasinya jika tidak sesuai dengan arahan investasi, yang dalam praktik aktiva ini diperlakukan sebagai aktiva lain-lain dan hasilnya diperlakukan sebagai pendapatan lain-lain. (3) Paragraf ini juga belum mengatur perlakuan investasi tanah dan bangunan dalam kaitan dengan adanya perbedaan implikasi akuntansi antara kepemilikan dengan hak milik, hak guna usaha (HGU), dan hak guna bangunan (HGB). (4) Ketidakjelasan dasar pemisahan nilai menjadi aktiva operasional dan aktiva investasi dari gedung yang multifungsi.
PSAK disusun untuk mengakomodasi kekhususan akun tertentu sedangkan hal-hal umum diatur dalam ketentuan umum atau pada PSAK yang lainnya. Dengan demikian, dalam kaitan PSAK 18 terkait dengan investasi tanah dan bangunan perlu dilakukan kajian ke PSAK lainnya, tidak hanya melihat kandungan materi paragrafnya, tetapi juga konsistensinya.
Penyajian Nilai Investasi Tanah dan Bangunan yang Diperoleh secara Gabungan
Pemisahan penyajian nilai tanah dan bangunan yang diperoleh gabungan perlu dilakukan dengan alasan (1) antara tanah dan bangunan memiliki karakteristik yang berbeda, baik dalam kaitan dengan pengakuan beban penyusutan maupun kepekaan nilai wajarnya dan (2) masing-masing memiliki proporsi nilai yang material. Berdasarkan alasan ini jika tidak dilakukan pemisahan penyajian, informasinya tidak memuhi karaktersitik kualitatif laporan keuangan, yaitu relevan, keandalan, materialitas (berdasarkan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan).
Terkait dengan penyajian investasi tanah dan bangunan yang diperoleh secara gabungan, paragraf 34 PSAK 15 (IAI,1994) menyebutkan sebagai berikut.
Tanah dan bangunan harus diperlakukan sebagai aktiva yang terpisah untuk tujuan akuntansi walaupun diperoleh secara sekaligus. Tanah biasanya memiliki usia tak terbatas sehingga tidak disusutkan. Bangunan memiliki usia terbatas, sehingga disusutkan. Peningkatan nilai tanah tempat bangunan didirikan tidak mempengaruhi masa manfaat bangunan.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa cara penyajian akun tanah dan bangunan yang diperoleh secara gabungan sudah diatur dengan jelas dan cukup untuk mengatur aktiva investasi
tanah dan bangunan dengan status hak milik. Bagaimana halnya dengan investasi tanah dan bangunan dengan status HGU (hak guna usaha) dan HGB (hak guna bangunan) masih memerlukan kajian seperti berikut ini.
Akuntansi Investasi Tanah dan Bangunan dengan Hak Milik, HGB/Hak Pakai, dan HGU
Investasi tanah dan bangunan dengan hak milik telah diatur dalam paragraf 34 PSAK 15 (IAI, 1994), sedangkan investasi tanah dan bangunan dengan HGB/Hak Pakai dan HGU masih perlu dikaji lebih lanjut karena memiliki karakteristik dan implikasi berbeda, baik terhadap penyajian maupun alokasi bebannya.
Menurut Keputusan Menteri Negara Agraria No.2/1998 HGB atau hak pakai terbatas yaitu untuk HGB selama 30 tahun dan dapat diperpanjang 20 tahun. Hak pakai memiliki masa berlaku 25 tahun, sedangkan HGU yang merupakan hak pemanfaatan lahan memiliki masa manfaat antara 10—15 tahun. Ketiganya, baik HGB, hak pakai maupun HGU dapat dimohonkan perpanjangan selama tidak dibutuhkan oleh negera. Untuk HGB, setelah berakhirnya kepemilikan hak kedua, dapat diajukan permohonan menjadi hak milik bagi pemegang HGB orang pribadi tetapi tidak bagi badan usaha.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya ketiganya memiliki substansi karakteristik yang hampir sama. Namun, sedikit berbeda perlakuannya dengan hak milik. Investasi tanah dan bangunan dengan HGB, hak pakai maupun dengan HGU, seperti halnya investasi tanah dan bangunan dengan hak milik perlu dipisahkan penyajian antara nilai tanah dan bangunan. Perbedannya terletak pada pola pembebanannya, pada investasi tanah dan bangunan dengan hak milik, nilai tanah dengan tidak perlu disusutkan karena memiliki manfaat yang tak terbatas, namun tanah dalam investasi tanah dan bangunan berupa HGB, hak pakai, dan HGU perlu diamortisasi selama masa hak. Sedangkan nilai bangunan, dalam investasi tanah dan bangunan dengan hak milik, HGB, hak pakai, HGU disusutkan selama (masa manfaat) 20 tahun walaupun masa tiap-tiap jenis hak berbeda.
Akuntansi Investasi Tanah dan Bangunan dan Hasilnya yang tidak sesuai arahan investasi?
Aktiva investasi, baik yang sesuai dengan arahan investasi maupun yang tidak sesuai dengan arahan investasi pada dasarnya memiliki substansi yang sama, yaitu pendistribusi kekayaan dana pensiun pada aktiva yang diorientasikan untuk memupuk hasil yang maksimal guna tersedianya aset yang cukup memenuhi kewajiban manfaat pensiun. Perlakuan aktiva investasi yang tidak sesuai arahan investasi sebagai Aktiva Lain-lain dan hasilnya sebagai pendapatan lain-lain tidak sesuai dengan karakteristik kualitatif laporan keuangan, yaitu substansi mengungguli bentuk berdasarkan
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (IAI, 1994), yang menekankan sebagai berikut.
Jika informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan jujur transaksi serta peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka peristiwa tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi dan bukan hanya bentuk hukumnya. Substansi transaksi atau peristiwa lain tidak selalu konsisten dengan apa yang tampak dari bentuk hukum. ……”.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa seharusnya jenis investasi yang tidak sesuai dengan arahan disajikan sebagai aktiva investasi. Begitu juga dengan hasilnya digolongkan ke dalam pendapatan investasi. Ketentuan ini tidak mengeliminasi status objek pajak penghasilan bagi hasil investasi yang tidak sesuai dengan arahan investasi. Di samping itu, pengelola dana pensiun tetap melakukan penyesuaian dalam penyusunan laporan investasi dan melakukan koreksi fiskal untuk tujuan pemenuhan kewajiban perpajakan.
Kekeliruan dalam penyajian aktiva investasi yang tidak sesuai arahan berikut hasilnya akan sangat berpengaruh atas kewajaran laporan keuangan sehingga tujuan laporan keuangan dana pensiun tidak akan tercapai. Dengan demikian, sangat perlu menambahkan klausul dalam paragraf 28 PSAK 18 agar tersedia ketentuan pasti, dengan redaksional sebagai berikut.
Dalam hal jenis investasi tidak sesuai dengan arahan investasi tetap digolongkan sebagai Aktiva Investasi. Ketentuan ini tidak mengeleminasi kewajiban perpajakan dan penyesuaian untuk tujuan penyusunan laporan investasi.
Pemisahan Nilai Investasi Tanah dan Bangunan yang Diperoleh dengan Cara Gabungan.
Paragraf 28 PSAK 18 menyebutkan sebagai berikut.
Bila suatu aktiva, misalnya gedung digunakan sebagian untuk investasi dan sebagian untuk kegiatan operasional, penggolongan aktiva sebagai investasi atau aktiva operasional ditentukan berdasarkan yang mana yang lebih signifikan.
Dari uraian paragraf ini dapat dikatakan bahwa dasar pemisahan masih rancu karena kalimat yang berbunyi “………..berdasarkan yang mana yang lebih signifikan” dapat menimbulkan interpretasi ganda (ambigue interpretation). Kondisi ini tidak sesuai dengan karakteristik kualitatif laporan keuangan, yaitu pertimbangan yang sehat dan penyajian wajar berdasarkan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (IAI, 1994) yang menekankan sebagai berikut.
Pertimbangan Sehat
Penyusun laporan keuangan adakalanya menghadapi ketidakpastian peristiwa dan keadaan tertentu, seperti ketertagihan piutang yang diragukan, prakiraan masa manfaat pabrik serta peralatan, dan tuntutan atas jaminan garansi yang mungkin timbul. Ketidakpastian semacam itu diakui dengan mengungkapkan hakikat serta tingkatnya dan dengan menggunakan pertimbangan sehat (prudence) dalam penyusunan laporan keuangan. Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-hatian pada saat melakukan prakiraan dalam kondisi ketidakpastian sehingga aktiva atau penghasilan tidak dinyatakan terlalu tinggi dan kewajiban atau beban tidak dinyatakan terlalu rendah........”
Penyajian Wajar
Laporan keuangan sering dianggap menggambarkan pandangan yang wajar dari, atau menyajikan dengan wajar posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan. Meskipun kerangka dasar ini tidak menangani secara langsung konsep tersebut, penerapan karakteristik kualitatif pokok dan standar akuntansi keuangan yang sesuai biasanya menghasilkan laporan keuangan yang menggambarkan apa yang pada umumnya dipahami sebagai suatu pandangan yang wajar dari atau menyajikan dengan wajar informasi semacam itu.
Sebagai acuan, PSAK 16 tentang aktiva tetap dan PSAK 47 tentang akuntansi tanah menyebutkan hal sebagai berikut.
Harga perolehan dari masing-masing aktiva tetap yang diperoleh secara gabungan ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing aktiva yang bersangkutan (PSAK 16, paragraf 19).
Perolehan tanah dan prasarana yang berada di atas atau di bawah tanah secara gabungan, dialokasi kepada aktiva tetap tanah secara proporsional berdasar perbandingan nilai wajar aktiva tetap tanah dan aktiva nontanah.
Apabila harga wajar tanah amat andal, maka harga tanah ditentukan lebih dahulu, lalu sisa harga gabungan dikapitalisasi menjadi harga perolehan prasarana dan sarana. Cara yang sama berlaku, yaitu bila harga prasarana dan sarana amat andal, sebaliknya harga wajar tanah sulit ditentukan (PSAK 47, paragraf 11).
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa PSAK 16 dan PSAK 47 telah menguraikan dengan jelas tentang cara pemisahan nilai investasi tanah dan bangunan yang diperoleh secara gabungan. Sementara informasi khusus dalam paragraf 28 PSAK 18 yang dimaksudkan memberikan penjelasan tambahan justru dapat menimbulkan kerancuan dan tidak konsisten. Berkaitan dengan hal tersebut, paragraf 28 PSAK 18 perlu disesuaikan redaksionalnya menjadi sebagai berikut.
Bila suatu aktiva, misalnya gedung digunakan sebagian untuk investasi dan sebagian untuk kegiatan operasional, penggolongan aktiva sebagai investasi atau aktiva operasional ditentukan berdasarkan salah satu dari ketentuan pada paragraf 19 PSAK 16 atau paragraf 11 PSAK 47.
Pengukuran dan Pencatatan Hasil Investasi Tanah dan Bangunan
Dalam laporan neraca dana pensiun tidak dikenal adanya akun modal, saldo laba/laba ditahan, simpanan pokok anggota seperti dalam badan usaha koperasi. Dalam praktiknya, akun hasil investasi diperlakukan sebagai akun sementara/temporer yang pada akhir periode ditutup/mengkredit akun Selisih Kewajiban Aktuaria, sedangkan bila terjadi kerugian investasi akan ditutup atau mendebit akun Selisih Kewajiban Aktuaria. Besaran nilai yang disajikan seringkali mengabaikan ada atau tidaknya kandungan pajak pertambahan nilai (kewajiban kepada pihak ketiga).
Baik PSAK 18 maupun Keputusan Dirjen Lembaga Keuangan No: Kep-2345/LK/2003 tidak mengatur cara mencatat hasil investasi. Demikian juga pengukuran nilai hasil investasi. Kedua aturan ini hanya menjelaskan tentang akun selisih kewajiban aktuaria. Keterbatasan pengaturan ini mendorong untuk melakukan kajian lebih lanjut, yaitu sebagai berikut. (1) Apakah praktik pengukuran nilai hasil investasi sudah tepat? (2) Apakah penggunaan akun selisih kewajiban Aktuaria dalam praktik untuk menutup akun hasil investasi sudah sesuai dengan kaidah SAK yang ada. (3) Jika diperlukan, informasi tambahan apa yang mestinya disajikan dalam PSAK 18?
Hasil (income) investasi tanah dan bangunan dapat berupa, baik pendapatan (revenues) maupun keuntungan (gains). Paragraf 74 Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan menyebutkan sebagai berikut:
Penghasilan (income) meliputi baik pendapatan (revenues) maupun keuntungan (gains). Pendapatan timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa dan dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga, dividen, royalty, dan sewa.
Sementara itu IAI, dalam paragraf 6 dan 7 PSAK 23 tentang pendapatan menyebutkan sebagai berikut.
Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal (paragraf 6) Pendapatan hanya terdiri dari arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang diterima dan dapat diterima oleh perusahaan untuk dirinya sendiri. Jumlah yang ditagih atas nama pihak ketiga, seperti pajak pertambahan nilai, bukan merupakan manfaat ekonomi yang mengalir ke perusahaan dan tidak mengakibatkan kenaikan ekuitas, dan karena itu harus dikeluarkan dari pendapatan. …….” (paragraf 7).
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa hasil investasi tanah dan bangunan dapat berupa pendapatan (revenue), dan keuntungan (gains) sepanjang itu mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Ukuran nilai yang disajikan adalah sebesar arus masuk bruto dikurangi jika ada, jumlah yang ditagih atas nama pihak ketiga, seperti pajak pertambahan nilai. Penyajian nilai hasil investasi tanah dan bangunan dengan nilai bruto tanpa mempertimbangkan ada tidaknya pajak pertambahan nilai adalah tidak tepat. Oleh karena itu, jika atas hasil investasi tersebut mengandung pajak pertambahan nilai seharusnya dicatat dengan mengkredit PPN keluaran, mengkredit hasil neto investasi tanah dan bangunan (hasil bruto investasi tanah dan bangunan setelah dikurangi ppn keluaran) dan mendebit kas atau bank sebesar nilai bruto hasil investasi tanah dan bangunan.
Hasil investasi tanah dan bangunan merupakan akun sementara/temporer yang pada akhir periode buku, dalam dana pensiun, ditutup/didebit ke akun selisih kewajiban aktuaria, bukan ke akun modal atau laba ditahan karena karakteristik neraca dana pensiun tidak menyajikan akun tersebut. Masalahnya, apakah penggunaan akun selisih kewajiban aktuaria sudah tepat sesuai kaidah standar yang ada?
Sesungguhnya kenaikan ekuitas yang dimaksud tidak hanya bermakna adanya kenaikan karena investasi pemilik dan hasil usaha perusahaan, setoran modal, dan simpanan pokok anggota untuk badan hukum koperasi, saldo laba, dan unsur lain, tetapi juga harus dipandang dari perspektif makna ekuitas yang lebih luas, yaitu sebagai selisih antara aktiva dan kewajiban yang ada, seperti yang disebutkan dalam paragraf 2 PSAK 21 berikut ini.
EKUITAS merupakan bagian hak pemilik dalam perusahaan, yaitu selisih antara aktiva dan kewajiban yang ada, dan dengan demikian tidak merupakan ukuran nilai jual perusahaan tersebut.
Makna ekuitas di atas sebenarnya identik dengan akun Selisih Kewajiban Aktuaria yang tersurat dalam Keputusan Dirjen Lembaga Keuangan No: Kep-
2345/LK/2003 dan yang disebutkan oleh IAI dalam paragraf 7, 25, dan 27 PSAK 21 sebagai berikut.
Aktiva bersih adalah total seluruh aktiva dana pensiun tidak termasuk piutang jasa lalu (past service) yang belum jatuh tempo, dikurangi dengan seluruh kewajiban kecuali kewajiban aktuaria yang dihitung oleh aktuaris. Selisih kewajiban aktuaria adalah selisih kewajiban aktuaria dan aktiva bersih (paragraf 7).
Total seluruh aktiva dana pensiun tidak termasuk piutang jasa lalu (past service) yang belum jatuh tempo, dikurangi seluruh kewajiban kecuali kewajiban aktuaria, menunjukkan jumlah aktiva bersih yang tersedia untuk manfaat pensiun pada tanggal laporan.
Untuk penyusunan laporan keuangan dana pensiun yang menyelenggarakan PPMP, penentuan kewajiban aktuaria berdasarkan laporan aktuaris terakhir. Di dalam neraca, selisih antara nilai kewajiban aktuaria dan aktiva bersih disajikan sebagai selisih kewajiban aktuaria (paragraf 27).
Uraian paragraf di atas mengindikasikan bahwa akun selisih kewajiban aktuaria adalah identik dengan ekuitas sehingga penggunaan akun selisih kewajiban aktuaria untuk menutup akun hasil investasi tanah dan bangunan pada akhir periode buku adalah dapat dibenarkan karena telah didukung kaidah standar.
Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa pola pencatatan transaksi hasil investasi tanah dan bangunan dan kaitannya dengan akun selisih kewajiban akturia merupakan praktik akuntansi unik yang berbeda dengan lazimnya. Dengan demikian, klausul dalam paragraf 28 PSAK 21 perlu menjelaskan tentang tata cara pencatatan hasil investasi agar keseragaman praktik bisa diwujudkan sehingga daya banding laporan keuangan dana pensiun dicapai.
Bagaimanakah pengungkapan aktiva Investasi Tanah dan Bangunan di Catatan Atas Laporan Keuangan.
Berdasarkan hasil pembahasan di atas, patut untuk diungkapkan informasi tambahan dalam catatan atas laporan keuangan dana pensiun terhadap hal-hal. Hal-hal yang dimaksud adalah: (1) metode pemisahanan nilai investasi tanah dan bangunan, (2) masa hak dan dasar perhitungan amortisasi atau penyusutan atas investasi tanah dan bangunan dengan HGU dan HGB, (3) Penyesuaian atas nilai investasi tanah dan bangunan berkenaan dengan ketentuan perundangan dana pensiun, dan (4) penyesuaian koreksi fiskal dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakan.
-
IV. SIMPULAN
Pembahasan kertas kerja ini dibatasi pada akun aktiva investasi tanah dan bangunan, belum menyangkut akun lain dari dana pensiun. Dengan lingkup kajian terbatas ini sudah terlihat keterbatasan PSAK 18 sebagai standar akuntansi dana pensiun. Padahal masih terdapat beberapa akun dalam dana pensiun yang memiliki karakteristik unik dan tentunya berbeda dengan lazimnya. Oleh karena itu sangat terbuka peluang untuk melakukan kajian terkait dengan PSAK ini, seperti: pengkajian terhadap akun iuran dan manfaat pensiun, selisih penilaian investasi, kewajiban aktuaria, dan selisih kewajiban aktuaria.
DAFTAR PUSTAKA
Chasteen, Lanny G., Flaherty, Richaard E., O’Connor, Melvin C. 1989. Intermediate Accounting. Third Edition. New York: McGwar-Hill International Editions..
Direktur Jenderal Lembaga Keuangan, 1995. Surat Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan No. No.KEP.2959/LK/1995 tentang Bentuk dan Susunan Laporan Keuangan Dana Pensiun.
______________. 2003a. Surat Keputusan Dirjen Lembaga Keuangan Nomor: KEP-2344/LK/2003 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Investasi.
______________. 2003b. Surat Keputusan Dirjen Lembaga Keuangan Nomor: KEP-2345/LK/2003 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan Dana Pensiun
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) , 1994. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Dana Pensiun. Jakarta: Salemba Empat.
______________. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 16 tentang Aktiva Tetap dan Aktiva Lain-lain. Jakarta: Salemba Empat.
______________, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 18 tentang Akuntansi Dana Pensiun. Jakarta: Salemba Empat.
_______________. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 21 tentang Ekuitas. Jakarta: Salemba Empat.
_______________, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 23 tentang Pendapatan. jakarta: Salemba Empat.
_______________, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 47 tentang Akuntansi Tanah. Jakarta: Salemba Empat.
Mensesneg, 1992. Undang-Undang No. 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun. Jakarta: Kantor Sekretariat Negara.
______________. Peraturan Pemerintah No. 76 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK). Jakarta: Kantor Sekretariat Negara.
Menteri Keuangan, 1993. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 230/KMK.017/1993 tentang Maksimum Iuran dan Manfaat Pensiun. Jakarta: Kantor Sekretariat Menteri Keuangan.
_______________. 1993 Keputusan Menteri Keuangan RI No. 231/KMK.017/1993 tentang Arahan Investasi dan Pembatasan Jumlah Maksimum dan Minimum yang Ditanamkan untuk Setiap Jenis Investasi. Jakarta: Kantor Sekretariat Menteri Keuangan.
________________, 1995. Keputusan Menteri Keuangan No. 78/KMK.017/1995 tentang Investasi Dana Pensiun. Jakarta: Kantor Sekretariat Menteri Keuangan.
Smith, Jay M, and Skousen, K. Fred. 1989. Intermediate Accounting-Comprehensive Volume. Eight Edition.South-Western Publishing Co.
Weygant, JeryJ., Kieso, Donald E. and Kell, Walter G. 1990. Accounting Principles. Second Edition. New York: John Wiley & Sons.
Williams, Jan R., Stanga, keith G., Holder, William W. 1992. Intermediate Accounting-International Edition. Fourth Edition. New York: The Dryden Press.
Zeff, Stephen A. and Keller, Thomas F. 1985. Financial Accounting Theory. Third Edition. New York: McGraw-Hill Book Company.
14
Discussion and feedback