PENGARUH KEBIJAKAN DIVIDEN DAN KEPEMILIKAN MANAJERIAL TERHADAP KOS KEAGENAN

A.A.G.P. WIDANA PUTRA NI MADE DWI RATNADI Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi, Universitas Udayana

ABSTRACT

The purpose of this research is to examine impact of dividend policy and managerial ownership on agency cost. Based on data availability, sample consists of 105 observations. Data collection method is non participants’ observation. The results show that 1) dividend policy does not statistically affect agency cost at significance level of 95 percent, 2) leverage affects agency cost negatively and significantly at the level of 95 percent, 3) companies managed by owner managers have lower agency cost than those managed by non owner managers.

Keywords: conflict of interest, dividend policy, managerial ownership, agency cost

  • I.    PENDAHULUAN

Manajemen perusahaan pada dasarnya memiliki kepentingan ganda, yaitu untuk memaksimalkan kepentingan pemegang saham dan memaksimalkan kepentingan manajemen itu sendiri. Untuk itu manajemen akan selalu mencari cara agar dapat menyelaraskan kedua tujuan tersebut. Perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham yang dikenal dengan konflik keagenan (Jensen, 1986) akan mempengaruhi kedua belah pihak untuk memaksimalkan kesejahteraannya masing-masing.

Adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan

suatu perusahaan menimbulkan masalah keagenan (agency problem). Masalah ini timbul karena adanya kecenderungan dari manajemen untuk melakukan moral hazard dalam memaksimalkan kepentingannya sendiri dengan mengorbankan kepentingan pihak prinsipal. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh pemegang saham untuk mengurangi kekhawatiran atas besarnya sumber daya perusahaan yang berada di bawah kendali manajemen. Salah satu cara yang lazim digunakan oleh pemegang saham adalah dengan kebijakan membagikan sejumlah laba yang diperoleh perusahaan dalam bentuk dividen.

Kebijakan dividen tidak ditentukan oleh manajemen, tetapi oleh pemegang saham melalui rapat umum pemegang saham (RUPS) sehingga besar kecilnya dividen yang dibagikan sangat tergantung pada keinginan pemegang saham. Pemegang saham memiliki kecenderungan lebih menyukai dividen yang dibagikan dalam jumlah yang relatif besar karena memiliki tingkat kepastian yang tinggi dibandingkan dengan masih ditahan dalam bentuk laba ditahan (Bhattacharya, 1979). Dividen yang relatif tinggi menyebabkan jumlah dana yang dikendalikan oleh manajemen menjadi relatif kecil.

Di sisi lain pembagian dividen yang tinggi kurang disukai oleh manajemen karena akan mengurangi utilitas manajemen yang disebabkan oleh semakin kecil dana yang berada dalam

pengendaliannya. Hal ini sesuai dengan residual theory of cash dividend (Karen, 2003) yang menyatakan bahwa kelebihan kas yang ada seharusnya dibagikan dalam bentuk dividen. Akan tetapi, manajemen tidak suka membagikan laba yang diperoleh dalam bentuk dividen. Manajemen lebih suka memperlakukannya sebagai laba ditahan, kecuali mengetahui bahwa dana tersebut tidak memberikan net present value (NPV) yang positif pada tambahan investasi. Laba ditahan dapat digunakan untuk reinvestasi atau membayar utang perusahaan.

Konflik antara manajemen dan pemegang saham atas kebijakan dividen telah diteliti oleh beberapa peneliti. Dewenter dan Warter (1998) meneliti tentang konflik antara manajemen dan pemegang saham atas kebijakan dividen untuk perusahaan di US dan Jepang. Aivazian et al. (2000) menyatakan bahwa rerangka keagenan menunjukkan adanya konflik antara manajemen dan pemegang saham atas pembagian dividen. Pembagian dividen yang tinggi di samping mengurangi dampak dari sikap oportunis manajemen juga memungkinkan masuknya modal eksternal yang kurang disukai oleh manjemen. Sponholtz (2005) menyatakan bahwa dividen dapat dijadikan alat untuk meminimalkan jumlah free cash flow untuk manajemen. Asimetri informasi yang terjadi antara manajemen dan pemegang saham atas pembagian dividen diuji dengan menggunakan teori sinyal. Deloof et al. (2006) menyatakan bahwa dividen memainkan peranan sentral dalam

konflik keagenan antara manajemen dan pemegang saham karena

dividen dapat mengurangi jumlah kas yang ada di perusahaan dan memberikan garansi terhadap pembayaran kas kepada semua pemegang saham. Porta et al. (1999) menyatakan bahwa dividen memegang peranan penting menyangkut masalah keagenan antara manajemen dan pemegang saham karena dengan membayar dividen berarti terdapat perpindahan dana dari perusahaan ke pemegang saham. Dengan demikian, dana tersebut tidak dapat dimanfaatkan lagi bagi pengembangan perusahaan.

Beberapa penelitian telah menguji apakah keputusan-keputusan keuangan, seperti dividen, leverage, dan kepemilikan manajerial mempengaruhi masalah keagenan. Rozeff (1982) menyatakan bahwa perusahaan yang membayar tinggi dividennya bertujuan untuk mengurangi masalah keagenan. Menurut Jensen dan Meckling (1976), cara lain dalam menengahi permasalahan agensi adalah dengan meningkatkan utang. Argumen tersebut didukung oleh pernyataan bahwa dengan meningkatnya utang akan semakin kecil porsi saham yang akan dijual perusahaan. Di samping itu, semakin besar utang perusahaan maka semakin kecil dana menganggur yang dapat dipakai perusahaan untuk pengeluaran-pengeluaran yang kurang perlu. Masalah keagenan juga dapat dihilangkan melalui konsentrasi kepemilikan. Hal ini diungkapkan oleh Demsetz dan Lehn (1985). Crutchley dan Hansen (1989), Bathala, Moon dan Rao (1994) menyimpulkan

bahwa level kepemilikan manajerial yang lebih tinggi dapat

digunakan untuk mengurangi masalah keagenan.

Masalah keagenan akan semakin kecil apabila manajemen juga sebagai pemegang saham (owner manager). Dalam kondisi seperti ini owner manager tidak terlalu terbebani dengan kewajiban untuk mengatur laba (yang bersifat moral hazard) karena laba ataupun rugi akan memiliki dampak yang relatif sama antara manajemen dan pemegang saham. Ang et al. (1999) menemukan bahwa terdapat hubungan antara struktur kepemilikan dengan biaya keagenan yang diukur dari pemanfaatan aktiva dan beban operasi. Penelitian Singh et al. (2003) menganalisis hubungan antara struktur kepemilikan dengan biaya keagenan pada perusahaan-perusahaan besar yang sudah go public. Hasil penelitian Singh et al. (2003) mendukung penelitian Ang et al. (1999) yang menyatakan bahwa semakin tinggi kepemilikan manajerial secara positif dan signifikan mempengaruhi efisiensi pemanfaatan aktiva perusahaan.

Penelitian ini meneliti masalah keagenan yang dijelaskan melalui mekanisme kebijakan dividen, leverage, dan kepemilikan manajerial (manajer-pemilik). Dengan demikian, pertanyaan penelitian yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

  • 1)    Apakah kebijakan dividen dan leverage berpengaruh terhadap kos keagenan?

  • 2)    Apakah terdapat perbedaan kos keagenan antara perusahaan

yang dikelola oleh manajer pemilik dibandingkan dengan perusahaan yang dikelola oleh manajer nonpemilik?

  • II.    KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Teori Keagenan

Teori keagenan menjelaskan hubungan antara dua pihak yang terlibat dalam suatu kontrak yang terdiri atas agen sebagai pihak yang diberikan tanggung jawab untuk suatu tugas dan prinsipal sebagai pihak yang memberi tugas. Kondisi ini mengandung konsekuensi bahwa kedua belah pihak, baik agen maupun prinsipal, akan berusaha untuk memaksimalkan utilitasnya (Jensen & Meckling, 1976). Adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan suatu perusahaan menimbulkan masalah keagenan (agency problem). Masalah ini timbul karena adanya kecenderungan dari manajemen untuk melakukan moral hazard dalam memaksimalkan kepentingannya sendiri dengan mengorbankan kepentingan pihak prinsipal.

Banyak masalah yang sering muncul berkaitan dengan masalah keagenan. Hubungan keagenan terjadi ketika terdapat kontrak antara dua pihak yang menunjukkan bahwa suatu pihak (prinsipal) memberikan tugas kepada orang lain (agen) untuk melakukan suatu pekerjaan. Dalam kondisi seperti ini agen memiliki kecenderungan untuk berperilaku tertentu dengan

mengutamakan kepentingannya sendiri. Untuk itu prinsipal harus memiliki mekanisme pemantauan agar dapat mengendalikan perilaku agen sesuai dengan aturan yang ditentukan. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menggunakan insentif kompensasi dan melakukan monitoring, misalnya dalam bentuk audit. Biaya yang dikeluarkan untuk keperluan tersebut disebut dengan biaya keagenan. Untuk memperkecil biaya keagenan manajer akan termotivasi memberikan jaminan tertentu kepada prinsipal. Biaya untuk keperluan ini disebut dengan bonding cost. Meskipun telah dilakukan monitoring oleh prinsipal yang menimbulkan monitoring cost dan bonding oleh agen yang menimbulkan bonding cost, dalam kenyataannya akan terjadi perbedaan antara keputusan yang diambil oleh agen dengan keputusan yang seharusnya memberikan manfaat maksimal pada prinsipal. Perbedaan nilai tersebut dikenal dengan istilah residual loss. Dengan demikian, masalah keagenan akan menimbulkan tiga jenis cost, yaitu monitoring cost, bonding cost, dan residual loss.

Kebijakan Dividen

Keputusan pembagian dividen ditentukan oleh pemegang saham melalui RUPS memberikan konsekuensi bahwa besar kecilnya dividen dapat dijadikan alat bagi pemegang saham untuk mengendalikan manajemen. Hubungan keagenan antara pemilik perusahaan dengan manajemen menciptakan kesempatan bagi

manajemen untuk mengejar tujuan pribadinya di samping

memaksimalkan kesejahteraan pemilik. Beberapa penelitian meneliti tentang bagaimana dividen dijadikan dasar bagi pemegang saham dalam mengendalikan manajemen. Schooley et al. (1994) mengungkapkan bahwa kebijakan dividen dan manajerial digunakan untuk menurunkan biaya keagenan. Mereka menguji kebijakan dividen dan kepemilikan saham sebagai suatu hal yang saling berhubungan untuk mengurangi biaya keagenan. Dengan memberikan kepemilikan saham bagi manajemen mungkin dapat mengurangi biaya keagenan. Pembayaran dividen menyebabkan jumlah dana yang dikelola oleh perusahaan menjadi semakin kecil. Demikian juga dengan memberikan kepemilikan saham menyebabkan manajemen mungkin tidak akan melakukan manipulasi karena di samping sebagai manajemen dia juga berposisi sebagai pemilik perusahaan. Kedua kondisi tersebut akan dapat mengurangi besarnya biaya keagenan. Untuk menguji dampak dari kedua variabel tersebut, Schooley et al. (1994) menggunakan 235 perusahaan yang terdapat pada thirty-two digit SIC kelompok industri pada tahun 1980. Sampel perusahaan besar memiliki rata-rata total aset sebesar $ 2.504 juta. Kepemilikan saham untuk CEO mulai dari 0 sampai dengan 30,5 persen. Hasilnya sesuai dengan hipotesis bahwa kebijakan dividen dan kepemilikan saham berhubungan negatif dengan biaya

keagenan, kecuali dummy dari tipe industri sebagai variabel kontrol.

Scordis dan Travis (1998) menguji apakah kebijakan pembayaran dividen kepada pemegang polis asuransi jiwa dilakukan atas pertimbangan biaya manajerial. Dia berpandangan bahwa cost berhubungan dengan kebijakan manajemen dalam menurunkan nilai perusahaan. Bagaimanapun kepentingan pribadi manajemen akan menyebabkan dibuatnya kebijakan yang dapat memaksimalkan utilitas manajemen dibandingkan dengan memaksimalkan utilitas pemegang saham. Penelitian ini mendemonstrasikan hubungan empiris antara pembayaran policyholder dividend dan kebijakan biaya manajerial dalam perusahaan asuransi jiwa. Secara khusus penelitian ini menemukan variasi pembayaran policyholder dividend yang dapat dijelaskan melalui ukuran dan volatilitas dari free cash flows.

Schelenger et al. (1989) meneliti tentang hubungan antara kebijakan dividen dengan komposisi board of director dan kesejahteraan pemegang saham. Mereka berpendapat bahwa baik pemilik perusahaan maupun manajemen akan menciptakan beberapa strategi untuk melakukan kontrol terhadap aset perusahaan. Manajemen mungkin tidak mengendalikan aset dengan cara yang terbaik, tetapi pemilik mempunyai kepentingan untuk melakukan pengendalian yang terbaik terhadap manajemennya untuk kepentingan dirinya. Setidaknya terdapat

tiga hal unik dalam studi ini, yaitu adanya penambahan risk-

adjusted market return sebagai variabel kinerja perusahaan, terdapat hubungan langsung antara outside director dengan kinerja keuangan perusahaan, dan terakhir terdapat hubungan positif antara komposisi pemegang saham dengan rata-rata pembayaran dividen selama dua tahun.

Dividen juga bisa digunakan untuk menetralisasi dampak dari transaction cost. Hal ini pernah diteliti oleh Huberman (1990). Dalam penelitiannya Huberman memproksikan transaction cost dengan besarnya bid-ask spread yang terjadi dalam perdagangan saham. Pertanyaan penting dalam artikel ini adalah kebijakan dividen berpengaruh dalam memperkecil terjadinya bid-ask spread dalam perdagangan saham. Dalam penelitiannya Huberman membangun suatu model yang menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara transaction cost dengan kebijakan dividen yang ditentukan oleh pemegang saham (dalam rangka memaksimalkan kesejahteraannya). Walaupun transaction cost dalam model ini tidak mampu menunjukkan bahwa pembayaran dividen berdampak pada kesejahteraan pemegang saham, sejumlah dana yang diterima hari ini memiliki arti yang berbeda dengan sejumlah dana yang sama yang diterima besok. Hal ini menyiratkan bahwa terdapat penyesuaian bagi investor dalam mengoptimalkan portofolionya yang dikaitkan dengan kebijakan dividen. Penyesuaian ini tidak mengubah transaction cost.

Leverage

Menurut Weston dan Brigham (1997) dalam Kristya (2007) leverage adalah tingkat penggunaan utang sebagai sumber pembiayaan perusahaan. Menurut Sawir (2004 :10) leverage keuangan adalah penggunaan sumber dana yang menimbulkan beban tetap keuangan. Beban tetap keuangan yaitu bunga yang harus dibayar tanpa mempedulikan tingkat laba perusahaan. Adapun rasio pengelolaan utang dibagi menjadi tiga yaitu, rasio utang, rasio kemampuan membayar bunga atau Time Interest Earned (TIE), dan rasio kemampuan membayarkan beban tetap.

Leverage keuangan menyiratkan dua hal penting. Dengan menaikkan dana melalui utang, pemilik dapat mampertahankan pengendalian atas perusahaan dengan investasi terbatas. Kreditor mensyaratkan adanya ekuitas atau dana yang disediakan oleh pemilik sebagai margin pengaman. Jika pemilik hanya menyediakan sebagaian kecil dari pembiayaan total, maka risiko perusahaan dipikul terutama oleh kreditornya

Pengembangan Hipotesis

Pengembangan hipotesis penelitian ini terutama didasarkan pada teori keagenan untuk menjelaskan adanya perbedaan kepentingan antara manajemen dan pemegang saham yang dijelaskan melalui kebijakan dividen, leverage, dan kepemilikan

manajerial (Jensen, 1986). Penentuan besarnya dividen

merupakan salah satu alat yang digunakan oleh pemegang saham untuk mengendalikan jumlah dana yang berada di tangan manajemen. Dengan semakin kecilnya jumlah dana yang dipegang oleh manajemen dapat memperkecil pengawasan oleh pihak pemegang saham. Penelitian yang meneliti tentang dividen sebagai alat kontrol pemegang saham kepada manajemen dilakukan oleh beberapa peneliti, antara lain Schelenger et al. (1989) dan Huberman (1990). Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikembangkan hipotesis berikut.

H1: Kebijakan dividen berpengaruh negatif terhadap kos keagenan.

Menurut Jensen dan Meckling (1976) cara lain dalam mengurangi permasalahan agensi adalah dengan meningkatkan utang. Semakin besar utang maka perusahaan harus mencadangkan lebih banyak kas untuk membayar bunga serta pokok pinjaman sehingga akan memperkecil dana yang ”menganggur”. Dari pihak pemegang saham, kebijakan peningkatan utang dapat mengurangi pengawasan terhadap manajemen karena pihak ketiga yang meminjamkan dana (bondholder) akan melakukan pengawasan terhadap manajemen agar pinjamannya tidak disalahgunakan. Rozeff (1982) menyatakan bahwa keputusan keuangan, seperti dividen,

leverage, dan kepemilikan manajerial mempengaruhi masalah keagenan. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dikembangkan hipotesis berikut ini.

H2: Leverage berpengaruh negatif terhadap kos keagenan.

Perusahaan yang manajemennya juga sebagai pemegang saham (manajer pemilik) menyebabkan konflik kebijakan dividen semakin kecil. Jensen & Meckling (1976) berpendapat bahwa pemilik akan dapat meyakinkan dirinya bahwa agen akan membuat keputusan yang optimal bila diberikan insentif yang memadai. Salah satu carannya adalah dengan memberikan kepemilikan kepada manajemen. Kos keagenan dalam suatu perusahaan yang dikelola oleh manajer pemilik akan lebih rendah karena ada kepentingan yang sama antara pemegang saham dan manajemen (Jensen & Meckling, 1976). Kondisi ini disebabkan oleh manajer pemilik tidak terlalu terbebani dengan kewajiban untuk mengatur laba (yang bersifat moral hazard). Demsetz dan Lehn (1985) menyimpulkan bahwa konsentrasi kepemilikan digunakan perusahaan untuk menghilangkan masalah keagenan. Crutchley dan Hansen (1989), Bathala, Moon, dan Rao (1994) menyimpulkan bahwa level kepemilikan manajerial yang lebih tinggi dapat digunakan untuk mengurangi masalah keagenan. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikembangkan hipotesis berikut.

H3: Kos keagenan perusahaan yang dikelola oleh manajer

pemilik lebih rendah daripada kos keagenan perusahaan yang dikelola oleh manajer non-pemilik.

  • III.    METODE PENELITIAN

Penelitian ini berusaha untuk menunjukkan bahwa kebijakan dividen, leverage, dan kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap kos keagenan akibat adanya keinginan kedua belah pihak untuk memaksimalkan utilitasnya sesuai dengan teori keagenan. Objek penelitian ini menguji apakah kebijakan dividen, leverage, dan kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap kos keagenan. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kos keagenan sebagai variabel terikat, sedangkan kebijakan dividen, leverage, dan kepemilikan manajerial sebagai variabel bebas.

Definisi operasional tiap-tiap variabel dijelaskan sebagai berikut. Kos keagenan diukur dengan selling and general administrative/SG&A. SG&A merupakan proksi dari operating expense. Variabel ini mengukur biaya keagenan berdasarkan selling and general administrative, yaitu rasio beban operasi terhadap total penjualan. Beban operasi merefleksikan diskresi manajerial dalam membelanjakan sumber daya perusahaan.

Semakin tinggi beban diskresi manajerial maka semakin tinggi

biaya keagenan yang terjadi.

Kebijakan dividen diukur dengan dividend payout ratio (DPR) dan dihitung dengan membandingkan dividen per lembar saham dengan laba per lembar saham. Leverage diukur dengan membagi total utang dengan total aktiva. Utang perusahaan merupakan salah satu mekanisme untuk menyatukan kepentingan manajer dengan pemegang saham. Utang memberikan sinyal tentang status kondisi keuangan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya. Kepemilikan manajerial diukur dengan melihat kepemilikan saham oleh eksekutif dan direktur (manajemen).

Penelitian ini mengambil sampel dari perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEJ dengan beberapa kriteria berikut ini.

  • (1)    Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2004.

  • (2)    Perusahaan membagikan dividen secara berturut-turut minimal selama empat tahun. Pembagian dividen secara berturut-turut merupakan suatu indikasi bahwa pemegang saham memang lebih menyukai laba dibagi dalam bentuk dividen dibandingkan dengan laba ditahan.

Berdasarkan dua kriteria tersebut, diperoleh 21 sampel perusahaan manufaktur, dengan 97 pengamatan laporan

keuangan tahunan, yang akan dijadikan sampel untuk menguji hipotesis satu dan hipotesis dua.

  • (3)    Perusahaan manufaktur yang pemegang sahamnya juga dimiliki oleh pengelola yang dalam hal ini adalah eksekutif dan direktur (manajemen) atau perusahaan yang mempunyai kepemilikan manajerial sebagai dasar untuk membedakan adanya agency cost antara perusahaan yang dikelola oleh manajer pemilik dan perusahaan yang dikelola oleh manajer nonpemilik. Kriteria ini ditambahkan untuk menguji hipotesis tiga.

Berdasarkan kriteria no 3 tersebut dan ketersediaan data yang dapat diobservasi, maka dari hasil pemilihan sampel diperoleh sampel sebanyak 105 pengamatan yang selanjutnya akan digunakan dalam analisis.

Hipotesis dalam penelitian ini akan diuji dengan teknik analisis berikut ini. Hipotesis satu diuji dengan menggunakan regresi linier berganda dengan model ordinary least squares dengan formula:

Y = a + βDiv + βLev + e .................................................................(1)

Keterangan;

Y = kos keagenan yang diproksi dengan SG&A

a = konstanta

β = koefsien regresi

Div = Dividend payout ratio

Lev = leverage e = error

Hipotesis dua uji beda t-test dengan cara membandingkan perbedaan antara nilai mean kos keagenan antara perusahaan yang dikelola oleh manajer pemilik dan perusahaan yang dikelola oleh nonmanajer pemilik dengan tahapan seperti berikut.

  • (1)    Dilakukan penentuan sampel untuk kategori perusahaan yang dikelola oleh manajer pemilik dan perusahaan yang dikelola oleh nonmanajer pemilik.

  • (2)    Menghitung mean kos keagenan setiap kategori perusahaan sampel.

  • (3)    Melakukan uji t melalui bantuan program SPSS.

Pengujian Asumsi Klasik

Prinsip dasar dalam membangun persamaan regresi adalah bahwa antara variabel dependen dengan variabel independennya memiliki hubungan yang bersifat causal, baik yang didasarkan pada teori (theoritical), hasil penelitian sebelumnya (prior research), maupun didasarkan pada penjelasan logika (logical explanation) tertentu (Algifari, 2000).

Dalam studi ini digunakan model regresi linier berganda. Penggunaan model ini memiliki beberapa syarat dalam penerapannya agar estimator linear tidak bias. Oleh karena itu, dilakukan uji autokorelasi dan uji nonheteroskedastisitas. Untuk melihat ada tidaknya besaran autokorelasi digunakan besaran

Durbin Watson (D-W) pada output pengujian. Uji terhadap ada

tidaknya heterokedastisitas dilakukan dengan menggunakan metode Glejser.

  • IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kos Keagenan

Konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham dapat diminimumkan melalui mekanisme pengawasan yang dapat menyejajarkan kepentingan-kepentingan yang terkait. Akan tetapi, munculnya mekanisme pengawasan tersebut menimbulkan agency cost, yaitu bonding cost, monitoring cost, dan residual cost.

Penelitian ini lebih memfokuskan pada monitoring cost dan menggunakan selling and general administrative (SGA) yang merupakan proxy dari operating expense untuk mengukur besarnya biaya audit (monitoring) yang timbul akibat monitoring kinerja manajer yang dilakukan oleh pemegang saham (prinsipal). Selling and general administrative (SGA) dihitung dengan mencari rasio beban operasi terhadap total penjualan.

Statistik deskriptif mengenai nilai terendah, tertinggi, mean, serta deviasi standar untuk variabel Selling and general administrative (SGA), kebijakan dividen (DIV), dan leverage (LEV) ditunjukkan pada Tabel 1. Statistik deskriptif pada Tabel 2 menunjukkan nilai terendah, tertinggi, mean, dan deviasi standar dari kepemilikan manajerial (MOWN).

Tabel 1 Statistik Deskriptif

N

Minimum

Maximum

Mean

Std. Deviation

SGA

97

.027

.342

.15601

.091532

DIV

97

3.35

96.86

33.0032

21.24454

LEV Valid N (listwise)

97

97

.1271

.8580

.435452

.1910059

Sumber : Data diolah

Tabel 2 Statistik Deskriptif

N

Minimum

Maximum

Mean

Std. Deviation

MOWN Valid N (listwise)

105

105

0,01

11,52

3,1954

3,52998

Sumber : Data diolah

Uji Asumsi Klasik

Tabel 3 menyajikan hasil-hasil uji asumsi klasik. Berdasarkan hasil tersebut, model regresi dalam penelitian ini telah lolos uji asumsi klasik. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melihat normal probability plot. Pada penelitian ini nampak bahwa gambar distribusi dengan titik-titik data yang menyebar disekitar garis diagonal dan penyebaran titik-titik data searah mengikuti garis diagonal sehingga dapat dikatakan model regresi ini berdistribusi normal.

Tabel 3 Hasil Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi Klasik

Signifikansi Koefisien

Parameter

Variabel Bebas

Tolerance

VIF

Durbin Watson

Heteroskedastisitas

Variabel dividen

Variabel leverage

0.876

0.226

Multikolinearitas

Variabel dividen

Variabel leverage

0.980

0.980

1.021

1.021

Autokorelasi

1.909

Sumber : Data diolah

Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis satu dilakukan dengan n regresi antara dividend payout ratio dengan SGA sebagai proksi dari kos keagenan. Teknik regresi menggunakan program SPSS for Windows Versi 11.5.

Tabel 4 Hasil Regresi

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t

Sig.

Collinearity Statistics

B

Std. Error

Beta

Tolerance

VIF

1

(Constant)

.071

.009

7.899

.000

DIV2

-.001

.000

-.172

-1.761

.081

.980

1.021

LEV2

-.144

.042

-.332

-3.400

.001

.980

1.021

a Dependent Variable: SGA2

F Statistik =6.616

Sig. F =0.002

R2 =0.123

Adjusted R2 = .105

Sumber : Data diolah

Tabel 4 menunjukan nilai Sig F kurang dari 5% (0.05). Hal ini menunjukkan bahwa adanya kesesuaian model regresi dimana model variabel bebas, yaitu kebijakan dividen (Div) dan Lev sudah dapat menjelaskan variabel terikat yaitu, kos keagenan (SGA) sehingga pembuktian hipotesis dapat dilanjutkan. Kuatnya hubungan varian variabel bebas terhadap varian variabel terikat dapat dilihat dari nilai R2 atau adjusted R2. Kelemahan R2 adalah

dengan bertambahnya variabel bebas nilai R2 akan meningkat

walaupun variabel yang ditambahkan tersebut bukan bagian dari model. Nilai R2 ini dapat menyesatkan dan tidak menunjukkan explanatory power yang sesungguhnya. Untuk menghindari adanya kelemahan ini, maka akan lebih baik digunakan nilai adjusted R2. Berdasarkan tabel 4 terlihat bahwa nilai adjusted R2 adalah 10.5%. Ini berarti bahwa varian variabel bebas mempengaruhi varian variabel terikat sebesar 10.5%, sedangkan sisanya 89.5% (100% - 10.5%) dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model. Persamaan regresi linear berganda sebagai berikut :

SGA2 = α – β1Div2 – β2Lev2 + e ..……………………………….(2)

Keterangan :

SGA2 = selling and general administrative (SGA) yang telah dilakukan transformasi α = konstanta β12 = koefisien regresi

Div2 = kebijakan dividen yang telah dilakukan transformasi

Lev2 = kebijakan leverage yang telah dilakukan transformasi

Pengujian signifikansi pengaruh tiap-tiap variabel bebas terhadap variabel terikat dilakukan sebagai berikut.

  • (1)    Kebijakan dividen

Hasil SPSS menunjukkan bahwa signifikansi variabel kebijakan dividen di atas 0.05 yaitu sebesar 0.081. Hal ini berarti hipotesis pertama (H1) ditolak yang berarti bahwa

pada tingkat kepercayaan 95%, kebijakan dividen tidak berpengaruh secara statistis terhadap kos keagenan. Hasil ini bertentangan dengan hasil penelitian Schooley et al. (1994) dan Faizal (2004). Schooley et al. (1994) menyatakan bahwa kebijakan dividen berpengaruh negatif terhadap kos keagenan. Perbedaan hasil ini mungkin disebabkan oleh sampel perusahaan yang diteliti sedang mengalami pertumbuhan sehingga diperlukan banyak dana untuk membiayai investasi. Megginson (1997) dalam Zaenal Arifin (2005:104) menjelaskan bahwa faktor pembayaran dividen sangat ditentukan salah satunya dari kebutuhan dana investasi. Pemegang saham tidak terlalu mempermasalahkan besarnya pembagian dividen karena pemegang saham beranggapan bahwa dana yang mereka tanamkan memang benar-benar digunakan untuk investasi. Dapat disimpulkan bahwa kebijakan dividen belum dapat menjelaskan adanya masalah agensi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.

  • (2)    Leverage

Persamaan regresi linear berganda di atas menunjukkan bahwa leverage mempunyai pengaruh negatif terhadap kos keagenan (agency cost) dengan nilai signifikansi sebesar 0.001 yang ditunjukkan pada Tabel 4. Hal ini berarti bahwa hipotesis dua (H2) diterima yang menyatakan bahwa pada

tingkat kepercayaan 95%, leverage berpengaruh negatif dan signifikan secara statistis terhadap kos keagenan (agency cost) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Hasil ini mendukung hasil penelitian Faizal (2004) yang menyatakan bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap kos keagenan (agency cost). Hasil ini juga membuktikan teori Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan bahwa dengan pengurangan free cash flow melalui peningkatan utang dapat mengurangi masalah agensi antara pemegang saham dengan manajemen. Hal itu terjadi karena jumlah dana yang “menganggur” semakin kecil yang akan mengurangi pengawasan terhadap dana tersebut. Alasan lain dari penurunan kos keagenan dikarenakan pengawasan terhadap manajemen semakin berkurang karena pihak ketiga (debtholder) akan ikut mengawasi manajemen atas dana yang dipinjamkan

Hipotesis tiga (H3) dalam penelitian ini diuji dengan melakukan uji beda t-test dengan menggunakan program SPSS for Windows Versi 11.5 untuk membandingkan agency cost antara perusahaan yang dikelola oleh menajerial pemilik dengan manajerial nonpemilik. Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa mean untuk agency cost pada perusahaan yang dikelola oleh manajer pemilik sebesar 0.1108, sedangkan mean untuk agency cost pada perusahaan yang dikelola oleh manajer nonpemilik sebesar

0.1584. Ini menunjukkan bahwa agency cost pada perusahaan yang dikelola oleh manajer pemilik lebih kecil daripada perusahaan yang dikelola oleh manajer nonpemilik.

Berdasarkan uji beda t-test ditemukan bahwa hipotesis tiga (H3) diterima yang menyatakan bahwa agency cost pada perusahaan yang dikelola oleh manajer pemilik lebih kecil daripada perusahaan yang dikelola oleh manajer nonpemilik.

Tabel 5 Hasil Uji Independent Sample T-Test I

MOWN

N

Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

Manajerial

105

0.1108

0.05797

0.00566

Nonmanajerial

105

0.1584

0.13774

0.01344

Sumber : data diolah

Tabel 6 Hasil Uji Independent Sample T-Test II

Levene's Test For Equality of Variances

t-test for Equality of Means

F

Sig

t

df

Sig (2tailed)

Mean Difference

Std Error Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower

Upper

9.384

0.002

-3.265

208

0.001

-0.0476

0.01458

-0.07637

-0.01887

-3.265

139.73

0.001

-0.0476

0.01458

-0.07645

-0.01879

Sumber : data diolah

  • V. SIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan pada bab sebelumnya, maka diperoleh simpulan sebagai berikut.

  • (1)    Kebijakaan dividen tidak berpengaruh secara statistis terhadap kos keagenan (agency cost) pada tingkat keyakinan

95 persen. Hasil ini bertentangan dengan penelitian

Schooley et al. (1994) dan Faizal (2004). Perbedaan hasil mungkin dikarenakan oleh sampel perusahaan yang diteliti sedang mengalami pertumbuhan sehingga diperlukan banyak dana untuk membiayai investasi. Dapat disimpulkan bahwa kebijakan dividen belum dapat menjelaskan adanya masalah agensi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.

  • (2)    Leverage berpengaruh negatif yang signifikan secara statistis terhadap kos keagenan (agency cost) pada tingkat kepercayaan 95 persen. Ini berarti bahwa semakin tinggi leverage suatu perusahaan maka semakin rendah kos keagenan (agency cost) yang ditimbulkan oleh adanya konflik antara pemegang saham dan manajemen (agency problem). Hasil ini mendukung penelitian Faizal (2004) serta teori Jensen dan Meckling (1976).

  • (3)    Agency cost pada perusahaan yang dikelola oleh manajer pemilik lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang dikelola oleh manajer nonpemilik. Ini berarti bahwa perusahaan dengan kepemilikan manajerial yang besar memiliki konflik keagenan yang rendah dan agency cost-nya juga rendah, sedangkan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial memiliki konflik keagenan yang lebih tinggi dan agency cost yang lebih tinggi pula.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Sampel yang diteliti hanya menggunakan perusahaan manufaktur pada tahun 2000-2004 dan masih tergolong sedikit untuk merepresentasikan keseluruhan perusahaan yang ada. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah jumlah sampel yang digunakan dengan memperluas cakupan perusahaan dan memperpanjang periode waktu yang digunakan. Ukuran agency cost yang digunakan masih bersifat umum. Untuk penelitian selanjutnya proksi agency cost agar lebih diperinci, seperti menggunakan monitoring cost, bounding cost, dan residual loss.

DAFTAR PUSTAKA

Aivazia,V., Booth, L., Sean Cleary, 2000. “Signaling Dividends and Financial Structure: Implication from Cross Country Comparisons”. Working Paper to Tank The Social Sciences and Humanities Research Council of Canada (SHHRC).

Algifari. 2000. Analisis Regresi: Teori, Kasus, dan Solusi. Yogyakarta : BPFE.

Ang, J , Cole, R dan Lin J, 1999. “Agency Costs and Ownership Structure”. Journal of Finance. Vol.55. pp. 81—106.

Bathala, C.T., et al., 1994. “Managerial Ownership, Debt Policy, and The Impact of Institustional Holdings; and Agency Perspective”. Financial Management 23. pp 38—50

Bhattacharya, S. 1979. “Imperfect Information, Dividend Policy, and ‘The Bird-in-the Hand’ Fallacy”. Bell Journal of Economics 10. pp. 259—270.

Brealy, R., dan S. C. Myers. 1996. Principles of Corporate Finance. Fourth Edition. New York: McGraw Hill.

Chandrarin, G. 2001. “Laba (Rugi) Selisih Kurs sebagai Salah Satu Faktor yang Mempengaruhi Koefisien Respons Laba Akuntansi: Bukti Empiris dari Pasar Modal Indonesia”. Disertasi. Universitas Gadjah Mada.

Crutchley & Hansen. 1989. “A Test of The Agency Theory of Managerial Ownership, Corporate Leverage, and Corporate Dividends”. Financial Management/Winter. pp. 36—46.

Deloof Marc, Rogemam A., Overfelt W.V. 2006. “Who’s Afraid of Universal Banks? Universal Banks Affiliation and Corporate Dividend Policy in Pre-World War I Belgium”. Working Paper. Email: marc.delooua.ac.be.

Demsetz, H dan Kenenth Lehn. 1985. “The Structure of Corporate Ownership: Cause and Consequences”. Journal of Political Economy. Vol.93. pp. 1155—1177.

Dewenter K.L., and Warter V.A. 1998. “Dividends, Asymetric Informations, and Agency Conflict: Evidence from Comparison of The Dividend Policies of Japanese and US Firms”. Journal of Finance. pp. 879—904.

Eisenhardt. 1989. “Agency Theory: An Assesment and Review”. Accounting of Management Review. pp. 57—74.

Faizal. 2006. “Analisis Agency Costs, Struktur Kepmilikan,dan Mekanisme Corporate Governance”. Seminar Nasional Akuntansi. Padang.

Holder, Mark E., Frederikck W. Langrehr, and J. Lawrence Hexter. 1998. “Dividend Policy Determinants: An Investigation of The Influences of Stakeholder Theory”. Financial Management. Vol. 27 No.3.pp. 73—82.

Huberman, Gur. 1990. “Dividend Neutrality with Transaction Costs”. Journal of Business. Vol 63.

Jensen, M.C. dan W.H. Meckling. 1976. “Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure”. Journal of Financial Economics. Vol. 3. No 4. pp 305—360.

Jensen, Michael C. 1986. “Agency Cost of Free Cash Flows, Corporate Finance, and Takeover”. American Economic Review. pp. 325—329.

Karen, F.R. 2003. A Blue Print For Corporate Governance. New York: American Management Assosiation.

Porta, R. L., Florensio L., Shleifer Andrei, and Vishny. Robert W., 1999. “Agency Problem and Dividend Policies Around the World”. Working paper (Harvard University).

Rozeff, M.S, 1982. “Growth, Beta and Agency Costs as Determinants of Dividends Payout Ratios”. Journal of Financial Research. pp. 249—259.

Schelenger, Michael H., David D. Wood, dan Ahmad Tashakori. 1989. “Board of Director Composition, Wealth, and Dividend Policy”. Journal of Management. Vol 15. pp. 457—467.

Schooly, Diane K. and L. Dwayne Barney Jr. 1994. “Using Dividend Policy and Managerial Ownership to Reduce Agency Cost”. The Journal of Financial Research. Vol XVII. pp. 363—373.

Scordis Nicos A., and S. Travis Pritchett. 1998 “Policyholder Dividend Policy and the Cost of Managerial Discretion”. The Journal of Risk and Insurencei. Vol. 65. pp. 319—330.

Sponholtz Carina, 2005. “Separating The Stock Market’s Reaction to Simultaneous Dividend and Earnings Announcements”. Working paper University of Aarhus C, Denmark).

28