ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI MANAJEMEN LABA DI SEPUTAR RIGHT ISSUE
on
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI MANAJEMEN LABA DI SEPUTAR RIGHT ISSUE
DEWI SAPTANTINAH PUJI ASTUTI Universitas Slamet Riyadi Surakarta
ABSTRACT
This research is aimed at analysing factors influencing the motivation of management to conduct earnings management activity around the timing of right issue, and investigating whether there are any differences between discretionary accruals before and after the right issue, that is the discretionary accruals tend to be high before the right issue than that of after the right issue. Some factors influencing the motivation of earnings management used in this research are ownership structures, consisted of institutional ownership, managerial ownership, leverage and size; in this research size was included into controlled variable and earnings management was substituted (proxy) with discretionary accruals.
The sample of this research consists of companies conducting the right issue between the year of 1998-2001, with 2 years observation period before and after the right issue. Therefore, the period included in this research is 1996-2003. Hypothesis testing is conducted using regression, while pair t-test is used to investigate the differences of discretionary accruals before and after the right issue. The result shows that leverage influences the earnings management positively and significantly. It means that the higher the leverage, the more the management is motivated to conduct earnings management. In addition, the result of the study shows that there are differences between discretionary accruals before the right issue and that of after the right issue, i.e. the discretionary accruals before the right issue tends to be higher than that of after.
Keywords : management motivation, earnings management, ownership structure, leverage
Perusahaan membutuhkan modal untuk keperluan operasional rutin. Hal itu dapat dipenuhi dengan menerbitkan saham dan menjual kepada publik melalui penjualan saham kepada masyarakat (public offerings) dengan initial public offerings (IPO) atau penawaran kedua, ketiga, dan seterusnya atau seasoned equity offerings (SEO) atau cara lain dengan menjual saham kepada pemegang saham lama (right issue).
Agar kinerja perusahaan terlihat bagus, manajemen berusaha untuk mengatur laba, yaitu dengan melakukan manajemen laba. Ada berbagai cara dalam manajemen laba, di antaranya pemilihan metode akuntansi atau kebijakan akrual, tetapi cara yang paling sering dilakukan
adalah dengan kebijakan akrual atau discretionary accruals, yaitu dengan mengendalikan transaksi akrual sehingga laba terlihat tinggi. Akan tetapi, transaksi tersebut tidak mempengaruhi aliran kas, misalnya waktu dari pengakuan pendapatan sehingga kebijakan akrual akan dapat mempengaruhi kualitas laba suatu perusahaan. Diungkapkan oleh Roshan bahwa transaksi akrual terdiri atas transaksi non-discretionary accruals dan discretionary accruals, transaksi non-discretionary accruals misalnya biaya depresiasi, sedangkan transaksi discretionary accruals misalnya waktu dari pengakuan pendapatan (Roshan, 1998). Sejumlah studi menggunakan model kebijakan akrual untuk meneliti manipulasi dari akrual dalam mencapai tujuan earnings management (Dechow, 2002). Beberapa literature audit juga membahas mengenai pengaruh transaksi akrual klien serta keputusan yang dibuat oleh auditor sehubungan dengan penggunaan kebijakan akrual yang tercermin dari opini audit. Akan tetapi, hal ini sulit untuk dapat dikaitkan dengan opini audit karena pada dasarnya penerapan kebijakan akrual hakikatnya dapat dilakukan sepanjang hal itu tidak menyimpang dari standar akuntansi keuangan yang berlaku umum. Hal ini sejalan dengan fungsi audit adalah untuk menyediakan atau mengkomunikasikan informasi kepada investor mengenai kinerja perusahaan karena tuntutan perusahaan adalah untuk dapat memberikan informasi yang kredibel kepada pihak luar (Datar et al., 1991).
Beberapa penelitian mengenai manajemen laba (earnings management) ini sebagian besar dikaitkan dengan kinerja perusahaan dengan membandingkan bagaimana kinerja perusahaan sebelum dan sesudah melakukan penawaran saham akibat dari adanya aktivitas manajemen laba. Penurunan kinerja dalam jangka panjang di seputar penawaran terjadi karena meningkatnya transaksi discretionary accruals yang berasal dari manajemen laba (Rangan, 1998; Teoh et al., 1998; Shivakumar, 2000; Fidyati, 2004).
Beberapa penelitian di atas memberikan inspirasi bagi peneliti untuk melakukan penelitian yang terkait dengan manajemen laba (earnings management). Akan tetapi, penelitian ini berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya karena penelitian ini ingin membuktikan beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi manajemen untuk melakukan aktivitas manajemen laba (earnings management), terutama pada saat perusahaan melakukan penawaran saham terbatas pada pemegang saham lama (right issue), yang biasanya permasalahan ini luput dari pengamatan beberapa peneliti sebelumnya. Meskipun terdapat penelitian sebelumnya yang juga meneliti aspek yang memotivasi earnings management di seputar right issue seperti yang dilakukan oleh Iqbal et al. (2000), setting penelitian berbeda dan alat analisis yang digunakan juga berbeda dengan penelitian sekarang. Dengan demikian, dalam penelitian ini peneliti ingin membuktikan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas manajemen laba di seputar right issue di Indonesia dan faktor-faktor yang diteliti berbeda dengan penelitian sebelumnya serta alat analisis yang berbeda dengan sebelumnya. Peneliti ingin membuktikan apakah pada saat right issue juga terdapat perbedaan earnings management, yang dalam hal ini diproksi dengan diskresioner akrual antara sebelum dan sesudah melakukan right issue. Hal itu penting karena dari beberapa penelitian yang meneliti pada saat perusahaan melakukan penawaran saham kepada publik (selain right issue) terdapat indikasi perbedaan earnings management antara sebelum dan sesudah melakukan penawaran saham kepada public. Hal ini terkait dengan keinginan untuk menunjukkan kinerja yang lebih bagus. Beberapa hal tersebut melatarbelakangi penulis untuk meneliti masalah faktor yang memotivasi aktivitas earnings management di seputar right issue.
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah apa saja faktor yang memotivasi manajemen dalam melakukan aktivitas manajemen laba dan apakah terdapat indikasi terjadi manajemen laba sebelum right issue. Tujuan penelitian adalah mendapatkan bukti secara
empiris beberapa faktor yang memotivasi manajemen untuk melakukan manajemen laba di seputar right issue dan mengetahui apakah diskresioner akrual sebelum right issue cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan sesudah right issue.
Manajemen laba adalah suatu intervensi dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan maksud untuk memperoleh keuntungan pribadi (Wolk et al., 2001). Dalam kondisi perusahaan akan menjual sahamnya kepada publik, manajer perlu memberikan informasi kepada publik mengenai kondisi keuangan perusahaannya. Hal ini mendorong manajer untuk melakukan earnings management. Kondisi ini terjadi, baik pada saat perusahaan melakukan penawaran perdana (initial public offerings /IPO) maupun pada saat melakukan penawaran kedua dan seterusnya (seasoned equity offerings/SEO). Dua kondisi tersebut berbeda dalam hal tersedianya laporan keuangan yang dipublikasikan karena dalam penawaran kedua dan seterusnya laporan keuangan yang dipublikasikan sudah disediakan kepada publik.
Motivasi adanya manajemen laba ada tiga (Watts and Zimmermann, 1986), yaitu sebagai berikut. (1) Hipotesis program bonus (the bonus plan hypothesis), yang didasarkan adanya dorongan manajer perusahaan untuk mendapatkan bonus berdasarkan laba yang dilaporkan oleh manajer. Motivasi bonus tersebut mendorong manajer untuk memilih prosedur akuntansi yang dapat menggeser laba dari periode yang akan datang ke periode saat ini (Scott, 2000). Penelitian terkait dengan motivasi bonus menyatakan bahwa manajer berusaha memanipulasi laba untuk memaksimalkan nilai sekarang dari pembayaran bonus (Holthausen, 1995). (2) Hipotesis perjanjian utang (the debt covenant hypothesis). Motivasi debt covenant disebabkan oleh
munculnya perjanjian kontrak antara manajer dan perusahaan yang berbasis kompensasi manajerial. Penelitian terkait dengan hipotesis perjanjian utang dilakukan oleh Defond dan Jiambalvo (1994). (3) Hipotesis biaya politik (the political cost hypotheses). Motivasi politik timbul karena manajemen memanfaatkan kelemahan akuntansi yang menggunakan estimasi akrual serta pemilihan metode akuntansi dalam rangka menghadapi berbagai regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Penelitian terkait dengan hipotesis biaya politik dilakukan Cahan (1992) dan Saputro (2004).
Organisasi memiliki kemampuan untuk bertahan apabila terdapat pemisahan antara pemilik dan pengendalinya. Hal ini sesuai dengan penelitian Fama dan Jensen yang menganalisis bahwa organisasi yang mampu bertahan tidak mendasarkan pengambilan keputusan pada pemegang saham yang terbesar, tetapi terdapat pemisahan antara pemilik dengan pengendali (Fama dan Jensen, 1983). Struktur kepemilikan saham dalam suatu perusahaan terdiri ata kepemilikan saham yang dimiliki oleh institusi dan kepemilikan saham oleh manajerial. Institusi sebagai pemilik saham dianggap lebih mampu dalam mendeteksi kesalahan yang terjadi. Hal ini dikarenakan investor institusi lebih berpengalaman dibandingkan dengan investor individual. Institusi sebagai investor yang sophisticated karena mempunyai kemampuan dalam memproses informasi dibandingkan dengan investor individual. Dengan demikian, akan semakin membatasi manajemen dalam memainkan angka-angka dalam laporan keuangan.
Wedari (2004) yang mengutip pendapat Shiller dan Pound (1989) menyatakan bahwa investor institusional mempunyai waktu yang lebih banyak untuk melakukan analisis investasi dan memiliki akses informasi yang mahal dibandingkan dengan investor individual. Oleh
karenanya, memiliki kemampuan mengawasi tindakan manajemen yang lebih baik dibandingkan dengan investor individual. Dari beberapa teori tersebut dapat diketahui bahwa semakin tinggi kepemilikan oleh institusi maka akan semakin kecil peluang manajemen melakukan manipulasi angka-angka dalam bentuk manajemen laba.
Demikian halnya dengan kepemilikan saham oleh manajerial, yaitu dengan semakin banyaknya saham yang dimiliki oleh manajer maka akan cenderung tidak mengatur labanya dalam bentuk akrual diskresioner. Penelitian Jensen dan Meckeling (1976) menyatakan bahwa terdapat kesejajaran antara kepentingan manajer dan pemegang saham pada saat manajer memiliki saham perusahaan dalam jumlah yang besar. Dengan demikian, keinginan untuk membodohi pasar modal berkurang karena manajer ikut menanggung baik dan buruknya akibat dari setiap keputusan yang diambil.
Penelitian Fama dan Jensen menyatakan bahwa dewan direksi adalah mekanisme pengendalian internal yang paling tinggi yang bertanggung jawab untuk memonitor tindakan top manajemen dalam melakukan tindakan manipulasi laba atau kecurangan dalam laporan keuangan (Fama dan Jensen, 1983). Pendapat tersebut sejalan dengan penelitian Beasley yang juga menyatakan bahwa dewan direksi sebagai mekanisme pengendalian intern untuk mencegah kecurangan dalam penyajian laporan keuangan (Beasley, 1996). Dalam penelitian tersebut dewan direksi yang digunakan oleh Beasley tidak hanya inside directors, tetapi juga meliputi outside directors.
Jensen (1986) menemukan bukti bahwa tekanan pasar modal menyebabkan perusahaan dengan kepemilikan manajerial yang rendah akan memilih metode akuntansi yang dapat membuat peningkatan laba sehingga tidak mencerminkan kondisi ekonomi perusahaan yang sebenarnya.
Berdasar beberapa penelitian tersebut tampak semakin besar proporsi saham yang dimiliki oleh manajer sehingga akan cenderung mengurangi tindakan manajemen laba, yang dalam hal ini diproksi dengan discretionary accruals. Dari uraian tersebut dapat dikemukakan hipotesis seperti berikut.
H1a: Kepemilikan institusi berpengaruh negatif terhadap discretionary accruals
H1b: Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap discretionary accruals
Leverage (ungkitan) merupakan rasio antara total kewajiban dengan total asset. Semakin besar rasio leverage, berarti semakin tinggi nilai utang perusahaan. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Watts and Zimmerman dalam hipotesis debt covenant bahwa motivasi debt covenant disebabkan oleh munculnya perjanjian kontrak antara manajer dengan perusahaan yang berbasis kompensasi manajerial (Watts Zimmerman, 1986). Dengan demikian, perusahaan yang mempunyai rasio leverage yang tinggi, berarti proporsi hutangnya lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi aktivanya akan cenderung melakukan manipulasi dalam bentuk manajemen laba. Hal ini bertujuan untuk menghindari pelanggaran perjanjian utang (Defond dan Jiambalvo, 1994). Penelitian Dhaliwal (1980) yang menguji pengaruh struktur modal terhadap pilihan metode akuntansi membuat hipotesis dalam penelitiannya bahwa perusahaan dengan leverage tinggi akan menawarkan standar akuntansi yang menurunkan atau menaikkan laba yang dilaporkan. Hasil penelitian konsisten dengan hipotesis bahwa perusahaan dengan leverage yang tinggi cenderung mengatur laba yang dilaporkan dengan menaikkan atau menurunkan laba dibandingkan dengan perusahaan dengan tingkat leverage yang rendah. Dengan demikian, disimpulkan bahwa perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi cenderung mengatur labanya dibandingkan
dengan perusahaan dengan tingkat leverage yang rendah. Berdasarkan uraian tersebut dapat dikemukakan hipotesis berikut.
H1c: Leverage berpengaruh positif terhadap discretionary accruls.
Terdapat beberapa penelitian yang meneliti tentang perbandingan kinerja perusahaan yang melakukan seasoned equity offerings antara sebelum dan sesudahnya. Di antaranya Rangan (1998) dan Teoh et al. (1998) menyatakan bahwa terjadi penurunan kinerja di seputar SEO. Hal ini terjadi karena meningkatnya transaksi discretionary accruals yang berasal dari manajemen laba. Teoh et al. (1998) membandingkan kinerja perusahaan antara perusahaan yang menerbitkan saham pada seasoned equity offerings dengan yang tidak menerbitkan saham pada seasoned equity offerings. Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan kinerja jangka panjang terhadap perusahaan penerbit seasoned equity offerings, discretionary accrual akan meningkat sebelum offerings, dan kemudian menurun sesudahnya. Penelitian dalam negeri yang dilakukan Wibisono (2003) menyatakan bahwa manajer bersikap oportunis sehingga mengakibatkan penurunan kinerja perusahaan pasca SEO. Dari beberapa penelitian dapat disimpulkan bahwa perusahaan cenderung meningkatkan kinerja pada saat sebelum SEO dengan cara memanipulasi laba dalam bentuk peningkatan laba (income increasing), tetapi kondisi ini menyebabkan penurunan jangka panjang pada periode setelah SEO. Hal ini juga berlaku sama pada perusahaan yang melakukan right issue. Dengan demikian, dapat dirumuskan hipotesis berikut.
H2: Discretionary accruals sebelum right issue cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan discretionary accruals setelah right issue.
Populasi penelitian ini adalah semua perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive random sampling dengan kriteria (1) perusahaan yang melakukan right issue antara tahun 1998 sampai dengan tahun 2001; (2) perusahaan yang dijadikan sampel adalah perusahaan dalam kelompok industri manufaktur, jasa, dan dagang, bukan dari kelompok perusahaan perbankan, asuransi, atau kelompok lembaga keuangan lainnya; (3) perusahaan tersebut memiliki data kepemilikan saham manajerial dan institusi; (4) menerbitkan laporan keuangan secara lengkap dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2003, yang merupakan periode amatan dalam penelitian ini.
Data mengenai penghitungan akrual diskresioner, yaitu total aktiva, aktiva tetap, piutang, pendapatan, laba bersih, dan arus kas dari operasi; data mengenai persentase kepemilikan saham baik kepemilikan oleh manajerial maupun institusi, data untuk menghitung leverage diperoleh dari laporan keuangan tahunan (annual report) perusahaan yang terdaftar di BEJ dari tahun 1996 sampai dengan 2003, yaitu dari www.jsx.co.id dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD).
-
1. Earnings management sebagai variabel dependen diproksi dengan discretionary accruals dan dihitung dengan The Modified Jones Model. Alasan pemilihan model Jones yang dimodifikasi ini karena model ini dianggap sebagai model yang paling baik dalam mendeteksi manajemen laba dibandingkan dengan model lain serta memberikan hasil yang paling kuat (Dechow et al., 1995; Sutrisno, 2002).
Langkah-langkah dalam menghitung discretionary accruals sebagai berikut:
TA (total accrual) = Net income – Cash flow from operation………….(1) Tat/At-1=α1 (1/At-1) + α2 (ΔREVt/At-1) + α3 (PPEt/At-1) + ε……….(2) Keterangan:
At-1 = Total aset pada periode t-1
ΔREVt = Perubahan pendapatan dalam periode t
PPEt = Property, Plan, and Equipment
α1, α2, α3 = koefisien regresi
NDA = α1 (1/At-1) + α2 (ΔREVt-ΔRECt)/At-1) + α3 (PPEt/At-1)…….(3)
Keterangan:
ΔRECt = Perubahan piutang bersih dalam periode t
Selanjutnya dapat dihitung nilai discretionary accruals sebagai berikut:
DACit = TAt /At-1-NDA………………………………………………..(4)
Keterangan:
DACit = Discretionary accruals pada periode t
NDA = Non discretionary accruals
-
2. Kepemilikan Institusi (Institutional Ownership/OWNINST) merupakan persentase dari kepemilikan saham yang dimiliki oleh investor institusional.
-
3. Kepemilikan Manajerial (Managerial Ownership/OWNMAN) meupakan proporsi dari kepemilikan saham yang dimiliki oleh manajer. Dalam penelitian ini digunakan variabel dummy. Apabila terdapat proporsi kepemilikan saham oleh manajerial, maka diberi nilai 1, sedangkan apabila tidak terdapat kepemilikan manajerial, diberi nilai 0.
-
4. Leverage (LEV), menunjukkan rasio dari kewajiban dengan total aset perusahaan.
-
5. Size, digunakan ln dari total asset perusahaan. Size dalam penelitian ini sebagai variabel
kontrol.
Persamaan yang digunakan untuk menguji hipotesis pertama (H1a, 1b, dan 1c) :
DAC = α1 + α2OWNINST + α3OWNMNGR + α4LEV + α5Size + ε
Untuk menguji hipotesis kedua, yaitu untuk membuktikan apakah discretionary accruls sebelum right issue cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan setelah right issue digunakan uji t berpasangan (paired t-test).
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode penggabungan data (pooling data). Data yang berhasil dikumpulkan sebanyak 34 perusahaan dengan periode amatan 5 tahun sehingga terdapat 170 observasi.
Dari tabel 1 statistik deskriptif ditunjukkan bahwa nilai diskresioner akrual rata-rata negative. Dengan demikian, disimpulkan bahwa perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini rata-rata melakukan aktivitas manajemen laba dalam bentuk penurunan laba (income decreasing).
Kepemilikan institusi yang merupakan proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh institusi mempunyai rata-rata kepemilikan yang tinggi. Dengan demikian, sebagian besar saham perusahaan yang dijadikan sampel dimiliki oleh institusi.
Kepemilikan manajemen yang merupakan proporsi pemilikan saham yang dimiliki oleh manajemen dalam penelitian ini menunjukkan proporsi kepemilikan yang relatif kecil
dibandingkan dengan saham yang dimiliki oleh institusi. Penelitian ini menggunakan variabel dummy karena tidak pada semua perusahaan yang dijadikan sampel terdapat struktur kepemilikan saham yang dimiliki oleh manajer, bahkan hanya pada sebagian kecil yang terdapat struktur kepemilikan saham oleh manajer.
Leverage menunjukkan rasio yang tinggi. Hal itu tampak dari nilai mean dalam tabel tersebut. sehingga kondisi demikian memungkinkan termotivasinya manajer untuk melakukan aktivitas manajemen laba karena manajer termotivasi untuk menghindari pelanggaran perjanjian utang (Devond dan Jiambalvo, 1994).
Ukuran (size) perusahaan menunjukkan bahwa semakin besar size maka perusahaan cenderung termotivasi untuk mendukung standar akuntansi yang mengurangi laba yang dilaporkan. Hal itu terjadi karena dengan laba yang rendah akan memberikan manfaat dalam bidang pajak serta biaya politik. Hal ini terkait dengan besar pajak yang harus dibayar (Watts & Zimmerman,1986; Dhaliwal, 1980)
Pengujian hipotesis untuk variabel kepemilikan institusi menghasilkan nilai standardized coefficients (beta) –0,099 dengan nilai t –1,299 dan tingkat signifikansi sebesar 0,196 jauh lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa variabel kepemilikan institusi (OWNINST) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap akrual diskresioner. Dengan demikian, hipotesis 1a tidak didukung. Hasil penelitian ini berlawanan dengan beberapa penelitian yang sebagian besar menunjukkan hasil yang signifikan dan menyatakan bahwa adanya investor institusi dapat mengurangi tindakan manajemen laba, karena investor institusi dianggap lebih berpengalaman (Midiastuti dan Machfoedz, 2003). Akan tetapi, asumsi dari kondisi tersebut adalah investor
intitusi yang sophisticated. Dalam kenyataan tidak semua investor institusi adalah investor yang sophiscated. Hal ini terutama terjadi dalam hal jumlah investor institusi sangat sedikit. Akan tetapi, dengan semakin bertambahnya jumlah investor institusi maka akan semakin membatasi tindakan manajemen untuk melakukan aktivitas manajemen laba.
Hasil pengujian hipotesis untuk variabel kepemilikan manajerial menunjukkan nilai standardized coefficients (beta) –0,044 nilai t –0,571 dengan nilai signifikansi yang dihasilkan 0,569 jauh lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial (OWNMNGR) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap akrual diskresioner. Dengan demikian, hipotesis 1b tidak didukung. Hasil penelitian ini berlawanan dengan beberapa teori yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial yang tinggi akan dapat mengurangi aktivitas manajemen laba. Alasan untuk hal ini adalah dalam penelitian ini sampel yang digunakan memiliki jumlah kepemilikan manajerial yang sangat rendah. Dengan demikian, hasilnya kurang dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial akan mempengaruhi aktivitas manajemen laba.
Dari tabel di atas untuk variabel leverage (LEV) ditunjukkan nilai standardized coefficients (beta) 0,214 dengan nilai signifikansi 0,006 dan t 2,801 menunjukkan arah hubungan yang positif. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa variabel leverage (LEV) berpengaruh positif signifikan terhadap aktivitas manajemen laba. Dengan demikian, hipotesis 1c dapat didukung. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin tinggi leverage yang
merupakan rasio antara total kewajiban terhadap total aset akan meningkatkan aktivitas manajemen laba. Defond dan Jiambalvo (1994) menyatakan bahwa tingkat ungkitan (leverage) yang tinggi akan meningkatkan manajemen laba untuk menghindari kemungkinan pelanggaran perjanjian utang.
Pengujian hipotesis kedua dilakukan dengan pair sample T-Test untuk membuktikan apakah terdapat perbedaan diskresioner akrual antara sebelum right issue dan sesudah right issue, yaitu adanya kecenderungan discretionary accruals yang lebih tinggi sebelum right issue dibandingkan dengan setelah right issue. Pengujian dengan pair sample t-test ini dilakukan dengan membandingkan diskresioner akrual sebelum dan sesudah right issue sebelum dan pada saat right issue dan pada saat right issue dengan sesudah right issue.
Tabel 3 menunjukkan hasil pengujian diskresioner akrual antara sebelum right issue dengan sesudah right issue dengan tingkat signifikansi sebesar 5% dihasilkan nilai sig. (2-tailed) sebesar 0,000. Karena nilai signifikansi jauh di bawah 5% (0,000 < 0,05),maka hasil pengujian menunjukkan nilai yang sangat signifikan. Dengan demikian,hipotesis 2 dapat didukung. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan diskresioner akrual antara sebelum dan sesudah right issue, yaitu adanya kecenderungan discretionary accruals yang lebih tinggi sebelum right issue dibandingkan dengan setelah right issue. Sebagai perbandingan dilakukan pengujian diskresioner akrual sebelum dan pada saat right issue serta pengujian diskresioner akrual pada saat right issue dan setelah right issue. Tabel 4 menunjukkan hasil pengujian diskresioner akrual sebelum right issue dan pada saat right issue dengan tingkat signifikansi sebesar 5% dihasilkan nilai sig. (2tailed) 0,0000 berada jauh di bawah 0,05 (0,0000 < 0,05) sehingga hasil pengujian menunjukkan
nilai yang sangat signifikan. Tabel 5 menunjukkan hasil pengujian diskresioner akrual pada saat dan sesudah right issue dihasilkan nilai sig (2-tailed) sebesar 0,516. Karena nilai 0,516 berada jauh di atas 0,05 (0,516 > 0,05), maka hasil penelitian menunjukkan nilai yang tidak signifikan.
Dari hasil pengujian dengan pair t-test tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan diskresioner akrual antara sebelum dengan sesudah right issue. Hal ini dikarenakan beberapa perusahaan cenderung ingin menutupi kinerja yang buruk pada saat sebelum penawaran dengan cara mengatur laba melalui transaksi akrual, yaitu cenderung meningkatkan laba sehingga akan terlihat terjadi peningkatan kinerja sebelum penawaran. Dengan demikian, ada kecenderungan sebelum right issue discretionary accruals lebih tinggi dibandingkan dengan setelah right issue Hal itu terjadi karena berkaitan dengan keinginan menunjukkan kinerja perusahaan yang tinggi. Kemudian discretionary accruals akan menurun sesudah penawaran. Kondisi ini menyebabkan penurunan kinerja sesudah penawaran. Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa hasil penelitian tentang perbedaan diskresioner akrual sebelum dan sesudah penawaran. Beberapa penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat perbedaan diskresioner akrual antara sebelum dan sesudah penawaran. Kondisi ini dimungkinkan karena terkait dengan keinginan perusahaan untuk menunjukkan peningkatan kinerja yang lebih bagus dengan cara memanipulasi laba melalui transaksi akrual, tetapi hal ini mengakibatkan penurunan kinerja sesudahnya (Rangan, 1998; Teoh, 1998; dan Wibisono, 2003).
Pengaturan laba biasanya terjadi hanya pada saat sebelum penawaran.Hal itu dibuktikan dengan hasil pengujian pair t-test di atas pada saat right issue dengan setelah right issue pada tabel 5 di atas, yang menunjukkan hasil tidak terdapat perbedaan diskresioner akrual pada saat right issue dengan setelah right issue. Itu berarti bahwa beberapa perusahaan cenderung mengutamakan pengaturan labanya hanya pada saat sebelum penawaran, yaitu cenderung
menunjukkan discretionary accruals yang lebih tinggi sebelum penawaran dibandingkan dengan setelah penawaran. Hasil pengujian dengan pair t-test di atas menunjukkan discretionary accruals cenderung berbeda sebelum dan sesudah serta pada saat right issue. Akan tetapi, kemudian tidak terdapat perbedaan discretionary accruals pada saat penawaran (right issue) dengan setelah penawaran (right issue).
Apabila dilihat dari kecenderungan pola diskresioner akrual, seperti ditunjukkan dalam tabel statistik deskriptif, di atas rata-rata diskresioner akrual adalah bertanda negatif, yaitu berpola income decreasing. Hal ini konsisten dengan deskripsi bahwa manajemen perusahaan yang digunakan dalam sampel penelitian ini cenderung melakukan income decreasing dengan maksud agar laba terlihat stabil. Kondisi ini dimungkinkan karena perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan yang melakukan right issue, yaitu perusahaan yang melakukan penawaran saham terbatas kepada pemegang saham yang lama, yang berarti perusahaan tersebut sudah dikenal oleh publik pada saat melakukan penawaran perdana dan laporan keuangan untuk publik juga sudah tersedia. Berbeda halnya dengan kondisi pada saat initial public offerings (IPO) dimana penawaran saham dilakukan untuk pertama kali kepada publik dan ketersediaan laporan keuangan juga terbatas. Dengan demikian, memotivasi manajemen untuk menunjukkan kinerja perusahaan yang lebih bagus. Beberapa penelitian menyatakan bahwa pada saat IPO laporan keuangan berguna sebagai sinyal bagi perusahaan karena pasar akan merespons secara positif terhadap laba yang dilaporkan yang dapat meningkatkan nilai bagi perusahaan. Oleh karena itu, akan memotivasi manajer mengatur laba yang dilaporkan untuk peningkatan nilai bagi perusahaan. Kondisi demikian berbeda dengan kondisi perusahaan pada saat right issue.
Penelitian yang terkait dengan pola perataan laba ini dilakukan oleh Dwiatmini (2001), yang ingin mengetahui reaksi pasar terhadap pengumuman informasi laba yang dilakukan oleh perusahaan yang melakukan praktik perataan laba. Di samping itu, apakah praktik perataan laba yang dilakukan berhasil meredam reaksi pasar ketika perusahaan mengumumkan laba. Hasil penelitian menyatakan bahwa reaksi pasar tidak terlalu kuat atas pengumuman laba. Hal ini disebabkan karena laba yang diumumkan tersebut sudah dimanipulasi.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji serta mendapatkan bukti secara empiris beberapa aspek yang memotivasi manajemen untuk melakukan earnings management di seputar right issue. Selain itu, juga untuk menguji apakah terdapat perbedaan earnings management, yang dalam hal ini diproksi dengan diskresioner akrual antara sebelum right issue dengan setelah right issue, yaitu kecenderungan discretionary accruals yang lebih tinggi sebelum right issue dibandingkan setelah right issue. Sebagai perbandingan juga diuji perbedaan diskresioner akrual sebelum right issue dengan pada saat right issue dan pada saat right issue dengan sesudah right issue.
Dari hasil pengujian di atas dapat disimpulan bahwa hanya satu variable, yaitu leverage yang menunjukkan hasil yang signifikan positif, yang berarti hipotesis dapat didukung, sedangkan variabel lain tidak didukung. Hal ini dimungkinkan karena jumlah sampel dalam penelitian ini sangat terbatas. Di samping itu, sampel yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan struktur kepemilikan saham yang dimiliki oleh manajerial sangat sedikit dibandingkan dengan yang dimiliki oleh institusi dan jumlah institusi yang relatif sedikit tersebut kurang dapat membatasi tindakan manajemen dalam melakukan aktivitas manajemen laba. Hal itu terjadi karena semakin besar jumlah kepemilikan institusi akan semakin kecil peluang
manajemen untuk melakukan aktivitas manajemen laba. Rata-rata perusahaan yang dijadikan sampel penelitian mempunyai rasio utang dengan aktiva yang tinggi sehingga memotivasi manajemen untuk melakukan aktivitas manajemen laba. Size perusahaan digunakan sebagai variabel kontrol karena size yang ditentukan dari ln asset. Meskipun berpengaruh, sangat sedikit pengaruhnya dibandingkan dengan variabel yang lain sehingga variabel ini bersifat melengkapi saja. Hasil pengujian hipotesis kedua sesuai dengan beberapa teori, yaitu terdapat perbedaan diskresioner akrual antara sebelum dan sesudah right issue yang disebabkan manajemen termotivasi untuk menunjukkan kinerja yang bagus dengan melakukan aktivitas manajemen laba. Kondisi ini berbeda pada saat dan setelah right issue, yang menunjukkan hasil tidak terdapat perbedaan diskresioner akrual pada saat dan setelah right issue.
Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu sampel yang digunakan dalam penelitian ini sangat sedikit. Hal ini dikarenakan kriteria sampel yang digunakan hanya perusahaan yang melakukan right issue. Keterbatasan lain dalam penelitian ini adalah periode amatan yang digunakan dalam penelitian ini melewati periode pada masa krisis. Hal ini dapat mengakibatkan hasil yang kemungkinan besar adalah bias sehingga untuk penelitian selanjutnya diperlukan perhatian lebih lanjut terhadap keterbatasan tersebut dengan cara memperluas sampel tidak hanya terbatas pada perusahaan yang melakukan right issue. Akan tetapi, dimungkinkan dengan membandingkan perusahaan non issuer dan dimungkinkan juga memperluas periode amatan karena dimungkinkan data sudah tersedia secara lengkap untuk periode mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Beasley, Mark S. 1996. “An Empirical Analysis of the Relation Between the Board of Director Composition and Financial Statement Fraud”. The Accounting Review. Vol. 71 No.4. October, pp. 443—465.
Cahan, Stephen F. 1992. “The Effect of Antitrust Investigations on Discretionary Accruals: A Refined Test of the Political-Cost Hypothesis”. The Accounting Review. vol 67, no. 1 January, pp. 77—95.
Daliwal, S Dan. 1980. “The Effect of the Firm’s Capital Structure on the Choice of Accounting Methods”. The Accounting Review. Vol. LV No. 1, January, pp. 78—84.
Datar, Srikant M, Gerald A. Feltham dan John S. Hughes. 1991. “The Role of Audits and Audit Quality in Valuing New Issues”. Journal of Accounting and Economics. Vol 14, pp. 3—49.
Dechow, Patricia M, Richard G Sloan dan Amy P Sweeny. 1995. “Detecting Earnings Management”. Accounting Review. Vol. 70 No. 2, April.
Dechow, Patricia M dan Ilia D. Dichev. 2002. “The Quality of Accruals and Earnings: The Role of Accrual Estimation Errors”. The Accounting Review. Vol. 77, pp. 35—59
Defond, Mark L dan James Jiambalvo. 1994. “Debt Covenant Violation and Manipulation of Accruls”. Journal of Accounting and Economics/ Vol 17, January, pp. 145—176.
Dwiatmini, Sesilia dan Nurkholis. 2001. “Analisis Reaksi Pasar terhadap Informasi Laba: Kasus Praktik Perataan Laba Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta”. TEMA, Vol. II, No. 1, Maret, hal 27—40.
Fama, Eugene. F, dan Michael C. Jensen. 1983. “Separation of Ownership and Control”. Journal of Law and Economics. Vol. XXVI, June, pp. 1—32.
Fidyati, Nisa. 2004. “Analisis Earnings Management terhadap Kinerja pada Perusahaan Seasoned Equity Offering”. Tesis S2 tidak dipublikasikan. Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Holthausen, Robert W, David F. Larcker dan Richard G. Sloan. 1995. “Annual Bonus Schemes and the Manipulation of Earnings”. Journal of Accounting & Economics. pp. 29—73.
Iqbal, Abdullah, Susanne Espenlaub, dan Norman Strong. 2000. “An Analysis of the Motivation for Earnings Management Around U.K. Rights Issues”. Working Paper.
Jensen, Michael C., dan William H. Meckling, 1976. “Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency and Ownership Structure”. Journal of Financial Economic. Vol. V 3, No.4, October, pp. 305—360.
Jensen, Michael C. 1986. “Agency Cost of Free Cash Flow, Corporate Finance and Takeovers”. The American Economic Review. May, pp. 323—329.
Midiastuti, Pranata P dan M. Machfoedz. 2003. “Analisis Hubungan Mekanisme Corporate Governance dan Indikasi Manajemen Laba”. Oktober. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VI, Surabaya.
Rangan, Srinivasan. 1998. “Earnings Management and the Performance of Seasoned Equity Offerings”. Journal of Financial Economics. No. 50, pp. 101—112.
Roshan, Sepi dan Christine A. Jubb. 1998. “Audit Quality: Discretionary Accruals and Qualification Rates”. Working Paper, Oktober.
Saputro, Julianto Agung. 2004. “Kesempatan Bertumbuh dan Manajemen Laba: Uji Hipotesis Political Cost”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 7 No. 2, Mei, hal 251—263.
Scott, R William. 2000. Financial Accounting Theory. Second Edition. Prentice Hall International, Inc.
Shivakumar, Laksmanan. 2000. “Do Firm Mislead Investor by Overstating Earnings Before Seasoned Equity Offerings”. Journal of Accounting and Economics. October, pp. 339— 371.
Sutrisno. 2002. “Studi Manajemen Laba (Earnings Management) Evaluasi Pandangan Profesi Akuntansi, Pembentukan dan Motivasinya”. KOMPAK. No, 5 Mei, hal 158—179.
Teoh, Siew Hong dan T.J. Wong. 1998. “Earnings Management and the Underperformance of Seasoned Equity Offering”. Journal of Financial Economics. Vol 50, pp. 63—99.
Watts, RL., and J.L. Zimmerman. 1986. Positive Accounting Theory, Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall, Inc.
Wedari, Linda Kusumaning. 2004. “Analisis Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris dan Keberadaan Komite Audit Terhadap Aktivitas Manajemen Laba Pada Perusahaan Publik di Indonesia”. Tesis S2 tidak dipublikasikan. Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Wibisono, Haris dan Sulistyanto. 2003. :Seasoned Equity Offerings: Antara Agency Theory, Windows of Opportunity, dan Penurunan Kinerja. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VI Surabaya, 16-17 Oktober, hal 131—140.
Wolk, H.I., M.G. Tearney, J.L. Dodd. 2001. Accounting Theory. South Western College Publishing: Thomson Learning.
Tabel 1 Statistik Deskriptif
N |
Minimum |
Maximum |
Mean |
Std. Deviation | |
Discretionary Accruals (DCA) |
170 |
-268.9122 |
1.0181 |
-1.631650 |
20.623446 |
Kepemilikan Institusi (OWNINST) |
170 |
.0920 |
1.3011 |
.710731 |
.207568 |
Kepemilikan Manajer (OWNMNGR) |
170 |
0 |
1 |
.36 |
.48 |
LEVERAGE |
170 |
.0808 |
2.0620 |
.619526 |
.330348 |
LSIZE |
170 |
22.64 |
30.11 |
26.9921 |
1.2818 |
Sumber: Data diolah
Ditunjukkan dalam tabel 2 berikut:
Tabel 2 Hasil Uji Regresi
Standardized Coefficients |
t |
Sig. | |
Beta | |||
Kepemilikan Institusi (OWNINST) |
-0,099 |
-1,299 |
0,196 |
Kepemilikan Manajer (OWNMNGR) |
-0,044 |
-0,571 |
0,569 |
LEVERAGE |
0,214 |
2,801 |
0,006 |
LN-SIZE |
-0,062 |
-0,803 |
0,423 |
Adj. R Square |
0,036 | ||
R Square |
0,059 | ||
F |
2,574 | ||
Sig. (α = 5%) |
0,040 |
Dependen Variabel : Discretionary Accruals
Tabel 3
Hasil Pengujian DCA Sebelum dan Sesudah Right issue
Paired Samples Test
Pair 1 | |
SBL_1 - SSD_1 | |
Paired Differences Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval Lower of the Difference Upper t df Sig. (2-tailed) |
1.7339 1.94940 .33432 1.0537 2.4141 5.186 33 .000 |
Tabel 4
Hasil Pengujian DCA Sebelum dan Pada Saat Right Issue
Paired Samples Test
Pair 1 | |
SBL_1 - SAAT_T | |
Paired Differences Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval Lower of the Difference Upper t df Sig. (2-tailed) |
1.5439 2.0813 .3569 .8177 2.2701 4.325 33 .000 |
Tabel 5
Hasil Pengujian DCA Pada Saat dan Sesudah Right issue
Paired Samples Test
Pair 1
SAAT_T - SSD_1
Paired Differences Mean |
.1900 |
Std. Deviation |
1.68589 |
Std. Error Mean | |
.28913 | |
95% Confidence Interval Lower |
-.3982 |
of the Difference Upper |
.7782 |
t |
.657 |
df |
33 |
Sig. (2-tailed) |
.516 |
BIODATA PENULIS
Nama : |
Dewi Saptantinah Puji Astuti, SE, M Si, Akt |
Pekerjaan : Fakultas /Jurusan : |
Dosen Universitas Slamet Riyadi Surakarta Ekonomi / Akuntansi |
Alamat yg bisa dihub. : Phone : |
Gg. Duwet V RT 01/07 Bulak Indah Karang Asem – Solo 08164276098/ 0271-5811531 |
24
Discussion and feedback