ANALISIS PREDIKSI POTENSI RISIKO FRAUDULENT FINANCIAL STATEMENT MELALUI PERSONAL FINANCIAL NEED DAN AUDITOR SWITCHING
on
Desak Nyoman Sri Werastuti, Analisis Prediksi Risiko Fraudulent Financial ... 37
ANALISIS PREDIKSI POTENSI RISIKO FRAUDULENT FINANCIAL STATEMENT MELALUI PERSONAL FINANCIAL NEED DAN AUDITOR SWITCHING
Desak Nyoman Sri Werastuti
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Ganesha, Bali, Indonesia e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bermaksud untuk menganalisis dan mendeteksi ada tidaknya potensi risiko fraudulent financial statement dengan menggunakan faktor risiko tekanan yang diproksikan dengan personal financial need dan rasionalisasi yang diproksikan dengan auditor switching. Penelitian ini penting karena banyaknya kasus fraud yang ditangani Bapepam menjadi bukti bahwa terdapat kegagalan audit dalam mendeteksi adanya kecurangan laporan keuangan. Masih jarangnya penelitian di Indonesia yang memprediksi kecurangan dalam laporan keuangan menggunakan analisis personal financial need dan auditor switching sehingga dilakukannya pengujian terhadap variabel tersebut. Sampel penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2011-2013 dengan 116 perusahaan. Pengujian hipotesis dilakukan dengan regresi logistik. Hasil penelitian ini adalah personal financial need yang diukur dengan kepemilikan orang dalam berpengaruh positif pada fraudulent financial statement. Artinya semakin tinggi persentase kepemilikan saham oleh orang dalam maka praktik fraud dalam memanipulasi laporan keuangan semakin bertambah. Auditor switching tidak berpengaruh dalam memprediksi fraudulent financial statement. Artinya berganti tidaknya KAP yang melakukan audit, ada kemungkinan untuk dapat mendeteksi fraud dalam laporan keuangan tergantung dari skeptisme auditor yang melakukan audit.
Kata kunci: fraudulent financial statement, personal financial need, auditor switching
ABSTRACT
This study intends to analyze and detect the presence or absence of the potential risk of fraudulent financial statements using pressure risk factors that proxied by personal financial need and the rationalization that is proxied by the auditor switching. This research is important because the number of fraud cases handled by Bapepam be evidence that there is a failure to detect fraud audit financial statements. The scarcity of research in Indonesia which predict fraud in the financial statements using the personal analysis of financial need and auditor switching to undertake testing of these variables. The sample of this research is manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange in 2011-2013 with amount is 116 companies. Hypothesis testing is performed with logistic regression. The results of this study are personal financial need as measured by ownership of people in a positive effect on fraudulent financial statements. This means that the higher the percentage of ownership by people in the practice of fraud in manipulating financial statements increased. Auditor switching is not influential in predicting fraudulent financial statements. That is changing whether or not the firm conducting the audit, it is possible to detect fraud in the financial statements depending on skepticism auditors conduct audits.
Keywords: fraudulent financial statement, personal financial need, auditor switching
PENDAHULUAN
Laporan keuangan menggambarkan informasi akuntansi yang menghubungkan kegiatan ekonomi perusahaan dengan pihak berkepentingan sebagai salah satu bentuk alat komunikasi oleh manajer puncak kepada bawahannya serta pihak luar perusahaan
untuk menginformasikan aktivitas perusahaan selama periode waktu tertentu. Menyadari pentingnya kandungan informasi dalam laporan keuangan menjadikan para manajer termotivasi untuk meningkatkan kinerja perusahaan sehingga eksistensi
perusahaan akan tetap terjaga. Perusahaan yang go public sesungguhnya menginginkan gambaran kondisi perusahaannya dalam keadaan yang terbaik. Namun terdapat beberapa kasus di mana manajer gagal dalam mencapai tujuan kinerjanya sehingga informasi yang akan tampil dalam laporan keuangan tidak akan memuaskan. Hal ini yang dapat menyebabkan kecurangan pada laporan keuangan. Adanya kecurangan dalam laporan keuangan menyebabkan informasi menjadi tidak valid dan tidak sesuai dengan mekanisme pelaporan keuangan di mana suatu audit dirancang untuk memberikan keyakinan bahwa laporan keuangan tidak dipengaruhi oleh salah saji (mistatement) yang material dan memberikan keyakinan atas akuntabilitas manajemen atas aktiva perusahaan (Koroy, 2008).
Menurut Wells (2005:325-327), kecurangan laporan keuangan sangat berbahaya karena dapat menyebabkan antara lain: 1) Merusak reliabilitas, kualitas, kematerialan dan integritas proses pelaporan keuangan, 2) Membahayakan integritas dan objektivitas profesi audit, terutama auditor eksternal dan auditor internal, 3) Mengurangi kepercayaan pasar modal, seperti halnya pangsa pasar, pada reliabilitas informasi keuangan, 4) Pasar modal menjadi kurang efisien, dan 5) Dampak pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran nasional menjadi kurang baik.
Rezaee (2002) menyatakan bahwa dua dekade terakhir fraudulent financial statement telah meningkat secara subtansial. Kecurangan pada laporan keuangan dapat merugikan sekaligus menguntungkan bagi pelaku bisnis. Keuntungan bagi pelaku bisnis yaitu dapat melebih-lebihkan hasil usaha sehingga dapat terlihat baik di mata publik serta memperkaya diri dan disisi lain dapat merugikan publik yang sangat menggantungkan pengambilan keputusan berdasarkan laporan keuangan.
Berdasarkan laporan oleh Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), pada tahun 2002 kerugian yang diakibatkan oleh kecurangan di Amerika Serikat adalah sekitar 6% dari pendapatan atau $600 milyar dan secara persentase tingkat kerugian ini tidak banyak berubah dari tahun 1996. Dari kasus-kasus kecurangan tersebut, jenis kecurangan yang paling banyak terjadi adalah asset misappropriations (85%), kemudian disusul dengan korupsi (13%) dan jumlah paling sedikit (5%) adalah kecurangan laporan keuangan (fraudulent statements). Walaupun demikian kecurangan laporan keuangan membawa kerugian paling besar yaitu median kerugian sekitar $4,25 juta (ACFE 2002). Hasil penelitian lainnya oleh ACFE (Association of Certified Fraud Examiners) dalam Widjaja (2011)
menunjukkan bahwa 58% dari kasus kecurangan yang dilaporkan dilakukan oleh karyawan pada tingkat manajerial, 36% dilakukan oleh manajer tanpa melibatkan orang lain, dan 6% dilakukan oleh manajer dengan melakukan kolusi bersama karyawan. Jadi penelitian mengenai kecurangan laporan keuangan sangat menarik untuk diteliti.
Kasus-kasus skandal akuntansi memberikan bukti lebih jauh tentang kegagalan audit yang membawa akibat serius bagi masyarakat bisnis. Kasus seperti itu terjadi pada Enron, Global Crossing, World com di Amerika Serikat yang mengakibatkan kegemparan besar dalam pasar modal. Kasus serupa terjadi di Indonesia seperti PT Telkom, PT Kimia Farma, PT Pakuwon Jati Tbk, dan PT Sari Husada. Meskipun beberapa salah saji belum tentu terkait dengan kecurangan tetapi faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan kecurangan oleh manjemen terbukti ada pada kasus-kasus ini.
Banyaknya kasus fraud yang ditangani Bapepam menjadi bukti bahwa terdapat kegagalan audit dalam mendeteksi adanya kecurangan laporan keuangan. Cressey (dikutip oleh Skousen et al, 2009) menyimpulkan bahwa kecurangan secara umum mempunyai tiga sifat umum, yaitu tekanan, peluang, dan rasionalisasi yang disebut sebagai fraud triangle. Menurut teori Cressey, tekanan, peluang, dan rasionalisasi selalu hadir pada situasi fraud. Konsep fraud triangle diperkenalkan dalam literatur professional pada SAS No.99, Consideration of Fraud in a Financial Statement audit (Skousen et al, 2009). SAS no. 99 menyebutkan empat jenis pressure yang mungkin mengakibatkan kecurangan pada laporan keuangan. Jenis pressure tersebut adalah financial stability, external pressure, personal financial need, dan financial targets. Selain itu SAS no. 99 mengklasifikasikan opportunity yang mungkin terjadi pada kecurangan laporan keuangan menjadi tiga kategori yaitu nature of industry, ineffective monitoring, dan organizational structure. Rationalization adalah bagian ketiga dari fraud triangle yang paling sulit diukur. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kegagalan audit dan litigasi meningkat dengan cepat setelah adanya pergantian Kantor Akuntan Publik (Stice, 1991; Pierre dan Anderson, 1984; Loebbecke et al, 1989). Dengan demikian pergantian Kantor Akuntan Publik disertakan sebagai proksi untuk rationalization (Skousen et al, 2009).
Atas dasar uraian tersebut, penelitian ini dimaksudkan untuk mendeteksi ada atau tidaknya potensi risiko fraudulent financial statement dengan menggunakan faktor risiko tekanan yang diproksikan
dengan Personal Financial Need dan rasionalisasi yang diproksikan dengan Auditor Switching.
Personal financial need merupakan suatu kondisi di mana keuangan perusahaan turut dipengaruhi oleh kondisi keuangan para eksekutif perusahaan (Skousen et al, 2009). Beasly (1996) dan Dunn (2004) menunjukan bahwa ketika eksekutif perusahaan memiliki hubungan keuangan yang kuat dalam suatu perusahaan, personal financial need dari eksekutif perusahaan tersebut akan turut terpengaruh oleh kinerja keuangan perusahaan (Skousen et al, 2009). Sebagian saham yang dimiliki oleh eksekutif perusahaan akan memengaruhi kebijakan manajemen dalam mengungkapkan kinerja keuangan perusahaan. Oleh sebab itu, personal financial need diproksi dengan persentase kepemilikan saham oleh orang dalam (kepemilikan manajerial). Kepemilikan saham oleh orang dalam ini dianggap dapat mengatasi permasalahan agensi yang selama ini sering terjadi, sebab dengan adanya kepemilikan saham oleh orang dalam ini akan menyejajarkan kepentingan manajemen dan pemegang saham. Kepentingan dari prinsipal adalah memperoleh dividen setinggi-tingginya yang dapat dilihat dari perolehan laba yang dihasilkan perusahaan, sedangkan kepentingan dari manajemen adalah mendapatkan kompensasi yang besar atas hasil kerjanya. Dengan adanya sebagian saham yang dimiliki oleh eksekutif perusahaan akan memengaruhi kebijakan manajemen yang dibuat dalam mengungkapkan kinerja keuangan perusahaan. Dengan adanya kepemilikan ini, para manajer akan mendapat tekanan untuk lebih bersikap hati-hati dalam menyajikan laporan keuangan dan lebih bersemangat dalam meningkatkan nilai perusahaan serta dapat memotivasi manajer untuk bekerja sesuai dengan kepentingan prinsipal. Para manajer juga akan merasa seperti memiliki perusahaan, sebab segala tindakan yang mereka lakukan di perusahaan dalam hal kebijakan manajerial, akan memengaruhi dividen yang akan diterimanya. Ketika sebagian saham dimiliki oleh manajer, direktur, maupun komisaris perusahaan, maka secara otomatis akan memengaruhi kondisi finansial perusahaan. Kepemilikan sebagian saham oleh orang dalam ini dapat dijadikan sebagai kontrol dalam pelaporan keuangan (Skousen et al, 2009).
Penelitian Skousen et al (2009) telah membuktikan bahwa semakin tinggi persentase kepemilikan saham oleh orang dalam maka praktik fraud dalam memanipulasi laporan keuangan semakin berkurang. Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1: Personal financial need berpengaruh negatif dalam memprediksi potensi risiko fraudulent financial statement
Auditor eksternal merupakan mekanisme pengawasan dengan melakukan audit atas laporan keuangan untuk mengendalikan perilaku manajemen. SA No 316 menunjukkan bahwa adanya hubungan ketegangan antara manajemen dengan auditor sekarang/auditor pendahulu sebagai indikasi tindak kecurangan pelaporan keuangan. Beberapa penelitian mengindikasi bahwa insiden kegagalan audit meningkat saat terjadi pergantian auditor dalam perusahaan (Skousen et al, 2009). Hal ini disebabkan karena auditor independen yang baru masih belum mengerti kondisi perusahaan secara keseluruhan di samping itu jangka waktu proses audit yang terbatas menjadi kendala dalam proses audit untuk mendeteksi adanya kecurangan tersembunyi.
Summers dan Sweeny (1998) dalam Gagola (2011), menunjukan bahwa klien dapat menggunakan mekanisme perpindahan kantor akuntan publik (auditor switching) untuk mengurangi kemungkinan pendeteksian tindak kecurangan laporan keuangan oleh perusahaan. Sorenson et al, (1983) berpendapat bahwa klien bisa mengganti kantor akuntan publik untuk mengurangi kemungkinan deteksi kecurangan pelaporan keuangan. Kantor akuntan publik pengganti, saat pertama kali mengaudit suatu perusahaan perlu melakukan pemahaman yang memadai tentang bisnis utama klien, pengendalian intern, struktur organisasi, dan lain sebagainya. Pemahaman yang dilakukan auditor berguna sebagai dasar pelaksanaan audit. Semakin lama perusahaan diaudit oleh suatu KAP yang sama maka KAP tersebut tidak perlu lagi melakukan pemahaman mendasar mengenai bisnis klien. Menurut Knechel et al (2007), pengalaman mengaudit proksi dari kualitas audit. Dengan demikian, hipotesis dalam penelitian ini adalah: H2: Auditor switching oleh perusahaan berpengaruh positif dalam memprediksi potensi risiko fraudulent financial statement
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada PT. Bursa Efek Indonesia dengan mengakses www.idx.co.id. Objek penelitian ini adalah prediksi potensi risiko fraudulent financial statement melalui personal financial need dan auditor switching. Data-data yang diperlukan dikumpulkan dengan metode dokumentasi. Data yang diperoleh berupa data laporan keuangan (annual report) dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD).
Jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif dan kualitatif. Jenis data kuantitatif berupa laporan keuangan perusahaan untuk menghitung personal
financial need, sedangkan data kualitatif berupa data pergantian kantor akuntan publik. Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yang dimaksud adalah laporan keuangan tahunan perusahaan yang diperoleh dari ICMD dan annual report.
Variabel terikat yaitu fraudulent financial statement diproksikan dengan penyajian kembali (restatement) laporan keuangan yang menggunakan variabel dummy. Pemberian skor pada variabel ini adalah satu (1) jika perusahaan melakukan penyajian kembali (restatement) laporan keuangan dan nol (0) jika perusahaan tidak melakukan penyajian kembali (restatement) laporan keuangan. Perusahaan yang dikategorikan melakukan penyajian kembali (restatement) laporan keuangan adalah perusahaan yang melakukan restatement yang diakibatkan karena kesalahan mendasar, perusahaan yang melakukan restatement bukan disebabkan karena penggabungan bisnis, perubahan kebijakan dan estimasi akuntansi akibat konvergensi/penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)-International Financial Reporting Standard (IFRS). Variabel bebas pada penelitian ini terdiri dari pressure dan rationalization. Pressure diproksikan dengan personal financial need. Rationalization diproksikan dengan auditor switching.
Personal financial need adalah suatu keadaan di mana keuangan perusahaan juga dipengaruhi oleh kondisi keuangan para eksekutif perusahaan (Skousen et al, 2009). Kepemilikan sebagian saham oleh orang dalam ini dapat dijadikan sebagai kontrol dalam pelaporan keuangan (Skousen et al, 2009). Personal financial need diproksikan dengan kepemilikan orang
dalam yang diukur dengan total saham yang dimiliki oleh orang dalam dibagi dengan total saham yang beredar.
Menurut Gagola (2011), auditor switching dilakukan oleh perusahaan karena kontrak kerja antara akuntan publik dan klien telah berakhir dan klien memutuskan untuk tidak melakukan perikatan lagi. Alasan perusahaan klien melakukan pergantian kantor akuntan publik yang utama adalah karena adanya Peraturan dan alasan lain yaitu: (a) perusahaan klien mengadakan merger dengan sebuah atau beberapa perusahaan, (b) perusahaan klien membutuhkan jasa profesional yang lebih luas, (c) perusahaan klien tidak puas terhadap kinerja kantor akuntan publik pendahulu, (d) perusahaan klien pindah ke kantor akuntan publik karena masalah fee audit, (e) merger antara beberapa kantor akuntan publik (Boynton, 2001). Auditor switching merupakan variabel dummy, kode 1 jika perusahaan melakukan auditor switching sedangkan kode 0 jika perusahaan tidak melakukan auditor switching.
Metode pengambilan sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling. Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis multivariate dengan menggunakan regresi logistik. Model ini dipilih dengan alasan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat non metrik pada variabel terikat sedangkan variabel independen merupakan campuran antara variabel metrik dan non metrik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengolahan data dengan menggunakan program SPSS ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 1.
Purposive Sampling
No Kriteria Jumlah Amat
periode 2011-2013 dan menyajikan laporan keuangan
berkaitan dengan variabel penelitian.
Total amatan selama 3 tahun348
Sumber: Data diolah (2014)
Tabel 2.
Statistik Deskriptif
N |
Minimum |
Maximum |
Mean |
Std. Deviation |
Variance | |
FINFRAUD |
348 |
0 |
1 |
.05 |
.216 |
.047 |
PERFIN |
348 |
.00 |
27.77 |
1.5425 |
4.55911 |
20.785 |
AUDSWIT |
348 |
0 |
1 |
.16 |
.368 |
.135 |
Valid N (listwise) |
348 |
Sumber: Data diolah (2014)
Variabel fraudulent financial statement (FINFRAUD) menunjukkan nilai minimum 0,00; nilai maksimum 1,00; mean 0,05 dan standar deviasi 0,216. Nilai rata-rata fraudulent financial statement yang lebih kecil dari 0,50 menunjukan bahwa fraudulent financial statement dengan kode 1, yakni perusahaan yang melakukan fraudulent financial statement lebih sedikit muncul dari 348 amatan.
Variabel personal financial need (PERFIN) yang diproksikan dengan kepemilikan saham oleh orang dalam menunjukkan nilai minimum 0,00; nilai maksimum 27,77; mean 1,5425 dan standar deviasi 4,54329. Ini menunjukan bahwa rata-rata perusahaan sampel memiliki kepemilikan saham oleh orang dalam sebesar 1,5426%. Deviasi standar sebesar 4.55911 yang lebih besar dari rata-ratanya menunjukan bahwa kepemilikan saham oleh orang dalam sebaran nilainya menjauhi rata-rata sebesar 4,55911 yang mengindikasikan kepemilikan saham oleh orang dalam dari masing-masing perusahaan sampel bervariasi.
Variabel auditor switching (AUDSWIT) menunjukan nilai minimum 0,00; nilai maksimum 1,00; mean 0,16 dan standar deviasi 0,368. Nilai rata-rata pergantian KAP sebesar 0,16 lebih kecil dari 0,50 menunjukkan bahwa pergantian KAP dengan kode 1, lebih sedikit muncul dari 348 amatan.
Hasil Uji Regresi Logistik
Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test menguji hipotesis nol bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model (tidak ada perbedaan antara model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit). Hasil pengujian menunjukan nilai chi-square sebesar 0,762 dengan signifikansi sebesar 0,944 yang nilainya lebih besar dari 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima karena cocok dengan data observasinya. Hasil Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3.
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 .762 4 .944
Sumber: Data diolah (2014)
Penilaian keseluruhan model dilakukan dengan membandingkan nilai antara -2 Log Likelihood (-2LL) pada awal (Block Number=0), di mana model hanya memasukkan konstanta, dengan nilai -2 Log Likelihood (-2LL) pada akhir (Block Number=1),
di mana model memasukkan konstanta dan variabel bebas. Nilai -2LL awal adalah sebesar 135.801dan setelah dimasukkan kedua variabel independen, maka nilai -2LL akhir mengalami penurunan menjadi sebesar 124.244. Penurunan nilai -2LL ini menunjukkan model regresi yang baik atau dengan kata lain model yang dihipotesiskan fit dengan data. Hasil penilaian keseluruhan model disajikan pada Tabel 4 dan 5.
Tabel 4.
Iteration Historya,b,c
Iteration |
-2 Log likelihood |
Coefficients Constant |
Step 0 1 |
167.376 |
-1.805 |
2 |
138.763 |
-2.567 |
3 |
135.867 |
-2.906 |
4 |
135.801 |
-2.967 |
5 |
135.801 |
-2.969 |
6 |
135.801 |
-2.969 |
a. Constant is included in the model. |
-
b. Initial -2 Log Likelihood: 135.801
-
c. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001.
Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square)
Besarnya nilai koefisien determinasi pada model regresi logistik ditunjukan dengan nilai nagelkerke R square. Berdasarkan hasil pengujian yang ditunjukan pada Tabel 6, nilai nagelkerke R square adalah sebesar 0,101 yang berarti variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen adalah sebesar 10,1 persen, sedangkan sisanya sebesar 89,9 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model penelitian.
Tabel klasifikasi menunjukan kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi probabilitas fraudulent financial statement oleh perusahaan. Kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi kemungkinan terjadinya variabel terikat dinyatakan dalam persen. Hasil pengujian ditampilkan dalam Tabel 7.
Hal ini menunjukan bahwa dengan menggunakan model regresi tersebut, terdapat sebanyak 0 perusahaan (0%) yang diprediksi akan melakukan fraudulent financial statement dari total 17 perusahaan yang melakukan fraudulent financial statement. Kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi kemungkinan perusahaan tidak melakukan financial statement fraud adalah 100,0 persen. Dengan model regresi tersebut, terdapat 331 perusahaan (100%) yang diprediksi tidak melakukan fraudulent financial statement dari total 331 perusahaan yang tidak melakukan fraudulent financial statement.
Tabel 5.
Iteration Historya,b,c,d
Iteration |
-2 Log likelihood |
Coefficients | ||
Constant |
PERFIN |
AUDSWIT | ||
Step 1 1 |
164.190 |
-1.809 |
.029 |
-.254 |
2 |
131.814 |
-2.576 |
.061 |
-.714 |
3 |
126.131 |
-2.926 |
.082 |
-1.510 |
4 |
124.897 |
-3.001 |
.089 |
-2.501 |
5 |
124.482 |
-3.006 |
.089 |
-3.513 |
6 |
124.331 |
-3.006 |
.089 |
-4.518 |
7 |
124.276 |
-3.006 |
.089 |
-5.520 |
8 |
124.256 |
-3.006 |
.089 |
-6.521 |
9 |
124.248 |
-3.006 |
.089 |
-7.521 |
10 |
124.245 |
-3.006 |
.089 |
-8.521 |
11 |
124.244 |
-3.006 |
.089 |
-9.521 |
12 |
124.244 |
-3.006 |
.089 |
-10.521 |
13 |
124.244 |
-3.006 |
.089 |
-11.521 |
14 |
124.244 |
-3.006 |
.089 |
-12.521 |
15 |
124.244 |
-3.006 |
.089 |
-13.521 |
16 |
124.244 |
-3.006 |
.089 |
-14.521 |
17 |
124.244 |
-3.006 |
.089 |
-15.521 |
18 |
124.244 |
-3.006 |
.089 |
-16.521 |
19 |
124.244 |
-3.006 |
.089 |
-17.521 |
20 |
124.244 |
-3.006 |
.089 |
-18.521 |
a. Method: Enter
b. Constant is included in the model.
c. Initial -2 Log Likelihood: 135.801
d. Estimation terminated at iteration number 20 because maximum iterations has been reached. Final solution cannot be found.
Tabel 6.
Model Summary
-
-2 Log Cox & Snell R Nagelkerke R
Step likelihood Square Square
1 124.244a .033 .101
a. Estimation terminated at iteration number 20 because maximum iterations has been reached. Final solution cannot be found.
Tabel 7. Classification Tablea | |
Observed |
Predicted FINFRAUD Percentage 0 1 Correct |
Step 1 FINFRAUD 0 1 |
331 0 100.0 17 0 .0 |
Overall Percentage |
95.1 |
a. The cut value is .500
Uji Multikolinearitas
Model regresi yang baik adalah regresi dengan tidak adanya gejala korelasi yang kuat di antara variabel bebasnya. Pengujian multikolinearitas dalam
regresi logistik menggunakan matriks korelasi antar variabel bebas untuk melihat besarnya korelasi antar variabel bebas. Hasil pengujian ditampilkan dalam Tabel 8.
Tabel 8.
Correlation Matrix
Constant |
PERFIN |
AUDSWIT | |
Step 1 Constant |
1.000 |
-.451 |
.000 |
PERFIN |
-.451 |
1.000 |
.000 |
AUDSWIT |
.000 |
.000 |
1.000 |
Menurut Ghozali (2006), jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi umumnya di atas 0,90 maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas. Hasil pengujian menunjukan tidak ada nilai koefisien korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih besar dari 0,90 maka dapat
disimpulkan tidak terdapat indikasi multikolinearitas antar variabel independen.
Model regresi logistik yang terbentuk disajikan pada Tabel 9. Hasil pengujian regresi logistik menghasilkan model sebagai berikut:
P(FINFRAUD) = -3,006+ 0,089 PERFIN–18,521AUDSWIT
Tabel 9.
Variables in the Equation
B |
S.E. |
Wald |
df |
Sig. |
Exp(B) | ||
Step 1a |
PERFIN |
.089 |
.034 |
6.859 |
1 |
.009 |
1.094 |
AUDSWIT |
-18.521 |
5254.721 |
.000 |
1 |
.997 |
.000 | |
Constant |
-3.006 |
.284 |
111.718 |
1 |
.000 |
.049 |
a. Variable(s) entered on step 1: PERFIN, AUDSWIT.
Pengujian Hipotesis
Hipotesis 1 menyatakan bahwa personal financial need berpengaruh negatif dalam mendeteksi fraudulent financial statement. Tabel 9 menunjukan bahwa personal financial need yang diproksikan dengan kepemilikan orang dalam sebagai variabel bebas memiliki nilai koefisien regresi positif sebesar 0,089 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,009 yang lebih kecil dari á (0,05). Nilai signifikansi (0,009) < á (0,05) berarti bahwa hasil penelitian ini tidak mendukung hipotesis 1(H1) yang artinya personal financial need berpengaruh positif pada fraudulent financial statement. Artinya semakin tinggi persentase kepemilikan saham oleh orang dalam maka praktik fraud dalam memanipulasi laporan keuangan semakin bertambah.
Hipotesis 2 menyatakan bahwa auditor switching berpengaruh positif dalam memprediksi fraudulent financial statement. Tabel 9 menunjukan bahwa auditor switching sebagai variabel bebas memiliki nilai koefisien regresi negatif sebesar -18,521dengan tingkat signifikansi sebesar 0,997 yang jauh lebih besar dari á (0,05). Nilai signifikansi (0,997) > á (0,05) berarti bahwa hasil penelitian ini tidak mendukung hipotesis 2 (H2) yang artinya probabilitas auditor switching tidak berpengaruh dalam memprediksi fraudulent financial statement. Artinya berganti tidaknya KAP yang melakukan audit, ada kemungkinan untuk dapat mendeteksi fraud dalam laporan keuangan tergantung dari skeptisme auditor yang melakukan audit.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis, dapat dicapai simpulan sebagai berikut:
-
1) Personal financial need yang diukur dengan kepemilikan orang dalam berpengaruh positif
pada fraudulent financial statement. Artinya semakin tinggi persentase kepemilikan saham oleh orang dalam maka praktik fraud dalam memanipulasi laporan keuangan semakin bertambah.
-
2) Auditor switching tidak berpengaruh dalam memprediksi fraudulent financial statement. Artinya berganti tidaknya KAP yang melakukan audit, ada kemungkinan untuk dapat mendeteksi fraud dalam laporan keuangan tergantung dari skeptisme auditor yang melakukan audit.
REFERENSI
AICPA. SAS No. 99.2002. Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit. New York.
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE). 2002. “Report to Nation”. http://marketplace. cfenet.com/Download.asp.
Beasley, M.S., J.V. Carcell, D.R. Hermanson, and P.D. Lapides. 2000. Fraudulent Financial Reporting: Consideration of Industry Traits and Corporate Governance Mechanisms. Accounting Horizons 14 (4). P 441-454.
Boynton, Johnson and Kell. 2002. Modern Auditing. Edisi Ketujuh. Jilid I. Erlangga. Jakarta.
Cressey, D. 1953. Other people’s money, Managerial Auditing Journal, MCB University Press, 14/ 7:351-362.
Departemen keuangan Republik Indonesia. 2008. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan lembaga Keuangan Nomor Kep-310/BL/ 2008 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan tahunan bagi Emiten atau Perusahaan Publik.
Gagola, Kristo. 2011. Analisis Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kecenderungan Kecurangan
Pelaporan Keuangan Perusahaan Publik di Indonesia. Skripsi. Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro.
Ghozali, Imam. 2006. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi Kelima, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2001. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta: Salemba Empat.
___________.2002. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
Koroy, Tri Ramaraya. 2008. Pendeteksian Kecurangan (Fraud) Laporan Keuangan oleh Auditor Eksternal. “Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 10, No. 1, h. 22-33.
Loebbecke, J., Eining, M., & Willingham, J. 1989. Auditor’s experience with material irregularities: Frequency, nature, and detestability. Auditing: A Journal of Practice and Theory, Vol. 9, No. 1, h. 1-28.
Lou, Y. and M. Wang. 2009. Fraud Risk Factor of The Fraud Triangle Assesing The Likehood Of Fraudulent Financial Reporting. Journal of Business & Economic Research, Vol. 7, No. 2, h. 61-78.
Molida, Resti. 2011. Pengaruh Financial Stability, Personal Financial Need Dan Ineffective Monitoring Pada Financial Statement Fraud Dalam Perspektif Fraud Triangle. Skripsi Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro.
Nguyen, Khanh. 2008. Financial Statement Fraud: Motives, Methodes, Cases and Detection. Florida. http://www.bookpump.com. Diakses tanggal 10 Desember 2013.
PT. Bursa Efek Indonesia. 2011-2012. Indonesian Capital Market Directory. Jakarta: PT Bursa Efek Indonesia.
Rezaee, Z. 2002. Financial Statement Fraud: Prevention and Detection. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Republik Indonesia. 2008. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik.
___________.2011. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik.
Skousen, C. J., K. R. Smith, dan C. J. Wright. 2009. Detecting and Predecting Financial Statement Fraud: The Effectiveness of the Fraud Triangle and SAS No. 99. Corporate Governance and Firm Performance Advances in Financial Economic, Vol. 13, h. 53-81.
Turner, J. L., T. J. Mock, R. P. Sripastava. 2003. An Analysis of the Fraud Triangle. The University of Memphis, University of Southern California, University of Kansas. Diakses tanggal 10 Desember 2013.
Wells, J. T. 2005. Occupational Fraud and Abuse. Austin: TX, Obsidian Publishing.
Discussion and feedback