Identifikasi Drug Related Problems Pada Penanganan Pasien Hipertensi di UPT Puskesmas Jembrana

(Gumi, V. C, Larasanty, L.P.F , Udayani, N. N. W )

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS PADA PENANGANAN PASIEN HIPERTENSI DI UPT PUSKESMAS JEMBRANA

Gumi, V. C1, Larasanty, L.P.F 1, Udayani, N. N. W 2

1Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Univesitas Udayana 2Akademi Farmasi Saraswati Denpasar

Korespondensi : Gumi, V. N.

Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana Jalan Kampus Unud-Jimbaran, Jimbaran-Bali, Indonesia 80364 Telp/Fax: 0361-703837 Email : [email protected]

ABSTRAK

Drug related problems (DRPs) merupakan suatu peristiwa atau keadaan dimana terapi obat berpotensi atau secara nyata dapat mempengaruhi hasil terapi yang diinginkan. Identifikasi DRPs penting untuk meningkatkan efektivitas terapi obat pada penyakit yang membutuhkan pengobatan sepanjang hidup seperti hipertensi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kejadian dan penyebab DRPs yang terjadi, mengetahui persentase DRPs dan penyebab DRPs serta luaran yang dihasilkan akibat penyebab DRPs tersebut pada terapi pasien hipertensi.

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif observasional, dimana pengambilan data dilakukan secara prospektif pada Desember 2012 sampai April 2013 di UPT Puskesmas Jembrana. Rekam medis pasien dianalisa serta dilakukan wawancara pasien untuk mengidentifikasi adanya DRPs. Masalah dan penyebab DRPs dilihat berdasarkan penggolongan DRPs oleh Pharmaceutical Care Network Europe Foundation versi 6.2. Analisa data menggunakan metode statistik deskriptif.

Terdapat 35 orang pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Dari 35 orang pasien, terdapat 31 orang yang secara nyata atau potensial mengalami DRPs. Hasil penelitian ini menunjukkan DRPs yang terjadi adalah masalah efektivitas terapi (100%). Penyebab DRPs yang terjadi adalah pemilihan obat (24,44%), pemilihan dosis (26,67%), pasien (46,67%) dan penyebab yang tidak jelas (2,22%).Terdapat hubungan antara penyebab DRPs terhadap perubahan terapi. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara kelompok pasien dengan jumlah penyebab DRPs 0, 1, 2, dan 3 terhadap tekanan darah sistolik yang dihasilkan pada kurun waktu 10-15 hari. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara kelompok pasien dengan jumlah penyebab DRPs 0 dan ≥ 1 terhadap tekanan darah sistolik yang dihasilkan pada pada kurun waktu 30-45 hari.

Kata kunci: DRPs, penyebab DRPs, hipertensi, antihipertensi.

sangat membantu dalam meningkatkan efektivitas terapi obat terutama pada penyakit-penyakit yang sifatnya kronis, progresif dan membutuhkan pengobatan sepanjang hidup seperti hipertensi.

Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana seseorang memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, menggunakan obat-obatan antihipertensi atau telah dinyatakan sedikitnya dua kali oleh dokter atau tenaga kesehatan profesional lainnya bahwa orang tersebut memiliki tekanan darah tinggi (Roger et all., 2012). Lebih dari seperempat populasi dewasa penduduk dunia yang jumlahnya

mendekati 1 juta jiwa diperkirakan menderita hipertensi pada tahun 2000 dan pada tahun 2025 diperkirakan jumlahnya akan meningkat sebesar 29% menjadi 1,56 juta jiwa (Kearney et all., 2005). Angka kejadian hipertensi cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun di Indonesia. Menurut survei riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007-2008, kejadian prevalensi hipertensi di Indonesia telah mencapai 31,7% dari total penduduk dewasa (Syamsudin, 2011).

Suatu penelitian menunjukkan bahwa 59% pasien hipertensi mengalami DRPs pada pengobatannya (Garcao and Cabrita, 2002). Proporsi jenis DRPs yang ditemukan ialah 14,7% pasien menggunakan obat yang tidak dibutuhkan; 23,5% pasien tidak merespon obat; 23,5% menggunakan dosis, interval atau durasi yang lebih rendah dari yang dibutuhkan karena adanya ketidakpatuhan pasien; 23,5% menggunakan dosis, interval atau durasi yang lebih tinggi dari yang dibutuhkan; dan 14,8% mengalami reaksi obat yang tidak diinginkan (Wijk et all., 2005).

Penelitian dilakukan di UPT Puskesmas Jembrana sebagai ujung tombak penyelenggara UKM (Upaya Kesehatan Masyarakat) strata pertama dengan harapan identifikasi DRPs dapat semakin cepat dilakukan dan kejadian DRPs serta morbiditas pasien hipertensi dapat menurun. UPT Puskesmas Jembrana terletak di Kecamatan Jembrana, Kabupaten Jembrana, dimana penyakit hipertensi masuk ke dalam sepuluh besar penyakit pasien rawat jalan yaitu pada peringkat 5 pada tahun 2011. Penelitian ini dilakukan untuk melihat DRPs dan penyebab DRPs apa saja yang terjadi, mengetahui persentase DRPs dan penyebab DRPs serta luaran yang dihasilkan akibat penyebab DRPs tersebut pada terapi pasien hipertensi.

  • 2.    BAHAN DAN METODE

    • 2.1    Bahan

Bahan penelitian ini adalah rekam medis dan hasil wawancara pria maupun wanita dengan diagnosa hipertensi yang berusia ≥18 tahun, memiliki jaminan kesehatan, dan menjalani rawat jalan di di UPT Puskesmas Jembrana pada 1 Desember 2012 sampai 30 April 2013. Pasien hipertensi yang merupakan wanita hamil atau menyusui, pasien hipertensi dengan komplikasi gagal jantung, diabetes melitus, kerusakan ginjal, gangguan fungsi hati, post–myocardial infarction, risiko tinggi penyakit jantung koroner dan stroke, serta pasien hipertensi yang tidak kontrol pada

kurun waktu 10-15 hari dan 30-45 hari setelah kontrol pertama merupakan kriteria eksklusi.

  • 2.2    Metode

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan menggunakan rancangan prospektif. Seluruh pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi merupakan subyek penelitian. Masalah dan penyebab DRPs dilihat berdasarkan penggolongan DRPs oleh Pharmaceutical Care Network Europe Foundation (2010) versi 6.2. Analisa data menggunakan metode statistik deskriptif. Persentase masing-masing kejadian dan penyebab DRPs ditentukan, kemudian dilihat hubungan penyebab DRPs dengan luaran, yaitu berupa penyesuaian terapi dan perubahan tekanan darah yang dialami pasien dalam kurun waktu 1015 hari dan 30-45 hari.

  • 3.    HASIL

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 312 pasien hipertensi yang dilayani selama 1 Desember 2012 sampai 30 April 2013 di UPT Puskesmas Jembrana dan hanya 35 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.

Karakteristik pasien yang dilihat pada penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia, serta stage hipertensi pasien. Terdapat 19 pasien (54,29%) yang berjenis kelamin laki-laki dan 16 pasien (45,71%) yang berjenis kelamin perempuan. Jika dilihat dari usia, terdapat sebanyak 3 pasien (8,57%) yang berada pada rentang usia 35 tahun sampai 44 tahun, 10 pasien (28,57%) yang berada pada rentang usia 45 tahun sampai 54 tahun, 14 pasien (40,00%) yang berada pada rentang usia 55 tahun sampai 64 tahun, dan 8 pasien (22,86%) yang berada pada rentang usia 65 tahun sampai 74 tahun. Sebanyak 12 pasien (34,29%) didiagnosa mengalami hipertensi stage 1dan 23 pasien (65,71%) didiagnosa mengalami hipertensi stage 2.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 3 jenis obat antihipertensi yang digunakan dalam terapi pasien hipertensi, yaitu captopril (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor), nifedipine (Calcium Channel Blocker) dan furosemide (diuretik). Obat antihipertensi yang digunakan secara tunggal adalah captopril (42,86%) dan nifedipine (2,86%). Kombinasi 2 macam obat yang digunakan adalah kombinasi captopril dengan furosemide (34,29%), kombinasi captopril

dengan nifedipine (11,43%), dan kombinasi nifedipine dengan furosemide (8,57%).

  • 3.1    Masalah-Masalah Terkait Penggunaan Obat

(DRPs) dan Penyebab DRPs

Dari 35 subyek penelitian terdapat 31 subyek penelitian (88,57%) yang secara nyata atau berpotensi mengalami DRPs. DRPs yang terjadi ditampilkan pada tabel A.1. Tidak adanya efek dari terapi ditunjukkan dengan tidak adanya penurunan tekanan darah pasien atau terjadi peningkatan pada tekanan darah pasien. Efek terapi yang tidak optimal ditunjukkan dengan adanya penurunan tekanan darah pasien, namun tekanan darah pasien belum mencapai target yang diharapkan yaitu penurunan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik minimal 10% dari tekanan darah awal atau tekanan darah sistolik < 140 mmHg dan tekanan darah diastolik < 90 mmHg. Penilaian efektivitas terapi dipantau pada hari ke 10-15 terapi.

Penyebab DRPs yang terjadi ialah pemilihan obat yang tidak tepat terjadi pada 11 pasien (31,43%), dimana 3 pasien (6,67%) mendapatkan kombinasi obat-obat yang tidak tepat; 2 pasien (4,44%) mendapatkan terlalu banyak obat diresepkan untuk indikasi; dan 6 pasien (13,33%) membutuhkan obat yang sifatnya sinergis atau mencegah namun tidak diberikan. Pemilihan dosis yang tidak tepat yang terjadi adalah frekuensi regimen dosis captopril dan nifedipine yang tidak cukup pada 12 pasien (26,67%) hipertensi. Kepatuhan pasien merupakan penyebab DRPs yang paling sering terjadi (21 pasien (46,67%)), dimana pasien lupa atau sengaja tidak datang untuk kontrol sehingga tidak mendapatkan obat. Selain itu, terdapat juga kejadian dimana tidak ada penyebab yang jelas yang membuat pasien mengalami masalah efektivitas terapi. Penyebab DRPs yang tidak jelas ini dialami oleh 1 pasien (2,22%).

  • 3.2    Hubungan penyebab DRPs dan Luaran Terapi yang Dihasilkan pada Pasien Hipertensi di UPT Puskesmas Jembrana

Hubungan penyebab DRPs dengan luaran terapi yaitu adanya perubahan terapi ditampilkan pada tabel A.2. Melalui uji statistik chi square yang dilakukan didapatkan nilai p < 0,05, yaitu nilai p sebesar 0,013 yang menandakan bahwa terdapat hubungan antara penyebab DRPs dengan perubahan terapi yang dilakukan. Semakin banyak

jumlah DRPs maka kemungkinan terjadinya perubahan terapi semakin besar.

Hubungan penyebab DRPs dengan luaran terapi yaitu adanya perubahan tekanan darah sistolik pada kurun waktu 10-15 hari ditampilkan pada tabel A.3. Melalui uji ANOVA yang dilakukan didapatkan nilai p > 0,05, yaitu nilai p sebesar 0,214 yang menandakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok pasien dengan jumlah penyebab DRPs 0, 1, 2, dan 3 secara statistik pada kurun waktu 10-15 hari.

Khusus bagi pasien yang tidak mengalami perubahan terapi pada kurun waktu 10-15 hari dilakukan uji statistik untuk melihat ada tidaknya hubungan antara jumlah penyebab DRPs dengan perubahan tekanan darah pada kurun waktu 3045 hari. Hubungan penyebab DRPs dengan adanya perubahan tekanan darah sistolik pada kurun waktu 30-45 hari ditampilkan pada tabel A.4. Uji Mann-Whitney menunjukkan nilai p > 0,05, yaitu nilai p sebesar 0,132 yang menandakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok pasien dengan jumlah penyebab DRPs 0 dan kelompok pasien dengan jumlah penyebab DRPs ≥ 1 pada kurun waktu 30-45 hari.

  • 4.    PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan lebih banyak pasien hipertensi yang berjenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan.Hipertensi cenderung lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan (Straka et all., 2008). Menurut Rahajeng dan Tuminah (2009), laki-laki secara bermakna berisiko mengalami hipertensi 1,25 kali daripada perempuan, hal ini seringkali dipicu oleh stres serta perilaku tidak sehat seperti konsumsi alkohol dan merokok pada laki-laki.

Usia subjek penelitian paling banyak berada pada rentang usia 55 sampai 64 tahun. Usia merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi. Semakin bertambahnya usia seseorang akan meningkatkan risiko orang tersebut menderita hipertensi. Hal ini disebabkan oleh berubahnya struktur pembuluh darah besar, sehingga dinding pembuluh darah menjadi kaku dan lumen menjadi lebih sempit yang mengakibatkan meningkatnya tekanan darah sistolik (Rahajeng dan Tuminah, 2009).

Hasil penelitian menunjukkan jumlah pasien dengan hipertensi stage 2 lebih banyak dari pasien dengan hipertensi stage 1. Hipertensi sering disebut sebagai silent killer, dimana kebanyakan

pasien tidak mengalami suatu gejala sampai muncul komplikasi penyakit yang mematikan. Tanda spesifik yang dapat dilihat adalah nilai tekanan darah pasien yang berada pada kategori hipertensi (Wells et all., 2009). Gejala klinis yang muncul tergantung pada tingginya tekanan darah dan dapat berbeda-beda pada masing-masing orang (Yusuf, 2008). Stage pada pasien hipertensi akan mempengaruhi pemilihan terapi antihipertensi pasien, dimana pasien dengan hipertensi stage 1 pertama-tama disarankan terapi menggunakan 1 macam obat dan pasien dengan hipertensi stage 2 disarankan terapi menggunakan kombinasi obat (Muchid dkk., 2006).

Jenis obat yang paling banyak digunakan oleh pasien di UPT Puskesmas Jembrana adalah captopril, dimana captoptil umumnya dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik sebesar 15-25% dari tekanan darah awal (McEvoy, 2004). Obat tunggal lain yang digunakan adalah nifedipine. Menurut DepKes RI (2007), nifedipine merupakan salah satu obat antihipertensi yang dapat digunakan dalam terapi pasien hipertensi di puskesmas. Namun, nifedipine short acting tidak dianjurkan untuk terapi hipertensi jangka panjang karena adanya variasi tekanan darah yang besar dan refleks takikardia yang dapat ditimbulkan (Martin, 2007).

Pasien hipertensi stage 2 biasanya membutuhkan dua atau lebih obat antihipertensi untuk dapat mencapai target tekanan darah yang diinginkan (tekanan darah sistolik < 140 dan tekanan darah diastolik < 90 mmHg). Kombinasi 2 macam obat yang paling banyak digunakan adalah kombinasi captopril dengan furosemide. Menurut penelitian, kombinasi ACEI dan diuretik dapat meningkatkan kontrol tekanan darah pada sekitar 80% pasien hipertensi (Reboldi et all., 2009; Skolnik et all., 2000).

Kombinasi 2 macam obat lain yang digunakan ialah kombinasi captopril dengan nifedipine. ACEI dan CCB terbukti dapat menurunkan tekanan darah dengan lebih baik jika digunakan sebagai kombinasi. ACEI secara signifikan mampu memperbaiki profil tolerabilitas CCB, dimana efek antisimpatetik yang dihasilkan ACEI dapat menghambat peningkatan denyut jantung yang dapat terjadi akibat penggunaan CCB. Kombinasi 2 macam obat yang paling jarang digunakan ialah kombinasi nifedipine dengan furosemide. CCB dan diuretik jika dikombinasikan dapat meningkatkan penurunan tekanan darah yang dihasilkan, namun tidak dapat

memperbaiki profil tolerabilitas CCB seperti halnya kombinasi CCB dengan ACEI yang dapat memperbaiki profil tolerabilitas CCB (Gradman et all., 2010).

  • 4.1    Masalah-Masalah Terkait Penggunaan Obat (DRPs) dan Penyebab DRPs

PCNE mengklasifikasikan DRPs menjadi 4. Hasil penelitian menunjukkan DRP yang terjadi adalah masalah efektivitas terapi, yaitu tidak adanya efek dari terapi obat atau kegagalan terapi dan efek terapi tidak optimal. Hal ini disebabkan oleh adanya penyebab DRPs. DRPs dapat disebabkan oleh satu atau lebih penyebab DRPs.

Pada penelitian ini tidak terdapat pasien yang mengalami reaksi yang tidak diinginkan pada kurun waktu 10-15 hari, tidak terdapat pasien yang mengeluarkan biaya untuk pengobatannya serta berkurangnya gejala penyakit yang dirasakan pasien menyebabkan pasien puas dengan hasil terapi dan biaya pengobatan sehingga kejadian DRPs reaksi yang tidak diinginkan dan lain-lain persentasenya 0%.

Penyebab DRPs diklasifikasikan ke dalam 8 domain primer dan 37 sub domain. Penyebab DRPs yang terjadi adalah kombinasi obat-obat yang tidak tepat, yaitu kombinasi furosemide dan ibuprofen yang terjadi pada 2 pasien. Penggunaan furosemide dan ibuprofen secara bersamaan dapat membuat furosemide tidak bekerja dengan baik, dimana ibuprofen dapat mengurangi efek antihipertensi furosemide (Stokley, 2005). Ibuprofen seperti NSAID lainnya dapat menurunkan efek diuretik karena adanya penghambatan prostaglandin oleh ibuprofen yang menyebabkan retensi air dan garam sehingga terjadi peningkatan tekanan darah (Tripathi, 2008). Kombinasi obat-obat yang tidak tepat lainnya ialah kombinasi captopril dan sulfas ferosus yang terjadi pada 1 pasien. Menurut Stokley (2005), interaksi kimia antara ion besi dan captopril dalam saluran pencernaan menyebabkan menurunnya jumlah captopril tak terkonjugasi (bentuk aktif captopril) di dalam plasma sebesar 37% sehingga dapat menurunkan efek captopril. Interaksi antara captopril dan sulfas ferosus dapat dihindari dengan mengganti captopril dengan obat dari golongan ACEI lainnya yang tidak memiliki gugus sulfidril yang secara struktural cenderung dengan kuat mengikat ion seperti captopril atau menggunakan captopril dan sulfas ferosus tidak secara bersamaan, dimana pemberiannya

diberikan jarak 2 jam atau lebih (Schaefer et all, 1998).

Penyebab DRPs lainnya yang terjadi yaitu pasien diresepkan terlalu banyak obat untuk indikasi, dimana terdapat pasien yang didiagnosa menderita hipertensi stage 1 (tekanan darah sistolik 140-159 mmHg dan tekanan darah diastolik 90-99 mmHg) diberikan kombinasi obat. Pasien hipertensi stage 1 pada awal terapi seharusnya diberikan obat tunggal. Ketika penggunaan obat tunggal dengan dosis adekuat gagal mencapai target tekanan darah, maka barulah penambahan obat kedua dari kelas yang berbeda harus dilakukan (Chobanian et all., 2003).

Terdapat pula pasien membutuhkan obat yang sifatnya sinergis namun tidak diberikan, yaitu pada pasien yang didiagnosa menderita hipertensi stage 2 (tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 100 mmHg) mendapatkan resep obat antihipertensi tunggal. Pasien hipertensi stage 2 harusnya mendapatkan kombinasi terapi antihipertensi, hal ini berhubungan dengan tekanan darah pasien yang melebihi 20/10 mmHg diatas target yang diharapkan, sehingga harus digunakan kombinasi obat. Terapi dengan lebih dari satu obat akan meningkatkan kemungkinan untuk mencapai tujuan tekanan darah secara lebih cepat. Penggunaan kombinasi obat sering menghasilkan penurunan tekanan darah yang lebih besar pada dosis yang lebih rendah dibandingkan ketika obat digunakan secara tunggal, sehingga kemungkinan efek samping yang terjadi lebih kecil (Chobanian et all., 2003).

Pemilihan dosis yang tidak tepat yang terjadi adalah frekuensi regimen dosis captopril dan nifedipine yang tidak cukup., dimana terdapat pasien yang mendapatkan terapi captoril 12,5-25 mg, 1 kali sehari dan terdapat pula pasien yang mendapatkan terapi nifedipine 5 mg, 1 kali sehari. Menurut Depkes RI (2007), captopril diberikan 12,5 sampai 25 mg, 2 sampai 3 kali sehari dan nifedipine diberikan 5 mg sampai 10 mg, 2 kali sehari. Captopril memiliki durasi kerja yang singkat sehingga harus digunakan 2 sampai 3 kali sehari untuk dapat menurunkan tekanan darah selama 24 jam (British Hypertension Society, 2008). Nifedipine memiliki durasi kerja 12 jam sehingga harus digunakan 2 kali sehari untuk dapat menurunkan tekanan darah selama 24 jam (Owen, 2003).

Kepatuhan pasien merupakan penyebab DRPs yang paling sering terjadi, dimana 20 dari 21 pasien yang mengalami masalah kepatuhan terhadap pengobatan gagal mencapai target tekanan darah pada hari 10-15 perawatan. Ketidakpatuhan pasien dapat terjadi akibat pasien merasa kondisinya sudah lebih baik ataupun rasa malas untuk datang kontrol. Kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi hipertensi seringkali buruk dan hal ini merupakan penyebab utama kegagalan dalam mencapai target tekanan darah yang diinginkan (Lindholm, 2002). Rendahnya kepatuhan pada terapi hipertensi dihubungkan dengan meningkatnya penyakit kardiovaskular dan biaya terapi yang diperlukan nantinya. Oleh karena itu, penting bagi farmasis sebagai tenaga kesehatan untuk memberikan perhatian terhadap kepatuhan pasien hipertensi (Kronish et all, 2011). Farmasis dapat membantu penatalaksanaan hipertensi dengan menjadi perantara antara dokter dan pasien dalam hal terapi farmakologi maupun terapi non farmakologi (Muchid dkk., 2006). Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa partisipasi dan intervensi yang diberikan oleh farmasis dapat memberikan pengaruh positif dalam terapi (Viktil dan Blix, 2008).

Terdapat pasien yang penyebab DRPs tidak jelas. Hipertensi primer merupakan penyakit multifaktorial yang muncul terutama karena interaksi berbagai faktor risiko tertentu. Nilai tekanan darah terutama dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer, namun genetik, diet, dan faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi tekanan darah secara berbeda-beda pada masing-masing pasien hipertensi (Ibrahim, 2006; Yogiantoro, 2009).

  • 4.2    Hubungan penyebab DRPs dan Luaran Terapi yang Dihasilkan pada Pasien Hipertensi di UPT Puskesmas Jembrana

Melalui uji statistik chi square yang dilakukan didapatkan bahwa terdapat hubungan antara penyebab DRPs dengan perubahan terapi yang dilakukan. Semakin banyak jumlah DRPs maka kemungkinan terjadinya perubahan terapi semakin besar. Adanya penyebab DRPs menimbulkan terjadinya DRPs, dimana pada penelitian ini, DRPs yang ditemukan terjadi adalah adanya masalah efektivitas terapi, yaitu tidak adanya efek dari terapi obat atau kegagalan terapi dan efek terapi tidak optimal. Adanya masalah ini membuat dokter memutuskan untuk melakukan perubahan terapi.

Tekanan darah sistolik telah terbukti menjadi indikator yang lebih tepat dalam menunjukkan risiko kardiovaskular dibandingkan dengan tekanan darah diastolik pada pasien hipertensi. Selain itu, setelah target tekanan darah sistolik tercapai, sebagian besar pasien hipertensi juga akan mencapai target tekanan darah diastolik (McEvoy, 2004). Oleh sebab itu, pada penelitian ini tekanan darah sistolik dijadikan sebagai luaran terapi yang dinilai. Uji ANOVA menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok pasien dengan jumlah penyebab DRPs 0, 1, 2, dan 3 secara statistik pada kurun waktu 10-15 hari. Uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok pasien dengan jumlah penyebab DRPs 0 dan kelompok pasien dengan jumlah penyebab DRPs ≥ 1 pada kurun waktu 30-45 hari.

Ada atau tidaknya penyebab DRPs tidak menyebabkan adanya perbedaan yang bermakna pada tekanan darah sistolik yang dihasilkan secara statistik pada kurun waktu 10-15 hari dan 30-45 hari. Namun, jika dilihat secara klinik dari rerata dan median perubahan tekanan darah sistolik pada pasien yang tidak mengalami penyebab DRPs dihasilkan penurunan tekanan darah 20 mmHg, dimana nilai ini lebih besar dari tekanan darah sistolik yang dipilih dalam percobaan terkontrol untuk mewakili tekanan darah sistolik yang menentukan kemanjuran terapi obat dan mengurangi angka penyakit kardiovaskular yaitu 12 mmHg (Ogden et all., 2000).

  • 5.    KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 35 subyek penelitian terdapat 31 subyek penelitian yang secara nyata atau berpotensi mengalami DRPs. DRPs yang terjadi pada terapi pasien hipertensi di UPT Puskesmas Jembrana adalah mengenai efektivitas terapi yang terjadi sebanyak 100%. Penyebab DRPs yang terjadi pada terapi pasien hipertensi di UPT Puskesmas Jembrana adalah pemilihan obat (24,44%), pemilihan dosis (26,67%), pasien (46,67%) dan penyebab yang tidak jelas (2,22%).Terdapat hubungan antara penyebab DRPs terhadap perubahan terapi, dimana semakin banyak penyebab DRPs yang terjadi maka kemungkinan dilakukannya perubahan terapi semakin besar. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara kelompok pasien dengan jumlah penyebab DRPs 0, 1, 2, dan 3 terhadap tekanan darah sistolik yang

dihasilkan pada kurun waktu 10-15 hari. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok pasien dengan jumlah penyebab DRPs 0 dan pasien dengan jumlah penyebab DRPs ≥ 1 terhadap tekanan darah sistolik yang dihasilkan pada pada kurun waktu 30-45 hari.

UCAPAN TERIMA KASIH

Seluruh dosen pengajar beserta staf pegawai di Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Udayana, orang tua, saudara, serta teman-teman seangkatan penulis atas segala ide, saran, serta dukungannya.

DAFTAR PUSTAKA

Bemt, V. D. and Egberts. (2007). Drug-Related Problems: Definitions and Classification. EJHP, 13: 62-64.

British Hypertension Society, (2008). Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitors. UK: British Hypertension Society.

Chobanian, A. V., et all. (2003). Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. Hypertension, 42: 1206–1252.

DepKes RI. (2007). Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman: 98.

Ernst, F. R. and A. J. Grizzle. (2001). Drug-Related Morbidity and Mortality: Updating the Cost-of-Illness Model. J Am Pharm Assoc,Vol. 41, No. 2: 192-199.

Garcao, J. A. and J. Cabrita. (2002). Evaluation of a Pharmaceutical Care Program for Hypertensive Patients in Rural Portugal. J Am Pharm Assoc, 42: 858–864.

Gradman, A. H., J. N. Basile, B. L. Carter, and G.

  • L. Bakris. (2010). Combination Therapy in Hypertension. J Am Soc Hypertens, 4 (2): 90– 98.

Ibrahim, M. M. (2006). RAS Inhibition in Hypertension. J Hum Hypertens, 20: 101– 108.

Iqbal, M. (2011). Clinical Perspective on the Management of Hypertension. Indian Journal of Clinical Medicine, 2: 1-17.

Kearney, P. M., M. Whelton, K. Reynolds, P. Muntner, P. K. Whelton and J. He. (2005). Global Burden of Hypertension: Analysis of Worldwide Data. Lancet, 365: 217–223.

Kronish, I. M., M. Woodward, Z. Sergie, G. Ogedegbe, L. Falzon and D. M. Mann. (2011). Meta-Analysis: Impact of Drug Class on Adherence to Antihypertensives. Circulation, 123 (15): 1611–1621.

Lindholm, L. H. (2002). The Problem of Uncontrolled Hypertension. J Hum Hypertens, 16: 3–8.

Martin, J. (2007). British National Formulary. British : BMJ Publishing Group Ltd and RPS Publishing.

McEvoy, G. K. (2004). AHFS Drug Information. USA : American Society of Health-System Pharmacists, Inc.

Muchid, A., dkk. (2006). Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan.

Ogden, L. G., J. He, E. Lydick, and P. K. Whelton. (2000). Long-Term Absolute Benefit of Lowering Blood Pressure in Hypertensive Patients According to the JNC VI Risk Stratification. Hypertension, 35: 539543.

Owen, J. (2003). Drug Information Reference. 5th Ed. Vancouver: BC Drug and Poison Information Centre.

Pharmaceutical Care Network Europe Foundation. (2010). Classification for Drug Related Problems V 6.2. Zuidlaren: Pharmaceutical Care Network Europe Foundation. Halaman: 1-9.

Rahajeng, E. dan S. Tuminah. (2009). Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia. Maj Kedokt Indon, 59 (12): 580-587.

Reboldi, G., G. Gentile, F. Angeli, and P. Verdecchia. (2009). Choice of ACE Inhibitor Combinations in Hypertensive Patients with Type 2 Diabetes: Update After Recent Clinical Trials. Vasc Health Risk Manag, 5: 411–427.

Roger, V. L., et all. (2012). Heart Disease and Stroke Statistics-2012 Update: A Report From the American Heart Association. Circulation, 125: 2-220.

Schaefer J. P., Y. Tam, B. B. Hasinoff, S. Tawfik, Y. Peng, L. Reimche1, and N. R. C. Campbell. (1998). Ferrous Sulphate Interacts with Captopril. Br J Clin Pharmacol, 46: 377–381.

Skolnik, N. S., J. D. Beck, and M. Clark. (2000). Combination Antihypertensive Drugs: Recommendations for Use. Am Fam Physician, 61 (10): 3049-3056.

Stockley, I. H. (2005). Stockley's Drug Interactions. London: The Pharmaceutical Press.

Straka, R. J., R. T. Burkhardt, and D. Parra. (2008). Hypertension. In: Chisholm-Burns, M.A., B.G. Wells, T. L. Schwinghammer, P. M. Malone, J. L. Kolesar, J. C. Rotschafer, and J. T. Dipiro, editors. Pharmacotherapy Principle and Practice. United States of America: McGraw-Hill Companies. Halaman: 10-12.

Syamsudin. (2011)). Buku Ajar Farmakoterapi Kardiovaskular dan Renal. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Halaman: 22.

Tripathi, K. D. (2008). Essentials of Medical Pharmacology. 6th Ed .New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd. Hal: 178, 192.

Viktil, K. K. and H. S. Blix (2008). The Impact of Clinical Pharmacists on Drug-Related Problems and Clinical Outcomes. Basic Clin Pharmacol Toxicol, 102: 275–280.

Wells, B. G., J. T. Dipiro, T. L. Schwinghammer, and C. V. Dipiro. (2009). Pharmacotherapy Handbook. 7th Ed. United States: The McGraw-Hill Companies, Inc. Halaman: 112.

Wijk, B. L. G. V., O. H. Klungel, E. R. Heerdink and A. D. Boer. (2005). Rate and Determinants of 10-Year Persistence with Antihypertensive Drugs. J Hypertens, 23: 2101–2107.

Yogiantoro, M. (2009). Hipertensi Esensial. In: Sudoyo, A.W., B. Setiyohadi, I. Alwi, M. Simadibrata dan S. Setiati. editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th Ed. Jakarta: Interna Publishing. Halaman: 1080.

Yusuf, I. (2008). Hipertensi Sekunder. Medicinus, Volume 21, No 3: 71-78.

APENDIK A.

Tabel A.1. DRPs yang Terjadi pada Pasien Hipertensi di UPT Puskesmas Jembrana

DRPs

Angka Kejadian

Persentase (%)

Efektivitas terapi

- Tidak ada efek dari terapi obat atau kegagalan terapi.

18

58,06%

- Efek terapi tidak optimal.

13

41,94%

- Efek yang tidak diinginkan dari terapi.

0

0%

- Indikasi tidak tertangani.

0

0%

Reaksi yang tidak diinginkan

- Kejadian yang tidak diinginkan (non-alergi).

0

0%

- Kejadian yang tidak diinginkan (alergi).

0

0%

- Kejadian toksisitas akibat reaksi obat yang tidak diinginkan.

0

0%

Lain-lain

- Pasien tidak puas dengan terapi akibat hasil terapi dan biaya

0

0%

pengobatan.

- Masalah atau keluhan yang tidak jelas. Klasifikasi lain dibutuhkan.

0

0%

Jumlah

31

100%

Tabel A.2. Hubungan Antara Penyebab DRPs dengan Perubahan Terapi pada Kurun Waktu 10-15 Hari pada Pasien Hipertensi di UPT Puskesmas Jembrana

Penyebab DRPs

Luaran Terapi

1                        ≥ 2                  p

n       %        n        %

Terjadi perubahan terapi

Tidak terjadi perubahan terapi

7         35%         9        81,82%

13         65%         2        18,18%      0,013

Total

20        100%        11        100%

Tabel A.3. Hubungan Antara Penyebab DRPs dengan Perubahan Tekanan Darah Sistolik pada Kurun Waktu 10-15 Hari pada Pasien Hipertensi di UPT Puskesmas Jembrana

Jumlah Penyebab DRPs

n

Rerata±s.b

p

0

4

-20±18,26

1

20

-2,5±20,23

0214

2

8

-1,25±17,27

3

3

10±10,00

Tabel A.4. Hubungan Antara Penyebab DRPs dengan Perubahan Tekanan Darah Sistolik pada Kurun Waktu 30-45 Hari pada Pasien Hipertensi di UPT Puskesmas Jembrana

Jumlah Penyebab DRPs

n

Median (minimum-maksimum)

p

0

4

-20,00 ((-60)-(-10))

0,132

≥ 1

15

-10,00 ((-60) - 10)

j JURNAL FARMASI UDAYANA

jurusan Farmasi-Fakultasmipa-Universitas udayana

bukit Jimbaran - bali

• (0361) 703837                    * Email: [email protected]

SURAT PERNYATAAN

Persetukian pembimbing

Yang Bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Artikeldenganjudul : W^ W V^ ^^^ ?coW^s ^^ Vq^^YV^CXY^1^ XN   S⅛>S, © <N ς∖∖^P Y V? ^ £. > A' *^P

^cc,t-^s,l^c*S- ^pwbr,an^

Disusunoleh         : Vera C^vO^a Qcrrn

NIM              : ^9σ⅞s0SN ≡>3

Emailmahasiswa     : ^j&c_5or^@j^

Telah kami setujui untuk dipublikasi pada “Jurnal Farmasi Udayana”.

Demikian surat pernyataan ini kami buat, agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

BukitJimbaran, Λζ...'⅛.f't.,'!⅛..... 20.(3

Pembimbing Tugas Akhir

58