AKTIVITAS ANTIMALARIA EKSTRAK METANOL DAUN MURBEI (Morus alba) PADA MENCIT TERINFEKSI Plasmodium berghei
on
Analisis Antimalaria Ekstrak Metanol Daun Murbei (Morus alba) pada Mencit Terinfeksi
Plasmodium berghei (Vanadis, A.A., N.M. Suartini, N.P. Ariantari)
AKTIVITAS ANTIMALARIA EKSTRAK METANOL DAUN MURBEI (Morus alba) PADA MENCIT TERINFEKSI Plasmodium berghei
Putu Aurora Vanadis1, Ni Made Suartini2, Ni Putu Ariantari1*
1Jurusan Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Bukit
Jimbaran, Badung, Bali - Indonesia, Tel/ Fax:0361 7831630, email: [email protected]
2Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Badung, Bali - Indonesia
*) Alamat korespondensi
ABSTRAK
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium. Masalah yang muncul dalam pengendalian malaria saat ini adalah resistensi parasit terhadap obat antimalaria yang tersedia. Eksplorasi tanaman obat merupakan salah satu strategi penting dalam penemuan obat antimalaria. Morus alba dari suku Moraceae, telah digunakan dalam sistem pengobatan tradisional Indonesia untuk obat demam dan malaria. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi aktivitas antimalaria ekstrak metanol daun M. alba secara in vivo terhadap mencit yang terinfeksi Plasmodium berghei. Uji aktivitas antimalaria dilakukan dengan metode Peter’s Test. Artesunat digunakan sebagai obat standar dan ekstrak diberikan secara oral sekali sehari pada mencit yang terinfeksi P. berghei selama 4 hari. Persentase parasitemia diamati selama tujuh hari dengan membuat hapusan darah yang diwarnai dengan Giemsa. Data dianalisis menggunakan ANOVA satu arah, Tukey dan probit. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun M. alba memiliki aktivitas antimalaria terhadap mencit terinfeksi P. berghei dengan nilai ED50 dari 12,86 mg/kgBB.
Kata kunci : Morus alba, aktivitas antimalaria, Plasmodium berghei, ekstrak metanol, ED50
-
1. PENDAHULUAN
Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium dan ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina (WHO, 2008). Indonesia yang beriklim tropis merupakan salah satu daerah endemik malaria, terutama daerah Indonesia Timur. Masalah yang memperberat penanganan malaria adalah munculnya kasus resistensi parasit terhadap obat-obat antimalaria (Departemen Kesehatan RI, 2008). Berbagai upaya untuk penemuan obat antimalaria sangat diperlukan. Penemuan obat antimalaria kinin yang pertama kali diisolasi dari tanaman Cinchona sp. dan artemisinin dari Artemisia annua menunjukkan bahwa tanaman obat merupakan sumber penting untuk eksplorasi obat antimalaria (Lee, 2002).
Daun murbei (Morus alba L.) merupakan tanaman dari suku Moraceae, yang banyak digunakan dalam pengobatan tradisional di Indonesia yaitu salah satunya untuk malaria (Departemen Kesehatan RI, 2000). Flavonoid dan terpenoid merupakan jenis kandungan kimia yang ditemukan berlimpah pada tanaman dari genus Morus (Hakim, 2007). Berbagai senyawa
flavonoid dan terpenoid telah dilaporkan aktif sebagai antimalaria (Saxena et al., 2003). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi aktivitas antimalaria ekstrak daun murbei secara in vivo pada mencit terinfeksi Plasmodium berghei. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti ilmiah dalam pemanfaatan tanaman murbei sebagai obat malaria dan dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai antimalaria dari bahan alam.
-
2. METODE PENELITIAN
-
2.1 Bahan Tanaman
-
Bahan tanaman adalah simplisia daun murbei (M. alba) yang diperoleh di daerah Payangan, Gianyar dan sudah dideterminasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bali pada bulan Maret 2011
-
2.2 Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan galur Balb/c dengan berat 20-25 gram,
umur 2-3 bulan, yang diperoleh dari Pusat Veterinaria Farma (Pusvetma) Surabaya. Penggunaan hewan uji sudah melewati uji kelaikan etik dari Komisi Etik Penggunaan Hewan untuk Penelitian, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana dengan surat kelaikan etik No: 107/KE-PH/IV/2012.
-
2.3 Biakan Parasit
Biakan P. berghei yang digunakan adalah strain ANKA, yang diperoleh dari Laboratorium Hewan Coba Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.
-
2.4 Prosedur Penelitian
-
2.4.1 Pembuatan Ekstrak Metanol Daun Murbei
-
Serbuk kering daun murbei (300,25 g) diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan 3,5 L metanol selama 24 jam. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan, dienapkan semalam, disaring dan diuapkan dengan vaccum rotary evaporator pada suhu 50oC sehingga didapatkan ekstrak kental (59,20 g).
-
2.4.2 Pengujian Aktivitas Antimalaria secara In Vivo
Prosedur pengujian aktivitas antimalaria ekstrak daun murbei yang dilakukan mengacu pada metode standar Peter’s Test (Phillipson, 1991). Mencit yang telah terinfeksi P. berghei dibagi dalam 5 kelompok, tiap kelompok terdiri dari tiga ekor mencit. Masing-masing kelompok diberi perlakuan secara per oral sebagai berikut:
-
a. Satu kelompok kontrol negatif diberi suspensi CMC Na 0,5%
-
b. Satu kelompok kontrol positif diberi suspensi obat standar artesunat (arsuamoon®) dalam CMC Na 0,5%, dengan dosis 36,4 mg/kg BB
-
c. Tiga kelompok perlakuan diberi suspensi ekstrak daun murbei dalam CMC Na 0,5%, masing-masing dengan dosis 1, 10 dan 100 mg/kgBB.
Pemberian bahan uji dilakukan apabila semua mencit uji sudah menunjukkan adanya pertumbuhan parasit dengan parasitemia ±1%. Bahan uji diberikan satu kali sehari selama 4 hari. Parasitemia diamati setiap hari selama 7 hari, yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas dari ekstrak metanol daun murbei setelah pemberian ekstrak dihentikan pada hari kelima. Pengamatan parasitemia dilakukan dengan cara membuat
hapusan darah tipis dengan mengambil 1 tetes darah dari ekor mencit. Hapusan darah difiksasi dengan metanol, dikeringkan, diwarnai dengan giemsa 10% selama 30 menit dan dicuci dengan air mengalir. Hapusan darah diamati dengan mikroskop binokuler dengan pembesaran 1000 kali. Parasitemia dihitung dari jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit per 1000 eritrosit (Schlichtherle et al., 2000). Persentase pertumbuhan parasit diperoleh dari perhitungan selisih % parasitemia setiap hari selama 4 hari pengamatan. Persentase penghambatan merupakan perbandingan rata–rata persentase pertumbuhan parasit pada kelompok perlakuan terhadap kontrol negatif.
-
2.4.3 Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan analisis variansi satu arah dengan batas kepercayaan 95%, menggunakan software SPSS 18. Analisis dilanjutkan dengan Post hoc study dengan uji Tukey untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan bermakna antara nilai persentase hambatan pada kelompok uji. Potensi aktivitas antimalaria ekstrak daun murbei dinyatakan dengan nilai ED50 yang diperoleh dari analisis probit. ED50 merupakan dosis yang mampu menghasilkan efek yang dikehendaki pada 50% populasi.
-
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
-
3.1 Hasil
-
Perkembangan parasitemia tiap kelompok uji selama 7 hari pengamatan ditampilkan pada Apendiks A. Peningkatan parasitemia pada kelompok uji yang diberikan ekstrak daun murbei dengan dosis 1, 10 dan 100 mg/kgBB lebih rendah daripada kontrol negatif, tetapi lebih tinggi daripada kontrol positif artesunat. Diantara ketiga kelompok uji yang diberikan ekstrak daun murbei tersebut diperoleh bahwa semakin tinggi dosis ekstrak metanol daun murbei yang diberikan, semakin rendah tingkat pertumbuhan parasit. Hasil pengamatan pertumbuhan parasit pada mencit terinfeksi P. berghei setelah pemberian ekstrak daun murbei dengan dosis 1, 10 dan 100 mg/kgBB, ditampilkan pada Apendiks B. Berdasarkan data persentase pertumbuhan parasit, selanjutnya dihitung persentase penghambatan ekstrak terhadap pertumbuhan parasit. Data persentase penghambatan parasit dianalisis secara statistik yang diawali dengan uji normalitas menggunakan Shapiro – Wilk dan homogenitas menggunakan Levene Statistic. Data yang
terdistribusi normal dan homogen (P > 0,05), dianalisis lebih lanjut dengan ANOVA satu arah. Berdasarkan analisis ANOVA satu arah diperoleh nilai signifikansi yang menunjukkan adanya perbedaan bermakna pada kelompok uji (P<0,05). Selanjutnya, dilakukan analisis Post hoc Tukey dengan hasil terdapat perbedaan bermakna antara persen hambatan parasit pada kelompok dosis ekstrak metanol daun murbei 1, 10 dan 100 mg/kgBB dengan kontrol negatif dan kontrol positif. Pada kelompok dengan ekstrak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok dosis 1 mg/kgBB dengan dosis 10 dan 100 mg/kgBB, akan tetapi pada kelompok dosis 10 mg/kgBB tidak memberikan perbedaan bermakna dengan kelompok dosis 100 mg/kgBB. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok dosis 1, 10 dam 100 mg/kgBB memiliki aktivitas dalam menghambat pertumbuhan parasit, akan tetapi tidak sebanding dengan kontrol positif. Data persentase penghambatan parasit juga dianalisis dengan probit, dan diperoleh nilai ED50 sebesar 12,86 mg/kg BB.
-
3.2 Pembahasan
Parasitemia pada semua kelompok uji mengalami peningkatan seiring dengan waktu pengamatan, kecuali pada kelompok kontrol positif. Peningkatan parasitemia mencerminkan adanya pertumbuhan parasit dalam eritrosit mencit uji. Kelompok kontrol positif mengalami penurunan parasitemia pada hari ketiga pemberian artesunat (D2) dan hari keempat (D3), kemudian mengalami peningkatan kembali setelah pemberian artesunat dihentikan pada hari kelima(D4). Peningkatan parasitemia pada hari kelima terjadi karena metabolit aktif dari artesunat yaitu dihidroartemisinin memiliki waktu paruh yang pendek (38,4 menit), sehingga ekskresi obat menjadi cepat. Hal tersebut menyebabkan, parasit yang masih ada di darah perifer mengalami pertumbuhan kembali (Moffat and Widdop, 2005). Pertumbuhan parasit yang paling rendah selama waktu pengamatan terjadi pada kelompok kontrol positif, sedangkan pertumbuhan parasit paling tinggi terjadi pada kelompok kontrol negatif. Pertumbuhan parasit pada kelompok uji yang diberikan ekstrak metanol daun murbei mengalami penurunan seiring dengan adanya peningkatan dosis ekstrak yang diberikan. Diantara ketiga kelompok uji tersebut, persentase pertumbuhan parasit paling rendah terjadi pada kelompok uji ekstrak dengan dosis 100 mg/kgBB
dan persentase pertumbuhan parasit paling tinggi pada kelompok uji ekstrak dengan dosis 1 mg/kgBB. Persentase pertumbuhan parasit pada kelompok uji yang diberikan ekstrak daun murbei lebih rendah dibandingkan dengan kontrol negatif, yang menunjukkan bahwa terjadi hambatan pertumbuhan parasit akibat pemberian ekstrak metanol daun murbei. Persentase penghambatan pertumbuhan parasit berturut– turut sebesar 45,03 ± 1,79% pada dosis 1 mg/kgBB, sebesar 50,28 ± 0,50% pada dosis 10 mg/kgBB dan sebesar 53,33 ± 0,97% pada dosis 100 mg/kgBB. Munoz et. al. (2000) melaporkan bahwa suatu ekstrak dinyatakan memiliki aktivitas antimalaria yang sangat baik apabila pada dosis 100 mg/kgBB memiliki rata–rata persentase penghambatan lebih besar atau sama dengan 50%. Berdasarkan kriteria tersebut, ekstrak metanol daun murbei dapat dinyatakan memiliki aktivitas sebagai antimalaria yang sangat baik.
Hasil analisis statistik menunjukkan adanya perbedaan bermakna (P<0,05) antara persentase penghambatan parasit pada semua kelompok uji. Pada kelompok uji yang diberikan ekstrak metanol daun murbei terdapat perbedaan bermakna antara kelompok dosis 1 mg/kgBB dengan dosis 10 dan 100 mg/kgBB, akan tetapi kelompok uji ekstrak dosis 10 mg/kgBB tidak memberikan perbedaan bermakna dengan kelompok uji ekstrak dosis 100 mg/kgBB (P>0,05). Pemberian ekstrak dengan dosis 10 dan 100 mg/kgBB memberikan aktivitas penghambatan yang sebanding.
Berdasarkan hasil uji probit, diperoleh nilai ED50 ekstrak metanol daun murbei sebesar 12,86 mg/kgBB. Herintsoa et al. (2005) melaporkan bahwa suatu ekstrak dinyatakan potensial sebagai antimalaria apabila memiliki nilai ED50 yang berada dalam rentang 10-100 mg/kgBB pada uji secara in vivo. Mengacu pada kriteria tersebut, ekstrak metanol daun murbei memiliki aktivitas sebagai antimalaria, serta prospektif untuk dikembangkan sebagai obat antimalaria.
Penelitian Ariantari et al. (2012), menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun murbei memiliki kandungan flavonoid, glikosida dan triterpenoid serta aktif sebagai antimalaria pada uji in vitro terhadap P. falciparum 3D7, dengan nilai IC50 sebesar 0,02 µg/mL. Beberapa tanaman dari suku Moraceae juga telah dilaporkan aktif sebagai antimalaria. Senyawa-senyawa flavonoid terprenilasi dari ekstrak tanaman Artocarpus
champeden Spreng (Moraceae) menunjukkan aktivitas antimalaria yang poten secara in vitro (Widyawaruyanti et al., 2007). Berbagai senyawa flavon terprenilasi dari akar A. altilis juga dilaporkan memiliki aktivitas antimalaria dengan nilai IC50 berkisar 1,9-4,3 μg/mL (Boonphong et al., 2007).
-
4. KESIMPULAN
Ekstrak metanol daun murbei aktif sebagai antimalaria pada uji secara in vivo dengan nilai ED50 sebesar 12,86 mg/kgBB dan memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai antimalaria. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk menelusuri senyawa aktif antimalaria dari ekstrak metanol daun murbei.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ibu Ni Luh Putu Vidya Paramita, S.Farm., Apt., dan Ibu Ni Putu Eka Leliqia, S.Farm., M.Si., Apt. sebagai reviewer. Penelitian ini menerima bantuan dana dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Program Kreativitas Mahasiswa-Penelitian (PKM - P) tahun 2011. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Aty Widyawaruyanti, M.Si., Apt. atas bantuan penyediaan P. berghei strain ANKA.
DAFTAR PUSTAKA
Ariantari, N. P., P.A.Vanadis, K.G.Y.Widyadana, L. Tumewu, A. Widyawaruyanti. (2012). In Vitro Antimalarial Activity of Methanolic Extract of Morus alba L. Leaves Against Plasmodium Falciparum 3D7. Surakarta – Indonesia. International Conference: Research and Application on Traditional Complementary and Alternative Medicine in Health Care (TCAM). In Press
Boonphong, S., Baramee, A., Kittakoop, P, Puangsombat, P., (2007). Antitubercular and Antiplasmodial Prenylated Flavones from The Root of Artocarpus altilis. Chiang Mai J. Sci, 34(3) : 339-343
Departemen Kesehatan RI. (2000). Inventaris Tanaman Obat, Edisi III, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, hal. 29
Departemen Kesehatan RI. (2008). Pemerintah RRC Bantu Obat Anti Malaria Senilai 3 Milyar Kepada Indonesia .
http://www.depkes.go.id, 24 September 2011
Hakim, E.H., (2007). Keanekaragaman Hayati Sebagai Sumber Keanekara-gaman Molekul yang Unik dan Potensial untuk Bioindustri, Majelis Guru besar Institut Teknologi Bandung, pp. 34 -35
Herintsoa, R., R.R. Baholy, R.A. Solofoniaina, R.A. Mirindra, R.E.K. Femanto, R. Hajatiana, R.M. Harivony, R. Maminirina, R. Armand, R. Jacques, R.J. Francois, R. Suzanne, G.L. Tona, G.K. Mesia, S. Derese and J.O. Midiwo. (2005). Screening of Plant Extracts for Searching Antiplasmodial Activity. 11th NAPRECA Symposium Book of Proceedings, Antananarivo, Madagascar, pp. 136-144
Lee, M. R., (2002). Plants Against Malaria Part. 2 : Artemisia annua (Qinghaosu or The Sweet Wormwood). The Journal of The Royal Collage of Physicians of Edinburgh, 32 : 300 – 304.
Moffat, C., D. Osselton and B. Widdop. (2005). Clarke’s Analysis of Drugs and Poisons 3rd edition. Pharmaceutical Press, pp. 123-129
Munoz, V., Sauvain M., Bourdy G., Callapa J., Rojas I. and Vargas L. (2000). The Search For Natural Bioactive Compounds Through A Multidisciplinary Approach in Bolivia Part II Antimalarial Activity Of Some Plants Used By Mosetene Indians. J. Ethnopharmacol. Vol 69: 55-139
Phillipson, J. D., (1991). Assays for Antimalarial and Amoebicidal Activities. In : P. M. Dey and J. B. Harborne. Methods in Plant Biochemistry. San Diego : Academic Press Inc. Vol. 6 : P 139
Saxena, S., Pant.N, Jain.DC, Bhakuni.RS. (2003). Antimalarial Agents from Plant Sources. Current Science, Vol. 85: 1314-1329
Schlichthele, M., Wahlgren, M., Perlmann, H., and Scherf, A., (2000), Methods in Malaria Research, Third Edition, Manassas: Malaria Research and Reference Reagent Resource Center-American Type Culture Collection, 8-10
Widyawaruyanti, A., Subehan, Kalauni, SK, Awale, S, Nindatu, M, Zaini, NC, Syafruddin, D, Asih, PBS, Tezuka, Y, Kadota, S., (2007). New Prenylated Flavones from Artocarpus champeden SPRENG and Their Antimalarial Activity In Vitro. J. Nat. Med, Vol. 61: 410-413
WHO, (2008). More than 600 Milion People Need Effective Malaria Treatment to Prevent
Unacceptably High Death Rates, http://www.globalpolicy.org, 8 Juni 2011
APENDIKS A
Grafik perkembangan pertumbuhan parasit P. berghei pada kelompok kontrol positif, kontrol negatif dan setelah pemberian ekstrak metanol daun murbei dosis 1, 10 dan 100 mg/kgBB pada pengamatan selama 7 hari
APENDIKS B
Rata-rata persentase pertumbuhan dan persentase penghambatan parasit pada mencit terinfeksi P. berghei yang diberikan ekstrak daun murbei dan artesunat selama 4 hari
Kelompok |
% pertumbuhan parasit±SD |
% penghambatan parasit±SD |
A |
0 ±0 |
100±0 |
B |
3,05±0,8 |
0±0 |
C |
1,67±0,11 |
45,03±1,79 |
D |
1,51±0,02 |
50,28±0,50* |
E |
1,42±0,06 |
53,33±0,97* |
A = kontrol positif, diberi artesunat dosis 36,4 mg/kgBB
B = kontrol negatif, diberi CMC-Na 0,5%
C = kelompok perlakuan dengan ekstrak daun murbei dosis 1 mg/kgBB
D = kelompok perlakuan dengan ekstrak daun murbei dosis 10 mg/kgBB
E = kelompok perlakuan dengan ekstrak daun murbei dosis 100 mg/kgBB (n= 3)
*) tidak berbeda bermakna (p>0,05)
Contoh Perhitungan Persen Pertumbuhan Parasit P. berghei Strain ANKA Selama 4 Hari Perlakuan
Perhitungan persen pertumbuhan parasit subjek uji 1 (mencit 1) pada kelompok perlakuan ekstrak metanol daun M. alba L. dosis 1 mg/kgBB selama perlakuan (D0-D4):
-
A. Persen parasitemia pada D0 = 0,87%.
-
B. Persen parasitemia pada D1 = 2,29%.
-
C. Persen parasitemia pada D2 = 4,17%.
-
D. Persen parasitemia pada D3 = 6,30%.
-
E. Persen parasitemia pada D4 = 8,07%.
Sehingga persen pertumbuhan parasit subjek uji 1 (mencit 1) pada kelompok perlakuan ekstrak metanol daun M. alba L. dosis 1 mg/kgBB adalah:
P(d1-d0) + P (d2-d1) + P (d3-d2) + P(d4-d3)
% pertumbuhan =
4
(2,29-0,87) + (4,17-2,29) + (6,30-4,17) + (8,07-6,30)
4
= 1,68%
51
Discussion and feedback