Pengembangan Metode Identifikasi Indometasin dengan KLT-Spektrofotodensitometri

(Wahyudhie, A.A., I N.K. Widjaja, K.D. Cahyadi, Gelgel W.)

PENGEMBANGAN METODE IDENTIFIKASI INDOMETASIN DENGAN KLT-SPEKTROFOTODENSITOMETRI

A.A. Wahyudhie, I N.K. Widjaja, K.D. Cahyadi, I M.A.G. Wirasuta

Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana

Korespondensi: Dr.rer.nat. I Made Agus Gelgel Wirasuta, M. Si., Apt.

Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana Jalan Kampus Unud-Jimbaran, Jimbaran-Bali, Indonesia 80364 Telp/Fax: 0361-703837

Email: [email protected]

ABSTRAK

Indometasin adalah obat yang memiliki efek sebagai antiinflamasi. Berdasarkan efek tersebut, indometasin sering ditambahkan secara ilegal ke dalam produk obat herbal yang memiliki khasiat untuk menghilangkan pegal linu atau rematik. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan suatu metode KLT-Spektrofotodensitometri yang digunakan untuk uji identifikasi dan menentukan validasinya yang meliputi linearitas, batas deteksi, spesifisitas, dan presisi.

Sampel diesktraksi menggunakan metode SPE C8-Cation Exchange dan kemudian dipisahkan dengan dua sistem KLT yang berbeda yaitu sistem TF dan TE. Kromatogram dan spektrum dari masing-masing noda senyawa dibuat pada panjang gelombang 210 nm dan 190-400 nm dengan menggunakan TLC Scanner 3 (Camag-Mutenz-Switzerland). Senyawa diidentifikasi berdasarkan nilai hRfc dan spektrum in situ.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari uji identifikasi menunjukkan bahwa fraksi SPE mengandung indometasin. Nilai dari validasi metode yang dilakukan telah valid untuk linearitas dengan r > 0,999, batas deteksi untuk kedua sistem adalah 3,698 ng, spesifisitas metode dengan nilai korelasi spektrum > 0,90 untuk indometasin, dan presisi untuk hRf dan AUC menghasilkan KV < 2%.

Kata kunci: indometasin, identifikasi, SPE, KLT-Spektrofotodensitometri

  • 1.    PENDAHULUAN

Indometasin adalah obat yang memiliki efek sebagai antiinflamasi. Berdasarkan efek tersebut, indometasin sering ditambahkan secara ilegal ke dalam produk obat herbal yang memiliki khasiat untuk menghilangkan pegal linu atau rematik (BPOM RI, 2008).

Kontrol kualitas dari produk obat herbal merupakan tanggungjawab dari BPOM dimana salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengindentifikasi keberadaan indometasin di dalam obat herbal adalah dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). KLT merupakan metode yang sederhana, murah, dan handal (Flanagan et al., 2007) sehingga Wirasuta (2012) telah memanfaatkan KLT dalam analisis toksikologi forensik sebagai metode untuk uji konfirmasi senyawa narkotika dan psikotropika.

Indometasin merupakan salah satu obat NSAIDs (Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drugs) derivat indolilasetat. Mekanisme kerja dari indometasin adalah sebagai penghambat COX nonselektif yang poten sehingga dapat menurunkan pembentukan prekusor prostaglandin (Katzung, 2010). Pada penelitian ini dikembangkan suatu metode KLT-Spektrofotodensitometri yang digunakan untuk mengidentifikasi senyawa indometasin.

  • 2.    MATERI DAN METODE

    • 2.1    Alat

Pipet ukur, labu ukur, gelas beaker, botol vial, pipet tetes, ballfiller, kertas saring, corong pisah, timbangan analitik (AND GR-200), Linomat 5 (Camag-Muttenz-Switzerland), bejana kromatograf (Camag-Muttenz-Switzerland), Spektrofotodensitometer TLC-Scanner 3 (Camag-

Mutenz-Switzerland), pH meter (Oakton), oven (Memmert), alat pengaduk mekanik (Ika vibrax VXR basic), pompa vakum (Gast), manifold (Phenomenex).

  • 2.2    Bahan

Semua bahan kimia dan pelarut yang digunakan dalam penelitian ini memiliki derajat kemurnian pro analisis (Merck-Germany) yaitu metanol, asam asetat, amonium hidroksida, n-heksana, diklorometana, isopropanol, kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4), etil asetat, natrium hidroksida (NaOH), dan aquades. Senyawa standar indometasin (BPOM RI), kodein fosfat (BPOM RI), salbutamol sulfat (Ferron Par Pharmaceutical), difenhidramin HCl (BPOM RI), diazepam (BPOM RI), bromheksin (BPOM RI), klordiazepoksid (BPOM RI), natrium diklofenak (Ferron Par Pharmaceutical), kolom SPE Strata Screen C (Phenomenex), dan plat aluminium TLC Silika Gel 60 GF254 (Merck-Germany).

  • 2.3    Metode

    • 2.3.1    Penyiapan Larutan

Larutan-larutan yang harus dibuat meliputi larutan baku stok indometasin 2 mg/mL, larutan standar pembanding indometasin dengan variasi konsentrasi sebesar 5, 50, 100 dan 500 µg/mL, larutan NaOH 0,2 M, larutan asam asetat 0,1 M, larutan dapar fosfat 0,1 M pH 6, fase gerak sistem TF (etilasetat) dan TE (etil asetat: metanol: ammonia (85:10:5 %v/v)), larutan standar senyawa referensi sistem TF (diazepam, klordiazepoksid, natrium diklofenak) dan sistem TE (kodein, salbutamol sulfat, bromheksin, difenhidramin HCl) dengan konsentrasi masing-masing senyawa dalam larutan sebesar 250 µg/mL.

  • 2.3.2    Ekstraksi Senyawa dengan Metode SPE

Pengkondisian kolom SPE dilakukan dengan mengikuti metode yang telah dikembangkan oleh Purbandika (2011). Sebelum dimasukkan ke dalam kolom SPE, sampel larutan senyawa standar indometasin konsentrasi 50 µg/mL sebanyak 500 µL ditambahkan dengan 500 µL dapar fosfat 0,1 M pH 6. Campuran dikocok menggunakan pengaduk mekanik selama 30 menit. Proses ekstraksi sampel indometasin dilakukan seperti

metode yang dikembangkan oleh Purbandika (2011).

  • 2.3.3    Sistem Pemisahan dengan KLT-

Spektrofotodensitometri

Disiapkan plat KLT dengan ukuran 10 x 10 cm sebanyak 2 buah yang telah dicuci dengan metanol dan diaktivasi sebelumnya. Penotolan pada masing-masing plat dilakukan menggunakan Linomat 5 dengan lebar pita totolan sebesar 3 mm, jarak antar totolan 6 mm, dan totolan pertama 10 mm dari tepi kiri dan bawah plat. Fraksi hasil SPE dari 3 kali pengulangan ditotolkan pada totolan 13, senyawa standar referensi sistem pada totolan ke-4 dan larutan standar pembanding indometasin pada totolan 5-12. Salah satu plat dielusi dengan fase gerak sistem TF (etilasetat) sedangkan plat lainnya dielusi dengan fase gerak sistem TE (etil asetat: metanol: ammonia (85:10:5 %v/v)) sampai jarak pengembangan 8 cm dalam bejana kromatograf yang telah dijenuhkan sebelumnya selama 30 menit. Plat hasil elusi yang telah kering dipindai pada panjang gelombang 210 nm untuk membuat kromatogramnya dan spektrumnya dibuat pada panjang gelombang 190-400 nm lalu diuji kemurniannya.

  • 2.3.4    Analisis Data

Koreksi nilai hRf menjadi hRfc menggunakan metode poligonal mengacu pada De Zeeuw et al (1992) dengan modifikasi pada senyawa standar referensi sistem yang digunakan. Perhitungan nilai hRfc secara otomatis menggunakan metode poligonal dengan memanfaatkan WinCATS-Specllib-Tool (Camag -Switzerland) dilakukan dengan mengacu pada Wirasuta (2012).

Pemastian identitas puncak pada kromatogram dari fraksi hasil SPE dilakukan berdasarkan nilai hRfc analit ± error window masing-masing sistem KLT (errow window TF = 8; TE = 11). Dilihat juga nilai korelasi (r) spektrum analit yang dibandingkan dengan spektrum standar pada library dimana nilai korelasi (r) minimum yang ditetapkan sebesar 0,80 (Wirasuta, 2012).

  • 2.3.5    Uji Validasi Metode Analisis

Validasi metode yang dilakukan untuk analisis kualitatif meliputi penentuan linearitas, batas deteksi (LOD), spesifisitas, dan presisi (United Nations Office on Drugs and Crime, 2009).

  • A.    Penentuan Linearitas, Batas Deteksi (LOD), dan Spesifisitas

Penentuan linearitas, batas deteksi (LOD), dan spesifisitas menggunakan plat dari hasil prosedur 2.3.3. Plat tersebut dipindai dengan Spektrofotodensitometer TLC-Scanner 3 (Camag-Mutenz-Switzerland) pada panjang gelombang maksimum indometasin yaitu 273 nm (Moffat et al., 2005) untuk membuat kromatogramnya dan setiap puncak noda yang ditemukan dalam kromatogram dipindai pada panjang gelombang 190-400 nm untuk dibuat spektrumnya. Linearitas dari masing-masing sistem KLT dilihat dari persamaan regresi linier dan koefisien korelasi (r) yang diperoleh, dimana nilai koefisien korelasi (r) yang ditetapkan > 0,999 (Lawson, 1996). Persamaan regresi yang diperoleh tersebut dimanfaatkan untuk menghitung nilai batas deteksi (LOD).

Penentuan spesifisitas ditentukan dengan melakukan uji kemurnian puncak (purity peaks) yang akan menghasilkan nilai koefisien korelasi spektrum (r) pada Rf awal dengan Rf maksimum (rs,m) dan Rf maksimum dengan Rf akhir (rm,e) dimana nilai koefisien korelasi spektrum (r) yang ditetapkan > 0,999 (Indrayanto, 2009).

  • B.    Penentuan Presisi

Menurut Harmita (2004), penentuan presisi suatu metode analisis dilakukan dengan menggunakan 3 variasi konsentrasi larutan standar sebesar 80, 100, dan 120% yang dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan. Pada penentuan presisi dari metode yang dikembangkan ini, disiapkan plat KLT dengan ukuran 10 x 10 cm sebanyak 2 buah yang telah dicuci dengan metanol dan diaktivasi sebelumnya. Pada masing-masing plat ditotolkan larutan standar indometasin dengan variasi massa penotolan sebesar 400,500, dan 600 ng/totolan yang dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan. Plat selanjutnya dielusi menggunakan 2 sistem fase gerak seperti pada prosedur 2.3.3 dan dipindai dengan Spektrofotodensitometer TLC-Scanner 3 (Camag-Mutenz-Switzerland) seperti pada prosedur 2.3.5 (A). Presisi dilakukan terhadap parameter hRf dan AUC senyawa indometasin pada sistem TF dan TE dengan persyaratan koefisien variasi (KV) yang diperoleh harus < 2 % (Indrayanto, 2009).

  • 3.    HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Uji Identifikasi

Hasil pemisahan dengan KLT menggunakan 2 sistem fase gerak berbeda yaitu sistem TF dan TE yang berupa kromatogram dapat dilihat pada Gambar A.1 dan A.2 dengan nilai hRf dari masing-masing senyawa standar referensi sistem dapat dilihat pada Tabel B.1.

Hasil dari koreksi nilai hRf pada kromatogram fraksi hasil SPE dengan metode yang mengacu pada Wirasuta (2012) dan Hit Factor (HF) yang diperoleh dari puncak yang diduga indometasin pada sistem TF dan TE dapat dilihat pada Gambar A.3 dan A.4. Identifikasi dilakukan dengan melihat nilai hRfc dan korelasi spektrum analit dengan pustaka. Dari hasil identifikasi pada 2 sistem KLT, didapatkan hasil bahwa hanya senyawa indometasin yang berada dalam rentang hRfc ± error window dari kedua sistem KLT dengan korelasi spektrum > 0,80 yaitu 0,82887 pada sistem TF dan 0,99280 pada sistem TE sehingga dapat disimpulkan bahwa analit tersebut adalah senyawa indometasin.

  • 3.2 Uji Validasi Metode Analisis

Berdasarkan dari uji validasi yang dilakukan, uji spesifisitas untuk senyawa indometasin dilihat dari hasil uji purity peaks (Tabel B.3) yang menunjukkan bahwa puncak yang diidentifikasi sebagai indometasin merupakan puncak murni karena memiliki nilai korelasi spektrum > 0,999. Persamaan regresi yang diperoleh: y = 30,58x + 139,96 dengan r = 0,99999 (sdv = 0,73%) untuk sistem TF dan y = 24,02x + 85,57 dengan r = 0,99954 (sdv = 4,50%) untuk sistem TE. Batas deteksi (LOD) yang diperoleh sebesar 3,698 ng. Hasil dari presisi yang dilakukan meliputi presisi hRf dan AUC dapat dilihat pada Tabel B.4 dan B.5 dimana KV yang diperoleh < 2%.

  • 4.    KESIMPULAN

Metode KLT-Spektrofotodensitometri yang dikembangkan dengan 2 sistem fase gerak berbeda yaitu sistem TF dan TE dapat digunakan untuk uji identifikasi indometasin dengan spesifisitas r > 0,999, linearitas dengan r > 0,999, batas deteksi (LOD) sebesar 3,698 ng, serta presisi hRf dan AUC dengan koefisien variasi (KV) < 2%.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada reviewer Ibu Ni Made Pitri Susanti, S.Farm., M.Si., Apt., dan Ibu Luh Putu Mirah Kusuma Dewi, SF., Apt., Lembaga Forensik dan Sains Kriminologi Universitas Udayana Bali atas bantuan tempat, alat, dan bahan yang diberikan serta seluruh pihak yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Betram G. Katzung. (2010). Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (ECG). hal. 597-598.

BPOM RI. (2008). Metode Analisis PPOMN Tahun 2008. Jakarta: Balai Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

Camag. (1999). Welcome to the CAMAG WinCats Tutorial: WinCats Planar Chromatography. Switzerland: CAMAG.

De Zeeuw, R. A., J. P. Franke., F. Degel., G. Machbert., H. Schutz., J. Wijbeek. (1992). Thin-Layer Chromatographic Rf Values of Toxicologically Relevant Substances on Standardized Systems. Jerman: VCH Verlagsgesellschaft mbH.

Flanagan, R. J., A. Taylor., I. D. Watson, R. Whelpton. (2007). Fundamentals of Analytical Toxicology. New Delhi: John Wiley and Sons, Ltd. p. 131 – 134, 137 – 139.

Harmita. (2004). Petunjuk Cara Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara

Perhitungannya. Majalah Ilmu

Kefarmasian. vol. I No. 3. hal. 117-135.

Indrayanto, G., M. Yuwono., Suciati. (2009). TLC: Validation of Analyses. J. Cazes, Ed. Encyclopedia of Chromatography Third Edition. p. 2336 - 2339. London: Informa Ltd.

Lawson, Lary. (1996). Guidance Memo No. 96007: Evaluation of Calibration Curve Linearity. Virginia: Department of Enviromental Quality Water Operations Commonwealth of Virginia. p. 1-2.

Moffat, C. A., M. D. Osselton., B. Widdop. (2005). Clarke’s Analysis of Drugs and Poisons. London: Pharmaceutical Press. Elektronic Book.

Purbandika, I M.D.M. (2011). Metode Ekstraksi Fase Padat (Solid Phase Extraction) Untuk Narkotika dan Psikotropika dalam Urin. Skripsi. Universitas Udayana, Bukit Jimbaran. hal 44.

United Nations Office on Drugs and Crime. (2009). Guidance for the Validation of Analytical Methodology and Calibration of Equipment Used for Testing og Illicit Drugs in Seized Material and Biological Specimens. New York: United Nations. p. 813, 18-19.

Wirasuta, I M.A.G. (2012). Chemical Profiling of Ecstasy Recovered From Around Jakarta By High Performance Thin Layer Chromatography (HPTLC)-Densitometry (In Press). Egypt J Forensic Sci. vol 2 (3). p.                                 97-104.

http://dx.doi.org/10.1016/j.ejfs.2012.05.00 2.

APENDIKS A.

[ALI J

[ALI J

Pengulangan II

Standar indometasin 10 ng

Pengulangan I

Indometasin

Standar indometasin 1000 ng

Standar indometasin 800 ng

Standar indometasin 400 ng ▲

Standar indometasin 200 ng A

Standar indometasin 100 ng

Standar indometasin 50 ng ▲

Pengulangan III Standar indometasin 20 ng 'f

[ Rfl

Gambar A.1. Kromatogram fraksi hasil SPE dan larutan standar pembanding indometasin yang dielusi dengan sistem TF

Standar indometasin 1000 ng

Standar indometasin 800 ng▲

Standar indometasin 400 ng

Standar indometasin 200 ng

Pengulangan III

Pengulangan II

Pengulangan I

Senyawa standar referensi


Gambar A.2. Kromatogram fraksi hasil SPE dan larutan standar pembanding indometasin yang dielusi

dengan sistem TE

Gambar A.3. Hasil koreksi hRf analit menggunakan metode poligonal beserta korelasi spektrum analit terhadap spektrum library pada sistem TF dengan program WinCATS

Gambar A.4. Hasil koreksi hRf analit menggunakan metode poligonal beserta korelasi spektrum analit terhadap spektrum library pada sistem TE dengan program WinCATS

APENDIKS B.

Tabel B.1 Nilai hRf senyawa standar referensi pada sistem TF dan TE

Senyawa standar referensi

hRf

hRfc pustaka

Sistem TF

Klordiazepoksid

17

10

Diklofenak

57

27

Diazepam

79

49

Sistem TE

Salbutamol

31

20

Kodein

42

35

Difenhidramin

80

65

Bromheksin

94

88

Tabel B.2 Hasil identifikasi puncak noda analit pada 2 sistem KLT

Pengulangan hRfc analit

Sistem TF                            Sistem TE

Senyawa                             Senyawa

HF dengan     Korelasi    hRfc HF    dengan      Korelasi

kecocokan   spektrum   analit        kecocokan    spektrum

terbaik                                  terbaik

I          38

II           38

III          39

1   Indometasin    0,81766       9      1   Indometasin      0,99121

1   Indometasin    0,82887       9      1   Indometasin     0,98937

1   Indometasin    0,82493       9      1   Indometasin      0,99280

Keterangan: hRfc = Harga hRf terkoreksi; HF = Hit Factor

Tabel B.3 Nilai koefisien korelasi spektrum (r) dari hasil uji purity peaks

Pengulangan

Senyawa

r(s,m)

Sistem TF r(m,e)

Kemurnian

r(s,m)

Sistem TE r(m,e)

Kemurnian

I

Indometasin

0,999789

0,999611

ok

0,999762

0,999216

ok

II

Indometasin

0,999815

0,999805

ok

0,999309

0,999531

ok

III

Indometasin

0,999401

0,999437

ok

0,999898

0,999107

ok

Keterangan: r(s,m) = perbandingan korelasi spektrum Rf awal dengan Rf maksimum; r(m,e) = perbandingan korelasi maksimum dengan Rf akhir

spektrum Rf

Tabel B.4 Presisi hRf indometasin pada sistem TF dan TE

Sistem KLT                    TF

TE

Rata-rata                                    62,444

SD                                      0,527

KV (%)                                 0,844

8

0

0

Keterangan: SD = Standar Deviasi; KV = Koefisisen Variasi

Tabel B.5 Presisi AUC indometasin pada sistem TF dan TE

Massa Penotolan (ng)

400

500

600

Sistem TF

Sistem TE

Sistem TF

Sistem TE

Sistem TF

Sistem TE

Rata-rata

4735,4

6932,7

5828,7

8671,7

7224,1

9398,3

SD

53,586

31,341

24,660

107,572

58,902

42,962

KV (%)

1,132

0,452

0,423

1,240

0,815

0,457

Keterangan: SD = Standar Deviasi; KV = Koefisisen Variasi

24