Pemisahan Fraksi Terpenoid dari Ekstrak Etanol 90% Daun Katuk (Sauropus androgynous (L.) Merr)

Menggunakan Kromatografi Kolom

(Warditiani, N.K., Susanti, N.M.P., Samirana, P.O., Milawati, Widhiastuti, K.A.P., Pinangkaan, C.,

Wirasuta, I M.A.G.)

PEMISAHAN FRAKSI TERPENOID DARI EKSTRAK ETANOL 90% DAUN KATUK (Sauropus androgynous (L.) Merr) MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI KOLOM

Warditiani, N.K.1, Susanti, N.M.P.1, Samirana, P.O.1, Milawati1, Widhiastuti, K.A.P.1, Pinangkaan, C.1,

Wirasuta, I M.A.G. 1

1Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana

Korespondensi: Milawati

Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana

Jalan Kampus Unud-Jimbaran, Jimbaran-Bali, Indonesia 80364 Telp/Fax: 0361-703837

Email : [email protected]

ABSTRAK

Daun katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr) dapat digunakan sebagai obat tradisonal sakit kerongkongan, meningkatkan produksi ASI, serta memiliki aktivitas sebagai antidislipidemia. Senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak etanol 90% yaitu alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, dan terpenoid. Salah satu kandungan kimia yang paling banyak terkandung pada daun katuk adalah terpenoid. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendapatkan fraksi terpenoid dari ekstrak etanol 90% daun katuk.

Pemisahan fraksi terpenoid dilakukan dalam beberapa tahap yaitu: ekstraksi, fraksinasi dengan kromatografi kolom lambat dengan pelarut campur kloroform:metanol (9:1-1:9 v/v), identifikasi kandungan kimia dengan KLT, skrining fitokimia. Hasil fraksinasi kromatografi kolom didapatkan 20 fraksi dengan hasil positif terpenoid sebanyak 5 fraksi dari fraksi nomor 13-17.

Kata kunci : Sauropus androgynus (L.) Merr, terpenoid, kromatografi kolom lambat

  • 1.    PENDAHULUAN

Daun katuk secara tradisional telah digunakan oleh masyarakat untuk meningkatkan produksi air susu ibu dan mengatasi sembelit (Santoso, 2008). Ekstrak etanol daun katuk juga telah teruji memiliki aktivitas antidislipidemia pada penelitian yang dilakukan oleh Budiman (2014). Senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak etanol 90% daun katuk yaitu alkaloid, terpenoid, flavonoid, saponin, tanin, dan glikosida (Budiman, 2014). Terpenoid merupakan senyawa yang banyak terkandung di dalam daun katuk (Selvi dan Basker, 2010).

Terpenoid berasal dari molekul isopren CH2=C(CH3)-CH=CH2 dan kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5. Terpenoid hidrokarbon memiliki rumus umum (C5H8)n dan diklasifikasikan berdasarkan jumlah atom karbon atau jumlah n yang terdapat dalam dalam struktur (Harborne, 2006: Yadav dkk., 2014).

Secara kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat di dalam sitoplasma sel tumbuhan. Biasanya terpenoid diekstraksi dari jaringan tumbuhan dengan memakai petroleum eter. Seskuiterpen lakton, diterpen, sterol dan triterpenoid yang kurang polar dapat diektraksi dengan benzen, eter, dan kloroform. Etil asetat dan aseton dapat mengekstraksi diterpenoid teroksigenasi, sterol dan triterpenoid. Etanol, metanol, dan air dapat mengekstraksi triterpenoid dan glikosida sterol (Citoglu dan Acikara, 2012).

Terpenoid dapat dipisahkan secara kromatografi pada silika gel atau alumina memakai pelarut eter atau kloroform, kemudian dilanjutkan dengan deteksi menggunakan pereaksi penampak noda asam sulfat pekat atau vanillin-asam sulfat (Harborne, 2006).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan fraksi terpenoid dari ekstrak etanol90% daun katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr).

  • 2.    BAHAN DAN METODE

    • 2.1.    Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan adalah serbuk daun katuk (Sauropus androgynous (L.) Merr) yang diperoleh dari daerah Kulonprogo, Yogyakarta, etanol teknis 96%, kloroform teknis, metanol teknis, akuades, plat KLT GF 250 merk Merck, serbuk silika, glass wool, vanilin, asam sulfat pekat.

  • 2.2.    Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat maserasi, seperangkat alat gelas, kolom kromatografi, rotary evaporator (Eyela®), plat KLT silika gel GF 254, serbuk silika, chamber KLT (Camag®), pipet mikro, botol semprot, oven (Binder®), lampu UV254 dan UV366 (Camag®).

  • 2.3.    Prosedur Penelitian

    • 2.3.1.    Ekstraksi dan Penguapan Pelarut

Sebanyak 100 gram serbuk daun katuk diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan 1 liter pelarut etanol 90%. Hasil ekstraksi diuapkan pelarutnya sampai didapat ekstrak kental.

  • 2.3.2.    Fraksinasi dengan Kromatografi Kolom

Sebanyak 1 gram ekstrak kental etanol 90% Ekstrak etanol 90% difraksinasi menggunakan kromatografi kolom campuran pelarut gradien kloroform:metanol dengan perbandingan 9:1 sampai 1:9 (masing-masing perbandingan sebanyak 20mL). Hasil fraksinasi didapatkan sebanyak 20 fraksi.

  • 2.3.3.    Identifikasi profil KLT

Fraksi-fraksi yang diperoleh diidentifikasi dengan KLT. Fase gerak yang digunakan adalah kloroform : metanol = 7 : 3. Plat KLT disemprot dengan pereaksi penampak noda vanillin-asam sulfat, kemudian diamati reaksi warna yang terjadi. Hasil positif terpenoid menunjukkan perubahan warna menjadi kuning-coklat, kuning, coklat dan ungu (Harborne, 2006).

  • 3.    HASIL

Bahan tanaman yang digunakan berupa simplisia daun katuk yang diperoleh dari Kulonprogo, Yogyakarta. Determinasi dilakukan di Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, UGM untuk

mengetahui kebenaran jenis tanaman yang diteliti. Hasil determinasi menyatakan bahwa benar tanaman yang digunakan untuk penelitian ini masuk dalam jenis Sauropus androgynus (L.) Merr.

Ekstraksi serbuk daun katuk dilakukan dengan metode maserasi pelarut etanol 90%. Didapatkan ekstrak berwarna ungu pekat. Sebanyak 1 gram ekstrak etanol 90% difraksinasi menggunakan kromatografi kolom fase gerak gradien campuran pelarut kloroform:metanol 9:1 sampai 1:9. Hasil fraksinasi didapatkan sebanyak 20 fraksi. Masing-masing fraksi ditampung sebanyak 10mL. Dilakukan identifikasi menggunakan KLT pada semua fraksi selanjutnya disemprotkan pereaksi penampak noda vanillin-sulfat. Terjadi perubahan warna menjadi kuning-coklat pada fraksi 13-17 (gambar 1).

Tapcand

1234  56  7 S 3 !0 111 12 13^4 15 16 17 18 19 20

Gambar 1 Pengamatan profil KLT fraksi secara visual setelah disemprot vanillin-sulfat.

  • 4.    PEMBAHASAN

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode maserasi pelarut etanol 90%. Etanol 90% merupakan campuran hidroalkohol yang mudah bercampur, sehingga dalam proses ekstraksi dapat menyari kandungan kimia baik yang bersifat polar maupun non polar (Ansel, 1989).

Ekstrak kental yang diperoleh dipisahkan dengan metode kromatografi kolom lambat untuk memisahkan komponen-komponen yang terdapat pada ekstrak. Fase gerak pelarut campur kloroform : metanol (10:0 v/v sampai 0:10 v/v) mampu memisahkan senyawa triterpenoid (Rivero-Cruz dkk., 2008), sehingga senyawa terpenoid dalam daun katuk dapat dipisahkan dengan pelarut campur gradien kloroform :

metanol (9:1 v/v sampai 1:9 v/v) untuk kromatografi kolom lambat.

Pada Gambar 1, bercak yang awalnya tidak nampak menjadi berwarna setelah disemprot dengan pereaksi semprot yang diamati secara visual. Bercak setelah disemprot dengan vanillin-asam sulfat pada fraksi 13 sampai 17 menunjukkan perubahan warna menjadi kuning-coklat. Perubahan warna secara visual tersebut diduga merupakan senyawa terpenoid. Menurut Wagner dkk. (1984) bercak yang mengandung golongan terpenoid akan tampak secara visual berwarna biru-hijau, kuning-coklat, atau merah-violet setelah disemprot dengan pereaksi vanillin-asam sulfat dan dipanaskan. Pada fraksi 1 sampai 10 tidak ditemukan adanya senyawa terpenoid. Hal tersebut dapat disebabkan perbedaan kepolaran eluen yang digunakan ketika mengelusi kolom. Eluen pada fraksi awal bersifat cenderung non polar kemudian meningkat kepolarannya ketika menuju ke fraksi akhir, sehingga dapat menyebabkan perbedaan kemampuan eluen untuk menarik komponen kandungan kimia. Dalam hal ini menunjukkan bahwa pada saat fraksinasi terpenoid cenderung tertarik dalam pelarut semipolar.

  • 5.    KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian fraksi terpenoid dari ekstrak etanol 90% daun katuk dapat dipisahkan menggunakan kromatografi kolom lambat fase gerak gradien campuran pelarut kloroform:metanol (9:1 sampai 1:9). Hasil fraksinasi didapatkan fraksi terpenoid pada nomor 13-17 menggunakan bantuan pereaksi penampak noda vanillin-sulfat.

  • 6.    UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ni Nyoman Putri Paramita Sari, Anak Agung Sinta Indrani, Ni Putu Aditya Kusuma Dewi dan tim biologi farmasi Unud atas bantuan teknis dalam pengerjaan dan penyiapan alat bahan dalam penelitian ini.

PUSTAKA

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI press: 616-617.

Budiman, A. (2014). Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol 90% Daun Katuk (Sauropus androgynous (L.) Merr) terhadap Kadar Kolesterol Total dan Trigliserida Tikus Jantan Galur Wistar yang Diinduksi Pakan Kaya Lemak (Skripsi). Jimbaran: Universitas Udayana.

Citoglu, G.S. dan O.B. Acikara. (2012). Column Chromatography for Terpenoids and Flavonoids. In: Sasikumar Dhanarasu, ed. Chromatography and Its Applications. Croatia: Intech. P.14.

Harborne, J. B. (2006). Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Mengenalisa Tumbuhan. Bandung: Institut Teknologi Bandung. P.123-125.

Rivero-Cruz, J.F., Min Zhu, A.D Kinghorn, C.D. Wu. (2008). Antimicrobial constituents of Thompson seedless raisins (Vitis viniferaagainst selected oral pathogens. Phytochemistry Letters, 1:151-154

Santoso, H.B. (2008). Ragam & Khasiat Tanaman Obat. Jakarta PT Agromedia Pustaka. P. 51.

Selvi, S. dan A. Basker. (2010). Phytochemical Analysis and GC-MS profiling in the leaves of Sauropus Androgynus (L.) Merr. International Journal of Drug Development & Research, 4(1): 162-167.

Wagner, H., S. Bladt, dan E.M. Zgainski. (1984). Plant Drug Analysis. Berlin: Springer. P.294.

Yadav, N., R. Yadav, dan A. Goyal. (2014). Chemistry of Terpenoid. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research, 27(2): 272-27

47