Hasil Skor Indeks Iritasi Primer Natrium Lauril Sulfat 1% sebagai Bahan Baku Deterjen Sintetik (Listiani,

P.A.R, Dewantara, IG.N.A., Prasetia, IG.N.J.A.)

HASIL SKOR INDEKS IRITASI PRIMER NATRIUM LAURIL SULFAT 1% SEBAGAI BAHAN BAKU DETERJEN SINTETIK

Listiani, P.A.R.1, Dewantara, I G.N.A.1, Prasetia, I G.N.J.A1

1Jurusan Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana

Korespondensi : Putu Ayu Ratih Listiani

Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana Jalan Kampus Unud-Jimbaran, Jimbaran-Bali, Indonesia 80364 Telp/Fax: 0361-703837

E-mail : [email protected]

ABSTRAK

Uji iritasi kulit dari bahan baku atau produk akhir sediaan topikal merupakan elemen penting dari prosedur keamanan. Bahan baku deterjen sintetik dapat menginduksi iritasi pada kulit. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan uji iritasi bahan baku deterjen sintetik yang telah beredar di pasaran yaitu natrium lauril sulfat 1% dengan metode patch test untuk mengetahui tingkat keamanan bahan baku deterjen.

Uji iritasi dilakukan secara in vivo pada enam kelinci albino dewasa berkelamin jantan yang bulu di bagian punggungnya telah dicukur. Bahan uji diberikan dengan cara dioleskan pada area uji. Setelah dioleskan sediaan uji, area uji lalu ditutup dengan perban yang tidak reaktif. Setelah 24 jam, perban dibuka dan area uji dibersihkan dengan air untuk menghilangkan sisa bahan uji. Pada waktu 24, 48, dan 72 jam diamati perubahannya dan dihitung nilai derajat iritasi.

Hasil uji iritasi menunjukan natrium lauril sulfat 1% dapat menyebabkan iritasi ringan pada kulit sehingga kurang aman digunakan secara berkesinambungan.

Kata kunci : uji iritasi, galing-galing (Cayratia trifolia L.), patch test, natrium lauril sulfat

untuk mengetahui tingkat iritasi sediaan tersebut (Dirjen POM, 1985).

Pengujian iritasi dilakukan pada kulit punggung enam kelinci albino. Setengah gram atau 0,5 mL zat uji ditempatkan pada sebuah perban yang tidak reaktif kemudian ditutup hingga 24 jam. Setelah 24 jam, perban dibuka dan area uji dibersihkan dengan air untuk menghilangkan sisa bahan uji. Pada waktu 24, 48, dan 72 jam diamati perubahannya sebagai reaksi kulit terhadap zat uji dan dinilai dengan cara memberi skor 0 sampai 4 tergantung tingkat keparahan reaksi kulit yang dilihat (Draize, 1959).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan uji iritasi sediaan dengan metode in vivo menggunakan kelinci sebagai hewan uji. Sehingga pada akhir penelitian dapat diketahui derajat keamanan sediaan yang dihasilkan bagi konsumen.

  • 2.    BAHAN DAN METODE

    • 2.1    Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah hewan uji kelinci putih galur New Zealand.

Bahan kimia derajat teknis meliputi natrium lauril sulfat, akuades, plester (Hipafix).

  • 2.2    Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah alat-alat gelas, gunting, timbangan analitik (Adam AFP-360L),dan kamera (Canon).

2.3 Prosedur Penelitian

2.3.1 Pembuatan Formula Uji

Tabel 2.1 Pembuatan Formula Uji

No.

Bahan

Fungsi

Formula Uji

1

Natrium Lauril Sulfat

Bahan Aktif

1% b/v

2

Akuades

Pelarut

100 mL

  • 2.3 .2 Uji Iritasi

Uji iritasi dilakukan berdasarkan kode etik. Uji ini dilakukan secara in vivo pada enam kelinci albino dewasa berkelamin jantan yang bulu di bagian punggungnya telah dicukur. Pencukuran ini dilakukan 24 jam sebelum diberi perlakuan. Sebelum dioleskan sediaan uji, setiap kelinci menerima epidermal abrasi paralel dengan menggunakan jarum steril. Bahan uji diberikan dengan cara dioleskan area uji. Setelah dioleskan sediaan uji, area uji lalu ditutup dengan perban yang tidak reaktif.

Setelah 24 jam, perban dibuka dan area uji dibersihkan dengan air untuk menghilangkan sisa bahan uji. Pada waktu 24, 48, dan 72 jam diamati perubahannya sebagai reaksi kulit terhadap zat uji dan dinilai dengan cara memberi skor 0 sampai 4 tergantung tingkat keparahan reaksi kulit yang dilihat (Draize, 1959).

Masing-masing sediaan uji dihitung jumlah dari indeks eritema dan edema kemudian dihitung indeks iritasi primer dengan menggunakan persamaan 2.3

Jumlah eritema 24/48/72 jam + Jumlah edema 24/48/72 jam

  • 3.    HASIL

Hasil pengamatan uji iritasi pada bahan baku deterjen sintetik yang beredar di pasaran menunjukan bahwa semua hewan uji memberikan hasil positif yaitu iritasi ringan pada kulit. Hasil uji iritasi dapat dilihat pada gambar 3.1, dan tabel 3.1

Gambar 3.1 Hasil Pengamatan Uji Iritasi Natrium Lauril Sulfat 1%

Tabel 3.1 Skor Indeks Iritasi Formula Uji pada 6

Hewan Uji

Hewan Uji 1

Indeks Iritasi

Formula Uji

2,667

2

2,667

3

2,667

4

2,500

5

2,667

6

3,000

Rata-rata

2,695

Hasil

Iritasi ringan

  • 4.    PEMBAHASAN

Uji iritasi dilakukan secara in vivo pada enam kelinci albino dewasa berkelamin jantan yang bulu di bagian punggungnya telah dicukur dan telah laik etik sehingga telah dinyatakan layak untuk pengujian. Sebelum dioleskan formula uji, setiap kelinci menerima epidermal abrasi paralel dengan menggunakan jarum steril untuk mengetahui kondisi ekstrim dari kulit kelinci. Setelah dioleskan formula uji, area uji lalu ditutup untuk mencegah adanya kontak dengan lingkungan. Penempelan dilakukan secara tertutup (Patch test) mengunakan satuan unit uji yang terdiri dari kertas saring, aluminium dan plaster, yang bertujuan untuk menjamin dan membantu absorbsi dari bahan yang diuji serta

menghindari dari pengaruh lingkungan (Trihapsoro, 2003).

Pengamatan yang dilakukan pada 0 jam berfungsi sebagai pembanding sebelum dilakukan uji iritasi, sedangkan pengamatan 24, 48, 72 jam setelah plaster dilepaskan bertujuan untuk mengetahui kemungkinan munculnya reaksi iritasi pada kulit (Sulaksmono, 2001).

  • 5.    KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa natrium lauril sulfat 1% sebagai bahan baku deterjen sintetik yang telah beredar di pasaran dapat menyebabkan iritasi ringan sehingga kurang aman jika digunakan secara berkesinambungan.

UCAPAN TERIMAKASIH

Seluruh dosen pengajar beserta staf pegawai di Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Adepoju-Bello, A.A., O.O. Oguntibeju, R.A.

Adebisi, N. Okpala, and H.A.B Coker.

  • 2012.    Evaluation of The Concentration of Toxic Metals in Cosmetic Products in Nigeria. African Journal of Biotechnology Vol. 11, No. 97. PP: 16360-16364.

Broze, Guy. 1999. Handbook of Detergents. USA: Eastern Hemisphere Distribution.

Corazza, M, S. ZAuli, A. Pagnoni and A. Virgili. 2011. Allergic Contact Dermatitis Caused by Metals in Blackboard Cahalk: A Case Report. Italy: University of Ferrara. PP: 2128

Dirjen POM. 1985. Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Penerbit Departemen Kesehatan RI. Halaman: 22, 84, 356.

Draize, J.H. 1959. Dermal Toxicity. in Appraisal of the Safety of Chemicals in Food, Drugs and Cosmetics. The Association of Food and Drug Officials of the United States, Bureau of Food and Drugs, Austin, TX. PP: 46-59

Fitrya. 2010. Pemeriksaan Karakteristik Simplisia Alga Padina australis Hauck (Dyctyotaceae). Jurnal Penelitian Sains. Vol. 13 No. 3. Halaman: 46-48

MSDS. 2012. Material Safety Data Sheet Polyvinyl Alcohol. USA: Chemicals and Laboratory Equipment.

Robinson, M.K and M.A. Perkins. 2002. A Strategy for Skin Irritation Testing. American Journal of Contact Dermatitis, Vol 13, No 1.

Sani, E.P., dan Y. Lukmayani. 2010. Sabun Transparan Berbahan Dasar Minyak Jelantah serta Hasil Uji Iritasinya pada Kelinci. Jurusan Farmasi, Universitas Islam Bandung. Hal: 36-37

Sulaksmono. 2001. Keuntungan dan Kerugian Patch Test (Uji Tempel) Dalam Upaya Menegakkan Diagnosa Penyakit Kulit Akibat Kerja (Occupational Dermatosis). Surabaya: Universitas Airlangga.

Trihapsoro, Iwan. 2003. Dermatitis Kontak Alergi Pada Pasien Rawat Jalan di RSUP Haji Adam Malik Medan. Medan: Universitas Sumatra Utara.

89