Angka Kejadian Anemia pada Pasien Anak Penderita HIV/AIDS di RSUP Sanglah Denpasar

(Cahyani, M.R., Sunarti, L.P.S.S., Niruri, R.,Kumara K. D)

ANGKA KEJADIAN ANEMIA PADA PASIEN ANAK PENDERITA HIV/AIDS DI RSUP SANGLAH DENPASAR

Cahyani M.R1, Sunarti L.P.S.S1, Niruri R1, Kumara, K.D2

1Jurusan Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana,

2

2Ilmu Kesehatan Anak, Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar, Bali/ Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Korespondensi: Cahyani, M. R.

Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Jalan Kampus Unud-Jimbaran, Jimbaran-Bali, Indonesia 80364Telp/Fax: 0361-703837 Email: rianicahyani. [email protected]

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui angka kejadian anemia pada pasien anak penderita HIV/AIDS di RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian observasional ini dilakukan di RSUP Sanglah, Denpasar pada periode Desember 2014 sampai Juni 2015. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medis pasien anak penderita HIV/AIDS. Anemia ditentukan dengan mengikuti pola anemia berdasarkan WHO-2011. Angka kejadian anemia disajikan secara deskriptif.

Pada penelitian ini, terdapat 39 pasien anak penderita HIV/AIDS yang memenuhi kriteria sebagai sampel. Dari 39 pasien, terdapat 26 anak (67%) tidak mengalami anemia, 7 anak (18%) mengalami anemia ringan, 5 anak (13%) mengalami anemia sedang dan satu anak (2%) mengalami anemia berat. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat angka kejadian non-anemia sebesar 67% dan anemia 33% pada pasien anak penderita HIV/AIDS di RSUP Sanglah Denpasar.

Kata kunci: HIV/AIDS, ARV, anemia, hemoglobin

belum diketahui status terinfeksi HIV (Saputri, 2013).

Anemia merupakan komplikasi yang biasanya menyertai infeksi HIV dan berasosiasi dengan progresivitas penyakit dan mortalitas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui angka kejadian anemia pada pasien anak penderita HIV/AIDS.

  • 2.    BAHAN DAN METODE

    • 2.1    Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah data rekam medis pasien anak penderita HIV/AIDS.

  • 2.2    Metode Penelitian

Penelitian cross-sectional ini dilakukan di RSUP Sanglah Kota Denpasar dari Desember 2014 sampai Juni 2015, setelah memperoleh sertifikat laik etik dan surat ijin penelitian dari Komite Penelitian dan Pengembangan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah. Subyek penelitian ini merupakan pasien anak yang berumur 0-12 tahun, memiliki respon imunologi baik, dan memiliki data pemeriksaan hemoglobin. Pasien dikatakan anemia apabila memenuhi kategori anemia pada anak berdasarkan WHO tahun 2011. (Tabel 1). Data yang diperoleh selanjutnya disajikam secara deskriptif.

Tabel 1. Kategori Anemia

Populasi

NonAnemia (g/L)

Anemia (g/L)

Ringan

Sedang

Berat

Anak usia 6-59 bulan

≥110

100

109

70-99

<70

Anak usia 5-11 tahun

≥115

110

114

80-109

<80

Anak usia 1214 tahun

≥120

110

119

80-109

<80

Wanita tidak hamil (> 15 tahun)

≥120

110

119

80-109

<80

Wanita hamil

≥110

100

109

70-99

<70

Laki-laki ≥ 15 tahun

≥130

110

129

80-109

<80

(WHO,2011)

  • 3.    HASIL

Pada penelitian ini, terdapat 39 pasien anak penderita HIV/AIDS yang memenuhi kriteria sebagai sampel. Data demografi pasien dapat dilihat pada Tabel 2. Kejadian anemia pada pasien anak penderita HIV/AIDS dapat diketahui dengan mengikuti pola anemia berdasarkan Tabel 1. Dari 39 anak, terdapat 26 anak penderita HIV/AIDS tidak mengalami anemia (67%), 7 anak penderita HIV/AIDS mengalami anemia ringan (18%), 5 anak penderita HIV/AIDS mengalami anemia sedang (13%) dan satu anak penderita HIV/AIDS mengalami anemia berat (2%). Angka Kejadian Anemia dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Angka Kejadian Anemia pada Pasien Anak Penderita HIV/AIDS di

RSUP Sanglah Denpasar (N=39)

  • 4.    PEMBAHASAN

Berdasarkan antropometri (WHO, 2006; CDC, 2010), keseluruh 39 subyek penelitian ini menunjukkan status gizi baik (Tabel 2). Sejumlah 13 orang (33%) dari subyek tersebut mengalami anemia.

Kejadian anemia dapat disebabkan oleh multifaktorial misalnya: jenis

kelamin, jenis ARV, antibiotik yang diterima pasien, stadium klinis HIV, dan kekurangan nutrisi misalnya defisiensi mikronutrien seperti zat besi, zink, asam folat dan vitamin B12 (Astuti dkk., 2013; Leite et al., 2013; Makubi et al., 2012; Sharma, 2010). Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah diharapkan pada pasien anak penderita HIV/AIDS dengan status gizi baik namun mengalami anemia sebaiknya dimonitoring mikroniutrien yang diterimanya.

Tabel 2. Data Karakteristik Pasien Anak Penderita HIV/AIDS (N=39) Karakteristik Pasien          Jumlah

(Persentase)

Jenis Kelamin Pasien

  • •   Laki-laki                  21 (54%)

  • •  Perempuan              18 (46%)

Umur

Keterangan:

*Lini I (2 NRTIs+1 NNRTIs): zidovudin dosis 180 mg/LPT, lamivudin dosis 4 mg/kg BB dan nevirapin dosis 200 mg/LPT

**Lini II (2 NRTIs + 1 PI): didanosin dengan dosis 120 mg/LPT, abacavir dosis 8 mg/kg BB dan Lopinavir/Ritonavir dosis 10 mg/kg.

***Status Gizi:              berdasarkan WHO

antrho untuk anak < 5 tahun dan CDC, 2000 untuk anak > 5 tahun. Status gizi ditentukan berdasarkan (%ABW dengan IBW)

****Respon Imunologi:      Berdasarkan WHO

(2010)

  • •   6-59 bulan               14 (36%)

  • •   5-11 tahun                23 (59%)

  • •   12-14 tahun                2 (5%)

Jenis Terapi ARV

  • •   Lini I (2 NRTIs+1       32 (82%)

NNRTIs)*

  • •    Lini II (2 NRTIs + 1        7 (18%)

PI)**

Stadium HIV 6 bulan terakhir

  • •   Stadium I                34 (87%)

  • •   Stadium II                4 (10%)

  • •   Stadium III                  1 (3%)

  • •  Stadium IV               0 (0%)

Status Gizi ***

  • •   Gizi buruk (<70%)         0 (0%)

  • •   Gizi kurang  (70-        0 (0%)

90%)

  • •    Gizi baik (90-110%)      39 (100%)

  • •    Gizi lebih (110-        0 (0%)

120%)

  • •    Obesitas (>120%)          0 (0%)

Respon Imunologi ****

  • •    Baik                   39 (100%)

  • •    Buruk                   0 (0%)

Mendapat kotrimoksazol

  • •    Ya                     34 (87%)

  • •    Tidak                    5 (13%)

Ditinjau dari jenis kelamin anak penderita HIV/AIDS (Tabel 3), pada penelitian ini diketahui bahwa anak laki-laki lebih banyak jumlahnya yang mengalami    anemia    dibandingkan

perempuan (69% : 31%).

Tabel 3. Anemia Berdasarkan Jenis

Kelamin (Ntotal=39)

Jenis       NA  AR  AS  AB   n

Kelamin

Laki-laki      12     4     4     1     21

Perempuan    14    3     1     -     18

Keterangan: NA: Non-anemia

AR: Anemia ringan

AS: Anemia sedang AB: Anemia berat

Hasil yang diperoleh ini tidak sejalan dengan yang diungkapkan oleh Sharma (2010), bahwa perempuan memiliki faktor resiko yang lebih besar untuk mengalami anemia dibandingakan laki-laki. Namun,

hasil penelitian ini memiliki kemiripan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Leite et al., 2013) bahwa anak laki-laki menunjukkan resiko anemia sedikit lebih tinggi dibandingkan perempuan (PR 1,06; CI 95% 1,01-1,13). Pada beberapa penelitian, dapat diketahui bahwa jenis kelamin dengan kejadian anemia memiliki hubungan yang kurang konsisten, dimana terdapat beberapa penelitian yang mengungkapkan terdapatnya hubungan dan beberapa juga tidak menunjukkan hubungan antara variabel tersebut (Leite et al., 2013).

Dilihat dari jenis ARV yang diterima oleh pasien anak penderita HIV/AIDS (Tabel 1) diketahui bahwa mayoritas jenis ARV yang digunakan adalah ARV-zidovudin. Pada penelitian ini, (Tabel 4), menunjukkan terdapat 9 anak yang menerima ARV zidovudin mengalami anemia (69%) dan 4 anak yang tidak menerima ARV zidovudin mengalami anemia (31%).

Tabel 4. Anemia Berdasarkan Jenis ARV (Ntotal=39)

Jenis ARV

NA

AR

AS

AB

n

Zidovudin

23

6

3

-

32

Non-

3

1

2

1

7

zidovudin

Keterangan:

NA: Non-anemia

AR: Anemia ringan

AS: Anemia sedang AB: Anemia berat

Insiden anemia pada pasien anak penderita HIV/AIDS dapat diinduksi oleh zidovudin (Agarwal et al., 2010). Zidovudin menunjukkan sitotoksisitas terhadap prekursor myeloid dan eritroid pada sumsum tulang dengan konsentrasi obat yang mendekati efek optimal sebagai antiretroviral pada penelitian secara in

vitro. Selain itu, zidovudin juga dilaporkan dapat memproduksi aplasia sel darah merah dengan deplesi selektif pada jalur produksi sel darah merah (Sharma, 2010). Berdasarkan hasil, maka dapat disarankan untuk dilakukannya monitoring terhadap pemberian zidovudin dalam terapi HIV/AIDS dimana pemberian zidovudin dapat diberikan apabila kadar hemoglobin > 8 g/dL dan apabila kadar hemoglobin < 8 g/dL, maka dianjurkan pemberian stavudin sebagai pengganti zidovudin dalam terapi HIV/AIDS (Sharma, 2013).

Selain berdasarkan jenis terapi ARV, terdapat faktor lain yang juga berasosiasi terhadap kejadian anemia pada pasien anak penderita HIV/AIDS ini, yaitu terapi cotrimoksazol profilaksis yang diterima pasien. Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 5), proporsi jumlah anak yang menerima terapi kotrimoksazol lebih banyak mengalami anemia dibandingkan dengan yang tidak menerima kotrimoksazol (92% : 8%).

Tabel 5. Anemia Berdasarkan Terapi Kotrimoksazol (Ntotal=39)

Mendapat NA AR AS AB n kotrimoksazol

Ya

22

6

5

1

34

Tidak

4

1

-

-

5

Keterangan:

NA: Non-anemia

AR: Anemia ringan

AS: Anemia sedang AB: Anemia berat

Pemberian kotrimoksazol dengan HAART (Highly Active Antiretroviral Theraphy) dapat meningkatkan resiko toksisitas hematologi yang dilaporkan di Sub-Saharan, Afrika pada populasi remaja dan pada bayi yang diberikan prolonged kotrimoksazol sebagai profilaksis lebih rentan terhadap efek kotrimoksazol yang

menyebabkan turunnya konsentrasi hemoglobin serta berpotensi menyebabkan anemia neutropenia (Peterson et al., 2013). Berdasarkan uraian tersebut, diharapkan pemberian kotrimoksazol pada pasien anak sebaiknya diimbangi dengan pemberian vitamin dan mikronutrien (Makubi et al., 2012).

Selain faktor-faktor diatas, pada penelitian ini juga terdapat faktor pendukung kejadian anemia pada pasien anak penderita HIV/AIDS, yaitu stadium klinis HIV. Jika dikaitkan antara kejadian anemia dengan stadium infeksi HIV pada pasien anak penderita HIV/AIDS (Tabel 6), diketahui bahwa proporsi jumlah pasien anak penderita HIV/AIDS dengan stadium 1 lebih banyak tidak mengalami anemia dibandingkan stadium lainnya. Selain itu, jumlah anak penderita HIV/AIDS stadium 1 juga lebih banyak mengalami anemia ringan dan sedang.

Tabel 6. Anemia Berdasarkan Stadium

Klinis HIV (Ntotal=39)

Stadium NA AR AS AB n Klinis

HIV

Keterangan: NA: Non-anemia AR: Anemia ringan AS: Anemia sedang AB: Anemia berat

dapat dikaitkan dengan kejadian infeksi oportunistik sebagai hasil dari ketidakseragaman outcomes terapi. Pada penelitian ini dapat dikatakan bahwa anemia mempengaruhi progresivitas ininfeksi HIV (Sharma, 2013) sehingga semakin bertambahnya stadium kemungkinan peningkatan kategori anemia menjadi lebih besar (Sumantri dkk., 2010).

Terkait dengan diperolehnya angka kejadian anemia yang hampir berimbang terhadap angka kejadian non-anemia (33% : 67%) pada pasien penderita HIV/AIDS di RSUP Sanglah Denpasar, maka sebaiknya dilakukan penelitian multifaktorial terkait dengan kualitas hidup pada pasien anak penderita HIV/AIDS.

  • 5.    KESIMPULAN

Angka kejadian anemia pada pasien anak penderita HIV/AIDS di RSUP Sanglah Denpasar terdiri dari 26 orang (67%) tidak anemia dan 13 orang (33%) mengalami anemia dari 39 pasien anak penderita HIV/AIDS yang memenuhi kriteria sebagai sampel.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh dosen beserta staf di Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Udayana, Seluruh staf di Poliklinik Anak serta bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah Denpasar dan keluarga penulis atas kritik, saran, serta dukungannya.

Jika diperhatikan pada tabulasi silang stadium HIV dengan kejadian anemia, dapat dilihat bahwa terdapat anak penderita HIV dengan stadium 2 mengalami anemia ringan, sedang dan juga berat. Hasil penelitian ini sesuai dengan pustaka yang menyatakan bahwa anemia


DAFTAR PUSTAKA

Agarwal D., J. Chakwavarty, L. Chaube, M. Rai, N. R. Agrawal and S. Sundar. 2010. High Incidence of Zidovudine Induced Anaemia in HIV Infected Patients in Eastern India. Indian J. Med Res. Vol. (132): 386-389.

Astuti, R., H. W. Subagyo, dan S. F. Muis. 2013. Kadar Tembaga (Cu) Dan Seng (Zn) Tikus Sprague Dewley Anemia Defisiensi Besi Yang Mendapat Suplementasi Tempe Terfortifikasi Zat Besi Dan Vitamin A. Prosiding Seminar Nasional 2013 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari. Semarang

CDC. 2010. Growth Chart. United States: CDC. Page: 1

Ditjen PP dan PL Kemenkes RI. 2014. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI

Leite, M. S.. et al. 2013. Prevalence of anemia and associated factors among indigenous children in Brazil: results from the First National Survey of Indigenous People’s Health and Nutrition. Nutrition Journal. Vol. 12 (69); 1-11.

Makubi, A. N., F. Mugusi, P. M. Magesa, D. Roberts and A. Quaresh. 2012. Risk factors for anaemia among HIV infected children attending care and treatment clinic at Muhimbili National Hospital in Dar es Salaam, Tanzania. Tanzania Journal of Health Research. Vol. 14 (1); 1-9.

Saputri, L.O. 2013. “Penggunaan Antiretroviral (ARV) Perinatal, Cara Persalinan, dan Pemberian Nutrisi pada Anak yang Lahir Dari Ibu Penderita HIV/AIDS Di RSUP Sanglah Denpasar” (Skripsi).

Jimbaran: Universitas Udayana. Halaman: 43.

Sharma, S. K. 2010. Zidovudine-induced anaemia in HIV/AIDS. Indian J Med Res. Vol. 132: 359-361

Sumantri, R., dkk. 2009. Anemia pada Penderita HIV/AIDS di Poliklinik Teratai Rs Hasan Sadikin- Bandung. J Peny Dalam. Vol. 10 (3); 180-185.

Sunarti dan A. K. Nugrohowati. 2014. Korelasi Status Gizi, Asupan Zat Besi Dengan Kadar Feritin Pada Anak Usia 2-5 Tahun Di Kelurahan Semanggi Surakarta. KESMAS. Vol. 8 (1); 1118.

Peterson, S. D., et al. 2013. Cotrimoxazole Prophylaxis and Risk of Severe Anemia or Severe Neutropenia in HAART-Exposed, HIV-Uninfected Infants. PloS ONE. Vol. 8 (9): 1-8.

WHO. 2006. WHO Child Growth Standards. France: WHO. Page: 217220.

WHO. 2010. Antiretroviral Therapy For HIV Infants and Children: Towards Universal Access. Austria: WHO. Page: 50.

WHO. 2011. Haemoglobin Concentrations for The Diagnosis of Anaemia and Assessment of Severity. Switzerland: WHO. Page: 3.

77