STUDI PERAN APOTEKER SEBAGAI VERIFIKATOR DALAM PELAKSANAAN ASUHAN KEFARMASIAN

PASIEN RAWAT JALAN PESERTAPT. ASKES (PERSERO) CABANG DENPASAR

DI RSUD WANGAYA

( Susanti, I.M.P., Nugraha, I.S., Wirasuta, I.M.A.G.,. Diantari, N.M.D)

STUDI PERAN APOTEKER SEBAGAI VERIFIKATOR DALAM PELAKSANAAN ASUHAN KEFARMASIAN PASIEN RAWAT JALAN PESERTA PT. ASKES (PERSERO) CABANG DENPASAR DI RSUD WANGAYA

Susanti, I.M.P.1, Nugraha, I.S.1, Wirasuta, I.M.A.G.1,. Diantari, N.M.D1

Jurusan Farmasi-Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam-Universitas Udayana

Korespondensi: Nugraha, I.S.

Jurusan Farmasi-Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam-Universitas Udayana Jalan Kampus Unud-Jimbaran, Jimbaran-Bali, Indonesia 80364

Telp/Fax: 0361-703837

Email: [email protected]

ABSTRAK

Peran apoteker sebagai verifikator merupakan salah satu wujud pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian bertujuan untuk mewujudkan Pelayanan Obat yang Rasional (POR) sehingga terwujudnya efektivitas biaya pengobatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran apoteker sebagai verifikator dalam pelaksanaan asuhan kefarmasian pasien rawat jalan peserta PT Askes (Persero) cabang Denpasar di RSUD Wangaya dalam rentang waktu (Desember 2012-Februari 2013). Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan menggunakan pendekatan deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran apoteker sebagai verifikator dalam melakukan pelayanan kefarmasian belum sepenuhnya mewujudkan POR sehingga belum terwujudnya efektivitas biaya pengobatan. Hal ini disebabkan masih adanya biaya tambahan yang dikeluarkan pasien ketika menebus obat.

Kata kunci: Peran apoteker, pelayanan kefarmasian, rawat jalan, PT Askes (Persero)

jaminan kesehatan dengan menerapkan prinsip kendali biaya dan kendali mutu (DepKes RI a, 2008).

Verifikasi merupakan suatu rangkaian kegiatan untuk meneliti kebenaran atau akurasi dari suatu dokumen untuk menetapkan atau memastikan besaran nilai ganti. Verifikasi terfokus pada: kesesuaian data entri dengan bukti pendukung, kesesuaian data yang dientri dengan tarif PKS (Perjanjian Kerja Sama), kesesuaian diagnosis dengan permintaan pelayanan, kesesuaian catatan medis dengan data klaim yang dientri, kesesuaian permintaan pelayanan dengan diagnosis, dan indikasi medis dengan kewajaran pemeriksaan penunjang (PT Askes a, 2012).

Verifikasi obat dianggap penting karena termasuk dalam penilaian suatu obat untuk meminimalkan manajemen risiko (DepKes RI a, 2008).Peranan apoteker sebagai verifikator dalam mewujudkan penggunaan obat yang rasional (POR) sehinggga tercapainya standar keamanan psien yng tinggi. POR dapat mewujudkan efektivitas harga obat (DepKes RI, 2009). Pembiayaan obat yang efektiv dalam JKN akan dapat menekan biaya kesehatan secara menyeluruh.

Dalam penelitian ini dipelajari peran apoteker sebagai verifikator di tingkat PT Askes (Persero) dan apotek 2. BAHAN DAN METODE

  • 2.1    Bahan penelitian

Bahan penelitian berupa jumlah resep Askes yang masuk ke Apotek X dari pasien rawat jalan RSUD Wangaya Denpasar pada periode Desember 2012-Februari 2013

  • 2.2    Metode

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan secara deskriptif. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui sistem pelayanan kefarmasian pasien rawat jalan PT Askes (Persero) di RSUD Wangaya, serta peran apoteker sebagai verifikator di PT Askes (Persero) dalam mewujudkan POR sehingga terwujudnya efektivitas biaya pengobatan. Penelitian ini akan dirancang dalam dua tahapan yang saling berkaitan, yakni:

  • a.    tahapan pertama meneliti peran apoteker dalam melayani pasien rawat jalan PT Askes (Persero) di RSUD Wangaya; dan

  • b.    tahapan kedua, meneliti peran apoteker sebagai verifikator pada tagihan penatalayanan obat pasien rawat jalan peserta PT Askes (Persero) di RSUD Wangaya.

  • 3.    HASIL

Sistem Pelayanan Kefarmasian pada Pasien Rawat Jalan PT Askes (Persero) di RSUD Wangaya, khususnya di Apotek yang Ditunjuk

Sistem pelayanan pasien rawat jalan PT Askes (Persero) di RSUD Wangaya tampak dalam gambar 1.

1                    2                                                          3

pemberi layanan.

poliklinik, yaitu pasien langsung mendapatkan resep dokter atau pasien akan mendapat tindakan lebih lanjut. Pasien membawa resep yang kemudian akan diverifikasi di loket Askes. Resep yang telah diverifikasi kemudian diserahkan ke pasien untuk ditukarkan dengan obat di apotek yang ditunjuk. Pasien membayar biaya tambahan apabila ada obat yang diluar DPHO.

Peran Petugas sebagai Verifikator dalam Pelayanan Pasien Rawat Jalan PT Askes (Persero) di RSUD Wangaya

Tabel 1. Petugas Verifikator di RSUD Wangaya

No.

Pendidikan

Pelatihan yang di dapat

Tugas Verifikasi

1.

D3 Kesehatan

Pelatihan

Verifikator

Administrasi

2.

D3 Kebidanan

-

Administrasi

3

D3 Analis Kesehatan

-

Administrasi dan verifikasi obat di Apotek X

Berdasarkan tabel 1 di atas dapat dijelaskan bahwa tiga verifikator yang bertugas di loket Askes RSUD Wangaya memiliki kualifikasi pendidikan sebagai berikut. Seorang verifikator yang berpendidikan D3 Kesehatan Lingkungan dan mendapat pelatihan verifikator dari PT Askes (Persero) bertugas sebagai verifikator administrasi, seorang verifikator yang berpendidikan D3 Kebidanan tanpa pendidikan tambahan bertugas sebagai verifikator administrasi dan seorang verifikator berpendidikan D3 Analisis Kesehatan tanpa pelatihan tambahan yang bertugas sebagai verifikator administrasi dan verifikator obat untuk pasien rawat jalan RSUD Wangaya dan Apotek X.

Dengan demikian dari ketiga verifikator yang dimiliki PT Askes (Persero) yang bertugas di RSUD Wangaya tidak satu pun yang memiliki pendidikan sebagai apoteker. Jadi, hasil verifikasinya tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Pelayanan Kefarmasian di Apotek X dapat dilihat dalam tabel 2.

Pasien datang ke RSUD Wangaya dengan membawa rujukan dari puskesmas atau dokter keluarga kemudian pasien menuju loket Askes. Loket Askes akan melakukan skrining administrasi kelengkapan pasien. Pasien menuju poliklinik dengan membawa Surat Jaminan Pelayanan (SJP) dan rujukan. Ada dua kemungkinan yang terjadi di

Dari observasi selama tiga bulan yaitu dari bulan Desember 2012 sampai dengan Februari 2013

Tabel 2. Jumlah resep di RSUD Wangaya

No

Bulan

Tahun

Jumlah Resep

R/

Non DPHO

R/

DPHO

1

Desember

2012

8230

15

8215

2

Januari

2013

7810

31

7779

3

Februari

2013

8616

21

8595

Jumlah Total

24656

67

24589

masuk setiap bulan berjumlah 274 resep. Hal Ini membuktikan bahwa, secara kuantitas jumlah resep yang masuk sangat banyak.

  • 4.    PEMBAHASAN

    • 4.1    Sistem Pelayanan Kefarmasian pada Pasien Rawat Jalan PT Askes (Persero) di RSUD Wangaya, Khususnya di Apotek yang Ditunjuk

Gambar 1 dapat menjelaskan pelayanan pasien rawat jalan PT Askes (Persero) di RSUD Wangaya. Pasien datang untuk mengunjungi rumah sakit daerah dengan membawa rujukan dari puskesmas atau dokter keluarga. Di rumah sakit daerah (RSUD Wangaya) pasien langsung menuju loket Askes untuk memvalidasi surat rujukan, validasi kartu peserta, serta meminta Surat Jaminan Pelayanan (SJP). Petugas yang ada di loket ini berjumlah tiga orang (lihat tabel 1).Selanjutnya, pasien menuju poliklinik sesuai dengan jenis penyakit yang dideritanya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari dokter.

Ada dua kemungkinan yang terjadi di poliklinik, yaitu pasien langsung mendapat resep dokter atau pasien perlu mendapatkan tindakan medis lebih lanjut. Apabila pasien tidak memerlukan tindakan medis lanjutan, ia akan mendapat resep dari dokter yang menangani di poliklinik. Selengkapnya perhatikan gambar 1 poin 4,5,6

Pasien yang mendapat resep akan langsung menuju loket Askes untuk melakukan legalisasi resep dengan membawa lembar resep, SJP, kartu peserta, dan rujukan. Resep akan diverifikasi oleh tim legalisasi resep yang berada loket Askes untuk mencocokan obat DPHO dan obat non- DPHO. Resep yang sudah diverifikasi diserahkan kembali kepada pasien, dan selanjutnya pasien menuju apotek yang telah ditentukan (Apotek X).

Di Apotek X pasien menyerahkan resep yang telah dilegalisasi oleh tim legalisasi resep PT Askes (Persero) untuk memperoleh obat. Apabila obat dalam resep ada yang tidak tercantum di dalam DPHO maka apoteker akan berkonsultasi dengan dokter yang mengeluarkan resep.

Konsultasi apoteker dengan dokter bertujuan untuk mempertegas obat-obat non-DPHO yang dapat digantikan dengan obat DPHO. Apabila hasil konsultasi dengan dokter ternyata dokter tidak menyetujui penggantian obat non-DPHO tersebut, pasien harus membayar biaya obat tersebut. Apoteker dapat mengganti obat non-DPHO dengan obat DPHO sepanjang obat pengganti itu memiliki efek dan kandungan yang sama. Tindakan ini harus mendapat persetujuan pasien. Fakta menunjukan bahwa apoteker

di Apotek Kartini telah melakukan usaha penggantian obat non-DPHO menjadi obat DPHO, tetapi penjelasan yang diberikan kepada pasien kurang memadai sehingga pasien lebih mempercayai obat paten daripada obat generik yang masuk DPHO meskipun pasien harus mengeluarkan biaya tambahan.

  • 4.2    Peran Apoteker sebagai Verifikator dalam Pelayanan Pasien Rawat Jalan PT Askes (Persero) di RSUD Wangaya (Apotek X)

Di Apoteker

KepMenKes RI No.1027 Tahun 2004 menetapkan standar pelayanan kefarmasian yang mewajibkan apoteker melakukan praktik kefarmasian (Pharmaceutical care). Berdasarkan pelayanan kefarmasian, apoteker, sebagaimana halnya tenaga kesehatan lainnya bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan terapi obat yang tepat, efektif, aman, dan terjangkau masyarakat

Apoteker di apotek X tidak melakukan verifikasi terhadap resep yang masuk. Apoteker hanya menyediakan obat sesuai resep yang masuk dan telah diverifikasi oleh tim verifikator di RSUD Wangaya. Verifikasi yang dilakukan oleh verifikator PT Askes (Persero) di RSUD Wangaya hanya sebatas verifikasi admnistrasi.

Apotek X hanya memiliki seorang apoteker pengelola apotek (APA) tanpa dibantu oleh apoteker pendamping. Hal tersebut bertentangan dengan KepMen No.1027 Tahun 2004 dan PP No.51 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa untuk mewujudkan pelayanan kefarmasian di apotek dibutuhkan pelayanan apoteker secara langsung dan profesional untuk mencapai pelayanan yang maksimal. Peraturan ini memberikan makna bahwa pelayanan kefarmasian harus dilaksanakan oleh APA atau apoteker pendamping pada saat jam buka apotek.

Apoteker seharusnya dapat memberikan penjelasan yang lengkap tentang obat, misalnya obat harus: tepat pasien, tepat obat, tepat dosis, tepat waktu pemberian, waspada efek samping dan terjangkau bagi masyarakat tidak sebatas mencocokkan DPHO dan non-DPHO. Hal ini tidak dapat dilaksanakan secara maksimal karena jam kerja apoteker di apotek X terbatas. Dengan cara seperti itu, pasien tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan.

Disisi lain, PT Askes (Persero) memberlakukan sistem verifikasi hanya berdasarkan penggolongan obat DPHO dan obat non-DPHO. Hasil verifikasi itu tampak dalam tabel dibawah ini

Jumlah resep yang masuk selama tiga bulan (Desember 2012-Februari 2013) dan jumlah resep DPHO dan non-DPHO tampak pada gambar di bawah ini.

Gambar 2. Grafik Jumlah Resep di RSUD Wangaya

Gambar 2 dapat dijelaskan sebagai berikut. Warna biru merupakan jumlah resep yang masuk, warna merah merupakan resep DPHO, dan warna hijau resep non-DPHO. Perbandingan jumlah resep DPHO dan resep non-DPHO memperlihatkan perbandingan yang sangat kecil dengan perbandingan 1: 367. Itu berarti sebagian besar resep yang masuk tergolong DPHO. Dengan demikian, secara riil pasien mengeluarkan biaya tambahan yang sangat sedikit untuk membiayai obat non-DPHO.Walaupun demikian,masih terdapat pasien yang mengeluarkan biaya tambahan ketika menukarkan obat

  • 5.    KESIMPULAN

Sistem pelayanan pasien rawat jalan peserta PT Askes (Persero) di RSUD Wangaya mengikuti mekanisme sebagai berikut. Pasien dengan membawa rujukan dari Puskesmas atau dokter keluarga menuju loket Askes di rumah sakit untuk mendapatkan Surat Jaminan Pelayanan (SJP). Kemudian, pasien menuju poliklinik yang dituju. Pasien yang telah mendapat pelayanan medis di poliklinik mendapat resep atau mendapat layanan medis lanjutan. Apabila mendapat resep, lembar resep dibawa ke loket Askes untuk dilegalisasi. Resep yang telah dilegalisasi, dibawa ke Apotek X. Apoteker melayani obat sesuai resep. Apabila di dalam resep terdapat obat non-DPHO, pasien harus mengeluarkan biaya tambahan.Berdasarkan sistem tersebut apoteker belum sepenuhnya menjalankan tugas sesuai dengan KepMen No.1027 Tahun 2004 dan PP No.51 Tahun 2009. Dampak langsung dari sistem ini adalah adanya biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh pasien untuk obat di luar DPHO.

Hasil observasi menunjukkan bahwa, peran apoteker sebagai verifikator di PT Askes (Persero)

maupun apoteker di Apotek X belum sepenuhnya mengupayakan terwujudnya POR sehingga efektivitas biaya pengobatan belum terwujud.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih ditujukan kepada PT Askes (Persero) cabang Denpasar yang telah bersedia mengijinkan penelitian ini serta bantuan yang diberikan kepada peneliti.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI a. 2008.Petunjuk Teknis Administrasi klaim dan verifikasi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. p: 14-15

Depkes RI b. 2008.Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Keselamatan Pasien (Pasien Safety). Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. P:1-4

Depkes RI. 2009.Sistem Kesehatan Nasional: Bentuk dan Cara Penyelenggaraan Pembangunan Kesehatan Republik Indonesia 2009. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. P:14-16

Menkes RI. 2004. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. p:1-8.

PT Askes. 2012. Modul Diklat Verifikator PT Askes (Persero) Devisi XI. Jakarta: PT Askes (Persero).

90