Identifikasi Kandungan Kimia Ekstrak Terpurifikasi Herba Sambiloto (Warditiani, N.K., Larasanty,

L.P.F., Widjaja, I.N.K.., Juniari, N.P.M.,Nugroho, A.E., Pramono, S.)

Identifikasi Kandungan Kimia Ekstrak Terpurifikasi Herba Sambiloto

Warditiani, N.K.1, Larasanty,L.P.F.,Widjaja, I.N.K1 , Juniari, N.P.M.1, Nugroho, A.E. 2, Pramono, S. 2

1Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana

  • 2 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada

Korespondensi: Ni Putu Mita Juniari

Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana

Jalan Kampus Unud-Jimbaran, Jimbaran-Bali, Indonesia 80364 Telp/Fax: 0361-703837

Email : [email protected]

ABSTRAK

Herba sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. f.) Ness) merupakan salah satu tanaman yang banyak digunakan dalam pengobatan tradisional untuk berbagai penyakit. Herba sambiloto telah dilaporkan memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi, antibakteri, antipiretik, antioksidan, hepatoprotektor,dan antidiabetes. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kandungan kimia yang terdapat dalam ekstrak terpurifikasi herba sambiloto. Ekstrak terpurifikasi dibuat dengan mengekstraksi serbuk herba sambiloto dengan metode maserasi menggunakan etanol 90%. Kemudian dilakukan purifikasi bertahap menggunakan pelarut n-hexan, etil asetat dan air.

Identifikasi kandungan kimia yang dilakukan terhadap ekstrak terpurifikasi untuk medeteksi golongan kandungan kimia minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, saponin, steroid dan terpenoid. Hasil uji menunjukan bahwa ekstrak terpurifikasi herba sambiloto mengandung senyawa golongan terpenoid dan flavonoid.

Kata kunci : Ekstrak terpurifikasi, Herba sambiloto, Kandungan kimia

  • 1.    PENDAHULUAN

Obat tradisional atau tumbuhan obat bayak digunakan masyarakat terutama dalam upaya pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif), pemulihan kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif). Salah satu kelemahan obat tradisional adalah belum banyaknya ditemukan informasi mengenai kandungan kimia dan senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas biologisnya.

Sambiloto termasuk dalam family Acanthaceae merupakan herba tegak yang tumbuh secara alami di daerah dataran rendah hingga ketinggian ± 1600 dpl. Sambiloto memiliki daun bersilang berhadapan, bentuk lanset, rapuh, tipis, tidak berambut, tepi daun rata, dengan permukaan atas berwarna hijau tua atau hijau kecoklatan dan permukaan bawah berwarna hijau pucat. Batang tidak berambut, tebal 2 mm sampai 6 mm, batang bagian atas seringkali dengan sudut agak berusuk. Kelopak

bunga terdiri dari 5 helai daun kelopak bunga. Buah berbentuk jorong, pangkal dan ujung tajam. Biji agak keras, permukaan luar berwarna coklat muda bertonjol-tonjol (Depkes RI, 1979).

Sambiloto mempunyai berbagai macam manfaat bagi kesehatan manusia. Berbagai aktivitas farmakologi dari sambiloto adalah antiiflamasi, antibakteri, antipiretik, antioksidan, antiparasitik, hepatoprotektor, dan antidiabetes (Kumar et al., 2012).. Sambiloto secara empiris juga digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah (Dalimartha, 2007).

Pengujian terhadap golongan kandungan kimia ekstrak terpurifikasi herba sambioto belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan uji fitokimia terhadap ekstrak terpurifikasi herba sambiloto.

  • 2.    BAHAN DAN METODE

    • 2.1.    Bahan Penelitian

Serbuk herba sambiloto diperoleh dari Kulonprogo Yogyakarta, etanol 90%, n-hexan,

etil asetat, akuadestilata, metanol, kertas saring, aluminium foil, aseton P, serbuk halus asam borat P, serbuk halus asam oksalat P, eter P, HCl 2 N, larutan besi (III) klorida 10%, kloroform, asam asetat anhidrat, asam sulfat, pereaksi Dragendroff, dan pereaksi Mayer .

  • 2.2.    Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, neraca analitik, pipet tetes, tabung reaksi, corong pisah, sendok tanduk, penangas air, oven (Binder®), toples kaca, vacum rotary evaporator (Eyela®), cawan porselen, lampu UV254 dan UV366 (Camag®).

  • 2.3.    Prosedur Penelitian

    • 2.3.1.    Pembuatan Ekstrak Terpurifikasi

Pembuatan ekstrak terpurifikasi herba sambiloto dilakukan dengan memaserasi 1 kg serbuk herba sambiloto dengan menggunakan etanol 90% (1:5) selama dua hari. Ampas diremaserasi dengan dua kali pengulangan masing-masing menggunakan etanol 90% (1:2,5) selama satu hari. Maserat yang diperoleh dikumpulkan dan diuapkan dengan vacuum rotary evaporator sampai didapat ekstrak kental. Ekstrak kental yang diperoleh kemudian dipurifikasi bertahap dengan menggunakan pelarut n-hexan (1:20), etil asetat (1:1) dan air panas (1:1). Ekstrak terpurifikasi yang diperoleh kemudian diuapkan kembali dengan vacuum rotary evaporator sampai kental kemudian ditambahkan etanol 70% secukupnya yang bertujuan untuk mencegah terjadinya pertumbuhan mikroba pada ekstrak.

  • 2.3.2.    Identifikasi kandungan kimia ekstrak terpurifikasi herba sambiloto

Pembuatan larutan uji untuk identifikasi kandungan kimia dilakukan dengan melarutkan 10 mg ekstrak dalam 25 mL metanol.

  • A.    Minyak atsiri

Larutan uji sebanyak 1 mL dipipet lalu diuapkan di atas cawan porselin hingga diperoleh residu. Hasil positif minyak atsiri ditandai dengan bau khas yang dihasilkan oleh residu tersebut (Ciulei, 1984).

  • B.    Alkaloid

Larutan uji sebanyak 2 mL diuapkan di atas cawan porselin. Residu yang dihasilkan

kemudian dilarutkan dengan 6 mL HCL 2 N. Larutan yang diperoleh dibagi ke dalam 3 tabung reaksi. Tabung pertama ditambahkan dengan 3 tetes asam encer yang berfungsi sebagai blanko. Tabung kedua ditambahkan 3 tetes pereaksi Dragendorff dan tabung ketiga ditambahkan 3 tetes pereaksi Mayer. Terbentuk endapan jingga pada tabung kedua dan endapan kuning pada tabung ketiga menunjukkan adanya alkaloid (Farsnworth, 1966).

  • C.    Flavonoid

Larutan uji ± 1 mL diuapkan hingga kering, dibasahkan sisanya dengan aseton P, ditambahkan sedikit serbuk halus asam borat P dan serbuk halus asam oksalat P, dipanaskan di atas tangas air dan hindari pemanasan berlebihan. Eter P ditambahkan 10 mL. Larutan diamati di bawah sinar UV 366 nm; berfluoresensi kuning intensif, menunjukkan adanya flavonoid (Depkes RI,1995).

  • D.    Saponin

Larutan uji sebanyak 10 mL diletakan dalam tabung reaksi, dikocok vertical selama 10 detik kemudian dibiarkan selama 10 detik. Pembentukan busa setinggi 1–10 cm yang stabil selama tidak kurang dari 10 menit, menunjukkan adanya saponin. Pada penambahan 1 tetes HCl 2 N, busa tidak hilang (Depkes RI,1995).

  • E.    Steroid dan Terpenoid

Pemeriksaan terpenoid dan steroid dilakukan dengan reaksi Liebermann-Burchard. Larutan uji sebanyak 2 mL diuapkan dalam cawan porselin. Residu dilarutkan dengan 0,5 mL kloroform, kemudian ditambahkan 0,5 mL asam asetat anhidrat. Asam sulfat pekat sebanyak 2 mL selanjutnya ditambahkan melalui dinding tabung. Terbentuk cincin kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menunjukkan adanya terpenoid, sedangkan bila muncul cincin biru kehijauan menunjukkan adanya steroid (Ciulei,1984).

  • 3.    HASIL

    • 3.1 . Pembuatan ekstrak terpurifikasi herba sambiloto

Ekstrak kental yang diperoleh dari maserasi dengan pelarut etanol 90% sebanyak 128,75 gram. Setelah melalui proses purifikasi diperoleh ekstrak terpurifikasi sebanyak 32,22

gram dengan rendemen ekstrak terpurifikasi sebesar 3,2%.

  • 3.2    Identifikasi kandungan kimia

Pada pengamatan Identifikasi kandungan kimia minyak atsiri, residu tidak mengeluarkan bau khas yang menunjukan bahwa pada ekstrak tidak mengandung minyak atsiri. Pada pengamatan uji alkaloid, tidak terbentuk endapan putih pada larutan uji yang ditambahkan pereaksi Mayer dan tidak terbentuk endapan jingga pada larutan uji yang ditambahakan pereaksi Dragendorff. Hal ini menunjukan bahwa ekstrak tidak mengandung senyawa kimia golongan alkaloid. Pada pengujian flavonoid menunjukan hasil positif yang ditandai dengan terbentuknya fluorosensi kuning intensif pada pengamatan UV366. Pada pengujian saponin tidak terbentuk busa yang menunjukan bahwa ekstrak tidak mengandung senyawa golongan saponin. Pada pengujian steroid dan terpenoid didapatkan hasil postif mengandung terpenoid yang ditandai dengan terbentuknya cicin kecoklatan pada kedua batas larutan.

  • 4.    PEMBAHASAN

Identifikasi kandungan kimia dilakukan untuk memberi gambaran mengenai golongan senyawa yang terkandung dalam dalam suatu ekstrak (Kristanti et al.,2008). Hasil identifikasi kandungan kimia menunjukan bahwa ekstrak terpurifikasi herba sambiloto mengandung senyawa golongan flavonoid dan terpenoid.

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui kandungan kimia pada tanaman sambiloto. Ekstrak cair yang diperoleh dari dari proses ekstraksi simplisia tanaman obat dengan menggunakan pelarut organik atau air seringkali mengandung senyawa yang tidak diinginkan seperti zat warna (pigmen), karbohidrat, lilin, resin dan sejenisnya Keberadaan senyawa tersebut seringkali merugikan pada kestabilan dan mengurangi kadar senyawa aktif didalam ekstrak sehingga harus dihilangkan. Purifikasi ekstrak diharapkan dapat meningkatkan khasiat ekstrak disamping memperkecil jumlah dosis pemberian pada pengguna. Tujuan purifikasi yaitu untuk menghilangkan senyawa-senyawa

penganggu namun tetap mempertahankan senyawa aktifnya.

Hasil yang diperoleh pada penelitian ini tidak berbeda jauh dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Choi dan Linn (2010) yang mengatakan bahwa ekstrak etanol dari herba sambiloto mengandung lebih dari 20 senyawa terpenoid dan flavonoid. Ekstrak terpurifikasi yang diperoleh pada penelitian kali ini positif mengandung terpenoid dan flavonoid. Hal ini menandakan bahwa proses purifikasi tidak menghilangkan sneyawa aktif dalam ekstrak terpurifikasi herba sambiloto.

Pada pengujian steroid dan triterpenoid, analisis senyawa didasarkan pada kemampuan senyawa tersebut membentuk warna dengan H2SO4 pekat dalam pelarut asam asetat anhidrat (Ciulei, 1984). Hasil yang diperoleh menunjukkan hasil positif dengan terbentuknya cincin berwarna kecoklatan yang menunjukkan kandungan triterpenoid dan tidak terbentuk cincin berwarna biru kehijauan sehingga negatif mengandung steroid. Senyawa  golongan

terpenoid merupakan senyawa-senyawa yang tersusun atas beberapa satuan    isoprene.

Senyawa terpenoid dilaporkan memiliki berbagai aktivitas biologis seperti anti inflamasi (Weng et al., 2003), antifungi (Cheng et al., 2004), antioksidan (Topcu et al., 2007), antibakteri (Singh dan Singh, 2003) dan antikanker (Lu et al., 2012).

Senyawa golongan flavonoid merupakan senyawa polifenol dengan susunan C6-C3-C6 sebagai kerangka dasar. Flavonoid mempunyai tipe yang beragam dan terdapat dalam bentuk bebas (aglikon) maupun terikat sebagai glikosida. Aglikon polimetoksi bersifat non polar, aglikon polihidroksi bersifat semi polar, sedangkan glikosida flavonoid bersifat polar karena mengandung sejumlah gugus hidroksil dan gula (Markham, 1988). Oleh karena itu golongan flavonoid dapat tertarik dalam pelarut etanol yang bersifat universal. Senyawa flavonoid dilaporkan memiliki berbagai aktivitas biologis seperti antiulser (Tapas et al., 2008), antibakteri (Cushni and Lamb, 2005), antidepresan (Yi et al., 2010), antioksidan (Skarget et al., 2005) dan antitumor (Salucci et al., 2002).

  • 5.    KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ekstrak terpurifikasi herba sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f,) Nees) positif mengandung golongan senyawa flavonoid dan terpenoid.

DAFTAR PUSTAKA

Cheng, Cheng, S.S., Wu, C.L., Chang, H.T., Kao,Y.T., dan Chang, S.T. (2004). Antitermitic and Antifungal Activities of Essential Oil of Calocedrus formosana Leaf and Its Composition. J Chem Eco, Vol. 30: 1957–1967

Chao, W.W., and Lin, B.F. 2010, Isolation and Identification of Bioactive compounds in Andrographis paniculata (Chuanxinlian). Chin. Med. J. Vol.5. P. 1-15.

Ciulei, J. 1984. Metodology for Analysis of vegetable and Drugs. Bucharest Rumania: Faculty of Pharmacy

Cushnie, T.P.T. dan Lamb, A.J. (2005). Antimicrobial Activity of Flavonoids. Int J Antimicro Ag, Vol. 26: 343-356.

Dalimartha, Setiawan. 2007.   36 Resep

Tumbuhan Obat untuk Menurunkan Kolesterol. Ed 13. Jakarta: Penebar Swadaya.

Depkes RI. (1989). Materia Medika Indonesia, Jilid V. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. P. 107-110, 549553.

DepKes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Farnsworth, N.R. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Plants. J. Pharm. Sci 55.

Kristanti, A. N., N. S. Aminah, M. Tanjung, dan B. Kurniadi. 2008. Buku Ajar Fitokimia. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 23, 47.

Kumar, A., J. Dora, A. Sigh, and R. Tripathi. 2012. A Review on King of Bitter (Kalmegh), International Journal of Research in Pharmacy and Chemistry. Vol. 2 (1). P 116-124.

Lu, J., Dang, Y., Huang, M., Xu, W., Chen, X., dan Wang, Y. (2012). Anti-cancer Properties of Terpenoids Isolated from Rhizoma Curcumae – A Review. J Ethnopharmacol, Vol. 143: 406-411.

Markham, K. R., 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung: Penerbit ITB. Hal.5,10.

Salucci, M., Stivala, L.A., Maiani, G., dan Vannini, V. Flavonoids Uptake and Their Effect on Cell Cycle of Human Colon Adenocarcinoma Cells. Br J Cancer, Vol.86:1645-1651.

Singh, B. Dan Singh, S. (2003). Antimicrobial activity of terpenoids from Trichodesma amplexicaule Roth.Phytother Res, Vol. 17 (7): 814–816

Skerget, M., Kotnik, P., Hadolin, M., Hras,A.R., Simonic, M., Knez, Z. (2005). Phenols, Proanthocyanidins, Flavones and Flavonols in Some Plant Materials and Their Antioxidant Activities. Food Chem, Vol. 89:191-198.

Tapas, A.R., Sakarkar, D.M., dan Kakde, R.B. (2008). Flavonoids as Nutraceuticals: A Review. TJPR, Vol. 7: 1089-1099.

Topcu, G., Ertas, A., Kolak, U., Ozturk, M., dan Ulubelen, A. (2007). Antioxidant activity tests on novel triterpenoids from Salvia macrochlamys. ARKICOV, Vol. 7: 195-208.

Weng, J., Lin, C., Tsao, L., dan Wang, J. (2003). Terpenoids with a New Skeleton and Novel Triterpenoids with Antiinflammatory Effects from Garcinia subelliptica. Chem-Eur J, Vol. 9 (22): 5520-5527.

Yi, L., Li, C., Zhan, X., Cui, C., Xiao, F., Zhou, L., dan Xie, Y. (2010). Involvement of Monoaminergic System in Antidepressant-like Effect of Flavonoids Naringenin in Mice. Prog Neuropsychopharmacol Biol Psychiatry, Vol. 34: 1223-1228.

25