Potential of Liposomes as Nanocarriers for Antituberculosis Inhalation Formulations
on
JURNAL FARMASI UDAYANA | pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607 | VOL. 12, NO. 2, 2023
https://doi.org/10.24843/JFU.2023.v12.i02.p08
Potensi Liposom Sebagai Nanocarrier Antituberkulosis Pada Sediaan Inhalasi
Natashya Parameswari1 and Sriwidodo1
1 Program Studi Sarjana„ Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Sumedang, Jawa Barat, Indonesia, 45363
Reception date of the manuscript: 24 Juni 2023
Acceptance date of the manuscript: 23 November 2023
Publication date: 31 Januari 2024
Abstract— Tuberculosis (TB) is a respiratory tract infection that remains a global health problem to this day. There were more than 10, 6 million TB cases with approximately 1,5 million deaths in 2021. The oral therapy regimen consisting of isoniazid (INH), ethambutol (EMB), pyrazinamide (PZA) dan rifampicin (RIF), despite having a successful treatment rate up to 95 % still faces limitation contributing to low treatment compliance and the development of drug-resistance Mtb strains. Strategy to overcome these limitations is to deliver drugs by inhalation as aerosols to the lung, the primary site of Mtb infection. Liposome-based nanocarriers have been proven effective in improving drug bioavailability and reducing toxicity. Therefore, this article review aims to explore the potential nanocarriers in pulmonary drug delivery systems.
Keywords—Jliposome, antituberculosis, nanocarrier, inhalation
Abstrak— Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan yang masih menjadi masalah kesehatan global hingga saat ini. Terdapat lebih dari 10,6 juta kasus TB dengan angka kematian sekitar 1,4 juta pada tahun 2021. Regimen terapi oral yang terdiri dari isoniazid (INH), etambutol (EMB), pirazinamid (PZA) dan rifampisin (PZA) walaupun memiliki angka keberhasilan pengobatan hingga 95 %, banyaknya limitasi terapeutik berkontribusi pada tingkat kepatuhan pengobatan yang rendah dan perkembangan strain Mtb yang resisten terhadap OAT. Salah satu strategi pengobatan dalam rangka mengatasi limitasi terapi yang telah ada adalah perubahan rute penghantaran obat melalui inhalasi. Nanocarrier berbasis liposom telah terbukti efektif dalam meningkatkan bioavailabilitas obat serta menurunkan toksisitas terapi. Oleh karena itu tinjauan artikel ini bertujuan untuk mengeksplor potensi liposom sebagai nanocarrier pada sediaan inhalasi.
Kata Kunci—liposom, antituberkulosis, nanocarrier dan inhalasi
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Mtb) dan masih menjadi masalah kesehatan global hingga saat ini. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), diperkirakan lebih dari 10,6 juta kasus TB dengan angka kematian sekitar 1,4 juta pada tahun 2021 (World Health Organization, 2022). Di Indonesia sendiri, angka insidensi TB mencapai 969.000 atau sebesar 354 kasus per 100.000 penduduk dengan angka kematian mencapai lebih dari 144.000 orang (Kementerian Kesehatan RI, 2021). Berdasarkan WHO, regimen terapi oral yang digunakan terdiri dari fase intensif selama 2 bulan dengan isoniazid (INH), rifampisin (RIF), pirazinamid (PZA), dan etambutol (EMB), diikuti oleh fase lanjutan selama 4 bulan dengan INH dan RIF. Regimen ini tercatat memiliki angka kesuksesan hingga 95 % pada kasus TB yang masih peka terhadap obat anti-
Penulis koresponden: Parameswari, natashya20001@mail.unpad.ac.id
tuberkulosis (OAT). Namun, regimen terapi ini menimbulkan berbagai reaksi obat yang tidak diinginkan dengan tingkat keparahan bervariasi diantaranya ruam kulit, gangguan gastrointestinal, gangguan neurologis, dan hepatotoksisitas (Fei et al., 2018). Terapi oral juga menunjukkan limitasi terapeutik berkaitan dengan bioavailabilitas buruk, durasi pengobatan yang lama dengan dosis tinggi, dan bahkan kegagalan pengobatan. Hal tersebut turut berkontribusi pada tingkat kepatuhan pengobatan yang rendah dan perkembangan strain Mtb yang resisten terhadap OAT (Buya et al., 2021). Oleh karena itu, pengembangan terapi yang efektif dan efisien dibutuhkan dalam rangka menurunkan mortalitas dan morbiditas pasien TB. Salah satu strategi pengobatan dalam rangka mengatasi limitasi terapi yang telah ada adalah perubahan rute penghantaran obat melalui inhalasi. Keberhasilan pengembangan terapi inhalasi telah dibuktikan pada penyakit paru obstruktif kronik dan infeksi paru kronis lainnya. (Banaschewski Hofmann, 2019) Penghantaran secara langsung melalui rute ini memiliki potensi dalam meningkatkan konsentrasi antibiotik pada sel dan granuloma yang terinfeksi di paru-paru tanpa eksposur sistemik sehingga me-
ningkatkan efektivitas dan menurunkan dosis.(Hickey et al., 2016) Hal tersebut diakibatkan oleh karakteristik alveolar paru-paru yang memiliki aktivitas fagositik tinggi terhadap partikel asing. Studi terbaru menunjukkan peningkatan konsentrasi antibiotik sebesar 20 kali lipat pada makrofag alveolar paru-paru melalui inhalasi mikropartikel polylactic acid dengan isoniazid dan rifabutin dibandingkan rute oral, intravena, ataupun intratrakeal pada tikus. Dalam penghantaran obat melalui inhalasi, enkapsulasi menggunakan liposom memungkinkan pelepasan antibiotik yang dimuat dalam ukuran sangat kecil dan terdeposisi di alveolus paru-paru. Li-posom merupakan vesikel lipid mikroskopik tersusun atas fosfolipid bilayer natural maupun sintetik yang sering digunakan sebagai penghantaran obat hidrofobik dan hidrofilik. Nanocarrier berbasis liposom memungkinkan pelepasan antibiotik secara lambat pada area permukaan paru-paru dengan permeabilitas yang tinggi terhadap epithelium melalui morfologinya (Karlowsky Zhanel, 1992). Mengingat insi-densi dan beban yang ditimbulkan dari TB, pengobatan yang efektif dan efisien menjadi krusial dalam rangka mengurangi mortalitas dan morbiditas terkait TB. Pemanfaatan OAT yang terenkapsulasi liposom melalui rute inhalasi memungkinkan pengobatan yang jauh lebih efektif dan efisien dengan efek samping minimum dibandingkan pengobatan konvensional. Oleh karena itu, pada tinjauan pustaka ini, penulis mengkaji potensi inhalasi OAT terenkapsulasi liposom sebagai terapi TB.
Tinjauan literatur ini disusun berdasarkan analisis dan sintesis dari berbagai referensi yang diperoleh dari International Library of Medicine (Pubmed), dan Google Scholar. Penulis memasukkan kata kunci dalam pencarian seperti lipo-som, antituberkulosis, inhalasi, sistem penghantaran pulmo-nal, dan kombinasi dari kata kunci tersebut. Kemudian referensi dalam sepuluh tahun terakhir ditinjau dalam studi ini.
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Mtb). Transmisinya sendiri terjadi terutama melalui droplet ketika orang terinfeksi batuk atau bersin (Lee, 2016). TB sendiri mulai berkembang ketika bakteri Mtb masuk ke dalam alveoli paru-paru. Makrofag alveolar yang ada di paru menelan bakteri dan membunuhnya dengan digesti fagosomal (fusi fagosom-lisozom) (Lamb Starke, 2017). Namun, terdapat bakteri yang lolos dari proses intraseluler awal ini nantinya dapat berkembang biak didalam sel yang akhirnya menyebabkan kerusakan makrofag dan bermanifestasi menjadi penyakit TB aktif (Kleinnijenhuis et al., 2011).
Setelah proses tersebut adanya cell-mediated immunity akan berkembang yang menyebabkan makrofag memproduksi dan melepaskan sitokin serta enzim proteolitik yang memicu adanya respons inflamasi. Namun karena hal tersebut belum mampu menekan penyebaran serta perkembangbiakan bakteri. Hal ini menyebabkan berkembangnya respon imun adaptif. Dimana limfosit T akan tiba di situs infeksi dan membentuk granuloma pada suatu area inflamasi untuk menghambat penyebaran bakteri lebih lanjut. Area inflama-si ini kemudian disebut sebagai Ghon focus (Kemenkes RI,
2019).
Pada saat granuloma dewasa, makrofag akan berdiferen-siasi, dimana bagian tengah granuloma dapat mengalami nekrosis sebagai akibat dari lisis nekrotik sel imun inang yang membentuk granuloma nekrotik kaseosa, dimana daerah tengah granuloma telah mengalami kematian sel nekrotik dengan karakteristik konsistensi lembut seperti keju yang disebut kaseum (Alsayed Gunosewoyo, 2023). Pada tahapan ini, bakteri dapat menghindari kematian sel melalui mekanisme blockade fusi dari phagolisosom dan mengelabui sel imun. Pada tahap ini, inang tetap asimtomatik, dan bakteri TB dapat dihilangkan sepenuhnya atau masuk ke keadaan laten di granuloma (Luies du Preez, 2020).
Namun ketika imun tubuh menurun, Mtb akan berkembang di dalam makrofag alveolar. Mereka juga dapat menyerang sirkulasi sistemik melalui getah bening ran melakukan perjalanannya ke target lain organ sebelum diperoleh kekebalan untuk menahan perkembangan penyakit (Lamb Starke, 2017). MTb mengeluarkan beberapa enzim sebagai perlindungan terhadap kerusakan seperti reactive oxygen species (ROS) dan detoksifikasi hidrogen peroksidase (H2O2) seperti katalase-peroksidase (KatG), dismutase superoksida (Soda, SodC), peroksidase kompleks dan peroksinitrit re-duktase (AhpC, AhpD, SucB,Lpd). Enzim KatG aktif isoniazid yang membentuk radikal senyawa untuk bakteri TBC dan menghambat pembentukan mikolik asam yang memegang peranan penting dalam virulensi dan kelangsungan hidup (Brugarolas et al., 2012).
Menurut rekomendasi WHO terapi TB mencakup empat kombinasi dari antibiotic yaitu isoniazid (INH), rifampisin (RIF), pirazinamid (PZA), etambutol (EMB). Keempat obat ini harus diberikan setidaknya selama 6 bulan dengan pengawasan tenaga medis untuk memastikan tingkat keberhasilan dan penyembuhan pengobatan yang tinggi. Perawatan sendiri terdiri dari dua fase: fase inisiasi yang terdiri dari pemberian empat obat tersebut selama 2 bulan dan fase lanjutan yang merupakan pemberian obat INH dan RIF selama empat bulan terakhir untuk membunuh bakteri yang tidak aktif. Inisiasi pengobatan ini dimulai dengan obat lini pertama, sementara obat lini kedua digunakan jika resistensi terjadi (Alsayed Gunosewoyo, 2023).
INH atau dikenal sebagai asam isonikotinat hidroksida telah menjadi obat sintetik yang digunakan sebagai anti-TB sejak 1952. Antibiotik INH merupakan prodrug yang memerlukan proses aktivasi seluler oleh katalase peroksidase (KatG). Jika telah teraktivasi, INH secara selektif menargetkan enyl acyl carrier protein (ACP) reductase (In-hA) dan beta ketoacyl ACP synthase (KasA) yang merupakan komponen penting dalam sintesis asam mikolat pada bakteri. Penargetan ini bertujuan untuk mengganggu proses sintesis asam mikolat, sehingga dapat menyebabkan kematian pada sel bakteri (Unissa et al., 2016; Dooley et al., 2020). Terlepas dari kemanjuran INH sebagai OAT lini pertama, terdapat efek samping yang sering ditemukan, yaitu hepatotoksisitas. N-acetyltransferase 2 (NAT-2) dan mikro-somal sitokrom P4502E1 (CYP2E1) menjadi dua kunci enzim dalam metabolisme INH yang menentukan risiko dari hepatotoksisitas. Selain itu, mutasi pada gen KatG dan promotor INH dapat mengarah pada resistensi antibiotik INH (Click et al., 2020 ; Dooley et al., 2020). Antibiotik den-
gan karakteristik bakterisidal selanjutnya yaitu rifampisin. Pada tingkat molekuler, RIF dapat mengganggu metabolisme bakteri dengan menghambat enzim yang mengkatalisis sintesis DNA-directed RNA atau disebut polimerisasi DNA-dependent RNA (Idowu et al., 2019). Penggunaan regimen obat yang didalamnya terdapat RIF juga melaporkan adanya efek samping, diantaranya hepatitis, kelainan kulit, hipersen-sitivitas, kolestasis, dan gangguan pencernaan (Grobbelaar et al., 2019). Selain itu, juga ditemukan adanya resistensi terhadap regimen obat RIF dan INH yang disebabkan oleh adanya mutasi rpoB dalam RIF dan KatG pada INH. Disisi lain, monoresistensi RIF cukup langka, dimana hampir semua resistensi antibiotik terhadap RIF juga resisten terhadap obat lain, terutama INH. Probabilitas dari resistensi menunjukkan perlunya terapi yang efektif dan efisien dengan efek samping minimal (Click et al., 2020). Pirazinamid (PZA) merupakan antibiotik lini pertama dalam bentuk inaktif yang dikonversi oleh pyrazinamidase, dikode oleh gen PncA pada M. tuberculosis, menjadi pyrazonic acid. PZA melakukan internalisasi ke bakteri TB secara difusi pasif dan dikonversikan menjadi pyrazonic acid dan tidak sepenuhnya terakumulasi pada bakteri dan berinteraksi dengan atom hidrogen pada keadaan vaskuler yang asam menjadi hydrogen pyrazo-nic acid yang berdifusi ulang untuk memenuhi homeostasis asam pada sel bakteri TB, sehingga terakumulasi pada bakteri. Hydrogen pyrazonic acid membawa proton ke dalam sel yang menyebabkan peningkatan derajat keasaman sitoplasma sel TB, sehingga reaksi enzimatik pada internal bakteri TB terinhibisi. Selain itu, pyrazonic acid tanpa atom hidrogen menyebabkan reduksi gaya gerak proton sehingga terjadi inhibisi sintesis protein dan RNA bakteri. Resistensi terhadap PZA terkait dengan mutasi gen PncA, rpsA (translasi), dan panD (sintesis pantotenat). Indikasi dari penggunaan pi-razinamid yaitu mengatasi M. tuberculosis yang dorman dan mendukung pencegahan maupun terapi pada TB laten (Holland and Norton, 2012).
Lamanya jangka waktu pengobatan dengan frekuensi dosis yang tinggi seringkali menimbulkan reaksi obat yang tidak diinginkan atau yang dikenal dengan adverse drug reaction (ADR) mengakibatkan banyak masalah serius mulai dari morbiditas, mortalitas hingga biaya perawatan yang tinggi (Fei et al., 2018). Berdasarkan tinjauan sistematis yang dilakukan oleh Singh et.al., prevalensi ADR yang terjadi pada pasien TB dengan pengobatan lini pertama bervariasi antara 8,4% hingga 83,5 % (Singh et al., 2015). Ada beberapa reaksi yang umum ditemui dengan tingkat keparahan yang bervariasi seperti hepatotoksisitas, ruam kulit, gangguan gastrointestinal, gangguan neurologis hingga gangguan muskuloskeletal (Fei et al., 2018). Sebagian besar hal inilah yang bertanggung jawab atas masalah kepatuhan pada pasien, serta perkembangan strain bakteri MTb yang resisten terhadap OAT (Buya et al., 2021). Setiap tahunnya ada sekitar 450.000 kasus baru TB-MDR dan TB-XDR. WHO mendefinisikan multidrugresistant TB (TB-MDR) sebagai TB yang mengembangkan resistensi terhadap isoniazid dan rifampisin sedangkan extensively drug-resistant TB (TB-XDR) adalah kasus dimana bakteri resisten terhadap isoniazid, rifampisin serta salah satu antibiotik golongan fluorokuinolon. Kasus ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada pasien (WHO, 2016). Hingga saat ini, pengobatan TB-MDR / XDR melibatkan penggunaan kombinasi berbagai lini kedua OAT yang cenderung
lebih mahal, kurang efektif dan lebih toksik dibandingkan dengan lini pertama (Kemenkes RI, 2019).
Pengobatan TB terbaru melibatkan kombinasi 3 antibiotik yaitu pretomanid, bedaquiline, dan linezolid. Penelitian menunjukkan penggunaan kombinasi tersebut dapat mengurangi durasi pengobatan kasus resistensi menjadi 6 bulan (Dheda et al., 2017). Namun, toksisitas linezolid menjadi perhatian karena melibatkan tingkat mortalitas sebesar 26 %. Tingginya insiden ini pada pasien dikarenakan sifatnya yang secara langsung mengganggu sintesis protein pada mitokondria yang dapat berkontribusi pada perkembangan disfungsi multiorgan (Im et al., 2015;Abou Hassan et al., 2016). Padahal penemuan OAT terbaru merupakan proses yang begitu memakan waktu. Oleh karena itu, jalur yang lebih cepat untuk pengembangan pengobatan adalah dengan meninjau dan mengoptimalkan OAT “lama’ yang sudah diketahui bekerja pada TB (Mikušová Ekins, 2017).
Sistem penghantaran pulmonal mengacu pada sistem yang ditujukan untuk menargetkan pengiriman aerosol langsung ke sel epitel dan epitel pernapasan melalui inhalasi (Mishra Singh, 2020). Aerosolisasi dan inhalasi antibiotik telah banyak diterapkan pada penanganan penyakit saluran pernapasan lainnya, yaitu pneumonia dan fibrosis sistik. Hal ini memperkuat potensi dikembangkannya OAT dalam bentuk inhalasi karena memiliki keuntungan dibandingkan obat yang diberikan secara oral atau parenteral. Dengan sistem penghantaran pulmonal, degradasi pada saluran pencernaan yang bersifat asam dan rendahnya solubilitas dapat diatasi. Hal ini memungkinkan pengurangan dosis dan frekuensi administrasi obat sehingga meningkatkan kepatuhan pasien (Das et al., 2015).
Liposom merupakan vesikel bulat yang terdiri dari fosfo-lipid bilayer natural maupun sintetik untuk menghantarkan obat atau materi genetik ke dalam sebuah sel. Struktur ini mengalami perakitan spontan dari zat ampifilik dalam medium buffer atau aqueous, membentuk sebuah lapisan ganda konsentris tunggal (Pinheiro et al., 2011).
Liposom memiliki ukuran yang bervariasi, diameternya terdapat pada rentang 20 nm hingga beberapa ratus nanometer, sedangkan ketebalannya berkisar antara 4-7 nm (Ak-barzadeh et al., 2013). Liposom diklasifikasikan berdasarkan ukuran dari vesikel dan jumlah lapisan bilayer. Liposome yang merupakan hasil dari metode thin film hydration yaitu multilamellar vesicles (MLVs), terdiri dari banyak lapisan bilayer konsentris dalam suatu partikel dengan diameter yang bervariasi dari beberapa ratus hingga ribuan nanometer. MLVs dapat diproses lebih lanjut dengan metode sonika-si ataupun ekstrusi, melalui sebuah filter untuk membentuk unilamellar vesicles (ULVs), liposom yang terdiri dari satu lapisan bilayer. ULVs diklasifikasikan berdasarkan ukuran menjadi small unilamellar vesicles (SUVs) dan large unilamellar vesicles (ULVs), dimana diameter SUVs kurang dari 100 nm sedangkan LUVs memiliki diameter lebih dari 100 nm (Pinheiro et al., 2011).
Penggunaan liposom sebagai sistem penghantaran obat terbukti aman dan efektif berbagai penyakit termasuk TBC. Struktur yang terdiri dari fosfolipid membuat partikelnya mirip dengan membran biologis yang ada di tubuh sehing-
ga bersifat non-imunogenik, dapat terdegradasi secara alami (biodegradable) dan kompatibel dengan jaringan biologis (biocompatible). Liposom juga memiliki sifat amfifilik yang mengindikasikan sifat ganda sebagai hidrofilik dan hidrofo-bik. Hal ini memungkinkan liposom untuk mengenkapsulasi berbagai jenis obat (Fathi Oyelere, 2016).
Selain itu, enkapsulasi menggunakan liposom dapat membatasi penyerapan obat serta penargetan langsung ke dalam jaringan, mengurangi toksisitas serta meningkatkan indeks terapi (Olusanya et al., 2018). Modifikasi lebih lanjut dapat dilakukan pada permukaan liposom dengan penambahan li-gan seperti antibodi ataupun molekul lain yang berdampak pada peningkatan spesifitas sistem penghantaran obat. Hal ini menyebabkan obat terakumulasi secara selektif di jaringan patologis sehingga melindungi jaringan sehat dari kemungkinan toksik (Khan et al., 2020).
Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi liposom sebagai pembawa antituberkulosis seperti yang dirangkum pada Tabel 1. Selain meningkatkan respon terapeutik, liposom telah dilaporkan menjadi pembawa yang paling cocok dan aman dari berbagai obat antimikroba. Studi yang dilakukan oleh Patil et.al., dimana Rifampicin (RIF) dienkap-sulasi menggunakan liposom yang dikembangkan menggunakan teknik hidrasi lapis tipis diikuti dengan metode freezedrying untuk membentuk partikel aerosol. Formulasi dari liposom mengandung lesitin kedelai dan kolesterol dengan perbandingan massa 3:2. Profil pelepasan terkontrol dan berkelanjutan dengan profil farmakokinetik yang lebih baik dibandingkan obat bebas jika diberikan secara intratekal dan oral pada model tikus Wistar diamati setelah enkapsulasi (Patil et al., 2015).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Manca et.al. menggunakan kedelai fosfatidilkolin, kedelai fosfatidilkolin terhidro-genasi dan Lipoid GmbH (Ludwigshafen, Jerman) sebagai liposom. Kemudian dilakukan pelapisan menggunakan ka-ragenan dan kitosan. Pemodifikasian tersebut memperbaiki sifat liposom yang awalnya higroskopis, lengket dan kohesif menjadi partikel ideal untuk inhalasi, sehingga meningkatkan dosis yang teremisi sebesar 95 % sesuai dengan dosis yang direkomendasikan oleh European Pharmacopoeia serta menunjukkan daya alir yang baik dari serbuk.
Uji toksisitas dan penyerapan dari formulasi liposom ini juga diujikan secara in vitro terhadap sel A549 basal sel epitel alveolar. Dispersi dari rifampicin menunjukkan toksisitas yang kuat sekitar 40 % setelah inkubasi selama 24 jam dan terjadi peningkatan hingga 65 % setelah 48 jam. Sementara hasil enkapsulasi liposom baik yang dilapisi maupun tidak menunjukan sitotoksisitas yang signifikan 4 jam pertama dan meningkat perlahan hingga 30 % setelah 48 jam. Hasil juga menunjukkan liposom dapat memodulasi interaksi dari obat dan sel sehingga mengurangi toksisitas intrinsik obat pada konsentrasi tinggi ( 0,3 mg/mL). Untuk memahami mekanisme penyerapan dan distribusi obat dilakukan analisis fluore-sensi. Hasil menunjukkan adanya kemampuan superior dari permukaan RIF yang di enkapsulasi liposom untuk memodu-lasi serta mempertahankan konsentrasi obat dalam sel dibandingkan dengan RIF tanpa enkapsulasi yang dengan cepat memasuki sel dan cepat tereliminasi (Manca et al., 2014).
Patil-Gadhe et al. memformulasi rifapentin (RPT) dengan liposom dan mengevaluasi aktivitas serta sitotoksisitas seca-
ra in vitro. Penggunaan konsentrasi RPT hingga 10 g/mL, enkapsulasi RPT menunjukan efikasi yang tinggi dan tidak adanya toksisitas terhadap lini sel A549. Selain itu, enkap-sulasi RPT ini terbukti aman pada uji in vivo menggunakan tikus wistar pada konsentrasi 1-5 mg RPT/kg. Namun dosis RPT yang lebih dari 10 mg/kg menunjukkan toksisitas yang fatal pada tikus (Patil-Gadhe et al., 2014).
Penggunaan liposom sebagai sistem penghantaran obat secara langsung ke makrofag diamati oleh Pires et.al. menggunakan antivirus Saquinavir (SQV) sebagai agen potensial dalam mengatasi MTb menggunakan dioleoyl phosphatidyl choline (DOPC) dan dioleoyl phosphatidyl glycerol (DOPG) sebagai liposom. Pada studi ini, makrofag yang diinfeksi oleh Mtb H337Rv diberikan SQV yang telah dienkapsulasi li-posom (LipSQV) dengan berbagai konsentrasi (10 hingga 50 µg/mL). Variasi dari konsentrasi yang diberikan diamati menggunakan flow cytometry dan fluoresensi. Hasil menunjukkan adanya peningkatan dua kali lipat intensitas fluo-resensi pada makrofag dengan pemberian LipSQV50 dibandingkan dengan LipSQV20, serta peningkatan 25 % intensitas dengan pemberian LipSQV20 daripada LipSQV10. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan signifikan penyerapan obat oleh makrofag ketika konsentrasi ditingkatkan (Pires et al., 2023).
Penelitian ini juga menilai aktivasi dari salah satu enzim protease yaitu katepsin. Adanya tingkat manipulasi yang diinduksi oleh Mtb menyebabkan penurunan regulasi dari ekspresi gen katepsin, translasi protein dan aktivitas enzima-tik (Pires et al., 2016). Sel diberikan perlakuan LipSQV selama 3 jam kemudian hasil menunjukkan peningkatan aktivitas katepsin dalam sel yang tidak terinfeksi MTb. Peningkatan aktivitas ini juga terjadi pada konsentrasi tertinggi LipSQV ketika menggunakan sel yang terinfeksi (Pires et al., 2023).
Untuk memperoleh konsentrasi maksimal obat pada organ yang ditargetkan Huck et.al. melakukan penambahan reseptor C-type lectin (CLR) pada permukaan liposom. Modifikasi ini menyebabkan inhibisi bakteri intraseluler yang lebih efisien karena adanya peningkatan penyerapan dan penargetan obat ke dalam sel yang terinfeksi (Huck et al., 2022). Penelitian sebelumnya pun menunjukkan hasil yang serupa terhadap enkapsulasi Levofloksasin (LVX) menggunakan liposom dengan modifikasi yang sama oleh Duran et.al. Setelah sel terinfeksi Mtb diberikan LVX terenkapsulasi selama 24 jam 5 hari berturut-turut terjadi penurunan persentase sel yang terinfeksi hingga 50 %. Sementara 80 % sel masih terinfeksi dengan pemberian LVX tanpa enkapsulasi.
5.Kesimpulan
Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan serta penyebab utama kematian di seluruh dunia. Pengobatannya menjadi tantangan karena profil farmakokinetik yang buruk dari antituberkulosis yang ada. Selain itu bakteri MTb yang sangat menular dan memiliki berbagai mekanisme untuk bertahan dalam tubuh inangnya. Oleh karena itu, terapi yang ditargetkan berdasarkan pemahaman terhadap patogenesis penting dalam mengelola penyakit ini dengan efektif serta memberantas kejadian resistensi obat. Sistem penghantaran obat saat ini cenderung menggunakan rute oral yang membutuhkan pemberian dosis tinggi serta lama menimbulkan dampak negatif pada tingkat kepatuhan pasien dan akhirnya menyebabkan kegagalan pengobatan diikuti dengan per-
Tabel 1: STUDI FORMULASI SEDIAAN INHALASI BERBASIS LIPOSOM DAN PENGARUHNYA TERHADAP FARMAKOLOGI SERTA TOKSISITAS
Komposisi Liposom |
Molekul Obat |
Farmakologi dan Toksisitas |
Referensi |
Kedelai fosfatidilkolin, fosfatidilkolin kedelai terhidrogenasi dan Lipoid GmbH (Ludwigshafen, Jerman). |
Rifampicin |
Memiliki kemampuan mengendalikan dan memperpanjang pengambilan vesikel obat oleh sel alveolar manusia serta memungkinkan konsentrasi obat dalam paru yang memadai Potensi efek toksik yang rendah terbukti dari viabilitas sel sebesar |
(Manca et al., 2014) |
Hydrogenated soy phosphatidylcholine (HSPC) dan kolesterol | |||
Rifapentin (RPT) |
100 % setelah peningkatan 1,44 kali dosis IC50. Pelepasan RPT yang terkontrol yaitu sebesar 90 % pada akhir 24 jam Menunjukkan aktivitas anti tuberkulosis in-vitro yang |
(Patil-Gadhe et al., 2014) | |
Lesitin kedelai dan kolesterol |
Rifampicin |
lebih baik terhadap strain M. tuberculosis H37RV dibandingkan dengan RIF murni saja |
(Patil et al., 2015 |
Fukosilasi lipid liposom C-type lectin receptor (CLR)TargoSphere |
Levofloksasin (LVX) |
Adanya inhibisi sel myeloid yang terinfeksi oleh Mtb dan efikasi yang lebih tinggi dibandingkan LVX biasa. |
(Durán et al., 2021) |
Liposom C-type lectin receptor (CLR) Targo Sphere |
Bedaquiline (BDQ) and levofloksasin (LVX) |
Sifat aerodinamis cocok untuk pengiriman paru. Meningkatkan pembunuhan terhadap bakteri Mycobacterium Tidak adanya efek sitotoksik |
(Huck et al., 2022) |
Dioleoyl phosphatidy lcholine (DOPC) dan dioleoyl phosphatidyl glycerol (DOPG) |
Saquinavir (SQV) |
ketika menggunakan liposom untuk memberikankonsentrasi SQV yang jauh lebih tinggi daripada yang dicapai dengan aman dalam serum pasien yang diobati dengan obat bebas. |
(Pires et al., 2023) |
kembangan strain Mtb yang resisten terhadap anti tuberkulosis. Sistem penghantaran pulmonal merupakan salah satu strategi yang menjanjikan karena memungkinkan pemberian dosis terapeutik yang efektif pada makrofag alveolar yang mengandung bakteri dalam jumlah besar. Partikel atau vesi-kel yang terhirup ke dalam paru akan lebih mudah ditelan oleh makrofag alveolar yang berdampak pada bioavailabili-tas yang lebih baik. Pendekatan sediaan inhalasi menggunakan nanocarrier berbasis liposom menunjukkan potensi signifikan dalam meningkatkan bioavailabilitas, stabilitas dan keamanan antituberkulosis sehingga bisa dikembangkan sebagai sediaan inhalasi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas saran dan bantuannya dalam melakukan tinjauan pustaka dan penulisan artikel ilmiah ini.
Abou Hassan, O. K., Karnib, M., El-Khoury, R., Ne-mer, G., Ahdab-Barmada, M., BouKhalil, P. (2016). Linezolid Toxicity and Mitochondrial Susceptibility: A Novel Neurological Complication in a Lebanese Patient. Frontiers in Pharmacology, 7, 325. https://doi.org/10.3389/fphar.2016.00325
Akbarzadeh, A., Rezaei-Sadabady, R., Davaran, S., Joo, S. W., Zarghami, N., Hanifehpour, Y., Samiei, M., Kouhi, M., Nejati-Koshki, K. (2013). Liposome: classification, preparation, and applications. Nanoscale Research Letters, 8(1), 102. https://doi.org/10.1186/1556-276X-8-102
Alsayed, S. S. R., Gunosewoyo, H. (2023). Tuberculosis: Pathogenesis, Current Treatment Regimens and New Drug Targets. International Journal of Molecular Sciences, 24(6). https://doi.org/10.3390/ijms24065202
Banaschewski, B., Hofmann, T. (2019). Inhaled Antibiotics for Mycobacterial Lung Disease. Pharmaceutics, 11(7). https://doi.org/10.3390/pharmaceutics11070352
Brugarolas, P., Movahedzadeh, F., Wang, Y., Zhang, N., Bartek, I. L., Gao, Y. N., Voskuil, M. I., Franz-blau, S. G., He, C. (2012). The oxidation-sensing regulator (MosR) is a new redox-dependent transcription factor in Mycobacterium tuberculosis. The Journal of Biological Chemistry, 287(45), 37703–37712. https://doi.org/10.1074/jbc.M112.388611
Buya, A. B., Witika, B. A., Bapolisi, A. M., Mwi-la, C., Mukubwa, G. K., Memvanga, P. B., Ma-koni, P. A., Nkanga, C. I. (2021). Application of Lipid-Based Nanocarriers for Antitubercu-lar Drug Delivery: A Review. Pharmaceutics, 13(12). https://doi.org/10.3390/pharmaceutics13122041
Click, E. S., Kurbatova, E. V, Alexander, H., Dalton, T.
-
L., Chen, M. P., Posey, J. E., Ershova, J., Cegiels-ki, J. P. (2020). Isoniazid and Rifampin-Resistance Mutations Associated With Resistance to Second-Line Drugs and With Sputum Culture Conversion. The Journal of Infectious Diseases, 221(12), 2072–2082. https://doi.org/10.1093/infdis/jiaa042
Das, S., Tucker, I., Stewart, P. (2015). Inhaled dry powder formulations for treating tuberculosis. Current Drug Delivery, 12(1), 26–39.
https://doi.org/10.2174/1567201811666140716123050
Dheda, K., Gumbo, T., Maartens, G., Dooley, K. E., McNer-ney, R., Murray, M., Furin, J., Nardell, E. A., London, L., Lessem, E., Theron, G., van Helden, P., Niemann, S., Merker, M., Dowdy, D., Van Rie, A., Siu, G. K. H., Pasi-panodya, J. G., Rodrigues, C., . . . Warren, R. M. (2017). The epidemiology, pathogenesis, transmission, diagnosis, and management of multidrug-resistant, extensively drug-resistant, and incurable tuberculosis. The Lancet. Respiratory Medicine. https://doi.org/10.1016/S2213-2600(17)30079-6
Dooley, K. E., Miyahara, S., von Groote-Bidlingmaier, F., Sun, X., Hafner, R., Rosenkranz, S. L., Ignatius, E. H., Nuermberger, E. L., Moran, L., Donahue, K., Swindells, S., Vanker, N., Diacon, A. H. (2020). Early Bactericidal Activity of Different Isoniazid Doses for DrugResistant Tuberculosis (INHindsight): A Randomized, Open-Label Clinical Trial. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine, 201(11), 1416–1424. https://doi.org/10.1164/rccm.201910-1960OC
Durán, V., Grabski, E., Hozsa, C., Becker, J., Yasar, H., Monteiro, J. T., Costa, B., Koller, N., Lueder, Y., Wiegmann, B., Brandes, G., Kaever, V., Lehr, C.-M., Lepenies, B., Tampé, R., Förster, R., Bošnjak, B., Furch, M., Graalmann, T., Kalinke, U. (2021). Fucosylated lipid nanocarriers loaded with antibiotics efficiently inhibit mycobacterial propagation in human myeloid cells. Journal of Controlled Release, 334, 201–212. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.jconrel.2021.04.012
Fathi, S., Oyelere, A. K. (2016). Liposomal drug delivery systems for targeted cancer therapy: is active targeting the best choice? Future Medicinal Chemistry, 8(17), 2091–2112. https://doi.org/10.4155/fmc-2016-0135
Fei, C. M., Zainal, H., Ali, I. A. H. (2018). Evaluation of Adverse Reactions Induced by Anti-Tuberculosis Drugs in Hospital Pulau Pinang. The Malaysian Journal of Medical Sciences: MJMS, 25(5), 103–114. https://doi.org/10.21315/mjms2018.25.5.10
Grobbelaar, M., Louw, G. E., Sampson, S. L., van Hel-den, P. D., Donald, P. R., Warren, R. M. (2019). Evolution of rifampicin treatment for tuberculosis. Infection, Genetics and Evolution, 74, 103937. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.meegid.2019.103937
Hickey, A. J., Durham, P. G., Dharmadhikari, A., Nar-dell, E. A. (2016). Inhaled drug treatment for tuberculosis: Past progress and future prospects. Journal of Controlled Release: Official Journal of the Controlled Release Society, 240, 127–134. https://doi.org/10.1016/j.jconrel.2015.11.018
Huck, B. C., Thiyagarajan, D., Bali, A., Boese, A., Be-secke, K. F. W., Hozsa, C., Gieseler, R. K., Furch, M., Carvalho-Wodarz, C., Waldow, F., Schwudke, D., Metelkina, O., Titz, A., Huwer, H., Schwarzkopf, K., Hoppstädter, J., Kiemer, A. K., Koch, M., Lo-retz, B., Lehr, C.-M. (2022). Nano-in-Microparticles for Aerosol Delivery of Antibiotic-Loaded, Fucose-Derivatized, and Macrophage-Targeted Liposomes to Combat Mycobacterial Infections: In Vitro Deposition, Pulmonary Barrier Interactions, and Targeted Delivery. Advanced Healthcare Materials, 11(11), 2102117. https://doi.org/https://doi.org/10.1002/adhm.202102117
Idowu, T., Arthur, G., Zhanel, G. G., Schweizer, F. (2019). Heterodimeric Rifampicin–Tobramycin conjugates break intrinsic resistance of Pseudomonas aeruginosa to doxycycline and chloramphenicol in vitro and in a Galleria mellonella in vivo model. European Journal of Medicinal Chemistry, 174, 16–32. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.ejmech.2019.04.034
Using Advanced Drug Delivery Systems (pp. 57–95) https://doi.org/10.1016/B978-0-12-820658-4.00004-2
Olusanya, T. O. B., Haj Ahmad, R. R., Ibegbu, D M., Smith, J. R., Elkordy, A. A. (2018). Li
posomal Drug Delivery Systems and Anticancer Drugs. Molecules (Basel, Switzerland), 23(4) https://doi.org/10.3390/molecules23040907
Im, J. H., Baek, J. H., Kwon, H. Y., Lee, J.-S. (2015). Incidence and risk factors of linezolid-induced lactic acidosis. International Journal of Infectious Diseases: IJID: Official Publication of the International Society for Infectious Diseases, 31, 47–52. https://doi.org/10.1016/j.ijid.2014.12.009
Karlowsky, J. A., Zhanel, G. G. (1992). Concepts on the use of liposomal antimicrobial agents: applications for aminoglycosides. Clinical Infectious Diseases: An Official Publication of the Infectious Diseases Society of America, 15(4), 654–667. https://doi.org/10.1093/clind/15.4.654
Kemenkes RI. (2019). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis. Kementrian Kesehatan Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI. (2021). Laporan Program Penanggulangan Tuberkulosis Tahun 2021.
Khan, A. A., Allemailem, K. S., Almatroodi, S. A., Al-matroudi, A., Rahmani, A. H. (2020). Recent strategies towards the surface modification of liposomes: an innovative approach for different clinical applications. 3 Biotech, 10(4), 163. https://doi.org/10.1007/s13205-020-2144-3
Kleinnijenhuis, J., Oosting, M., Joosten, L. A. B., Ne-tea, M. G., Van Crevel, R. (2011). Innate immune recognition of Mycobacterium tuberculosis. Clinical Developmental Immunology, 2011, 405310. https://doi.org/10.1155/2011/405310
Lamb, G. S., Starke, J. R. (2017). Tuberculosis in Infants and Children. Microbiology Spectrum, 5(2). https://doi.org/10.1128/microbiolspec.TNMI7-0037-2016
Lee, S. H. (2016). Tuberculosis Infection and Latent Tuberculosis. Tuberculosis and Respiratory Diseases, 79(4), 201–206.
https://doi.org/10.4046/trd.2016.79.4.201 Luies, L., du Preez, I. (2020). The Echo of Pulmonary Tuberculosis: Mechanisms of Clinical Symptoms and Other Disease-Induced Systemic Complications. Clinical Microbiology Reviews, 33(4). https://doi.org/10.1128/CMR.00036-20
Manca, M. L., Valenti, D., Sales, O. D., Nacher, A., Fad-da, A. M., Manconi, M. (2014). Fabrication of polyelectrolyte multilayered vesicles as inhalable dry powder for lung administration of rifampicin. International Journal of Pharmaceutics, 472(1–2), 102–109. https://doi.org/10.1016/j.ijpharm.2014.06.009
Mikušová, K., Ekins, S. (2017). Learning from the past for TB drug discovery in the future. Drug Discovery Today, 22(3), 534–545.
https://doi.org/10.1016/j.drudis.2016.09.025
Mishra, B., Singh, J. (2020). Novel drug delivery systems and significance in respiratory diseases. In Targeting Chronic Inflammatory Lung Diseases
Patil-Gadhe, A. A., Kyadarkunte, A. Y., Pereira, M., Jeju-rikar, G., Patole, M. S., Risbud, A., Pokharkar, V. B. (2014). Rifapentine-proliposomes for inhalation: in vitro and in vivo toxicity. Toxicology International, 21(3), 275–282. https://doi.org/10.4103/0971-6580.155361
Patil, J. S., Devi, V. K., Devi, K., Sarasija, S. (2015). A novel approach for lung delivery of rifampicin-loaded liposomes in dry powder form for the treatment of tuberculosis. Lung India: Official Organ of Indian Chest Society, 32(4), 331–338. https://doi.org/10.4103/0970-2113.159559
Pinheiro, M., Lúcio, M., Lima, J. L. F. C., Reis, S. (2011). Liposomes as drug delivery systems for the treatment of TB. Nanomedicine (London, England), 6(8), 1413–1428. https://doi.org/10.2217/nnm.11.122
Pires, D., Mandal, M., Pinho, J., Catalão, M. J., Almeida, A. J., Azevedo-Pereira, J. M., Gaspar, M. M., Anes, E. (2023). Liposomal Delivery of Saquinavir to Macrophages Overcomes Cathepsin Blockade by Mycobacterium tuberculosis and Helps Control the Phagosomal Replicative Niches. International Journal of Molecular Scien-
ces, 24(2). https://doi.org/10.3390/ijms24021142
Pires, D., Marques, J., Pombo, J. P., Carmo, N., Bettencourt, P., Neyrolles, O., Lugo-Villarino, G., Anes, E. (2016). Role of Cathepsins in Mycobacterium tuberculosis Survival in Human Macrophages. Scientific Reports, 6, 32247. https://doi.org/10.1038/srep32247
Singh, A., Prasad, R., Balasubramanian, V., Gupta, N., Gupta, P. (2015). Prevalence of adverse drug reaction with first-line drugs among patients treated for pulmonary tuberculosis. Clinical Epidemiology and Global Health, 3, S80–S90. https://doi.org/10.1016/j.cegh.2015.10.005
Unissa, A. N., Subbian, S., Hanna, L. E., Selvaku-mar, N. (2016). Overview on mechanisms of isoniazid action and resistance in Mycobacterium tuberculosis. Infection, Genetics and Evolution: Journal of Molecular Epidemiology and Evolutionary Genetics in Infectious Diseases, 45, 474–492. https://doi.org/10.1016/j.meegid.2016.09.004
WHO. (2016). WHO treatment guidelines for drug- resistant tuberculosis 2016. October.
World Health Organization. (2022). Annual Report of Tuberculosis. In Annual Global
TB Report of WHO (Vol. 8, Issue 1).
https://www.who.int/teams/global-tuberculosis-programme/tb-reports/global-tuberculosis-report-2022 %0Ahttps://www.who.int/teams/global-tuberculosis-programme/tb-reports/global-tuberculosis-report-2022: :text=context of global
PARAMESWARI DAN SRIWIDODO
131
Discussion and feedback