Aktivitas Penangkapan Radikal 2,2-difenil-1-pikril hidrazil Fraksi Terhidrolisis Asam Daun Duwet (Syzigium cumini L.) dan Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus)
on
JURNAL FARMASI UDAYANA | pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607 | VOL. 12, NO. 2, 2023
https://doi.org/10.24843/JFU.2023.v12.i02.p05
Aktivitas Penangkapan Radikal 2,2-difenil-1-pikril hidrazil Fraksi Terhidrolisis Asam Daun Duwet (Syzigium cumini L.) dan Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus)
Tatang Irianti1, Intan Farida Yasmin2, Ratih Dwi Astuti3 dan Hari Purnomo1
-
1 Departemen Kimia Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
-
2 Fakultas Kesehatan, Universitas YARSI, Jakarta, Indonesia
-
3 Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Indonesia
Reception date of the manuscript: 16 Mei 2023
Acceptance date of the manuscript: 23 November 2023
Publication date: 31 Januari 2024
Abstract— Plants contain secondary metabolites, including flavonoids, whose molecules are still bound to glycosides or are not free molecules. Hydrolysis treatment to form free molecules in this study is expected to increase antioxidant activity. The antioxidant activity test used the 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) radical scavenger test. The value of Inhibitory Concentration 50 % (IC50) obtained will show the antioxidant activity of the acid hydrolyzed water fraction of duwet (Syzigium cumini L.) leaf and the insoluble hexane fraction of jackfruit (Artocarpus heterophyllus) leaf acid hydrolysis. The results of the hydrolysis of the water fraction of duwet leaves and the insoluble fraction of jackfruit leaf hexane were measured for their antioxidant activity by DPPH radical scavenging test using UV-Vis spectrophotometer. To identify compounds in the water fraction and insoluble hexane fraction that act as antioxidants, qualitative analysis was used TLC and determined total phenolic compounds and flavonoids. The highest antioxidant activity of duwet leaves was in the hydrolyzed water fraction for 3 hours, while in jackfruit leaves the insoluble hexane fraction was hydrolyzed for 3 hours. Thus, the hydrolysis carried out in this study was able to increase the antioxidant activity.
Keywords—Duwet leaf (Syzigium cumini L.); jackfruit leaf (Artocarpus heterophyllus); DPPH; acid hydrolysis; radical scavenging
Abstrak— Tumbuhan mengandung metabolit sekunder, termasuk flavonoid, yang molekulnya masih terikat pada glikosida atau bukan molekul bebas. Pada penelitian ini dilakukan perlakuan hidrolisis membentuk molekul bebas diharapkan dapat meningkatkan aktivitas antioksidan. Uji aktivitas antioksidan menggunakan uji penangkal radikal 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH). Nilai Inhibitory Concentration 50 % (IC50) yang diperoleh akan menunjukkan aktivitas antioksidan dari hidrolisis asam fraksi air daun duwet (Syzigium cumini L.) dan hidrolisis asam fraksi tidak larut heksana daun nangka (Artocarpus heterophyllus). Hasil hidrolisis fraksi air daun duwet dan fraksi tidak larut heksana daun nangka diukur aktivitas antioksidannya dengan uji penangkal radikal DPPH menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Untuk mengidentifikasi senyawa dalam fraksi air dan fraksi tidak larut heksana yang berperan sebagai antioksidan, dilakukan analisis kualitatif dengan KLT dan penentuan total senyawa fenolik dan flavonoid. Aktivitas antioksidan daun duwet tertinggi terdapat pada fraksi air terhidrolisis selama 3 jam, sedangkan daun nangka pada fraksi tidak larut heksana terhidrolisis selama 3 jam. Dengan demikian, hidrolisis yang dilakukan pada penelitian ini mampu meningkatkan aktivitas antioksidan.
Kata Kunci—Daun duwet (Syzigium cumini L.); daun nangka (Artocarpus heterophyllus); DPPH; hidrolisis asam; aktivitas penangkapan radikal
Antioksidan berperan dalam pertahanan diri terhadap penyakit kardiovaskular, kanker, arthritis, asma dan diabetes [1]. Sumber antioksidan eksternal seperti dapat membantu melawan stres oksidatif. Namun, antioksidan sintetik seperti butylated hydroxyanisole (BHA) dan butylated hydroxytoluene (BHT) telah dilaporkan berbahaya bagi kesehatan manusia.
Penulis koresponden: Irianti, intanti@ugm.ac.id
Seperti yang dicatat oleh Ito et al. dalam Anggraini [2], tumor dan kanker dapat dipicu oleh penggunaan BHA dan BHT. Oleh karena itu, pencarian senyawa alami yang efektif dan aman sebagai antioksidan semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Aktivitas antioksidan pada tanaman disebabkan oleh keberadaan senyawa flavon, isoflavon, flavonoid, antosianin, li-gan kumarin, katekin dan isokatekin. Senyawa kimia yang terkandung dalam daun duwet (Syzgium cumini L.) antara lain alkaloid, fenolik, flavonoid, tanin, triterpenoid, monoterpen dan minyak atsiri. Syzgium cumini L. juga mengan-
dung β -sistosterol, myresetin, myrisetin, dan flavonol glikosida. Minyak atsiri yang terkandung diantaranya seperti myr-tenol, asam ellagic, isoquarcetin, quarcetin, dan campferol. Studi tentang fitokimia seperti ß-sistosterol, asam betulinic, myristin, myrisetin, quarcetin, tannin, campferol, isoquarce-tin diyakini memiliki aktivitas antiinflamasi, antibakteri, antioksidan, dan pencegahan kerusakan DNA [3]. Uji aktivitas penangkap radikal DPPH pada ekstrak daun duwet memberikan nilai IC50 sebesar 12,84 µ g/mL. Penelitian aktivitas penangkap radikal DPPH juga dilakukan oleh Marliani [4] menunjukkan bahwa ekstrak daun duwet lebih aktif daripada buah duwet (319,89 µ g/mL).
Daun nangka (Artocarpus heterophyllus) mengandung metabolit sekunder yang dapat digunakan sebagai antioksidan alami. Berdasarkan penapisan fitokimia senyawa dalam esktrak daun nangka antara lain yaitu flavonoid, tanin, saponin, alkaloid dan steroid [5]. Daun nangka dilaporkan oleh Adnyani [6] memiliki kemampuan untuk menangkap radikal berdasarkan uji aktivitas DPPH pada ekstrak daun nangka menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat dan etanol menghasilkan nilai IC50 berturut-turut sebesar 35,57 ppm; 48,84 ppm; dan 12,65 ppm. Flavonoid tanaman biasanya masih berikatan dengan glikosidanya. Po-korni dkk. dalam Irianti dkk. [7] menyatakan bahwa ikatan glikosida dalam flavonoid kurang efektif dibandingkan bentuk aglikon. Etil asetat dapat melarutkan senyawa dengan sifat semipolar seperti aglikon flavonoid [8]. Untuk mendapatkan flavonoid yang bebas diperlukan perlakuan pemutusan ikatan dengan glikosida, salah satunya dengan cara hidrolisis. Menurut Irianti [9],[10], aktivitas penangkapan radikal DPPH dapat ditingkatkan melalui hidrolisis fraksi air batang brotowali, buah talok dan daun mengkudu. Hal ini karena proses hidrolisis menghasilkan aglikon flavonoid dari bentuk glikosidanya. Proses hidrolisis dapat dilakukan dalam kondisi asam atau basa sehingga dan menghasilkan posisi pemutusan yang berbeda pada glikosida-O-flavonoid. Penelitian oleh Sani [11] melaporkan bahwa rendemen ekstrak GBR (Germinated Brown Rice) terhidrolisis asam lebih tinggi dibandingkan dengan GBR terhidrolisis basa.
Berdasarkan tinjauan sebelumnya pada daun duwet dan nangka, ditemukan bahwa belum pernah dilakukan penelitian baik fraksi air maupun fraksi tidak larut heksana terhi-drolisis. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan aktivitas penangkap radikal DPPH dari hirolisis asam fraksi air daun duwet dan hidrolisis asam fraksi tidak larut heksana daun nangka. Dengan hidrolisis asam fraksi air daun duwet dan fraksi tidak larut heksana daun nangka, diharapkan flavonoid aglikon terlepas dari bentuk glikosidanya, sehingga meningkatkan aktivitas antioksidan. Aktivitas penangkap radikal diamati dari nilai IC50 yang diperoleh dengan uji penangkap radikal DPPH.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan yaitu daun duwet (Syzigium cumini L.), daun nangka (Artocarpus heterophy-llus), 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH) (Sigma-Aldrich), etanol teknis 96 %, n-heksana, etil asetat , etanol p.a. (Merck), aquadest, metanol p.a. (Merck), kloroform p.a., asam format p.a., plat silika 60 F254 (Merck), quercetin (Sigma-Aldrich), HCl 2N (Merck), kertas saring, aluminium foil, serta 5 jenis penampak bercak yaitu AlCl3, FeCl3,
DPPH, amonia, dan sitroborate.
Metode Serbuk kering simplisia sebanyak 1000 g dima-serasi dengan 2,5 L etanol 96 % (teknis) dan diaduk berulang kali. Filtrat dipisahkan dari ampasnya kemudian diuapkan untuk mendapatkan ekstrak kental. Kemudian dilakukan fraksinasi sehingga didapatkan 3 fraksi yaitu heksana, etil asetat dan air. Pertama, ektrak kental difraksinasi menggunakan n-heksana kemudian filtrat diuapkan sebagai fraksi hek-sana. Kedua, fraksi n-heksana yang tidak larut difraksinasi dengan etil asetat. Filtrat diuapkan sebagai fraksi etil asetat. Ketiga, Fraksi etil asetat yang tidak larut disebut sebagai fraksi air. Metode hidrolisis asam dilakukan berdasarkan penelitian Wang et al. dalam Irianti [10] dengan modifikasi. Ekstrak padat dilarutkan dengan 50 mL HCl 2 N dan 50 mL etanol 96 %. Kemudian direfluks selama 10 menit, 1 jam, dan 3 jam. Hasil refluks kemudian dipartisi dengan 40 mL etil asetat. Terdapat dua fase, yaitu fase larut etil asetat di bagian atas dan fase padat tidak larut etil asetat. Fasa larut etil asetat disaring dengan natrium sulfat anhidrat kemudian diuapkan hingga diperoleh larutan kental. Penentuan kadar fenol total pada ekstrak etanol, fraksi hekasana, air, etil asetat dan fraksi terhidrolisis dilakukan dengan metode spektrofotometri dengan pereaksi Folin-Ciocalteu. Perbandingan yang digunakan adalah asam galat. Sedangkan total flavonoid dilakukan dengan metode spektrofotometri dengan pereaksi AlCl3 sebagai senyawa kompleks. Perbandingan yang digunakan adalah quercetin. Pengujian kandungan senyawa dilakukan dengan Uji KLT menggunakan silika gel 60 F254 sebagai fase diam dan kloroform-etil asetat-metanol dengan perbandingan 5:1:0,5 v/v sebagai fase gerak. Sampel uji yang digunakan adalah ekstrak etanol, fraksi etil asetat, fraksi air, fraksi terhidrolisis dengan konsentrasi 5 mg/mL. Bintik-bintik yang muncul diamati pada sinar tampak, UV254, dan UV366. Untuk mendeteksi adanya flavonoid digunakan uap amonia (NH3), reagen semprot AlCl3, reagen semprot sitroborat, dan reagen semprot DPPH. Metode DPPH digunakan dalam uji aktivitas antioksidan. Perbandingan yang digunakan adalah quercetin. Cairan induk dari ekstrak etanol dan fraksi lainnya dilarutkan dalam metanol p.a. untuk mendapatkan konsentrasi 5 mg/mL, kemudian dibuat larutan seri dengan konsentrasi tertentu. Larutan uji dengan variasi volume ditambahkan larutan DPPH 0,4 mM 1 mL dan metanol p.a. sampai volume 5 mL. Penyerapan masing-masing larutan uji dibaca setelah inkubasi untuk waktu yang diperoleh dari penentuan waktu operasi. Pembacaan absorpsi dilakukan pada panjang gelombang DPPH maksimum yang diketahui dengan blanko metanol p.a. Setelah itu, serapan kontrol warna juga dibaca. Sebelum proses pembacaan, terlebih dahulu dilakukan pembacaan kontrol negatif absorpsi dibaca berisi campuran DPPH 0,4 mM sebanyak 1 mL dan metanol p.a. sebanyak 4 mL.
Proses ekstraksi dengan metode maserasi diperoleh filtrat kental dari daun duwet seberat 79,70 g (rendemen 7,97 %) dan daun nangka seberat 34,40 g (rendemen 3,44 %). Metode padat cair digunakan pada fraksinasi daun duwet dan nangka. Fraksi n-heksana pada daun duwet diperoleh dengan berat 6,10 gram (rendemen 7,65 %), fraksi etil asetat dengan berat 17,30 gram (rendemen 21,71 %), dan fraksi air dengan berat 25,40 gram (rendemen 31,87 %). Sedangkan pada daun nangka diperoleh hasil pada fraksi heksana dengan be-
rat 18,00 gram (rendemen 52,33 %), fraksi etil asetat dengan berat 3,80 gram (rendemen 11,05 %), dan fraksi air dengan berat 14,40 gram (41,86 %). Fraksi air terhidrolisis selama 10 menit pada daun duwet diperoleh dengan berat 1,60 gram (rendemen 40,00 %), fraksi air terhidrolisis 1 jam diperoleh dengan berat 3,57 gram (rendemen 89,25 %), dan fraksi air terhidrolisis 3 jam diperoleh dengan berat 2,83 gram (rendemen 70,75 %). Fraksi tidak larut heksana terhidrolisis dalam 10 menit daun nangka diperoleh dengan berat 0,34 gram (rendemen 11,33 %), fraksi tidak larut heksana terhidrolisis dalam 1 jam diperoleh dengan berat 0,32 gram (rendemen 10,67 %), dan fraksi tidak larut heksana larut dihidrolisis selama 3 jam diperoleh berat 0,45 gram (rendemen 15,00 %). Berdasarkan data pada tabel 1 dan tabel 2, total fenolik tertinggi pada daun duwet adalah ekstrak etanol, sedangkan total fenolik tertinggi pada daun nangka adalah fraksi tidak larut heksana terhidrolisis selama 3 jam. Sedangkan hasil uji flavonoid total menunjukkan bahwa flavonoid total tertinggi pada daun duwet adalah fraksi air terhidrolisis selama 3 jam, sedangkan daun nangka adalah fraksi tidak larut heksa-na terhidrolisis selama 3 jam. Hasil uji KLT setelah disemprot dengan DPPH dan diamati menggunakan sinar tampak pada daun duwet ditunjukkan pada Gambar 1. Sedangkan pada daun nangka ditunjukkan pada Gambar 2.
Uji penangkal radikal bebas menggunakan metode DPPH. Panjang gelombang maksimum yang digunakan berdasarkan hasil pemindaian yang dilakukan adalah 516 nm. Pembacaan operating time dilakukan selama 60 menit dan dihasilkan pembacaan operating time 30 menit. Nilai IC50 untuk masing-masing fraksi daun duwet dan nangka ditunjukkan pada tabel 1 dan tabel 2.
Senyawa fenolik serumpun dengan golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan. Senyawa ini berperan sebagai penghambat radikal bebas, pengkhelat logam, penghambat lipoksigenase, dan penangkal radikal bebas. Disisi lain, Flavonoid bersifat soluble dan diklasifikasikan sebagai senyawa fenolik karena dapat berubah warna dengan jelas ketika ditambahkan ke basa atau amonia, baik dalam kromatogram maupun dalam larutan. Flavonoid menunjukkan serapan pita yang kuar saat dianalisis pada daerah UV-Vis hal ini dikarenakan kandungan sistem aromatik terkon-jugasi didalamnya [12]. Pengujian kandungan senyawa pada daun duwet dan nangka dilakukan dengan kromatografi lapis tipis. Menurut Sharma dan Janmeda [13], flavon, glikosida flavanon, favonol, dan isoflavon dapat dilihat sebagai bercak kuning kecoklatan di bawah cahaya tampak. Senyawa berwarna alami biasanya dapat dilihat dalam cahaya tampak, tetapi senyawa fluoresen hanya dapat dilihat dalam sinar UV. Untuk menemukan senyawa selain yang diamati dalam cahaya tampak, pengamatan dilakukan dengan menggunakan UV254 . Pengamatan di bawah UV254 bertujuan untuk melihat bercak-bercak yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Menurut Markham [13], flavonoid dapat dilihat sebagai bercak-bercak hitam yang meredam.
Flavonoid akan menunjukkan bercak-bercak gelap pada UV254, sedangkan pada UV366, bercak-bercak ini akan bersinar dalam warna kuning tua, hijau, atau biru [14]. Menurut Marston Hostettmann [15], flavonoid diidentifikasi sebagai bercak ungu, merah muda, dan oranye ketika diamati di ba-
wah sinar UV366. Selain itu, menurut Markham [13], flavon, glikosida flavanon, flavonol, dan isoflavon diidentifikasi sebagai bercak biru muda bila diamati di bawah sinar UV366. Perbedaan intensitas fluoresensi disebabkan oleh perbedaan konsentrasi senyawa pada masing-masing fraksi. Perbedaan Rf didasarkan pada seberapa polar senyawa tersebut. Jika fase diam bersifat polar dan sebaliknya fase gerak nonpolar maka semakin besar nilai Rf, menunjukkan senyawa tersebut semakin rendah sifat kepolaran senyawa tersebut.
Untuk mendeteksi adanya flavonoid, digunakan reagen AlCl3 , FeCl3, dan amonia. Menurut Markham [13], senyawa flavonoid berpendar hijau kekuning-kuningan bila dilihat di bawah sinar UV366, penyemprotan AlCl3 dapat menghasilkan bercak-bercak fluoresen hijau-kuning karena reaksinya dengan flavonoid gugus 5-hidroksi. Namun, pada kromato-gram daun duwet hanya ditemukan bercak fluoresen berwarna biru pada ekstrak etanol, fraksi etil asetat, dan fraksi air. Sedangkan fluoresensi kuning pada kromatogram daun nangka terjadi fluoresensi kuning menggunakan kuersetin sebagai perbandingan serta nampak fluoresensi berwarna ungu pada ekstrak etanol, fraksi etil asetat, fraksi air, fraksi tidak larut heksana terhidrolisis selama 10 menit, fraksi tidak larut hek-sana terhidrolisis selama 1 menit. jam, dan fraksi tidak larut heksana terhidrolisis selama 3 jam.
Penyemprotan dengan reagen FeCl3 memberikan reaksi dengan warna hijau, merah, ungu, biru, atau hitam yang menunjukkan adanya senyawa fenolik sederhana [16]. Munculnya bercak hitam pada daun duwet menunjukkan adanya senyawa flavonoid pada ekstrak etanol, fraksi etil asetat, fraksi air, dan fraksi air terhidrolisis. Hasil penyemprotan FeCl3 pada ekstrak etanol, fraksi etil asetat, fraksi air, fraksi tidak larut heksana terhidrolisis selama 10 menit, fraksi tidak larut heksana terhidrolisis selama 1 jam, dan fraksi tidak larut heksana terhidrolisis selama 3 jam pada daun nangka tidak menunjukkan adanya bercak. Oleh karena itu, senyawa feno-lik sederhana tidak terdeteksi. Munculnya warna hitam samar pada kuersetin yang merupakan pembanding memang seharusnya terjadi dan menunjukkan adanya fenol sederhana. Pengamatan dilakukan pada kromatogram daun duwet dan nangka setelah diuapi dengan amonia. Amonia merupakan reagen berperan untuk meningkatkan sensivitas pendeteksian dan menghasilkan perubahan warna khas sesuai struktur pada masing-masing senyawa. Perubahan warna ini dapat digunakan sebagai acuan untuk flavonoid, ketika dideteksi dengan UV366, daun nangka menunjukkan munculnya bercak-bercak kuning fluoresen pada fraksi tidak larut hek-sana terhidrolisis selama 10 menit dan 1 jam.
Pengujian senyawa sebagai antioksidan dapat dilakukan dengan cara menyemprotkan larutan DPPH pada plat KLT. Menurut Akar [17], senyawa penangkap radikal akan berubah warna menjadi kuning bila disemprot dengan DPPH. Berdasarkan kromatogram pada daun duwet terdapat bercak kuning dan kuning kecoklatan. Hal ini mengindikasikan adanya senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan pada ekstrak etanolik dan fraksinya. Fraksi etil asetat dan fraksi air daun duwet setelah hidrolisis muncul bercak kuning yang menunjukkan adanya aktivitas antioksidan pada kedua fraksi yang dihidrolisis. Sedangkan daun nangka tidak menunjukkan bercak kuning pada semua pengujian yang dilakukan. Flavonoid aglikon memiliki aktivitas antioksidan yang lebih besar daripada bentuk glikosidanya karena penghambatan
Gambar. 1: Kromatogram ekstrak etanol dan fraksinya pada daun duwet dengan silika gel fase diam 60 F254 dan fase gerak kloroform-etil asetat-metanol (5:1:1v/v) setelah disemprot dengan pereaksi DPPH diamati pada cahaya tampak Keterangan: a) Kuersetin, b) fraksi heksana, c) ekstrak etanol, d) fraksi etil asetat, e) fraksi air, f) kuersetin, g) fraksi air terhidrolisis selama 10 menit, h) fraksi air terhidrolisis selama 1 jam, i) fraksi air terhidrolisis selama 3 jam
Gambar. 2: Kromatogram ekstrak etanol dan fraksinya pada daun nangka dengan silika gel fase diam 60 F254 dan fase gerak kloroform-etil asetat-metanol (5:1:1v/v) setelah disemprot dengan pereaksi DPPH diamati pada cahaya tampak Keterangan: a) Kuersetin, b) fraksi heksana, c) ekstrak etanol, d) fraksi etil asetat, e) fraksi air, f) kuersetin, g) fraksi tidak larut heksana terhidrolisis selama 10 menit, h) fraksi tidak larut heksana terhidrolisis selama 1 jam, i) fraksi tidak larut heksana terhidrolisis 3 jam
Tabel 1: NILAI IC50, TOTAL FENOLAT DAN FLAVONOID DALAM EKSTRAK ETANOL DAUN DUWET DAN FRAKS INYA
Sampel |
IC50 (µg/mL) |
Total Fenolik (µ g/mL) |
Total Flavonoid (µg/mL) |
Ekstrak etanol |
43,91 |
70,01 |
8,20 |
Fraksi etil asetat |
33,27 |
51,90 |
16,49 |
Fraksi air |
91,34 |
30,67 |
1,09 |
Fraksi air terhidrolisis 10 menit |
36,02 |
48,23 |
9,51 |
Fraksi air terhidrolisis 1 jam |
34,84 |
68,58 |
14,34 |
Fraksi air terhidrolisis 3 jam |
28,39 |
69,31 |
19,60 |
Tabel 2: NILAI IC50 , TOTAL FENOLAT DAN FLAVONOID DALAM EKS TRAK ETANOL DAUN NANGKA DAN FRAKSINYA
Sampel |
IC50 (µg/mL) |
Total Fenolik (µ g/mL) |
Total Flavonoid (µ g/mL) |
Ekstrak etanol |
49,34 |
37,49 |
0,72 |
Fraksi etil asetat |
40,79 |
60,63 |
14,75 |
Fraksi air |
59,36 |
24,93 |
2,03 |
Fraksi tak larut heksan terhidrolisis 10 menit |
45,49 |
51,63 |
7,69 |
Fraksi tak larut heksan terhidrolisis 1 jam |
41,22 |
59,74 |
11,36 |
Fraksi tak larut heksan terhidrolisis 3 jam |
33,84 |
67,97 |
17,34 |
sterik oleh gugus glikosidanya. Penghalang sterik ini dapat menyebabkan adanya gugus berukuran besar yang mencegah gugus aktif antioksidan (flavonoid aglikon) bereaksi dengan oksidan. Dengan demikian, hidrolisis asam dalam fraksi tak larut heksana dan air dapat melepaskan aglikon flavonoid dari ikatan dengan glikosida tanaman.
Uji aktivitas antioksidan dilakukan pada masing-masing ekstrak dan fraksi dengan beberapa variasi konsentrasi. Semakin tinggi konsentrasi, semakin tinggi aktivitas penangkapan radikal. Larutan awal dengan warna ungu akan berubah menjadi kuning setelah penambahan sampel uji. Uji DPPH digunakan untuk mengukur sifat antioksidan suatu senyawa berdasarkan kemampuannya dalam menangkap radikal 2,2-difenil-1-pikrihidrazil (DPPH). Pada uji DPPH terjadi reaksi antara atom hidrogen yang dilepaskan oleh bahan yang diuji dengan molekul radikal DPPH membentuk senyawa berwarna kuning 1,1-difenil-2-pikrilhidrazin [18]. Kapasitas penangkapan radikal suatu senyawa biasanya dinyatakan dengan IC50 (konsentrasi penghambatan) atau EC50 (sebagai parameter efisiensi konsentrasi). Nilai IC50 merupakan nilai konsentrasi senyawa antioksidan yang dapat menurunkan konsentrasi awal radikal DPPH sebesar 50 % [19].
Uji DPPH dipilih karena kesederhanaan, kecepatan, dan instrumen dan bahan yang mudah didapat [20]. Pada penelitian ini juga digunakan kontrol warna yaitu nilai absorbansi senyawa tanpa penambahan larutan DPPH. Konsentrasi zat pengontrol warna disesuaikan dengan konsentrasi masing-masing sampel uji. Absorbansi kontrol warna dan kontrol HCL dalam penelitian ini adalah 0,00.
Nilai % penangkal radikal dengan deret konsentrasi fraksi dibuat persamaan regresi linier untuk menentukan nilai IC50. Semakin kecil nilai IC50 maka semakin besar aktivitas senyawa tersebut dalam menangkap radikal DPPH. Nilai IC50 masing-masing fraksi daun duwet dan nangka disajikan pada Tabel 1 dan 2. Berdasarkan tabel tersebut, aktivitas penangkap radikal ekstrak daun duwet dan nangka secara konsisten lebih rendah dibandingkan kuersetin, yaitu 0,50 µ g/mL. Hal ini dapat terjadi karena ekstrak dan fraksi bukan merupakan senyawa tunggal, melainkan campuran yang memiliki aktivitas penangkap radikal atau tidak.
Analisis kuantitatif seperti uji DPPH perlu diuji linieritas dan presisinya. Linearitas mengukur korelasi yang signifikan antara dua besaran yang diukur, dalam hal ini konsentrasi dan % dari perangkap radikal DPPH. Suatu persamaan dikatakan memiliki linieritas yang baik jika nilai liniernya mendekati 1 atau -1. Dalam penelitian ini, linearitas semua fraksi lebih besar dari 0,9 menunjukkan bahwa linearitasnya baik.
Tabel 1 dan 2 menunjukkan bahwa nilai TFC (Total Flavonoid Content) dan TPC (Total Phenolic Content) cenderung meningkat selama hidrolisis dan menurun sebagai indikator aktivitas antioksidan. Semakin lama hidrolisis (untuk penelitian ini) semakin baik aktivitas antioksidannya. Aktivitas antioksidan sebelum hidrolisis berhubungan dengan kandungan total senyawa fenolik. Jika nilai total fenolik tinggi, aktivitas antioksidan yang diukur sebelum hidrolisis akan lebih tinggi. Sedangkan aktivitas antioksidan setelah hidrolisis berhubungan dengan total flavonoid. Jika nilai total flavonoid tinggi, aktivitas antioksidan yang diukur setelah hidrolisis akan lebih tinggi (nilai IC50 menurun).
Aktivitas antioksidan daun duwet tertinggi terdapat pada fraksi air terhidrolisis selama 3 jam (IC50 28,39 µ g/mL, total fenolik 69,31 µg/mL, dan total flavonoid 19,60 µ g/mL) dan daun nangka pada fraksi tak larut heksana terhidrolisis selama 3 jam (IC50 33,84 µ g/mL, total fenolik 67,97 µ g/mL, dan total flavonoid 17,34 µ g/mL). Dengan demikian, hidrolisis asam fraksi air selama 3 jam ekstrak etanol daun duwet dan hidrolisis asam fraksi tidak larut heksana selama 3 jam ekstrak etanol daun nangka mampu meningkatkan aktivitas antioksidan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rekognisi Tugas Akhir (RTA) UGM tahun 2020 yang telah mendanai penelitian ini.
-
[1] Stanner, S., Weichselbaum, E. (2013). Encyclopedia of Human Nutrition. Academic Press.
-
[2] Anggraini, T. (2017). Sumber Antioksidan Alami. Padan. Penerbit Erka.
-
[3] Koop, B. L., Knapp, M. A., Luccio, M. D., Pinto, V. Z., Tormen, L., Valencia, G. A., Monteiro, A. R. (2021). Bioactive Compounds from Jambolan (Syzygium cu-mini (L.)) Extract Concentrated by Ultra- and Nanofiltration: a Potential Natural Antioxidant for Food. Plant Foods for Human nutrition, 76, 90-97.
-
[4] Devi, P. S. S., Kumar, N. S., Sabu, K. K. (2021). Phytochemical profiling and antioxidant activities of different parts of Artocarpus heterophyllus Lam. (Mo-raceae): A review on current status of knowledge. Future Journal of Pharmaceutical Sciences. 7(30). https://doi.org/10.1186/s43094-021-00178-7
-
[5] Marianne, Yuandani, Rosnani. (2011). Antidiabetic Activity from Ethanol Extract of Kluwih’s Leaf (Artocarpus camansi). Jurnal Natural. 11(2), 64-68.
-
[6] Adnyani, N. M. R. C., Parwata, I. M. O. A., Negara, I. M.
S. (2016). Potensi Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus Lam.) sebagai Antioksidan Alami. Jurnal Kimia. 10(2), 162-167.
-
[7] Irianti, T., Puspitasari, A., Suryani, E., (2011). Aktivitas Penangkapan Radikal 2-2’ Difenil-1-Pikril Hidra-zil Oleh Ekstrak Etanolik Batang Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers) dan Fraksi-fraksinya. Majalah Obat Tradisional. 16(3), 139-146.
-
[8] Irianti, T., Purnomo, H., Kuswandi, Nuranto, S., Kanistri, D. N., Murti, Y. B., Farida, S. (2019). Uji Penangkapan Radikal 2,2-Difenil-1-Pikrilhidrazil oleh Ekstrak Etanol Bunga Kecombrang (Nicolaia Speciosa (Bl.) Horan) dan Buah Talok (Muntingia calabura L.). Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia. 12(1), 41-53.
-
[9] Irianti, T., Puspitasari, A., Machwiyyah, L., Rabbani, H. R. (2015). Aktivitas Penangkapan Radikal 2-2’ Difenil-1-Pikril Hidrazil (DPPH) Ekstrak Etanolik Daun Mengkudu (Morinda citrifolia L.), dan Batang Brotowali (Ti-nospora crispa (L.), Fraksi Air dan Fraksi Air Terhidro-lisis. Traditional Medicine Journal. 20(3), 140-148.
-
[10] Irianti, T., Murti, Y. B., Kanistri, D. N., Pratiwi, D. R., Kuswandi, Kusumaningtyas, R. A. (2016). Pengaruh Hidrolisis Asam-Basa terhadap Aktivitas Penangkapan
Radikal 2- 2’ Difenil-1-Pikril Hidrazil (DPPH) Fraksi Air dari Ekstrak Buah Talok (Muntingia calabura L.). Traditional Medicine Journal. 21(1), 38-47.
-
[11] Sani, I. M., Iqbal, S., Chan, K. W., Ismail, M. (2012). Effect of acid and base catalyzed hydrolysis on the yield of phenolics and antioxidant activity of extracts from germinated brown rice (GBR). Molecules. 17(6), 758494.
-
[12] Harborne, J. B. (1998). Phytochemical Methods A Guide to Modern Techniques of Plant Analysis. Germany. Springer Science Business Media.
-
[13] Sharma, V., Janmeda, P. (2017). Extraction, isolation and identification of flavonoid from Euphorbia neriifo-lia leaves. Arabian Journal of Chemistry. 10(4), 509514. https://doi.org/10.1016/j.arabjc.2014.08.019
-
[14] Wagner, H., Badt, S. (1996). Plant Drug Analysis Chro-mathography Atlas. Germany. Springer Science Business Media
-
[15] Marston, A., Hostettmann, K. (2006). In: Flavonoids Chemistry, biochemistry and applications. Andersen MM, Markham KR, editors. Taylor Francis Group
-
[16] Harborne, J. B. (1986). Nature, distribution and function of plant flavonoids. Prog. Clin. Biol. Res. 213, 15–24.
-
[17] Akar, Z., Kucuk, M., Dogan, H. (2017). A new colorimetric DPPH scavenging activity method with no need for a spectrophotometer applied on synthetic and natural antioxidants and medicinal herbs. J Enxyme Inhib Med Chem. 32(1), 640-647. doi:10.1080/14756366.2017.1284068.
-
[18] Samsul, N. R., Johanneas, E., Syahribulan. (2021). Analysis of Antioxidant Content in Pollen and Honey Produced by Bees Trigona spp At Several Locations In South Sulawesi. International Journal of Applied Biologi. 6(1), 26-37.
-
[19] Olugbami, J. O, Gbadegesin, M. A, Odunola, O. A. (2014). In vitro evaluation of the antioxidant potential, phenolic and flavonoid contents of the stem bark ethanol extract of Anogeissus leiocarpus. Afr J Med Med Sci. 43(1), 101-109.
-
[20] Nurhasnawati, H., Sundu, R., Sapri, Supriningrum, R., Kuspradini, H., Arung, E. T. (2019). Antioxidant activity, total phenolic and flavonoid content of several indigenous species of ferns in East Kalimantan Indonesia. 20(2), 576-580.
IRIANTI DKK
111
Discussion and feedback