Perbandingan Ketepatan Model Logit Dan Probit Dalam Memprediksi Kecenderungan Tingkat Hunian Kamar Usaha Akomodasi Di Bali 2010
on
JEKT ♦ 6 [1] : 62 - 66
ISSN : 2301 - 8968
Perbandingan Ketepatan Model Logit dan Probit Dalam Memprediksi Kecenderungan Tingkat Hunian Kamar Usaha Akomodasi di Bali 2010
Esthisatari Nawangsih*)
Badan Pusat Statistik Provinsi Bali
I K.G. Bendesa
Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas Udayana
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran usaha akomodasi di Bali dan faktor-faktor yang secara statistik signifikan mempengaruhi kecenderungan tingkat hunian kamar, yang merupakan indikator produktivitas usaha akomodasi dengan menggunakan persamaan model regresi logit dan probit. Selanjutnya kedua model tersebut dibandingkan ketepatannya untuk memperoleh model yang lebih baik. Hasil penelitian terhadap 1.785 usaha akomodasi di Bali menunjukkan bahwa terdapat perbedaan karakteristik yang signifikan antar jenis akomodasi yang berbeda ditinjau dari berbagai segi, seperti jenis, status chain, dan letak usaha akomodasi. Dari sepuluh variabel yang dihipotesiskan berpengaruh terhadap tingkat hunian, ternyata terdapat enam variabel yang secara statistik berpengaruh secara signifikan, yaitu jumlah tenaga kerja, jumlah tempat tidur, status chain perusahaan, keanggotaan asosiasi, lokasi, dan letak kabupaten/kota. Model logit dan probit masing-masing menunjukkan 73,39 persen dan 72,94 persen ketepatan estimasi. Karena tingkat ketepatannya lebih tinggi, model logit lebih tepat digunakan untuk memprediksi kecendrungan tingkat hunian kamar suatu usaha akomodasi di Bali.
Kata kunci: tingkat hunian kamar, model logit, model probit
Comparation of Logit and Probit Models’ Accuracy on Predicting Accomodation Occupancy Rate Tendency in Bali 2010
ABSTRACT
The aim of this research is to describe how accomodation in Bali looks like and what factors that statistically significant affect accomodation’ѕ room occupancy rate which is the indicator of accomodation productivity with logit and probit equations. Those models then compared to know which one is more precise. The result of this research involving 1.785 accomodations in Bali shows that there is a significant difference among accomodations viewed in different angles, like accomodation type, chain status, and location. From ten variables hipothyzed affecting accomodation’ѕ room occupancy rate, six of themare statistically significant. Those variables are number of workers, number of beds, chain status, association membership, location, and region. Logit and probit models each has 73,39% and 72,94% accuracy. Because of its higher accuracy, logit model is more precise to predict the tendency of accomodation room occupancy rate.
Keywords: room occupancy rate, logit model, probit model
PENDAHULUAN
Pertanian, yang dahulu merupakan sektor utama di indonesia sebagai negara agraris, dalam dua dekade terakhir kontribusinya terus mengalami penurunan. Bahkan pada tahun 2011, penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian hanya mencapai 35,86 persen, jauh menurun dibandingkan penyerapan tenaga kerja
pada tahun 80-an yang mencapai lebih dari 50 persen. Indonesia yang berhasil mecapai swasembada beras pada tahun 1985, saat ini harus mengimpor kebutuhan bahan makanan. Menurut BPS, selama semester pertama tahun 2011, Indonesia telah mengimpor bahan makanan yang nilainya mencapai US$ 5,36 milyar atau Rp 45 trilyun, dengan volume mencapai 11,33 juta ton. Setidaknya 28 bahan makanan diimpor
ke Indonesia, diantaranya beras, jagung, kedelai, dan lain sebagainya.
Berlawanan dengan sektor pertanian yang terus menurun, sektor lain seperti industri dan jasa justru mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Sektor industri yang hanya menyumbang 8 sampai 12 persen dari PDB pada tahun 80-an, pada tahun 2011 sektor tersebut meyumbang 24,28% dari PDB, yang merupakan kontribusi terbesar dibandingkan sektor lainnya. Seperti negara berkembang yang lain, Indonesia sedang mengalami transformasi dari sektor pertanian ke sektor industri, jasa, dan perdagangan. Fisher 1939) mengatakan bahwa saat perekonomian tumbuh, produksi mulai beralih dari sektor primer pertanian, perikanan, kehutanan, pertambangan) ke sektor sekunder industri dan konstruksi) dan sektor tersier jasa-jasa).
M enurut Opperan dan Chon 1 997), banyak negara berkembang telah menjadikan parwisata sebag ai sumber daya alternatif, meng gantikan sektor pertanian, yang kontribusinya sudah semakin berkurang. Sebagai tujuan pariwisata nomor satu di Indonesia, pada tahun 2010, 30 persen atau 19,58 trilyun dari PDB Bali didapatkan dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Guilding 2005) mengatakan bahwa salah satu indikator kunci performa akomodasi adalah tingkat hunian kamar. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat hunian kamar menjadi sesuatu yang penting untuk dikaji, karena semakin tinggi tingkat hunian kamar, semakin besar peluang untuk mendapatkan keuntungan yang lebih banyak pada suatu usaha akomodasi. Secara agregat, hal tersebut adalah suatu indikator dari pertumbuhan pada sektor pariwisata, yaitu berupa peningkatan pada pendapatan daerah melalui pajak, dan pertumbuhan sektor-sektor terkait, diindikasikan dengan meningkatnya Pendapatan Domestik Regional Bruto Provinsi Bali.
DATA DAN METODOLOGI
Data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari Pendataan Usaha Akomodasi yang dilaksanakan oleh BPS pada tahun 2011. Analisis yang digunakan adalah analisis kuantitatif, dengan analisis deskriptif dan inferensia. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan kondisi usaha akomodasi di Bali, sedangkan model logit dan probit digunakan untuk memprediksi kecenderungan tingkat hunian kamar suatu usaha akomodasi.
Regresi logistik adalah sebuah metode analisis statistik yang digunakan untuk menggambarkan hubungan anara variabel independen dan variabel dependen yang mempunyai dua atau lebih kategori,
dengan variabel independen yang berskala kategorik maupun interval Hosmer dan Lemeshow: 1989). Vasisht 2000) mengatakan bahwa regresi logistik adalah sebuah analisis univariate atau multivariat yang digunakan untuk memprediksi variabel dependen yaitu kemungkinan dari sebuah kejadian dengan menggunakan satu atau lebih variabel independen. Pendekatan regresi logistik digunakan karena metode analisis tersebut dapat menjelaskan hubungan antara variabel dependen dan independen yang tidak dapat dijelaskan dengan regresi biasa.
Regresi logistik terdiri dari dua jenis, yaitu regresi logistik biner dan regresi logistik multinomial. Regresi logistik biner mempunya sebuah variabel dependen yang dibag i men jadi dua kategori, sedangkan multinomial logistik mempunyai variabel dependen yang dibagi menjadi lebih dari dua kategori. Penelitian ini menggunakan regresi logistik biner, dengan variabel independen Y berskala biner, dan variabel independen X berskala kontinu, diskrete, dan kategorik.
Hampir sama dengan model logit, probit adalah sebuah teknik analisis untuk mengestimasi kemungkinan sebuah peristiwa dengan variabel independen yang berskala biner Vasisht: 2000). Berbeda dengan regresi logistik yang menggunakan fungsi logit, metode analisis probit menggunakan fungsi distribusi kumulatif (Cumulative Distribution Function). Kedua model sering digunakan untuk memprediksi kecenderungan peluang sebuah variabel independen. Secara kualitatif, kedua model menghasilkan output yang hampir sama Vasisht: 2000). Hann 2008) mengatakan bahwa hasil analisis kedua model adalah serupa, dan semakin besar jumlah sampel, akurasi dari model logit akan semakin meningkat.
Sebelum menggunakan kedua model, ada beberapa uji harus dilakukan, yaitu uji G, untuk menguji apakah ada pengaruh signifikan variabel-variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan, uji Wald untuk mengetahui apakah ada pengaruh setiap variabel dependen terhadap variabel independen secara parsial, dan uji Hosmer-Lemeshow untuk menguji kelayakan model.
V ariabel independen yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari variabel kontinu tarif kamar), variabel diskret jumlah pekerja, jumlah tempat tidur, dan jumlah fasilitas), dan variabel dummy berupa tipe akomodasi bintang [1], non bintang [0]), status pengusahaan chained [1], non chained [0]), keanggotaan asosiasi anggota [1], bukan anggota [0]), fasilitas reservasi online tersedia [1], tidak tersedia [0]), lokasi objek wisata [1], di luar objek wisata [0], dan letak Badung, Gianyar, dan Denpasar [1], lainnya [0]). Variabel dependen adalah
kecenderungan tingkat hunian kamar, 1 untuk tingkat hunian tinggi, dan 0 untuk tingkat hunian rendah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Usaha Akomodasi
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setiap usaha akomodasi di Bali mempunyai rata-rata 32-33 pekerja. Rata-rata tarif kamar per malam adalah Rp 477.804 dan setiap usaha akomodasi mempunyai 3738 tempat tidur. Sekitar 39,44 persen usaha akomodasi mempunyai fasilitas reservasi melalui interent. Sebanyak 31,93 persen akomodasi adalah anggota asosasi dan 92,61persennya adalah anggota PHRI. Persentase usaha akomodasi yang terletak di sekitar objek wisata adalah sebesar 50,36 persen. Setiap usaha akomodasi menyediakan sebanyak 5-6 fasilitas, dan 5,27 persen usaha akomodasi berstatus chained.
Terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara akomodasi bintang dan non bintang. Rata-rata jumlah pekerja di akomodasi bintang adalah sekitar 182-183 pekerja per akomodasi, sedangkan hanya terdapat rata-rata 13-14 pekerja pada akomodasi non bintang. Jumlah pekerja juga berbeda antara akomodasi chained dan non chained. Hotel berbintang rata-rata mempekerjakan 223-224 pekerja, dan akomodasi non chained hanya mempekerjakan 21-22 pekerja. Akomodasi yang terletak di Badung, Gianyar, dan Denpasar mempunyai 40-41 pekerja pada setiap akomodasi, sedangkan akomodasi di luar kabupaten/ kota tersebut rata-rata hanya mempunyai pekerja sebanyak 14-15 pekerja.
Tarif kamar akomodasi bintang dan non bintang berbeda cukup sig nifikan. Hotel non bintang mempunyai rata-rata tarif Rp 412.880 per malam, sementara hotel berbintang bertarif Rp 1.007.215 per malam. Akomodasi chained bertarif tiga kali lebih mahal dibandingkan dengan akomodasi non chained, yaitu Rp 4 26.902 per malam untuk akomodasi non chained, dan Rp 1.393.554 untuk akomodasi chained. Usaha akomodasi yang terletak di luar area objek wisata, mempunyai tarif yang lebih mahal dibandingkan akomodasi yang terletak di objek wisata, dimana rata-rata tarif untuk akomodasi yang terletak di luar objek wisata adalah sebesar Rp 607.873,
f ____ -- -- -- -- --
In—ζ= p + Pιworkers+ p. beds+p. status+p,association+p.location+p6region
sedangkan akomodasi yang terletak di objek wisata mempunyai rata-rata tarif sebesar Rp 349.623.
R ata-rata jumlah tempat tidur pada usaha akomodasi bintang adalah sebanyak 168-169 tempat tidur, jauh lebih banyak dibandingkan dengan akomodasi non bintang yang rata-rata jumlah tempat tidurnya adalah sebanyak 20-21 buah. Jumlah tempat tidur akomodasi yang terletak di Badung, Gianyar, dan Denpasar mempunyai rata-rata tempat tidur sebanyak 47-48 buah, dan akomodasi yang terletak di luar kabupaten/kota tersebut hanya mempunyai rata-rata tempat tidur sebanyak 16-17 buah untuk setiap akomodasi.
Banyaknya fasilitas di hotel berbintang adalah 14-15 fasilitas, sepuluh fasilitas lebih banyak dibandingkan dengan akomodasi non bintang yang hanya mempunyai rata-rata 4-5 fasilitas. Begitu juga dengan akomodasi chained dan non chained, dimana akomodasi chained mempunyai 15-16 fasilitas, sedangkan akomodasi non chained hanya mempunyai 4-5 fasilitas.
Model Logit dan Probit
Pengujian asumsi meng g unakan statistik G menunjukkan bahwa ada pengaruh paling tidak satu variabel independen terhadap variabel dependen pada model logit maupun probit dengan nilai G pada masing-masing model sebesar 293,50 dan 248,67, lebih besar dibandingkan nilai Chi-Square dengan derajat bebas 10 yang sebesar 15,987. Uji Wald mengindikasikan bahwa dari sepuluh faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap tingkat hunian kamar, enam variabel yang sama berpengaruh secara signifikan pada model logit dan probit, dengan p-value dibawah nilai signifikansi 0,1 pada kedua model. Variabel-variabel tersebut adalah jumlah pekerja, jumlah tempat tidur, status pengusahaan, keanggotaan asosiasi, lokasi, dan letak. Variabel yang tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat hunian kamar adalah tarif, jumlah fasilitas, jenis, dan reservasi online.
Uji Hosmer-Lemeshow menunjukkan bahwa kedua model tersebut layak, dengan nilai H-L 11,38 pada odel logit, dan 12,00 untuk model probit, lebih kecil dari nilai Chi-Square dengan derajat bebas 8 13,36). Persamaan regresi logistik seperti digambarkan pada persamaan 1), 2), dan 3).
(1)
p _
In—; =1.14-0.02 workers+0.03 beds-1.27status+0.29association+0.251ocation+0.32region
(2)
exρ(l.l 4-0.02 workers+0.03 beds-1.27status+0.29association+0.251ocation+0.32region)
(3)
P=-----------------------------------------------------------------------
l+exρ(l.l 4-0.02 workers+0.03 beds-1.2/status+0.29association+0.251ocation+0.32region)
Probit(P)=-0.63-0.Olworkers+0.Olbeds-0.62status+0.19 association+0.121ocation+0.23 region U)
Pada persamaan diatas, terlihat bahwa jumlah tempat tidur, keanggotaan asosiasi, lokasi, dan letak mempunyai koefisien positif, yang mengindikasikan bahwa empat factor tersebut mempunyai pengaruh positif terhadap kecenderungan tingkat hunian kamar. Jumlah pekerja dan status pengusahaan mempunyai koefisien negatif yang berarti variabel-variabel tersebut mempunyai dampak negative terhadap kecenderungan tingkat hunian kamar.
Pada regresi logistik, koefisien k' lebih mudah diinterpretasikan menggunakan odds ratio atau exp β ). Misalnya untuk koefisien P status pengusahaan sebesar -1,27, nilai exp -1,27) adalah sebesar 0,28. Untuk itu dapat diinterpretasikan bahwa akomdasi chained mempunyai kecenderungan 0,28 atau kurang lebih seperempat kali dibandingkan akomodasi non chained untuk mendapatkan tingkat hunian tinggi. NilaiP variabel letak yang sebesar 0,32 dengan nilai exp 0,32) sebesar 1,38, artinya bahwa akomodasi yang terletak di Badung, Gianyar, maupun Denpasar mempunyai kemungkinan 38 persen lebih tinggi untuk memperoleh tingkat hunian tinggi.
Model probit mempunyai enam variabel yang secara signifikan berpengaruh terhadap tingkat hunian kamar yaitu jumlah pekerja, jumlah tempat tidur, status pengusahaan, lokasi, dan letak. Model regresi probit adalah sebagai berikut:
Interpretasi model probit berbeda dari model logit. Probit(P) adalah nilai z dari fungsi kumulatif dari distribusi normal atau Cumulative Disribution Function CDF). Misalnya sebuah akomodasi dengan 32 pekerja, 51 tempat tidur, berstatus chained, anggota asosiasi, berlokasi di objek wisata, dan terletak di Badung, Gianyar, atau Denpasar mempunyai nilai probit sebesar -0,28, dengan nilai CDF sebesar 0,39, yang dapat diartikan bahwa kemungkinan usaha tersebut untuk memperoleh tingkat hunian tinggi adalah sebesar 39 persen.
Perbandingan Model Logit dan Probit
Tabel 1. Perbandingan Ketepatan Model Logit dan Probit
Es#mated Logit |
Es#mated Probit | |||||
Dep=0 |
Dep=1 |
Total |
Dep=0 |
Dep=1 |
Total | |
P(Dep=1 <=C |
880 |
256 |
1,136 |
865 |
249 |
1,114 |
P(Dep=1 >C |
219 |
430 |
649 |
234 |
437 |
671 |
Total |
1,099 |
686 |
1,785 |
1,099 |
686 |
1,785 |
Correct |
880 |
430 |
1,310 |
865 |
437 |
1,302 |
% Correct |
80.07 |
62.68 |
73.39 |
78.71 |
63.70 |
72.94 |
% Incorrect |
19.93 |
37.32 |
26.61 |
21.29 |
36.30 |
27.06 |
Sumber: Hasil Pengolahan Menggunakan EViews
letak kabupaten/kota bertanda positif.
Akurasi kedua model dapat dilihat dari ketepatan model tersebut dalam memprediksi kecenderungan tingkat h unian kamar. Tabel 1 memperlihatkan ketepatan variabel independen dalam memprediksi variabel dependen.
K edua model mengindikasikan akurasi yang hamper sama dalam memprediksi kecenderungan tingkat hunian kamar. Untuk model logit, dari 1.785 observasi, terdapat 475 atau 26,31 ketidak tepatan estimasi, terdiri dari 219 observasi yang diestimasi mempunyai tingkat hunian tinggi padahal sebenarnya rendah, dan 256 observasi yang diestimasi mempunyai tingkat hunian rendah padahal mempunyai tingkat hunian yang tinggi. Model probit menunjukkan 483 atau 27,06 persen estimasi yang tidak tepat, dengan 234 observasi yang diestimasi rendah padahal sebenarnya tinggi dan 249 observasi yang diestimasi tinggi padahal sebenarnya rendah.
Tabel 2 menunjukkan perbandingan estimasi antara model logit dan probit. Pada variabel jumlah pekerja, setiap penambahan satu pekerjaakan mengurangi kemungkinan mendapatkan tingkat hunian tinggi sebesar 0,44 persen pada model logit, dan 0,28 persen pada model probit. Setiap satu penambahan tempat tidur akan menambah kemungkinan sebesar 0,80 persen untuk mendapatkan tingkat hunian tinggi pada model logit, dan 0,5 persen pada model probit. Dibandingkan dengan akomodasi chained, akomodasi non chained mempunyai kemungkinan 30,38 persen lebih besar untuk mendapatkan tingkat hunian tinggi
Variabel-variabel yang signifikan mempengaruhi tingkat hunian kamar adalah sama pada kedua model, yaitu jumlah pekerja, jumlah tempat tidur, keanggotaan asosiasi, lokasi, dan letak. Tanda koefisien persamaan pada model probit maupun probit jug a sama. Jumlah pekerja dan status pengusahaan bertanda negatif, sedangkan jumlah tempat tidur, keanggotaan asosiasi, lokasi, dan
Tabel 2.Perbandingan Es#masi Peluang Model Logit dan Probit
Status |
Associa#on |
Loca#on |
Region |
Probability (%) | |||||
Workers |
Beds |
Chain=1 |
Member=1 |
a. area=1 |
B/G/D=1 |
Logit |
Probit | ||
Non=0 |
Non=0 |
Others=0 |
Others=0 |
Δp Logit |
Δp Probit | ||||
32 |
51 |
1 |
1 |
1 |
1 |
39.53 |
39.12 | ||
33 |
51 |
1 |
1 |
1 |
1 |
39.09 |
38.84 |
-0.44 |
-0.28 |
33 |
52 |
1 |
1 |
1 |
1 |
39.89 |
39.34 |
0.80 |
0.50 |
33 |
52 |
0 |
1 |
1 |
1 |
70.27 |
63.79 |
30.38 |
24.44 |
33 |
52 |
0 |
0 |
1 |
1 |
63.87 |
56.30 |
-6.40 |
-7.49 |
33 |
52 |
0 |
0 |
0 |
1 |
57.97 |
51.68 |
-5.90 |
-4.62 |
33 |
52 |
0 |
0 |
0 |
0 |
49.96 |
42.46 |
-8.01 |
-9.22 |
Sumber: Hasil Pengolahan Menggunakan MicrosoJ Excel
pada model logit dan 24,44 persen pada model probit.
Akomodasi yang merupakan anggota asosiasi mempunyai kemungkinan 6,40 persen lebih kecil dibandingkan akomodasi yang merupakan anggota asosiasi pada model logit, dan 7,49 persen pada model probit untuk mendapatkan tingkat hunian tinggi. Pada model logit, akomodasi yang terletak pada objek wisata akan menambah kemungkinan untuk mendapatkan tingkat hunian tinggi sebesar 5,90 persen, dan 4,62 persen pada model probit. Akomodasi yang terletak di Badung, Gianyar, atau Denpasar mempunyai kemungkinan 8,01 persen lebih besar untuk mendapatkan tingkat hunian tinggi pada model logit, dan 9,22 persen pada model probit dibandingkan akomodasi yang terletak di luar wilayah tersebut.
SIMPULAN
Jenis akomodasi yang berbeda menunjukkan perbedaan karakteristik. Perbedaan antara akomodasi bintang dan non bintang, juga perbedaan antara akomodasi chained dan non chained adalah bahwa akomodasi bintang dan chained mempunyai jumlah pekerja, jumlah tempat tidur, jumlah fasilitas yang lebih banyak dan tarif yang lebih tinggi. Tarif akomodasi yang berlokasi di objek wisata mempunyai tarif yang lebih rendah dibandingkan yang terletak di luar objek wisata. Rata-rata jumlah pekerja yang bekerja di akomodasi yang terletak di Badung, Gianyar, maupun Denpasar lebih banyak dibandingkan rata-rata jumlah pekerja akomodasi di luar wilayah tersebut.
Walaupun tidak terpaut jauh, model logit lebih tepat digunakan untuk memprediksi kecenderungan tingkat hunian kamar dibandingkan model probit. Estimasi menggunakan model logit menghasilkan 73,39 persen estimasi yang tepat, dan model probit menunjukkan 72,94 persen ketepatan estimasi. Mempekerjakan lebih banyak orang tanpa memperhatikan kualitas pekerja seperti pendidikan, pengalaman, pelatihan, dan penambahan factor produksi lainnya tidak akan meningkatkan produktivitas sebuah akomodasi.
SARAN
Penambahan jumlah tempat tidur memperbesar peluang untuk mendapatkan tamu yang lebih banyak karena tamu berombongan cenderung untuk menginap di akomodasi yang mempunyai kamar dan tempat tidur yang banyak. Akomodasi chained dapat meningkatkan produktivitasnya dengan memfokuskan pada pendapatan pada setiap kamar tersedia (revenue per available room) dibandingkan dengan tingkat hunian-
nya, dibarengi dengan kualitas pelayanan yang baik.
Akomodasi yang belum menjadi anggota asosiasi diharapkan segera menjadi anggota asosiasi, sehingga dengan fasilitas yang disediakan dan aktivitas yang diadakan oleh suatu asosiasi dapat meningkatkan skill, kerjasama dengan pihak lain, mengembangkan usaha, dan mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Akomodasi yang terletak di luar Badung, Gianyar, dan Denpasar diharapkan dapat meningkatkan daya tariknya dengan menciptakan berbagai inovasi.
Jumlah pekerja, jumlah tempat tidur, keanggotaan asosiasi, lokasi, dan letak harus dipertimbangkan seorang peng usaha dalam mendirikan usaha akomodasi, dan pemerintah dalam memberikan ijin pendirian usaha tersebut, karena penambahan jumlah akomodasi tanpa memperhatikan produktivitasnya, akan cenderung memboroskan sumber daya dan akan menyebabkan persaingan yang tidak sehat.
Mengingat pekerja merupakan faktor produksi utama dalam dunia pariwisata, penelitian selanjutnya diharapkan dapat menganalisa pengaruh sumber daya manusia terhadap produktivitas akomodasi. Tidak hanya sebatas kuantitas sumber daya manusia, tetapi juga kualitas seperti pendidikan, pengalaman, dan pelatihan.
REFERENSI
Badan Pusat Statistik [BPS]. 1985-1992. Statistik Indonesia. Jakarta: BPS.
—————. 2011. Bali DalamAngka 2010. Denpasar: BPS Provinsi Bali.
Fisher, A. 1939.Production, Secondary, and Tertiary. Economic Record 24-38 serial online), [cited 2012 Mar. 25]. Available from: URL: http://onlinelibrary.wiley. com/doi/10.1111/j.14754932.1939.tb01015.x/abstract.
Guilding, Chris.2005. Financial Management for Hospitality Decision Makers, First Published 2002. Oxford: Burlington.
Hann, Eugene. 2008. Probit and Logit Models: Difference in the Multivariate Realm. Washington: The George Washington University.
Hosmer, D.W. dan Lemeshow.1989.Applied Logistic Regression. New York: John Willey and Sons.
Oppermann, M dan Chon, K.1997. Tourism in Development. International Thomson Bussiness. UK: Oxford Press.
Vasisht, A.K. 2000. Logit and Probit A nalysis. New Delhi:Library Avenue.
66
Discussion and feedback