Analisis Faktor Penentu Preferensi Konsumen Dalam Berbelanja Ke Pasar Tradisional Di Kota Denpasar: Analisis Faktor
on
JEKT ♦ 6 [1] : 41 - 45
ISSN : 2301 - 8968
Analisis Faktor Penentu Preferensi Konsumen Dalam Berbelanja ke Pasar Tradisional di Kota Denpasar: Analisis Faktor 1
Anak Agung Ketut Ayuningsasi*)
Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas Udayana
ABSTRAK
Pesatnya arus modernisasi dikhawatirkan dapat menggeser preferensi konsumen dalam berbelanja dari pasar tradisional beralih ke pasar atau pusat perbelanjaan modern. Dilaksanakannya revitalisasi pasar tradisional di Kota Denpasar, diharapkan tidak mengubah preferensi konsumen dalam berbelanja di pasar tradisional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabel-variabel penentu faktor preferensi konsumen dalam berbelanja ke pasar tradisional di Kota Denpasar. Untuk memecahkan masalah tersebut maka dilakukan analisis faktor untuk membentuk variabel-variabel penentu preferensi konsumen. Jenis data yang digunakan adalah data primer yaitu dengan menyebarkan kuesioner kepada konsumen yang tersebar di empat pasar tradisional yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil analisis faktor diperoleh bahwa faktor preferensi konsumen dalam berbelanja ke pasar tradisional di Kota Denpasar terbentuk dari variabel frekuensi kunjungan ke pasar tradisional sebelum revitalisasi, frekuensi kunjungan ke pasar tradisional setelah revitalisasi, dan tingkat kesukaan responden terhadap pasar tradisional.
Kata kunci: revitalisasi pasar, pasar tradisional, preferensi konsumen, analisis faktor
The Determinant Analysis of Consumer Preference To Purchase in Traditional Market in Denpasar City: Factor Analysis
ABSTRACT
The rapid modernization of current concern in consumer preferences could shift from traditional markets to modern shopping center. Implementation of the revitalization of traditional market in Denpasar, is not expected to change in the preferences of consumers shopping at traditional markets. This study aims to construct the variables that determine consumer preferences in shopping to traditional markets. To solve these problems, this study performed a factor analysis to form a variable determinant of consumer preferences. Based on the results of the factor analysis found that the variable determinant of consumer preferences formed of indicator frequency of visits to traditional markets before the revitalization, frequency of visits to traditional markets after the revitalization, and the level of preference of respondents to the traditional market.
Key words: traditional market, consumer preference, market revitalization, factor analysis.
PENDAHULUAN
Pesatnya arus modernisasi dikhawatirkan dapat menggeser preferensi konsumen dalam berbelanja dari pasar tradisional beralih ke pasar atau pusat perbelanjaan modern. Dilaksanakannya revitalisasi pasar tradisional di Kota Denpasar, diharapkan dapat meningkatkan persepsi masyarakat terhadap pasar tradisional sehingga pasar tradisional masih dipilih oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk tujuan tersebut, maka penelitian ini akan membahas variabel-variabel apa saja penentu preferensi konsumen dalam berbelanja ke pasar
-
1 Dibiayai dari Dana DIPA BLU Universitas Udayana
tradisional di Kota Denpasar.
Menurut Peraturan Presiden RI No. 112 Tahun 2007, pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil, dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar. Lebih lanjut menurut perpres tersebut, pasar tradisional boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk
sistem jaringan jalan lokal atau jalan lingkungan pada kawasan pelayanan bagian kota/kabupaten atau lokal atau lingkungan (perumahan) di dalam kota/ kabupaten.
Menurut Mudrajad Kuncoro (2008), empat isu utama yang berkaitan dengan perkembangan pasar tradisional yaitu jarak antara pasar tradisional dengan hypermarket yang saling berdekatan, tumbuh pesatnya minimarket (yang dimiliki pengelola jaringan) ke wilayah pemukiman, penerapan berbagai macam syarat perdagangan oleh ritel modern yang memberatkan pemasok barang, dan kondisi pasar tradisional secara fisik yang sangat tertinggal, maka perlu ada program kebijakan untuk melakukan pengaturan.
Selain berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengurangi dampak pesatnya perkembangan pasar modern, pemerintah juga melakukan upaya revitalisasi pasar tradisional. Revitalisasi pasar tradisional dilaksanakan dengan melakukan pembenahan pasar tradisional secara menyeluruh, mulai dari pembenahan lingkungan fisik, manajemen pengelolaan pasar, hingga peningkatan kualitas SDM.
Untuk menganalisis bagaimana preferensi seseorang dalam mengkonsumsi sesuatu, dapat ditinjau dari bagaimana suatu produk dapat memuaskan konsumen. Swan, et. at. (1980) dalam T jiptono (2004) mendefinisikan kepuasan konsumen/pelanggan sebagai evaluasi secara sadar atau penilaian kognitif menyangkut apakah kinerja produk relatif bagus atau jelek atau apakah produk bersangkutan cocok atau tidak cocok dengan tujuan/pemakaiannya. Ini berarti preferensi konsumen dalam berbelanja dapat diartikan sebagai hasil evaluasi konsumen/pelanggan dalam berbelanja di suatu tempat perbelanjaan, sehingga menimbulkan suatu kecederungan dalam pemilihan tempat berbelanja.
Berdasarkan rumusan permasalahan, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui variabel-variabel penentu preferensi konsumen dalam berbelanja ke pasar tradisional di Kota D enpasar. P enelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang terkait, diantaranya diharapkan bermanfaat bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan terkait dengan program revitalisasi pasar tradisional di Kota Denpasar dan diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak pengelola pasar tradisional di Kota Denpasar dalam mengelola pasar tradisional di tengah pesatnya perkembangan pasar modern.
DATA DAN METODOLOGI
Penelitian ini mengambil lokasi di Kota Denpasar. Dipilihnya Kota Denpasar sebagai lokasi penelitian terkait dengan program revitalisasi pasar tradisional yang dilakukan oleh pemerintah Kota Denpasar sebagai wujud perhatian serius pemerintah terhadap pelestarian pasar tradisional yang mulai tergerus oleh pesatnya perkembangan pasar modern. Sampai saat ini, Pemerintah Kota Denpasar sudah merevitalisasi empat pasar tradisional di Kota Denpasar yaitu yaitu Pasar Sudha Merta Desa Sidakarya, Pasar Desa Renon, Pasar Sindhu Sanur, dan Pasar Agung Peninjoan, sehingga penelitian ini dibatasi pada empat pasar tradisional tersebut.
P referensi konsumen adalah kecenderungan konsumen dalam berbelanja di Kota Denpasar. Untuk membentuk preferensi konsumen dipilih empat variabel, yaitu sebagai berikut.
-
1) . Tingkat kesukaan berbelanja di pasar tradisional yaitu mengukur tingkat kesukaan konsumen berbelanja di pasar tradisional di Kota Denpasar (dengan skala nilai 1 hingga 10).
-
2) . Tingkat kesukaan berbelanja di pasar modern yaitu mengukur tingkat kesukaan konsumen berbelanja di pasar modern di Kota Denpasar (dengan skala nilai 1 hingga 10).
-
3) . Frekuensi berkunjung ke pasar tradisional sebelum direvitalisasi yaitu mengukur jumlah kunjungan konsumen ke pasar tradisional sebelum revitalisasi pasar tradisional (dengan satuan hari per minggu).
-
4) . Frekuensi berkunjung ke pasar tradisional sesudah direvitalisasi yaitu mengukur jumlah kunjungan konsumen ke pasar tradisional sesudah revitalisasi pasar tradisional (dengan satuan hari per minggu). Penelitian ini menggunakan data kuantitatif yang diperoleh secara langsung dari responden yaitu penilaian-penilaian oleh konsumen pasar tradisional di Kota Denpasar terkait dengan frekuensi kunjungan dan tingkat kesukaan.
Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen yang berkunjung ke pasar tradisional yang sudah direvitalisasi di Kota Denpasar. Jumlah populasi dalam penelitian ini tidak dapat ditentukan, sehingga metode penentuan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan quota sampling, yaitu pengambilan sampel dari anggota populasi sampai jumlah kuota yang diinginkan (Sugiyono, 2 0 0 6:77). J umlah sampel dalam penelitian ini ditentukan sebanyak 100 responden. Pengumpulan data dalam penelitian ini juga menggunakan wawancara terstruktur, yaitu dengan menggunakan kuesioner yang sudah disiapkan sebelumnya. Untuk melakukan pengukuran instrumen
dilakukan uji validitas dan reliabilitas.
Uji validitas digunakan untuk mengukur seberapa cermat tes tersebut benar-benar mencerminkan variabel yang dapat diukur. Teknik yang digunakan untuk pengujian validitas ini dengan menggunakan teknik korelasi product moment, dengan rumus sebagai berikut (Sugiyono, 2006:182). Menurut Sugiyono (2006:182), suatu instrumen dikatakan valid apabila memiliki koefisien korelasi (r) lebih besar atau sama dengan 0,3. Pengujian reliabilitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengukuran memberikan hasil yang relatif konsisten, bila dilakukan pengujian ulang pada subjek yang sama. Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan koefisien Alpha Cronbach ≥ 0,6 (Santoso, 2006:144).
Untuk menganalisis data yang digunakan dalam penelitian ini digunakan analisis faktor. Analisis faktor digunakan untuk mereduksi data, yaitu meringkas sejumlah variabel menjadi lebih sedikit. Variabel-variabel terpilih yaitu variabel yang didasarkan pada teori yang ada ataupun penelitian terdahulu akan diekstraksi menjadi satu atau beberapa faktor (Suyana Utama, 2009:147).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Preferensi Konsumen Berbelanja Di Pasar Tradisional
Variabel preferensi konsumen menggambarkan kecenderungan konsumen dalam berbelanja di Kota Denpasar. Dalam penelitian ini, variabel preferensi konsumen diukur dengan empat indikator yaitu tingkat kesukaan berbelanja di pasar tradisional, tingkat kesukaan berbelanja di pasar modern, frekuensi berkunjung ke pasar tradisional sebelum direvitalisasi, dan frekuensi berkunjung ke pasar tradisional sesudah direvitalisasi.
Perbandingan penilaian responden terhadap kesukaannya berbelanja di pasar tradisional ataupun di pasar modern ditunjukkan pada G ambar 1. Pada gambar terlihat bahwa mayoritas responden
memberikan nilai 8 untuk kedua jenis pasar. Untuk pasar tradisional, nilai terendah yang diberikan oleh responden adalah 5 dan nilai tertinggi adalah 10. Untuk pasar modern, nilai terendah yang diberikan adalah 2 dan tertinggi adalah 9. Relatif lebih tingginya penilaian responden terhadap pasar tradisional dibandingkan pasar modern menunjukkan program revitalisasi yang dilaksanakan di Kota Denpasar berhasil meningkatkan persepsi masyarakat terhadap pasar tradisional di Kota Denpasar.
Tabel 1. Tabulasi Silang Antara Kelompok Umur Responden dengan Tingkat Kesukaan Terhadap Pasar Tradisional
Tingkat kesukaan terhadap pasar tradisional |
Total | ||||||
5 |
6 |
7 |
8 |
9 |
10 | ||
< 20 tahun |
0 |
3 |
3 |
0 |
0 |
0 |
6 |
20 - 29 tahun |
1 |
2 |
12 |
10 |
0 |
0 |
25 |
KeUlommuprok 30 - 39 tahun |
0 |
5 |
8 |
18 |
4 |
0 |
35 |
40 - 49 tahun |
0 |
0 |
0 |
10 |
16 |
0 |
26 |
> 49 tahun |
0 |
0 |
0 |
1 |
5 |
2 |
8 |
Total |
1 |
10 |
23 |
39 |
25 |
2 |
100 |
Sumber: Data Primer (diolah), 2012
Untuk penilaian terhadap pasar tradisional, nilai yang relatif tinggi diberikan oleh responden di atas usia 30 tahun, sedangkan responden di bawah usia 30 tahun memberikan nilai yang relatif rendah. Untuk penilaian terhadap pasar modern, nilai yang relatif tinggi diberikan oleh responden dengan usia di bawah 40 tahun. Ini menunjukkan bahwa generasi muda cenderung lebih menyukai pasar modern dibandingkan dengan pasar tradisional dan sebaliknya generasi yang lebih tua cenderung lebih menyukai berbelanja di pasar tradisional. Pasar tradisional masih dikunjungi oleh generasi muda karena ada beberapa hal yang tidak bisa diperoleh di pasar modern, diantaranya adalah harga yang relatif lebih murah serta banyak produk yang belum bisa diperoleh di pasar modern, diantaranya perlengkapan upacara agama seperti janur dan sebagainya. Sebaliknya, masih banyak generasi tua yang tidak mau datang ke pasar modern karena lebih memilih bertransaksi di pasar tradisional.
Gambar 1. Tingkat Kesukaan Responden dalam Berbelanja di Pasar Tradisional dan Modern

Sumber: Data Primer (diolah), 2012
Gambar 2. Frekuensi Kunjungan Responden ke Pasar Tradisional.
Sumber: Data Primer (diolah), 2012

■ Setelali Revitalisasi
■ SelieliimRevitalisasi
pangan setiap harinya.
A pabila dibandingkan, kunjungan responden ke pasar tradisional setelah pasar direvitalisasi cenderung mengalami peningkatan. Frekuensi kunjungan yang sebelumnya hanya sekali atau dua kali seminggu meningkat menjadi tiga, empat, lima kali seminggu, bahkan meningkat menjadi setiap hari. Ini merupakan dampak dari pembenahan pasar tradisional, sehingga pasar tradisional menjadi tempat berbelanja yang nyaman bagi konsumen. Peningkatan frekuensi kunjungan ini hanya dialami oleh 28 persen responden dan sisanya tidak merubah kebiasaannya dalam berkunjung ke pasar tradisional. Ini terkait dengan alokasi waktu untuk berbelanja oleh masing-
Gambar 3. Persentase Responden yang Meningkatkan Frekuensi Kunjungan.
Sumber: Data Primer (diolah), 2012

Tabel 2. Tabulasi Silang Antara Kelompok Umur Responden dengan Tingkat
Kesukaan Terhadap Pasar Modern
masing konsumen.
Hasil Analisis Faktor
Hasil pengolahan dengan program SPSS untuk uji validitas kuesioner pada penelitian ini dirangkum dalam Tabel 3. Tabel tersebut memperlihatkan korelasi antara masing-masing indikator pertanyaan terhadap total skor konstruk menunjukkan hasil yang signifikan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa masing-masing indikator pertanyaan adalah valid.
Tabel 3. Hasil Pengujian Validitas
Indikator |
Signikansi |
Keterangan | |
1. |
Frekuensi kunjungan sebelum revitalisasi (Y1) |
0,938** |
Valid |
2. |
Frekuensi kunjungan setelah revitalisasi (Y2) |
0,948** |
Valid |
3. |
Tingkat kesukaan terhadap pasar tradisional (Y3) |
0,366** |
Valid |
4. |
Tingkat kesukaan terhadap pasar modern (Y4) |
0,342** |
Valid |
Sumber: Data Primer (data diolah), 2012
Tingkat kesukaan terhadap pasar modern Total
2 |
3 |
4 |
5 |
6 |
7 |
8 |
9 | ||
< 20 tahun |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
1 |
0 |
5 |
6 |
20 - 29 tahun |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
13 |
12 |
25 |
KeUlommuprok 30 - 39 tahun |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
5 |
21 |
9 |
35 |
40 - 49 tahun |
1 |
0 |
3 |
4 |
6 |
8 |
4 |
0 |
26 |
> 49 tahun |
1 |
3 |
3 |
1 |
0 |
0 |
0 |
0 |
8 |
Total |
2 |
3 |
6 |
5 |
6 |
14 |
38 |
26 |
100 |
Sumber: Data Primer (diolah), 2012
Untuk frekuensi kunjungan responden ke pasar tradisional dibedakan menjadi dua yaitu sebelum dan sesudah dilaksanakan program revitalisasi. Mayoritas responden berkunjung setiap hari ke pasar tradisional, baik sebelum maupun setelah pasar direvitalisasi. Ini terkait dengan pemenuhan kebutuhan konsumen, karena mayoritas responden merupakan ibu rumah tangga yang berkewajiban menyiapkan kebutuhan
Untuk pengujian reliabilitas, diperoleh nilai Cronbach’s Alpha 0,629. Nilai ini lebih besar dari 0,6. Jadi, dapat disimpulkan bahwa seluruh indikator pertanyaan pada masing-masing kuesioner adalah reliabel.
Untuk analisis data, pada penelitian ini analisis faktor yang dilakukan meliputi dua kali eksibisi. Dari hasil eksibisi pertama yang dilakukan, ternyata indikator tingkat kesukaan terhadap pasar modern harus dihilangkan karena nilai MSA untuk indikator ini adalah sebesar 0,408 (kurang dari 0,5), sehingga dilakukan eksibisi kedua dan diperoleh hasil sebagai berikut.
-
1) . Nilai KMO measure of sampling adequacy adalah sebesar 0,6 dan nilai ini lebih dari 0,5 yang berarti analisis faktor layak digunakan. Uji
Bartlett menunjukkan nilai 178,418 dengan tingkat signifikansi 0,000 yang berarti dengan metode Bartlett juga diperoleh kesimpulan yang sama yaitu telah dipenuhinya persyaratan analisis faktor.
-
2) . Dari informasi Anti Image Correlation menunjukkan semua variabel sudah memiliki nilai MSA di atas 0,5. Ini berarti faktor yang terbentuk cukup kuat dalam menjelaskan keragaman setiap variabel, sehingga tidak ada lagi variabel yang perlu dikeluarkan dari analisis.
-
3) . Interpretasi Communalities
Pada tampilan communalities yaitu di kolom extraction menunjukkan seberapa besar variabel yang terbentuk dapat menjelaskan varian suatu indikator. Semakin kecil communalities suatu indikator, berarti semakin lemah hubungannya dengan variabel yang terbentuk. Besarnya nilai communalities masing-masing indikator pada eksibisi terakhir ini serta interpretasinya adalah sebagai berikut:
-
(1) untuk indikator frekuensi kunjungan sebelum revitalisasi diperoleh nilai ekstraksi sebesar 0,887 yang berarti sebesar 88,7 persen varian indikator frekuensi kunjungan sebelum revitalisasi dapat dijelaskan oleh variabel yang terbentuk;
-
(2) untuk indikator frekuensi kunjungan setelah revitalisasi diperoleh nilai ekstraksi sebesar 0,884 yang berarti sebesar 88,4 persen varian indikator frekuensi kunjungan setelah revitalisasi dapat dijelaskan oleh variabel yang terbentuk; dan
-
(3) untuk indikator tingkat kesukaan terhadap pasar tradisional diperoleh nilai ekstraksi sebesar 0,369 yang berarti sebesar 36,9 persen varian indikator tingkat kesukaan terhadap pasar tradisional dapat dijelaskan oleh variabel yang terbentuk.
-
4) . Interpretasi Total Variance Explained
Tampilan Total Variance Explained menunjukkan berdasarkan nilai initial eigenvalue ≥ 1 maka dapat dibentuk satu variabel. Ini berarti untuk dapat menjelaskan indikator dengan baik, maka empat variabel akan diikutkan dalam pembentukan indikator. Pada kolom extraction sums of squares loadings, dapat diketahui bahwa jika dari 3 indikator tersebut dijadikan satu variabel, maka variabel tersebut mampu menjelaskan varian indikator sebesar 71,320 persen. Angka ini cukup besar karena mampu menjelaskan lebih dari 50 persen varian dari 3 variabel yang ada dan sudah melebihi syarat minimal besarnya nilai kumulatif percentage of variance untuk ilmu sosial yaitu 60 persen (Suyana Utama, 2009:142).
-
5) . Interpretasi Rotated Component Matrix
Setelah dilakukan rotasi, maka dapat terlihat dengan jelas indikator-indikator mana saja yang masuk ke dalam masing-masing variabel. Suatu indikator akan masuk ke dalam variabel tertentu, apabila memiliki korelasi paling kuat dengan variabel tersebut yaitu ditunjukkan oleh nilai factor loading tertinggi. Berdasarkan tampilan Rotated Component Matrix, maka seluruh indikator dimasukkan pada satu variabel yaitu variabel Preferensi Konsumen.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis faktor diperoleh bahwa variabel penentu preferensi konsumen dalam berbelanja ke pasar tradisional di Kota Denpasar terbentuk dari indikator frekuensi kunjungan ke pasar tradisional sebelum revitalisasi, frekuensi kunjungan ke pasar tradisional setelah revitalisasi, dan tingkat kesukaan responden terhadap pasar tradisional.
SARAN
Berdasarkan simpulan tersebut, maka dapat disarankan untuk penelitian berikutnya agar menambah dan mengembangkan indikator-indiktor yang dapat digunakan untuk membentuk variabel preferensi konsumen, seperti frekuensi kunjungan ke supermarket, frekuensi kunjungan ke mini market, frekuensi kunjungan ke toko kelontong, tingkat kesukaan berbelanja di supermarket, tingkat kesukaan berbelanja di mini market, dan tingkat kesukaan berbelanja di toko kelontong.
REFERENSI
Anonim. 2007. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. URL: www.bpkp.go.id.
Mudrajad Kuncoro. 2008. Strategi Pengembangan Pasar Modern dan Tradisional.
Singgih Santoso. 2005. Bank Soal : Statistik dengan SPSS. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Kesembilan. Bandung : CV. Alfabeta.
Suyana Utama, Made. 2009. Buku Ajar: Aplikasi Analisis Kuantitatif. Edisi Ketiga. Denpasar: Sastra Utama.
T jiptono, Fandy. 2004. Pemasaran Jasa. Malang : Bayu Media.
45
Discussion and feedback