JEKT 6 [1] : 1 - 6

ISSN : 2301 - 8968


Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Pengentasan Kemiskinan di Bali: Analisis FEM Data Panel

Made Kembar Sri Budhi*)

Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas Udayana

ABSTRAK

Kemiskinan adalah salah satu penyakit ekonomi makro yang dihadapi oleh negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Bali sebagai bagian dari negara Indonesia, juga menghadapi masalah yang tidak berbeda. Tahun 2010 berdasarkan informasi BPS jumlah penduduk miskin di Bali sebesar 174.900 orang yang merupakan 4,88 persen dari jumlah penduduk. Keberhasilan pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan melalui perkembangan PDRB, belum mampu mengurangi secara signifikan jumlah penduduk miskin. Oleh karenanya studi ini bertujuan untuk menganalis dampak wajib belajar (pendidikan), jumlah penduduk, PDRB, share sektor pertanian dan share sektor industri terhadap kemiskinan di Bali. Data yang dipergunakan adalah data panel yakni data seris tahun 2006-2009, serta data cross section sebanyak sembilan yang mewakili kabupaten/kota dengan pendekatan Fixed E ffect Model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase penduduk miskin yang menamatkan wajib belajar sembilan tahun tidak signifikan dalam menurunkan kemiskinan, jumlah penduduk, PDRB, dan share sektor pertanian berpengaruh positif signifikan terhadap kemiskinan, sedangkan share sektor industri berpengaruh negatif signifikan.

Kata kunci: penduduk miskin, pertumbuhan ekonomi, wajib belajar 9 tahun, FEM data panel.

Analysis of Factors That Influence Poverty Aleviation in Bali: FEM Panel Data Analysis

ABSTRACT

Poverty is a macroeconomic pathology that faced by all countries in the world including Indonesia. Bali as a part of Indonesia will also face the same problem. Based on BPS data in 2010, Bali has 174.900 people who life in poor condition, which is 4,88 percent of all residence. High economic growth (GDRP growth) that have achieved cannot significantly reduce number of poor people. This study analyzed the impact of education program, number of population, GDRP, share of agricultural sector, and share of industry sector toward poverty in Bali. The analysis using panel data of nine city/districts from 2006 to 2009, and estimated using Fixed Effect Model. The results show that the percentages of poor people who graduate from the nine-year education program not significantly reduce poverty. Number of population, GDRP, and share of agricultural sector has positive and significant effect toward poverty; meanwhile share of industry sector has negative and significant effect toward poverty.

Key word: poor people, economic growth, nine-year education program, FEM panel data.

PENDAHULUAN

Penin gkatan p endapatan dicerminkan ol eh peningkatan Produk Nasional Bruto (PNB) pada skala nasional, sedangkan pada skala daerah disebut dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai tingkat kemajuan pembangunan dan merupakan salah satu dampak nyata atas keberhasilan

dari beberapa kebijakan ekonomi yang diterapkan pada waktu sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi yang cepat oleh negara-negara di dunia menjadi salah satu syarat utama untuk mengentaskan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi sendiri tidak akan cukup untuk mengentaskan kemiskinan, namun pertumbuhan ekonomi adalah merupakan syarat yang dibutuhkan. Meski dibutuhkan, seringkali pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak akan bermanfaat bagi masyarakat miskin jika tidak diiringi dengan adanya pemerataan

*). Email: kacung dobel@yahoo.com


pada kesejahteraan masyarakat.

Fenomena kemiskinan telah berlangsung sejak lama, walaupun telah dilakukan berbagai upaya dalam menanggulanginya, namun sampai saat ini masih terdapat lebih dari 1,2 milyar penduduk dunia yang hidup dengan pendapatan kurang dari satu dolar perhari dan lebih dari 2,8 milyar penduduk dunia hanya berpenghasilan kurang dari dua dollar perharinya. Mereka hidup dibawah tingkat pendapatan riil minimum internasional. Garis t ers ebut tidak mengenal tapal batas antar negara, tidak tergantung pada tingkat pendapatan perkapita di suatu negara dan juga tidak memperhitungkan perbedaan tingkat harga antar negara (Deepa Narayan, dkk, 2000).

Provinsi Bali mempunyai struktur perekonomian sangat unik dibandingkan dengan provinsi lain yang ada di Indonesia. Keunikan ini karena sebagian besar sumber penghidupan masyarakat bersumber dari sektor tersier (pariwisata), sedangkan sektor lainnya berperan sebagai sektor pendukung (BPS, 2003). Tabel. 1 menunjukkan kontribusi tiap-tiap sektor dan perkembangannya dalam perekonomian Bali.

Tabel 1. Kontribusi Masing-masing Sektor Terhadap PDRB Provinsi Bali Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (dalam persen)

Lapangan Usaha

2009

2010

2010

Triwulan III

Triwulan II

Triwulan III

1. Pertanian

18,14

18,14

17,46

2. Pertambangan dan Penggalian

0,64

0,69

0,74

3. Industri Pengolahan

9,15

8,95

8,86

4. Listrik, Gas, dan Air Bersih

1,98

1,94

1,94

5. Bangunan

4,33

4,35

4,30

6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran

30,15

30,21

30,70

7. Pengangkutan dan Komunikasi

13,90

14,45

14,80

8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan

7,08

6,92

6,84

9. Jasa-jasa

14,62

14,35

14,37

PDRB

100,00

100,00

100,00

Sumber : Berita Resmi Sta/s/k Prov. Bali No. 46/11/51/Th. IV, 5 Nopember 2010

Berdasarkan Tabel 1 nampak sektor yang paling dominan berkontribusi terhadap PDRB Provinsi Bali adalah perdagangan Hotel dan Restoran (sektor Pariwisista) yaitu rata-rata 30 persen lebih dan yang ke dua adalah sektor pertanian dalam arti luas dengan rata-rata 18 persen. Walaupun Provinsi Bali memiliki industri pariwisata yang sangat maju, permasalahan kemiskinan juga masih eksis. Masalah kemiskinan memerlukan penanggulangan yang tepat dan berkelanjutan. Pem erintah daerah s elama ini telah memberikan p erhatian yang sangat besar pada masalah pengentasan kemiskinan ini dengan melakukan pro gram-pro gram p emban gu n an yang bersifat pro-poor, namun demikian, kemiskinan tetaplah masih menjadi masalah

Tabel 2. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Bali Tahun 2006-2010

Tahun

Jumlah Penduduk Miskin (Ribu Org)

Persentase Penduduk Miskin (%)

Kota

Desa

Kota +Desa

Kota

Desa

Kota+Desa

2006

127.4

116

243.5

6.40

8.03

7.08

2007

119.8

109.3

229.1

6.01

7.47

6.63

2008

115.1

100.6

215.7

5.70

6.81

6.17

2009

92.1

89.7

181.7

4.50

5.98

5.13

2010

83.6

91.3

174.9

4.04

6.02

4.88

Sumber : Berita Resmi Sta/s/k Provinsi Bali No. 29/07/51/Th. IV, 1 Juli 2010

yang berkepanjangan sampai saat ini (Hermanto S, 2006). Tabel 2 memperlihatkan perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin di Bali selama lima tahun terakhir.

Tabel 2 menunjukkan jumlah penduduk miskin di daerah p erkotaan cenderun g lebih tin ggi diban dingkan daerah p ed esaan. P ada periode Maret 2006 sampai M aret 2008 s elisih jumlah p enduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan mencap ai dua digit yang merupakan s elisih t ertin ggi. Sedan gkan s elisih p enduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan pada M aret 2009 mengalami penurunan yaitu mencapai 2,4 ribu orang. Namun pada Maret 2010 terjadi perubahan komposisi jumlah p enduduk miskin, dim an a jumlah p enduduk miskin di daerah perdesaan lebih tinggi yaitu mencapai 91,3 ribu orang diban ding di daerah perkotaan hanya 83,6 ribu orang.

Banyak hal yang sudah dilakukan oleh pemerintah dalam pengentasan kemiskinan baik kebijakan dalam skala mikro yaitu dengan membuat program-program yang bersentuhan langsung kepada masyarakat maupun program yang bersifat tidak langsung yang sudah dil akukan oleh pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten/kota. Semua kebijakan tersebut akan memberikan dampak makro terhadap pembangunan yang bertujuan mensejahterakan masyarakat atau sebaliknya kebijakan secara makro akan memberikan dampak kepada skala mikro. Tulisan ini akan memaparkan bagaimana dampak makro yang diukur dengan pertumbuhan ekonomi melalui PDRB, pendidikan penduduk miskin yang ditamatkan (wajib belajar sembilan tahun), jumlah penduduk, share sektor pertanian, dan share sektor industri dalam mengurangi tingkat kemiskinan di Provinsi Bali.

Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi yang pesat adalah fenomena penting yang dialami oleh negara-negara di dunia baru semenjak dua abad terakhir ini. Dengan pertumbuhan ini terlihat dunia mengalami perubahan yang sangat nyata selama periode tersebut dibandingkan dengan

periode sebelumnya. Sampai abad ke 18 sebagian besar masyarakat dunia masih hidup pada tahap subsitensi dan mata pencarian utamanya adalah dari melakukan kegiatan di sektor pertanian, perikanan, dan berburu (Gaiha, R, 1993 dan Dornbusch, 2004). Terdapat dua efek yang ditimbulkan oleh adanya pertumbuhan ekonomi tersebut, yaitu sebagai berikut. 1). Meningkatnya kemakmuran atau taraf hidup

masyarakat.

  • 2) . Terciptanya kesempatan kerja yang baru kepada penduduk yang terus bertambah jumlahnya (Mudrajat, 1997 dan Lincolin, 1997).

Pertumbuhan ekonomi mengandung pengertian proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang atau perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang terjadi dari tahun ke tahun (Boediono, 1982). Dalam kenyataan pertumbuhan ekonomi itu dapat dilihat dari adanya peningkatan dalam jumlah produksi barang dan jasa, seperti pertambahan, jumlah produksi barang industri, perkembangan infrastruktur, dan pertambahan produksi sektor jasa serta pertambahan produksi barang modal. Oleh sebab itu pengukuran pertumbuhan ekonomi yang dicapai suatu negara dapat menggunakan ukuran pertumbuhan pendapatan nasional riil (Mankiw, 1992 dan Jhingan, 2000). Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Pertumbuhan ekonomi juga merupakan tingkat kenaikan PDB atau PNB riil pada suatu tahun tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Faktor-faktor yang menentukan kenaikan output per kapita dalam jangka panjang, dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lain, sehingga terjadi proses pertumbuhan. Hal ini telah dikemukakan oleh beberapa ahli ekonomi yang berasal dari berbagai aliran. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu bidang penyelidikan yang sudah lama dibahas oleh ahli-ahli ekonomi (Todaro, 2000).

Kemiskinan

Definisi tentang kemiskinan telah mengalami perluasan, seiring dengan semakin kompleksnya faktor penyebab, indikator maupun permasalahan lain yang melingkupinya. Kemiskinan tidak lagi hanya dianggap sebagai dimensi ekonomi melainkan telah meluas hingga kedimensi sosial, kesehatan, pendidikan dan politik Menurut Badan Pusat Statistik, kemiskinan adalah ketidakmampuan memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Membandingkan tingkat konsumsi penduduk dengan garis kemiskinan atau

jumlah rupiah untuk konsumsi orang perbulan.

Kemiskinan dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada orang yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih jauh lebih rendah dibanding masyarakat s ekitarnya (lingkungannya). Semakin besar ketimpan gan pendapatan antara golongan atas dan golongan bawah maka akan semakin banyak jumlah penduduk yang dikategorikan miskin, sehingga kemiskinan relatif erat hubungannya dengan masalah distribusi pendapatan.

Menurut Todaro (1994) menyatakan bahwa variasi kemiskinan dinegara berkembang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) perbedaan geografis; jumlah penduduk dan tingkat pendapatan; (2) perbedaan sejarah, sebagian dijajah oleh Negara yang berlainan; (3) perbedaan kekayaan sumber daya alam dan kualitas sumber daya manusianya; (4) perbedaan peranan sektor swasta dan Negara; (5) perbedaan struktur industry; (6) perbedaan derajat ketergantungan pada kekuatan ekonomi dan politik negara lain; dan (7) perbedaan pembagian kekuasaan, struktur politik dan kelembagaan dalam negeri.

Faisal Basri mengemukakan bahwa salah satu pra-syarat keberhasilan program-program pembangunan sangat tergantung pada ketepatan pengidentifikasian target group dan target area. Dalam pelaksanaan program pengentasan nasib orang miskin, keberhasilannya bergantung pada langkah awal dari formulasi kebijakan, yaitu mengidentifikasikan siapa sebenarnya “si miskin” tersebut dan di mana ia berada. Dengan memperhatikan profil kemiskinan, maka diharapkan kebijakan yang disusun dalam mengentaskan orang miskin akan lebih terarah dan lebih tepat sasaran. Demikian pula, akan dapat dievaluasi apakah kebijakan-kebijakan pemerintah yang diaplikasikan selama ini mendukung atau malah bertentangan dengan usaha mengurangi jumlah penduduk miskin (Basri, 1995:178).

Deepa Narayan, dkk dalam bukunya Voices of the Poor menulis bahwa yang menyulitkan atau membuat kemiskinan itu sulit ditangani adalah sifatnya yang tidak saja multidimensional tetapi juga saling mengunci; dinamik, kompleks, sarat dengan sistem institusi (konsensus sosial), gender dan peristiwa yang khas per lokasi. Pola kemiskinan sangat berbeda antar kelompok sosial, umur, budaya, lokasi dan negara juga dalam konteks ekonomi yang berbeda. Lebih lanjut mereka juga memberikan 4 dimensi utama dari definisi kemiskinan yang dirumuskan oleh masyarakat miskin sendiri, sebagai berikut.

  • 1) . Dimensi 1 : Dimensi material kekurangan pangan, lapangan kerja dengan muaranya adalah kelaparan atau kekurangan makan.

  • 2) . Dimensi 2 : Dimensi psikologi, seperti antara lain ketidakberdayaan (powerlessness), tidak mampu berpendapat (voicelessness), ketergantungan (dependency), rasa malu (shame), rasa hina (humiliation)

  • 3) . Dimensi 3 : Dimensi akses ke pelayanan prasarana yang praktis tidak dimiliki

  • 4) . Dimensi 4 : Dimensi aset/milik, praktis tidak memiliki aset sebagai modal untuk

Sedangkan BPS memberikan difinisi tentang kemiskinan adalah kondisi kehidupan yang serba kekurangan yang dialami seseorang yang mempunyai pengeluaran per kapita selama sebulan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan standar hidup minimum. Kebutuhan standar hidup minimum digambarkan dengan garis kemiskinan (GK) yaitu batas minimum pengeluaran per kapita per bulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan non makanan. Tinjauan kemiskinan dari dimensi ekonomi ini diartikan sebagai ketidak mampuan seseorang untuk mendapatkan mata pencaharian yang mapan dan memberikan penghasilan yang layak untuk menunjang hidupnya secara berkesinambungan yang terlihat dari rendahnya gizi makanan, tingkat kesehatan yang rendah, tingkat pendidikan yang rendah, pakaian yang tidak layak, dan sebagainya.

Kemiskinan dalam arti luas dapat diartikan sebagai keterbatasan yang disandang oleh seseorang, sebuah keluarga, sebuah komunitas, atau bahkan sebuah negara yang m eny ebabkan t erjadinya ketidaknyamanan dalam kehidupan, terancamnya penegakan hak dan keadilan, terancamnya posisi tawar (bargaining) dalam pergaulan dunia, dan pada jangka yang lebih panjang dapat mengakibatkan hilangnya generasi, serta suramnya masa depan bangsa dan negara. Negara-negara maju dalam mengukur tingkat pertumbuhan ekonominya lebih menekankan pada kualitas hidup yang dinyatakan dengan perubahan lingkungan hidup.

DATA DAN METODOLOGI

Lokasi penelitian adalah di Provinsi Bali yang di-tgentukan secara sengaja (purposive) dengan beberapa pertimbangan yaitu: (1) masih banyaknya penduduk miskin di Bali; (2) rata-rata pertumbuhan ekonomi Bali yang senantiasa di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional ternyata masih menyisakan banyak penduduk miskin; (3) indikasi wajar 9 tahun telah ditingkatkan menjadi wajar 12 tahun; (4) kajian seperti ini belum pernah dilaksanakan di Bali.

Jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif, antara lain PDRB Provinsi Bali, data penduduk yang telah menuntaskan wajar 9 tahun, jumlah penduduk,

share sektor pertanian, dan share sektor industri dalam PDRB Provinsi Bali. Menurut sumbernya data yang digunakan adalah data sekunder, yang bersumber dari beberapa instansi pemerintah antara lain BPS Provinsi Bali, BPS Kota/Kabupaten Se-Bali, Dinas Pendidikan, Dinas Ketenagakerjaan serta Bappeda Provinsi Bali.

Dua variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu variabel independen dan variabel dependen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah jumlah penduduk miskin di Provinsi Bali pada tahun 2006 – 2009, sedangkan variabel independent dalam penelitian ini adalah persentase penduduk miskin men am atkan p endidikan SD/SMP (X1), jumlah penduduk (X2), PDRB (X3), share pertanian (X4) dan share Industri (X ).

5

Definisi operasional untuk masing-masing variabel yang disebutkan sebelumnya adalah sebagai berikut. 1). Penduduk Miskin (Y), Menurut Badan Pusat Statistik (2010), penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah garis kemiskinan. Penetapan perhitungan garis kemiskinan dalam masyarakat adalah masyarakat yang berpenghasilan dibawah Rp 7.057 per orang per hari. Penetapan angka Rp 7.057 per orang per hari tersebut berasal dari perhitungan garis kemiskinan yang mencakup kebutuhan makanan dan non makanan. Untuk kebutuhan minimum makanan disetarakan dengan 2.100 kilokalori per kapita per hari. Garis kemiskinan non makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan (luas lantai bangunan, penggunaan air bersih, dan fasilitas tempat pembuangan air besar); pendidikan (angka melek huruf, wajib belajar 9 tahun, dan angka putus sekolah); dan kesehatan (rendahnya konsumsi makanan bergizi, kurangnya sarana kesehatan serta keadaan sanitasi dan lingkungan yang tidak memadai). Sedangkan ukuran menurut World Bank menetapkan standar kemiskinan berdasarkan pendapatan per kapita. Penduduk yang pendapatan per kapitanya kurang dari sepertiga rata-rata pendapatan perkapita nasional, maka termasuk dalam kategori miskin. Dalam konteks tersebut, maka ukuran kemiskinan menurut World Bank adalah USD $2 per orang per hari. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data jumlah penduduk miskin pada Kabupaten/ Kota di Provinsi Bali dalam satuan jiwa.

  • 2) . Pendidikan (PD) (X1), dinyatakan sebagai penduduk berumur 10 tahun keatas yang lulus pendidikan terakhir SD/SMP (Wajar 9 tahun) keatas di masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2006-2009, yang diukur dalam persentase.

  • 3) . Jumlah Penduduk (X2), seluruh orang yang secara

hukum berhak tinggal di suatu daerah. Dengan kata lain orang yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di daerah bersangkutan yang diukur dengan satuan jiwa/orang.

  • 4) . PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) (X3), merupakan seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha di di Provinsi Bali dalam periode satu tahun atas dasar harga berlaku (ADHB) satuannya dalam jutaan rupiah tahun 2006 – 2009.

  • 5) . Share Pertanian (X4), merupakan persentase kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Provinsi Bali atas dasar harga berlaku tahun 2006 -2009 dalam persen.

  • 6) .%Share Industri (X4), merupakan pers entas e kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB Provinsi Bali atas dasar harga berlaku tahun 2006 -2009 dalam persen.

Studi ini menggunakan analisis data panel sebagai alat pengolahan data dengan menggunakan program Eviews 6 dan SPSS ver.16. (Imam Ghozali, 2005, Wing Wahyu Winarno, 2007). Dalam model data panel persamaan model dapat ditulis sebagai berikut (Widarjono, 2009).

Yit = bo + b1X1it +b2X2it +b3X3it +b4X4it +b5X5it + eit                                                           (1)

(Y = persentase penduduk miskin, X1 = pendidikan, X2= jumlah penduduk, X3 = PDRB, X4= share sektor pertanian dan X5= share sektor industri) seluruh data dalam analisis ini diperoleh dari kabupaten/kota yang ada di Provinsi Bali yang mencakup seluruh kabupaten/ kota dalam periode tahun 2006-2009.

M enurut H siao (20 0 3) dan Baltagi (2005), keunggulan penggunaan data panel dibandingkan deret waktu dan kerat lintang adalah :

  • 1)    estimasi data panel dapat menunjukkan adanya heterogenitas dalam tiap individu;

  • 2)    dengan data panel, data lebih informasif, lebih bervariasi, mengurangi kolinearitas antar variabel, m eningkatkan derajat kebebasan (degree of freedom), dan lebih efisien;

  • 3)    studi data pan el lebih memuaskan untuk menentukan perubahan dinamis dibandingkan dengan studi berulang dari cross-section;

  • 4)    data panel lebih mendeteksi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diukur oleh data times series atau cross-section;

  • 5)    data panel membantu studi untuk menganalisis perilaku yang lebih komples, misalnya fenomena skala ekonomi dan perubahan teknologi; dan

  • 6)    data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregasi individu atau perusahaan karena unit data lebih banyak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh pendidikan, jumlah penduduk, PDRB, share pertanian, share industri terhadap penduduk miskin di Provinsi Bali Tahun 2006 – 2009, dengan menggunakan metode Fixed effect Model (FEM) diperoleh nilai koefisien regresi untuk setiap variabel dalam penelitian ini seperti yang dituangkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Regressi OLS terhadap Penduduk Miskin

Variabel

Koefisien

Konstanta

1.810851

(0.360435)***

Pendidikan

-0.000484

(0.000468)

Jumlah Penduduk

1.46E-06

(4.88E-07)*

PDRB

1.19E-07

(2.60E-08)***

Share Sektor Pertanian

-0.025101

(0.007205)**

Share Sektor Industri

0.056451

(0.013574)***

Fixed ꓰffects

JEMBRANA

0.434153

TABANAN

0.363082

BADUNG

-0.339347

GIANYAR

-0.730685

BANGLI

0.619106

KLUNGKUNG

0.705828

KARANGASEM

0.292182

BULELENG

-0.332793

DENPASAR

-1.011526

R-squared

0.913570

F-sta/s/c

17.88769***

Durbin-Watson stat

1.644112

No. of oobserva/ons

36

***) sinifikan pada a 1 persen, **) sinifikan pada a 5 persen, *) sinifikan pada a 10 persen

Berdasarkan Tabel 3, dari lima variabel independen hanya satu variabel yakni variabel X1 (pendidikan) berpengaruh tidak signifikan artinya pendidikan wajar 9 tahun belum mampu mengentaskan kemiskinan di Bali. Hasil analisis menunjukkan bahwa Wajib Belajar (p ersentas e penduduk tamat SD/SMP) tidak berpengaruh secara nyata (non significant) terhadap jumlah penduduk miskin, jumlah penduduk berpengaruh, PDRB, share pertanian dan share industri pengolahan berpengaruh significant terhadap jumlah penduduk miskin, namun PDRB dan share industri justru berngaruhnya berlawanan, artinya peningkatan PDRB dan share industri pengolahan meningkatkan jumlah penduduk miskin

Temuan-temuan di atas menunjukkan bahwa permasalahan kemiskinan tidak dapat dipecahkan hanya dengan meningkatkan penduduk miskin menamatkan pendidikannya dan PDRB semata dengan mengharapkan terjadinya efek menetes ke bawah (trickle down effect). Pertumbuhan ekonomi/peningkatan PDRB

memang merupakan syarat keharusan (necessary condition) untuk mengurangi kemiskinan. Syarat kecukupannya (sufficient condition), misalnya laju inflasi serta laju populasi penduduk yang terkendali, industrialisasi pertanian/perdesaan dan distribusi pendapatan yang tepat, serta akumulasi modal manusia yang relatif cepat, harus dipenuhi pula (Sumitro, 1995).

Distribusi pendapatan, kesempatan kerja maupun pertumbuhan ekonomi yang dibutuhkan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin adalah pertumbuhan yang berkualitas dan berkeadilan. Investasi sebagai penyumbang pertumbuhan dan membuka peluang kesempatan kerja dan distribusi pendapatan harus dilakukan dalam bentuk mempercepat industrialisasi pertanian/perdesaan, akumulasi modal manusia melalui pendidikan dan pelatihan, serta pengembangan dan perbaikan infrastruktur perdesaan (modal fisik). Hal ini membutuhkan campur tangan pemerintah dan partisipasi swasta secara signifikan.

Membuka peluang kesempatan kerja bagi penduduk miskin wajib dilakukan untuk mempertahankan daya beli masyarakat sehingga peningkatan pendapatan yang diperolehnya menjadi lebih berarti dal am memenuhi kebutuhan dasar atau meningkatkan kualitas hidup mereka. Laju pertumbuhan populasi penduduk perlu dikendalikan secara lebih efektif, terutama pada golon gan p enduduk miskin. Hal ini dapat dilakukan dengan menggalakkan kembali program Keluarga Berencana. Sedangkan Konstanta Persamaan untuk Kabupaten/kota di Provinsi Bali (dapat dilihat pada Tabel 3) adalah sebagai berikut (Jembrana = 0,4341, Tabanan = 0,3631, Badung = -0,3393, Gianyar = -0,7307, Bangli = 0,6191, Klungkung = 0,7058, Karangasem = 0,2922, Buleleng = -0,3328, dan Denpasar = -1,0115 ).

Dari konstanta tersebut diatas menunjukan bahwa ada perbedaan antara kabupaten/kota dalam melaksanakan program-program kemiskinan seperti nilai konstanta untuk provinsi Bali (Gabungan ke 9 kabupaten/Kota) dengan nilai koefisien sebesar 1,81 berarti walaupun tidak variable yang mempengaruhi kemiskinan (asumsi X1,X2,X3,X4 dan X5) sama dengan nol penduduk miskin bertambah. Dari 9 kota Kabupaten tersebut ternyata Badung, Gianyar, Buleleng dan Denpasar mampu mengurangi tanpa adanya faktor-faktor yang mempengaruhi,

SIMPULAN

Jumlah penduduk, share pertanian dan share industri p en golahan berp engaru h nyata positif terhadap jumlah penduduk miskin, sedangkan PDRB dan share industri berpengaruh nyata negative.

SARAN

Dalam usaha menurunkan jumlah penduduk miskin, pemerintah perlu mendistribusikan pendapatan, memperluas kesempatan kerja, dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, dan membatasi kelahiran melalui penggalakan kembali program KB.

REFERENSI

Agus Widarjono,2009, Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya, Penerbit Fakultas Ekonomi UII, Yogyakarta

Badan Pusat Statistik. 2008. Data dan Informasi Kemiskinan

2008. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Basri, Faisal dan Jossy Moeis dan Yando Zakaria. 1995. Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia. Dalam Faisal Basri, Perekonomian Indonesia Menjelang Abad XXI. P. 177.

Boediono, 1982. Teori Pertumbuhan Ekonomi, Edisi Pertama, BPFE-UGM, Yogyakarta

BPS. 2003. Pemantauan Kemiskinan di Indonesia: Metode Pengukuran dan Perkembangannya. P.35.

BPS. Data dan Informasi Kemiskinan (Data and Information on Poverty). BPS, Provinsi Bali

Deepa Narayan, dkk ; The voice of the poor, 2000

Dornbusch, R dan Stanley Fischer. 1987.%Makroekonomi. Edisi

Keempat Jakarta. Erlangga.

Dornbusch, R., S. Fischer, dan R. Startz. 2004.&Macroeconom-ics, 9th ed. McGraw-Hill, Boston

Gaiha, R. 1993. Design of Poverty Alleviation Strategy in Rural Areas. Roma: FAO

Hermanto S., Dwi W., 2006, Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Penduduk Miskin di Indonesia : Proses Pemerataan dan Pemiskinan, Direktur Kajian Ekonomi, Institusi Pertanian Bogor.

http://andalas van java online.com

http://Wikipedia.com

http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php

Imam Ghozali, 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan

Program SPSS.BP Undip: Semarang

Jhingan, M.L. 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Edisi Keenam Belas. PT. Raja Grafindo Persada Jakarta.

Lincolin Arsyad, 1997, Ekonomi Pembangunan, Edisi Ketiga, Penerbit BP STIE YKPN, Yogyakarta.

Mankiw, Gregory N., 1992. Teori Makro Ekonomi, Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta

Mudrajad Kuncoro, 1997, Ekonomi Pembangunan, Teori, Masalah, dan Kebijakan, Edisi Ketiga, Penerbit UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

Sumitro Djojohadikusumo, 1995, Perkembangan Pemikiran Ekonomi D asar Teori Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan, Penerbit LP3ES, Jakarta.

Todaro, Michael P, 1994, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Kedua, Terjemahan Haris Munandar, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Todaro, Michael P, 2000, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Ketujuh, Terjemahan Haris Munandar, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Wing Wahyu Winarno,2007,Analiss Ekonometrika dan Statistika dengan EVIEWS, Penerbit UPP STIM YKPN Yogyakarta

www, worlbank org

www.google. com//artikel kemiskinan

6