pISSN : 2301 - 8968

eISSN : 2303 - 0186

JEKT ♦ 11 [2] : 234-242

Peningkatan Kesejahteraan Melalui Kemandirian Petani Dalam Pengelolaan Integrasi Sawit Sapi Berkelanjutan

Rini Sulistiawati*)

Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura e-mail: rini_s5300@yahoo.co.id

Novira Kusrini

Imelda

Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura

ABSTRAK

Integrasi perkebunan sawit dengan ternak sapi dapat memberikan keuntungan pada kedua sub sektor tersebut yang akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kemandirian petani dalam pengelolaan integrasi sawit sapi serta implikasinya terhadap kesejahteraan. Populasi pada penelitian ini adalah semua petani yang telah melaksanakan integrasi sawit sapi. Jumlah sampel penelitian ini sebanyak 150 responden. Analisis data dengan Structural Equation Model (SEM) dan software AMOS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kesejahteraan petani integrasi sawit sapi dapat dilakukan dengan peningkatan kemandirian petani melalui manajemen dan pembinaan diri dalam pengelolaan integrasi sawit sapi berkelanjutan. Petani integrasi sawit sapi akan memiliki daya saing jika mampu memanfaatkan sumber informasi tenaga penyuluhan, berbagi pengetahuan dan memanfaatkan peluang-peluang pelatihan. Petani juga harus mampu mengambil keputusan, membuat perencanaan dalam pengelolaan integrasi sawit sapi dan berhasil menciptakan produksi yang bermutu.

Kata kunci: integrasi sawit sapi, kesejahteraan, kemandirian, keberlanjutan

Improving Welfare Through The Self-Reliance of Farmers in The Management of Sustainable Cattle Palm Integration

ABSTRACT

Integration of palm oil plantation with cattle can provide advantages in both sub sectors which will increase the income and welfare of farmers.This study aims to analyze the influence of farmer self-reliance in the management of cattle oil integration and its implications for welfare. The population in this research is all farmers which have already implemented palm cattle integration. The samples of these researches are 150 respondents. Data analysis using Structural Equation Model (SEM) and AMOS software. The results showed that the increase in prosperity of palm cattle integration farmers can be done with increased self-reliance of farmers through the management and coaching in the sustainable integration of palm cattle. Palm cattle integration farmers will have a competitiveness if it is able to utilize the resources extension workers, share knowledge and take advantage of training opportunities. Farmers also need to be able to make decisions, develop a plan for managing the integration of the palm cattle and managed to create a quality production.

Keywords: palm cattle integration, welfare, self-reliance, sustainability.

PENDAHULUAN

Sektor pertanian berperan penting dalam perekonomian Indonesia, yaitu dalam menyediakan bahan pangan, menyediakan lapangan pekerjaan dan ikut berkontribusi dalam pertumbuhan GDP.

Strategi pengembangan sektor pertanian dapat dilakukan dengan menciptakan usaha agribisnis yang sistematis, terpadu dan berkelanjutan. Upaya pemerintah untuk mengembangkan pertanian Indonesia harus terus dilakukan sehingga

dapat mendorong peningkatan pendapatan, kesejahteraan, dan daya saing pelaku usaha sektor pertanian Indonesia.

Salah satu upaya yang telah dilaksanakan yaitu dengan menjalankan sistem integrasi pada sektor pertanian. Provinsi Kalimantan Barat memiliki luas areal kebun sawit rakyat sebesar 407.410 ha (BPS, 2017). Ditinjau dari sisi lain, permintaan daging sapi di Provinsi Kalimantan Barat juga cenderung mengalami peningkatan, sehingga membuka peluang untuk pengembangan usaha ternak sapi. Peningkatan permintaan daging sapi juga harus diikuti dengan peningkatan produksi ternak sapi. Kendala yang dihadapi oleh peternak dalam menghadapi bertambahnya populasi ternak sapi potong yaitu tantangan penyusutan lahan yang mempengaruhi ketersediaan produksi hijauan dan pakan sapi yang berasal dari hasil samping produk pertanian. Ketersediaan hijauan pakan ternak sangat menentukan bagi pengembangan usaha ternak sapi dan peningkatan pendapatan peternak sapi.

Faktor penghambat ketersediaan hijauan pakan ternak yaitu maraknya alih fungsi lahan sumber hijauan pakan menjadi areal pemukiman penduduk dan areal industri. Kurangnya hijauan pakan ternak memaksa peternak untuk menggunakan lebih banyak pakan konsentrat, padahal harga pakan konsentrat terus mengalami peningkatan karena bahan bakunya sebagian diimpor. Salah satu cara untuk mengurangi ketergantungan terhadap komponen bahan pakan impor dan mengusahakan penggunaan bahan-bahan pakan penyusun ransum ternak dari produksi dalam negeri yaitu dengan melakukan integrasi ternak pada lahan-lahan produktif, misalnya dengan integrasi sawit dan ternak sapi (Subekti, 2009), (Suharto, 2003). Integrasi tersebut dapat berupa penggembalaan ternak pada lahan tersebut (on site), atau penanaman sumber hijauan pakan potongan untuk ternak di luar lahan (off site). Alternatif lainnya adalah intensifikasi pemanfaatan limbah pertanian, termasuk pemanfaatan tanaman pertanian sebagai sumber hijauan, tanpa mengganggu produktivitasnya. Limbah ternak sapi, biogas, limbah sawit dan limbah industri sawit bermanfaat sebagai bahan organik untuk meningkatkan kesuburan tanah (Husnain & Nursyamsi, 2015). Penggunaan campuran limbah sawit pada pakan ternak sapi mampu meningkatkan bobot badan sapi sehingga penggunaannya menjadi lebih ekonomis dibandingkan dengan pakan lainnya

(Elisabeth & Ginting, 2003); (Rizali, et al., 2018).

Secara umum, pelaksanaan integrasi sawit sapi dapat ditingkatkan melalui pengembangan produk, pemeliharaan ternak secara intensif, meningkatkan kapasitas produksi, dan memanfaatkan limbah kelapa sawit (Argo, et al., 2015). Integrasi sawit dan ternak dapat memaksimalkan penggunaan lahan, meningkatkan produksi, produktivitas dan pendapatan petani-peternak (Gabdo & Abdlatif, 2013), (Galib, 2012), (Matondang & Talib, 2015), (Indrayani & Hellyward, 2015), (Sirait, et al., 2015).

Pelaksanaan sistem integrasi sawit sapi di beberapa wilayah telah memberikan peningkatan produksi dan pendapatan bagi pelaksana integrasi. Beberapa penelitian terkait integrasi sawit dan ternak menyatakan bahwa usaha integrasi tersebut layak untuk diusahakan (Gunawan & Talib, 2014), (Ilham & Handewi, 2011), (Yamin, et al., 2010). Beberapa kendala yang dihadapi petani dalam pelaksanaan integrasi tanaman perkebunan dengan ternak sapi yaitu usaha yang masih bersifat tradisional, kurangnya keterampilan sumber daya manusia dan infrastruktur penunjang (Santoso, 2017).

Meskipun berbagai keuntungan dan peluang di dalam pengelolaan integrasi sawit sapi dapat diperoleh, namun tidak lepas dari permasalahan pengelolaan integrasi sawit sapi. Kendala pengembangan integrasi sawit-sapi yaitu : 1) kesulitan petani dalam pembuatan pakan ternak dari limbah sawit, 2) kesulitan petani dalam pembuatan pupuk dari kotoran ternak sapi, 3) kurangnya pengetahuan petani dalam tata laksana usaha ternak sapi (pemberian pakan, penggembalaan ternak sapi, pemberian obat – obatan dan vitamin, dan perkawinan ternak), 4) belum optimalnya peran serta petani dalam kelompok tani dan koperasi, 5) belum optimalnya peranan penyuluh terutama dalam hal pelaksanaan integrasi sawit – sapi, serta 6) belum optimalnya kerjasama dengan mitra baik pemerintah daerah maupun pihak swasta terkait pengadaan sarana produksi dan optimalisasi pemasaran hasil produksi.

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, pendekatan Low External Input Agriculture harus menerapkan prinsip manajemen yang sesuai sehingga bisa menghasilkan produksi yang efisien, berdaya saing dan berkelanjutan (Wijono, et al., 2003). Penerapan teknologi petani dalam program integrasi ternak sawit sangat ditentukan oleh pengetahuan dan keterampilan petani (Haryanto,

2009). Upaya pemberdayaan petani mandiri dan maju harus terus dilaksanakan untuk mendapatkan tingkat kehidupan dan kesejahteraan yang lebih baik (Solahuddin, 1999). Untuk mewujudkan hal ini, diperlukan peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas serta mampu mengakses sumber daya ekonomi berupa modal, SDA dan teknologi (Utomo & Widjaja, 2004). Pengembangan kawasan peternakan melalui pola integrasi tanaman ternak membutuhkan dukungan pemerintah, infrastruktur, kelembagaan keuangan, kelembagaan kelompok tani dan penyuluh, teknologi tepat guna, jasa pelayanan teknis dan kemitraan (Gunawan & Sulastiyah, 2010).

Salahsatufaktor yangmempengaruhikeberhasilan pengelolaan integrasi sawit sapi adalah tingkat kemandirian petani baik kemandirian teknis maupun manajerial. Kemandirian masyarakat adalah upaya fasilitasi masyarakat agar mampu mengoptimalkan ketersediaan sumber daya untuk melakukan aktivitas produksi, ekonomi, sosial dan ekologi (Supriyanto & Subejo, 2004). Indikator kemandirian petani yaitu pembinaan diri, kemampuan manajemen dan kemampuan sosial (Toha & Musyadar, 2014), (Marliati, et al., 2010).

Tinggi rendahnya tingkat keberhasilan petani dalam pengelolaan integrasi sawit sapi secara berkelanjutan merupakan aspek yang berpengaruh terhadap optimalisasi peran integrasi sawit sapi dalam peningkatan daya saing dan kesejahteraan petani. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kemandirian petani dalam pengelolaan integrasi sawit sapi serta implikasinya terhadap kesejahteraan. Riset mengenai pengelolaan integrasi sawit sapi yang berkelanjutan jumlahnya masih minim dan berfokus kepada terapan teknologi murni. Penelitian ini melihat variabel lain yang dapat mempengaruhi keberhasilan pengelolaan dari sisi sosial ekonomi petani (kemandirian petani) di dalam usaha peningkatan daya saing dan kesejahteraan petani. Dengan demikian diharapkan adanya temuan baru sebagai sumbangan pengembangan ilmu pengetahuan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang bertujuan menjelaskan hubungan antar variabel penelitian. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh kemandirian petani dalam pengelolaan interagrasi sawit sapi serta implikasinya terhadap kesejahteraan. Unit analisisnya adalah petani integrasi sawit sapi.

Lokasi penelitian ditentukan dengan metode purposive sampling, yaitu di Kabupaten Sanggau dengan pertimbangan merupakan lokasi sentra integrasi sawit sapi yang cukup berkembang dibandingkan dengan daerah lainnya, yang terlihat dari kinerja kelompok tani dan kemauan petani yang cukup tinggi dalam mengembangkan sistem integrasi sawit sapi. Populasi penelitian mencakup semua petani yang telah melaksanakan integrasi sawit sapi. Ukuran sampel yang representatif dalam penggunaan analisis Structural Equation Modelling yaitu 100-200 responden (Santoso S. , 2018), sehingga jumlah sampel penelitian ditetapkan sebanyak 150 responden.

Penelitian ini dimulai dengan melakukan identifikasi terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan kesejahteraan petani pada pengelolaan integrasi sawit sapi berkelanjutan. Variabel penelitian meliputi: (1) kemandirian petani, yaitu kemampuan petani dalam penguasaan dan pemanfaatan sumberdaya tanah, air, modal, sarana produksi, alat dan mesin pertanian, teknologi, informasi, pasar, dan lainnya. Indikator variabel kemandirian petani yaitu pembinaan diri, aspek manajemen dan aspek sosial (Toha & Musyadar, 2014). (2) kesejahteraan petani, yaitu tepenuhinya kebutuhan fisik dasar minimal. Indikator variabel kesejahteraan petani yaitu nilai tukar petani (NTP), persentase pangsa pendapatan dari sektor pertanian, dan persentase pangsa pengeluaran untuk pangan (Rachmat, 2013). (3) pengelolaan integrasi sawit sapi berkelanjutan, yaitu pemanfaatan hasil samping limbah sawit sebagai pakan ternak dengan dukungan penerapan teknologi yang sesuai, sehingga menghasilkan produksi yang efisien, berdaya saing dan berkelanjutan. Indikator pengelolaan integrasi sawit sapi berkelanjutan yaitu pengelolaan dari aspek ekonomi, pengelolaan dari aspek sosial dan pengelolaan dari aspek lingkungan (Agustina, 2014).

Penelitian ini menggunakan instrumen berdasarkan model penelitian. Pengukuran konstruk model penelitian digambarkan melalui indikator pada setiap konstruk yang ada. Indikator yang digunakan berasal dari penelitian sebelumnya. Selanjutnya, akan diuji validitas dan reliabilitas setiap variabel dan indikator. Skala pengukuran menggunakan skor 1 sampai 4, dengan kriteria skor 1 = Sangat tidak setuju, dan skor 4 = Sangat Setuju. Analisis data menggunakan Structural Equation Model (SEM) yang merupakan prosedur

Tabel 1. Hasil CMIN GFI DAN RMR

Model

NPAR

CMIN

DF

P

CMIN/DF

RMR

GFI

AGFI

Default model

18

27.151

18

.076

1.508

.013

.946

.892

Saturated model

36

.000

0

.000

1.000

IiidcpemleiKe model

8

179.077

28

.000

6.396

.048

.695

.608

Sumber : Data primer diolah, 2016


Tabel 2. Hasil NFI,CFI, IFI dan RFI

Model

NFI        RΠ     IFI

Delta!       rhol     Delta 2

Defhultinodel        .848           .764       .943       .939

Saturated model 1.000                    1.000     1.000

Independence model .000          .000      .000      .000

Sumber : Data primer diolah, 2016


Tabel 3. Hasil RMSEA

Model

RMSEA

AIC

BCC

BIC

CAIC

ECVI

HOELTER

HOELTER

Default model

.067

63.151

66.237

112.560

130.560

.554

122

147

Saturated model

72.000

78.171

170.818

206.818

.632

Independence model

.218

195.077

196.448

217.036

225.036

1.711

27

31

Sumber : Data primer diolah, 2016


statistik multivariat dengan menggunakan software AMOS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Measurement Model

Uji measurement model dilakukan untuk menguji apakah model secara keseluruhan dapat dikatakan fit dan apakah masing-masing indikator dapat menjelaskan konstruk yang ada (uji validitas dan reliabilitas dari konstruk)

Tahap pertama : Pengujian Model Secara Keseluruhan

Alat untuk melakukan pengujian model secara keseluruhan yaitu Absolute Fit Indices, Incrementals Fit Indices dan Parsimony Fit Indices.

  • (1) . Absolute Fit Indices, yaitu melakukan perbandingan secara langsung antara matriks kovarians sampel dengan estimasi.

Model dikatakan baik jika nilai CMIN pada default model berada di antara nilai CMIN saturated model dan CMIN independence model. Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai CMIN (27,151) berada di antara nilai CMIN saturated model (0) dan CMIN independence model (179,077) sehingga dapat dikatakan model fit. Selain itu, model yang baik juga terlihat dari nilai GFI dan AGFI yang besar (mendekati 1), dan diikuti dengan nilai RMR yang sangat kecil (mendekati 0). Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai GFI (0,946) dan AGFI

(0,892), nilai sangat tinggi dan mendekati 1, nilai RMR sebesar 0,013 juga sangat kecil (mendekati 0), hal ini merupakan indikasi model yang fit.

  • (2) . Incrementals Fit Indices.

Tabel 2 menunjukkan bahwa alat ukur NFI, CFI, IFI dan RFI mempunyai range value yang sama (0 sampai 1), yang artinya model sudah fit. Output menunjukkan nilai NFI (0,848), CFI (0,939), IFI (0,943) dan RFI (0,764) berada di antara 0 dan 1, beberapa diantaranya bernilai lebih dari 0,9, sehingga model sudah fit.

  • (3) . Parsimory Fit Indices

Hasil output pada tabel 3 menunjukkan bahwa nilai RMSEA (Root Mean Square Error of Approximation) 0,067 bagus karena berada jauh di bawah nilai 1, sehingga model sudah baik. Kemudian nilai default model AIC (63,151), BCC (66,237), BIC (112,560) dan CAIC (130,560) lebih kecil dari nilai saturated model dan independence model, sehingga model dikatakan baik. Angka ECVI (Expected Cross Validation Index) default model lebih kecil dibandingkan saturated model dan independence model, maka model fit. Output HOELTER (122) bagus karena berada di bawah cut off 200.

Tahap kedua : Pengujian Convergent Validity dan Discriminant Validity

Standar yang digunakan untuk menguji convergent Validity adalah nilai loading factor di

Tabel 4. Hasil Uji Validitas dan Realibilitas

K22⅛⅛yk/

Variabel

Indikator

Loading

Factor

Kesimpulan

QsssBsisite Realibility

AVE

Kesimpulan

Kemandirian

P INTEGRASI

SAWIT SAPI

0,897

valid

0,827

0,590

reliabel

Mjm

0,702

valid

p. diri

0,976

valid

P

sejahtera

0,882

valid

0,833

0,639

reliabel

INTEGRASI

ling K

0,72'1

valid

SAWIT SAPI

Ekon

0,647

valid

Sejahtera

pengeluaran

0,680

valid

0,921

0,644

reliabel

Sumber : Data primer diolah, 2016


Tabel 5. Nilai R-square

Pengaruh antara variabel penelitian

^-square

P INTEGRASI

Savvitsapi

<___ KEMANDIRIAN

0,804609

SEJAHTERA

_    P INTEGRASI SAATT

SAPI

0,777924

Mo

<— KEMANDIRIAN

0,714023

Pdjrj

<— KEMANDIRIAN

0,952576

Lingk

P INTEGRASI SAATT

'^     SAPI

0,670761

Ekon

P INTEGRASI SAWIT

” SAPI

0,783225

Penge

<— SEJAHTERA

0,808201

Sumber : Data primer diolah, 2016


atas 0.6. Berdasarkan data yang ada maka semua indikator yang digunakan valid.

Loading factor ini dapat menunjukkan keeratan hubungan. Bila dilihat dari indikator pembinaan diri sangat erat hubungannya dengan kemandirian, hal ini terbukti dengan Loading factor paling tinggi yaitu 0,976. Sedangkan arah hubungannya positif menunjukkan hubungannya searah, artinya semakin baik pembinaan diri petani integrasi sawit sapi, maka semakin tinggi tingkat kemandiriannya di dalam pengelolaan integrasi sawit sapi.

Selanjutnya, standar yang digunakan untuk menguji discriminant validity adalah nilai AVE di atas 0.6. Berdasarkan data yang ada maka semua variabel laten yang digunakan valid. Untuk mengetahui data yang digunakan reliabel dari setiap variabel laten maka dapat dilihat dari nilai Composite Reliability (CR) dan Average Variance Extrac (AVE). Berdasarkan hal tersebut, nilai CR diatas 0.8 dan nilai AVE diatas 0.6 artinya semua variabel laten reliabel (Tabel 4.)

Tahap terakhir adalah melihat R-square yang menunjukkan seberapa besar persentase variabel laten dipengaruhi oleh indikatornya dan berapa persentase sisanya dijelaskan oleh variabel lain

diluar model.

Hasil dari R-square dari masing-masing variabel cukup baik karena memiliki R-square di atas 50%, artinya persentase variasi dari indikator yang ada cukup tinggi dapat dijelaskan oleh variabel laten, persentase sisanya hanya sedikit saja yang dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Nilai R-square yang cukup tinggi adalah (i) hubungan antara kemandirian dengan pengelolaan integrasi sawit sapi; (ii) hubungan antara kemandirian dengan pembinaan diri dan (iii) hubungan antara kesejahteraan dengan pengeluaran petani. Adapun penjelasannya sebagai berikut. Variabel pengelolaan integrasi sawit sapi memiliki nilai 0,805 artinya sebesar 80,5 % variasi dari variabel tersebut dapat dijelaskan oleh konstruk kemandirian, sisanya 19,5 % dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Selanjutnya variabel pembinaan diri memiliki nilai 0,953 artinya sebesar 95,3 % variasi dari variabel tersebut dapat dijelaskan oleh variabel kemandirian, sisanya 4,7% dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Variabel pengeluaran memiliki nilai 0,808 artinya sebesar 80,8% variasi dari variabel tersebut dapat dijelaskan oleh konstruk kemandirian, sisanya 19,2% dijelaskan oleh variabel lain di luar

Tabel 6. Hubungan Antar Variabel Penelitian

No

Pengaruh antara variabel penelitian

Estimate

S.E

C.R.

P

Label

1

Pintegrasi <-SAVVIT SAPI -

Kemandiria

N

.221

.105

2.099

.036 **

par_6

2

SEJAHTERA '

P INTEGRASI SAWIT SAPI

3.210

1.608

1.995

.046 **

par_7

3

Mjm

Kemandiria N

.645

.139

4.658

.000

⅛⅛⅛

par_l

4

PdiH

kemandiria N

1.022

.156

6.537

.000“*

par 2

5

Lingk

P INTEGRASI SAWIT SAPI

.319

.309

1.031

.302-

par_3

6

Ekon

P INTEGRASI

SAWIT SAPI

.372

.400

.932

.351-

par 4

7

⅛nss

SEJAHTERA

1.353

366

3.699

.000***

par 5

Sumber : Data primer diolah, 2016

Keterangan :

*** signifikan sebesar 1%

** signifikan sebesar 5%

ns tidak signifikan


model.

Evaluasi Struktural Model

Pada penelitian ini untuk tahap Measurement Model dikatakan baik sehingga untuk tahap berikutnya adalah menguji Structural Model. Di dalam Structural model akan diketahui hubungan diantara konstruk atau variabel independen yang mempunyai hubungan causal (sebab akibat). Model hubungan antar variabel dalam structural model dapat dilihat pada gambar 1.

Sumber : Data primer diolah, 2016 Gambar 1. Model Struktural

Tabel 6 menunjukkan pengaruh antar variabel laten dalam model. Angka estimate menunjukkan kovarians antar variabel laten dengan indikatornya. Bila P value < 0,05 artinya indikator tersebut mampu menjelaskan semua konstruk yang ada. Dengan kata lain ada pengaruh signifikan antar varibel laten dan sebaliknya. Berdasarkan tabel 6

dapat diketahui bahwa (i) adanya pengaruh antara kemandirian dan pengelolaan integrasi sawit sapi berkelanjutan. “P value” = 0,036 sehingga signifikan pada level 5%; (ii) adanya pengaruh antara pengelolaan integrasi sawit sapi berkelanjutan dan kesejahteraan petani. “P value” = 0,046 sehingga signifikan pada level 5%; (iii) adanya pengaruh antara manajemen dan kemandirian petani. “P value” = 0,000 sehingga signifikan pada level 1% ; (iv) adanya pengaruh antara pembinaan diri dan kemandirian petani. “P value” = 0,000 sehingga signifikan pada level 1% ; (v) tidak ada pengaruh antara aspek lingkungan dan pengelolaan integrasi sawit sapi berkelanjutan. “P value” = 0,302 sehingga tidak signifikan ; (vi) tidak ada pengaruh antara aspek ekonomi dan kesejahteraan petani. “P value” = 0,351 sehingga tidak signifikan; (vii) adanya pengaruh antara pengelolaan integrasi sawit sapi berkelanjutan terhadap kesejahteraan petani. “P value” = 0,000 sehingga signifikan pada level 1%. Pembahasan

Melalui survei yang dilakukan terhadap 150 responden petani pelaksana integrasi sawit sapi Kabupaten Sanggau ditemukan bahwa kemandirian petani dengan pengelolaan integrasi sawit sapi mempunyai keterkaitan. Dengan kata lain kemandirian berpengaruh terhadap pengelolaan integrasi sawit sapi. Hal ini terbukti dari kemampuan baik teknis manajerial yang dimiliki oleh petani sudah cukup baik sehingga mereka memiliki inovatif, kreativitas dan daya

saing di dalam usahatani (Ruhimat, 2014). Namun, kemampuan petani dari aspek manajerial, aspek kemampuan teknis dan aspek kemampuan sosial yang mempengaruhi petani dalam meningkatkan kemandirian masih terbatas dan belum terarah. Hanya beberapa petani saja yang baik di aspek teknis namun rendah di aspek manajerial dan sebaiknya. Di samping itu pengelolaan integrasi sawit sapi oleh petani bisa dikatakan masih belum sesuai yang diharapkan. Pemberian pakan sapi dari limbah sawit misalnya dari pelepah sawit masih kurang optimal dan kurang berkualitas sesuai kebutuhan ternak. Hal ini dikarenakan minimnya kemampuan untuk mengolah limbah sawit menjadi suatu produk pakan yang berkualitas untuk sapi potong.

Kemudian untuk manajemen dan pembinaan diri dapat digunakan untuk menjelaskan variabel Kemandirian. Petani integrasi sawit sapi dalam hal ini sangat baik di dalam membuat perencanaan dan pengambilan keputusan, memanfaatkan peluang-peluang pelatihan yang ada serta memiliki kemampuan petani untuk memanfaatkan tenaga penyuluh yang terkait dengan integrasi sawit sapi. Selain itu kemampuan dalam mengambil keputusan dicirikan dengan kemampuan petani dalam pemanfaatan potensi individu untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Kemampuan petani di dalam pembinaan diri dan manajemen diharapkan mampu meningkatkan kemandirian petani integrasi sawit sapi. Pembinaan diri manajemen sangat mempengaruhi kemandirian petani dimana sebesar 30% tingkat kemampuan petani dapat mempengaruhi tingkat kemandirian petani (Toha & Musyadar, 2014). Petani tidak akan mampu menghadapi seluruh permasalahan di dalam pengelolaan usahataninya tanpa memanfaatkan peluang pelatihan dan tenaga penyuluh (Suprayitno, Sumardjo, Gani, & Sugihen, 2011). Oleh karena itu petani harus memiliki kemampuan pembinaan diri dan manjemen untuk mengambil keputusan penting di dalam mencapai keberhasilan pengelolaan usahataninya. Pengembangan program integrasi sawit sapi memerlukan pengembangan, penguatan dan pemberdayaan kelembagaan agribisnis.

Selanjutnya berdasarkan tabel 7 ternyata terdapat pengaruh antara pengelolaan integrasi sawit sapi berkelanjutan terhadap kesejahteraan petani. Pengelolaan integrasi sawit sapi yang baik diharapkan akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani. Pada variabel Kesejahteraan,

indikator pengeluaran petani memiliki nilai P***, sehingga dapat disimpulkan bahwa indikator pangsa pengeluaran pangan petani dapat digunakan untuk menjelaskan variabel kesejahteraan. Pola konsumsi/pengeluaran keluarga bisa menunjukkan sebuah keluarga itu sejahtera atau tidak. Keluarga yang memiliki pendapatan rendah biasanya proporsi konsumsi untuk pangan lebih besar dibandingkan proporsi untuk pendidikan dan lain sebagainya dan sebaliknya. Semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga maka semakin kecil proporsi konsumsi untuk pangan terhadap total pengeluaran keluarga. Berdasarkan teori Engel pangsa pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan pangan cenderung menurun dengan meningkatnya kesejahteraan. Sementara menurut teori Bennet alokasi pengeluaran pangan pokok akan mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya kesejahteraan.

SIMPULAN DAN SARAN

Peningkatan kesejahteraan bagi petani integrasi sawit sapi dapat dilakukan dengan peningkatan kemandirian petani melalui manajemen dan pembinaan diri dalam pengelolaan integrasi sawit-sapi berkelanjutan. Petani integrasi sawit sapi akan memiliki daya saing bila di dalam pembinaan diri, mereka mampu memanfaatkan sumber informasi tenaga penyuluhan, berbagi pengetahuan dan memanfaatkan peluang-peluang pelatihan. Kemudian di dalam manajemen mereka harus dapat mengambil keputusan, mampu membuat perencanaan dalam pengelolaan integrasi sawit sapi dan berhasil menciptakan produksi yang bermutu.

Implikasi manajerial studi ini adalah pembinaan dan pendampingan yang berkelanjutan mengenai pengelolaan integrasi sawit sapi oleh aktor-aktor yang diyakini dapat meningkatkan kemandirian petani tersebut. Adapun aktor-aktor tersebut adalah pihak akademisi, pemerintah, swasta dan masyarakat yang peduli akan pengelolaan integrasi sawit sapi. Peranan aktor tersebut sangat diperlukan agar petani integrasi sawit sapi dapat memainkan peranannya masing-masing di dalam mendorong peningkatan manajemen dan pembinaan diri dalam upaya untuk menciptakan kemandirian petani.

Pengembangan kemandirian dalam pengelolaan integrasi sawit sapi untuk meningkatkan daya saing dan kesejahteraan petani bisa dilakukan melalui kegiatan penyuluhan, pelatihan,

pendampingan dan pemberdayaan dalam kegiatan integrasi sawit sapi. Implikasi teori dari penelitian ini adalah kemandirian petani di dalam pengelolaan integrasi sawit sapi ini dalam upaya peningkatan kesejahteraan dapat ditingkatkan melalui pembinaan diri dan manajemen secara simultan. Pengembangan ilmu dalam pengelolaan integrasi sawit sapi yang berkelanjutan khususnya di dalam bidang manajemen sangat diharapkan. Keterbatasan penelitian ini adalah jumlah sampel yang masih relatif sedikit sekitar 150 responden yang hanya berasal dari kabupaten Sanggau. Padahal pengembangan integrasi sawit sapi tidak hanya di Kabupaten Sanggau di Kalimantan Barat ini seperti di Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kubu Raya yang berpotensi besar juga untuk dilakukan kajian lebih lanjut mengenai pengelolaan integrasi sawit sapi. Dengan demikian hasilnya belum mencapai kepada hasil yang diharapkan. Kajian selanjutnya dapat diarahkan kepada kabupaten/kota yang mayoritas mengusahakan petani integrasi sawit sapi, karena masing-masing daerah di Kalimantan Barat memiliki kebijakan yang berbeda-beda dalam pengembangan integrasi sawit sapi. Hal ini terkait erat dengan perbedaan perilaku dan budaya masyarakat di masing-masing kabupaten/ kota yang akan mempengaruhi pola pembinaan dan manajemen dalam membentuk kemandirian petani.

REFERENSI

Agustina, D. (2014). Analisis Lingkungan Sosial Ekonomi Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Berdasarkan Kriteria ISPO (Studi Kasus PT. X Kalimantan Selatan). Bogor: IPB.

Argo, Rahardjo, K., & Wicaksono, K. P. (2015). Optimalisasi Strategi Integrasi Kelapa Sawit-Sapi Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perkebunan di Indonesia. E-Journal Universitas Brawijaya, 9(1), 11-21.

BPS. (2017). Kalimantan Barat dalam Angka Tahun 2017. Pontianak: BPS.

Elisabeth, J., & Ginting, S. (2003). Pemanfaatan Hasil Samping Industri Kelapa Sawit Sebagai Bahan Pakan Ternak Sapi Potong. Lokakarya Nasional: Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi, (pp. 110-119). Bengkulu.

Gabdo, B., & Abdlatif, I. (2013). Analysis of The Benefits of Livestock to Oil Palm in an Integrated System: Evidence from Selected Districts in Johor, Malaysia. Journal of Agricultural Science, 5(12), 47-55.

Galib, R. (2012). Pemanfaatan Pelepah dan Solid Kelapa Sawit Sebagai Pakan Sapi di Lahan Kering Kalimantan Selatan. Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri Olahannya Sebagai Pakan Ternak, (pp. 158-161).

Gunawan, & Sulastiyah, A. (2010). Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Melalui Pola Integrasi Tanaman Ternak dan Pembangunan Kawasan Peternakan. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian, 6(2), 157168.

Gunawan, & Talib. (2014). Potensi Pengembangan Bioindustri dalam SIstem Integrasi Sapi Sawit. Wartazoa, 24(2), 67-74.

Haryanto, B. (2009). Inovasi Teknologi Pakan Ternak dalam Sistem Integrasi Tanaman – Ternak Bebas Limbah Mendukung Upaya Peningkatan Produksi Daging. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian, 2(3), 163-176.

Husnain, & Nursyamsi, D. (2015). Peranan Bahan Organik dalam Sistem Integrasi Sawit Sapi. Jurnal Sumberdaya Lahan, 9(1), 27-36.

Ilham, N., & Handewi, S. (2011). Kelayakan Finansial Sistem Integrasi Sawit Sapi Melalui Program Kredit Usaha Pembibitan Sapi. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian, 9(4), 349-369.

Indrayani, I., & Hellyward, J. (2015). Optimalisasi Produksi dan Maksimalisasi Keuntungan Usaha Ternak Sapi Potong dengan Sistem Integrasi Sapi-Sawit di Kabupaten Dharmasraya. Jurnal Peternakan Indonesia, 17(3), 187-194.

Marliati, Sumardjo, Asngari, P. S., Tjitopranoto, P., & Saefuddin, A. (2010). Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kemandirian Petani Tanaman Pangan Beragribisnis di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Forum Pascasarjana, 33(3), 221-228.

Matondang , R., & Talib, C. (2015). Model Pengembangan Sapi Bali dalam Usaha Integrasi di Perkebunan Kelapa Sawit. Wartazoa, 25(3), 147157.

Rachmat, M. (2013). Nilai Tukar Petani: Konsep, Pengukuran dan Relevansinya Sebagai Indikator Kesejahteraan Petani. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 31(2), 111-122.

Rizali, A., Fahcrianto, Ansari, M. H., & Wahdi, A. (2018). Pemanfaatan Limbah Pelepah dan Daun Kelapa Sawit Melalui Fermentasi Trichoderma sp. Sebagai Pakan Sapi Potong. Enviro Scienteae, 14(1), 1-7.

Ruhimat, I. S. (2014). Faktor-Faktor Untuk Peningkatan Kemandirian PetaniDalam Pengelolaan Hutan Rakyat: Studi Kasus Di Desa

Ranggang, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 11(3), 237-249.

Santoso, A. B. (2017). Analisis Pendapatan Terhadap Karakteristik Usahatani Integrasi Tanaman Perkebunan-Sapi: Kasus di Desa Mesa, Kabupaten Maluku Tengah. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 22(2), 108-114.

Santoso, S. (2018). Konsep Dasar dan Aplikasi SEM dengan AMOS 24. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Sirait, P., Lubis, Z., & Sinaga, M. (2015). Analisis Sistem Integrasi Sapi Dan Kelapa Sawit Dalam Meningkatkan Pendapatan Petani Di Kabupaten Labuhanbatu. Agrica (Jurnal Agribisnis Sumatera Utara), 8(1), 1-15.

Solahuddin. (1999). Pengembangan Pertanian di Era Reformasi. Jakarta: Departemen Pertanian.

Subekti, E. (2009). Ketahanan Pakan Ternak Indonesia. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian, 5(2), 63-71. Suharto. (2003). Pengalaman Pengembangan Usaha Sistem Integrasi Sapi-Kelapa Sawit di Riau. Lokakarya Nasional: Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi, (pp. 57-63). Bengkulu.

Suprayitno, A. R., Sumardjo, Gani, D. S., & Sugihen, B. G. (2011). Model Peningkatan Partisipasi Petani Sekitar Hutan Dalam Mengelola Hutan Kemiri Rakyat: Kasus Pengelolaan Hutan Kemiri Kawasan Pegunungan Bulusaruang, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 8(3), 176-195.

Supriyanto, & Subejo. (2004). Peningkatan Kompetensi Lulusan Program Penyuluhan Pembangunan dalam Menumbuhkan Kemandirian Masyarakat. Seminar Lokakarya Nasional, (pp. 1-15). Bogor.

Toha, M., & Musyadar, A. (2014). Kemandirian Petani dalam Proses Pemasaran Hasil Tanaman Karet di Desa Gunung Bungsu Kabupaten Kampar. Jurnal Penyuluhan Pertanian, 9(1), 7-20.

Utomo , B. N., & Widjaja, E. (2004). Limbah Padat Pengolahan Minyak Sawit Sebagai Sumber Nutrisi Ternak Ruminansia. Jurnal Litbang pertanian, 23(1), 22-28.

Wijono, D. B., Affandhy, L., & Rasyid, A. (2003). Integrasi Ternak Dengan Perkebunan Kelapa Sawit. Lokakarya Nasional, (pp. 147-155). Bengkulu.

Yamin, M., Muhakka, & Abrar, A. (2010). Kelayakan Sistem Integrasi Sapi dengan Perkebunan Kelapa Sawit di Propinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Pembangunan Manusia, 10(1), 1-21.

242