JEKT 9 [1] : 46 - 52

ISSN : 2301 - 8968


Willingness to Pay Masyarakat Terhadap Penggunaan Jasa Pengolahan Sampah

Zulfa Emalia*)

Dewi Huntari

Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah faktor seperti jumlah pendapatan, tingkat pendidikan, dan jumlah frekuensi pengangkutan berpengaruh terhadap kesediaan membayar (Willingness to Pay/WTP) oleh responden pengguna jasa pengolahan sampah. Penelitian ini juga bertujuan untuk melihat berapa besar nilai WTP yang bersedia dibayarkan oleh responden dan berapa besar tingkat kepatuhan responden dalam menggunakan jasa pengolahan sampah di Kelurahan Rajabasa Raya. Penelitian ini menggunakan data yang diperoleh dari penyebaran kuisioner. Penelitian ini menggunakan metode Regresi Binary Logistic dengan alat analisis SPSS ver. 15. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa faktor jumlah pendapatan dan tingkat pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap WTP. Sedangkan frekuensi pengangkutan memiliki hubungan positif namun tidak signifikan terhadap WTP. Rata-rata nilai WTP yang bersedia dibayar oleh responden adalah sebesar Rp. 18.200. Berdasarkan jumlah responden yanag bersedia membayar dan tidak bersedia membayar, dapat dilihat tingkat kepatuhan masyarakat terhadap penggunaan jasa pengolahan sampah. Sebesar 73 atau 77,7% responden memiliki tingkat kepatuhan dengan bersedia membayar untuk tetap menggunakan jasa pengolahan sampah. Sisanya yaitu 21 responden atau 22,3% dari total responden memiliki kepatuhan yang rendah.

Kata kunci: pendapatan, tingkat pendidikan, frekuensi pengangkutan, tingkat kepatuhan, willingness to pay, regresi binary logistic

Willingness to Pay of Society toward The Use of Waste Management Services

ABSTRACT

The aims of this study are to analysis factors such as the amount of income, education level, and the number of frequencies transporting effect on willingness to pay (WTP) by the respondent that using waste management services. This study is to see how much the value of WTP who are willing to pay by the respondents and how much the level of compliance of the respondents in using waste management service in Kelurahan Rajabasa Raya. This study uses data derived from questionnaires. This study uses Binary Logistic Regression with analysis tools SPSS ver. 15. The results from this study indicate that income and education levels factors have positive and significant effect to WTP. While the frequency of transporting has a positive but not significant effect to WTP. The average value of WTP that willing to pay by respondents is Rp. 18,200. Based on the respondents who are willing to pay and are not willing to pay, we can see the level of compliance of the public against the use of waste management services. By 73 or 77.7% of respondents have a level of compliance with the willing to pay to continue using the waste management services. The remaining 21 respondents, or 22.3% of total respondents have a low compliance.

Keywords: income, education level, frequency of transportation, level compliance, willingness to pay, binary logistic regression.

PENDAHULUAN

Kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang terjadi selama ini erat kaitannya dengan meningkatnya pertumbuhan dan pola penyebaran

*). E-mail : emalia.zulfa@gmail.com

penduduk yang kurang seimbang jika dibandingkan dengan penggunaan sumberdaya alam serta daya dukung lingkungan yang tersedia. Selain itu, kerusakan yang terjadi akibat kurang tegasnya pemerintah dalam pembuatan peraturan mengenai penggunaaan sumber daya alam dan lingkungan yang

menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan yang parah di beberapa daerah (Nugroho, 1999).

Secara umum, masalah lingkungan disebabkan oleh peristiwa alam, pertumbuhan penduduk yang pesat, pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan , industrialisasi, dan transportasi. Selain itu, ada penyebab kerusakan lainnya yaitu sampah (refuse) dan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Dalam hal ini sampah yang dimaksudkan adalah sampah yang bersifat padat dan merupakan sisa dari konsumsi rumah tangga (Manik, 2003).

Masalah utama di lingkungan pemukimam dan masih belum terpecahkan adalah masalah limbah, baik cair maupun padat (sampah). Berdasarkan Undang-undang Nomor 18 tahun 2008 pasal 4 dan pasal 5, bahwa pengelolan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Pemerintah dan pemerintah daerah bertugas untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan. Berdasarkan undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 pasal 11 tentang Pengelolaan Sampah menjelaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan dalam pengelolaan sampah secara baik dan berwawasan lingkungan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau pihak lain yang diberi tanggung jawab.

Pemberian nilai ekonomi terhadap sumberdaya alam dan lingkungan pun dilakukan untuk melihat sejauh mana kerusakan terjadi. Nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Konsep ini disebut kesediaan untuk membayar atau willingness to pay (WTP) seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. Pengukuran nilai ekonomi dapat juga dilakukan melalui pengukuran kesediaan menerima atau willingness to accept (WTA) yang merupakan jumlah minimum pendapatan seseorang mau menerima penurunan sesuatu (Yunis, 2012).

Pengolahan sampah di Bandar Lampung dilakukan secara bertahap, tidak langsung dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Pengolahan dan pengangkutan dilakukan secara terstruktur dan sesuai dengan alur yang ditentukan pemerintah. Pada sampah rumah tangga, sampah-sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga dikumpulkan di belakang atau di depan masing-masing rumah dalam kantong plastik atau karung yang kemudian akan di ambil oleh petugas kebersihan menggunakan grobak sampah atau grobak motor. Kemudian sampah-sampah yang sudah di kumpulkan di

bawa ke Tempah Pembuangan Sementara (TPS) di tiap-tiap wilayah Kelurahan. Setelah sampai di TPS, sampah kemudian dipilah oleh para petugas. Kemudian sampah yang benar-benar tidak terpakai diangkut menuju TPA menggunakan mobil truck sampah. Tempat Pembuangan Akhir di Bandar Lampung terletak di wilayah Teluk Betung yaitu di TPA Bakung.Pengelolaan sampah di pemukiman menjadi tanggung jawab Kelurahan masing-masing daerah melalui Sokli.

Kelurahan Rajabasa Raya merupakan salah satu kelurahan yang dapat dikatakan berhasil dalam pengelolaan kebersihan dan berjalannya program sokli. Kelurahan Rajabasa Raya juga merupakan Kelurahan dengan jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan Rajabasa (Badan Pusat Statistik, 2014). Mereka mampu membeli alat-alat kebersihan sendiri dengan menggunakan hasil iuran jasa sokli yang dibayarkan oleh pengguna jasa tiap bulannya.

Pengguna jasa sokli di Kelurahan Rajabasa Raya adalah sejumlah 800 Kepala Keluarga, dimana hampir setengah dari jumlah penduduknya menggunakan jasa sokli dalam menjaga kebersihan lingkungan.

Berikut adalah Alur Pengangkutan Sampah di Kelurahan Rajabasa Raya :

Gambar 1. Alur Pengangkutan Sampah di Kelurahan Rajabasa Raya.

Sumber : Sokli Kelurahan Rajabasa Raya, 2014

Untuk itu perlu diketahui seberapa besar kesediaan masyarakat untuk membayar (Willingness to Pay) dalam penggunaan jasa pengolahan sampah (SOKLI) di daerah kecamatan Rajabasa Raya dan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh didalamnya. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh jumlah pendapatan, tingkat pendidikan, dan tingkat frekuensi pengangkutan terhadap willingness to pay (WTP) masyarakat terhadap penggunaan jasa pengolahan sampah. Tujuan lain penelitian ini adalah untuk mengetahui besar nilai WTP masyarakat terhadap jasa pengolahan sampah. Selain itu, tujuan akhir penelitian ini adalah untuk mengetahui presentasi tingkat kepatuhan masyarakat terhadap penggunaan jasa pengolahan sampah.

Kesediaan untuk Membayar (Willingness To Pay)

Jasa-jasa lingkungan pada dasarnya dinilai berdasarkan willingness to pay (WTP) dan willingnes

to accept (WTA). Willingness to pay dapat diartikan sebagai berapa besar orang mau membayar untuk memperbaiki lingkungan yang rusak (kesediaan konsumen untuk membayar), sedangkan willingness to accept adalah berapa besar orang mau dibayar untuk mencegah kerusakan lingkungan (kesediaan produsen menerima kompensasi) dengan adanya kemunduran kualitas lingkungan. Kesediaan membayar atau kesediaan menerima merefleksikan preferensi individu, kesediaan membayar dan kesediaan menerima adalah parameter dalam penilaian ekonomi (Fujita, 2005).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi WTP beragam, dalam penelitian ini dibatasi terdapat tiga faktor yang mempengaruhi WTP diantaranya pendapatan, pendidikan, dan frekuensi penganggkutan sampah. Pendapatan rumah tangga yaitu pendapatan/penghasilan yang diterima oleh rumah tangga baik yang berasal dari kepala keluarga maupun pendapat) an anggota rumah tangga. Pendapatan tumah tangga dapat berasal dari balas jasa tenaga kerja/pekerja (upah dan gaji, serta keuntungan lainnya), balas jasa kapital (bunga, bagi hasil, dan lain-lain), dan pendapatan yang berasal dari pemberian pihak lain (transfer). Faktor lain yang mempengaruhi WTP adalah pendidikan. Pendidikan memiliki fungsi yang luas, salah satunya adalah sebagai pengubah kehidupan suatu masyarakat menjadi lebih baik dan menuntun masyarakat agar mengenal tanggung jawab bersama dalam bermasyarakat. Frekuensi pengangkutan didefinisikan sebagai jumlah perjalanan yang dapat dilakukan dalam periode waktu tertentu. Tingkat atau frekuensi pengangkutan sampah didasarkan oleh jumlah penduduk yang terlayani, luas daerah yang terlayani, dan jumlah sampah yang terangkat ke TPA. Pengangkutan sampah menurut UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah merupakan bagian dari penanganan sampah. Pengangkutan di definisikan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan atau dari tempat penampungan sampah sementara menuju ke tempat pegolahan sampah akhir.

DATA DAN METODOLOGI

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer digunakan untuk memperoleh informasi tentang pendidikan, pendapatan per bulan, tingkat konsumsi rumah tangga, dan jumlah frekuensi pengangkutan. Data primer diperoleh dengan cara melakukan sebar kuisioner ke calon responden yang tinggal di Kelurahan Rajabasa Raya

pada bulan Mei 2015 yang merupakan pengguna jasa SOKLI. Data sekunder mencakup data mengenai jumlah pengguna sokli dan alat-alat kebersihan yang terdapat di Kelurahan Rajabasa Raya tahun 2014, jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Kelurahan Rajabasa Raya tahun 2014, jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di Kelurahan Rajabasa Raya tahun 2014. Data-data tersebut di peroleh berdasarkan Profil dan Database Kelurahan Rajabasa Raya tahun 2014.

Populasi pada penelitian adalah masyarakat yang tinggal di Kelurahan Rajabasa Raya dengan total populasi 1.678 Kepala Keluarga (KK). Penentuan Kecamatan Rajabasa sebagai sampel dilakukan secara tidak acak (nonprobability sampling) dengan menggunakan teknik purposive sampling. Penentuan besar jumlah sampel digunakan teknik simple random sampling dengan ketentuan semua mendapatkan kesempatan yang sama. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh jumlah sampel sebesar 94 jiwa. Untuk menentukan jumlah sampel digunakan Rumus Slovin :n = . Berdasarkan

N(d) +1

hasil perhitungan diperoleh ukuran sampel yang akan diteliti adalah sebanyak 94 responden.

Analisis Statistik Deskriptif

Analisis kuantitatif merupakan analisis yang menggunakan angka-angka dengan perhitungan statistik dan beberapa alat analisis. Analisis ini dilakukan agar dapat mengetahui faktor-faktor mana saja yang berpengaruh terhadap kesediaan membayar masyarakat terhadap penggunaan jasa pengolahan sampah di Kelurahan Rajabasa Raya. Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewness (kemencengan distribusi). Statistik deskriptif dalam penelitian pada dasarnya merupakan proses perubahan data penelitian dalam bentuk tabel sehingga mempermudah dalam proses pemahaman (Ghozali, 2007).

Model Regresi Binary Logistic

Model Regresi Binary Logistic merupakan model regresi dengan variabel dependen yang merupakan variabel dummy yang tujuannya untuk memprediksi terjadinya suatu peristiwa atau event. Regresi Logistik biner digunakan ketika hanya ada 2 kemungkinan variabel respon (Y). Analisis regresi logistik digunakan untuk menjelaskan hubungan antara variabel respon yang berupa data dikotomik/biner dengan variabel bebas yang berupa data berskala interval dan atau kategorik. Menurut Gujarati (2012), persamaan

regresi logistik dituliskan dalam persamaan sebagai berikut:             . Dimana :   = Model Logit

dari WTP; [ι-pi ] = e = Odds Ratio (Rasio Peluang); dan Z1= a0 + SiXi .

Guna menentukan nilai kesediaan membayar (willingness to pay) dalam penelitian ini mengadopsi cara yang dikemukakan oleh Hanley dan Splash (dalam Indramawan, 2014). Adapun spesifikasi model dalam penelitian ini dijabarkan pada persamaan (1).

WTP = β0 + β0INC + β0EDU + β0FREQ + ε............(1)

Dimana, WTP = 1 (jika responden bersedia membayar) dan WTP = 0 (jika responden tidak bersedia membayar); β = Parameter; ε = eror term; INC = Pendapatan per Bulan; EDU = Pendidikan; dan FREQ = Frekuensi/ jumlah pengangkutan per hari.

Uji Hipotesis Statistik

Uji Chi-square. Pengujian pengaruh variable bebas (INC, EDU, dan FREQ) terhadap variabel terikat (WTP) secara bersama-sama terhadap responden di Kelurahan Rajabasa Raya menggunakan uji Chi-square. Pengujian ini menggunakan tingkat kepercayaan 95 persen (α = 0,05), dengan derajat kebebasan (df) = k – 1. Perumusan hipotesis: Ho: β 1 = 0 ÷ variabel bebas (INC, EDU, dan FREQ) secara simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat (WTP)

Ha: β 1 ≠ 0 ÷ variabel bebas (INC, EDU, dan FREQ) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat (WTP).

Uji Wald. Pengujian pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan uji statistik Wald dengan pengujian pada tingkat kepercayaan 95 persen (α = 0,05). Hal ini berarti bahwa hasil penelitian tersebut kebenarannya 95% bisa diyakini (yakin 95%; dekat dengan bisa dipercaya 100%). Selain itu, hal ini menunjukkan sebanyak 0,05 = 5% yang ditanyai dalam penelitian secara kebetulan menjawab benar. Sehingga, jika terdapat 100 orang responden, ada 5 orang (atau 1 orang) yang menjawab benar, tapi hanya secara kebetulan menjawab benar.

Perumusan hipotesis :

Ho = bi = 0, Artinya, variabel bebas secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat.

Ha = bi >0, Artinya, variabel bebas secara parsial memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel terikat.

Tabel 1. Hasil WTP Menurut Variable Penelitian (Crosstab)

Keterangan

WTP

Bersedia

Tidak Bersedia

WTP *

Pendapatan

73

21

WTP *

Pendidikan

73

21

WTP *

Frekuensi Pengangkutan

73

21

Sumber : Data diolah, 2015

Tabel 2. Overall Model Fit

Iteration

-2 Log likelihood

Step 0

99,862

Step 1

25,684

Sumber : Data diolah, 2015

Memperkirakan nilai rata-rata WTP

Pendugaan besar nilai WTP dalam penelitian ini mengunakan nilai rata-rata dari penjumlahan keseluruhan nilai WTP dibagi jumlah responden. Dugaan rata-rata WTP dihitung menggunakan rumus in=1Wi

(Indrawan, 2014): EWTP = n . Dimana EWTP = dugaan nilai rata-rata WTP; Wi = nilai WTP ke-I; n = jumlah responden; dan I = responden ke-I yang bersedia membayar (i = 1, 2, 3, …… ,n).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Tabulasi Silang (Crosstab)

Berdasarkan hasil pengolahan data, diketahui bahwa variabel pendapatan, pendidikan dan tingkat frekuensi memiliki jumlah yang sama terhadap WTP yaitu jumlah responden yang bersedia sebesar 73 responden dan 21 responden yang tidak bersedia.

Penilaian Model Fit (Overall Model Fit)

Hasil penilaian model fit dirangkum dalam Tabel 2. Hasil pengolahan data menunujukkan Nilai -2LogL pada step 1 adalah sebesar 25,684 atau lebih kecil dari nilai -2LogL pada tahap awal yaitu sebesar 99,826. Penurunan nilai tersebut dikarenakan di masukkannya variabel bebas ke dalam penghitungan. Adanya penurunan nilai Log Likelihood, menunjukkan bahwa penambahan variabel bebas ke dalam model regresi menjadikan model fit lebih baik. Atau dapat dikatakan penambahan variabel bebas membuat model yang dihipotesiskan fit dengan data.

Menilai Kelayakan Model

Hasil dari Hosmer and Lemeshow Goodness-of-Fit Test pada Tabel 3 menunjukkan nilai signifikan

Tabel 3. Hosmer and Lemeshow Test

Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan regresi

Step      Chi-square       Df          Sig.

1            ,664           8           1,000

Sumber : Data diolah, 2015

logistik biner tersebut dapat diinterpretasikan, seperti diurai masing-masing pada alenia berikut

Koefisien INC = 0,000 dan variabel pendapatan

Tabel 4. Hasil Uji Koefisien Regresi Binary Logistic : Variables in the Equation


B           S.E.

Wald         Df          Sig.        Exp(B)

Step 1(a)      INC                 ,000         ,000

EDU             2,457         ,951

FREQ              ,360         ,580

Constant          -14,171         4,315

6,516         1              ,011          1,000

6,680        1             ,010         11,669

,385          1               ,535            1,434

10,784        1             ,001           ,000

Sumber: Data diolah, 2015


sebesar 1,000. Hal ini menunjukkan bahwa Ho dapat diterima karena nilai signifikan lebih besar dari tingkat signifikan yaitu 5% (α = 0,05). Model dinyatakan fit dan layak untuk digunakan.

Pengujian Regresi Binary Logistic

Hasil perhitungan binary logistic terhadap variabel-variabel penelitian ditunjukkan pada Tabel 4.

Perhitungan regresi logistik biner, diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:

WTP = Ln


Pi 1 - Pi


= Zi


WTP = Zi

WTP = β0 + β0INC + β0EDU + β0FREQ + ε

Zi = -14,171 + 0,000INC + 2,457EDU

+ 0,360FREQ +

= -14,171 + (0,000)(8000000) + (2,457)(6)

+ (0,360)(4)

= -14,171 + 0 + 14,742 + 1,44

= 2,011

Nilai Probabilitas :

n         i

Pi    =

1

=

1

=

1 + Q,133S

= 0,8819

Berdasarkan hasil penghitungan di atas, diketahui bahwa nilai prediksi probabilitas kepala keluarga yang bersedia membayar adalah sebesar 0,8819. Sedangkan nilai prediksi probabilitas untuk kepala keluarga yang tidak bersedia adalah sebesar 0,1181 (1 – Pi). Hubungan antara masing-masing koefisien regresi dengan probabilitasnya tidak linier, hubungan linier hanya terjadi dengan log odd ratio-nya (logit).

dengan odds ratio sebesar 1,000. Dapat diartikan bahwa kepala keluarga dengan jumlah pendapatan yang tinggi cenderung akan bersedia membayar sebesar 1 kali lipat dari pada kepala keluarga dengan pendapatan yang rendah. Koefisien pendapatan adalah 0,000, hal ini menunjukkan bahwa variabel pendapatan memiliki pengaruh positif terhadap variabel WTP.

Koefisien EDU = 2,457 dan variabel pendidikan dengan odds ratio 11,669. Dapat dijelaskan kepala keluarga dengan tingkat pendidikan yang tinggi cenderung memiliki kesediaan membayar 11,669 atau 11 kali lebih tinggi dari pada kepala keluarga dengan tingkat pendidikan yang rendah. Koefisien tingkat pendidikan adalah 2,457, artinya tingkat pendidikan memiliki pengaruh positif terhadap variabel kesediaan membayar (WTP).

Koefisien FREQ = 0,360 dan variabel frekuensi pengangkutan dengan odds ratio 1,434. Ini berarti rumah tangga dengan tingkat frekuensi pengangkutan yang tinggi cenderung memiliki kesediaan membayar 1,434 atau 1 kali lebih tinggi dari pada kepala rumah tangga dengan tingkat frekuensi pengangkutan yang rendah. Koefisien frekuensi pengangkutan adalah 0,360 artinya tingkat frekuensi pengangkutan memiliki pengaruh positif terhadap kesediaan membayar (WTP).

Uji Hipotesis Statistik

Hasil uji Chi-Square. Berdasarkan hasil uji chi-square seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5, diketahui nilai chi-square adalah sebesar 74,179 dengan nilai sig sebesar 0,000. Nilai chi-square hitung lebih besar dari pada nilai chi-square tabel yaitu 5,991 (df= 2 dan tingkat signifikasi = 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis nol ditolak, artinya bahwa variabel bebas (INC, EDU, dan FREQ) berpengaruh signifikan terhadap kesediaan kepala keluarga untuk membayar jasa pengolahan sampah (variabel WTP).

Tabel 5. Hasil Uji Chi-Square

terhadap willingness to pay jasa pengolahan sampah.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa tingkat

Chi-square

Df        Sig.

Step 1

Step         74,179

3       ,000

frekuensi pengangkutan sampah memiliki koefisien

Block        74,179

3       ,000

sebesar 0,360 dan nilai sig wald sebesar 0,535

Model       74,179

3       ,000

yang nilainya lebih besar dari tingkat signifikansi

Sumber

: Hasil Pengolahan Data, 2015

yaitu 0,05. Diketahui bahwa tingkat frekuensi

Tabel 6. Hasil Uji Wald

pengangkutan memiliki hubungan yang positif

Number of Runs

Z            Asymp. Sig. (1-tailed)        Keterangan

INC

Minimum Possible

8(a)

-7,693                  ,000

Maximum Possible

22(a)

-3,489                  ,000

EDU

Minimum Possible

4(b)

-8,894                  ,000

Maximum Possible

18(b)

-4,690                  ,000

FREQ

Minimum Possible

3(c)

-9,194                  ,000

Tidak Signifikan

Maximum Possible

43(c)

2,818                    ,998

Sumber

: Hasil Pengolahan Data, 2015


Hasil uji Wald. Tabel 6 menjelaskan mengenai hasil uji wald dari masing-masing variabel penelitian. Berdasarkan hasil uji Wald, diketahui bahwa variabel pendapatan dan pendidikan memiliki hubungan yang signifikan terhadap WTP. Ho ditolak dan Ha diterima, dengan kata lain bahwa variabel pendapatan dan pendidikan berpengaruh signifikan terhadap WTP. Sedangkan variabel tingkat frekuensi tidak berpengaruh signifikan terhadap WTP. Ho diterima atau frekuensi pengangkutan sampah tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap WTP.

Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh nilai koefisien pendapatan sebesar 0,000 dengan nilai signifikansi Wald 0,011 lebih kecil dari tingkat signifikasi yaitu 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan kepala keluarga berpengaruh positif dan signifikan terhadap willingness to pay. Hal ini menunjukkan bahwa hasil sesuai dengan hipotesis, yaitu pendapatan kepala keluarga memiliki pengaruh terhadap willingness to pay. Pendapatan yang tinggi akan membuat kepala keluarga bersedia untuk tetap menggunakan jasa bahkan menaikkan nilai kesediaan membayar terhadap jasa pengolahan sampah, karena kepala keluarga mampu untuk tetap membayar jasa pengolahan sampah tersebut.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan memiliki nilai koefisien sebesar 2,457 dengan nilai sig wald sebesar 0,010 yang lebih kecil dari pada tingkat signifikan 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap willingness to pay. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan nilai WTP sesuai dengan hipotesis. Nilai koefisien logit pada variabel ini adalah positif, menunjukkan kepala keluarga dengan tingkat pendidikan yang tinggi atau mencapai jenjang perguruan tinggi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan

namun tidak signifikan terhadap nilai willingness to pay. semakin tinggi tingkat frekuensi atau semakin banyak sampah yang terangkut maka semakin bersedia kepala keluarga untuk membayar. Tingkat frekuensi memiliki pengaruh positif terhadap kesediaan membayar, namun hal tersebut tidak berpengaruh besar terhadap kesediaan membayar oleh kepala keluarga di kelurahan Rajabasa Raya.

Estimating Willingness to Pay (EWTP)

Pendugaan besar nilai WTP dalam penelitian ini mengunakan nilai rata-rata dari penjumlahan keseluruhan nilai WTP dibagi jumlah responden. Dugaan rata-rata WTP dihitung menggunakan rumus berikut ini.

EWTP =


in=1Wi n


EWTP = Rp1.710.500 = Rp18.197

94

Berdasarkan penghitungan, diperoleh nilai rata-rata WTP sebesar Rp. 18.197 atau Rp. 18.200,-. Penilaian diperoleh dengan membagi total nilai WTP yaitu sebesar Rp. 1.710.500 dengan jumlah sampel yaitu 94.

Implikasi Kebijakan Pengelolaan Sampah dengan Melihat Tingkat Kepatuhan Masyarakat

Berdasarkan jumlah responden yanag bersedia membayar dan tidak bersedia membayar, dapat dilihat tingkat kepatuhan masyarakat terhadap penggunaan jasa pengolahan sampah. Sebesar 73 atau 77,7% dari total responden memiliki tingkat kepatuhan dengan bersedia membayar untuk tetap menggunakan jasa pengolahan sampah. Sisanya yaitu 21 responden atau 22,3% dari total responden memiliki kepatuhan yang rendah, artinya mereka

tetap menggunakan jasa pengolahan sampah tetapi ketika terjadi kenaikan iuran sampah mereka akan cenderung berhenti untuk berlangganan jasa tersebut. Jika masyarakat yang tidak lagi berlangganan sokli sampah tidak dapat mengelola sampah secara mandiri, maka akan menimbulkan timbunan sampah yang dapat mengganggu lingkungan sekitar. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan yang terpadu maka dampak yang dapat diharapkan adalah meningkatkan kepedulian masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan sampah. Dengan adanya peningkatan kepedulian masyarakat terhadap pengelolaan sampah maka kebersihan lingkungan dapat terjaga.

Pengelola sampah di Kelurahan Rajabasa Raya pada khususnya dan pengelola sampah di Bandar Lampung pada umumnya perlu mengupayakan agar dapat menginternalisasikan perhitungan estimasi WTP pelanggan dan calon pelanggan dalam metode dan proses penentuan tarif atau iuran sampah. Internalisasi estimasi WTP sangat penting disamping untuk menyempurnakan sistem penghitungan tarif yang berlaku sekarang ini, juga dapat dipakai sebagai sarana pendidikan bagi konsumen atau pelanggan.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis menggunakan Model Regresi Binary Logistic untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi WTP serta nilai WTP dan tingkat kepatuhan masyarakat di Kelurahan Rajabasa Raya, dapat ditarik simpulan sebagai berikut variabel pendapatan (INC), dan variabel tingkat pendidikan (EDU) memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap kesediaan membayar atau variabel WTP. Variabel tingkat frekuensi pengangkutan (FREQ) memiliki hubungan positif dan tidak signifikan terhadap kesediaan membayar atau variabel WTP. (2) Nilai rata-rata WTP adalah sebesar Rp18.200 dari total responden 94 responden. Berdasarkan nilai rata-rata WTP dan tarif yang dibayarkan oleh responden sebesar Rp. 15.000/bulan, surplus konsumen yang diterima responden adalah sebesar Rp.3.200/bulan.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, sebaiknya frekuensi pengangkutan perlu di tingkatkan oleh pihak kelurahan Rajabasa Raya sebagai penanggung jawab jasa pengolahan sampah. Adanya peningkatan jumlah frekuensi pengangkutan mungkin saja dapat menaikkan tingkat kepatuhan responden terhadap penggunaan jasa pengolahan sampah.

Sebaiknya dilakukan juga peremajaan peralatan sokli sebagai penunjang dalam peningkatan kualitas jasa pengolahan sampah di Kelurahan Rajabasa Raya. Kelurahan Rajabasa Raya selaku penanggung jawab jasa pengolahan sampah sebaiknya mendata ulang peralatan-peralatan yang dimiliki. Sehingga dapat diketahui cukup atau tidaknya perlatan tersebut untuk menunjang jasa pengolahan sampah. Jika peralatan yang digunakan sesuai dengan banyaknya pengguna jasa tersebut, maka para pengguna jasa akan merasa puas dengan pelayanan jasa pengolahan sampah.

REFERENSI

Fujita,Y.,Fujii,A.,Furukawa, S., and Ogawa, T. 2005. Estimation of Willingness To Pay (WTP) for Water and Sanitation Services Through Contingent Valuation Method (CVM)-A Case Study In Iquitos City. The Republic of Peru, JBICI Review. No.11, March 2005. pp 59-87.

Ghozali, Imam. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS cetakan IV. Badan Penerbit Universitas Diponogoro, Semarang.

Gunatilake.H, Yang.J.C, Pattanayak.S, and Choe.K.A. 2007. Good Practices For Estimating Reliable Willingness To Pay Values In The Water Supply And Sanitation Sector. Asian Development Bank Report December 2007.

Indramawan, Dandy Permana. 2014. Analisis WTP Pengolahan Sampah Terpadu di Kecamatan Semarang Barat. Universitas Diponegoro. Semarang.

Irawan, Bambang. 2009. Willingness to Pay dan Ability to Pay Pelanggan Rumah Tangga. Fakultas Ekonomi Universitas Negri Semarang. Semarang.

Lihan, Irham dan M. Husaini. 2011. Analisis Regresi Variabel Kualitatif Penerapan dalam Ilmu Ekonomi dan Manajemen. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Manik, K.E.S. 2003. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Djambatan. Jakarta.

Mburu. 2007. Economic Valuation and Environmental Assesment. BMBF. East Africa.

Nazir.Moh, Ph.D. 2009. Metode Penelitian. GHALIA Indonesia. Jakarta Selatan.

Neolaka, Prof. Dr. Ir. Amos, M.Pd. 2008 . Kesadaran Lingkungan. PT. Rinka Cipta. Jakarta.

Pattanayak,S.K.,et.al. 2006. The Use of Willingness To Pay Experiment: Estimating demand for piped water connections in Sri Lanka. World Bank Policy Research Working Paper 3818. January 2006.

Setiarini, Destia. 2008. Studi Willingness tp Pay untuk Pengembangan Sistem Parkir Kampus Univeristas Indonesia. Universitas Indonesia. Jakarta.

Seth, Kwety, Samuel Jerry Cobbina, Wilhemina Asare, and Abudu Ballu Duwiejuah. 2014. Household Demand and Willingness to Pay for Solid Waste Management Service in Tuobodom in the Techim-North District, ghana. American Journal of Environmental Protection. 2014. Vol. 2, No.4, 74-78.

Sukirno, Sadono. 2002. Pengantar Teori Mikroekonomi. Edisi Ketiga. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta Utara.

Suparmoko, M. dan Irawan. 2000. Ekonomika Pembangunan. Edisi Kelima. BPFE Yogyakarta. Yogyakarta.

Yunis, Mersi. 2012. Analisis Tingkat Kesediaan Membayar Masyarakat Terhadap Kebersihan Di Kecamatan Tampan Pekanbaru. Jurnal Ekonomi Lingkungan. Riau .FE Universitas Riau.

52