KANDUNGAN HARA MAKRO SETELAH PENAMBAHAN PUPUK KOMPOS BLOTONG PADA TANAH PERKEBUNAN
on
JURNAL KIMIA (JOURNAL OF CHEMISTRY) 18 (1), JANUARI 2024 p-ISSN 1907-9850
DOI: https://doi.org/10.24843/JCHEM.2024.v18.i01.p12 e-ISSN 2599-2740
KADAR HARA MAKRO SETELAH PENAMBAHAN PUPUK KOMPOS BLOTONG PADA TANAH PERKEBUNAN
I. Rahmah, P. Suarya*, I. B. P. Manuaba, N. K. Ariati
Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia
*Email: putusuarya@unud.ac.id
ABSTRAK
Blotong atau filter cake merupakan kotoran nira tebu dari proses pembuatan gula. Namun, blotong dapat dimanfaatkan menjadi pupuk organik karena kandungan hara dalam blotong cukup tinggi. Misalnya kandungan C, N, P, dan K yang dapat menjadi sumber hara serta meningkatkan kualitas tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan unsur hara C, N, P, dan K pada tanah setelah pemberian pupuk blotong. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode Walkley and Black untuk penetapan hara C, metode Kjeldahl untuk penentuan hara N, dan metode Bray I untuk penentuan hara P dan K. Perlakuan pemupukan dilakukan dalam skala kecil, dimana tanah perkebunan direparasi dalam wadah polybag berukuran 50 cm x 50 cm. Pemupukan dilakukan selama 4 minggu dengan takaran variasi pupuk setara 0 ton/ha, 10 ton/ha, 25 ton/ha, dan 60 ton/ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk blotong dapat meningkatkan kadar hara pada tanah perkebunan. Perlakuan 0 ton/ha diperoleh hasil kadar C, N, P, dan K berturut-turut sebesar 1,12%; 0,12%; 102,7588 ppm, dan 101,320 ppm. Perlakuan 10 ton/ha diperoleh hasil kadar berturut-turut sebesar 1,18%; 0,13%; 122,9938 ppm, dan 145,610 ppm. Perlakuan 25 ton/ha diperoleh hasil kadar berturut-turut sebesar 1,22%; 0,14%; 144,8662 ppm, dan 260,960 ppm. Perlakuan 60 ton/ha kadar berturut-turut sebesar 2,58%; 0,15%; 190,6140 ppm, dan 380,180 ppm. Hal tersebut menunjukkan bahwa takaran setara 60 ton/ha cukup untuk meningkatkan kandungan hara C, N, P, dan K tanah dalam waktu 4 minggu.
Kata kunci: Blotong, tanah, C-organik, N, P, K
ABSTRACT
Blotong or filter cake is sugar cane sap dirt from the sugar-making process. However, blotong can be used as an organic fertilizer because the nutrient content in blotong is relatively high. For example, the contents of C, N, P, and K can be a source of nutrients and improve soil quality. This study aimed to determine the increase in nutrients C, N, P, and K in the soil after applying blotong fertilizer. There were methods used in this study, such as the Walkley and Black method for determining C nutrients, the Kjeldahl method for determining N nutrients, and the Bray I method for determining P and K nutrients. Fertilization treatment was carried out on a small scale, where who repaired the plantation soil in polybags measuring 50 cm x 50 cm. Fertilization is carried out for four weeks with varying doses of fertilizer equivalent to 0 tons/ha, 10 tons/ha, 25 tons/ha, and 60 tons/ha. The results showed that blotong fertilizer could increase the nutrient content of the plantation soil. Treatment of 0 ton/ha resulted in C, N, P, and K of 1.12%, 0.12%, 102.7588 ppm, and 101.320 ppm, respectively, while the 10 ton/ha treatment yielded 1.18%, 0.13%, 122.9938 ppm, and 145.610 ppm, respectively. Moreover, the 25 ton/ha treatment produced a grade of 1.22%, 0.14%, 144.8662 ppm, and 260.960 ppm, respectively, whereas the treatment of 60 tons/ha of 2.58%, 0.15%, 190.6140 ppm, and 380.180 ppm successively. These results showed that the equivalent dose of 60 tons/ha was sufficient to increase the contents of C, N, P, and K nutrients in the soil within four weeks.
Keywords: blotong, soil, C-organic, N, P, K
PENDAHULUAN
Salah satu usaha untuk meningkatkan kesuburan tanah adalah dengan menambahkan bahan organik ke dalam tanah. Penambahan bahan organik ini sangat diperlukan karena unsur unsur hara yang diperlukan oleh tanaman belum terpenuhi meskipun sudah tersedia dalam
tanah. Unsur hara makro yang diperlukan tanaman adalah karbon (C), Nitrogen (N), Phospor (P) dan Kalium (K). Sumber unsur hara ini bisa didapatkan dari tumbuhan atau sisa proses pengolahan tanaman seperti misalnya ampas tebu (.blotong).
Menurut Fangohoy dan Wandansari (2017) Blotong merupakan limbah industri
pertanian yang ketersediaanya cukup melimpah seiring meningkatnya industri pengolahan tebu. Ketersediaan yang melimpah ini menjadikan blotong sebagai alternatif bahan baku pembuatan kompos. Disamping itu blotong merupakan limbah pertanian yang ramah lingkungan sehingga sangat berguna bagi kesuburan tanah atau sebagai tanah penutup bagi landfill. Pengolahan blotong yang tepat akan menghasilkan produk yang berguna bagi tanah dan dapat mengurangi pencemaran yang dihasilkan oleh industry. pertanian.
Blotong atau filter cake merupakan kotoran nira tebu dari proses pembuatan gula. Persentase blotong yang dihasilkan setiap hektar pertanaman tebu yaitu 4-5 %. Blotong merupakan limbah yang bermasalah bagi pabrik gula dan Masyarakat karena blotong yang basah menimbulkan bau busuk. Menurut Juradi et. al (2020), kandungan hara makro N; C; P dan K dari kompos blotong berturut turut adalah: 1,5; 16; 7,04 dan 7,71 %. Blotong berpotensi sebagai bahan untuk meningkatkan kandungan hara makro tanah karena memiliki komposisi yang lengkap, sehingga akan memeperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Penambahan blotong ke dalam tanah akan menjaga kualiatas tanah lahan perkebunan secara berkelanjutan dan dalam jangka waktu panjang akan dapat meningkatkan produktifitas dan menjaga degradasi lahan.
Penelitian Kaharuddin et al. (2019) menyatakan bahwa pemberian blotong atau filter cake dapat memperbaiki kualitas tanah. Blotong mampu menaikkan kadar C-organik dari kadar awal C-organik tanah yaitu 2,06% sampai 2,17%, menaikkan kadar N-total dari kadar awal N-total tanah 0,13% hingga 0,21%, menaikkan kadar P (P2O5) dari kadar awal tanah yaitu 7,90 mg/kg sampai 22,43 mg/kg, serta menaikkan kadar K (K2O) sampai kadar sedang yaitu 15,20 mg/kg dengan dosis 5 ton/ha. Berdasarkan penelitian Dery et al. (2017) juga mengatakan bahwa blotong dapat meningkatkan C-organik dari keadaan awal tanah yaitu 0,84% sampai 1,17% dengan dosis 60 ton/ha. Penelitian Gonçalves et al. (2018) juga mengatakan bahwa aplikasi blotong dapat meningkatkan kadar C-organik dari keadaan awal tanah yaitu 14,34 g/dm3 sampai sebesar 15,48 g/dm3, kandungan P dari keadaan awal sebesar 11,21 mg/dm3 meningkat hingga 19,93 mg/dm3, kandungan K dari keadaan awal sebesar 0,46 cmolc/dm3 meningkat hingga 0,60 cmolc/dm3 dengan dosis 25 ton/ha.
Berdasarkan latar belakang di atas maka pada penelitian ini dikaji pengaruh variasi jumlah pupuk kompos blotong terhadap peningkatan unsur hara makro pada setiap satuan luas tanah di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian UNUD, Denpasar-Bali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan unsur hara C, N, P, dan K pada tanah setelah pemberian pupuk blotong
MATERI DAN METODE
Bahan
Bahan yang digunakan sebagai berikut, sampel tanah diambil dari Kebun Percobaan Fakultas Pertanian UNUD, pupuk blotong, akuades, HCl pekat (37%), (NH4)6 Mo7O24. 4H2O, H2O (SbO)C4H4O6, H2SO4 pekat, C6H8O6, standar induk PO4 Titrisol, standar induk K Titrisol, K2Cr2O7, C6H12O6, CuSO4. 5H2O, Na2SO4. 5H2O, selen, H3BO3, NaOH, C15H15N3O2, C21H14Br4O5S, C2H5OH 96%, serbuk (NH)4SO4, serbuk C6H6O, serbuk K, KNaC4H4O6. 5H2O, dan NaOCl 5%.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu alat sampling tanah, tampah, kertas, lumpang porselen, ayakan, pinggan aluminium, penjepit, oven, desikator, neraca analitik, botol semprot, peralatan gelas, pH meter, buret, destilasi, Spektrofotometer UV-Vis, dan Flame photometer.
Cara kerja
Sampel tanah di ambil menggunakan alat sampling tanah berupa bor sedalam ± 30 cm pada titik tempat pengambilan sampel yang sudah ditentukan. Sebagian dari tanah ini diukur langsung kadar unsur hara C, H, N dan P; kadar air serta pH sebagai data pembanding kandungan awal sebelum perlakuan. Perlakuan selanjutnya adalah tanah dimasukkan ke dalam 4 polybag. berukuran 50x50 cm dan sampel diberi kode A,B,C dan D. Sampel berkode A adalah tanah tanpa diberi pupuk blotong (0 ton/ha); sampel dengan kode B adalah tanah diberi pupuk blotong sebanyak 25,00 gram ( setara dengan 10 ton/ha); sampel dengan kode C adalah tanah diberi pupuk blotong sebanyak 31,25 gram ( setara dengan 25 ton/ha); dan sampel D adalah tanah diberi diberi pupuk blotong 75,00 gram ( setara dengan 60 ton/ha). Keempat sampel ini selanjutnya disimpan
selama 4 minggu di tempat yang terhindar dari panas matahari.
Analisis kadar air dimana sampel tanah kering udara ditimbang dengan teliti 5 gram dalam wadah aluminium yang telah ditimbang. Dioven selama 3 jam pada suhu 105 oC digunakan untuk mengeringkan tanah. Setelah 3 jam diangkat dan dimasukkan ke dalam desikator. Selanjutnya ditimbang hingga mencapai berat konstan. Penetapan pH tanah, sampel tanah 10g ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam gelas beker lalu ditambah akuades sebanyak 50 mL. Selama 3 menit dikocok dengan magnetic stirrer dan diukur menggunakan pH meter.
Analisis penetapan hara P dan K menggunakan metode Bray I. Sampel tanah dimasukkan ke dalam botol pengocok setelah ditimbang dengan teliti 1,5 g. Kemudian ditambahkan 15 mL pengekstrak Bray dan Kurts I lalu selama 15 menit dikocok dengan mesin kocok. Selanjutnya disaring ke dalam tabung reaksi. Ekstrak dan deret standar (0, 1, 2, 3, 4, dan 5) ppm dipipet, kemudian ditambahkan pereaksi pewarna fosfat sebanyak 10 mL pada masing-masing tabung dan dikocok. Kemudian didiamkan selama setengah jam, lalu absorbansinya diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 660 nm. Penetapan kadar kalium, ekstrak yang telah disaring kemudian dipipet 1 mL dan diencerkan hingga 10 mL. Selanjutnya diukur deret standar kalium dan ekstrak menggunakan flame photometer.
Analisis hara C-organik menggunakan metode Walkley & Black dimana sampel tanah ditimbang teliti 0,5 gram dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Kemudian ditambahkan K2Cr2O7 1N sebanyak 5 mL, kemudian dikocok. H2SO4 pekat sebanyak 7,5 mL ditambahkan, dikocok, dan diamkan selama setengah jam. Diencerkan dengan air akuades, didingin dan diencerkan sampa tanda tera. Diukur absorbansi larutan dengan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 561nm.
Analisis hara N menggunakan metode Kjeldahl. Pertama ditimbang dengan teliti 1 g sampel, kemudian dimasukkan ke dalam tabung digest. Sebanyak 1 g dimasukkan campuran selenium dan asam sulfat pekat sebanyak 3 mL, didestruksi mencapai suhu 350oC. Proses destruksi selesai apabila terbentuk uap berwarna putih dan ekstrak tidak keruh ((± 45 menit). Tabung dibiarkan dingin dan kemudian
ditambahkan akuades 50 mL. Setelah itu dikocok hingga homogen. Dipindahkan seluruh ekstrak contoh ke dalam labu destilasi. Ditambahkan akuades hingga setengah volume labu dan sedikit batu didih. Ditambahkan NaOH 30% sebanyak 20 mL serta akuades 100 mL ke dalam labu destilasi yang berisi sampel dan dilanjutkan proses destilasi. Sebelum proses destilasi disiapkan terlebih dahulu penampungan NH3 yang dibebaskan. Penampung berupa labu erlenmeyer yang berisi 15 mL H3BO3 dan ditambah tiga tetes indikator Conway dan dihubungkan ke perangkat destilasi. Didestilasi hingga volume dalam erlenmeyer mencapai ±75 mL. Selanjutnya dititrasi menggunakan H2SO4 0,05 N hingga berubah dari warna hijau menjadi merah muda.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penetapan kadar air dikerjakan secara gravimetrik, dimana metode ini mengukur hilangnya massa air sebelum dan sesudah dikeringkan pada suhu 105oC di dalam oven. Pemilihan suhu di atas 100oC yang menyebabkan air relatif cepat menguap sehingga dapat menghemat waktu analisis dan tidak merusak struktur tanah. Penentuan secara gravimetrik ini telah banyak dilakukan dalam penentuan kadar air, karena cukup mudah untuk dilakukan. Berlandaskan penelitian yang telah dilakukan, hasil kadar air tanah menurun seiring bertambahnya takaran pemberian pupuk, yang ditunjukkan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Kadar air tanah | |
Sampel (ton/ha) |
Kadar Air (%) |
A (0) |
6,33 |
B (10) |
5,34 |
C (25) |
3,34 |
D (60) |
3,38 |
Keterangan: 0 ton/ha (A), 10 ton/ha (B), 25 ton/ha (C), 60 ton/ha (D)
Berdasarkan kadar air tersebut sampel tanah A setara 0 ton/Ha memiliki nilai kadar air tertinggi yaitu 6,33%, hal tersebut diakibatkan karena air tidak diserap oleh pupuk sehingga air akan lebih banyak terserap langsung ke tanah. Apabila dibandingkan dengan sampel tanah B yang mendapatkan takaran pupuk 10 ton/ha dengan nilai 5,34%, sampel tanah C mendapat takaran pupuk 25 ton/ha dengan nilai sebesar 3,34%, dan sampel tanah D sebesar 60 ton/ha dengan nilai 3,38% memiliki kadar air lebih
rendah yang disebabkan oleh adanya pupuk yang juga menyerap air.
Berdasarkan hasil perhitungan nilai kesalahan pengukuran kadar air atau faktor koreksi (fk) yang didapat relatif kecil. Faktor koreksi merupakan bagian penting dalam analisis karena pada setiap penentuan kadar menggunakan harga dari faktor koreksi. Faktor koreksi akan dikalikan dengan kadar sampel setiap analisis, semakin tinggi faktor koreksi maka kadar sampel dalam setiap analisis semakin tinggi. Nilai faktor koreksi ditunjukkan dalam Tabel 2 berikut:
menurunkan pH sampel, dan dalam kondisi asam sebagian besar P hadir dalam bentuk H2PO4-. Fosfat dalam keadaan asam terikat sebagai garam H2PO4- dan dilepaskan sebagai PO43- di bawah aksi NH4F dan HCl. Prijono dan Kusuma (2012) mengatakan bahwa dalam bentuk ekstrak ion fosfat berinteraksi bersama ammonium molybdat kemudian akan direduksi oleh C6H8O6 yang menghasilkan warna biru molybdat. Berlandaskan penelitian yang telah dilakukan didapat pengukuran kadar P dan K pada tanah perkebunan ditunjukkan dalam Tabel 4 berikut:
Tabel 2. Faktor koreksi (Fk) | |
Sampel (ton/ha) |
Fk |
A (0) |
1,0676 |
B (10) |
1,0564 |
C (25) |
1,0345 |
D (60) |
1,0350 |
Keasaman tanah sangat penting untuk kesuksesan suatu budidaya tanaman, dimana kondisi pH tanah paling optimal untuk pertumbuhan serta perkembangan tanaman adalah tanah dengan pH netral. Berdasarkan pengukuran pH sampel tanah, hasilnya seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3 berikut:
Tabel 3. pH tanah | |
Sampel (ton/ha) |
pH |
A (0) |
7,59 |
B (10) |
7,60 |
C (25) |
7,61 |
D (60) |
7,61 |
Tabel 3 menunjukkan bahwa tanah perkebunan yang diberikan pupuk kompos blotong mengalami peningkatan nilai pH dibandingkan tanpa pemberian pupuk dari 7,59 menjadi 7,61. Menurut Pambudi et. al (2017), dekomposisi blotong oleh mikrooragisme juga menghasilkan kation-kation seperti Fe, Al dan kation lainnya sehingga terjadi peningkatan ion OH- yang terikat dalam tanah sehingga pH tanah juga akan meningkat. Menurut Wijaya dalam Pambudi (2017), peningkatan nilai pH ini juga akan berpotensi terhadap peningkatan kadar kalium, phosphor dan nitrogen yang terikat pada tanah.
Penetapan kadar P dan K menggunakan metode Bray I, metode ini menggunakan pengekstrak Bray I dan Kurt. Tujuan penggunaan ekstrak ini adalah untuk
Tabel 4. Kadar P dan K | ||
Sampel (ton/ha) |
P (ppm) |
K (ppm) |
A (0) |
96,3097 (ST) |
101,0606 (R) |
B (10) |
116,4855 (ST) |
145,4060 (S) |
C (25) |
140,0770 (ST) |
260,1815 (T) |
D (60) |
184,2232 (ST) |
379,9139 (T) |
Keterangan: SR (sangat rendah), R (rendah), S (sedang), T (tinggi), ST (sangat tinggi) |
Berdasarkan penentuan kadar fosfat dalam tanah menggunakan spektrofotometer UV-Vis didapatkan hasil pengukuran standar dengan persamaan regresi linier yaitu : y = 0,0571x – 0,0008 dan nilai R2 = 0,9988. Berdasarkan hasil penentuan kadar fosfat dalam tanah tanpa perlakuan pemberian pupuk sudah menunjukkan kategori kadar sangat tinggi (ST) Pemberian pupuk kompos blotong menyebabkan peningkatan kandungan kadar fosfat seiring bertambahnya jumlah pupuk blotong yang ditambahkan. seperti yang ditunjukkan sehingga meningkatkan kriteria tanah dari rendah (R) menjadi tinggi (T) untuik data fosfat seperti pada Tabel 4 Menurut Juradi et.al (2017), pupuk kompos blotong mengandung P sebesar 7,04 %, kandungan ini akan mampu meningkatkan kandungan P pada tanah yang telah diberikan pupuk kompos blotong.
Penentuan kadar K tanah dianalisis menggunakan flame fotometer. Berdasarkan hasil absorbansi larutan standar, didapatkan regresi linier y = 0,0038x + 0,0657 dengan nilai R2 = 0,9974. Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa tanah sebelum diberikan pupuk kompos blotong berada pada kategori rendah (R). Kadar hara K juga semakin meningkat dengan semakin meningkatnya jumlah pupuk blotong yang ditambahkan. Penambahan 10 ton/ha (sampel B) meningkatkan hara kalium sampai
pada kriterea sedang (S), sementara penambahan pupuk kompos blotong 25 ton/ha (Sampel C) dan 60 ton/ha (Sampel D) mnampu mengkatkan sampai pada kritea tinggi (T).
Penentuan kadar C-Organik tanah menggunakan metode Walkley & Black. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil kadar C-organik tanah yang tersaji pada Tabel 5 berikut:
Tabel 5. Kadar C-organik
Sampel (ton/ha) C-organik (%)
Keterangan: SR (sangat rendah), R (rendah), S (sedang), T (tinggi), ST (sangat tinggi)
Penentuan kadar C-organik diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Berdasarkan hasil pengukuran larutan standar didapat regresi linier pada standar C-organik adalah y = 0,0019x + 0,0022 dengan nilai R2 yaitu sebesar 0,9948. Dari data pada tabel 1.5 terlihat bahawa kadar C-organik tanah perkebunan sebelum pnambahan pupuk kompos blong berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah di kebun percobaan memiliki kadar C-organik yang rendah. yakni sebesar 1,05 %. Penambahan pupuk blotong pada sampel B dan C belum memberikan hasil yang baik. Penambahan pupuk blotong pada sampel D yakni 60 ton/ha dapat meningkatkan kadar C-organik dalam tanah sampai pada kategori tinggi. Peningkatan tersebut diakibatkan oleh meningkatnya
mikroorganisme tanah akibat penambahan pupuk organik.
Metode Kjeldahl digunakan untuk dasar penentuan kadar N. Metode penetapan N memiliki tiga tahapan yaitu tahap destruksi, destilasi, dan titrasi. Penetapan kadar N total yang dilakukan dengan metode Kjeldahl ini memperoleh hasil kurang dari standar. Hasil pengukuran yang tersaji pada Tabel 6 berikut:
Tabel 6. Kadar N-total
Sampel (ton/ha) N-total (%)
Keterangan: SR (sangat rendah), R (rendah), S (sedang), T (tinggi), ST (sangat tinggi)
Berdasarkan perolehan hasil
menunjukkan peningkatan kadar hara N seiring bertambahnya takaran pupuk. Takaran pupuk 60 ton/ha menunjukkan hasil yang tertinggi dengan takaran pupuk lainnya. Tanah kebun pertanian menunjukkan kadar sedang sebelum pemberian pupuk, pemberian pupuk setara 60 ton/ha dapat meningkatkan hingga kadar sangat tinggi. Peningkatan hara N disebabkan oleh bahan organik yang mengalami imobilisasi (nitrifikasi) menjadi ion NO3- dan mineralisasi (amonifikasi) ion NH4+ yang tersedia bagi tanaman. Pernyataan dari Lukman dkk. (2012) mengatakan bahwa nitrogen dapat digunakan secara optimal dalam bentuk ammonium oleh tumbuhan. Selain dalam bentuk tersebut dapat pula digunakan dalam bentuk nitrat. Disamping itu, peningkatan disebabkan juga oleh mikroorganisme yang berada dalam pupuk blotong, dimana mikroorganisme tersebut berperan dalam mengikat nitrogen, berperan dalam nitrifikasi, penambatan dan penyerapan hara N, dan fiksasi nitrogen dari udara. Semakin tinggi takaran pupuk yang digunakan maka mikroorganisme semakin meningkat,
menyebabkan kadar hara N juga meningkat.
SIMPULAN
Tanah Kebun Pecobaan Fakultas Pertanian UNUD sebelum diberikan pupuk kompos blotong memiliki kriterea kandungan hara C-organik dan kalium yang rendah (R), kandungan N-total sedang (S) dan kandungan Fosfat yang sangat tinggi (ST). Penambahan pupuk kompos blotong 25 ton /ha mampu meningkatkan hara kalium dan N-total pada kritera tinggi (T) sedangkan C -organiknya masih dalam kriteria rendah (R), Untuk memningkatkan C-organik sampai pada kriteria tinggi (T) diperlukan pupuk kompos blotong sebesar 60 ton/ha.
DAFTAR PUSTAKA
Dery P., Indrawan, M., & Soemarno. 2017. Pengaruh Blotong, Abu Ketel, Kompos terhadap Ketersediaan Fosfor Tanah dan Pertumbuhan Tebu di Lahan Tebu Pabrik Gula Kebon Agung, Malang. Jurnal Tanah Dan Sumberdaya Lahan. 4(1): 431–443.
Fangohoy,L., Wandansari, N.R., 2017,
Pemanfaatan Limbah Blotong
Pengolahan Tebu Menjadi
PupukmOrganik berkualitas, Jurnal Triton, 8(2): 58 - 67
Fikdalillah, M. Basir dan I. Wahyudi. 2016. Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Sapi Terhadap Serapan Fosfor Dan Hasil Tanaman Sawi Putih (Brassica
pekinensis) Pada Entisols Sidera.
Agrotekbis. 4(5):491-499.
Gonçalves, J. C., Vasques, N. C., Da Silva, C. N., De Souza Paccola, E. A., Filho, E. S., Yamaguchi, N. U., Andreazzi, M. A., & Gasparotto, F. 2018. Influence of the application of filter cake on soil chemical characteristics. Chemical Engineering Transactions, 6(5): 775–780.
Juradi, M.A., Tando, E., Saida, 2020, Inovasi Teknologo Penerapan Kompos Blotong Untuk Perbaikan Kesuburan Tanah dan Peningkatan Produktivitas Tananman Tebu, Makasar, Jurnal Agrotek, 4(1):
Kaharuddin, Dahlan, Hamzah, F., &
Suryaningsih Taufieq, N. A. 2019. The effect of alfisol soil quality improvement using filter cake, bagasse, and dolomite ameliorant on peanut (Arachis hypogaea L.) production. International Journal on Advanced Science, Engineering and Information Technology, 9(5): 1611–
1617.
Lukman A., Sari, A. P., Hiola, S. F., & Jumadi, O. 2012. Ketersediaan Nitrogen Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Bayam (Amaranthus tricolor L.) yang Diperlakukan dengan Pemberian Pupuk
Kompos Azolla The Availability of Nitrogen Soil and Growth of Spinach (Amaranthus tricolor L.) Treated with the Azolla Compost. Jurnal Sainsmat. 1(2): 167–180.
Mukhlisi & K. Sidiyasa. 2011. Aspek Ekologi Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) di Hutan Pantai Tanah Merah, Taman Hutan Raya Bukit Soeharto. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, 8 (3): 385-397.
Nariratih, I., M.M.B. Damanik dan G. Sitanggang. 2013. Ketersediaan Nitrogen Pada Tiga Jenis Tanah Akibat Pemberian Tiga Bahan Organik Dan Serapannya Pada Tanaman Jagung.
Agroekoteknologi. 1(3): 479-488.
Pambudi, D., Indrawan, M., Soemarno, (2017), Pengaruh Blotong, Abu Ketel, Kompos Terhadap Ketersediaan Fosfor Tanah dan Pertumbuhan Tebu Di Lahan Tebu Pabrik Gula ASgung Malang, Jurnal Tanah dan Suber Daya Lahan, 4(1): 431443
Prijono, S., dan Kusuma, Z. 2012. Instruksi Kerja Laboratorium Kimia Tanah.
Fakultas Pertanian UB. Brawijaya.
Roidah, I. S. 2013. Manfaat penggunaan pupuk organik untuk kesuburan tanah. Jurnal Universitas Tuluagung Bonorowo. 1(1): 30- 42.
Sutedjo, M. M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta.
85
Discussion and feedback