PEMANFAATAN BENTONIT TERAKTIVASI H2SO4 SEBAGAI CARRIER UNSUR NITROGEN DALAM PEMBUATAN SLOW RELEASE FERTILIZER TERLAPISI AMONIUM NITRAT
on
JURNAL KIMIA (JOURNAL OF CHEMISTRY) 17 (1), JANUARI 2023 DOI: https://doi.org/10.24843/JCHEM.2023.v17.i01.p15
p-ISSN 1907-9850
e-ISSN 2599-2740
PEMANFAATAN BENTONIT TERAKTIVASI H2SO4SEBAGAI CARRIER UNSUR NITROGEN DALAM PEMBUATAN SLOW RELEASE FERTILIZER TERLAPISI AMONIUM NITRAT
H. R. Kusuma, A. A. Bawa Putra*, dan P. Suarya
Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana Jalan Kampus Unud, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung, Bali, Indonesia
*Email: [email protected]
ABSTRAK
Nitrogen memiliki peranan utama dalam proses pertumbuhan tanaman. Namun, keberadaan dan ketersediaan nitrogen di dalam tanah terbatas, karena mudah hilang dan terbawa air, sehingga menyebabkan efisiensi pemupukan nitrogen yang rendah. Peningkatan efisiensi pemupukan nitrogen dapat diupayakan melalui formulasi pupuk dalam bentuk slow release fertilizer (SRF) dan pemberian unsur nitrogen dalam jumlah yang banyak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pelepasan nitrogen total dalam tanah setelah terikat pada bentonit teraktivasi asam yang terlapisi amonium nitrat. Pada pembuatan SRF, pelapisan amonium nitrat pada bentonit teraktivasi dilakukan dengan perbandingan massa (gram) 20:20. Penentuan kadar nitrogen total dilaksanakan menggunakan metode Kjeldahl. Hasilnya menunjukkan bahwa SRF 20 memiliki kandungan nitrogen total tertinggi sebesar 0,77%. Karakterisasi SRF 20 menggunakan FTIR mengindikasikan adanya amonium nitrat yang terikat pada SRF 20. Gugus fungsi yang menyatakan adanya ikatan amonium nitrat pada SRF 20 adalah C-O dan N-H. Untuk pengulangan 1, 2, dan 3 selama 7 hari leaching, nitrogen total yang terlepas masing-masing sebanyak 0,0051; 0,0075; dan 0,0067 gram dengan sisa nitrogen 0,61; 0,60; dan 0,60 gram. Hal ini membuktikan bahwa nitrogen berhasil terperangkap dalam permukaan maupun struktur pori-pori adsorben, yaitu bentonit teraktivasi.
Kata kunci: amonium nitrat-bentonit teraktivasi, pelepasan nitrogen, Slow Release Fertilizer
ABSTRACT
Nitrogen has a major role in the process of plant growth. Unfortunately, the presence and availability of nitrogen in the soil are limited because nitrogen is easily lost and carried away by water causing low nitrogen fertilization efficiency. Increasing the efficiency of nitrogen fertilization can be pursued through the formulation of fertilizer in the form of Slow Release Fertilizer (SRF) and the application of nitrogen in large quantities. The purpose of this study was to determine the total nitrogen release pattern in the soil after being bound to acid-activated bentonite coated with ammonium nitrate. In the preparation of the SRF, the activated bentonite was coated by ammonium nitrate with a mass ratio (grams) of 20:20. The tests for determining the total nitrogen content were done using Kjeldahl method. The results showed that SRF 20 had the highest total nitrogen content of 0.77%. The characterization of SRF 20 using FTIR revealed that the ammonium nitrate bound to the SRF 20. The functional groups indicating the presence of ammonium nitrate in the SRF 20 were C-O and N-H. In repetitions 1, 2, and 3 for 7 days of leaching, the total nitrogen released was 0.0051; 0.0075; and 0.0067 grams, with nitrogen remaining 0.61; 0.60; and 0.60 grams, respectively. This proved that nitrogen was successfully trapped in the surface and pore structure of the adsorbent, activated bentonite.
Keywords: ammonium nitrate-bentonite, nitrogen release, Slow Release Fertilizer
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan dan perikanan. Kondisi alam tersebut memberikan peluang bagi
sebagian besar masyarakat Indonesia untuk melakukan kegiatan usaha di bidang pertanian. Keberhasilan pencapaian sasaran produksi komoditas pertanian tidak terlepas dari penggunaan sarana produksi, khususnya
penggunaan pupuk secara tepat, baik jumlah, waktu, jenis dan mutunya.
Tiga senyawa utama dalam pupuk anorganik yaitu fosfor (P), kalium (K) dan nitrogen (N) (Gao, et al., 2015). Nitrogen mempunyai efek paling besar terhadap proses pertumbuhan tanaman. Sebagian besar nitrogen dalam tanah didapatkan dalam bentuk organik yang dapat berupa sisa tanaman, hewan, manusia, dan pupuk organik (pupuk hijau, pupuk kandang, dan kompos) (Aviantri dan Maharani, 2017).
Permasalahan utama nitrogen terletak pada ketersediaan di dalam tanah yang rendah, padahal nitrogen dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak. Sementara itu, keberadaan dan ketersediaan senyawa nitrogen dalam tanah sangat terbatas, terlebih dari sifat senyawa nitrogen yang mudah hilang (leaching) (Sari dan Prayudiningsih 2015). Hal tersebut menyebabkan efisiensi pemupukan nitrogen yang rendah. Peningkatan efisiensi pemupukan nitrogen dapat diupayakan melalui pembuatan slow release fertilizer (SRF) dan pemberian unsur nitrogen dalam jumlah yang banyak (Kottegoda, et al., 2017).
Prinsip utama dari slow release fertilizer (SRF) adalah dengan membuat suatu hambatan berupa interaksi molekuler sehingga zat hara dalam butiran pupuk tidak mudah lepas ke lingkungan (Ardyati, et al., 2012). Keuntungan dari pupuk ini adalah pupuk akan tersedia dalam tanah dalam waktu yang lebih lama dari pada menggunakan pupuk pada umumnya (fast release fertilizer), dapat mengatasi masalah penguapan, kehilangan karena terlarut dan terbawa air hujan, serta infiltrasi terbakarnya akar serabut karena over dosis (Aviantri dan Maharani, 2017). Oleh karena itu diperlukan materi yang berperan sebagai pengemban nitrogen.
Bentonit mempunyai struktur berlapis dengan kemampuan mengembang (swelling) dan memiliki kation-kation yang dapat ditukarkan. Meskipun lempung bentonit sangat berguna untuk adsorpsi, namun kemampuan adsorpsinya terbatas. Kelemahan tersebut dapat diatasi melalui proses aktivasi menggunakan asam (HCl, H2SO4 dan HNO3) (Dewi, et al., 2017). Dalam penelitian Darmadinata (2019) dilaporkan bahwa bentonit yang tidak diaktivasi memiliki kapasitas adsorpsi sebesar 1,3755 mg/g sedangkan bentonit yang teraktivasi asam sulfat memiliki kapasitas adorpsi sebesar 2,9673 mg/g.
Aktivasi bentonit menggunakan asam akan menghasilkan bentonit dengan situs aktif lebih besar dan keasamaan permukan yang lebih besar, sehingga akan dihasilkan bentonit dengan kemampuan adsorpsi yang lebih tinggi dibandingkan sebelum diaktivasi (Ningtias, 2017). Bentonit teraktivasi akan memiliki struktur ruang diantara lapisan–lapisan silikat yang dapat ditingkatkan ketersediaan ruang tersebut dengan melakukan delaminasi partikel yang terdapat dalam bentonit sehingga dihasilkan porositas–porositas baru pada ruangan tersebut yang dapat digunakan sebagai pengikat molekul–molekul (Dewi, et al., 2017).
Penelitian mengenai pupuk slow release fertilizer (SRF) telah dilakukan oleh Novan dan Maharani (2017) yang mempelajari tentang pola pelepasan amonium, nitrat, dan kalium dari slow release fertilizer (SRF) pada epiaquept yang menunjukkan hasil pada pola pelepasan N-NH4+ mengalami peningkatan seiring waktu inkubasi, sedangkan terjadi sebaliknya N-NO3- dan kalium mengalami penurunan. Pada minggu pertama inkubasi, N-NH4+ yang dilepaskan sangat tinggi yaitu 40-60% kemudian menurun hingga mendekati 0% pada minggu ke-14 inkubasi, sedangkan N-NO3- sebanyak 17-40% pada minggu pertama inkubasi, kemudian mengalami kenaikan hingga mendekati 100% pada minggu ke-14 inkubasi dan kalium pada minggu pertama inkubasi berkisar 20-30% kemudian mengalami kenaikan menjadi 30-70% pada minggu ke-14 inkubasi.
Penelitian tentang pembuatan pupuk slow release fertilizer (SRF) terlapisi kitosan-bentonit, zeolit-hidroksiapatit, ataupun hidroksiapatit-bentonit sudah dilakukan, namun masih belum ada yang menggunakan bentonit teraktivasi yang terlapisi amonium nitrat sebagai komposisi pembuatan slow release fertilizer (SRF). Oleh karena itu, maka dilakukan penelitian tentang pemanfaatan bentonit teraktivasi H2SO4 sebagai carrier unsur nitrogen pada pembuatan slow release fertilizer terlapisi amonium nitrat.
MATERI DAN METODE
Bahan
Bentonit dari PT Brataco, pupuk NH4NO3, aquadest, H2SO4 1,5 M, aquades, asam sulfat pekat (H2SO4 ; 98%), campuran selen, asam borat 1%, asam sulfat 0,05 N, natrium hidroksida 30%, indikator conway, semua
bahan-bahan yang digunakan mempunyai drajat kemurnian proanalisis.
Alat
Magnetic stirrer, (Cimarec Thermo Scientific), gelas beaker, gelas ukur, neraca analitik, labu ukur, spatula kaca, oven, ayakan 100 mesh, kertas saring, ruangan asam,labu kjeldahl, buret otomatis, destilator, pipet ukur, pipet tetes, dan FT-IR (Fourier Transform Infrared).
Cara Kerja
Aktivasi Bentonit dengan H2SO4 1,5 M
Sebanyak 250 gram serbuk bentonit didispersikan ke dalam 1000 mL larutan H2SO4 1,5 M dan diaduk dengan pengaduk magnetik selama 24 jam. Campuran benonit dan asam sulfat kemudian disaring hingga sisa larutan asam berkurang dan hanya sisa bentonit. Kemudian bentonit didispersikan ke dalam larutan NaOH 2 M sebnyak 1000 mL, yang selanjutnya diuji kandungan pH pada bentonit menggunakan kertas lakmus universal agar mencapai pH 7 (netral), Padatan bentonit kemudian disaring, yang selanjutnya dikeringkan dalam oven pada temperatur 100 ºC selama 3 jam, kemudian dikeringkan dalam desikator agar memperoleh massa konstan (Darmadinata, 2019). Selanjutnya bentonit tersebut digerus, diayak menggunakan ayakan ukuran 100 mesh
Sintesis Slow Release Fertilizer Terlapisi Amonium Nitrat-Bentonit Teraktivasi
Sintesis slow release fertilizer terlapisis amonium nitrat-bentonit teraktivasi, hal pertama yang dilakukan adalah membuat penentuan komposisi perbandingan massa amonium nitrat terhadap bentonit teraktivasi dengan perbandingan massa (gram) (20:20), (20:30), (20:40), (20:50), dan (20:60). Pada masing-masing perbandingan massa amonium nitrat terhadap bentonit teraktivasi, untuk amonium nitrat-bentonit teraktivasi peroses pencampuran dilakukan dengan melarutkan amonium nitrat sebanyak 20 gram dengan aquades sebanyak 100 mL dalam masing-masing gelas beaker. Diaduk selama 10 menit hingga amonium nitrat larut sempurna dengan air, selanjutnya ditambahkan bentonit teraktivasi asam sulfat yaitu 20, 30, 40, 50, dan 60 ke dalam masing-masing gelas beaker, kemudian diaduk selama 10 menit
dengan tujuan agar amonium nitrat terserap sempurna pada bentonit teraktivasi.
Campuran antara amonium nitrat dengan bentonit teraktivasi disaring untuk mengurangi kandungan air, kemudian diperoleh endapan antara amonium nitrat dengan bentonit teraktivasi, yang selanjutnya endapan dikeringkan pada suhu 100 oC dalam oven selama 1 jam untuk menghilangkan kandungan airnya. Setiap sampel kemudian diberi label kode sebagai berikut: SRF 20; SRF 30; SRF 40; SRF 50; dan SRF 60. Setelah proses sintesis slow relase fertilizer terlapisi amonium nitratbentonit teraktivasi dilakukan analisis penentuan kandungan nitrogen total pada masing masing sampel menggunakan metode kjeldahl.
Analisis Kadar Air dan Nitrogen Total Sampel Slow Release Fertilizer (SRF) Terlapisis Amonium Nitrat-Bentonit Teraktivasi dengan Metode Kjeldahl
Pertama analisis kadar air, dilakukan dengan menimbang sebanyak 5 gram sampel SRF 20, SRF 30, SRF 40, SRF 50, dan SRF 60, kemudian ditimbang tin kosong (merupakan wadah sebagai tempat sampel SRF dianalisis yang terbuat dari alumunium dan berbentuk piringan kecil). Sampel SRF 20, SRF 30, SRF 40, SRF 50, dan SRF 60 yang sudah di timbang, masing-masing diletakan diatas tin yang kosong untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam oven untuk menghilangkan kadar air yang masih terkandung dalam sampel. Oven diatur pada suhu 100o C dalam waktu 48 jam, setelah proses pengovenan sampel kemudian dimasukkan ke dalam desikator agar memperoleh massa konstan, selanjutnya sampel yang sudah dimasukkan ke dalam desikator dan sudah memperoleh massa konstan ditimbang hasil akhirnya.
Analisis kadar nitrogen total dengan metode kjeldahl dilakukan melalui tiga tahapan yang pertama proses destruksi. Mula-mula ditimbang masing-masing 1,00 gram sampel SRF 20, SRF 30, SRF 40, SRF 50, dan SRF 60 kemudian dimasukan setiap sampel ke dalam masing-masing labu kjeldhal, selanjutnya ditambahkan 1 gram campuran selen dan 3 ml H2SO4 98% pada masing-masing labu kjeldahl. Labu digoyangkan secara perlahan hingga sampel tercampur merata, kemudian masing-masing labu kjeldahl di letakan di atas kompor yang terdapat dalam ruangan asam. Dipanaskan pada suhu 600oC, pemanasan dihentikan apabila
masing-masing pada sampel SRF, larutan sampel berubah warna menjadi putih. Setelah sampel berwarna putih, masing-masing labu kjeldahl diangkat, didinginkan yang selanjutnya diencerkan dengan penambahan 100 mL aquades. Pengenceran ini perlu dilakukan untuk mengurangi reaksi letupan yang terjadi pada proses destilasi, kemudian ditambahkan 20 mL NaOH 30% pada masing-masing labu kjeldahl. Masing-masing labu kjeldahl dipasangkan pada destilator, hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer yang sudah diisi dengan 15 mL asam borat 1% dan 3 tetes indikator conway pada masing masing erlenmeyer. Selama proses distilasi, larutan asam borat akan berubah warna biru karena larutan menangkap adanya amonia dalam bahan yang bersifat basa sehingga mengubah warna merah muda menjadi hijau kebiruan. Reaksi dalam distilasi akan berakhir bila amonia yang telah terdistilasi tidak bereaksi basis (Wiyantoko, et al., 2017).
XTi z I Z∩'V I AγNx100% 100+KA
N total (%) (b∕b) = (a-b) × N H2SO4 × — χ
Keterangan:
a : Volume titrasi H2SO4 (mL) b : Volume titrasi blanko (mL) N : normalitas H2SO4 (greek/mol) Ar : Massa atom relatif nitrogen (gram/mol) KA : Kadar air (% bk)
1000 mg : bobot sampel SRF
Karakterisasi Senyawa Slow Release Fertilizer (SRF) Terlapisi Amonium NitratBentonit Teraktivasi pada Sampel Pupuk dengan Kandungan Nitrogen Total Tertinggi Menggunakan FTIR
Ditimbang sebanyak 10 mg sampel slow relase fertilizer dengan kadar nitrogen total tertinggi kemudian digerus dalam mortar bersama dengan 100 mg kristal KBr. Campuran dipress dengan alat penekan hidrolitik hingga menjadi pelet yang transparan. Kemudian, dianalisis dengan mengunakan alat FTIR.
Uji Pelepasan Slow Release Fertilizer (SRF) Terlapisi Amonium Nitrat-Bentonit
Teraktivasi pada Sampel Pupuk dengan Kandungan Nitrogen Total Tertinggi
Uji pelepasan nitrogen pada sampel pupuk SRF dengan kandungan nitrogen total tertinggi dilakukan setelah memperoleh sampel pupuk SRF dengan kandungan nitrogen total tertinggi. Diuji pelepsan nitrogen yang terlepas
dalam tanah melalui uji inkubasi selama 7 hari, tahapan pertama yang dilakukan dengan menimbang sebanyak 100 g tanah sawah yang diambil di Jalan Tukad Balian Kecamatan Denpasar Selatan. Tanah 100 g tersebut dicampur dengan 2 g sampel pupuk SRF terbaik (memiliki kandungan nitrogen tertinggi). Campuran tanah dengan sampel pupuk SRF terbaik kemudian dimasukkan ke dalam botol, ujung botol ditutup diberikan lubang kecil untuk sirkulasi air. Penyiraman dilakukan setiap hari dengan aquades sebanyak 100 mL. Filtrat yang tertampung dari hasil penyiraman diuji kandungan nitrogen totalnya, pengujian filtrat dilakukan pada hari 1, 3, 5, dan 7. Pada percobaan uji pelepasan nitrogen total pada sampel pupuk SRF terbaik ini, dilakukan 3 kali ulangan yang mana untuk memperoleh rata-rata pelepasan nitrogen total yang diamati.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sintesis Slow Release Fertilizer Terlapisi Amonium Nitrat-Bentonit Teraktivasi
Hasil perbandingan sintesis slow release fertilizer terlapisi amonium nitrat-bentonit teraktivasi disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan Sintesis Slow Release Fertilizer Terlapisi Amonium NitratBentonit Teraktivasi
Kode SRF |
Amouium Nitrat (gram) |
Bentonit Teiaktivasi (gram) |
Berat akhir (gram) |
SRF 20 |
20 |
20 |
18,8 |
SRF 30 |
30 |
20 |
25,4 |
SRF 40 |
40 |
20 |
34,13 |
SRF 50 |
50 |
20 |
44,46 |
SRF 60 |
60 |
20 |
63,69 |
Tabel 1 menunjukkan sampel SRF 20; SRF 30; SRF 40; SRF 50; dan SRF 60 memiliki hasil berat akhir yang berbeda. Hal ini karena beberapa faktor yaitu pada saat proses penyaringan masih ada sampel SRF yang ikut larut. Begitu juga pada saat proses pengovenan untuk mengurangi kadar air pada sampel SRF, diperkirakan terjadi sampel SRF yang menempel pada kertas saring sehingga menyebabkan sampel SRF yang ikut merekat pada kertas saring dan terbuang cukup banyak.
Penentuan Kadar Air Sampel SRF 20, SRF 30, SRF 40, SRF 50, dan SRF 60
Kadar air digunakan untuk perhitungan penentuan nitrogen total, Hasil pengukuran
kadar air pada sampel SRF semuanya disajikan sebagaimana tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Presentase Kadar Air SRF 20, SRF 30, SRF 40, SRF 50, dan SRF 60
Sampel SRF |
Radar Air (%) |
SRF 20 |
8,28 |
SRF 30 |
6,58 |
SRF 40 |
5,18 |
SRF 50 |
5,81 |
SRF 60 |
7,71 |
Pada Tabel 2 diperoleh kadar air pada sampel SRF 20, SRF 30, SRF 40, SRF 50, dan SRF 60 berturut-turut sebesar 8,28; 6,58; 5,18; 5,81; dan 7,71 %. Jika merujuk pada ketentuan standar mutu SNI 2803:2010 BSN (2010) dimana kadar air dalam sampel pupuk NPK padat maksimal yaitu 3%. Kandungan air yang terlalu tinggi pada pupuk SRF akan berdampak kurang baik, yaitu menurunnya kualitas dan peranan pupuk SRF bagi pertumbuhan tanaman. Hal ini disebabkan oleh mikroorganisme yang berkembang lebih cepat di dalam pupuk yang akan menyebabkan kandungan hara dalam sampel berkurang sebelum digunakan (Gao, et al., 2015). Oleh karena itu, kadar air pada pupuk perlu diperhatikan untuk menunjang proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Penentuan Kadar Nitrogen Total Senyawa Slow Release Fertilizer Terlapisi Amonium Nitrat-Bentonit Teraktivasi
Penentuan kandungan nitrogen total dalam sampel pupuk anorganik padat disebut sebagai nitrogen total karena yang ditentukan adalah unsur nitrogen secara keseluruhan yaitu nitrogen dalam bentuk ion nitrat (NO3-), amonium (NH4+) dan NH3 yang dapat diserap oleh tanaman (Hermawati, et al., 2021). Sebagian besar nitrogen diserap dalam bentuk ion nitrat karena anion selalu berada di dalam larutan tanah dan mudah terserap oleh akar. Oleh karena ion nitrat selalu berada di dalam larutan tanah, maka ion nitrat lebih mudah tercuci oleh aliran tanah (Chrisyariati, et al., 2014). Sebaliknya untuk ion amonium yang bermuatan positif terikat oleh koloid tanah (Lusdiono dan Lailiyah, 2022). Ion amonium dapat dimanfaatkan oleh tanaman setelah melalui proses pertukaran kation. Oleh karena ion amonium bermuatan positif, maka ion ini tidak mudah hilang oleh proses pencucian (Alianto, et al., 2016).
Hasil penentuan kadar nitrogen total pada penelitian ini dilakukan beberapa tahapan. Tahap pertama yakni sampel didestruksi menggunakan asam sulfat pekat dengan tujuan agar senyawa organik seperti C, H, O dalam sampel dapat teroksidasi menjadi CO2, H2O, O2 tanpa diikuti oksidasi nitrogen menjadi N2. Unsur nitrogen tersebut terikat dengan asam sulfat sebagai amonium sulfat ((NH4)2SO4) (Kottegoda, et al., 2017). Reaksi yang terjadi pada proses destruksi yaitu sebagai berikut (Fahmi dan Radjagukguk, 2013) pada Gambar 1.
R-N-C=O(S)+H2SO4(I) → (NH4)2SOtt+H2O(I)+C0⅞)+S0⅜).....(1)
Il
RR
Gambar 1. Reaksi pada proses destruksi
Proses destruksi dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu 600°C. Pada saat proses destruksi dilakukan penambahan katalisator yaitu campuran selenium yang bertujuan mempercepat proses destruksi tanpa mengalami reaksi dengan sampel. Hasil destruksi ditandai dengan larutan sampel berwarna jernih atau jernih agak kehijauan (Danapriatna, 2013). Hasil destruksi diencerkan dengan 100 mL aquadest. Pengenceran ini dilakukan untuk mengurangi letupan reaksi yang nanti akan terjadi apabila larutan ditambahkan senyawa alkali (Aviantri dan Maharani, 2017). Pengendalian suasana basa dilakukan dengan menambahkan larutan natrium hidroksida 20 mL NaOH 30% yang berfungsi untuk memberikan suasana basa karena reaksi tidak dapat berlangsung dalam keadaan asam (Wiyantoko, et al., 2017). Pada tahap distilasi, amonium sulfat dipecah menjadi amonia (NH3) dengan penambahan NaOH dengan alkalis dan dipanaskan dalam alat distilasi, sebagaimana diuraikan pada reaksi sebagai berikut (Darmadinata, et al., 2019):
(NH4)2SO4(aq} + 2NaOH(aq) → Na2SO4⅛) + 2NI I-OIIiq
2NH4OH⅛ → 2NH⅛) - 2H2Olij
2NH⅛ - 2H3BO3(aψ → 2NH4H2BO3⅛1) + H%)..........(2)
Gas amonia yang dibebaskan akan dijerap dalam larutan asam borat 1% 15 mL. Agar gas amonia dapat dijerap secara maksimal,
maka ujung pipa bengkok diusahakan tercelup sedalam mungkin dalam larutan asam borat yang telah ditambahkan indikator conway. Fungsi indikator conway untuk mengetahui titik akhir gas amonia yang telah terjerap yang ditandai oleh perubahan warna larutan menjadi hijau kebiruan (Lusdiono dan Lailiyah, 2022).
Destilat yang diperoleh selanjutnya dihitung volume akhirnya dan dilanjutkan untuk dilakukan dititrasi menggunakan larutan H2SO4 0,05 N. Titrasi ini dimaksudkan untuk menentukan seberapa banyak volume H2SO4 yang di perlukan untuk merubah warna larutan yang tadinya berwarna hijau kebiruan menjadi warna merah muda (Alianto , et al., 2016). Reaksi yang terjadi pada proses titrasi adalah sebagai berikut:
2NH4H2BO3(aq)+H2SO4⅛)-* (NH4)2SO4⅛q) + H3BO3(aq) (3)
Dari pengujian titrasi secara duplo yang telah dilakukan, diperoleh rata-rata volume titrasi dari masing-masing sampel pupuk SRF 20, SRF 30, SRF 40, SRF 50, dan SRF 60 sebesar 10,40; 8,90; 8,10; 7,10; dan 4,40 mL. Setelah mendapatkan volume titrasi selanjutnya dimasukkan ke dalam rumus perhitungan penentuan kadar nitrogen total. Hasil perhitungan kadar nitrogen total disajikan pada Gambar 1.
Kadar Nitrogen Total (%) SRF 20-60
0.9
Gambar 2. Kadar Nitrogen Total Pupuk SRF 20, 30, 40, 50, dan 60
Berdasarkan Gambar 2, diperoleh kadar nitrogen total untuk masing-masing sampel SRF. SRF 20 sebesar 0,77%, SRF 30 sebesar 0,65%, SRF 40 sebesar 0,58%, SRF 50 sebesar 0,51% dan SRF 60 sebesar 0,32 %. Kandungan nitrogen total tertinggi pada perbandingan massa amonium nitrat-bentonit teraktivasi 20:20 g diperoleh nilai nitrogen total sebesar 0,77%. Dari
hasil yang diperoleh pada pengujian ini masih jauh dari baku mutu SNI 2803:2010 yaitu batas minimal kadar nitrogen total dalam sampel Pupuk NPK padat yaitu 8%. (BSN, 2010). Selanjutnya pada sampel SRF 20 dengan kadar nitrogen total tertinggi dengan nilai 0,77%, yang kemudian diuji karakterisasi menggunakan FTIR dengan tujuan menidentifikasi gugus fungsi yang terikat.
Penentuan Gugus Fungsi Senyawa Slow Release Fertilizer Terlapisi Amonium NitratBentonit Teraktivasi
Setelah dilakukan penentuan kadar nitrogen total, didapatkan kadar nitrogen total tertinggi untuk SRF 20. Selanjutnya dilakukan pengujian FTIR dengan tujuan menentukan gugus fungsi yang terikat dalam sampel (Noorhidayah, et al., 2021), pertama yang dilakukan ditimbang sebanyak 10 mg sampel dengan kode SRF 20 kemudian digerus dalam mortar bersama dengan 100 mg kristal KBr. Campuran dipress dengan alat penekan hidrolitik hingga menjadi pelet yang transparan. Hasil FTIR SRF 20 dapat dilihat di Gambar 3.
Gambar 3. Spektrum FTIR SRF 20
Dari hasil Gambar 3 di atas dapat disimpulkan pada bilangan gelombang 3636,94 cm -1 pada daerah streching terdapat penurunan transmitan dan lebar, kemungkinan adanya gugus OH hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ningtias (2017) membahas slow release fertilizer sebagai dasar perumusan SNI pupuk urea berpelepasan diperlambat, dimana dalam penelitiannya beliau membuat pupuk SRF dengan komposis zeolit-urea. Setelah di karakterisasi dengan FTIR hasilnya Si-OH memberikan serapan pada 910-830 cm -1 dan daerah 3700- 3200cm-1 mirip serapan alkohol. Selanjutnya serapan lemah pada bilangan
gelombang 3054,41 cm-1 diduga vibrasi regang N-H diperkuat dengan munculnya serapan pada bilangan gelombang 1640,53 cm-1 yang merupakan serapan dari N-H bending, selanjutnya serapan lemah pada 2360,97 cm-1 diduga merupakan serapan dari C-H alifatik yang diperkuat dengan munculnya serapan di daerah bending pada bilangan gelombang 918,16 cm-1. Serapan pada 1214.24 cm-1 diduga adalah serapan dari gugus C-O. Spektrum FTIR yang mengidentifikasikan ikatan amoniumnitrat yaitu C-O, N-H dan C-N (Noorhidayah, et al., 2021).
Analisis Uji Pelepasan Nitrogen Total Sampel SRF 20
Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh hasil pola pelepasan nitrogen total Pupuk SRF 20 selama 7 hari sebagai berikut:
----SRF 20 Percobaan 1 ----SRF 20 Percobaan 2 ----SRF 20 Percobaan 3
Gambar 3. Pola Pelepasan Nitrigen Total SRF 20 Percobaan 1,2 dan 3
Dari Gambar 3. di atas diperoleh hasil pelepasan nitrogen total pada sampel SRF 20 percobaan 1 pada hari 1, 3, 5 dan 7, diperoleh secara berturut-turut sebesar 35 x 10-3, 7 x 10-3, 4 x 10-3, dan 4 x 10-3 %. Untuk percobaan 2 diperoleh hasil pelepasan nitrogen total pada hari 1, 3, 5 dan 7 secara berturut-turut sebesar 56 x 10-3, 7 x 10-3, 7 x 10-3, dan 4 x 10-3 %. Pada percobaan 3 diperoleh hasil pelepasan nitrogen total pada hari 1, 3, 5 dan 7 secara berturut-turut sebesar 49 x 10-3, 7 x 10-3, 7 x 10-3, dan 4 x 10-3 %. Sehingga diperoleh jumlah pelepasan nitrogen total selama 7 hari pada percobaan 1 sebesar 50 x 10-3 %. Untuk percobaan 2 diperoleh jumlah pelepasan nitrogen total selama 7 hari sebesar 74 x 10-3 %. Untuk percobaan 3 diperoleh jumlah pelepasan nitrogen total selama 7 hari sebesar 67 x 10-3 %. Dari data total pelepasan selama 7 hari untuk percobaan 1, 2, dan 3, kemudian dihitung rata-rata pelepasan
selama 7 hari. Diperoleh rata-rata pelepasan nitrogen selama 7 hari sebesar 63,3 x 10-3 % dengan standar deviasi sebesar ± 39 % 10-3 %. Jika melihat hasil dari standar deviasi maka total pelepasan nitrogen total pada SRF 20 percobaan 1,2, dan 3 diatas standar deviasi, hal ini berarti pelepasan nitrogen cukup tinggi (Ardyati, et al., 2012).
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pupuk SRF 20 dengan perbandingan massa 20:20 g amonium nitrat terhadap bentonit teraktivasi memiliki kadar nitrogen total sebesar 0,77%. Hasil pengukuran dengan
spektrofotometer infra merah menunjukkan adanya gugus C-O, N-H, dan C-N yang menyatakan bahwa amonium nitrat terikat pada bentonit teraktivasi asam sulfat. Hasil uji pelepasan nitrogen total selama 7 hari pada sampel SRF 20 pengulangan 1, 2, dan 3 secara berturut-turut diperoleh sebesar 50 x 10-3%, 74 x 10-3%, dan 67 x 10-3%.
DAFTAR PUSTAKA
Alianto, Hendri, dan Suhaemi, 2016. Total Nitrogen dan Fosfat di Perairan Teluk Doreri, Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat, Indonesia. Depik Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan. 5(3): 128-132.
Ardyati, Meritia, dan Dany, P., 2012. Pelapisan Urea Dengan Sulfat Dalam Spouted bed. Jurusan Teknik Kimia. 1(1): 1-3.
Aviantri, F. dan Maharani, D.K., 2017.
Pelepasan Nitrogren Pada Pupuk Slow Release Urea Dengan Menggunakan Matriks Kitosan-Bentonit. UNESA Journal of Chemistry. 6(1): 68-69.
BSN, 2010. SNI 2809:2010 Pupuk NPK Padat. Badan Standar Nasional. Jakarta.
Chrisyariati, I., Hendrarto, B., dan Suryanti, 2014. Kandungan Nitrogen Total dan Fosfat Sedimen Mangrove Pada Umur Yang Berbeda di Lingkungan Pertambakan Mangunharjo, Semarang. Diponegoro Journal of Maquares. 3(3): 65-72.
Danapriatna, N., 2013. Peranan Tryptophan dan Konsentrasi Awal Inokulan Dalam Peningkatan Kandungan IAA, Nitrogen Total dan Kepadatan Sel pada Pupuk
Hayati Cair Azospirillum. CEFARS: Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah. 5(1): 28-35.
Darmadinata, M., Jumaeri, dan Triastuti, S., 2019. Pemanfaatan Bentonit Teraktivasi Asam Sulfat Sebagai Adsorben Anion Fosfat Dalam Air. Indonesian Journal of Chemical Science. 8(1): 1-6.
Dewi, W.T., Simpen, I N., dan Suarsa, I W., 2017. Modifikasi Lempung Bentonit Teraktivasi Asam Dengan
Benzalkonium Klorida Sebagai Adsorben Zat warna Rhodamine B. Jurnal Kimia. 11(1): 75-81.
Fahmi, A. dan Radjagukguk, B. 2013. Peran Gambut Terhadap Nitrogen Total Tanah di Lahan Rawa. Berita Biologi. 12(2): 223-230.
Gao, X., Li, C., Zhang, M., Wang, R., and Chen, B., 2015. Controlled Release Urea
Improved The Nitrogen Use Efficiency, Yield, and Quality Of Potato (Solanum tuberosum L.) On Silt Loamy Soil. Field Crop Res. 181: 60-68.
Hermawati, A.T., Fajarwati, F.I., dan Widada, S., 2021. Analisis Kadar Nitrogen Total pada Pupuk Padat dengan Metode Kjedahldi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Yogyakarta. IJCR-Indonesian Journal of Chemical Research. 6(2): 80-91.
Kottegoda, N., Sandaruwan, C., Priyadarshana, G., Siriwardhana, A., Rathnayake, U.A.,
Berugoda Arachchige, D.M., and Amaratunga, G.A.J., 2017. Urea
Hydroxyapatite Nanohybrids For Slow Release Of Nitrogen. CAS Nano. 11(2): 1214-1221.
Lusdiono, A. dan Lailiyah, W.N., 2022. Estimasi Ketidakpastian Pengujian Nitrogen Total Pada Pengendalian Kualitas Pupuk Majemuk NPK (Nitrogen, Phosphate, Kalium) Formula 15-15-15. Jurnal Darma Agung. , 30(2): 457-468.
Ningtias, D.R., 2017. Campuran Zeolit dan Pati Sagu Sebagai Bahan Penyalut Pupuk Urea dan Aplikasinya Sebagai Pelepas-Lambat Pupuk Nitrogen. Institut Pertanian Bogor. 6(1): 43-45.
Noorhidayah, R., Musthafa, M.B., dan Sisno, 2021. Spectroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) Asam humat dari Kompos Kotoran Ayam dengan Biodekomposer Berbeda. J. Il. Tan. Lingk. 23(1): 38-43.
Sari dan Prayudyaningsih, 2015. Rhizobium: Pemanfaatannya sebagai Bakteri Penambat Nitrogen. Info Teknis Eboni. 12(1): 51- 64.
Wiyantoko, B., Kurniawati, P., dan Purbaningtyas, T.E., 2017. Pengujian Nitrogen Total, Kandungan Air, dan Cemaran Logam Timbal Pada Pupuk Anorganik Nitrogen Phospor Kalium (NPK) Padat. Jurnal Sains dan Teknologi. 6(1): 51-60.
110
Discussion and feedback